• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat

Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan yang langsung diterima, yang berasal dari penjualan hasil produksi. Sedangkan hasil penerimaan yang berasal dari konsumsi sendiri atau yang digunakan untuk bibit adalah penerimaan diperhitungkan atau penerimaan non tunai. Gabungan dari penerimaan tunai dan non tunai ini menghasilkan penerimaan total.

Jumlah produksi rata-rata per hektar padi sehat yang dijual adalah sebesar 2.579,79 kilogram per hektar dengan harga jual rata-rata Rp 2.500,00 per kilogram. Penerimaan tunai yang diperoleh petani pemilik paling besar dibanding petani lain yaitu sebesar Rp 14.400.000,00. Sementara penerimaan tunai petani paling kecil diperoleh petani penggadai yaitu sebesar Rp 3.500.000,00. Akan tetapi petani penggadai ini memperoleh penerimaan diperhitungkan paling besar. Dimana penerimaan dipeerhitungkan yang diterima petani responden berasal dari konsumsi untuk ramah tangga (RT) sebesar Rp 10.093.750,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani penggadai lebih banyak menyimpan hasil padi sehat produksinya untuk konsumsi rumah tangga sendiri dibanding menjualnya. Berbeda halnya dengan petani pemilik yang lebih memilih menjual padi sehat produksinya dibanding dikonsumsi sendiri. Hal ini terbukti dari jumlah penerimaan diperhitungkan yang diperoleh lebih sedikit dibanding penerimaan petani lain. Komponen penerimaan diperhitungkan berasal dari konsumsi padi untuk rumah tangga, maka jumlah penerimaan diperhitungkan sama dengan penerimaan untuk konsumsi padi rumah tangga per hektar.

Total penerimaan untuk usahatani padi sehat ini paling besar diperoleh petani pemilik adalah sebesar Rp 16.275.000,00 per hektar. Sementara total penerimaan paling sedikit diperoleh petani penggarap atau penyakap sebesar Rp12.433.764,28. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas padi sehat petani pemilik lebih tinggi dibanding petani lain. Jumlah produksi padi sehat yang dimasukkan adalah padi sehat yang dijual dan dikonsumsi oleh rumah tangga petani responden.

(2)

Tabel 17. Rata-rata Penerimaan Usahatani Padi Sehat per Hektar Tahun 2011

Sistem Hak Milik Sewa Sakap Gadai

Penerimaan Nilai (Rp) Nilai (Rp) Nilai (Rp) Nilai (Rp)

Padi Sehat 14.400.000,00 12.690.714,29 10.116.451,65 3.500.000,00 Penerimaan Tunai 14.400.000,00 12.690.714,29 10.116.451,65 3.500.000,00 Konsumsi RT 1.875.000,00 2.310.952,38 2.317.312,63 10.093.750,00 Penerimaan Diperhitungkan 1.875.000,00 2.310.952,38 2.317.312,63 10.093.750,00 Total Penerimaan 16.275.000,00 15.001.666,67 12.433.764,28 13.593.750,00

Semua petani responden menjual gabah hasil panen mereka langsung ke koperasi kelompok tani yang berada di desa tersebut. Biaya pengangkutan ke koperasi kelompok tani ditanggung oleh petani yang sudah termasuk dalam biaya panen. Alasan petani menggunakan sistem penjualan dengan menjualnya pada saat panen adalah karena di lokasi penelitian tersebut tidak terdapat tengkulak dan seluruh petani menjual hasil panen mereka langsung ke koperasi. Sehingga petani responden memiliki perasaan malu jika tidak menjualnya kepada koperasi kelompok tani.

Banyaknya petani responden yang menyimpan sebagian hasil produksi mereka untuk konsumsi rumah tangga mengindikasikan bahwa petani responden berusaha memenuhi ketahanan pangan mereka. Dengan adanya stok untuk konsumsi menunjukkan bahwa petani tidak harus membeli beras untuk konsumsi rumah tangga mereka. Hal ini dikarenakan oleh harga beras yang cukup tinggi di pasar, sehingga petani responden lebih memilih untuk mnyimpan hasil produksi mereka. Meskipun data hasil penelitian ini belum mampu menunjukkan bahwa petani responden memiliki stok untuk konsumsi beras selama satu musim dikarenakan tidak terdapat data pembelian beras setelah stok habis. Namun data ini menunjukkan bahwa petani responden berusaha memenuhi kebutuhan konsumsi beras dan hasil produksi mereka sendiri.

Rata-rata petani di lokasi penelitian menyimpan hampi 20 persen hasil produksi mereka untuk dikonsumsi. Petani penggadai merupakan petani yang paling banyak melakukan stok, dimana hampir 40-100 persen hasil produksi mereka disimpan untuk stok konsumsi mereka. Apalagi bagi petani responden

(3)

yang memiliki lahan sempit kurang dari 0,1 ha, lebih memilih menyimpan seluruh hasil produksi mereka untuk konsumsi rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa status kepemilikan lahan petani dan luas lahan petani berkorelasi terhadap perilaku stok petani. Dimana semakin kecil luas lahan petani dan status lahan gadai akan membuat petani semakin banyak menyimpan stok. Hal ini dikarenakan jumlah produksi yang mereka dapatkan tidak terlalu banyak dan jika dijualpun uang yang diperoleh tidak terlalu banyak jika dibandingkan uang yang harus mereka keluarkan jika harus membeli beras.

Dengan melakukan stok, petani tidak memiliki ketergantungan terhadap ketersediaan pangan di pasar. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan di tingkat petani khususnya di lokasi penelitian cukup baik. Hal ini akan membantu mendorong peningkatan ketahanan pangan nasional.

7.2. Biaya Usahatani Padi Sehat

Biaya usahatani terdiri dari dua komponen, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. biaya yang langsung dikeluarkan petani adalah biaya tunai, seperti biaya input, biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), biaya air irigasi, pajak, dan sewa lahan. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang tidak dikeluarkan langsung dalam bentuk uang tunai, seperti opportunity cost lahan, penyusutan, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK).

Biaya tenaga kerja luar keluarga menjadi nilai biaya terbesar dalam biaya tunai. Hal ini dikarenakan setiap aktivitas usahatani mulai dari persemaian, penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan sampai pemanenan menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga (TKLK). Upah untuk tenaga kerja pria sebesar Rp 25.000,00 dan Rp 15.400.00 untuk upah rata-rata tenaga kerja wanita dengan jam kerja per hari selama lima jam. Namun untuk aktivitas pemanenan, tenaga kerja yang digunakan bersifat borongan dan upahnya berkisar antara Rp 200,00 sampai Rp 300,00 per kilogram bergantung pada jarak lahan sawah. Hal ini dkarenakan upah pemanenan tersebut sudah termasuk biaya pengangkutan hasil panen ke jalan raya, Rp 200,00 per kilogram untuk lahan yang jaraknya dekat dengan jalan raya dan Rp 300,00 untuk lahan yang jauh jaraknya. Namun rata-rata petani mengeluarkan biaya panen ini sebesar Rp 250,00 per

(4)

kilogram. Petani yang mengluarkan biaya terbesar untuk biaya TKLK ini adalah petani penyewa sebesar Rp 3.537.071,42. Hal ini dikarenakan petani penyewa tidak menjadikan pekerjaan bertani sebagai mata pencaharian utama, petani ini memiliki pekaerjaan lain selain bertani sehingga mereka banyak mempekerjakan buruh tani untuk menggarap lahan sewaannya.

Biaya kedua terbesar bagi petani pemilik, penyewa, dan penyakap adalah biaya pupuk organik. Dimana biaya untuk pupuk organik lebih besar dibanding biaya untuk pupuk anorganik. Berbeda halnya dengan petani penggadai yang biaya pupuk anoganiknya lebih besar. Hal ini dikarenakan jumlah pupuk organik yang digunakan petani kecuali petani penggadai cukup banyak dibanding pupuk anorganik. Meskipun harga beli pupuk tersebut tidak terlalu mahal yaitu sekitar Rp 700-1.000,- per kilogram. Petani penggadai lebih memilih menggunakan pupuk anorganik yanng lebih banyak dikareakan mereka sulit menerima teknologi baru untuk mengubah penggunaan pupuk anorganik ke pupuk organik.

Pupuk anorganik yang banyak digunakan oleh petani responden adalah pupuk urea. Sementara pupuk yang jarang digunakan oleh petani responden adalah pupuk NPK dan KCL. Penggunaan pupuk NPK yang sedikit ini dikarenakan petani telah menggunakan pupuk Phonska, dimana pupuk ini merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur N, P, dan K.

Dikarenakan petani menerapkan sistem pertanian sehat yang menggunakan obat-obatan alami, maka pestisida yang digunakan adalah pestisida nabati. Akan tetapi hanya sebagian petani pemilik dan penyewa yang menggunakan pestisida nabati ini, sedangkan yang lainnya memilih untuk tidak menggunakan obat-obatan sama sekali dan melakukan penyemprotan apabila tanaman mereka terserang hama atau penyakit. Hal ini dikarenakan, tanaman padi petani responden di lokasi penelitian jarang terkena hama dan penyakit.

Biaya untuk air irigasi dimana sistem irigasi yang digunakan adalah irigasi pedesaan atau irigasi semi teknis atau yang dikenal petani responden dengan sebutan Janggol. Biaya ini dikeluarkan untuk membayar sekelompok petugas yang mengatus jalur irigasi lahan mereka. Biaya air irigasi ini berbeda tiap petani responden tergantung pada luas lahan garapan petani. Sementara bajak yang digunakan di lokasi penelitian terdiri dari bajak dengan traktor yang biayanya

(5)

sebesar Rp 100.000,00 dan bajak menggunakan kerbau dengan biaya Rp70.000,00. Pada petani penyakap terdapat biaya bagi hasil dimana mereka harus memberikan 50-60 persen hasil produksi padi sehat mereka kepada pemilik lahan. Dimana bila bagi hasil ini dihitung dalam bentuk uang maka biaya yang harus dikeluarkan petani penyakap sekitar Rp 5.795.486,96.

Tabel 18. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Sehat per Hektar di Desa Ciburuy

Tahun 2011

Keterangan Hak Milik Sewa Sakap Gadai

Nilai (Rp/ha) Nilai (Rp/ha) Nilai (Rp/ha) Nilai (Rp/ha)

Biaya Tunai Benih 159.375,00 251.285,71 320.020,63 577.500,00 Pupuk Organik 3.987.500,00 2.508.809,52 1.182.802,56 400.000,00 Pupuk Anorganik 517.500,00 1.499.200,00 791.875,93 706.250,00 Pupuk Cair 66.875,00 53.500,00 - -Pestisida - 71.142,86 172.576,60 120.000,00 TKLK 1. Wanita 499.750,00 834.333,33 670.836,70 802.500,00 2. Pria 256.250,00 1.144.404,76 692.314,80 868.750,00 3. Borongan 1.525.000,00 1.558.333,33 1.169.242,32 1.359.375,00 Sewa Lahan - 1.166.666,67 - -Air Irigasi 116.666,67 133.619,04 89.642,37 334.375,00 Sewa Bajak 365.000,00 50.257,14 516.505,65 875.000,00 Pajak Lahan 266.666,67 - - 52.083,33 Bagi Hasil - - 5.795.486,96 -Total Biaya Tunai 7.760.583,33 9.271.552,38 11.401.304,52 6.095.833,33 Biaya Diperhitungkan TKDK 1. Wanita 30.519,08 - 19.673,12 -2. Pria 993.750,00 176.904,76 418.704,16 868.750,00 Penyusutan 167.500,08 27.809,54 98.134,41 169.166,53 Sewa Lahan 1.166.666,67 - - 1.166.666,67 Total Biaya Diperhitungkan 2.358.435,83 204.714,30 536.511,69 2.204.583,19 Total Biaya 10.119.019,16 9.476.266,68 11.937.816,21 8.300.416,53

Total biaya keseluruhan dari usahatani paling besar dikeluarkan oleh petani penyakap sebesar Rp 11.937.816,21. Hal ini dikarenakan adanya

(6)

komponen biaya bagi hasil yang harus dikeluarkan petani penyakap. Dimana biaya bagi hasil ini lebih besar biayanya dibanding dengan biaya untuk sewa lahan atau opportunity cost lahan yang harus dikeluarkan petani lain. Sementara biaya paling kecil dikeluarkan oleh petani penggadai yaitu sebesar Rp 8.300.416,53. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan pupuk organik dan anorganik yang tidak terlalu banyak sehingga biaya yang dikeluarkannya pun sedikit dibanding petani lain.

7.3. Pendapatan Usahatani Padi

Selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani adalah merupakan pendapatan usahatani padi. Pendapatan usahatani ini terdiri dari dua komponen, yaitu pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai adalah penerimaan setelah dikurangi biaya biaya tunai. Sedangkan total penerimaan setelah dikurangi total biaya adalah pendapatan total. Analisis R/C rasio digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya, sehingga dapat diketahui kelayakan dari usahatani yang dilakukan.

Pendapatan usahatani paling besar diperoleh petani pemilik baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total. Sementara petani penyakap memperoleh pendapatan usahatani paling kecil. Padahal sekitar 23 petani dari 34 jumlah petani responden adalah petani penyakap. Namun hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pendapatan usahatani padi sehat lebih dari nol, yang berarti usahatani padi sehat ini memberikan keuntungan bagi petani atas biaya baik tunai maupun total yang dikeluarkannya dalam memproduksi padi sehat seluas satu hektar.

Berdasarkan hasil analisis R/C, menunjukkan bahwa nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total terbesar dimiliki petani penggadai yaitu sebesar 2,23 dan 1,64. Sementara nilai R/C paling kecil dimiliki petani penyakap yaitu sebesar 1,09 dan 1,04. Hal ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya tunai dan total yang dikeluarkan petani responden maka akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C nya.

(7)

Tabel 19. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C)

Usahatani Padi Sehat per Hektar di Desa Ciburuy tahun 2011

Komponen Nilai (Rp)

HM Sewa Sakap Gadai

A. Penerimaan Tunai 14.400.000,00 12.690.714,29 10.116.451,65 3.500.000,00 B. Penerimaan Diperhitungkan 1.875.000,00 2.310.952,38 2.317.312,63 10.093.750,00 C. Total Penerimaan (A+B) 16.275.000,00 15.001.666,67 12.433.764,28 13.593.750,00 D. Biaya Tunai 7.760.583,33 9.271.552,38 11.401.304,52 6.095.833,33 E. Biaya Diperhitungkan 2.358.435,83 204.714,30 536.511,69 2.204.583,19 F. Total Biaya (D+E) 10.119.019,16 9.476.266,68 11.937.816,21 8.300.416,53 Pendapatan atas Biaya

Tunai (C-D) 8.514.416,67 5.730.114,29 1.032.459,76 7.497.916,67 Pendapatan atas Biaya

Total (C-F) 6.155.980,84 5.525.399,98 495.948,07 5.293.333,48 R/C atas Biaya Tunai 2,10 1,62 1,09 2,23 R/C atas Biaya Total 1,61 1,58 1,04 1,64

Berdasarkan hasil analisis pendapatan dan R/C menunjukkan bahwa usahatani padi sehat ini menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Akan tetapi jika dibandingkan dengan usahatani padi anorganik (Rachmiyanti, 2009), keuntungan yang diperoleh padi sehat lebih kecil.

Dari hasil penelitian Rachmiyanti (2009) menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total yang diperoleh adalah Rp 12.212.000,00 dan Rp 5.644.655,00. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh petani padi anorganik lebih besar. Hasil analisis R/C pun lebih besar petani padi anorganik, dimana nilai R/C atas biaya tunai adalah 2,46 dan nilai R/C atas biaya total adalah 2,16. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi anorganik lebih menguntungkan untuk diusahakan.

Gambar

Tabel  18.  Biaya  Rata-rata  Usahatani  Padi  Sehat  per  Hektar  di  Desa  Ciburuy  Tahun 2011
Tabel 19. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C)  Usahatani Padi Sehat per Hektar di Desa Ciburuy tahun 2011

Referensi

Dokumen terkait

Perbandingan Antara Total Pendapatan Dengan Total Biaya Usahatani Petani Sampel Pada Tanaman Padi Sawah, Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat, Tahun 2013.. Break Even

Hasil penelitian menunjukkan kontribusi terbesar pendapatan usahatani yang diperoleh petani berturut-turut adalah padi sawah sebesar 46 persen, itik petelur sebesar 30 persen,

Usahatani padi dapat dikatakan mempunyai kontibusi yang besar terhadap pendapatan rumah tangga petani padi jika keuntungan usahatani padi lebih besar (dominan)

Dari hasil Analisis pendapatan usahatani delapan varietas padi menunjukkan bahwa keuntungan tertinggi adalah Varietas Pepe (Rp. 12,806,444,-), sedangkan keuntungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur biaya usahatani padi organik dan padi anorganik pada Subak Wongaya Betan serta perbandingan pendapatan antara petani padi

Hasil penelitian menunjukkan kontribusi terbesar pendapatan usahatani yang diperoleh petani berturut-turut adalah padi sawah sebesar 46 persen, itik petelur sebesar 30 persen,

Pendapatan usahatani padi sawah irigasi adalah penerimaan yang diperoleh petani setelah dikurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi yang diukur dalam satuan

55 0 22,47 Berdasarkan Tabel 3 kontribusi pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total petani sangat bervariasi mulai 12 persen hingga 100 persen, untuk kontribusi pendapatan