• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. tempat kerja (Girdano, 2005). Hingga saat ini, stres kerja masih menjadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. tempat kerja (Girdano, 2005). Hingga saat ini, stres kerja masih menjadi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stres kerja dipandang sebagai salah satu masalah psikososial yang ada di tempat kerja (Girdano, 2005). Hingga saat ini, stres kerja masih menjadi permasalahan yang utama dan aktual bagi perusahaan modern (Rafferty dan Griffin, 2006 ; Safaria, 2011). Stres kerja tentunya dialami oleh karyawan dan hanya berkaitan dengan kejadian dan kondisi di lingkungan kerja (Rollinson, 2005). Stres kerja biasanya muncul sebagai bentuk reaksi emosional dan fisik terhadap tuntutan dari dalam ataupun dari luar organisasi (Greenberg & Baron, 2003). Keberadaan stres kerja menjadikannya sebagai fenomena yang menarik banyak minat peneliti untuk mempelajarinya.

Stres kerja dapat berdampak negatif dan menyebabkan masalah pada beberapa aspek diri karyawan serta ditandai dengan adanya dampak pada fisiologis, psikologis, kognitif, dan perilaku (Rollinson, 2005). Beberapa studi menemukan bahwa stres berdampak pada peningkatan izin kerja karena sakit, menurunnya imunitas tubuh, kurangnya kreativitas, peningkatan jumlah kesalahan kerja, buruknya pengambilan keputusan, ketidakloyalan karyawan, penurunan produktivitas, peningkatan perilaku beresiko (seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol), ketidakhadiran, hingga pengunduran diri (Teasdale, Segal & Williams, 2006 ; Azagba dan Sharaf, 2011 ; Nakata, 2012 ; Suciati dan Minarsih, 2015).

(2)

Stres kerja dapat terjadi di berbagai sektor pekerjaan. Salah satu sektor pekerjaan yang berkembang pesat sekaligus berpotensi tinggi terhadap isu stres kerja adalah industri perbankan. Menurut studi terbaru dari Sultan, Tariq dan Rile (2014), pegawai perbankan rentan mengalami stres kerja yang disebabkan tingginya kompetisi dan adanya tuntutan untuk memberikan layanan yang terbaik. Studi lainnya juga menemukan bahwa karyawan bank publik mengalami stres kerja yang lebih berat (Vadivel dan Ayyappan, 2013 ; Rao dan Borkar, 2012). Studi yang dilakukan oleh International Labour Organization (2013) juga menemukan bahwa pegawai perbankan lebih mungkin mendapat tekanan dalam kehidupan pekerjaannya yang bisa berujung pada stres.

Industri perbankan di Indonesia juga tidak luput dari stres kerja. Sejumlah penelitian mengenai stres kerja di industri perbankan menyebutkan bahwa stres kerja karyawan perbankan di Indonesia cukup berat (Mahardiani dan Pradhanawati, 2013 ; Permaitiyas, 2013). Sejalan dengan itu, Ketua Pembina Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Zumriton K. Soesilo menilai bahwa stres karyawan jasa keuangan perbankan cukup berat (Harian Digital Tempo, edisi 3 Juni 2014). Penilaian itu diperoleh berdasarkan riset yang dilakukan oleh YLKI. Berdasarkan riset tersebut, diperoleh data bahwa target nasabah yang diterapkan bank terbilang berat hingga menyebabkan kondisi sikut menyikut di antara sesama bank untuk mendapatkan nasabah.

Kompetisi yang sengit antar bank tidak lepas dari banyaknya jumlah perusahaan perbankan di Indonesia. Persaingan tersebut tidak hanya antara bank swasta dan bank yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut

(3)

sebagai BUMN). Sesama bank BUMN justru saling berkompetisi untuk menjadi yang terbaik. Berdasarkan pernyataan Area Manager Bank Mandiri Pematangsiantar, diketahui bahwa Bank Mandiri merupakan bank BUMN terbesar di Indonesia, baik dalam segi pemberi pinjaman maupun penyimpanan dana pihak ketiga (Wawancara personal, 9 Juni 2014). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Bank Mandiri memegang peranan yang vital dalam perekonomian dan jasa keuangan di Indonesia.

Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila stres kerja juga terjadi di Bank Mandiri. Salah satunya adalah di Bank Mandiri area Pematangsiantar yang membawahi tiga kantor cabang, yaitu Kantor Cabang Sudirman, Kantor Cabang Sutomo, dan Kantor Cabang Pembantu Megaland. Umumnya, karyawan Bank Mandiri area Pematangsiantar yang sebagian besar menduduki posisi frontliner (dalam hal ini teller dan customer service) mengalami stres kerja. Hal ini dibuktikan melalui survey yang dilakukan peneliti pada tanggal 4 April 2014 terhadap 56 orang frontliner yang ada di Bank Mandiri area Pematangsiantar. Survey yang dilakukan untuk mengetahui stres kerja frontliner ini menggunakan kuesioner Workplace Stress Survey (WSS) yang dikembangkan oleh National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Peneliti menggunakan WSS yang dikembangkan oleh NIOSH karena sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Rollinson (2005) yang menyebutkan bahwa keberadaan stres kerja dapat ditandai dan diukur melalui intensitas dampak psikologis, fisiologis, kognitif, dan perilaku yang dialami oleh individu selama bekerja. Lebih lanjut lagi, Rollinson (2005) juga

(4)

mengatakan bahwa pengukuran stres kerja ini dilakukan dengan memberikan sejumlah pernyataan melalui kuesioner terkait dengan intensitas dampak psikologis, fisiologis, kognitif dan perilaku yang dialami individu. Teknik ini disebut juga sebagai self report measurement.

Hasil survey yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa 39,29% frontliner berada pada kategori stres yang berat, 35,71% frontliner berada pada kategori stres yang sedang, dan 25% frontliner berada pada kategori stres yang ringan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari 75% frontliner Bank Mandiri Area Pematangsiantar mengalami stres kerja. Persentase frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar yang mengalami stres kerja disajikan pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram Stres Kerja Frontliner di Bank Mandiri Area Pematangsiantar

Temuan ini sejalan dengan beberapa penelitian terbaru yang menemukan bahwa frontliner merupakan kelompok yang rentan terkena dampak stres kerja di industri perbankan (Juliardhana & Wahyono, 2009 ; Tabassum, dkk., 2011 ;

Berat Sedang Ringan

(5)

Riyantika, 2014). Stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar juga terlihat dari dampak fisiologis yang muncul. Frontliner kerap mengalami nyeri lambung dan nyeri punggung belakang. Seperti yang tergali pada wawancara dengan salah satu customer service Bank Mandiri area Pematangsiantar berikut ini :

“Kalau asam lambung kumat, udah jadi makanan sehari-hari kami di sini. Namanya pegawai kantoran, di bank pula. Yang telat makan, yang banyak pikiran lah. Udah gitu, karena sering berdiri atau sibuk duduk aja pun bikin sakit punggung loh. Gak nyaman sih kalau lagi kerja kumat kek gitu.” (W2.b47-54)

Selain itu, para frontliner juga mengalami penurunan motivasi dan peningkatan agresi. Kondisi ini terlihat dari informasi yang tergali dari penjelasan Kepala Cabang Siantar Sutomo dan Area Manajer Bank Mandiri Pematangsiantar berikut ini :

“Mereka kurang bersemangat, Mbak. Kurang motivasi sepertinya. Jadi bekerjanya ya segitu-gitu aja. Tidak ada perkembangan yang berarti. Mereka bekerja seperti hanya asal dilaksanakan, hasilnya gak optimal.” (W1.b62-67)

“Kebanyakan dari mereka (frontliner) ini sering merasa penat dan jenuh dengan pekerjaan mereka, baik untuk yang sifatnya administratif, harian yah, atau juga yang untuk pemasaran itu. Bahkan ada yang saking penatnya mungkin, jadi beberapa kali kedapatan bicaranya ketus dan dinilai kasar oleh nasabah.”

(W3.b26-34)

Menurunnya konsentrasi dan daya ingat pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar juga mengindikasikan fenomena stres kerja. Berikut ini penjelasan dari Kepala Cabang Siantar Sudirman :

(6)

“Beberapa karyawan saya itu sering mengeluh kalau mereka sering pecah konsen. Malah seringnya kalau sedang layani nasabah. Itu cukup ganggu ya, Mbak. Karena kan pasti ada yang salah, ya, salah input lah, kalau sudah begitu, fatal kalau enggak disadari.”

(W4.b11-18)

“Sering saya harus bolak-balik mengingatkan mereka mengenai tugas-tugas atau hal lain yang berkaitan dengan tugas mereka. Kalau gak begitu, nanti banyak kesalahan atau bahkan gak dikerjakan. Alasannya sih mereka sering lupa. Padahal sudah saya suruh buat agenda untuk mencatat.”

(W4.b22-29)

Frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar juga menunjukkan ketidakdisiplinan dalam bekerja. Kerap kali para frontliner tidak hadir bekerja sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hal ini terlihat dari penjelasan Area Manajer Bank Mandiri Pematangsiantar berikut ini :

“Ya, kalau dibilang produktivitasnya tidak terlalu bagus ya benar juga. Ketiga cabang itu jarang ada yang mencapai level hijau untuk pencapaian target. Biasanya di level kuning. Artinya kan memang belum optimal. Bicara kedisiplinan, kalau dilihat dari misalnya absensi kehadiran, banyak yang sering terlambat. Apalagi frontlinernya, padahal kan mereka harus sepagi mungkin datang karena berhubungan dengan layanan nasabah. ” (W3.b10-21)

Munculnya stres kerja di Bank Mandiri area Pematangsiantar dapat disebabkan oleh berbagai sumber stres (stressor). Adapun sumber stres yang dapat menyebabkan stres kerja adalah kondisi lingkungan di sekitar perusahaan, kondisi perusahaan, hubungan sosial dengan rekan kerja dan atasan, dan karakteristik pekerjaan yang dimiliki (Rollinson, 2005). Berdasarkan wawancara dengan Kepala Cabang Bank Mandiri Siantar Sudirman, diketahui bahwa sumber stres yang paling berpengaruh di Bank Mandiri area Pematangsiantar adalah kondisi perusahaan yang menuntut profesionalitas yang tinggi dari karyawannya. Hal ini menyebabkan terbentuknya budaya kerja yang sangat kompetitif di Bank

(7)

Mandiri area Pematangsiantar, banyaknya aturan-aturan dan kode etik yang harus dijalankan, besarnya target yang harus dicapai, sistem penilaian kinerja yang ketat, adanya kebijakan yang mengharuskan frontliner untuk tetap bekerja dan menghadiri kegiatan tambahan sekalipun di hari libur, dan beban untuk mempertahankan gelar juara bertahan selama 7 tahun berturut-turut dalam bidang layanan prima. Sebagaimana yang dituturkan oleh Kepala Cabang Siantar Sudirman berikut ini :

“Mandiri memang sangat ketat terhadap aturan-aturan untuk karyawannya. Bahkan yang paling ketat di antara Bank BUMN lainnya. Kita harus berjiwa kompetitif di sini. Kalau pekerjaan lain itu mungkin fisiknya yang lelah, kalau di mandiri mental kita juga lelah. Banyak tekanan. Tekanan untuk pertahankan prestasi MRI 7 tahun itu lah, tekanan untuk mencapai target lah, tekanan dari nasabah, tekanan dari atasan, tekanan untuk mengikuti aturan dan standar. Kalau mau diuraikan satu per satu, semua itu sangat menekan emosi kami, Mbak.”

(W4.b36-50)

Selain itu, sebagai frontliner, mereka tidak hanya dibebani dengan tugas untuk melayani nasabah dan melakukan pekerjaan administratif namun juga turut menjadi tenaga pemasar bagi kantor cabang masing-masing. Para frontliner diharuskan untuk mampu menarik nasabah agar dapat mecapai target kinerja tahunan kantor cabang yang sudah ditetapkan. Keberhasilan para frontliner dalam memenuhi target pencapaian ini juga menjadi bagian yang dinilai dalam penilaian kinerja. Hal ini tergambar dari penuturan Kepala Cabang Siantar Sutomo berikut ini :

“Kita kan memang bagian marketing-nya ya semua karyawan. Jadi yang di frontliner itu juga punya tanggung jawab untuk memasarkan produk ke nasabah. Harus juga turun ke lapangan setelah tugas administrasinya selesai.”

(8)

Tuntutan profesionalitas yang sangat tinggi dari perusahaan, seperti yang terjadi di Bank Mandiri area Pematangsiantar, seringkali memberikan masalah bagi karyawan. Beberapa penelitian menemukan bahwa kondisi ini akan menimbulkan beban kerja yang berat bagi karyawannya (Dowse & Underwood, 2001 ; Tabassum, dkk, 2011 ; Ajala, 2012). Beban kerja terbagi atas dua jenis, yaitu beban kerja fisik dan beban kerja mental. Meshkati (dalam Hancock & Meshkati, 1988 ; Munoz dan Martinez, 2006 ; Weigl, Muller, Angerer, dan Hoffmann, 2014) melakukan pembagian ini berdasarkan adanya penggolongan aktivitas manusia saat bekerja menjadi kerja fisik dan kerja mental. Meskipun tidak dapat dipisahkan, namun masih dapat dibedakan pekerjaan dengan dominasi fisik dan pekerjaan dengan dominasi aktivitas mental. Aktivitas fisik dan mental ini menimbulkan adanya beban kerja fisik dan beban kerja mental. Secara umum, beban kerja yang terjadi di Bank Mandiri area Pematangsiantar adalah beban kerja mental, mengingat bahwa aktivitas perbankan lebih banyak melibatkan aktivitas mental. Oleh sebab itu, beban kerja mental merupakan sumber stres yang umum dihadapi oleh frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar.

Beban kerja mental terdiri dari tiga dimensi. Ketiga dimensi itu adalah beban waktu, beban usaha mental, dan beban tekanan psikologis (Reid & Nygren, dalam Wickens dan Holland, 2000). Ketiga dimensi ini memiliki peranan yang signifikan dalam membentuk beban kerja mental. Dimensi-dimensi tersebut tidak independen dan cenderung meningkat untuk kombinasi ketiga dimensi walaupun jika hanya satu dimensi yang berubah (DiDomenico, 2003). Studi yang dilakukan oleh Munoz dan Martinez (2006) dan Weigl, dkk (2014) menemukan bahwa

(9)

dimensi beban kerja mental yang paling signifikan menyebabkan stres kerja bagi karyawan adalah beban waktu dan beban usaha mental.

Selain sumber stres, kemampuan dalam menghadapi sumber stres juga turut menentukan kuat lemahnya stres kerja yang dalami oleh frontliner. Kemampuan ini tidak lepas dari pengaruh karakteristik personal yang dimiliki. Ada beberapa karakteristik personal yang dapat berpengaruh terhadap stres kerja, yaitu hardiness, efikasi diri, dan negative affectivity. Dari ketiga karakteristik personal ini, hardiness merupakan karakteristik yang paling mempengaruhi stres kerja yang dibuktikan melalui studi yang dilakukan oleh Subramanian & Vinothkumar (2009). Hardiness merupakan karakteristik personal yang memiliki ciri utama berupa kemampuan bertahan terhadap stres dan dikarakteristikkan oleh komitmen terhadap pekerjaan, keyakinannya untuk mengontrol keadaan dan pandangan positif mengenai situasi yang menantang (Kobasa dkk., dalam Rollinson, 2005).

Individu dengan hardiness yang rendah lebih rentan mengalami stres dibandingkan dengan individu yang memiliki hardiness yang lebih tinggi (Kobasa dkk., dalam Rollinson, 2005). McCalister, Steinhardt, Dolbier & Gottlieb (2003) dan Judkins (2005), dalam penelitiannya juga menemukan bahwa hardiness yang tinggi merupakan faktor yang signifikan dari rendahnya stres kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hardiness pada diri frontliner dapat membantunya bertahan dalam menghadapi kondisi yang menekan sehingga dapat meminimalisir stres kerja yang dialami.

Hal ini dibuktikan dengan temuan yang diperoleh dari hasil survey yang dilakukan peneliti bahwa ada 25% frontliner yang berada pada kategori stres

(10)

kerja yang ringan. Temuan ini semakin menguatkan bahwa tidak semua frontliner Bank Mandiri rentan terhadap stres kerja. Ada juga frontliner yang mampu menghadapi stres kerja. Seperti penuturan yang disampaikan oleh BX, seorang teller di Bank Mandiri Siantar Sutomo berikut ini :

“Bekerja di bank ini tantangan lho. Kalau ada tantangan, kan tergantung kitanya bisa mampu atau gak. Kalau saya sih, saya yakin bisa lalui tantangan ini. Kalau ada yang tidak tahan bekerja di bank sih, saya rasa itu karena orangnya gak komitmen. Maksudnya begini, semua orang juga kan tahu kalau bekerja di bank itu berat, jadi ya, harusnya sejak awal masuk kerja itu memang harus komit untuk mau kerja di bank. Kerjain aja dengan sepenuh hati. Jangan setengah-setengah. Sejauh ini saya tidak bermasalah dengan ini semua”

(W5.b16-29)

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh BX dapat terlihat bahwa kemampuannya untuk bertahan dari kondisi yang ada di Bank Mandiri tidak lepas dari komitmen untuk terlibat dalam pekerjaan dengan sepenuh hati. Temuan ini sejalan dengan penelitian Sindik & Adzija (2012) yang menemukan bahwa diantara ketiga karakteristik hardiness, yaitu komitmen, kontrol dan tantangan, komitmen merupakan karakteristik hardiness yang signifikan yang membuat individu dapat bertahan menghadapi stres kerja.

Selain itu, peneliti juga mendapati temuan yang berkebalikan dari kondisi yang dimiliki oleh BX. Seorang customer service Bank Mandiri Siantar Sutomo justru sering merasa tertekan dan tidak tahan saat bekerja karena harus melayani kebutuhan administrasi nasabah sesuai dengan standar layanan, melakukan penjualan silang (cross selling) dan juga harus berusaha memenuhi tuntutan

(11)

mencari nasabah untuk produk simpanan. Kondisi itu tergambar dari kutipan wawancara dengan WB berikut ini:

“Saya sih dengan hanya tugas administratif aja sudah kewalahan, apalagi harus sesuai dengan Standar Layanan yang seperti robot itu. Nah, ini juga disuruh mencari nasabah. Ya susah kan kalau begitu. Masa iya saya harus lembur tiap hari. Mengerjakan administrasi itu saja sudah melelahkan, karena yang dihadapi kan beragam nasabah. Saya jadi lebih fokus dengan tugas-tugas administrasi itu. Kalau saya sih ngerasa tugas yang diberikan gak semuanya bisa saya lakukan. Terlalu berat memang beban bekerja di bank. Gak hanya saya yang merasakan, rata-rata frontliner lainnya juga merasakan hal yang sama. Kita kan sering curhat bareng tentang ini.”

(W2.b21-37)

Berdasarkan sejumlah temuan yang telah dipaparkan, dapat diketahui bahwa stres kerja dapat terjadi karena beban kerja mental. Akan tetapi, peranan beban kerja mental terhadap stres kerja juga dipengaruhi oleh hardiness. Oleh sebab itu, peneliti merasa perlu untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pengaruh hardiness atas kuat lemahnya peranan beban kerja mental terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar.

B. Rumusan Permasalahan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada pengaruh hardiness atas kuat lemahnya peranan beban kerja mental terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar?

2. Terkait dengan pengaruh beban kerja mental terhadap stres kerja :

a. Apakah ada pengaruh beban kerja mental terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar?

(12)

b. Apakah ada perbedaan besar pengaruh dimensi-dimensi beban kerja mental terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar? 3. Terkait dengan pengaruh hardiness terhadap stres kerja :

a. Apakah ada pengaruh hardiness terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar?

b. Apakah ada perbedaan besar pengaruh karakteristik-karakteristik hardiness terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menguji secara empiris pengaruh hardiness atas kuat lemahnya peranan beban kerja mental terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar.

2. Terkait dengan pengaruh beban kerja mental terhadap stres kerja :

a. Menguji secara empiris pengaruh beban kerja mental terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar

b. Menguji secara empiris perbedaan besar pengaruh dimensi beban kerja mental terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar.

3. Terkait dengan pengaruh hardiness terhadap stres kerja :

a. Menguji secara empiris perbedaan pengaruh hardiness terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar

b. Menguji secara empiris perbedaan besar pengaruh karakteristik hardiness terhadap stres kerja pada frontliner di Bank Mandiri area Pematangsiantar.

(13)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis :

Memperkuat hasil penelitian dan temuan sebelumnya mengenai kaitan beban kerja mental, hardiness dan stres kerja yang didasarkan pada uji empiris dan dapat menjadi penunjang untuk penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis:

Hasil penelitian ini akan menjadi acuan peneliti dalam memberikan saran solusi kepada pihak manajemen Bank Mandiri area Pematangsiantar dalam hal:

a. Pengelolaan stres kerja frontliner dengan memberikan intervensi terhadap hardiness.

b. Pengelolaan stres kerja frontliner dengan memberikan intervensi terhadap beban kerja mental.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Berbagai tinjauan literatur, fenomena dan hasil penelitian sebelumnya mengenai stres kerja, beban kerja mental dan hardiness juga digambarkan pada bab ini.

(14)

2. Bab II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang stres kerja, beban kerja mental dan hardiness. Bab ini juga menjelaskan mengenai keterkaitan antara stres kerja, beban kerja mental dan hardiness yang diakhiri dengan pengajuan hipotesa sebagai jawaban sementara dalam penelitian ini.

3. Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, dan tahapan pelaksanaan penelitian.

4. Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisikan gambaran umum subjek penelitian, pengujian hipotesis, dan pembahasan.

5. Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran untuk pihak-pihak terkait.

Gambar

Gambar 1. Diagram Stres Kerja Frontliner di Bank Mandiri Area Pematangsiantar

Referensi

Dokumen terkait

)umbuh mbuh berk berkemb embangn angnya ya seko sekolah- lah-sek sekolah olah asin asing g di di Indo Indones nesia, ia, yan yang g dal dalam am berbagai hal lebih

Kedua, salah satu pihak (suami/istri) meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut, tanpa mendapa ijin dari pihak lain. diajukannya gugatan perceraian di

Khusus di Jurusan Pendidikan Sejarah FIS UNM, adalah sebuah hal yang mencerahkan sekaligus menantang karena secara tidak langsung Jurusan Pendidikan Sejarah

Untuk memuaskan pelanggan yang datang ke Gallery Indosat, maka Customer Service sebagai komunikator harus mampu memahami kondisi pelanggan (organism) dan memberikan

Tutorial 4-1 : Pemanfaatan Media Audio (Cassette/CD) dalam Pembelajaran Oleh : SIYAMTA, MT.. Disampaikan

FSC’s policy for voluntary certification expects managers to comply with all the ILO conventions that have an impact on forestry operations and practices, in all countries

Oleh karena itu, pendapat masuknya Islam ke Indonesia mulai abad XIII M, tentu tidak dapat diterima begitu saja, mengingat orang-orang Islam dari Arab, Persia, dan India

Pembusukan adalah dekomposisi disebabkan oleh degradasi protein bakteri. Pembusukan oleh bakteri merupakan masalah utama ikan. Pembusukan tersebut dapat terjadi pada ikan segar,