• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT TIMOR MENGGUNAKAN CITRA MODIS DENGAN BERBAGAI ALGORITMA MUHAMMAD SUDIBJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETEKSI TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT TIMOR MENGGUNAKAN CITRA MODIS DENGAN BERBAGAI ALGORITMA MUHAMMAD SUDIBJO"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT

TIMOR MENGGUNAKAN CITRA MODIS DENGAN

BERBAGAI ALGORITMA

MUHAMMAD SUDIBJO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor Menggunakan Citra MODIS dengan Berbagai Algoritma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Muhammad Sudibjo NIM C54090065

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD SUDIBJO. Deteksi Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor Menggunkan Citra MODIS dengan Berbagai Algoritma. Dibimbing oleh VINCENTIUS P. SIREGAR dan JONSON LUMBAN GAOL.

Tumpahan minyak di Laut Timor yang terjadi pada tahun 2009 telah menyebabkan penyebaran minyak seluas 10.842.81 km2. Tumpahan Minyak ini berhasil terdeteksi oleh satelit Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS). Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan hasil deteksi minyak dari beberapa algoritma dengan citra MODIS dan membedakan hasil visualisasinya. Algoritma yang digunakan adalah indek tumpahan minyak, indek floresen, Analisis Komponen Utama (PCA), Indek Beda Vegetasi Ternormalisasi (NDVI), dan Suhu Muka Laut Callison. Visualisasi tumpahan minyak yang terlihat pada citra MODIS dengan algoritma indek tumpahan minyak dan indek floresen lebih cerah dibandingkan dengan badan air di sekitarnya dan juga memiliki nilai piksel lebih tinggi, sedangkan visualisasi minyak pada algoritma PCA dan NDVI lebih gelap dibandingkan dengan badan air disekitarnya dan juga memiliki nilai piksel lebih rendah. Hasil Uji akurasi yang dilakukan terhadap algoritma tersebut berturut – turut, sebagai berikut 41 %, 46%, 41%, dan 60%. Kata kunci: Tumpahan minyak, Algoritma MODIS, Penginderaan Jauh, Laut Timor

ABSTRACT

MUHAMMAD SUDIBJO. Detection of Montara Oil Spill in the Timor Sea using MODIS Image with Various Algorithms. Supervised by VINCENTIUS P. SIREGAR and JONSON LUMBAN GAOL.

Oil Spill in the Timor Sea that occurring in 2009 has caused oil expansion to an area of 10.842.81 km2. The Oil spill was successfully detected by MODIS imagery. The purpose of this study was to compare the detection of oil results from various algorithms with MODIS imagery and it’s visual appearances. The algorithm used is Oil Spill Index, Flourecence Index, Sea Surface Temperature (SST) Callison, Principal Component Analysis (PCA), and Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). The appearance of oil spill in MODIS image extracted using oil spill index and flourecence index was brighter than the surrounding water bodies and has higher pixel values, while the appearance of oil spill on PCA and NDVI algorithms appeared darker than the surrounding water bodies and has a lower pixel value. The test accuracy of the algorithms are, 41%, 46%, 41%, and 60%, respectively.

(5)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Kelautan

Pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DETEKSI TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT

TIMOR MENGGUNAKAN CITRA MODIS DENGAN

BERBAGAI ALGORITMA

MUHAMMAD SUDIBJO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Deteksi Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor Menggunakan Citra MODIS dengan Berbagai Algoritma Nama : Muhammad Sudibjo

NIM : C54090065

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Disetujui oleh

Dr.Ir.Vincentius P. Siregar, DEA Pembimbing I

Dr.Ir.Jonson Lumban Gaol, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr.Ir.I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Deteksi Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor Menggunakan Citra MODIS dengan Berbagai Algoritma” ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini , terutama kepada:

1. Kedua orang tua dan keluarga besar yang selalu memberikan dukungan penuh.

2. Dr.Ir.Vincentius P. Siregar, DEA dan Bapak Dr.Ir.Jonson Lumban Gaol, M.Si selaku dosen pembimbing satu dan dua.

3. Prof.Dr.Ir.Setyo Budi Susilo, M.Sc

4. Norma Tyas Stevi Oktari yang selalu memberikan motivasi.

5. Teman – teman ITK khususnya ITK 46, terimakasih atas kerjasamanya. 6. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, 10 Agustus 2013 Muhammad Sudibjo

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR……… vii

DAFTAR LAMPIRAN……… vii

PENDAHULUAN………... 1

Latar Belakang………. 1

Perumusan Masalah……….. 2

Tujuan Penelitian……….. 3

BAHAN DAN METODE……… 3

Waktu dan Tempat ……….. 3

Bahan……… 4

Alat………... 4

Prosedur Analisis Data………. 4

Indek Floresen………. 4

Indek Tumpahan Minyak……… 4

Suhu Permukaan Laut Callison………... 5

Komponen Analisis Utama (PCA)……….. 5

Indek Beda Vegetasi Ternormalisasi (NDVI)………. 6

Membandingkan Nilai Piksel Hasil Algoritma………... 6

Uji Akurasi……….. 7

Pengolahan Data Angin………...7

Pengolahan Data Arus………. 7

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 7

Perbedaan visualisasi dan profil indek setiap algoritma………...7

Uji akuasi algoritma terhadap tumpahan minyak………... 14

Pengaruh angin terhadap pola sebaran tumpahan minyak………. 15

Pengaruh arus terhadap pola sebaran tumpahan minyak………18

SIMPULAN DAN SARAN………... 19

Simpulan……… 20

Saran……….. 20

DAFTAR PUSTAKA……… 20

LAMPIRAN………... 22

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Nilai reflektansi tumpahan minyak di Teluk Cagliari……….. 2

2 Peta lokasi penelitian……… 3

3 Hasil pemrosesan dengan Algoritma PCA, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009... 8

4 Hasil pemrosesan dengan Algoritma NDVI, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009.………... 9

5 Hasil pemrosesan dengan Algoritma Indek Tumpahan Minyak, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009………. 10

6 Hasil pemrosesan dengan Algoritma Indek Floresen, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009………... 11

7 SST hasil algoritma Callison dari citra MODIS, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009……….. 13

8 Citra Radar tumpahan minyak Montara di Laut Timor, (a) 30 Agustus 2009 (Sumber : Lumban Gaol, 2009), (b) 8 September 2009 (sumber : li et.al, 2010)………... 14

9 Pola sebaran angin tanggal 30 agustus 2009……….. 15

10 Pola sebaran angin tanggal 8 September 2009………... 16

11 Pola sebaran angin tanggal 24 September 2009………. 16

12 Pola sebaran angin tanggal 10 Oktober 2009………. 17

13 Pola sebaran angin tanggal 21 Oktober 2009………. 17

14 Pola sebaran arus tanggal 5 – 10 September 2009………. 18

15 Pola sebaran arus tanggal 10 – 15 Oktober 2009………... 19

16 Pola sebaran arus tanggal 20 – 25 Oktober 2009………... 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data lapang pengamatan……….... 22

2 Perhitungan uji akurasi..……….... 24

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu aktivitas manusia yang dapat mencemari ekosistem laut adalah aktivitas pengeboran minyak bumi lepas pantai. Aktivitas ini jika tidak dilakukan dengan pengawasan dan perancanaan yang baik maka akan berakibat fatal yaitu dapat menyebabkan tumpahnya minyak (oil spill) ke permukaan laut. Walaupun minyak memiliki peranan yang penting bagi perekonomian suatu negara, bahkan dunia, minyak ini dapat mencemarkan dan merusak ekosistem. Tumpahan minyak di laut akan menyebabkan dua kerugian yaitu dari segi ekonomi dan ekologi. Kerugian dari segi ekonomi misalnya menurunya hasil tangkapan perikanan, produksi rumput laut, produksi benih, dan kunjungan wisata. Dampak dari sisi ekologi yaitu 1) Kerusakan hutan bakau, terumbu karang, lamun, 2) Kerusakan habitat pemijahan (spawning ground) dan pembesaran (Nursery ground), 3) Kerusakan pantai, 4) Kerusakan dasar pantai (Gidiere 2010).

Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung dan menyebabkan air laut berwarna hitam. Kecepatan penyebaran akan bergantung pada kecepatan angin, arus laut dan jenis minyak. Selain itu penyebab minyak yang ada di perairan semakin bertambah luas disebabkan adanya proses difusi minyak. keberadaan minyak di perairan mengalami penurunan disebabkan oleh evaporasi dan dispersi minyak yang disebabkan oleh kondisi lingkungan (Krisdiantoro 2012).

Peristiwa tumpahan minyak di lapangan minyak Montara Laut timor terjadi pada tanggal 21 Agusts 2009 dan berlangsung selama 74 hari. Tumpahan minyak ini terjadi akibat dari ledakan anjungan sumur Montara. Luasan minyak yang tumpah diperkirakan menyebar seluas 10.842.81 km2 yang terbawa oleh angin, pasang surut, dan arus (AMSA 2010). Berdasarkan penelitian Lumban Gaol (2009) dengan citra radar pada tanggal 30 Agustus 2009 menunjukkankan secara jelas distribusi oil spill di perairan Timor hingga Australia. Selain Radar, sensor Moderate Resolution Imaging Spectrometer (MODIS) juga dapat digunakan untuk mendeteksi tumpahan minyak di laut. MODIS merupakan salah satu sensor yang terdapat pada satelit Terra dan Aqua. Data dari hasil satelit ini dapat meningkatkan pemahaman kita tentang dinamika dan proses peristiwa alam yang terjadi di darat maupun lautan. Kelebihan yang dimiliki oleh sensor MODIS dibandingkan dengan sensor pada satelit lainnya karena jumlah kanalnya adalah sebanyak 36 dengan nilai panjang gelombang yang berdeda – beda mulai dari cahaya tampak sampai inframerah sehingga MODIS dapat digunakan untuk berbagai aplikasi.

Penggunaan algoritma untuk deteksi tumpahan minyak dalam citra MODIS banyak dilakukan dngan menggunakan persamaan dengan panjang gelombang yang berbeda – beda. Pada panjang gelombang sinar tampak (400 – 700 nm), minyak memiliki pantulan permukaan yang tinggi di atas air. Panjang gelombang sinar tampak memiliki gangguan yang bisa terjadi karena adanya material biologis, kilatan matahari, dan angin. Namun kontras tumpahan minyak dapat ditingkatkan dengan melakukan pentapisan pada panjang gelombang 500-600 nm.

(12)

2

Selain itu penampisan pada panjang gelombang di bawah 450 nm juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kontras dari tumpahan minyak dilaut.

Pada panjang gelombang inframerah panas (8 – 14 μm) tumpahan minyak menunjukan nilai yang berbeda – beda sesuai dengan dari jenis tumpahan minyaknya. Umumnya tumpahan minyak yang tebal menunjukan nilai yang lebih panas. Tumpahan minyak mempunyai pengaruh untuk menahan radiasi panas yang dikeluarkan oleh permukaan air laut. Sehingga pada sensor inframerah tumpahan minyak akan terlihat lebih panas (Fingas 2010).

Beberapa penelitian dengan mengunakan citra MODIS untuk mendeteksi tumpahan minyak di laut sudah dilakukan dengan berbagai algoritma yang berbeda. Berdasarkan penelitian Alesheikh dan Shahini (2011), deteksi tumpahan minyak di Teluk Meksiko dengan citra MODIS menunjukan bahwa penggunaan algoritma band ratio dibandingkan dengan PCA menunjukan hasil yang lebih baik dalam mendeteksi tumpahan minyak. Berdasarkan penelitian Destila (2011) bahwa algoritma O’rielly dan Morel pada MODIS dapat mendeteksi konsentarsi dari klorofil-a dilaut, pada tumpahan minyak nilai konsentrasi klorifl-a mempunyai nilai yang lebih rendah. Menurut penelitian Dessi (2008) tentang deteksi tumpahan minyak di Teluk Cagliari dengan MODIS bahwa tumpahan minyak memiliki reflektansi yang lebih besar dibandingkan dengan air laut, terutama pada kisaran spektral biru pada band 3 (biru) pada MODIS (Gambar 1).

Peristiwa tumpahan minyak di Laut Timor juga berhasil terekam oleh sensor MODIS. Penelitian ini bermaksud mendeteksi tumpahan minyak di Laut Timor dengan citra MODIS menggunakan berbagai algoritma serta berdasarkan indek profil yang dihasilkan.

Perumusan Masalah

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa tumpahan minyak dilaut ketika dideteksi oleh satelit penginderaan jauh sulit untuk diidentifikasi keberadaanya. Untuk itu, perlu algoritma khusus yang dapat memunculkan kenampakan Gambar 1. Nilai reflektansi tumpahan minyak di Teluk Cagliari (Dessi, 2008)

(13)

3 tumpahan minyak di laut tersebut. Beberapa algoritma yang mungkin dapat digunakan untuk memunculkan kenampakan tumpahan minyak dilaut adalah indek tumpahan minyak, indek floresen, Analisis Komponen Utama (PCA), Indek Beda Vegetasi Tenormalisasi (NDVI), dan Suhu Muka Laut Callison.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi tumpahan minyak pada citra MODIS menggunakan beberapa algoritma dan membedakan hasil deteksinya.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengolahan data satelit MODIS dilakukan pada bulan Februari hingga bulan Mei 2013, dan lokasi yang diteliti yaitu daerah tercemar oleh tumpahan minyak Montara di laut Timor posisi geografis 1100’0’’LS - 1400’0’’LS dan 11500’0’’ BT – 12900’0’’BT. Pengolahan citra dilaksanakan di Labolatorium Penginderaan Jauh

dan Sistem Informasi Geografis, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK – IPB. Lokasi dari objek penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Lokasi titik sampel pengambilan nilai algoritma secara jelas terlampir pada Lampiran 3.

(14)

4

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra MODIS, data angin, data arus dan data lapang. Citra MODIS level 1b merupakan data yang sudah terkalibrasi yang diunduh dari situs http://disc.gsfc. nasa.gov. Citra MODIS level 1b yang diunduh dan dipilih adalah yang tidak terlalu tertutup banyak awan pada daerah tumpahan minyaknya.

Angin dan arus adalah faktor yang mempengaruhi sebaran tumpahan minyak. Data angin ini diunduh dari http://data-portal.ecmwf.int. Data arus diunduh dari http://www.oscar.noaa.gov.

Alat

Alat yang digunakan dalam pengolahan data adalah satu set komputer yang berisi perangkat lunak ErMapper 6.4, Envi 4.5, ArcGis 10, HegWin 2.11, Surfer 9 dan Ms. Excel 2007, serta perangkat lunak lain yang mendukung penelitian ini.

Prosedur Pemrosesan Data

Citra yang diolah adalah citra level satu adalah citra yang bersih dari tutupan awan. Citra dengan format *.hdf sebelumnya harus di konversikan terlebih dahulu kedalam bentuk format *.tif dengan menggunakan perangkat lunak HEG WIN 2.11.

Citra yang sudah berformat *.tif kemudian diolah dengan perangkat lunak ErMapper. Proses yang dilakukan adalah koreksi atmosferik untuk menghilangkan pengaruh atmosfer. Adapun metode yang digunakan untuk koreksi atmosferik adalah metode histogram adjustment.

Setelah itu kemudian dilakukan pengolahan citra dengan berbagai algoritma. Adapun algoritma yang digunakan yaitu indek floresen, indek tumpahan minyak, SST Callison, Analisis komponen utama(PCA), dan NDVI .

Indek Floresen

Produk hidrokarbon memiliki sifat fluoresensi dimana memancarkan cahaya ketika terkena ultraviolet atau beberapa sinar tampak. Sehingga dengan algoritma indek floresen dapat diketahui keberadaan senyawa hidrokarbon. Algoritma indek floresen dapat ditulisakan sebagai berikut :

Dalam citra MODIS spektrum biru berada pada kanal 3 dan spektrum merah terdapat pada kanal 1. Semakin tinggi komponen hidrokarbon maka nilai indek floresen juga akan semakin besar (Dessi 2008).

Indek Tumpahan Minyak

Menurut Alesheikh dan Shahini (2011) algoritma indek tumpahan minyak memiliki prinsip rasio kanal dari selisih dan jumlah dari kanal 4 dan kanal 1 pada

(15)

5 MODIS yang dinormalisasikan dengan kanal 3 sehingga menghasilkan nilai yang berbeda signifikan antara minyak dan bukan minyak. Algoritmanya dapat dituliskan sebagai berikut :

Suhu Muka Laut Callison

Kanal pada MODIS yang digunakan untuk algoritma SST adalah kanal 31 dan 32 yang merupakan kanal pada rentang nilai spektral thermal infrared. Setiap kanal – kanal ini kemudian akan dilakukan pengkalibrasian nilai digital number-nya menjadi nilai radiansi dengan rumus sebagai berikut:

Dimana,

Li : Radiansi kanal i

SIi : Skala integer kanal i (digital number)

radiance_scales dan radiance_offsets didapatkan dari atribut yang ada pada file hdf disesuaikan dengan kanal yang akan di kalibrasi. Setelah menghitung nilai radiansi, selanjutnya dilakukan perhitungan suhu kecerahan dengan menggunakan persamaan Planck. Adapun persamaan Planck sebagai berikut :

Dimana,

TB : suhu kecerahan (0K)

C2 : konstanta radiansi kedua (1.493 x 104 K µm) C1 : konstanta radiasi pertama

(1.1911 x 108 W M-2 sr-2 (µm-1)-4) Lλ(i) : nilai radiansi kanal ke-i (WM-2 µm sr)

λ(i) : nilai tengah panjang gelombang kanal ke-i (µm) i : Kanal 31 dan Kanal 32

Setelah diketahui suhu kecerahan dari tiap kanal, selanjutnya dilakukan perhitungan suhu permukaan laut dengan menggunakan algoritma Callison (1989) sebagai berkut :

Dimana,

Tb31 : suhu kecerahan kanal 31 Tb32 : suhu kecerahan kanal 32 Analisis Komponen Utama

Analisis komponen utama akan menghilangkan gangguan pada data dan melinearisasikan piksel dengan korelasi tinggi antar saluran. Transformasi ini

(16)

6

akan menghasilkan perbedaan visual dan kontras yang lebih baik antar obyek. PCA akan mentranformasikan citra untuk mendapatkan komponen penting keterwakilan baru yang saling tidak berkorelasi. Komponen penting ini direpresentasikan dalam vector nilai eigen.

Komponen penting ini didapatkan dengan transformasi forward. Secara matematis dijelaskan sebagai berikut :

Dengan DN1MS adalah digital number dari citra input multispectral. PC1 adalah

komponen pertama, dan matriks transformasi v terdiri dari vektor-vektor eigen yang diurutkan berdasarkan eigennya.

Vektor eigen yang memiliki nilai eigen tertinggi merupakan komponen penting pertama (PC1). PC1 ini yang akan digantikan oleh data citra pankromatik beresolusi spasial tinggi, yang sebelumnya direntangkan agar memiliki rataan yang menyamai PC1 (Smith 2002)

Transformasi dari PCA secara otomatis sudah ada difitur transformasi pada perangkat lunak ENVI. Pada penelitian kali ini digunakan kanal 1 dan kanal 3 sebagai masukan untuk transformasi PCA.

Indek Beda Vegetasi Ternormalisasi

Indek vegetasi adalah pengukuran kuantitatif berdasarkan nilai digital dari data penginderaan jauh yang digunakan untuk mengukur biomassa atau intensitas vegetasi di permukaan bumi. Algoritma NDVI sudah sering digunakan untuk pemetaan terumbu karang dan juga mangrove.

Nilai NDVI berkisar antara -1 hingga +1 . nilai NDVI yang rendah (negatif) menunjukan tingkat vegetasi yang rendah seperti awan, air, tanah kosong, bangunan, dan unsur non-vegetasi hijau yang tinggi (positif) menunjukan tingkat vegetasi hijau yang tinggi. Jadi, nilai NDVI sebanding dengan kuantitas tutupan vegetasinya (Lillesand and Kiefer, 1990).

Pada dasarnya NDVI mampu meminimalisir kesalahan atmosferik seperti efek haze (blur) dan mampu membedakan antara tubuh air yang bersubstrat dengan tubuh air yang tidak bersubstrat dengan cukup baik. Adapun rumus dari NDVI sebagai berikut:

Pada sensor MODIS spektrum inframerah dekat berada pada kanal 2 dan spektrum merah terdapat pada kanal 1 (Deveson 2005).

Membandingkan Nilai Piksel Hasil Algoritma

Setelah semua hasil dari kelima algoritma tersebut didapatkan, kemudian nilai dari piksel yang terdapat pada citra MODIS hasil algoritma tersebut dilakukan perbandingan terhadap daerah yang terkena minyak dan tidak terkena

(17)

7 minyak yang diplotkan kedalam bentuk grafik sehingga membentuk signature dari tumpahan minyak. Signature hasil algoritma ini akan dijadikan acuan dalam uji akurasi.

Uji Akurasi

Uji akurasi dilakukan untuk mengetahui algoritma mana yang baik digunakan untuk melihat tumpahan minyak di laut dengan menggunakan citra MODIS. Uji akurasi ini menggunakan data lapang dari Applied Scology Solutions (AES) yang bekerja sama dengan World Wide Fund (WWF). Untuk mengetahui lokasi pada citra MODIS merupakan tumpahan minyak atau bukan, pedoman yang akan dijadikan acuan adalah signature atau profil minyak dari hasil grafik nilai piksel pada daerah tumpahan minyak dan bukan minyak. Perhitungan persen nilai akurasi adalah sebagi berikut :

Pengolahan Data Angin

Data angin digunakan untuk melihat pengaruh angin terhadap sebaran tumpahan minyak. Langkah pertama yang dilakukan adalah membuka data arus berformat *.nc dengan meggunakan perangkat lunak Ocean Data View (ODV) untuk mengekstrak datanya ke dalam format *.txt. Setelah itu data dengan format *.txt di buka dengan menggunakan software Microsfot Excel sehingga akan didapatkan nilai dari komponen angin zonal (U) dan meridional (V) yang merupakan bagian dari vektor dengan arah vertical dan horizontal. Nilai U dan V ini kemudian di konversi kedalam kecepatan. Nilai U dan V ini kemudian di grid pada perangkat lunak Surfer 9. Grid hasil niali U dan V kemudian diplotkan kedalam lokasi daerah tumpahan minyak. Kemudian dimasukan colour scaling berupa kecepatan dari angin.

Pengolahan Data Arus

Data arus yang diunduh adalah berformat *.nc terlebih dahulu diekstrak ke dalam format *.txt dengan meggunakan software ODV. Setelah itu data dengan format *.txt di buka dengan menggunakan software Microsfot Excel sehingga akan didapatkan nilai dari komponen angin zonal (U) dan meridional (V) yang merupakan bagian dari vektor dengan arah vertical dan horizontal. Nilai U dan V ini kemudian di grid dengan menggunakan software Surfer 9 dan setelah itu diplotkan kedalam lokasi daerah tumpahan minyak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan visualisasi dan profil indek setiap algoritma

Citra yang diolah untuk melihat perbandingan penampakan hasil lima algoritma adalah citra MODIS tanggal 30 Agustus 2009 dan 8 September 2009. Hasil yang didapatkan menunjukan adanya penampakan kecerahan yang berbeda beda pada daerah yang terkena dan tidak terkena tumpahan minyak.

(18)

8

Gambar 3 dan 4 adalah citra MODIS dengan algoritma PCA dan NDVI yang menunjukan warna lebih gelap pada daerah terkena minyak dibandingkan yang tidak terkena tumpahan minyak namun kontras antara tumpahan minyak dengan badan air yang ditampilkan dari kedua algoritma ini berbeda. Tumpahan minyak lebih terlihat jelas dengan menggunakan algoritma NDVI (Gambar 4).

(b)

Gambar 3. Hasil pemrosesan dengan Algoritma PCA, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009

(a)

tumpahan minyak

(19)

9

Algoritma PCA dan NDVI menunjukan nilai yang lebih kecil pada daerah tumpahan minyak seperti terlihat pada stasiun 5, 6, dan 7 tanggal 30 agustus 2009 dan Stasiun 4, 5, dan 6 tanggal 8 September 2009. Menurut Alesheikh dan Shahini (2011) penggunaan transformasi PCA ini dalam penginderaan jauh menghasilkan suatu citra yang lebih mudah untuk mengenali suatu obyek tertentu dibandingkan citra aslinya. Pengolahan NDVI akan menghasilkan garis batas yang tegas antara laut dalam dengan tubuh air yang dangkal dan bersubstrat (Wicaksono 2008).

(a)

(b)

Gambar 4. Hasil pemrosesan dengan Algoritma NDVI, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009

tumpahan minyak

tumpahan minyak

(20)

10

Hasil algoritma indek tumpahan minyak dan indek floresen yang ditunjukan berturut – turut pada Gambar 5 dan 6 menunjukan pada daerah terkena tumpahan minyak memiliki warna yang lebih putih dibandingkan pada daerah tidak terkena minyak, kontras kecerahan yang ditampilkan kedua algoritma antara tumpahan minyak dan bukan tumpahan minyak lebih terlihat jelas pada algoritma indek floresen.

(a)

(b)

Gambar 5. Hasil pemrosesan dengan Algoritma Indek Tumpahan Minyak, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009

tumpahan minyak

tumpahan minyak

(21)

11

Menurut Alesheikh dan Shahini (2011) indek tumpahan minyak mampu memberikan penampakan yang jelas pada daerah tumpahan minyak dan memberikan kontras di daerah tersebut, karena algoritma ini menggunakan panjang gelombang pendek seperti biru (469 nm) yang mempunyai kemampuan sensitif terhadap tumpahan minyak dilaut. Pada panjang gelombang biru terdapat gangguan dari material biogenis sehingga perlu dinormalisasikan dengan berpedoman pada panjang gelombang 469 nm sesuai dengan algoritma indek tumpahan minyak (Hu et al. 2003). Sehingga Pada Gambar 5 terlihat bahwa di

(a)

(b)

Gambar 6. Hasil pemrosesan dengan Algoritma Indek Floresen, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009

tumpahan minyak

tumpahan minyak

(22)

12

titik sampel yang terkena tumpahan minyak memiliki hasil nilai indek tumpahan miyak yang lebih tinggi di bandingkan pada daerah yang bukan merupakan tumpahan minyak.

Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa nilai floresen lebih tinggi pada daerah perairan yang terkena tumpahan minyak. Menurut Harto et al. (2009) tumpahan minyak mengandung komponen hidrokarbon yang mempunyai karakteristik dari floresen , lalu hubungan unsur hidrokarbon dengan komponen minyak adalah berbanding lurus. Dapat dikatakan pula bahwa pada stasiun yang terkena tumpahan minyak merupakan komponen minyak karena nilai floresen pada stasiun tersebut lebih tinggi di bandingkan stasiun lain. Penampakan pada citra juga menunjukan bahwa pada dearah tersebut merupakan daerah tumpahan minyak.

Hasil algoritma SST yang ditunjukan pada Gambar 7 secara visual tidak menunjukan perbedaan antara daerah yang terkena tumpahan minyak dan tidak terkena tumpahan minyak. Jika dilihat dari lokasi stasiun tumpahan minyak yang sebenarnya berada, maka pada wilayah terjadinya tumpahan minyak menunjukan kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingakan daerah diluar tumpahan minyak. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada daerah perairan yang tertutup oleh tumpahan minyak tidak mengalami proses pelepasan energi panas akibat adanya lapisan minyak diatas perairan tersebut sehingga energi panas tidak mengalami gangguan

(a)

Tumpahan Minyak

(23)

13

dari luar seperti pengaruh dari angin.

Ke lima algoritma yang digunakan menggambarkan bahwa tumpahan minyak lebih terlihat dan memiliki kontras dengan badan air adalah algoritma NDVI, sedangkan berdasarkan SST dari algoritma Callison tidak dapat menunjukan adanya penampakan tumpahan minyak namun dapat menunjukan adanya perbedaan suhu pada daerah tumpahan minyak.

Tumpahan minyak Montara di Laut Timor juga terekam oleh beberapa sensor Radar (Gambar 8). Citra Radar ini memiliki kelebihan yaitu tidak terpengaruh oleh kondisi atmosferik sehingga memiliki penampakan tumpahan minyak yang lebih jelas di laut dan juga dapat digunakan pada malam hari. Citra Radar real time sulit didapatkan dan memerlukan waktu untuk mendapatkannya sehingga kurang efisien dan beberapa citra Radar memiliki resolusi temporal yang lebih rendah dibandingkan MODIS. Menurut Fingas (2010) agar Radar dapat mendeteksi tumpahan minyak dilaut maksimal kecepatan angin diwilayah tersebut berada pada rentang 1.5 m/s – 6 m/s. Pada citra Radar tumpahan minyak akan terlihat lebih gelap dibandingkan daerah bukan tumpahann minyak. nilai piksel di daerah tumpahan minyak pada cira Radar menunjukan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang bukan tumpahan minyak.

(b)

Gambar 7. SST hasil algoritma Callison dari citra MODIS, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009

Tumpahan Minyak

(24)

14

.

Uji akurasi algoritma terhadap tumpahan minyak

Uji akurasi algoritma ini menggunakan data lapang dari AES (Applied Scology Solutions) yang bekerja sama dengan WWF sebagai dasar acuan lokasi tumpahan minyak sebenarnya. Data lapang terdiri dari dua jenis yaitu data pengamatan dan data pengambilan sampel tumpahan minyak (Lampiran 1). Tanggal pengambilan data lapang adalah 26 September 2009 dan 27 September

(a)

(b)

Gambar 8. Citra Radar tumpahan minyak Montara di Laut Timor, (a) 30 Agustus 2009 (Sumber : Lumban Gaol 2009),

(b) 8 September 2009 (sumber : li et.al. 2010)

Tumpahan Minyak

Tumpahan Minyak

(25)

15 2009 yang disesuaikan dengan tanggal citra MODIS. Uji akurasi ini berpedoman pada profil indek yang didapatkan dari pemrosesan algoritma pada citra tanggal 30 agustus 2009 dan 8 September 2009 sebelumnya. Kemudian profil indek tiap algoritma dari citra MODIS tanggal 26 September 2009 dan 27 September 2009 disamakan dengan data lapang. Data citra yang sesuai dengan data lapang dijumlahkan dan di hitung akurasinya.

Uji akurasi menghasilkan bahwa algoritma dengan akurasi yang terbaik adalah algoritma NDVI dengan nilai total akurasi sebesar 60% . Kemudian untuk algoritma indek floresesn memiliki nilai total akurasi sebesar 46 %. Alogritma indek tumpahan minyak dan PCA memiliki nilai total akurasi yang sama yaitu sebesar 41 % (Lampiran 2). Nilai akurasi tersebut tidak terlalu tinggi hal ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan waktu pengambilan data lapang dengan waktu perekaman citra sehingga tumpahan minyak dapat berpindah tempat akibat terbawa arus laut dan juga data lapang yang terbatas.

Pengaruh angin terhadap pola sebaran tumpahan minyak

Pengaruh angin terhadap pola sebaran tumpahan minyak dilihat dengan citra MODIS mengunakan algoritma NDVI kemudian diilakukan deliniasi pada daerah tumpahan minyak. Setelah itu dilakukan tumpang susun terhadap arah sebaran angin pada tiap tanggal tumpahan minyak.

Dari hasil tumpang susun pola arah angin dan sebaran minyak, dapat dikatakan bahwa minyak cenderung mengikuti pola sebaran angin. Menurut Nontji (2002) bahwa angin merupakan salah satu faktor penting yang dapat membangkitkan gaya arus di permukaan laut. Sehingga berdasarkan hasil yang didapatkan memang benar arah angin mempengaruhi pola sebaran tumpahan minyak di permukaan air

(26)

16

Gambar 11. Pola sebaran angin tanggal 24 September 2009 Gambar 10. Pola sebaran angin tanggal 8 September 2009

(27)

17

Gambar 12. Pola sebaran angin tanggal 10 Oktober 2009

(28)

18

Gambar 9 – 11, menunjukan bahwa angin cenderung mengarah kearah utara pada bulan Agustus dan September dengan kecepatan berkisar 2.0 - 4.0 m/s2. Hal ini berbahaya bagi lingkungan di Indonesia karena jika sewaktu – waktu terjadi tumpahan minyak lagi di daerah tersebut kemungkinan besar akan mengarah ke perairan Indonesia. Berbeda dengan bulan Oktober (Gambar 12 dan 13) arah angin cenderung lebih menuju ke arah selatan yaitu mendekati perairan Australia dengan kecepatan berkisar 3.0 - 5.5 m/s2. Bagaimanapun juga peristiwa tumpahan minyak harus dihindari karena sangat merugikan baik dari segi biologi maupun ekonomi.

Pengaruh arus terhadap pola sebaran tumpahan minyak

Pengaruh arus terhadap pola sebaran tumpahan minyak dilihat dengan citra MODIS mengunakan algoritma NDVI kemudian diilakukan deliniasi pada daerah tumpahan minyak. Data arus yang didapatkan adalah data rataan tiap lima harian yang kemudian tumpang susun terhadap arah sebaran minyak pada tiap tanggal tumpahan minyak.

Dilihat dari pola pergerakan arus dan angin tiap tanggal, dapat dikatakan terdapat pola sebaran yang tidak jauh berbeda. Menurut Fingas (2010) faktor utama yang menyebabkan tumpahan minyak dilaut menyebar adalah angin dan arus. Berdasarkan hasil tumpang susun pola arah arus dan sebaran minyak bahwa minyak cenderung mengikuti pola sebaran arus laut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pergerakan arus dapat mempengaruhi pola sebaran tumpahan minyak dilaut.

(29)

19

Gambar 15. Pola sebaran arus tanggal 10 – 15 Oktober 2009

(30)

20

Gambar 14, menunjukan bahwa pola arus didaerah tumpahan minyak saling bertemu dari arah utara menuju ke barat dan arus dari arah selatan menuju ke timur yang akan menyebakan minyak akan tetap di daerah tersebut. Gambar 15 dan 16 memperlihatkan pergerakan minyak terlihat lebih mengikuti pergerakan pola arus yaitu menuju kearah selatan menuju perairan Australia.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari lima algoritma yang dicobakan, algoritma yang dapat digunakan untuk citra MODIS dalam mendeteksi tumpahahan minyak secara baik adalah algoritma NDVI. Algoritma SST Callison pada citra MODIS secara visual tidak menunjukan kenampakan dari tumpahan minyak namun suhu pada daerah tumpahan minyak menunjukan nilai yang lebih tinggi dibandingkan permukaan air laut. Nilai indek dalam citra MODIS pada daerah tumpahan minyak dengan menggunakan algoritma indek floresen dan indek tumpahan minyak akan lebih tinggi dari daerah sekitar yang tidak terkena tumpahan minyak, sedangkan nilai indek dalam citra MODIS pada derah tumpahan minyak dengan menggunakan algoritma NDVI dan PCA lebih rendah dari daerah sekitar yang tidak ada minyak. Angin dan arus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan tumpahan minyak di permukaan laut.

Saran

Plot angin dan plot arus sebaiknya dilakukan dengan grid yang sama sehingga dapat ditumpang tindih untuk melihat arah resultanya dan pengaruh dari keduanya terhadap sebaran tumpahan minyak dapat terlihat lebih jelas.

DAFTAR PUSTAKA

AES, 2009. Biodiversity Survey of the Montara Field Oil Leak. Australia. AES Applied Ecology Solutions Pty Ltd

Alesheikh A.A dan Shahini S. G. 2011. Assesment of Spectral Analysis Methods to Detect and Monitor Oil Spill Using MODIS Data. Iran, SASTECH. 4:4 AMSA. 2010. Response to The Montara Wellhead Platform Incident.

http://www.amsa.gov.au/forms-and-publications/Publications/Montara_IAT_ Report.pdf [10 Januari 2013]

Dessì, F., M. T. Melisa, L. Naitzaa, and A. Marinia. 2008. MODIS data processing for coastal and marine environment monitoring: a study on anomaly detection and evolution In gulf of cagliari (Sardinia-Italy). The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences. (37): 695-698

Deveseon, e. 2005. An evaluation of MODIS NDVI imagery for monitoring locust habitat. Australian Plague Locust Commission. Technical Report No: 1/2005 Fingas, F. 2010. Oil Spill Science and Technology. Burlington: USA. Elsevier Inc

(31)

21 Gidiere, Stephen. Freeman, Mike. Samuels, Mary. 2010. The Oil Spill’s Impact on

Gulf Coast Oysters. Washington DC. ELI (1): 97-99

Hu, C., F. E. Muller., C. Taylor., D. Myhre., B. Murch., A. L. Odriozola. And G.Godoy. 2003. MODIS Detects Oil Spill Lake Maracaibo, Venezuela. Earth Observastion System. 84(33): 313-319.

Harto B. A, Ismet. Isfariani, Wikantika, Ketut. 2011. Identification and Deliniation of Oil Spills Area by Means of MODIS Satellite Imagery. Department of Geodesy and Geomatics Engineering. ITB. Bandung

Krisdiantoro. 2012. Model Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan Indramayu, Jawa Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Skripsi: Tidak Dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Li, X., L., Ge, Y., Dong, and H., Chang, 2010. Estimating The Greatest Dust Storm in Eastern Autralia on MODIS Satellite Images. Honolulu , IGARSS. 2: 6

Lumban Gaol, J. 2009. Distribusi Spasial Oil Spill Montara di Celah Timor dari Satelit dan Dampaknya Terhadap Sumberdaya Hayati Laut, h. III-9 – III-13. Dalam IPTEK dalam Mitigasi dan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Ekosistem Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil, 18 November 2010. Bogor. III. hal: 9-13

MODIS. MODIS Technical Specification. http://modis.gsfc.nasa.gov /about/specifications.php [10 Januari 2013]

Nontji. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Paulus, A.C. 2006. Analisis Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Kandungan Klorofil-a dengan Menggunakan Data MODIS di Perairan Nusa Tenggara Timur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Skripsi: Tidak Dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Smith, I. 2002. A Tutorial on Principle Component Analysis. [10 Januari 2013] Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Wicaksono, P. 2008. Perbandingan Kemampuan Citra ASTER dan Landsat 7

ETM+ Dalam Pemetaan Kondisi Kesehatan Terumbu Karang di Pulau Menjangan Besar dan Menjangan Kecil, Kepulauan Karimun Jawa. . Bandung. PIT MAPIN XVII: 415-421

(32)

22

LAMPIRAN Lampiran 1. Data Lapang pengamatan

Date Lat (LS) Lon (BT) Comment Number Oil Behavior ( Sea key) 9/26/2009 10:44 11º53'0.636" 125º28'45.84'' - 5 Ext, lig, 1 9/26/2009 17:05 11º48'1.584" 124º57'35.28'' Dolphins were in slick 10 Ext, lig, 3 9/27/2009 8:32 11º45'39.636" 124º53'42.36'' - 80 Null 9/27/2009 9:03 11º45'38.196" 124º51'24.84'' - 15 Ext, lig, 3 9/27/2009 12:54 12º3'54.252" 124º48'8.64'' - 10 Ext, lig, 9/27/2009 13:16 12º4'10.812" 124º48'52.2'' Just before heading change due to strong oil smell 10 Ext, lig, 1 9/27/2009 13:25 12º4'2.046" 124º49'33.24'' 10 Ext, lig, 9/27/2009 14:48 12º2'15.252" 124º57'11.52'' In sheen with particles 5 Ext, lig, 2 9/27/2009 15:56 12º2'24.864" 125º3'32.04'' 8 mins after thick oil slick 18 Ext, lig, 9/27/2009 18:17 12º15'36.972" 125º4'30'' - 11 Ext, mod, 2 9/27/2009 19:48 12º24'47.304" 125º1'48'' In fairly heavy oil 2 Ext, mod, 2 9/29/2009 14:19 12º15'46.296" 127º17'51'' - 17 Null 9/29/2009 16:13 12º16'37.668" 127º31'45.48'' - 15 Null

(33)

23 Date

and time

Lat (S) Lon (E) Species Present notes Dolphi n Sea Snake s Seabird s 26/09/0 9 – 09:15 11º54'59.22'' 125º37'23.88' ' v v Patch of wax. 26/09/0 9 – 11:53 11º52'12.684' ' 125º22'24.96' ' Algae + white flecks 26/09/0 9 – 12:18 11º52'13.548' ' 125º20'7.08'' Blue water 26/09/0 9 – 13:02 11º52'7.644'' 125º14'42.72' ' Lots of white particle s 26/09/0 9 – 13:15 11º52'9.84'' 125º13'15.24' ' v More algae some white particle s 26/09/0 9 – 13:47 11º51'43.596' ' 125º10'22.44' ' v Big patch of algae 26/09/0 9 – 14:44 11º51'28.908' ' 125º7'6.6'' Heavy wax particle s 26/09/0 9 - 16:05 11º50'16.188' ' 125º0'50.4'' Heavy waxy slick over deeper water 26/09/0 9 - 17:22 11º46'14.304' ' 125º56'1.896' ' v Slick sample taken 27/09/0 9 11:00 11º50'43.08'' 125º47'9.96'' v Thick white waxy pieces 27/09/0 9 12:25 11º0'9.252'' 125º47'5.316' ' Water sample 27/09/0 11º4'20.316'' 125º48'10.8'' Heavy

(34)

24 9 13:00 yellow sample in thick slick 27/09/0 9 14:10 11º3'24.012'' 125º53'6'' Yellow patches, streaks of oil 27/09/0 9 16:29 11º4'55.056'' 125º5'5.46'' Slick 27/09/0 9 17:12 11º9'29.52'' 125º5'57.48'' v Thick slick yellow 27/09/0 9 18:12 11º15'7.776'' 125º4'27.84'' v -

Lampiran 2. Perhitungan Uji akurasi Tanggal 26 September 2009

Lat (S) Lon (E) data lapang

ndvi flourecence oil spill pc 11º54'59.22'' 125º37'23.88'' Patch of wax. 1 0 0 1 11º52'12.684'' 125º22'24.96'' Algae + white flecks 1 1 1 1 11º52'13.548'' 125º20'7.08'' Blue water 1 1 1 1 11º52'7.644'' 125º14'42.72'' Lots of white particles 0 0 0 0 11º52'9.84'' 125º13'15.24'' More algae some white particles 1 1 1 1 11º51'43.596'' 125º10'22.44'' Big patch of algae 0 1 1 0 11º51'28.908'' 125º7'6.6'' Heavy wax particles 1 0 0 0 11º50'16.188'' 125º0'50.4'' Heavy waxy slick over deeper water 0 0 0 1 11º46'14.304'' 125º56'1.896'' Slick sample taken 1 1 1 0

(35)

25 11º53'0.636" 125º28'45.84'' Ext, lig, 1 0 0 0 0 11º48'1.584" 124º57'35.28'' Ext, lig, 3 1 1 0 0 total 7 6 5 5 akurasi 63.63 54.54 45.45 45.45 Tanggal 27 September

Lat (S) Lon (E) data lapang ndvi flourecen ce oil spill pc 11º3'24.012'' 125º53'6'' Heavy yellow sample in thick slick 1 0 0 1 11º4'55.056'' 125º5'5.46'' Yellow patches, streaks of oil 1 1 1 1 11º9'29.52'' 125º5'57.48' ' Thick slick yellow 1 1 0 1 11º15'7.776'' 125º4'27.84' ' Surface sheen edge in Beaufor t 2, Extensi ve surface sheen 0 0 0 0 12º4'10.812 " 124º48'52.2 '' Ext, lig, 0 0 1 0 12º4'2.046" 124º49'33.2 4'' Ext, lig, 1 0 1 1 0 12º2'15.252 " 124º57'11.5 2'' Ext, lig, 0 1 1 0 12º2'24.864 " 125º3'32.04 '' Ext, lig, 2 0 0 0 0 12º15'36.97 2" 125º4'30'' Ext, lig, 1 0 0 1 12º24'47.30 4" 125º1'48'' Ext, mod, 2 1 0 0 0 12º4'10.812 " 124º48'52.2 '' Ext, mod, 2 1 0 0 0 total 6 4 4 4 akurasi 54.545 45 36.36364 36.363 64 36.363 64

(36)

26

Lampiran 3. Stasiun Pengambilan nilai algoritma pada citra MODIS a. 30 Agustus 2009

(37)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 September 1991 dari ayah yang bernama Tato Sumekto dan ibu Dessy Andriyani. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 50, Cipinang, Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah beberapa kali mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa yang diadakan oleh DIKTI tahun 2010, 2011, dan 2012. Penulis juga pernah mengikut Konferensi Paper Internasional di Taiwan pada tahun 2012.

Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan periode 2011/2012 dan periode 2012/2013, Dewan Perwakilan Mahasiswa FPIK periode 2011/2012. Dalam rangka penyelesaian studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Deteksi Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor Menggunakan Citra MODIS dengan Berbagai Algoritma”.

Gambar

Gambar 2. Peta lokasi penelitian
Gambar  3  dan  4  adalah  citra  MODIS  dengan  algoritma  PCA  dan  NDVI  yang  menunjukan  warna  lebih  gelap  pada  daerah  terkena  minyak  dibandingkan  yang  tidak  terkena  tumpahan  minyak  namun  kontras  antara  tumpahan  minyak  dengan  badan
Gambar 4. Hasil pemrosesan dengan Algoritma NDVI, (a) 30 Agustus 2009,   (b) 8 September 2009
Gambar 5. Hasil pemrosesan dengan Algoritma Indek Tumpahan Minyak,   (a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

SH.MH A2.7 EKF103 KOMUNIKASI DAN PRESENTASI BAHASA INGGRIS 2 II/EMA7 ERLINDA SYAM, S.S, M.Hum A2.4 EKF103 ENGLISH COMMUNICATION AND PRESENTATION 2 II/INT.EMA3 RUMBARDI... AKT

langsung menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang digunakan dan dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi Cobb-Douglas itu.  Koefisien intersep

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di SMALB-C Dharma Asih Pontianak didapatkan hasil uji statistic dengan menggunakan uji Wilcoxon pada penyandang

Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh gambaran umum serta pemahaman tentang penerapan Sistem Pengendalian Mutu dengan membandingkan antara ketentuan sebagaimana

tersebut tidak dimiliki oleh seseorang baik individu maupun penyandang dana (stakeholders). Organisasi amal setelah membayar semua pembiayaan, termasuk gaji para

From the explanation above, it is clear that you have to review this publication Timesurfers (A Timesurfers Novel) (Volume 1) By Rhonda Sermon We provide the on-line e-book

Menurut John Burch dan Gary Grudnitski yang telah terjemahkan oleh Jogiyanto (2005:196) dalam bukunya yang berjudul Analisis dan Desain Sistem Informasi menyebutkan

Hasil penilaian kualitas Aset Produktif yang lebih rendah yang semata-mata disebabkan oleh penggunaan faktor penilaian tambahan berupa risiko negara