• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENERAPAN DEMODULASI NONKOHEREN PADA DIVERSITAS KOOPERATIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PENERAPAN DEMODULASI NONKOHEREN PADA DIVERSITAS KOOPERATIF"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Di kanal fast fading, jika koefisien fading berubah secara cepat akan menyebabkan dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk sinkronisasi pada demodulasi koheren. Sedangkan pada demodulasi nonkoheren, proses sinkronisasi tersebut tidak diperlukan. Sehingga demodulasi nonkoheren memberikan laju transmisi yang lebih baik dari pada demodulasi koheren. Selain itu demodulasi nonkoheren juga lebih sederhana untuk diterapkan karena kompleksitas yang lebih rendah, tidak memerlukan komputasi yang tinggi dan biaya yang lebih murah. Hasil simulasi menunjukkan bahwa unjuk kerja dari demodulasi nonkoheren dengan protokol demodulate-and-forward (DF) pada relay berupa nilai parameter BER, didapat penurunan kinerja sistem sekitar 3 dB dibandingkan pada sistem koperatif yang koheren. Sehingga kebutuhan daya untuk mencapai nilai BER yang sama dibutuhkan dua kalinya dari sistem koperatif yang koheren.

Kata Kunci—Noncoherent Demodulation, Cooperative Diversity.

I. PENDAHULUAN

Pada sistem komunikasi kooperatif yang koheren, penggunaan bandwidth menjadi tidak efektif karena dalam banyak kasus ketersediaan frekuensi pakai yang terbatas menjadi tidak optimum untuk mengatasi fading yang independen. Penggunaan kooperatif yang koheren juga harus mempertimbangkan masalah delay sinkronisasi. Selain itu, pada antena array jarang digunakan di aplikasi-aplikasi wireless, seperti seluler, jaringan ad-hoc atau sensor network karena keterbatasan biaya dan ruang pada terminal. Kendala lainnya yaitu bila digunakan parameter jumlah carrier yang lebih banyak akan menambah kompleksitas implementasi pada sistem, sehingga pada receiver memerlukan komputasi yang tinggi di mana umumnya semakin kompleks dari teknik yang digunakan memerlukan biaya yang lebih mahal.

Pada demodulasi nonkoheren, metodenya lebih praktis untuk direalisasikan dan juga mengurangi waktu koherensi serta penggunaan bandwidth yang lebih efektif dari pada demodulasi koheren yang menggunakan channel decoding atau channel state information (CSI) yang mana pilot tones harus disertakan. Ketidak akuratan diperoleh CSI secara cepat, tidak lebih dari satu periode blok transmisi bisa diatasi dengan demodulasi nonkoheren.

Demodulator ML yang dirancang untuk kanal fading yang independen, membawa pada arah dengan kinerja yang lebih baik daripada sistem komunikasi single-hop. Pada relay sistem kooperatif dengan protokol DF akan dianalisa performansi

demodulator sistem, khususnya pada demodulasi nonkoheren dibandingkan dengan demodulasi koheren sebagai referensi. Dan dengan combiner menggunakan pendekatan piecewice-linear (PL) pada demodulator, memberikan perbandingan estimasi bit error rate (BER) pada sistem.

II. URAIANPENELITIAN A. Komunikasi Nirkabel

Berdasarkan propagasi gelombang elektromagnetik pada ruang bebas, komunikasi nirkabel menawarkan kemudahan berkomunikasi bagi pengguna yang bermobiltas tinggi. Namun selama melewati kanal transmisi nirkabel, informasi akan mengalami gangguan yang dapat menurunkan kualitas informasi tersebut setelah sampai di penerima, gangguan yang umum dialami adalah free space loss, pantulan, difraksi, dan hamburan, seperti pada gambar 1 sebagai berikut.

Gambar 1 Mekanisme propagasi sinyal selama melewati kanal transmisi wireless

Dari gambar 1, dapat dilihat bahwa sinyal yang ditransmisikan melewati media yang tak terpandu (unguided) akan tersebar ke segala arah (transmisi broadcast), sehingga terjadi suatu lintasan jamak (multipath). Efek dari adanya lintasan jamak pada komunikasi wireless adalah terjadinya path loss dan fading.

Path loss atau large-scale path loss adalah efek kanal yang terjadi karena adanya pengaruh jarak antara pengirim dan penerima. Dengan mengasumsikan bahwa model bumi adalah datar (beda lengkungan bumi antara pengirim dan penerima hampir sama)[4]. Path loss dapat mengurangi daya pada transmisi sinyal mengakibatkan signal-to-noice-ratio (SNR) di

STUDI PENERAPAN DEMODULASI NONKOHEREN

PADA DIVERSITAS KOOPERATIF

Muhammad Khadafi(1), dan Gamantyo Hendrantoro(2)

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

(2)

penerima menjadi kecil. Large scale path loss disebabkan karena pengaruh permukaan bumi, keberadaan obyek-obyek pemantul, serta adanya penghalang pada kanal propagasi. Faktor-faktor tersebut menghasilkan perubahan sinyal dalam hal energi, fasa, serta delay waktu yang bersifat acak. Energi sinyal yang diterima menurun, berbanding terbalik dengan pangkat α (Eksponen Path loss) terhadap jarak, umumnya bernilai 2 sampai 6 untuk komunikasi bergerak. Large scale path loss digunakan sebagai dasar untuk metoda prediksi path loss.

Pada small scale path loss atau sering disebut fading, didefinisikan sebagai fluktuasi daya sinyal di penerima, terjadi dalam tempo yang singkat disekitar nilai rata-ratanya (large scale path loss). Fluktuasi fading terjadi karena interferensi atau superposisi gelombang multipath yang memiliki amplitudo dan fasa yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi small scale path loss adalah:

– Kecepatan mobile station – Kecepatan obyek pemantul – Lebar pita transmisi sinyal

Klasifikasi fading berdasarkan efek doppler dibagi dalam dua macam, yaitu slow fading dan fast fading.

Pada slow fading, kondisi kanal dapat diasumsikan tetap pada satu atau beberapa interval simbol. Respon impuls kanal berubah dengan laju lebih lambat dibandingkan dengan periode simbol dari sinyal yang ditransmisikan (TS << TC).

Pada fast fading, respon impuls kanal berubah dalam satu durasi simbol, atau waktu koheren (Tc) lebih kecil dari periode simbol (Ts). Waktu koheren adalah suatu selang waktu di mana kanal dapat dianggap tidak berubah terhadap waktu.

B. Komunikasi Kooperatif

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi wireless mempunyai keterbatasan akibat adanya fading. Karena itu, perlu diterapkan suatu metode baru yang dapat mengatasi fading dan memberikan unjuk kerja yang lebih baik dari metode sebelumnya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengatasi fading, salah satunya adalah diversity. Teknik diversity memanfaatkan sifat alami gelombang radio yang dipancarkan secara broadcasting dan bersifat multipath. Dalam teknik diversity, informasi dikirim melewati beberapa lintasan, hal ini dilakukan agar terbentuk informasi redundant yang akan membantu pendeteksian informasi pada sisi penerima apabila informasi pada salah satu kanal mengalami kerusakan.

Penggunaan teknik diversity ternyata mampu memperbaiki unjuk kerja sistem komunikasi nirkabel, namun teknik diversity masih mempunyai kekurangan, yaitu pada saat jarak antara pengirim dan penerima sangat jauh. Combining yang dilakukan tentu tidak akan maksimal karena daya sinyal yang diterima akan semakin kecil seiring dengan pertambahan jarak. Karena itulah pada tahun 1968, van der Mulen memperkenalkan teknik komunikasi baru dengan menggunakan relay sebagai pengembangan teknik diversity. Pada mulanya, van der Mulen menggunakan tiga terminal komunikasi, masing-masing sebagai source, relay, dan destination. Gambar 2 adalah model relaying pertama kali yang diperkenalkan oleh van der Mulen.

Gambar 2 Model relaying van der Mulen[2]

Dasar dari sistem komunikasi kooperatif adalah proses relaying. Pada fixed protocols yang digunakan dalam teknik relaying[3], mempunyai perbedaan dalam hal pemrosesan data pada relay, sehingga diperlukan teknik combining yang berbeda pula pada sisi penerimanya. Fixed protocols mempunyai dua macam teknik forwarding, yaitu amplify-and-forward (AF) dan demodulate-and-forward (DF).

Dalam AF, relay menguatkan sinyal yang diterima sampai nilai tertentu. Pada DF, relay menggunakan beberapa bentuk deteksi atau algoritma demodulasi untuk sistem penerimaannya. Hal ini dikarenakan relay harus modulasi ulang sinyal yang diterima dari source untuk dikirimkan ke destination. Walaupun proses demodulasi pada relay mempunyai keuntungan untuk mengurangi pengaruh noise pada sinyal yang diterima, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa sinyal dapat dikembalikan secara sempurna ke bentuk awalnya, karena di kanal masih terdapat gangguan lain berupa fading.

C. MODEL KANAL

Pemodelan sistem komunikasi kooperatif DF terdiri dari tiga macam titik yaitu Sumber (S) Relay (R) dan tujuan (D) dan pada simulasi ini digunakan fixed sistem dengan 1 buah relay yaitu R1. Model sistem tersebut diilustrasikan pada gambar 3.

Gambar 3 Diagram blok dari sistem komunikasi kooperatif dengan 1 relay

Terminal sumber memancarkan sinyal x0 ke relay dan tujuan

dalam subkanal yang pertama. Relay dinotasikan sebagai R1,

dan tujuan menerima sinyal dari masing-masing y0 dan y’i dari

kanal M1 di mana 𝑦𝑜 = 𝑦𝑜′. Setelah beberapa pemrosesan, relay

memancarkan kembali sinyal ke tujuan pada subkanal orthogonal M1. Untuk skema pemrosesan sinyal menggunakan protokol DF.

Pada protokol DF, relay mendemodulasi dan mengirim kembali sinyal sumber maka dengan demikian menghindari saturasi (0 dB) daya yang dapat menimbulkan distorsi pada sinyal. Pada gambar 4 detektor ML diimplementasi pada sistem nonkoheren dan koheren kooperatif. Fungsi gi(y’i1,y’i2) dan fi(ti) merupakan output dari matched filter sinyal BFSK dalam model baseband ekivalen.

𝑌1𝑛 𝑋1𝑛

𝑊𝑌1𝑛

𝑋𝑛

(3)

m(t) ∅1(t) ∅2(t) 𝑚̅(t) Binary data sequence On-off level encoder Inverter Σ Binary FSK signal s(t) + +

Gambar 4 Diagram blok pemodelan detektor demodulasi nonkoheren pada diversitas kooperatif dengan protokol demodulate-and-forward (DF)

Pada gambar 4 detektor ML diimplementasi pada sistem nonkoheren dan koheren kooperatif. Fungsi gi(y’i1,y’i2) dan fi(ti) merupakan output dari matched filter sinyal BFSK dalam model baseband eqivalen.

Persamaan matched filter-nya adalah sebagai berikut :

𝑦

𝑖1

=

𝑥𝑖+1

2

√𝐸

𝑖

𝑎

𝑖,𝛭

+

𝑛

𝑖1

𝑦

𝑖2

=

1−𝑥𝑖

2

√E

𝑖

𝑎

𝑖,𝛭

+ 𝑛

𝑖2 (1)

Di mana xi inputan dari pemancar i yang nilainya ±1 dan Ei

rata2 energi sample pada Sumber dan Relay. 𝑎𝑖,𝑗 koefisien

fading pada lintasan pemancar i dan j sedangkan 𝑛𝑖1 dan 𝑛𝑖1

AWGN.

Gambar 5 Gambar modulator untuk system BFSK

Gambar 5 memberikan contoh dari keluaran sinyal yang dihasilkan oleh modulator BFSK. Ketika diberi masukan 1001101, dimana Eb = 1, Tb = 1 s, f1 = 3 Hz dan f2 = 3.5 Hz. Demodulasi dari sinyal yang diterima, menunjukkan bahwa ph1 dan ph2 adalah saling orthonormal.

Untuk mengetahui ϕ1(t) yang ditransmisikan, maka diperoleh

dengan mengalikan sinyal yang diterima dengan ϕ1(t) dan

mengintegralkannya. Karena ϕ1(t) dan ϕ2(t) adalah

orthonormal. Maka hanya bagian ϕ1(t) saja yang masih ada,

sedangkan ϕ2(t) bernilai nol / hilang. Cara yang sama juga

dilakukan untuk mengetahui jika ϕ1(t) yang ditransmisikan,

namun dikalikan dengan ϕ2(t) untuk menghilangkan komponen

ϕ1 (t).

Bagian receiver terdiri dua buah korelator dengan common input, yang di-supply oleh dua buah sinyal ϕ1(t) dan ϕ2(t).

Keluaran dari korelator ini kemudian dikurangi antara satu sama lain. Sehingga akan menghasilkan nilai y, jika nilai dari y > 0 maka nilai yang diterima adalah 1. namun sebaliknya jika nilai dari y < 0 maka nilai yang diterima adalah 0.

Sistem demodulasi koheren merupakan sistem demodulator yang memiliki timing (dalam hal ini lebih mudah dikenali sebagi fase) yang persis dengan sinyal carrier yang datang. Sedangkan demodulator nonkoheren tidak memerlukan fase yang sama persis dengan sinyal carrier yang datang.

Teknik ini secara sederhana dikatakan dapat mengubah kembali frekuensi sinyal yang datang turun ke frekuensi baseband. Ini dilakukan dengan perkalian atau lebih dikenal dengan heterodyning, antara gelombang BFSK yang datang dengan suatu osilator lokal yang di-match-kan dengan frekuensi carrier. Demodulator BFSK koheren dapat ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Demodulator BFSK koheren

Pada Gambar 6 dua sinyal referensinya cos(2

f1t)dan

) 2

sin(

f2t . Kedua sinyal tersebut harus sinkronisasi dengan sinyal BFSK.

Teknik demodulasi nonkoheren tidak memerlukan fase referensi, tidak membutuhan phase-lock-loops, local oscillators, dan carrier recovery circuits. Teknik demodulasi nonkoheren pada umumnya lebih murah dan lebih praktis untuk diterapkan dari pada teknik koheren (di mana sinyal referensi koherensi tidak perlu dibangkitkan), dan juga lebih sederhana, meskipun unjuk kerjanya lebih buruk tergantung pada kondisi kanalnya. Untuk mendeteksi sinyal tanpa diketahui fasenya dapat menggunakan quadrature receiver, seperti pada gambar 7.

Gambar 7 Quadrature receiver

Modulasi BFSK merupakan modulasi yang mempunyai kinerja yang lebih baik dan menggunakan sistem deteksi yang lebih sederhana dibandingkan dengan BPSK. Karena itu jarang digunakan untuk sistem-sistem radio digital berunjuk kerja tinggi. Pemakaianya terbatas pada modem-modem data yang asinkronous, unjuk kerja rendah dan murah.

Modulasi BFSK merupakan modulasi yang mempunyai kinerja yang lebih baik dan menggunakan sistem deteksi yang lebih sederhana dibandingkan dengan BPSK. Oleh karena itu jarang digunakan untuk sistem-sistem radio digital berunjuk kerja tinggi. Pemakaianya terbatas pada modem-modem data

Sinyal BFSK + Data Digital Rangkaian Komparator + -r(t) kanal I kanal I kanal Q kanal Q + -z(T)

(4)

Bit info Modulasi BFSK Kanal Rayleigh (SD) AWGN (SD) y01 untuk t > –Ta untuk – Ta ≤ t ≤ T untuk t ≥ Ta yang asinkronous, unjuk kerja rendah dan murah.

Lainnya, penerapan modulasi BFSK cukup luas pada sistem transmisi data. BFSK adalah modulasi digital yang relatif sederhana di mana modulasi sudut yang mempunyai bentuk selubung (envelope) konstan yang mirip dengan modulasi frekuensi, hanya saja sinyal pemodulasinya berupa aliran pulsa biner yang berubah-ubah diantara dua level tegangan. BFSK memiliki bentuk penampakan gelombang yang konstan dari modulasi sudut yang similar (serupa) terhadap frekuensi modulasi konvensional juga hanya saja sinyal modulasinya adalah untaian pulsa biner yang bervariasi di antara dua tegangan diskrit yang tidak sebanding dengan perubahan bentuk gelombang secara terus menerus.

Gambar 8 Demodulator BFSK nonkoheren

Pada Gambar 8 ditunjukkan sebuah metode pendeteksian sinyal BFSK. Untuk mendeteksi sinyal BFSK dari modulator BFSK dan mengubahnya ke data digital semula, maka diperlukan suatu teknik yang dinamakan demodulasi sinyal BFSK. Sinyal BFSK bisa dideteksi dengan menggunakan deteksi nonkoheren. Yang dimaksud dengan deteksi nonkoheren yaitu dengan filtering. Pada deteksi nonkoheren memiliki Carrier-to-Noise Ratio (CNR) yang lebih tinggi dari CNR pada deteksi koheren sehingga deteksi nonkoheren memiliki probabilitas kesalahan yang lebih tinggi dari deteksi koheren. CNR merupakan perbandingan amplitudo gelombang sinyal carrier dengan amplitudo gelombang sinyal noise yang digunakan untuk bandpass .

III. PROSESDEMODULASIML

Pada proses demodulasi ML, data yang diterima dari modulasi BFSK diambil kedua data, sebab pada modulasi BSFK terdapat data dengan frequency band pertama yaitu y01(1,:,k) dan frequency band kedua yaitu y02(1,;,k) di mana k adalah banyaknya data yang dikirim. Sehingga ketika kedua data frequency band yang dikirimkan maka data tersebut adalah data output dari matched filter. Demodulasi maximum likelihood adalah perkalian antara sinyal modulasi BFSK dengan energi bit, variansi koefisien fading kanal, additive noise dan output matched filter. Persamaan dari demodulasi ML nonkoheren sebagai berikut :

𝑔𝑖(𝑦𝑖1, 𝑦 𝑖2′ ) = E𝑖𝜎𝑎𝑖,22 (E𝑖𝜎𝑎𝑖,22 +𝑁0)N0(|𝑦𝑖1 ′ |2− |𝑦 𝑖2′ |2) (2)

Sedangkan koheren adalah sebagai berikut:

𝑔

𝑖

(𝑦

𝑖1

, 𝑦

𝑖2′

) =

2(Re{𝑦

𝑖1

𝑎

𝑖,2∗

} − Re{𝑦

𝑖2′

𝑎

𝑖,2∗

})√E

𝑖

N

0 (3)

Untuk i = 0,1, dan k adalah banyaknya data yang dikirim. Untuk Ei diasumsikan sebesar 1, sehingga frequency band yang kedua didapatkan dari output matched filter kanal 0 sumber ke tujuan dan kanal 1 sumber ke relay ke tujuan.

Pada proses demodulasi ML sumber ke tujuan data akan didemodulasikan nonkoheren. Setelah itu melewati kanal, di mana dikanal terdapat perkalian antara variansi koefisien fading atau standar deviasi dari koefisien fading dengan sigma Rayleigh, dan data tersebut akan dijumlahkan dengan noise AWGN (No). Kemudian data yang dikirim disimbolkan dengan (y01). Di mana y01 ini nantinya akan dijumlahkan dengan data dari relay ke tujuan.

Gambar 9 Diagram blok dari sumber ke tujuan

Pada proses demodulasi ML sumber ke relay data akan didemodulasikan nonkoheren, kemudian data akan didemodulasi kembali ke demodulasi ML. Setelah itu melewati kanal, dimana dikanal terdapat perkalian antara variansi koefisien fading atau standar deviasi dari koefisien fading dengan sigma Rayleigh, dan data tersebut akan dijumlahkan dengan noise AWGN (No). Setelah itu data yang diterima di relay akan didemodulasikan nonkoheren dan kemudian diteruskan ke tujuan.

Gambar 10 Diagram blok dari sumber ke relay

Pada proses demodulasi ML relay ke tujuan data yang telah didecodekan di relay akan didemodulasikan kembali ke demodulasi ML. Kemudian data melewati kanal, dimana di kanal terdapat perkalian antara variansi koefisien fading atau standar deviasi dari koefisien fading dengan sigma Rayleigh. Data yang dikirimkan dari relay ke tujuan disimbolkan m1. Setelah itu data yang diterima di tujuan akan dijumlahkan dengan data yang dikirim dari sumber ke tujuan (y01), setelah itu estimasi dengan PL combiner dan kemudian dideteksi BER di tujuan.

Gambar 11 Diagram blok dari relay ke tujuan

IV. PROSESDEMODULASIDENGANPLCOMBINER Pada proses demodulasi dengan PL combiner, data yg dikirim dari BFSK diteruskan ke demodulasi ML dengan mengalikan data dengan frequency band yang pertama.

Sinyal BFSK Σ Decision + -Envelope Detector Envelope Detector D Bit info Modulasi BFSK Kanal Rayleigh (SR) AWGN (SR) Demodulasi ML

Bit info Modulasi BFSK Kanal Rayleigh (RD) AWGN Demodulasi ML Di Tujuan y01

(5)

untuk t > –Ta untuk – Ta ≤ t ≤ T untuk t ≥ Ta

Sehingga pada proses demodulasi ini, data yang diterima adalah data demodulasi ML. Dengan adanya proses demodulasi PL combiner maka demodulasi ini memiliki performansi yang baik untuk menghindari adanya CSI pada kanal. Persamaan dari demodulasi PL combiner adalah sebagai berikut:

𝑓1(𝑡) ≅ 𝑓𝑃𝐿(t) = {

−𝑇𝑎

𝑡 𝑇𝑎

(4)

Di mana Ta adalah notasi PL dalam tiga bagian dengan mengasumsikan e1 adalah BER pada relay R1. Untuk e1 diasumsikan sebesar 0,00001 untuk skema relay dekat dengan S-D dan 0,01 untuk relay jauh dari S-D, sehingga pada data yang kedua didapatkan dari demodulasi ML yang pertama.

V. HASILSIMULASI

Dalam penelitian ini data hasil simulasi akan ditampilkan dari perbandingan grafik BER terhadap variasi Eb/No di dua skema lokasi. Performansi dari sistem akan dievaluasi berdasarkan posisi relay yang berada diantara sumber dan tujuan untuk dua metode yaitu demodulasi nonkoheren dan domudulasi koheren. Sehingga dapat diketahui performansi masing-masing metode dengan mengamsumsikan besarnya BER pada relay = 0,01 dan 0,00001.

Pada relay, dengan mengamsumsikan BER = 0,01 untuk skema lokasi relay jauh dari sumber dan tujuan[1]. Untuk perbandingan unjuk kerja, maka Eb/No atau SNR dibuat tetap dari 0 dB sampai 25 dB dengan selisih 1 dB. Pada BER = 0,01 untuk skema lokasi relay jauh dari sumber dan tujuan lainnya 0,00001 untuk skema lokasi relay dekat dengan sumber dan tujuan. Untuk perbandingan unjuk kerja, maka Eb/No atau SNR dibuat tetap dari 0 dB sampai 25 dB dengan selisih 1 dB.

Gambar 11 Kinerja Koheren dan Nonkoheren dengan BER pada relay = 0,01

Pada gambar 11 terlihat performansi sistem kooperatif yang koheren maupun nonkoheren lebih baik dari sistem nonkooperatif. Namun sistem koheren memerlukan waktu koherensi dan bandwidth yang lebar untuk sinkronisasi sehingga kompleksitasnya lebih tinggi dari sistim nonkoheren.

Sebagai contoh misalkan nilai BER 10-3 yang dijadikan acuan

untuk kualitas sistem suatu jaringan telekomunikasi. Demodulasi kooperatif yang koheren lebih baik sekitar 3 dB dari demodulasi kooperatif nonkoheren. Sehingga kebutuhan daya untuk mencapai nilai BER yang sama pada sistem kooperatif nonkoheren dibutuhkan daya dua kalinya dari sistem kooperatif yang koheren.

Pada SNR 0 dB sampai 25 dB dengan selisih 5 dB besarnya BER koheren sebesar 0.115317 0.032862 0.005635 0.0007 0.000073 0.000009 dan besarnya BER nonkoheren sebesar 0.259403 0.09781 0.019791 0.002591 0.000313 0.000032, maka pada BER 10-3 demodulasi koheren lebih baik

3 dB dari nonkoheren.

Gambar 12 Kinerja Koheren dan Nonkoheren dengan BER pada relay = 0,00001

Pada gambar 12 terlihat performansi dari demodulasi koheren lebih baik dari pada demodulasi nonkoheren.

Pada SNR 0 dB sampai 25 dB dengan selisih 5 dB besarnya BER koheren sebesar 0.115317 0.032862 0.005635 0.0007 0.000073 0.000009 dan besarnya BER nonkoheren sebesar 0.259403 0.09781 0.019791 0.002591 0.000313

Gambar 13 Kinerja Koheren dengan BER pada relay = 0,01 dan 0,00001 0 5 10 15 20 25 10-6 10-5 10-4 10-3 10-2 10-1 100

Kinerja Koheren dan Nonkoheren dengan BER pada relay = 0,01

Eb/No BER Koheren Nonkoheren Koheren S-D Nonkoheren S-D 0 5 10 15 20 25 10-6 10-5 10-4 10-3 10-2 10-1 100

Kinerja Koheren dan Nonkoheren dengan BER pada relay = 0,00001

Eb/No

BER

Koheren Nonkoheren

(6)

0.000032, maka pada BER 10-3 demodulasi koheren lebih baik

sekitar 3 dB dari nonkoheren.

Pada gambar 13 terlihat performansi dari demodulasi koheren dengan BER pada relay = 0,00001 lebih baik dari pada demodulasi koheren dengan BER pada relay = 0,01. Pada SNR 0 dB sampai 25 dB dengan selisih 5 dB besarnya BER pada relay = 0,01 sebesar 0.115345 0.033056 0.005892 0.000819 0.00012 0.000024 dan besarnya BER pada relay = 0.115317 0.032862 0.005635 0.0007 0.000073 0.000009, pada SNR 10 dB besarnya BER dari kedua metode tersebut sama. Dan pada SNR 15 dB sampai 30 dB demodulasi koheren dengan BER pada relay = 0,00001 lebih baik dari pada demodulasi koheren dengan BER pada relay = 0,01.

Gambar 14 Kinerja Nonkoheren dengan BER pada relay = 0,01 dan 0,00001

Pada gambar 14 terlihat performansi dari demodulasi nonkoheren dengan BER pada relay = 0,00001 lebih baik dari pada demodulasi koheren dengan BER pada relay = 0,01. Pada SNR 0 dB sampai 25 dB dengan selisih 5 dB besarnya BER = 0,01 sebesar 0.259404 0.097861 0.020023 0.002793 0.000393 0.00006 dan besarnya BER pada relay = 0,00001 sebesar 0.259403 0.09781 0.019791 0.002591 0.000313 0.000032, pada SNR 10 dB besarnya BER dari kedua metode tersebut sama. Dan pada SNR 15 dB sampai 30 dB demodulasi nonkoheren dengan BER pada relay = 0,00001.

Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan dapat diamati bahwa demodulasi nonkoheran memiliki unjuk kerja yang tidak terlalu jelek dari kooperatif yang koheren. Dengan adanya unjuk kerja BER sistemkooperatif nonkoheren sekitar 3 dB lebih jelek dari sistem kooperatif yang koheren, di sini kebutuhan daya untuk mencapai nilai BER yang sama pada sistem kooperatif nonkoheren dibutuhkan daya dua kalinya dari sistem kooperatif yang koheren. Penerapan demodulasi nonkoheren lebih sederhana dibandingkan demodulasi koheren pada sistem komunikasi kooperatif.[1] Hal tersebut dikarenakan pada demodulasi nonkoheren tidak memerlukan proses sinkronisasi dibandingkan pada sistem kooperatif yang koheren.

Dan dua skema posisi relay yang berada diantara sumber dan tujuan untuk dua metode yaitu demodulasi nonkoheren dan domudulasi koherenmemiliki unjuk kerja yang berbeda sekitar

1-2 dB sehingga untuk mencapai nilai BER yang sama dibutuhkan peningkatan daya sekitar 26% untuk 1 dB pada nilai BER 10-4 dan peningkatan daya sekitar 58% untuk 2 dB pada

nilai BER sekitar 10-5. Di mana untuk BER=0,00001 pada relay

memiliki unjuk kerja yang lebih baik atau skema relay yang dekat dengan sumber - tujuan dan ideal di titik tengah diantaranya. Sedangkan untuk skema relay yang jauh dari sumber atau tujuan diasumsikan BER=0,01 pada relay memiliki kinerja yang lebih buruk. Skema ini juga meliputi posisi relay dekat dengan sumber dan jauh dengan tujuan atau posisi relay jauh dari sumber dan dekat dengan tujuan.

VI. KESIMPULAN/RINGKASAN

1. Penerapan demodulasi nonkoheren lebih sederhana dibandingkan demodulasi koheren pada sistem komunikasi kooperatif. Hal tersebut dikarenakan pada demodulasi nonkoheren tidak memerlukan proses sinkronisasi dibandingkan pada sistem kooperatif yang koheren. 2. Teknik nonkoheren yang lebih praktis untuk diterapkan

pada sistem komunikasi kooperatif tersebut berpengaruh pada penurunan unjuk kerja demodulasinya. Hasil analisa unjuk unjuk kerja BER sistem kooperatif nonkoheren sekitar 3 dB lebih jelek dari sistem kooperatif yang koheren. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan daya untuk mencapai nilai BER yang sama dibutuhkan daya dua kalinya dari sistem kooperatif yang koheren.

3. Pengaruh dua skema lokasi relay terhadap unjuk kerja BER sistem kooperatif nonkoheren, didapat penurunan unjuk kerja sistem sekitar 1-2 dB seiring dengan peningkatan nilai BER pada relay.

DAFTARPUSTAKA

[1] Chen, D. dan Nicholas, J. L, “Noncoherent Demodulation for Cooperative Diversity in Wireless Systems”, Notre Dame, IN 46556 [2] El Gamal, A., “Capacity Theorems for Relay Channels”, Stanford

University, 2006.

[3] Laneman, J.N., “Cooperative Diversity in Wireless Networks: Algorithms and Architectures”, Massachusetts Institute Of Technology, 2002. [4] Meier, A., “Cooperative Diversity in Wireless Networks”, University of

Edinburgh, 2004.

[5] Palat, R.C., “Performance Analysis of Cooperative Communication for Wireless Networks”, Virginia, 2006.

[6] Rappaport, T.S., “Wireless Communication: Principles and Practice”, Prentice Hall, 1996.

[7] Sklar, B., “Digital Communications Fundamentals and Applications,” 2nd

Gambar

Gambar  1  Mekanisme  propagasi  sinyal  selama  melewati  kanal  transmisi wireless
Gambar 2 Model relaying van der Mulen[2]
Gambar 4 Diagram blok pemodelan detektor demodulasi nonkoheren  pada  diversitas  kooperatif  dengan  protokol  demodulate-and-forward  (DF)
Gambar 8 Demodulator BFSK nonkoheren
+3

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mengalami fase-fase kritis masa revolusi hingga pertengahan tahun 1960-an, menurut beberapa pakar pertanian, Indonesia sebenarnya cukup berhasil membangun

Dalam kajian ini PPBK bermaksud menjadikan penggunaan komputer melalui perisian yang dibangunkan sebagai alat bantuan bagi pelajar menerapkan kemahiran berfikir secara kritis

serotype, yaitu DEN!, DEN&#34;, DEN#, dan DEN4$ %n&amp;eksi dengan salah satu serotype %n&amp;eksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup

 Bertanggung jawab untuk melakukan inspeksi dan test menggunakan Instruksi Kerja (IK) dan untuk pekerjaan yang tidak ada dalam IK, gunakan RIT.  Bertanggung jawab untuk

Besarnya biaya dapat dibandingkan dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) yang telah disusun. Dari pembandingan ini, dapat

Abstrak : Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis perbedaan tingkat pemahaman antara mahasiswa akuntansi yang berlatar belakang dari SMA jurusan IPS, SMA

Peneliti menggunakan paradigma interpretif agar peneliti dapat berinteraksi langsung, lebih dekat dengan informan yang akan dijadikan data dalam penelitian, dan dapat

Nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun benalu dengan menggunakan radikal bebas DPPH yang dinyatakan sebagai IC50 sebesar (12,57 ±0,7