• Tidak ada hasil yang ditemukan

EDITORIAL BOARD OF JOURNAL NOTARIIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EDITORIAL BOARD OF JOURNAL NOTARIIL"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

VOL

2,

NOMOR

2

NOVEMBER

2017

I

SSN

2540-797X

(2)

NOTARIIL: Jurnal Kenotariatan, Vol. 2, No 2. November 2017

Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret

P-ISSN: 2540-797X, E-ISSN: -

EDITORIAL BOARD OF JOURNAL NOTARIIL

Editorial Board Advisor Board

Prof. Dr. Ir. I Gde Suranaya Pandit, M.P Post Graduate Program, Warmadewa University Dr. I Nyoman Putu Budiartha, S.H, M.H Faculty of Law, Warmadewa University Journal Manager

Dr. Mirsa Umiyati, S.S. M.Hum Warmadewa University

Assistant Journal Manager

Dr. Luh Putu Sudini, S.H. M.Hum Notary Magister Program, Warmadewa University Editor in Chief

Dr. I Nyoman Sujana, S.S. M.Hum Notary Magister Program, Warmadewa University

Managing Editor

Dr. I Nyoman Alit Puspadma, S.H. M.Kn Indonesia

Dr. Dra. A.A Sita Laksmi, M.Si Post Graduate Program, Warmadewa University

Administration

Arya Diah Kusumadewi, S.Pd.H Indonesia

Principal Contact

Dr. Mirsa Umiyati, SS. M.Hum

Warmadewa University

Jl. Terompong, Denpasar Timur Kota Denpasar, Bali 80239 Email: mirsa.umiyati2@gmail.com

Phone: 081237083338

Description

NOTARIIL: Jurnal Kenotariatan is the Journal of notary and law, contains scientific articles (original/ re-search articles, review articles, case reports) by academic community of the notary department, postgraduated program, Warmadewa University. This is a medium for researcher as a global knowledge exchange. The journal is published twice a year in May and November.

Sekretariat

Notary Magister, Post Graduate Program, Warmadewa University, Terompong Street no. 24 Tanjung Bungkak Denpasar Bali, Avaiable Online at https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret

(3)

WARMADEWA PRESS

ISSN 2540-797X

Vol. 2, Nomor 2, November 2017

JURNAL

NOTARIIL

PROGRAM MAGISTER ILMU KENOTARIATAN

UNIVERSITAS WARMADEWA BALI

(4)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Dewan Redaksi ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

rahmat-Nya penyusunan Jurnal Notariil yang diterbitkan oleh Warmadewa Press dapat selesai

tepat pada waktunya. Dewan Redaksi juga mengucapkan terimakasih kepada para

narasumber/penulis yang telah menyumbangkan ide, gagasan, atau pendapat dalam bentuk

artikel ilmiah yang telah berkontribusi dalam penyusunan jurnal ini.

Jurnal Notariil merupakan kumpulan artikel-artikel penelitian/ilmiah di bidang ilmu

kenotariatan dan hukum yang dilaksanakan oleh para penulis yang memiliki minat di bidang

kenotariatan dan hukum. Jurnal Notariil Volume 2, Nomor 2 ini berisi 7 artikel tentang kajian

kenotariatan dan hukum. Ke 7 artikel ini bersumber dari hasil kajian ilmiah baik dari dalam

Universitas Warmadewa maupun dari beberapa Universitas atau Perguruan Tinggi dari luar

Universitas Warmadewa.

Dewan Redaksi juga memahami bahwa di dalam penyusunan Jurnal Notariil masih

terdapat berbagai hal yang masih harus diperbaiki. Oleh sebab itu, Dewan Redaksi dengan

senang hati menghimbau kepada para pembaca untuk menyampaikan kritik dan saran terhadap

artikel ini untuk hasil yang lebih baik pada edisi yang akan datang. Terimakasih.

(5)

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

1. Kewenangan Camat dan Kepala Desa Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT Setelah

Berlakunya UUJN

RR. Cahyowati, Djumardin ... 84-100

2.

Aspek Pertanggungjawaban Ahli Waris dari Pewaris Pemegang Personal Garansi Pada

Perusahaan Yang Pailit di Indonesia

Sonny Dewi, Lenny Nadriana ... 101-117

3. Menyoal Filsafat Ilmu Hukum

I Dewa Gede Atmadja ... 118-126

4. Tugas dan Fungsi Majelis Pengawas Daerah Dalam Menyelenggarakan

Pengawasan, Pemeriksaan, dan Penjatuhan Sanksi Terhadap Notaris

Ria Trisnomurti, Gusti Bagus Suryawan ... 127-140

5. Eksistensi Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Dalam Penyelesaian

Sengketa Perusahaan

Desak Gde Dwi Arini, Luh Putu Sudini ... 141-148

6. Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Pekarangan Desa (PKD) Berdasarkan Peraturan

Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pekraman

Dewa Gde Rudy ... 149-159

7. Tata Kelola Tanah Air LAR di Kabupaten Sumbawa

Lamuddin Zuhri ... 160-173

ISSN 2540-797X

(6)

Jurnal Notariil, Vol. 2, No. 2, November 2017, 149-159

Available Online at https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/notariil

DOI: 10.22225/jn.2.2.410.149-159

PERJANIAN SEWA MENYEWA TANAH PEKARANGAN DESA (PKD)

BERDASARKAN PERATURAN DAERAH PROPINSI BALI NOMOR 3 TAHUN

2001 TENTANG DESA PAKRAMAN

Dewa Gde Rudy

Universitas Udayana

dewarudy1959@gmail.com

Abstrak

Artikel ini mengambil judul “Perjanian Sewa Menyewa Tanah Pekarangan Desa (PKD) Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman” tanah PKD adalah tanah yang dikuasai oleh Desa Pakraman yang diberikan kepada warga desa untuk ditempati dengan kompensasi melaksanakan kewjaiban (ayahan) kepada Desa Pakraman. Pada perkembangan saat ini banyak tanah dengan status tanah PKD menjadi obyek perjanjian sewa menyewa dengan tujuan komersial. Permasalahan yang dibahas adalah : 1) Keabsahan dari perjanjian sewa menyewa tanah PKD tersebut. 2) Kapasitas Desa Pakraman berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa tanah PKD. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa : 1) Perjanjian sewa menyewa tanah PKD berdasarkan Ketentuan Perda No. 3 Tahun 2001 secara eksplisit tidak dilarang, sehingga karenanya perbuatan hukum tersebut dapat dibenarkan serta sah dan mengikat bagi pihak -pihak. 2) Desa Pakraman mempunyai kapasitas sebagai pihak yang mempunyai hak dan kewenangan dalam mengatur dan mengelola pemanfaatan tanah PKD sebagai tanah adat. Oleh sebab itu, perjanjian sewa menyewa tanah PKD harus mendapatkan persetujuan Desa Pakraman melalui Paruman Desa Pakraman.

Kata Kunci: PKD, Desa Pakraman Abstract

This article entitles "Rent Rent Land of Village Yard (PKD) Based on Provincial Regulation of Bali Number 3 Year 2001 About Pakraman Village" land of PKD is land which is controlled by Desa Pakraman given to villagers to be occupied with addition of execution of miracle (ayahan) to Pakraman Village. In the current development of many lands with the status of land PKD became the object of building lease agreements with commercial purposes. The closed issues are: 1) Validity of the lease agreement of the PKD land. 2) Pakraman Village Capacity related to land lease agreement of PKD. Results are as follows: 1) land lease agreement of PKD based on provisions of Regulation no. 3 of 2001 is explicitly prohibited, so that the provisions of the law may be justified and valid to the parties. 2) Desa Pakraman has the capacity as the party having the right and authority over the land of PKD as customary land. Therefore, the land lease agreement must be tried by Pakraman Village through Paruman Desa Pakraman.

Keywords: PKD, Desa Pakraman

Copyright © 2017 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X

1. PENDAHULUAN

Tanah memiliki nilai yang tinggi dilihat dari kacamata apapun, termasuk kacamata sosiologi, antropologi, psikologi, politik, mi-liter, dan ekonomi. Tanah merupakan tem-pat berdiam, mencari nafkah, ber-keturunan, serta menj alankan adat istiadat dan ritual keagamaan.1 Tanah sebagai

karunia Tuhan Yang Maha Esa, merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhannya, baik yang langsung untuk kehidupannya seperti untuk bercocok tanam atau tempat tinggal, maupun untuk melaksanakan usaha, seperti untuk perdagangan, indus-tri, pertanian, perkebunan, pendidikan,

1Elsa Syarief, 2012, Menuntaskan Sengketa Tonah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, Kepustakaan Popular Gramedia,

(7)

Copyright © 2017 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X Jurnal Notariil, Vol. 2, No. 2 November 2017, Hal 150

hukum adat, diatur oleh persekutuan hukum adat tersebut dan dibebani kewajiban-kewajiban terhadap persekutuan hukum adat bagi siapa-siapa yang mendapatkan hak untuk menempati atau mengusahakannya.6

Tanah di wilayah Negara Republik Indo-nesia, jauh sebelum terbentuknya negara bahkan jauh sebelum jaman penjajahan Hindia Belanda, sudah diatur oleh masyara-kat hukum adat atau yang dikenal pula dengan persekutuan hukum adat, seperti; "desa" di jawa, "desa pekraman" di Bali, dan lain sebagainya. Seirama dengan perkembangan jaman, tanah-tanah adat sebagaimana dimaksud masih tetap eksis dan dikuasai desa pekraman di Bali.

Salah satu jenis tanah adat (tanah milik desa) yang ada di Bali adalah tanah Pekarangan Desa (PKD). yaitu tanah yang dikuasai oleh Desa Adat yang diberikan kepada krama desa (warga desa) untuk tempat mendirikan perumahan yang iu-asnya hampir sama bagi setiap warga desa dengan melaksanakan kewajiban (ayahan) berupa tenaga atau materi kepada Desa Adat.

Dalam perkembangannya terakhir ini banyak tanah milik desa khususnya tanah PKD disewakan kepada pihak lain untuk kepentingan dibidang ekonomi dan bisnis. Adanya tuntutan ekonomi dan bisnis telah mendorong adanya praktek sewa menyewa tanah PKD oleh warga desa.

Tidak dapat dipungkiri adanya praktek tanah PKD menjadi objek sewa menyewa membawa keuntungan ekonomis bagi masyarakat desa pakraman. Hasil sewa dari tanah PKD tersebut sepenuhnya di-pergunakan atau dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana

lainnya.2

Mengingat begitu bernilainya tanah bagi kehidupan manusia, maka mereka yang merasa memiliki hak katas tanah akan mempertahankan haknya dengan cara apa-pun dari kemungkinan gangguan atau penyerobotan hak dari pihak lainnya. Da-lam konteks ini tidak jarang karena masa-lah tanah muncul sengketa sampai ke pen-gadilan.

Dalam kehidupan masyarakat, terutama masyarkaat adat Bali, mengenal adanya tanah adat yang dikuasai oleh masyarakat persekutuan hukum adat. Tanah adat ini sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat adat di Bali. Pada masa lam-pau, Bali merupakan salah satu kerajaan agraris di nusantara. Oleh karena sifatnya yang agraris, maka tanah pada saat itu mempunyai peranan sangat penting. kare-na merupakan sumber kehidupan.3

Dalam Hukum Adat, tanah merupakan masalah yang sangat penting. Hubungan manusia dengan tanah sangat erat. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya.4 Tanah

dalam Hukum Adat Bali sangat erat kai-tannya dengan kewajiban-kewajiban yang mesti dipenuhi oleh krama (anggota) masyarakat yang menempati tanah adat tersebut.

Tanah adat di Bali telah ada sejak adan-ya masadan-yarakat hukum adat berabad-abad yang lampau.5 Tanah-tanah adat berada

dalam kekuasaan persekutuan hukum adat yang dikenal dengan sebutan "hak ulayat". Ini berarti bahwa tanah-tanah tersebut be-rada dalam ikatan dengan persekutuan

2Suardi. 2005. Hukum Agraria. Badan Penerbit 1BLAM. Jakarta h.l

3I Gusti Ngurah Tara Wiguna, 2009, Hak-Hak Atas Tanah Pada Masa Bali Kuno Abad X - XI Masehi, Udayana University Press,

h. 1.

4Adrian Sutedi, 2010, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, h. 31.

5I Ketut Wirta Griadhi dan A A G. Oka Parwata, Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Desa Pakraman Sebagai Kesatuan

Masyarakat Hukum Adat di Bali Dalam Penguasaan dan, Peralihan Tanah Adat, Makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional Politik Hukum Pertanahan Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, diseleng-garakan Program Magister Kenotariatan Unud, 27 April 2012,h.3

(8)

kepentingan warga desa pakraman, baik kepentingan pribadi maupun kepentingan dalam kaitannya memenuhi kewajiban (ayahan) pada desa pakraman.

Adanya praktek sewa menyewa tanah PKD yang merupakan tanah druwe desa telah membawa implikasi yang sangat luas, baik implikasi ekonomi maupun implikasi hukum. Dalam konteks implikasi hukum, telah menimbulkan berbagai pertanyaan di masyarakat menyangkut legalitas dari per-buatan hukum menyewakan tanah-tanah PKD itu yang dilakukan oleh warga desa pakraman yang menempati tanah tersebut. Penguasaan tanah PKD oleh warga desa pakraman, tidak berarti yang bersangkutan dapat secara bebas sekehendak hati men-galihkan penguasaan tanah baik seluruh maupun sebagian kepada pihak lain, apala-gi kepada warga yang bukan berasal dari warga desa setempat, mengingat diatas tanah yang berstatus PKD tersebut melekat adanya kewajiban (ayahan). Pengelolaan tanah PKD sebagari harta kekayaan Desa Pakraman dilakukan oleh prajuru Desa Pakraman dan setiap pengalihan dan peru-bahan status harga kekayaan Desa Pakraman berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2001 Tentang Desa Parakan harus mendapat persetujuan Paruman.

Peranan dari Desa Pakraman melalui prajuru desa sangat menentukan dan ikut terlibat dalam setiap proses perbuatan hukum yang menyangkut pengalihan tanah -tanah adat, seperti tanah PKD. Dalam kaitannya ini, pembahasan yang menyangkut keabsahan kapasitas Desa Pakraman dalam konteks perjanjian sewa menyewa tanah PKD menjadi hal yang san-gat urgen.

Berdasarkan latar belakang masalah se-bagaimana disebutkan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai beri-kut :

1. Apakah perjanjian sewa menyewa tanah Pekarangan Desa (PKD) dapat dibenarkan berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman ? 2. Bagaimana kapasitas Desa Pakraman

berkaitan dengan adanya perjanjian se-wa menyese-wa tanah Pekarangan Desa (PKD) tersebut ?

Lazimnya di Ball tidak dikenal istilah tanah adat. Namun meskipun demikian, yang dimaksud tanah adat adalah sama dengan tanah desa. Desa yang dimaksud disini adalah desa pakraman (desa adat) dan bukan Desa Dinas.7

Suatu persekutuan Hukum Adat juga mempunyai atau menguasai tanah. Tanah-tanah persekutuan Hukum Adat, yang da-lam kepustakaan hukum adat dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dikenal dengan nama Tanah Ulayat. Di Bali disebut "Tanah Druwe" atau tanah duwe, tanah desa atau "Tanah Duwe Desa".8

Secara umum hak-hak penguasaan tanah di Indonesia dapat dibedakan men-jadi;

a. H a k U l a y a t P e r s e k u t u a n

(Bheschikhingrecht)

b. Hak perorangan terkekang (Ingeklend Inlands Bezitgrecht)

c. Hak milik perorangan beb as (Inlands Bezitrecht)

Dalam Hukum Adat yang termasuk tanah-tanah adat adalah tanah-tanah Ulayat, dan tanah-tanah perorangan terkekang. Sedangkan tanatr milik pero-rangan bebas tidak disebut tanah adat. Sampai batas ini maka tanah-tanah adat dapat diberikan batasan tanah yang belum milik perorangan tetapi milik kaum, suku, desa dan sebagainya. Sesuai dengan pasal II Ketentuan Konversi dari UUPK (Undang-Undang No. 5 Tahun I960, bahwa tanah-tanah adat yang ada di Bali disebutkan

se-Copyright © 2017 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X Jurnal Notariil, Vol. 2, No. 2 November 2017, Hal 151

7Wayan P. Windia. Keduditkan Hukum Desa Pakromon Sebagai Kesatnan Masyarakat Hukum Adat Dalam Penguaxaan dan

Pengalihan Tanah Adat, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Politik Hukum Pertanahan, yang diselenggarakan Program Notarial Fakultas Hukm Universitas Udayana. 27 April 2012. h.3.

(9)

Copyright © 2017 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X Jurnal Notariil, Vol. 2, No. 2 November 2017, Hal 152

umum seperti misalnya untuk tanah lapang, balai desa, dan juga dibeberapa tempat berupa tanah tegalan/ perkebunan/hutan sebagai milik desa. 2. Tanah Pekarangan Desa (PKD) adalah

tanah yang dikuasai oleh Desa Adat yang diberikan kepada Krama Desa (warga Desa) untuk tempat mendirikan perumahan yang luasnya hampir sama bagi setiap warga desa dengan melaksanakan kewajiban (ayahan) beru-pa tenaga atau materi keberu-pada Desa Adat

3. Tanah Bukti adalah tanah-tanah sawah atau ladang yang dikuasai oleh Desa Adat yang diberikan kepada perangkat pejabat Desa Adat atau prajuru desa sebagai nafkah selama yang bersangku-tan dalam masa jababersangku-tannya.

4. Tanah Pecatu, adalah tanah yang dikuasai oleh Desa Adat yang dibagikan kepada warga desa sebagai pembagian dari gotong royong dalam pembukaan hutan pada saat pembentukan desa dengan melaksanakan kewajiban kepa-da Desa Akepa-dat.

5. Tanah Pecatu Dalem, adalah tanah-tanah sawah atau ladang yang diberikan oleh Dalem atau Raja kepada seseorang dengan melaksanakan kewajiban mem-beri upeti atau tenaga (ayahan) kepada 6. Tanah Laba Pura, adalah tanah-tanah

yang dikuasai oleh Desa Adat yang di-pergunakan untuk keperluan pura baik untuk tegak (tempat) pura maupun berupa sawah atau ladang yang hasilnya diperuntukkan untuk kepentingan pura. 7. Tanah Ayahan Desa, adalah tanah

sawah atau ladang yang dikuasai oleh Desa Adat yang penggarapannya diberi-kan kepada karma desa dengan hak un-tuk dinikmati hasilnya, dengan melaksanakan kewajiban (ayahan) beru-pa tenaga atau materi keberu-pada Desa bagai tanah hak atas druwe atau tanah

atas druwe desa.9

Ciri-ciri hukum tanah adat meliputi tiga (3) hal, yaitu : (1) adanya persekutuan hukum adat sebagai subyek hak komunal, (2) adanya tanah/ wilayah dengan batas-batas tertentu yang merupakan tanah komunal dan (3) adanya persekutuan hukum adat untuk melakukan tindakan ter-tentu atas tanah tersebut. Tanah adat ada-lah tanah yang dikuasai oleh desa adat dan diatur oleh hukum adat mereka sendiri, oleh karena itu desa adat mempunyai hak untuk:

1. Mengatur dan menyelenggarakan penggunaan tanah, persediaan dan pemeliharaan tanah;

2. Mengatur dan menentukan hubungan hukum antara orang dengan tanah: 3. Mengatur dan menetapkan

hub-ungan hukum antara orang-orang dengan perbuatan hukum yang berke-naan dengan tanah.10

Antara desa adat dengan tanah selalu ada hubungan, oleh karena itu setiap war-ga desa yang menguasai dan menempati atau menggarap tanah adat dibebani kewajiban oleh desanya. Kewajiban warga desa selain memelihara kesuburan tanah itu sendiri, juga berkewajiban untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban dengan cara mentaati hukum adat yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Berkaitan dengan tanah adat (tanah druwe desa) di Ball ada bermacam-macam jenisnya, terkait dengan fimgsi tanah terse-but dalam masyarakat adat sebagai wila-yah territorial dan yang merupakan salah satu harta kekayaan desa adat. Adapun macam-macam jenis tanah adat yang ada di Ball adalah sebagai berikut :

1. Tanah Druwe Desa, adalah yang dise-diakan oleh desa untuk kepentingan

9M. Suasthawa D, 2001, Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Propinsi Ball Upada Sastra, Denpasar, h. 120 (selanjutnya

dise-but M. Suasthawa D.II)

10I B. Putu Suardiarsha, 2003, Eksistensi Yuridis Tanah AYDS (Ayahan Desa) di Propinsi Bali, Tesis Program Magister

(10)

Copyright © 2017 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X Jurnal Notariil, Vol. 2, No. 2 November 2017, Hal 153

rangan yang tunduk pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh masyarakat hukum adat tersebut. 2. Tanah-tanah adat berada dalam ikatan

persekutuan huloim adat dan diatur oleh persekutuan hukum adat dan dibebani kewajiban-kewajiban oleh persekutuan hukum adat bagi siapa-siapa yang mendapatkan hak untuk menempati atau mengusahakan tanah adat terse-but.

3. Kewajiban yang dibebankan kepada seseorang yang menempati dan menguasai tanah adat (tanah druwe de-sa), adalah kewajiban ngayahang, yang dapat berupa:

a. Tenaga, yaitu menyediakan dirinya untuk ngayah ke desa dan ngayah ke Pura/Kahyangan Desa, misalnya ; gotong royong membersihkan Pura, memperbaiki pura, menyelenggara-kan upacara kegamaan, dan se-bagainya

b. Material, yaitu menyediakan uang atau materi lainnya. Misalnya mem-bayar peturunan (iuran), pepeson (beras, janur, buah-buahan, telor, dan sebagainya) yang dipergunakan untuk segala aktifitas atau kegiatan desa atau pura.14

Tanah-tanah adat sebagaimana dimak-sud-di Bali pada umumnya tidak didukung dengan tanda bukti hak seperti yang diatur UUPA, walaupun ketentuan Konversi dapat dijadikan dasar untuk pemberian hak atas tanah adat tersebut. Faktanya tanah-tanah adat tersebut belum dikonversikan ke da-lam hak yang diatur dada-lam UUPA, sehingga tanah-tanah tersebut tetap berada dalam pelukan hak ulayat.

Pola hidup masyarakat adat di Bali yang dilandasi ajaran agama Hindu dan Falsafah Tri Hita Karana, berirnbas pula pada tanah-Adat.11

Suasthawa Dharmayuda mengelompok-kan tanah desa ini menjadi dua, yaitu : tanah desa dalam arti luas dan tanah desa dalam arti sempit. Tanah desa dalam arti yang luas, yaitu;12

1. Tanah desa yang meliputi, tanah pasar, tanah lapang, tanah kuburan/setra, tanah bukti.

2. Tanah Laba pura atau tanah milik desa 3. Tanah Pekarangan Desa (PKD), tanah

tempat membangun rumah tinggal bagi warga desa

4. Tanah Ayahan Desa (AYDS), tanah produktif milik desa tetapi digarap oleh warga desa.

Dalam arti yang sempit adalah terbatas pada tanah-tanah desa yang dikuasai lang-sung oleh desa pakraman sebagaimana ditenrukan dalam angka 1 di atas.

Sementara Wayan P. Windia menge-lompokkan tanah desa di Bali berdasarkan letaknya, yaitu ;

1. Tanah Desa yang terletak di tegak desa (tempat pemukiman tradisional Bali). Berupa tanah PKD, tegak pura, tela-jakan desa.

2. Tanah desa yang terletak diluar tegak desa.

3. Terletak di wewengkon atau

wewidangan (wilayah) desa, dapat

berupa tegak pura. tanah laba (duwe) pura. tanah avahan desa (AYDS)

4. Terletak di luar wewengkon desa, dapat berupa laba pura, tanah AYDS.13

Dari macam-macam jenis tanah adat yang ada di Ball tersebut, maka dapat kiranya ditarik beberapa unsur yang menunjukkan karakteristik dari tanah adat di Bali sebagai berikut :

1. Tanah Adat di Bali ada yang dikuasai oleh masyarakat Hukum Adat itu sendiri dan ada pula yang dikuasai oleh

pero-11I Nyoman Sietha, Desa Adat dan Hukum Adat Sena Jenis-Jenis Tanah Adat, Makalah yang disampaikan dalam Rapat Kerja

tentang Pelestarian Tanah-tanah Adat di Bali, yang diselenggarakan Pemerintah Propinsi Tingkat I Bali. tanggal 3 Januari 2002, h. 8.

12Wayan P. Windia. Op.Cit. h. 4. 13Wayan P. Windia, Op Cit, h. 5 14M. Suasthawa, D. I, Op Cit, h. 51

(11)

Copyright © 2017 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X Jurnal Notariil, Vol. 2, No. 2 November 2017, Hal 154

dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya.16

Sewa menyewa seperti halnya dengan jual beli dan perjanjian-perjanjian lainnya pada umumnya adalah suatu perjanjian konsensual, artinya, ketika sudah ada kon-sensus atau kata sepakat, mengenai unsur-unsur pokok, yaitu barang dan harga, maka perjanjian tersebut sudah sah dan mengikat. Dalam hal ini tidak dituntut ben-tuk tertentu unben-tuk menenben-tukan sah dan mengikatnya perjanjian tersebut.

Berdasarkan asas konsensual, perjanjian itu sudah ada dan sah mengikat apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal pokok dalam perjanjian, atau disebut juga esensialia perjanjian, tanpa diperlukan lagi adanya suatu formalitas, kecuali ditetapkan lain berdasarkan undang-undang, seperti untuk perjanjian-perjanjian formal wajib dibuat dalam bentuk tertentu, seperti akta otentik (akta notaris).17

Menurut Abdulkadir Muhammad, dalam Hukum Inggris juga mengatur tentang ben-tuk (form) tentang yang harus dipenuhi untuk suatu perjanjian. Untuk jenis perjan-jian tertentu hanya berlaku dan diakui oleh hukum jika dibuat dalam bentuk tertulis.18

Pada perkembangannya dewasa ini se-bagai akibat pengaruh globalisasi dan liber-alisasi dibidang ekonomi dan tingginya har-ga tanah, banyak terjadi tanah-tanah Pekerangan Desa (PKD) disewakan, sehing-ga pihak penyewa dapat densehing-gan bebas me-manfaatkan atau mendayagunakan tanah tersebut untuk kepentingan pribadinya, pa-dahal penguasaan dan pengalihan tanah tersebut oleh warga Desa Pakraman terikat dengan ketentuan-ketentuan yang ada.

Sebagaimana telah dipaparkan di atas, tanah adat di Bali yang berfungsi untuk

menunjang keberadaan dari desa adat da-lam melaksanakan Dharrna Agama (ajaran Agama Hindu), menunjang pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan masyara-kat adat dan juga kepentingan ekonomi dari masing-masing warga (karma adat), itu sendiri, sehingga tanah adat berfungsi ; 1) Keagamaan (Religius), terkait dengan ayahan (kewajiban) dalam rangka turut menyangga pembangunan di pura-pura desa adat, 2) berfungsi sosial, adalah da-lam rangka turut berpartisipasi dada-lam pem-bangunan yang bersifat sosial kemasyara-katan, 3) berfungsi ekonomis, yakni bahwa tanah adat tersebut juga diupayakan mem-berikan keuntungan ekonomi bagi pemilik dan atau yang menguasainya.

2. PEMBAHASAN

Keabsahan Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Pekarangan Desa (PKD)

Tanah merupakan bagian dari bumi yang mempunyai arti penting bagi manusia dalam menjalani kehidupannya. Semua orang bisa mengerti bahwa tanpa tanah tidak mungkin kehidupan manusia dapat berlangsung sebagaimana mestinya, kare-na diatas takare-nah itulah manusia dapat berpi-jak dan menata kehidupan.15

Mengingat kepentingan itulah, maka mereka yang melakukan aktivitas usaha memerlukan tanah sebagai tempat usaha dengan jalan mengontrak atau menyewa dari penduduk setempat (warga Desa Pakraman). Disini muncul hubungan hukum sewa menyewa antara pengusaha dengan warga Desa Pakraman.

Definisi yang diberikah oleh Pasal 1548 B.W. bahwa sewa menyewa merupakan suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk mem-berikan kepada pihak lainnya kenikmatan

15I Ketut Wina Griadi. A. Gede Oka Parwata, Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Desa Pakraman Sebagai Kesatuan

Masyarakat Hukum Adat di Bali Dalam Penguasaan dan Peralihan Tanah Adat, Makalah disajikan dalam Seminar Politik

16Hukum Pertanahan, Magister Kenotariatan, Universitas Udayana. Tgl. 27 April 2012.

17Djoko Prakoso, Bambang Riyadi Lang, 1987, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, PT. Bina Aksara. Jakarta, h.

56.

(12)

tanah PKD sebagai tanah adat banyak disewakan secara bebas oleh warga Desa Pakraman kepada pihak lain, dan hal ini menjadi preseden yang kurang baik bagi perkembangan Desa Pakraman ke depan, karena :

1. Dengan beralihnya sebagian pen-guasaan hak atas tanah tersebut kepada penyewa, maka semakin menipis pula hubungan dengan Desa Pakraman, dan bahkan terbuka kesempatan seluas-luasnya untuk memanfaatkan tanah tersebut layaknya seperti hak milik pribadi.

2. Dengan beralihnva sehagian pen-guasaan hak atas tanah tersebut, maka penggunaan tanah yang semula untuk meningkatkan fungsi Desa Pakraman, jelas akan berubah sesuai dengan kepentingan pribadi penyewa. Tanah Pekarangan Desa (PKD) adalah merupakan tanah Adat atau tanah milik Desa Pakraman yang notabene merupakan harta kekayaan Desa Pakraman. Harta kekayaan Desa Pakraman adalah kekayaan yang telah ada maupun yang akan ada yang berupa harta bergerak dan tidak ber-gerak, materiil dan immateriil serta benda-benda yang bersifat religius magis yang menjadi milik Desa Pakraman.

Mengenai tanah adat (tanah druwe de-sa) sebagai harta kekayaan Desa Pakraman pada ketentuan Pasal 9 ayat (3) dan pen-jelasannya dan Pasal 9 ayat (5) Peraturan Daerah Propinsi Bali No. 3 Tahun 2001 dia-tur sebagai berikut :

Pasal 9 ayat (3)

Setiap pengalihan / perubahan status harta kekayaan Desa Pakraman harus mendapat persetujuan Paruman Penjelasan Pasal 9 ayat (3)

Harta kekayaan desa dalam hal ini, termasuk pekarangan desa, tanah desa / ayahan desa, untuk lestarinya desa adat, dilarang bagi karma desa untuk menjual atau memin-dahtangankan tanah desa / ayahan

desa, karena tanah tersebut selalu diikuti kewajiban (ayahan) terhadap desa.

Pasal 9 ayat (5)

Tanah desa pakraman dan atau tanah milik desa pakraman tidak dapat disertifikatkan atas nama pribadi.

Bila dicermati ketentuan dari Peraturan Daerah tersebut, yang dilarang adalah tindakan menjual atau memin-dahtangankan dari tanah milik Desa Pakraman, sementara menyewakan tanah Desa Pakraman secara eksplisit tidak dil-arang. Perbuatan hukum menyewakan tanah PKD sebagai tanah milik Desa Adat masih mungkin bisa dilakukan, karena tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman.

Meskipun menyewakan tanah PKD secara eksplisit dilarang, namun adanya penguasaan tanah PKD seluas obyek sewa oleh penyewa merupakan kondisi yang ku-rang menguntungkan bagi kelestarian Desa Pakraman kedepan. Lambat laun kondisi tersebut dapat menyebabkan tanah-tanah milik Desa Pakraman dikuasai oleh penye-wa sesuai dengan kepentingan pribadinya.

Memanfaatkan atau mendayagunakan dalam bentuk menyewakan tanah-tanah adat seperti Tanah AYDS dan PKD, juga mendapatkan dasar pembenaran dengan melihat salah satu fungsi tanah adat, yaitu mempunyai fungsi ekonomi. Disamping fungsi social dan fungsi religious magis. Fungsi ekonomis dari tanah adat, bahwa tanah tersebut juga diupayakan sedemikian rupa bisa memberikan keuntungan ekonomi bagi pemilik atau yang men-guasainya.

Pola hidup masyarakat adat di Baii yang dilandasi ajaran agama Hindu dan falsafat Tri Hita Karana, berimbas pula pada tanah-tanah adat di Bali yang berfungsi untuk menunjang keberadaan dan Desa Adat (Desa Pakraman) dalam melaksanakan Copyright © 2017 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X

(13)

Copyright © 2017 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X Jurnal Notariil, Vol. 2, No. 2 November 2017, Hal 156

wewenang sebagai berikut :

a. Menyelesaikan sengketa adat dan agama dalam lingkungan wilayahnya dengan tetap membiina kerukunan dan toleransi antar krama desa sesuai dengan awig-awig dan adat kebiasaan setempat

b. Turut serta menentukan setiap kepu-tusan dalam pelaksanaan pembangunan yang ada di wilayahnya terutama yang berkaitan dengan Tri Hita Karana

c. Melakukan perbuatan hukum didalam dan diluar Desa Pakraman.

Salah satu tugas dari Desa Pakraman adalah mengatur harta kekayaan desa, ter-masuk tentunya harta kekayaan desa yang berupa tanah-tanah adat. Berdasawrkan ketentuaii pasal 9 Perda No. 3 tahun 2013, tentang Desa Pakraman ditegaskan bahwa;

Ayat (2)

Pengelolaan harga kekayaan Desa Pakraman dilakukan oleh prajuru de-sa sesuai dengan awig-awig dede-sa pakraman masing-masing.

Ayat (3)

setiap pengaliihan/perubahan status harta kekayaan desa pakraman harus mendapat persetujuan paruman.

Ayat (4)

Pengawasan harga kekayaan desa pakraman dilakukan oleh krama Desa Pakraman

Tanah adat adalah harta kekayaan Desa Pakraman, dikuasai oleh Desa Pakraman, dan diatur menurut Hukum Adat, sehingga karenanya Desa Pakraman mempunyai hak untuk:

1. Mengatur dan menyelenggarakan penggunaan tanah, persediaan dan pemeliharaan tanah.

2. Mengatur dan menentukan hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah

3. Mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang-orang dengan per-buatan hukum yang berkenaan dengan tanah.

Dharma Agama (Ajaran Agama Hindu), menunjang pelaksanaan pembangunan un-tuk kepentingan masyarakat adat dan juga kepentingan ekonomi masing-masing war-ga (krama adat) itu sendiri.

Kapasitas Desa Pakraman Terkait Dengan Sewa Menyewa Tanah Pekarangan Desa (PKD)

Sebagaimana kenyataannya yang ada sekarang ini di Ball ada dua desa, yaitu De-sa Pakraman, yang sebelum tahun 2001 dikenal dengan Desa Adat, dengan tugas dan wewenang sekitar pelaksanaan Agama Hindu, Adat, dan Hukum Adat Ball. Selain Desa Pakraman, ada juga yang namanya Desa Dinas, atau Desa Administratif, tugas dan wewenangnya sekitar Administrasi Pemerintah dalam wadah NKRI.

Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat Umat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan de-sa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta bertindak mengurus rumah tangganya sendiri : Desa Pakraman mempunyai tugas sebagai beri-kut:

a. Membuat awig-awig b. Mengatur krama desa

c. Mengatur pengelolaan harta kekayaan desa

d. B e r s a m a - s a m a p e m e r i n t a h melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama dibidang keagamaan, kebudayaan. dan kemasyarakatan. e. Membina dan mengernbangkan nilai

-nilai budaya Bali dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan daerah pada khususnya, berdasarkan paras-paros. sagilik-saguiuk, saiunglung-sab} antaka (musyawarah mufakat;.

f. Mengayomi krama desa

(14)

Pada kenyataannya, masyarakat hukum adat di Bali masih menilai bahwa tanah adat yang dikuasai Desa Pakraman tetap dalam kekausaannya dalam arti bahwa De-sa Pakraman mempunyai kewenangan un-tuk mengawasi penggunaan tanah adat dengan menetapkan aturan ;

1. Larangan untuk memindahtangankan tanah-tanah adat tersebut, termasuk mengenai pembebanan kewajiban kepa-da warga yang menempati tanah akepa-dat (Pekarangan Desa)

2. Tanah adat yang dikuasai oleh Desa Pakraman secara langsung dikelola oleh Desa Pakraman, baik dalam uru-san pengerjaannya maupun pengaturan hasil-hasilnya untuk kepent-ingan desa secara keseluruhan.

Dari paparan seperti yang diuraikan di-atas, maka kapasitas Desa Pakraman terkait dengan harta kekayaan Desa Pakraman adalah sebagai pihak yang mempunyai hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengelola harta kekayaan Desa Pakraman tidak terkecuali harta kekayaan yang berupa tanah – tanah adat baik yang dikuasai oleh Desa Pakraman maupun yang dikuasai oleh warga / karma desa, seperti tanah PKD.

Setiap ada transaksi yang bermaksud mengalihkan atau memindahkan pen-guasaan tanah adat, termasuk tanah PKD dan jenis tanah adat lainnya oleh karma / warga desa, maka wajib dilaporkan / disampaikan untuk mendapatkan persetujuan Paruman Desa Pakraman. Be-gitu juga terhadap adanya praktek sewa menyewa tanah PKD antara karma desa dengan pihak penyewa, wajib diketahui dan mendapat persetujuan desa pakraman. Hal ini penting dilakukan sebagai bentuk pengawasan atas pemanfaatan tanah PKD yang dikuasai warga / karma desa demi lestarinya desa adat dengan tanah-tanah adatnya.

Dalam konteks pelestarian Desa Adat

dengan tanah-tanah adatnya, maka nerlu diciukuny oleh perilaku dan sikap dari war-ga/krama Desa Pakraman itu sendiri, dalam arti apabila warga sudah tidak memper-hatikan lagi hakekat dan tanah PKD sehagai tanah ulayat, maka lama kelamaan hak ulayat tersebut akan lenyap_ditelan jaman. Masyarkaat (warga) semestinya sa-dar bahwa tanah yang ditempati adalah tanah adat (PKD) dan bukan tanah hak milik pribadi yang bebas dan tidak terikat.

Praktek sewa menyewa tanah PKD perlu diawasi oleh pihak Desa Pakraman, sebab apabila praktek demikian lepas dari pengawasan dan pelaksanaannya tanpa sepengetahuan Desa Pakraman, maka la-ma kelala-maan tanah PKD tersebut akan berubah layaknya seperti hak milik pribadi dan hal itu akan mempengaruhi pola hub-ungan antara warga dengan Desa Pakraman. Seperti dinyatakan oleh I Ketut Wirta Griadhi dan A.A. Gede Oka Parwata, kondisi seperti ini jelas mengkhawatirkan, karena kewajiban warga terhadap desa sangat ditentukan oleh ikatan warga ter-hadap tanah tempat tinggalnya.19

Guna memperkuat posisi Desa Pakraman dalam mengelola dan mengawasi tanah-tanah adat (termasuk tanah PKD), maka terhadap Desa Pakraman perlu ditetapkan sebagai Badan Hukum Sosioal Religius, sebagai subyek hukum yang dapat memiliki hak milik atas tanah desanya, dengan dasar pertim-bangan bahwa Desa Pakraman memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap pe-lestarian desa adat yang sangat erat kai-tannya dengan Pura Kahyangan Tiga.

Sebagai subyek hak, Desa Pakraman adalah sebagai pemilik, dan karena itu De-sa Pakraman mempunyai hak untuk mengelola tanah-tanah adat. Agar eksis-tensi tanah-tanah adat di Bali tetap terjaga, maka setiap tindakan yang menyangkut peralihan atau berpindalinya penguasaan tanah adat wajib mendapat persetujuan

Copyright © 2017 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X Jurnal Notariil, Vol. 2, No. 2 November 2017, Hal 157

(15)

Copyright © 2017 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X Jurnal Notariil, Vol. 2, No. 2 November 2017, Hal 158

kepada semua pihak yang membantu perbaikan artikel ini, terutama kepada mitra bestari yang telah memberikan masukan penulisan secara substansi maupun redaksional sehingga artikel ini menjadi lebih tajam dan sesuai dengan artikel Jurnal yang telah diterbitkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, 1986, Hukum Perjan-jian, Alumni, Bandung

Adrian Sutedi, 2010, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakar-ta

Djoko Prakoso, Bambang Riyadi Lang, 1987,

Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, PT. Bina Aksara. Jakarta Elsa Syarief, 2012, Menuntaskan Sengketa

To-nah Melalui Pengadilan Khusus Per-tanahan, Kepustakaan Popular Gramedia, Jakarta

Herlien Budiono, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Alumni Badung

I Gusti Ngurah Tara Wiguna, 2009, Hak-Hak Atas Tanah Pada Masa Bali Kuno Abad X - XI Masehi, Udayana University Press I Ketut Wirta Griadhi dan A A G. Oka Parwata,

Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Desa Pakraman Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Bali Dalam Penguasaan dan, Peralihan Tanah Adat, Makalah yang disampaikan dalam Semi-nar Nasional Politik Hukum Pertanahan Dalam Memberikan Perlindungan Ter-hadap Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, diselenggarakan Program Magister Kenotariatan Unud, 27 April 2012

I B. Putu Suardiarsha, 2003, Eksistensi Yuridis Tanah AYDS (Ayahan Desa) di Propinsi Bali, Tesis Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya

I Nyoman Sietha, Desa Adat dan Hukum Adat Sena Jenis-Jenis Tanah Adat, Makalah yang disampaikan dalam Rapat Kerja tentang Pelestarian Tanah-tanah Adat di Bali, yang diselenggarakan Pemerintah Propinsi Tingkat I Bali. tanggal 3 Januari 2002

I Ketut Wina Griadi. A. Gede Oka Parwata,

Upaya Perlindungan Hukum Terhadap

Desa Pakraman.

Kedepan perlu perjuangan dengan meli-batkan pihak-pihak terkait, guna memper-juangkan diakuinya secara tegas Desa Pakraman sebagai subyek hukum yang mempunyai hak atas tanah berdasarkan undang-undang atau peraturan lainnya yang berlaku. Sebagai pemlik atau pemegang hak, Desa Pakraman dapat melakukan pengelolaan tanah-tanah adat (tanah PKD) secara efektif sesuai dengan karakter dan fungsi dari tanah adat itu sendiri.

3. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan terhadap pokok – pokok masalah sebagaimana dikemukakan diatas, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut :

1. Perjanjian sewa menyewa tanah PKD yang melibatkan warga / krama desa dengan pihak penyewa berdasarkan Ketentuan Perda No. 3 Tahun 2001, secara eksplisit tidak dilarang, sehingga karenanya perbuatan hukum tersebut dapat dibenarkan serta sah dan mengikat bagi pihak-pihak

2. Desa Pakraman mempunyai kapasitas sebagai pihak yang mempunyai hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengelola pemanfaatan tanah PKD sebagai tanah adat. Oleh sebab itu, per-janjian sewa menyewa tanah PKD harus mendapatkan persetujuan Desa Pakraman melalui Paruman Desa Pakraman.

Rekomendasi

Kepada Pemerintah Daerah dan Majelis Desa Pakraman (MDP) Bali, agar memperjuangkan Desa Pakraman diakui sebagai subyek hukum yang mempunyai hak milik atas tanah, sehingga ke depan Desa Pakraman dapat melakukan pengelolaan tanah – tanah adat, termasuk tanah PKD secara lebih efektif sesuai dengan karakter dan fungsinya.

UCAPAN TERIMA KASIH

(16)

Desa Pakraman Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Bali Dalam Penguasaan dan Peralihan Tanah Adat,

Makalah disajikan dalam Seminar Politik Hukum Pertanahan, Magister Kenotaria-tan, Universitas Udayana. Tgl. 27 April 2012.

M. Suasthawa D, 2001, Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Propinsi Ball Upada Sas-tra, Denpasar, h. 120 (selanjutnya dise-but M. Suasthawa D.II)

Suardi. 2005. Hukum Agraria. Badan Penerbit 1BLAM. Jakarta

Wayan P. Windia. Keduditkan Hukum Desa Pakromon Sebagai Kesatnan Masyarakat Hukum Adat Dalam Penguaxaan dan Pengalihan Tanah Adat, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Politik Hukum Pertanahan, yang diselenggara-kan Program Notarial Fakultas HukUm Universitas Udayana. 27 April 2012

Copyright © 2017 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X Jurnal Notariil, Vol. 2, No. 2 November 2017, Hal 159

(17)

Copyright © 2017 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X Jurnal Notariil, Vol. 2, No. 2 November 2017, Hal 173

Basandi Syara’- Syara’ Basan Di Kitabul-lah” (Diktum Karamat Konsensus Pemuka Adat Dengan Pemuka Agama Dalam Me-madukan Adat Dan Islam Di Minangkabau – Sumatera Barat)

Roscoe Pound, 1972. The Task of Law, Diter-jemahkan oleh Muhammad Radjab, Ja-karta: Bhratara, Cetakan pertama. Sanapiah S Faisal, 1999. “Budaya Kerja

Masyarakat Pertani Sumbawa; Kajian Strukturasionistik: Kasus Petani Sumba-wa”, Disertasi, Surabaya: Pascasarjana Universitas Airlangga.

Sudargo Sautama, 1990.Tafsir Undang-undang Pokok Agraria. Bandung. Alimni.

Stefanus Laksan Utomo, 2013. Budaya Hukum Masyarakat Samin. Banding. PT. Alumni. Tholhah Hasan, 1999. “Pertanahan dari

Per-spektif Agama Islam dan Budaya Muslim Menuju Pembangunan Indonesia Yang Berkeadilan dan Berkelanjutan”, Yogya-karta, Makalah Seminar Nasional Per-tanahan: Pemberdayaan Hak-hak Rakyat Atas Tanah ditinjau dari Aspek Hukum, Sosial, Politik, Agama, dan Budaya pada tanggal 25-26 Februari 1999.

Thomas Morawetz, 1980. The Philosophy Of Law, New York: Macmillan Publishing. W. Friedmann, 1996.Teori & Filsafat Hukum

(Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum), Susunan II, Jakarta: Rajawali Pers. bagai Padang Penggembalaan Bersama

Peternak Tradisional Yang Berwawasan Lingkungan Di Kabupaten Sumbawa”. Tesis, Program Pasca Sarjana. Sema-rang: Universitas Diponegoro

Lahmuddin Zuhri. 2015. Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Atas Sumber Daya Alam (SDA) di Kabupaten Sumbawa. Jurnal Hukum Prasada. Program Magisrel Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Warma-dewa. Dempasar. Vol 3. No 1.

Lili Rosyidi & Wyasa Putra, 1993. Hukum Se-bagai Suatu Sistem, Bandung: Rosdakar-ya.

Mochtar Naim, 2000. “Konflik dan Penyesuaian antara Adat dan Syara di Minangkabau”, makalah disampaikan pada Seminar Reaktualisasi ABS-SBK, ICMI Orwil Su-matera Barat,i Bukittinggi, tanggal 22-23 Januari 2000

Muhibbin, 2013. ”Penguasaan Atas Tanah Tim-bul (Aanslibbing) Oleh Masyarakat Dalam Perspektif Hukum Agraria Nasion-al”.Desrtasi. Malang. FH Universitas Brawijaya Malang

Musthafa Ahmad Al Zarqai, 1968. Al fiqhul Is-lami fi Tsaubihi Al Jadid, jilid III, Bairut: Darul Fikri.

Rahmat Rosyadi, 2006. Formalisasi Syariat Is-lam DaIs-lam Perspektif Tata Hukum Indo-nesia, Bogor: Ghalia Indonesia.

(18)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dewan Editor Jurnal Notariil mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya

kepada Mitra Bestari yang terlibat dalam proses review artikel yang dimuat pada

Jurnal Notariil Volume 2, Nomor 2, November 2017, yaitu:

Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, S.H., M.H

Prof. Dr. I Made Suwitra, S.H., M.H

Dr. I Nyoman Sujana, S.H., M.Hum

Dr. I Ketut Widia, S.H., M.Si

Dr. I Nyoman Putu Budiartha, S.H., M.H

Dr. Luh Putu Sudini, S.H., M.Hum

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan definisi istilah diatas, Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penanaman nilai-nilai karakter melalui sholat dhuha dan dhuhur berjama‟ah di Madrasah Aliyah Shirothul

(2) Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh dari variabel service quality (Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Empathy)

Contohnya peristiwa membeku adalah air yang dimasukkan ke dalam freezer akan menjadi es batu, lilin cair yang didiinginkan, perubahan nira (cairan yang diambil dari

Mengemukakan Borang Pengesahan Perubahan Keputusan Peperiksaan Pelajar Selepas Mesyuarat Majlis Peperiksaan Universiti Bahagian 2 kepada Dekan-Dekan Pusat Pengajian untuk

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis jalur untuk mengetahui pengaruh antara variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap variabel ekspor secara langsung

Metastasis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir atau matted, atau KGB mamaria interna yang terdekteksi secara klinis dan jika tidak terdapat metastasis KGB aksila