• Tidak ada hasil yang ditemukan

01-gdl-rulyambars-1221-1-skripsi-s

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "01-gdl-rulyambars-1221-1-skripsi-s"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)PERAN PERAWAT TERHADAP KETEPATAN WAKTUTANGGAP PENANGANAN KASUS CEDERA KEPALA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD Dr.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan. Oleh : Ruly Ambar Sekar NIM S11034. PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015.

(2) The image cannot be display ed. Your computer may not hav e enough memory to open the image, or the image may hav e been corrupted. Restart y our computer, and then open the file again. If the red x still appears, y ou may hav e to delete the image and then insert it again.. LEMBAR PERSETUJUAN. Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :. PERAN PERAWAT TERHADAP KETEPATAN WAKTU TANGGAP PENANGANAN KASUS CEDERA KEPALA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Oleh : Ruly Ambar Sekar NIM. S11034. Telah disetujui untuk dapat dipertahankan dihadapan Tim Penguji. Pembimbing Utama. Pembimbing Pendamping. Wahyu Rima Agustin S.Kep., Ns., M.Kep NIK.201279102. Ika Subekti Wulandari S.Kep.,Ns., M.K NIK.201189097. ii.

(3) iii.

(4) KATA PENGANTAR. Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran Perawat Terhadap Ketepatan Waktu Tanggap Penanganan Kasus Cedera Kepala Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi. 4. Ika Subekti Wulandari, S.Kep.,Ns.,M.Kep , selaku Pembimbing Pendamping yang juga telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi. 5. Happy Indri Hapsari, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Penguji skripsi yang juga telah memberikan masukan dan arahan selama sidang skripsi. 6. Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi S – 1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 7. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang memberikan ijin dan arahan untuk peneliti dalam melakukan penelitian skripsi. 8. Orang tua tercinta, yaitu Bapak Sastro Sakat Suwito, Ibu Kasiyem, seluruh keluarga besar, kakak – kakak dan keponakan tersayang, yang selalu memberikan dukungan, motivasi, doa dan kasih sayangnya sepanjang waktu. 9. Teman-teman angkatan 2011 / S11 tersayang, yang saling mendukung dan membantu dalam proses pembuatan skripsi ini. Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT.. iv.

(5) Selanjutnya peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan keperawatan.. Surakarta, 08 Juli 2015. Ruly Ambar Sekar NIM.S11034. v.

(6) DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i. LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii. SURAT PERNYATAAN................................................................................ iii. KATA PENGHANTAR ................................................................................ iv. DAFTAR ISI .................................................................................................. vi. DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii. DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix. DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x. ABSTRAK ..................................................................................................... xi. ABSTRACT ................................................................................................... xii. BAB I. BAB II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1. 1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 7. 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 8. 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 9. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori ........................................................................ 11. 2.1.1 Cedera Kepala ............................................................. 11. 2.1.2 Waktu Tanggap atau Respon Time .............................. 19. 2.1.3 Konsep Peran Perawat ............................................... 27. 2.1.4 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Peran Perawat ....................................................................... 31. 2.1.5 Faktor – Faktor yang mempengaruhi Waktu Tanggap ....................................................................... 32. 2.2 Kerangka Teori ....................................................................... 33. 2.3 Fokus Penelitian ..................................................................... 34. 2.4 Keaslian Penelitian ................................................................. 36. BAB III METODOLOGI 3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian ............................................. vi. 41.

(7) 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 42. 3.3 Populasi dan Sampel. ............................................................ 43. 3.3.1 Populasi ........................................................................ 43. 3.3.2 Sampel ......................................................................... 43. 3.4 Instrumen dan Pengumpulan Data .......................................... 46. 3.4.1 Instrumen ...................................................................... 46. 3.4.2 Pengumpulan Data ........................................................ 48. 3.4.2.1 Data .................................................................. 48. 3.4.2.2 Prosedur Pengumpulan Data ............................ 48. 3.5 Analisa Data ........................................................................... 52. 3.6 Keabsahan Data ....................................................................... 53. 3.7 Etika Penelitian ....................................................................... 55. BAB IV HASIL PENELITIAN. BAB V. 4.1. Diskripsi Tempat Penelitian ................................................... 58. 4.2. Karakteristik Partisipan ........................................................... 59. 4.3. Hasil Penelitian ....................................................................... 60. PEMBAHASAN. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ............................................................................. 111. 6.2 Saran ....................................................................................... 113. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. vii.

(8) DAFTAR TABEL. Nomor Tabel. Judul Tabel. Halaman. 1.1. Skala GCS (Nurarif, 2013). 12. 1.2. Skala Australia Triage (2000). 24. 1.3. Keaslian Penelitian. 36. viii.

(9) DAFTAR GAMBAR. Nomor Gambar. Judul Gambar. Halaman. 1.1. Gambaran Kasus Cedera Kepala. 67. 4.2. Initial Assasment. 70. 4.3. Pengelolaan Prioritas Pasien. 72. 4.4. Perawat Sebagai Care Giver. 76. 4.5. Iklim Kerja Kondusif. 80. 4.6. Kendala Pelayanan. 85. 4.7. Kebutuhan Perbaikan Manajemen. 88. 4.8. Kebutuhan Peningkatan Kualitas SDM 91. ix.

(10) DAFTAR LAMPIRAN. Nomor Lampiran. Keterangan. 1.. Surat Ijin Studi Pendahuluan. 2.. Surat Keterangan Studi Pendahuluan. 3.. Surat Ijin Penelitian. 4.. Surat Keterangan Penelitian. 5.. Surat Pengajuan Ethical Clearance. 6.. Surat Ethical Clearance. 7.. Penjelasan Penelitian. 8.. Lembar Persetujuan Partisipan. 9.. Pedoman Pertanyaan. 10.. Data Demografi. 11.. Lembar Catatan Lapangan/Observasi. 12.. Transkip Wawancara. 13.. Analisa Data Tematik. 14.. Gambar/ Foto Wawancara Penelitian. 15.. Lembar Konsultasi Proposal Skripsi. 16.. Lembar Bukti Penanganan Pasien Cedera Kepala. 17.. Jadwal Penelitian. x.

(11) BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia produktif khususnya di negara berkembang (Japardi, 2005). Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Miranda, 2014). Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia 10-60 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Fauzi, 2002). Data insiden cedera kepala di Eropa pada tahun 2010 adalah 500 per 100.000 populasi. Insiden cedera kepala di Inggris pada tahun 2005 adalah 400 per 100.000 pasien per tahun (Irawan, 2010). Insiden cedera kepala di India setiap tahunnya adalah 160 per 100.000 populasi (Critchley et al,2009). Prevalensi cedera secara nasional adalah 8,2 persen, prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Provinsi yang mempunyai prevalensi cedera lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 15 provinsi. Riskesdas 2013 pada provinsi Jawa Tengah menunjukkan kasus cedera sebesar 7,7 % yang disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor sebesar 40,1 %. Cedera mayoritas dialami oleh kelompok. 1.

(12) 2. umur dewasa yaitu sebesar 38,8% dan lanjut usia (lansia) yaitu 13,3% dan anak–anak sekitar 11,3%(Depkes,2013). Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak frekuensi cedera kepala cenderung semakin meningkat, dan merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ruang gawat darurat rumah sakit (Miranda, 2014). Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. Standar IGD sesuai Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2009 bahwa indikator waktu tanggap di IGD adalah harus ≤ 5 menit. Waktu tanggap dari perawat pada penanganan pasien gawat darurat yang memanjang dapat menurunkan usaha penyelamatan pasien. Hasil penelitian Vitrise (2014) di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado di dapatkan hasil, waktu tanggap perawat dalam penanganan kasus gawat darurat di IGD RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado rata-rata lambat yaitu lebih dari 5 menit. Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap bahkan pada pasien selain penderita penyakit jantung. Mekanisme waktu tanggap, disamping menentukan keluasan rusaknya organ-organ dalam, juga dapat mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan waktu.

(13) 3. tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar (Kepmenkes, 2009). Yoon et al (2003) mengemukakan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keterlambatan penanganan kasus gawat darurat antara lain karakter pasien, penempatan staf, ketersediaan tandu dan petugas kesehatan, waktu kedatangan pasien, pelaksanaan manajemen, strategi pemeriksaan dan penanganan yang dipilih. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep tentang waktu tanggap penanganan kasus di IGD rumah sakit. Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana. Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung kepada kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan rumah sakit (Moewardi, 2003). Pada kasus cedera kepala di IGD suatu rumah sakit orang yang berperan dalam melakukan pertolongan pertama adalah perawat. Peran perawat sangat dominan dalam melakukan penanganan kasus cedera kepala. Ketepatan waktu tanggap adalah suatu bentuk dari penanganan kasus cedera kepala yang dilakukan oleh perawat dalam menangani kasus gawat darurat. Pasien yang mengalami cedera kepala akan mengalami pembengkakan otak atau terjadi perdarahan dalam tengkorak, tekanan intrakranial akan.

(14) 4. meningkat dan tekanan perfusi akan menurun. Tubuh memiliki refleks perlindungan (respons/ refleks cushing) yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intraserebral meningkat,. tekanan. darah. sistemik. meningkat. untuk. mencoba. mempertahankan aliran darah otak. Saat keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun (bradikardia) dan bahkan frekuensi respirasi berkurang. Tekanan dalam tengkorak terus meningkat hingga titik kritis tertentu dimana cedera kepala memburuk dan semua tanda vital terganggu dan berakhir dengan kematian penderita (Widyawati, 2012). Hasil penelitian Haryatun (2005) dengan menghitung waktu pelayanan pasien gawat darurat, cedera kepala dari pasien masuk pintu IGD RSUD Dr.Moewardi Surakarta sampai siap keluar dari IGD didapatkan rata-rata waktu tanggap pelayanan selama 98,33 menit (kategori I resusitasi yaitu pasien memerlukan resusitasi segera, seperti pasien dengan epidural atau sub dural hematoma, cedera kepala berat), 79,08 menit (kategori II pasien emergency, seperti pasien cedera kepala di sertai tanda-tanda syok, apabila tidak dilakukan pertolongan segera akan menjadi lebih buruk), 78,92 menit (kategori III pasien urgent, seperti cedera kepala disertai luka robek, rasa pusing), 44,67 menit (kategori IV pasien semi urgent, keadaan pasien cedera kepala dengan rasa pusing ringan, luka lecet atau luka superficial ), 33,92 menit (Kategori V “false emergency”, pasien datang bukan indikasi kegawatan menurut medis, cedera kepala tanpa keluhan fisik), terdapat perbedaan yang signifikan waktu tanggap tindakan keperawatan pada pasien.

(15) 5. cedera kepala kategori I – V dan pasien cedera kepala kategori I memperoleh waktu tindakan keperawatan lebih lama dan pasien cedera kepala kategori V memperoleh waktu keperawatan yang lebih cepat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan waktu tanggap tindakan pada pasien cedera kepala kategori I – V . Pasien cedera kepala di instalasi gawat darurat memerlukan tindakan keperawatan yang cepat. Keterlambatan tindakan keperawatan pasien cedera kepala dapat. menyebabkan kecacatan yang menetap karena kerusakan. jaringan otak atau bahkan menimbulkan kematian. Angka kematian dan kecatatan akibat kegawatan peraturan medik ditentukan tingkat kecepatan, kecermatan dan ketepatan pertolongan (Haryatun 2005). Perawat yang bertugas di IGD adalah perawat yang dituntut untuk melakukan tindakan kegawat daruratan secara cepat, tepat dan tanggap khususnya pada penanganan pasien cedera kepala. Bagi perawat di IGD tuntutan tersebut akan menjadi beban kerja tersendiri dalam menangani pasien yang datang di IGD, dengan jumlah, tingkat kegawatan pasien, situasi dan kondisi yang datang tidak bisa di perkirakan. Beban kerja sosial merupakan beban kerja yang berkaitan dengan hubungan seorang pekerja dengan lingkungan kerjanya. Kondisi demikian sudah menjadi tantangan setiap hari bagi seorang perawat bahwa harus senantiasa ramah, murah senyum, komunikatif dalam memberikan pelayanan (Widodo, 2007). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 30 Desember 2014 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, jumlah pasien cedera kepala pada.

(16) 6. tahun 2014 yang dikategorikan pasien dengan cedera kepala ringan sebanyak 143 pasien yang dirawat inap dan 59 pasien yang di rawat jalan sedangkan pasien cedera kepala kategori cedera kepala berat sebanyak 116 pasien yang dirawat inap dan 98 pasien yang dirawat jalan. Dari hasil wawancara dengan salah satu perawat IGD RSUD Dr. Moewardi, perawat mengatakan bahwa peran perawat dalam melakukan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala itu belum sesuai yang diharapkan karena untuk menjalankan peran perawat sesuai dengan standart operasional prosedur (SOP) itu masih sulit, banyak kendala yang sering ditemui misalnya untuk berkomunikasi dalam jam kerja saja sulit karena banyaknya pasien dan banyak masalah lain yang akhirnya perawat tidak bisa menjalankan perannya dengan baik atau sesuai dengan SOP yang berlaku. Berdasarkan fenomena yang terjadi di RSUD Dr. Moewardi, perawat di IGD dituntut untuk selalu menjalankan perannya di berbagai situasi dan kondisi yang meliputi tindakan penyalamatan pasien secara profesional khusunya penanganan pada pasien cedera kepala. RSUD Dr. Moewardi adalah Rumah Sakit Daerah Surakarta yang merupakan rumah sakit dengan tipe kelas A yang jumlah pasiennya diharapkan lebih banyak dari rumah sakit lain di daerah Surakarta dan sumber daya manusia (perawat) dapat mendukung penelitian ini khusunya perawat di IGD yang menangani kasus cedera kepala, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kualitatif tentang peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap.

(17) 7. penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat RSUD Dr.Moewardi Surakarta.. 1.2 Rumusan Masalah Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, frakturtulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis. Pasien yang mengalami cedera kepala akan mengalami pembengkakan otak atau terjadi perdarahan dalam tengkorak, tekanan intrakranial akan meningkat dan tekanan perfusi akan menurun. Saat keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun (bradikardia) dan bahkan frekuensi respirasi berkurang. Tekanan dalam tengkorak terus meningkat hingga titik kritis tertentu dimana cedera kepala memburuk dan semua tanda vital terganggu dan berakhir dengan kematian penderita. Oleh sebab itu pasien dengan cedera kepala memerlukan tindakan keperawatan yang cepat dan tepat. Keterlambatan tindakan keperawatan pasien cedera kepala dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Perawat di IGD dituntut untuk selalu menjalankan perannya di berbagai situasi dan kondisi yang meliputi tindakan penyalamatan pasien secara profesional khusunya penanganan pada pasien cedera kepala. Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, bagaimanakah peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap.

(18) 8. penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat RSUD Dr.Moewardi Surakarta ?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Umum Mengidentifikasi peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat RSUD Dr.Moewardi Surakarta . 1.3.2 Khusus 1. Mengetahui persepsi perawat mengenai kasus cedera kepala. 2. Mengetahui tindakan perawat dalam melakukan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat RSUD Dr. Moewardi Surakarta . 3. Mengetahui faktor – faktor yang mendukung perawat dalam melakukan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 4. Mengetahui faktor – faktor yang menghambat perawat dalam melakukan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat Surakarta.. RSUD Dr. Moewardi.

(19) 9. 5. Mengetahui harapan perawat dalam melakukan ketepatan waktu tanggap. penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat. darurat RSUD Dr. Moewardi Surakarta.. 1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi Rumah Sakit Penelitian. ini. diharapkan. jadi. bahan. masukan. untuk. meningkatkan pelayanan di rumah sakit, terutama perawat dalam melakukan. perannya. melaksanaan. ketepatan. waktu. tanggap. penanganan pada kasus kegawat daruratan di instalasi gawat darurat khususnya pasien dengan cedera kepala. 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Dapat di jadikan sebagai bahan bacaan dan referensi guna meningkatkan mutu pendidikan terutama pada pengetahuan peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap penanganan. kegawat. daruratan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat . 1.4.3 Bagi Peneliti lain Sebagai bahan acuan serta referensi bagi peneliti lain dan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan peran perawat dalam melakukan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat sebagai salah satu acuan untuk penelitian selanjutnya..

(20) 10. 1.4.4 Bagi Peneliti Untuk menambah pengetahuan dan memperdalam ilmu peneliti tentang penelitian kualitatif dan dapat melaksanaan peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap penanganan. kasus. kegawat daruratan di instalasi gawat darurat khususnya kasus cedera kepala..

(21) BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Cedera Kepala 2.1.1.1 Definisi Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak (Morton, 2012). Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Miranda, 2014). 2.1.1.2 Klasifikasi Berdasarkan beratnya, cedera kepala dibagi atas ringan, sedang dan berat(Advanced, 2004).Pembagian ringan, sedang dan berat ini dinilai melalui Glasgow Coma Scale (GCS). GCS merupakan instrument standar yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien trauma kepala (Irawan, 2010).. 11.

(22) 12. Tabel 1.1.Skala GCS (Nurarif, 2013). Dewasa Buka Mata ( Eye ) Spontan Berdasarkan perintah verbal Berdasarkan rangsang nyeri Tidak memberi respon Respon Verbal Orientasi baik Percakapan kacau Kata – kata kacau Mengerang Tidak memberi respon Respon Motorik Merurut perintah Melokalisir rangsang nyeri Menjauhi rangsang nyeri Fleksi abnormal Ekstensi abnormal Tidak memberi respon. Respon 4 3 2 1 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1. Skor nilai GCS : 14 – 15 : Nilai normal/ Composmentis/ Sadar penuh 12 – 13 : Apatis/ acuh tak acuh 11 – 12 : Delirium 8 – 10. : Somnolent. 5–7. : Sopor Koma. 1–4. : Koma. 1) Ringan : Skala Koma Glasgow (Glasglow Coma Scale, GCS) 14 – 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30.

(23) 13. menit, tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada contusia cerebral dan hematoma. 2) Sedang : GCS 9 – 13, kehilangangan kesadaran, amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, diikuti contusio cerebral, laserasi dan hematoma intra cranial 3) Berat. : GCS 3 – 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi, atau hematoma intra cranial.. 2.1.1.3 Etiologi Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi – deselerasi, coup – countre coup, dan cedera rotasional (Nurarif, 2013). 1. Cedera. akselerasi. terjadi. jika. objek. bergerak. menghantam kepala yang bergerak (Misalnya, alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang di tembakkan ke kepala). 2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika ketika kepala membentur kaca depan mobil..

(24) 14. 3. Cedera akselerasi – deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik. 4. Cederacoup – countre coup terjadi jika kepala berbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul di bagian kepala belakang. 5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan perenggangan atau robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak. 2.1.1.4 Manifestasi Klinis Pada pemeriksaan klinis biasa yang dipakai untuk menentukan cedera kepala menggunakan pemeriksaan GCS yang dikelompokkan menjadi cedera kepala ringan, sedang, dan berat seperti diatas. Nyeri yang menetap atau setempat, menunjukkan adanya fraktur (Smeltzer, 2002). 1. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur..

(25) 15. 2. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika cairan cerebro spinal keluar dari telinga dan hidung. 3. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah hematom pada cedera kepala : a) Epidural hematom (EDH) : hematom antara durameter. dan. tulang,. biasanya. sumber. perdarahannya adalah robeknya arteri meningica media. Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan ketidaksamaan neurologis sisi kiri dan kanan (hemiparesis/plegi, pupil anisokor, reflek patologis satu sisi). Gambaran CT scan area hiperdens dengan bentuk bikonvek diantara 2 sutura. Jika perdarahan > 20 cc atau > 1 cm midline shift> 5mm dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan. b) Subdural hematom (SDH) : hematom dibawah lapisan durameter dengan sumber perdarahan dapat berasal dari bridging vein, arteri atau vena cortical sinus. venous.. Subdural. hematom. adalah. terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam waktu.

(26) 16. 48 – 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala – gejalanya adalah nyeri kepala, binggung, mengantuk, berpikir lambat, kejang dan udem pupil dan secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent). Indikasi operasi jika perdarahan tebalnya > 1cm dan terjadi pergeseran garis tengah > 5mm. c) Intraserebral. hematom. (ICH). :. perdarahan. intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Pada pemeriksaan CT Scan indikasi dilakukan operasi adanya daearah hiperdens, diameter > 3cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah. 2.1.1.5. Patofisiologi Sebagian besar cedera otak tidak disebabkan oleh cedera langsung terhadap jaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat kekuatan luar yang membentur sisi luar tengkorak.. Pada. cedera. deselerasi,. kepala. biasanya. membentur suatu objek seperti kaca depan mobil, sehingga.

(27) 17. terjadi deselerasi tengkorak yang berlangsung tiba – tiba. Otak tetap bergerak kearah depan, membentur bagian dalam tengkorak tepat di bawah titik berbentur kemudian berbalik arah membentur sisi yang berlawanan dengan titik bentur awal. Jika otak membengkak atau terjadi perdarahan dalam tengkorak, tekanan intrakranial akan meningkat dan tekanan perfusi akan menurun (Widyawati, 2012). Tubuh memiliki refleks perlindungan (respons/ refleks cushing) yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intraserebral meningkat, tekanan darah sistemik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah otak. Saat keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun (bradikardia) dan bahkan frekuensi respirasi berkurang. Tekanan dalam tengkorak terus meningkat hingga titik kritis tertentu dimana cedera kepala memburuk dan semua tanda vital terganggu dan berakhir dengan kematian penderita. Jika terdapat. peningkatan. intrakranial,. hipotensi. akan. memperburuk keadaan. Harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistolik 100 – 110 mmHg pada penderita cedera kepala (Widyawati, 2012)..

(28) 18. 2.1.1.6 Komplikasi Komplikasi utama trauma kepala adalah perdarahan, infeksi, edema dan herniasi melalui tontronium. Infeksi selalu menjadi ancaman yang berbahaya untuk cedera terbuka dan edema dihubungkan dengan trauma jaringan. Ruptur vaskular dapat terjadi sekalipun pada cedera ringan, keadaan ini menyebabkan perdarahan di antara tulang tengkorak dan permukaan serebral. Kompresi otak di bawahnya. akan. menghasilkan. efek. yang. dapat. menimbulkan kematian dengan cepat atau keadaan semakin memburuk (Wong, 2009). 2.1.1.7 Penanganan Cedera Kepala Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip – prinsip ABC (Airway, Breathing, Circulation). Keadaan hipoksemia,. hipotensi,. anemia. akan. cenderung. memperhebat peninggian Tekanan intra kranial dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk. Semua cedera kepala. berat. memerlukan. tindakan. intubasi. pada. kesempatan pertama. 1. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan – gangguan di bagian tubuh lainnya..

(29) 19. 2. Pemeriksaan neurologis mencakup respons mata, motorik, verbal, pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflek okuloves tubuler. Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok). 3. Penanganan cedera – cedera dibagian lainnya. 4. Pemberian pengobatan seperti : anti edema serebri, anti kejang dan natrium bikarbonat. 5. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : Scan tomografi computer otak, angiografi serebral dan lainnya (Satyanegara, 2010). 2.1.2 Waktu Tanggap atau Respon Time Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it’s Live Saving, artinya seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit saja. Berhenti nafas selama 2-3 menit pada manusia dapat menyebabkan kematian yang fatal (Sutawijaya, 2009 ). Waktu tanggapmerupakan kecepatan dalam penanganan pasien, dihitung sejak pasien datang sampai dilakukan penanganan (Suhartati et al, 2011). Standar IGD sesuai Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2009 bahwa indikator waktu tanggap di IGD adalah.

(30) 20. harus ≤ 5 menit. Waktu tanggap pelayanan merupakan gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat tanggapan atau respon dari petugas instalasi gawat darurat dengan waktu pelayanan yaitu waktu yang di perlukan pasien sampai selesai. Waktu tanggap pelayanan dapat di hitung dengan hitungan menit dan sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen - komponen lain yang mendukung seperti pelayanan laboratorium, radiologi, farmasi dan administrasi. Waktu tanggap dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu ratarata standar yang ada (Haryatun, 2005). Hasil penelitian Haryatun (2005) dengan menghitung waktu pelayanan pasien gawat darurat, cedera kepala dari pasien masuk pintu IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta sampai siap keluar dari IGD didapatkan rata-rata waktu tanggap pelayanan selama 98,33 menit (kategori I resusitasi yaitu pasien memerlukan resusitasi segera, seperti pasien dengan epidural atau sub dural hematoma, cedera kepala berat), 79,08 menit (kategori II pasien emergency, seperti pasien cedera kepala di sertai tanda-tanda syok, apabila tidak dilakukan pertolongan segera akan menjadi lebih buruk), 78,92 menit (kategori III pasien urgent, seperti cedera kepala disertai luka robek, rasa pusing), 44,67 menit (kategori IV pasien semi urgent, keadaan pasien cedera kepala dengan rasa pusing ringan, luka lecet.

(31) 21. atau luka superficial ), 33,92 menit (Kategori V “false emergency”, pasien datang bukan indikasi kegawatan menurut medis, cedera kepala tanpa keluhan fisik), terdapat perbedaan yang signifikan waktu tanggap tindakan keperawatan pada pasien cedera kepala kategori I – V dan Pasien cedera kepala kategori I memperoleh waktu tindakan keperawatan lebih lama dan pasien cedera kepala kategori V memperoleh waktu keperawatan yang lebih cepat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan waktu tanggap tindakan pada pasien cedera kepala kategori I – V. Triage. diambil. dari. bahasa. Perancis. “Trier”. artinya. mengelompokkan atau memilih (Krisanty, 2009). Triage mempunyai tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Oman, 2008). Triage memiliki fungsi penting di IGD terutama apabila banyak pasien datang pada saat yang bersamaan. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar pasien ditangani berdasarkan urutan kegawatannya untuk keperluan intervensi. Triage juga diperlukan untuk penempatan pasien ke area penilaian dan penanganan yang tepat serta membantu untuk menggambarkan keragaman kasus di IGD (Gilboy, 2005). Fitzgerald et al (2009) menyatakan di Australia pengembangan sistem Triage lebih formal dimulai dengan pengamatan perilaku Triage perawat. Sementara ada banyak variabilitas dalam sistem.

(32) 22. Triage,. pengamatan. ini. mengidentifikasi. beberapa. tindakan. konsisten dan berbeda berikut penilaian. Tindakan ini ditentukan oleh urgensi pasien dan termasuk : 1. Untuk segera menghubungi tenaga medis dan resusitasi segera. 2. Untuk menetapkan pasien ke dokter tersedia berikutnya. 3. Untuk menempatkan data pasien di depan daftar tunggu. 4. Untuk menempatkan data pasien dalam urutan dalam daftar tunggu. 5. Untuk mendorong pasien untuk mencari bantuan di tempat lain atau lain waktu. Triage adalah fungsi penting di Emergency Department, dimana banyak pasien dapat hadir secara bersamaan. Urgensi mengacu pada kebutuhan untuk time critical intervensi, tidak identik dengan tingkat keparahan. Pasien Triage untuk menurunkan ketajaman kategori mungkin aman untuk menunggu lebih lama untuk penilaian dan pengobatan tetapi mungkin masih memerlukan masuk rumah sakit. Kriteria Triage : 1. Daerah penilaian Triage harus segera dapat diakses dan jelas tanda pos (tanda Triage). Daerah Triage harus memungkinkan untuk: a. Pemeriksaan pasien b. Alat komunikasi antara area masuk dan Penilaian.

(33) 23. c. Privasi 2. Akan ada strategi untuk melindungi staf 3. Standar yang sama untuk Triage kategorisasi harus menerapkan semua pengaturan Emergency Department. Harus diingat namun bahwa gejala dilaporkan oleh orang dewasa mungkin kurang signifikan dari pada gejala yang sama ditemukan pada anak dan dapat membuat anak urgensi yang lebih besar. 4. Korban trauma harus dialokasikan Triage kategori menurut urgensi klinis mereka secara objektif. Seperti dengan situasi klinis lain, ini akan mencakup pertimbangan sejarah berisiko tinggi serta pemeriksaan fisik singkat (umum penampilan +/fisiologis pengamatan). 5. Pasien dengan kesehatan mental atau masalah-masalah kelakuan harus Triage menurut mereka klinis dan situasional urgensi, seperti dengan pasien Emergency Department lain. Mana masalah fisik dan perilaku hidup berdampingan, Triase tertinggi sesuai. kategori. harus. diterapkan. berdasarkan. gabungan. presentasi. Persyaratan peralatan : 1. Peralatan darurat 2. Fasilitas untuk menggunakan standar pencegahan (fasilitas cuci tangan, sarung tangan) 3. Perangkat komunikasi yang memadai (telepon atau interkom dll).

(34) 24. 4. Fasilitas untuk rekaman Triage informasi.. Tabel 1.2 Skala Kategori Triage Australia (Australian College of Emergency Medicine. 2000) Skala Kategori Triage Australia. Ketajaman (Waktu tunggu maksimal). Kategori 1. Segera. Kategori 2. 10 menit. Kategori 3. 30 menit. Kategori 4. 60 menit. Kategori 5. 120 menit. Keterangan : 1. Kategori 1 Kondisi segera mengancam kehidupan, kondisi yang memerlukan intervensi sesegera mungkin agresif dan ancaman terhadap kehidupan (atau risiko kerusakan). Klinis deskriptor (hanya untuk indikasi) : Gagal jantung, sesak nafas, risiko langsung ke saluran napas, pernapasan < 10 menit, tekanan darah < 80 (dewasa), GCS < 9, kejang berkepanjangan, intravena overdosis dan tidak responsif atau hipoventilasi, gangguan perilaku berat dengan ancaman kekerasan berbahaya. 2. Kategori 2 Penilaian dan pengobatan dalam waktu 10 menit, kondisi pasien cukup serius atau memburuk begitu cepat bahwa ada potensi ancaman terhadap kehidupan, atau kegagalan sistem organ, jika tidak ditangani dalam waktu sepuluh menit.

(35) 25. kedatangan atau pengobatan waktu kritis yang penting potensi pengobatan waktu-kritis (misalnya simtoma para klinis) untuk membuat dampak signifikan pada hasil klinis tergantung pada perawatan yang bermula dalam beberapa menit kedatangan pasien di Emergency Department atau sangat nyeri. Airway risiko, stridor parah atau grogling dengan tekanan, kesulitan pernapasan yang parah, perfusi menurun, heat rate< 50, hipotensi dengan efek hemodinamik, perdarahan banyak, nyeri dada mungkin jantung GCS < 13, akut hemiparesis/dysphasia, demam dengan tanda-tanda kelesuan (semua usia), asam atau alkali splash mata memerlukan irigasi terutama pasien multi trauma (memerlukan respon cepat), trauma lokal parah terutama fraktur, amputasi berisiko tinggi, perilaku/kejiwaan: kekerasan atau agresif ancaman terhadap diri sendiri atau orang lain membutuhkan atau diperlukan pengekangan berat agitasi atau agresi. 3. Kategori 3 Penilaian dan pengobatan mulai dalam waktu 30 menit berpotensi mengancam kehidupan kondisi pasien mungkin kemajuan untuk hidup atau mengancam ekstremitas, atau mungkin menyebabkan signifikan morbiditas, jika penilaian dan pengobatan tidak dimulai dalam waktu tiga puluh menit kedatangan. Atau urgensi situasional ada potensi buruk jika time.

(36) 26. critical pengobatan tidak dimulai dalam waktu tiga puluh menit. Klinis deskriptor (hanya untuk indikasi): hipertensi, kehilangan darah yang cukup banyak, sesak napas, SAO2 90-95%, kejang, demam, muntah, dehidrasi, cedera kepala ringan sakit cukup parah, dada sakit, sakit perut tanpa risiko tinggi, cedera ekstremitas, luka parah, trauma akut, perilaku/kejiwaan: risiko sangat sedih, menyakiti diri akut psikosis atau berpikir teratur situasional krisis, disengaja merugikan diri, gelisah / ditarik dan berpotensi agresif. 4. Kategori 4 Penilaian dan pengobatan mulai dalam waktu 60 menit. Berpotensi mengancam kehidupan kondisi pasien mungkin kemajuan untuk hidup atau mengancam ekstremitas, atau mungkin menyebabkan signifikan morbiditas, jika penilaian dan pengobatan tidak dimulai dalam waktu tiga puluh menit kedatangan.. Klinis. deskriptor. (hanya. untuk. indikasi),. perdarahan ringan, sesak nafas ringan, cedera dada tanpa sakit tulang. rusuk. atau. kesulitan. pernapasan,. kesulitan. menelan,cedera kepala ringan, tanpa kehilangan kesadaran, muntah atau diare tanpa dehidrasi, trauma ekstremitas kecil terkilir pergelangan kaki, mungkin fraktur, tidak ada gangguan neurovaskular, bengkak sendi panas, tidak nyeri perut, perilaku/kejiwaan : Masalah kesehatan mental semi mendesak di.

(37) 27. bawah pengawasan dan/atau risiko tidak langsung untuk diri sendiri atau orang lain. 5. Kategori 5 Penilaian dan pengobatan mulai dalam 120 menit kurang urgen kondisi pasien kronis atau cukup kecil bahwa gejala atau hasil klinis tidak akan secara signifikan terpengaruh jika penilaian dan pengobatan tertunda sampai dua jam dari kedatangan. Klinis deskriptor (hanya untuk indikasi), sakit yang minimal dengan tidak ada risiko tinggi, luka kecil - kecil lecet, luka kecil (tidak memerlukan jahitan), perilaku/kejiwaan: Dikenal pasien dengan gejala kronik sosial krisis, klinis pasien baik. 2.1.3 Konsep Peran Perawat Perawat menurut UU RI. No. 23 tahun. 1992 tentang. kesehatan, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki, diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Tyailor C. Lilis C. Lemone (1989) mendefinisikan perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan melindungi seseorang karena sakit, luka dan proses penuaan. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan dari masyarakat sesuai dengan kedudukannya di masyarakat. Peran perawat adalah seperangkat tingkah laku yang dilakukan oleh.

(38) 28. perawat sesuai dengan profesinya. Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial dan bersifat tetap (Kusnanto, 2004). Peran perawat adalah tingkah laku perawat yang diharapkan oleh orang lain untuk berproses dalam sistem sebagai pemberi asuhan, pembela pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan, dan pembaharu (Ali, 2002). 1. Peran Perawat Peran perawat dalam melakukan perawatan diantaranya: a. Care giver atau Pemberi asuhan keperawatan Perawat memberikan asuhan keperawatan profesional kepada pasien meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi. hingga. evaluasi.. Selain. itu,. perawat. melakukan observasi yang kontinu terhadap kondisi pasien, melakukan pendidikan kesehatan, memberikan informasi yang terkait dengan kebutuhan pasien sehingga masalah pasien dapat teratasi (Susanto, 2012). b. Client advocate atau Advokator Perawat. sebagai. advokator. berfungsi. sebagai. perantara antara pasien dengan tenaga kesehatan lain. Perawat membantu pasien dalam memahami informasi yang didapatkan, membantu pasien dalam mengambil keputusan terkait. tindakan. medis. yang. akan. dilakukan. serta. memfasilitasi pasien dan keluarga serta masyarakat dalam.

(39) 29. upaya peningkatan kesehatan yang optimal (Kusnanto, 2004). c. Client educator atau Pendidik Perawat sebagai pendidik menjalankan perannya dalam memberikan pengetahuan, informasi, dan pelatihan ketrampilan kepada pasien, keluarga pasien maupun anggota masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan (Susanto, 2012). Perawat sebagai pendidik bertugas untuk memberikan pengajaran baik dalam lingkungan klinik, komunitas, sekolah, maupun pusat kesehatan masyarakat (Brunner & Suddarth, 2003). Perawat sebagai pendidik berperan untuk mendidik dan mengajarkan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, serta tenaga kesehatan lain sesuai dengan tanggung jawabnya. Perawat sebagai pendidik berupaya untuk memberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan kepada klien dengan evaluasi yang dapat meningkatkan pembelajaran (Wong, 2009). d. Change agent atau Agen pengubah Perawat sebagai agen pengubah berfungsi membuat suatu perubahan atau inovasi terhadap hal-hal yang dapat mendukung tercapainya kesehatan yang optimal. Perawat mengubah cara pandang dan pola pikir pasien, keluarga,.

(40) 30. maupun masyarakat untuk mengatasi masalah sehingga hidup yang sehat dapat tercapai (Susanto, 2012). e. Peneliti Perawat sebagai peneliti yaitu perawat melaksanakan tugas untuk menemukan masalah, menerapkan konsep dan teori, mengembangkan penelitian yang telah ada sehingga penelitian. yang. dilakukan. dapat. bermanfaat. untuk. peningkatan mutu asuhan dan pelayanan keperawatan (Susanto, 2012). Perawat sebagai peneliti diharapkan mampu memanfaatkan hasil penelitian untuk memajukan profesi keperawatan (Sudarma, 2008). f. Consultant atau Konsultan Perawat sebagai tempat untuk konsultasi bagi pasien, keluarga dan masyarakat. dalam. mengatasi. masalah. kesehatan yang dialami klien. Peran ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan permintaan klien (Kusnanto, 2004). g. Collaborator atau Kolaborasi Peran perawat sebagai kolaborator yaitu perawat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kepada klien (Susanto, 2012)..

(41) 31. 2.1.4 Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Peran Perawat. Dalam menilai ketrampilan seseorang yang dalam hal ini waktu tanggap perawat, bisa saja dipengaruhi adanya faktor lain keadaan ini tergantung dari motivasi perawat dalam mempraktikkan ketrampilan kerja yang didapat dari pendidikannya. Banyak faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi kerja, menurut Mangkunegara (2007) faktor-faktor tersebut antara lain: Faktor kemampuan dan Faktor motivasi. Motivasi merupakan kemauan atau keinginan didalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertindak (Depkes RI, 2002). Widiasih (2008), menyatakan keberhasilan pelayanan gawat darurat dipengaruhi oleh 3 kesiapan, yaitu kesiapan mental artinya petugas harus siap dalam 24 jam dan tidak dapat ditunda, kemudian kesiapan pengetahuan teoritis dan fatofisiologi berbagai organ tubuh yang penting dan keterampilan manual untuk tindakan dalam pertolongan pertama. Yang ketiga kesiapan alat dan obat-obatan darurat yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam memberikan pertolongan kepada pasien gawat darurat. Nursalam (2001), menjelaskan peran perawat dalam intervensi keperawatan harus berdasarkan pada kewenangan dan tanggung jawab secara profesional meliputi tindakan dependen, independen dan interdependen..

(42) 32. 2.1.5 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Tanggap. Yoon et al (2003) mengemukakan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keterlambatan penanganan kasus gawat darurat antara lain karakter pasien, penempatan staf, ketersediaan tandu dan petugas kesehatan, waktu ketibaan pasien, pelaksanaan manajemen, strategi pemeriksaan dan penanganan yang dipilih. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep tentang waktu tanggap penanganan kasus di IGD rumah sakit. Hasil penelitian Sabriyati (2012) menyatakan bahwa faktor yang lebih dominan berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap IGD. Bedah. yaitu. ketersediaan. petugas. Triage.. Menurut. Sastrohadiwiryo (2002) semakin lama seseorang bekerja semakin banyak kasus yang ditanganinya sehingga semakin meningkat pengalamannya, sebaliknya semakin singkat orang bekerja maka semakin sedikit kasus yang ditanganinya..

(43) 33. 2.2 KERANGKA TEORI Faktor yang mempengaruhi waktu tanggap: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8). Konsep kepala:. Karakter pasien Penempatan staf Ketersediaan tandu dan petugas kesehatan Waktu ketibaan pasien Pelaksanaan manajemen Strategi pemeriksaan dan penanganan yang dipilih Lama kerja Petugas Triage. cedera. 1. Definisi cedera kepala 2. Klasifikasi 3. Etiologi 4. Manifestasi klinis 5. Patofisiologi 6. Komplikasi 7. Penanganan cedera kepala. Konsep waktu tanggap:. Konsep peran perawat :. 1. Ketepatan waktu tanggap 2. Pengelompok aan pasien sesuai Triage. 1. Care giver/ Pemberi asuhan keperawatan 2. Client advocate atau Advokator 3. Client educator atau Pendidik 4. Change agent atau. Agen. pengubah Faktor yang mempengaruhi peran perawat : 1. 2. 3. 4. 5.. Kemampuan perawat. Motivasi perawat Kesiapan mental perawat Pengetahuan perawat Kesiapan alat dan obat-obatan darurat. 5. Peneliti 6. Consultant atau Konsultan 7. Collaborator atau Kolaborasi.

(44) 34. 2.3 FOKUS PENELITIAN. Kasus cedera kepala. Waktu tanggap. Faktor penghambat. Peran perawat dalam penanganan cedera kepala. Harapan. Faktor pendukung. Keterangan : : Diteliti. Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis. Pasien yang mengalami cedera kepala akan mengalami pembengkakan otak atau terjadi perdarahan dalam tengkorak, tekanan intrakranial akan meningkat dan tekanan perfusi akan menurun. Saat keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun.

(45) 35. (bradikardia) dan bahkan frekuensi respirasi berkurang. Tekanan dalam tengkorak terus meningkat hingga titik kritis tertentu dimana cedera kepala memburuk dan semua tanda vital terganggu dan berakhir dengan kematian penderita. Oleh sebab itu pasien dengan cedera kepala memerlukan tindakan keperawatan yang cepat dan tepat. Keterlambatan tindakan keperawatan pasien cedera kepala dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Perawat di IGD dituntut untuk selalu menjalankan perannya di berbagai situasi dan kondisi yang meliputi tindakan penyalamatan pasien secara profesional khusunya penanganan pada pasien cedera kepala. Perawat yang bertugas di IGD adalah perawat yang dituntut untuk melakukan tindakan kegawat daruratan secara cepat, tepat dan tanggap khususnya pada penanganan pasien cedera kepala. Bagi perawat di IGD tuntutan tersebut akan menjadi beban kerja tersendiri dalam menangani pasien yang datang di IGD, dengan jumlah, tingkat kegawatan pasien, situasi dan kondisi yang datang tidak bisa di perkirakan. Pada penelitian ini akan dilakukan penelitian tentang mengidentifikasi peran perawat. dan. mengetahui persepsi perawat mengenai kasus cedera kepala serta tindakan perawat dalam melakukan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat, harapan perawat dalam melakukan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat, faktor – faktor yang mendukung dan menghambat perawat dalam melakukan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala di.

(46) 36. instalasi gawat darurat terhadap ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala.. 2.4 KEASLIAN PENELITIAN Tabel 1.3 Keaslian penelitian Nama peneliti. Judul penelitian. Nunuk Haryatun ( 2005 ).. Perbedaan Waktu Tanggap Tindakan Keperawatan Pasien Cedera Kepala Kategori 1 – V Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Dr. Moewardi. Vitrise Maatilu ( 2014 ).. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Response Time Perawat Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat Di Igd Rsup Prof. Dr . R. D. Kandou Manado. Metode yang di Hasil penelitian gunakan Jenis penelitian 1. Terdapat perbedaan : kuantitatif,non yang signifikan waktu eksperimental tanggap tindakan Metode : keperawatan pada deskriptif pasien observasional cedera kepala kategori I - V. 2. Pasien cedera kepala kategori I memperoleh waktu tindakan keperawatan lebih lama dan pasien cedera kepala kategori V memperoleh waktu keperawatan yang lebih cepat. Jenis penelitian : 1. Response time kuantitatif perawat dalam Metode : survey penanganan kasus analitik gawat darurat di IGD RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado ratarata lambat yaitu lebih dari 5 menit. 2. Tidak adanya hubungan antara pendidikan perawat dengan response time perawat pada penanganan pasien gawat darurat. 3. Tidak adanya.

(47) 37. Wa Ode Nur Faktor-Faktor Isnah Sabriyati Yang Berhubungan ( 2012 ). Dengan Ketepatan Waktu Tanggap Penanganan Kasus Pada Response Time I Di Instalasi Gawat Darurat Bedah Dan NonBedah Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo. hubungan antara pengetahuan perawat dengan response time perawat pada penanganan pasien gawat darurat. 4. Tidak adanya hubungan antara lama kerja perawat dengan response time perawat pada penanganan pasien gawat darurat. 5. Tidak adanya hubungan antara pelatihan perawat dengan response time perawat pada penanganan pasien gawat darurat. Jenis penelitian : Waktu tanggap kuantitatif penanganan kasus IGD Metode bedah yang tepat penelitian : sebanyak 67,9% dan cross sectional tidak tepat 32,1%. study Waktu tanggap penanganan kasus IGD Non-Bedah yang tepat sebanyak 82,1% dan tidak tepat 17,9%. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pola penempatan staf dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus di IGD Bedah (p = 0,67) dan Non-Bedah (p = 0,062). Terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan stretcher dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus IGD Bedah ((p = 0,006; PR = 9,217) dan Non-Bedah (p = 0,026; PR = 1,995). Terdapat.

(48) 38. Etty Nurul Gambaran Afidah, (2013) Pelaksanaan Peran. Jenis penelitian : kualitatif Advokat Perawat Metode Di penelitian : Rumah Sakit pendekatan Negeri Di fenomenologis Kabupaten Semarang. hubungan yang bermakna antara ketersediaan petugas triase dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus IGD Bedah (p = 0,006; PR = 2,97), namun tidak terdapat hubungan yang bermakna di IGD NonBedah (p = 0,207). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara waktu tiba pasien dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus IGD Bedah (p = 0,407) dan Non- Bedah (p = 1,000). Faktor yang lebih dominan berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap IGD Bedah yaitu ketersediaan petugas triase (PR = 3,555) dan ketersediaan stretcher (PR = 3,555). Pada IGD Non-Bedah, faktor yang dominan yaitu ketersediaan stretcher (PR = 1,239). Penelitian ini menghasilkan 3 tema yaitu definisi peran advokasi perawat, pelaksanaan tindakan peran advokasi perawat dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan peran advokasi perawat. Definisi peran advokasi perawat yaitu tindakan perawat untuk memberikan informasi dan bertindak atas nama.

(49) 39. Virgianti Nur Hubungan Faridah, (2009) Pengetahuan. Perawat Dan Peran Perawat Sebagai Pelaksana Dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. pasien. Pelaksanaan tindakan peran advokasi meliputi memberi informasi, menjadi mediator dan melindungi pasien. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya terdiri dari faktor penghambat dan faktor pendukung. Faktor yang menjadi penghambat antara lain: kepemimpinan dokter, lemahnya dukungan organisasi, kurangnya perhatian terhadap advokasi, kurangnya jumlah tenaga perawat, kondisi emosional keluarga, terbatasnya fasilitas kesehatan dan lemahnya kode etik. Sementara itu faktor yang mendukung meliputi: kondisi pasien, pengetahuan tentang kondisi pasien, pendidikan keperawatan yang semakin tinggi, kewajiban perawat dan dukungan instansi rumah sakit. Jenis penelitian : 1. Responden yang Observasional mempunyai peran Metode kurang 0 %, penelitian : kemudian peran yang ”cross cukup sebesar 36,36 sectional”. % dan responden yang mempunyai peran yang baik sebesar 63,64 % yang merupakan kelompok yang terbanyak..

(50) 40. 2. Pengetahuan perawat tentang penanganan pasien gawat darurat dengan gangguan sistem kardiovaskuler dengan tingkat pengetahuan baik sebesar 63,64 % yang merupakan kelompok terbesar, sedangkan tingkat pengetahuan cukup sebesar 27,27 % dan tingkat pengetahuan kurang sebesar 9,09 %. 3. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan analisa Spearman’s rho didapatkan nilai rho = 0,455 dengan taraf signifikasi 0,033 pada derajat kemaknaan 0,05. Bila dibandingkan dengan nilai rho tabel yaitu 0,428 dapat dilihat bahwa rho hitung lebih besar daripada nilai rho tabel maka terdapat hubungan pengetahuan terhadap peran perawat sebagai pelaksana dalam penanganan pasien gawat darurat dengan gangguan sistem kardiovaskuler..

(51) BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis deskriptif yang diarahkan untuk mengidentifikasi peran perawat dan persepsi perawat mengenai kasus cedera kepala, tindakan perawat, harapan, faktor – faktor. yang mendukung dan menghambat. peran perawat terhadap. ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala. Lokasi penelitian ini di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan jumlah partisipan 5 perawat yang bekerja di ruang IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peneliti sebagai instrumen inti dan instrumen penunjang yaitu berupa smartphone yang dilengkapi dengan perekam suara voice recorder, bolpoin, dan kertas untuk field note. Data dikumpulkan melalui indepth interview yang diolah menjadi transkip kemudian dilakukan observasi untuk menyajikan gambaran realistis perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan dan untuk evaluasi. Analisis data pada penelitian ini menggunakan tujuh analisis model Colaizzi dalam memahami serta menginterprestasikan data. Penelitian ini telah melalui pertimbangan etik dan kriteria keabsahan data yang harus dipenuhi dalam penelitian kualitatif.. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan. fenomenologis. deskriptif. 41. yang. diarahkan. untuk.

(52) 42. mengidentifikasi peran perawat dan mengetahui persepsi, harapan, faktor – faktor yang mendukung dan menghambat peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala di IGD RSUD Dr Moewardi Surakarta. Penelitian kualitatif efektif digunakan untuk memperoleh informasi yang spesifik mengenai nilai, opini, perilaku dan konteks sosial menurut keterangan populasi (Saryono, 2010). Pendekatan fenomenologis merupakan pendekatan yang berusaha untuk memahami makna dari berbagai peristiwa dan interaksi manusia didalam situasinya yang khusus. Fenomenologi menggambarkan riwayat hidup seseorang dengan cara menguraikan arti dan makna hidup serta pengalaman suatu peristiwa yang di alaminya (Sutopo, 2006).. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. RSUD Dr. Moewardi adalah rumah sakit daerah Surakarta yang merupakan rumah sakit dengan tipe kelas A yang jumlah pasiennya diharapkan lebih banyak dari rumah sakit lain di daerah Surakarta dan sumber daya manusia (perawat) dapat mendukung. penelitian. ini. khususnya perawat di ruang IGD yang menangani kasus cedera kepala, oleh karena itu penelitian ini dilakukan di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Ruangan yang digunakan dalam proses wawancara adalah ruang istirahat, ruang partisipan dan ruangan kepala ruang IGD RSUD Dr. Moewardi.

(53) 43. Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Maret 2015 sesuai dengan surat pengajuan penelitian di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (Jadwal terlampir).. 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Pada kasus cedera kepala di Instalasi Gawat Darurat suatu Rumah Sakit, orang yang berperan dalam melakukan pertolongan pertama adalah perawat. Peran perawat sangat dominan dalam melakukan penanganan kasus cedera kepala. Ketepatan waktu tanggap adalah suatu bentuk dari penanganan kasus cedera kepala yang dilakukan oleh perawat dalam menangani kasus gawat darurat, oleh karena itu populasi pada penelitian ini adalah 33 perawat yang bekerja di ruang IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 3.3.2 Sampel Pada penelitian peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap penananganan kasus cedera kepala di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta dibutuhkan tehnik sampling dan kriteria partisipan sesuai dengan kebutuhan peneliti. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukkan dalam.

(54) 44. penelitian, dimana partisipan yang diambil dapat memberikan informasi yang berharga bagi penelitian (Sutopo, 2006). Untuk memenuhi kecukupan sample peneliti menggunakan kriteria yang digunakan dalam. penelitian. Jika dalam sample. penelitian sudah tercapai kriteria penelitian, maka akan dilakukan pengambilan data sesuai sample yang memenuhi kriteria peneliti. Data mengenai perawat yang pernah menangani kasus cedera kepala diperoleh dari buku dokumentasi perawat dan rekomendasi kepala ruang kemudian dikonfirmasi langsung ke partsisipan. Jumlah perawat yang pernah menangani kasus cedera kepaala adalah 5 perawat yang telah memenuhi kriteria peneliti, sehingga penelitian ini menggunakan 5 partisipan. Karakteristik kelima partisipan yang bersedia dilakukan wawancara adalah sebagai berikut: partisipan satu (P1) adalah seorang laki – laki usia 43 tahun, pendidikan terakhir D4 emergency dengan pengalaman kerja di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama 23 tahun. Partisipan kedua (P2) seorang laki – laki usia 34 tahun, pendidikan terakhir S1 ners dengan pengalaman kerja di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama 8 tahun. Partisipan yang ketiga (P3) seorang perempuan usia 44 tahun, pendidikan terakhir S1 keperawatan dengan pengalaman kerja di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama 8 tahun. Partisipan keempat (P4) seorang perempuan usia 37 tahun, pendidikan terakhir D3 keperawatan.

(55) 45. dengan pengalaman kerja di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama 12 tahun. Partisipan kelima (P5) seorang laki – laki usia 43 tahun, pendidikan terakhir D3 keperawatan dengan pengalaman kerja di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama 15 tahun. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini telah dianggap memenuhi dan mencapai saturasi data dimana tidak ditemukannya tema baru atau penambahan sample itu dihentikan, jika datanya sudah jenuh dan pengambilan data akan langsung dihentikan oleh peneliti. Sampel yang diambil pada partisipan sesuai kriteria penelitian pada partisipan adalah : 1. Perawat yang bekerja Di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 2. Mampu berkomunikasi dengan baik. 3. Pendidikan minimal Diploma III Keperawatan. 4. Telah bekerja minimal 1 Tahun di IGD. 5. Mempunyai pengalaman menangani pasien cedera kepala. 6. Mempunyai pengalaman atau pernah mengikuti pelatihan kegawat daruratan. 7. Bersedia menjadi partisipan..

(56) 46. 3.4 Instrumen dan Pengumpulan Data 3.4.1 Instrumen Pada penelitian ini menggunakan dua instrumen penelitian yaitu : 1. Instrumen Inti Penelitian Pada inti penelitian peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala. di IGD di. RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah peneliti itu sendiri. Pada penelitian kualitatif yang menjadi alat atau penelitian adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2012). Peneliti sendiri adalah seorang mahasiswa dari program studi S1 keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang ingin melakukan penelitian dan ingin mendalami tentang peran perawat dalam menangani kasus kegawat daruratan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta khususnya ketepatan waktu tanggap dan penanganan kasus cedera kepala. 2. Instrumen Penunjang Penelitian Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber data, maka dalam penelitian ini dibutuhkan alat penunjang penelitian sebagai berikut : a. Lembar Inform Consent berfungsi sebagai bukti persetujuan informan dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti..

(57) 47. b. Lembar alat pengumpul data mengenai nama, usia, alamat, dan lama kerja c. Lembar pertanyaan berfungsi untuk pedoman dalam melakukan wawancara penelitian. d. Voice recorder Smartphone. berfungsi untuk merekam. suara semua percakapan atau pembicaraan. Penggunaan voice recorder dalam wawancara perlu memberi tahu kenapa informan apakah dibolehkan atau tidak. e. Alat tulis berfungsi untuk menulis segala sesuatu yang penting dalam penelitian. f. Lembar catatan lapangan berfungsi untuk catatan peneliti dalam penelitian yang telah dilakukan. g. Lembar observasi berfungsi sebagai alat pengumpul data dalam melakukan observasi. h. Kamera berfungsi untuk memotret kalau peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan informan/sumber data. Dengan adanya foto ini, maka dapat meningkatkan keabsahan penelitian akan lebih terjamin, karena peneliti betul – betul melakukan pengumpulan data.Kamera yang digunakan adalah kamera handphone 8 megapixel..

(58) 48. 3.4.2 Pengumpulan Data 3.4.2.1 Data Data yang dihasilkan dari penelitian ini berupa data verbal atau transkip verbatim yang didapatkan dari hasil wawancara. mendalam. dengan. tehnik. wawancara. semistruktur kepada perawat yang mempunyai pengalaman menangani kasus cedera kepala di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Hasil yang didapatkan selama proses wawancara kemudian ditransfer ke dalam notebook berupa file MP3 dan didengarkan terus menerus untuk ditulis dalam bentuk transkip wawancara. Hal tersebut dilakukan pada semua data rekaman. partisipan. Data yang sudah. dalam bentuk transkip kemudian dibaca berulang kali untuk diinterprestasikan menjadi sebuah hasil penelitian. 3.4.2.2 Prosedur pengumpulan data 1. Tahap persiapan Pengumpulan data akan di mulai setelah peneliti menyelesaikan ujian proposal dan diperbolehkan melakukan pengambilan data dilapangan. Peneliti mengurus surat ijin pengambilan data yang di keluarkan oleh Program Studi S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta kepada Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pengurusan surat ijin. dan.

(59) 49. keterangan laik etik ke bagian diklat. Ijin. yang. diberikan oleh Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta selanjutnya dipergunakan oleh peneliti sebagai ijin masuk dalam pengambilan data kepada perawat dengan berkoordinasi mengenai kriteria inklusi partisipan kepada kepala ruang IGD RSUD Dr. Moewardi surakarta. Partisipan. yang. memenuhi. kriteria. inklusi. kemudian diberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang mungkin terjadi pada proses pengumpulan data. Peneliti memberitahu kepada partisipan bahwa akan dilakukan perekaman wawancara dan pengambilan gambar serta observasi mengenai peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala, setelah diberikan penjelasan partisipan diminta kesediaannya untuk menanda tangani lembar persetujuan menjadi partisipan. Selanjutnya peneliti dan partisipan membuat kontrak waktu dan tempat untuk proses pengambilan data. 2. Tahap pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan peneliti menyiapakan instrumen inti dan penunjang. Instumen ini disiapkan.

(60) 50. dengan melatih ketrampilan wawancara kepada perawat yang bukan menjadi partisipan, kemudian peneliti melakukan. pengembangan. diri. terhadap. proses. wawancara. Instrumen penunjang yang disiapkan meliputi buku, catatan, bolpoint, pedoman pertanyaan dan kamera untuk mendokumentasikan gambar pada saat wawancara. Alat perekam yang sudah di pastikan dapat digunakan kembali diperiksa dengan baik. Lembar. obseravasi,. buku. catatan. dan. bolpoint. disiapkan dengan baik kemudian peneliti bertemu dengan partisipan. Peneliti datang sesuai dengan waktu dan tempat yang telah disepakati sebelumnya dengan partisipan. Peneliti melakukan wawancara secara mendalam. Peneliti menggunakan pedoman pertanyaan yang berisi garis besar pertanyaan yang diajukan kepada partisipan, pertanyaan wawancara dikembangkan dari jawaban partisipan tetapi tetap tidak keluar dari pedoman yang telah dibuat. Partisipan diberikan kebebasan untuk memberikan informasi selengkapnya dan seleluasa mungkin. Sehingga pertanyaan dan hasil wawancara yang diperoleh bervariasi untuk setiap partisipan..

(61) 51. Partisipan 1 waktu wawancara pukul 10.30 – 10.45 wib (15 menit) hari selasa tanggal 14 – 04 – 2015 tempat diruang tindakan non bedah IGD. Partisipan 2 Waktu wawancara pukul 10.55 – 11.10 wib (15 menit) hari selasa tanggal 14 – 04 – 2015 tempat ruang tindakan. non. bedah. IGD.. Partisipan. 3. waktu. wawancara pukul 11.20 – 11.40 wib (20 menit) hari selasa tanggal 14 – 04 – 2015 tempat diruang tindakan non bedah IGD. Partisipan 4 waktu wawancara pukul 11.45 – 12.10 wib (25 menit) hari selasa tanggal 14 – 04 – 2015 tempat diruang tindakan non bedah IGD. Partisipan 5 waktu wawancara pukul 16.55 – 17.30 wib (35 menit) hari rabu, tanggal 15 – 04 – 2015 tempat diruang kepala ruang IGD. 3. Tahap terminasi Tahap. terminasi. adalah. tahap. akhir. dari. pengumpulan data yang dilakukan terminasi dengan melakukan validasi terhadap data yang telah ditemukan kepada partisipan. Setelah dilakukan pengambilan data wawancara selanjutnya akan dilakukan observasi guna menyajikan gambaran realistis perilaku atau kejadian, dan untuk memvalidasi hasil wawancara dengan hasil observasi apakah sama dan akan memberikan umpan.

(62) 52. balik terhadap pengambilan data yang telah dilakukan. Peneliti memperlihatkan hasil transkip wawancara dan interprestasi peneliti kepada partisipan, jika partisipan mengatakan apa yang ditulis peneliti telah sesuai dengan apa yang dimaksud oleh partisipan dan dilakukan terminasi dengan pemberian reward sebagai ucapan terima kasih telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan menyampaikan bahwa proses penelitian telah selesai.. 3.5 Analisa Data Prinsip pokok dari teknik analisis kualitatif ialah mengolah dan menganalisa data-data yang terkumpul menjadi data yang sistematis, teratur dan terstruktur serta memiliki makna. Pada penelitian ini menggunakan model metode fenomenologi deskriptif dengan metode Colaizzi (Cresswell, 2013).Adapun metode analisa data colaizziadalah sebagai berikut : 1. Membuat deskriptif partisipan tentang fenomena dari informan dalam bentuk narasi yang bersumber dari wawancara. 2. Membaca kembali secara keseluruhan deskriptif informasi dari informan untuk memperoleh perasaan yang sama seperti pengalaman informan. Peneliti melakukan 3 – 4 kali membaca transkip untuk merasa hal yang sama seperti informan..

(63) 53. 3. Mengidentifikasi kata kunci melalui penyaringan pernyataan informan yang signifikan dengan fenomena yang diteliti. Pernyataan – pernyataan yang merupakan pengulangan dan mengandung makna yang sama atau mirip maka pernyataan ini diabaikan. 4. Memformulasikan arti dari kata kunci dengan cara mengelompokkan kata. kunci. yang. sesuai. pernyataan. penelitian,. selanjutnya. mengelompokkan lagi kata kunci yang sejenis. Peneliti sangat berhati – hati agar tidak membuat penyimpangan arti dari pernyataan informan dengan merujuk kembali pada pernyataan informan yang signifikan cara yang perlu dilakukan adalah menelaah kalimat satu dengan yang lain. 5. Mengorganisasikan arti – arti yang telah teridentifikasi dalam beberapa kelompok tema. Setelah tema – tema terorganisir, peneliti memvalidasi kembali kelompok tema tersebut. 6. Mengintergrasikan semua hasil penelitian ke dalam suatu narasi yang menarik dan mendalam sesuai dengan topik penelitian. 7. Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing – masing informan lalu diikutsertakan pada deskripsi hasil akhir penelitian.. 3.6 Keabsahan Data Dalam pengujian keabsahan data pada penelitian ini dicapai dengan melakukan pengecekan keabsahan temuan untuk menjamin kepercayaan hasil penelitian. Menurut Polit dan Beck (2010) pada penelitian kualitatif,.

(64) 54. hasil penelitian dipandang memenuhi kriteria ilmiah bila mempunyai tingkat kepercayaan tertentu (trustworthiness) yang dapat dicapai dengan berpegang pada 4 prinsip yaitu : 1. Credibility Pada penelitian ini kredibilitas dicapai dengan melakukan validasi kembali hasil wawancara kepada partisipan. Peneliti memperlihatkan data dan interprestasi peneliti yang telah ditulis dalam bentuk transkip wawancara dan catatan lapangan untuk dilihat dan dibaca partisipan apakah ada diantara ungkapan dan pernyataan yang tidak sesuai dengan maksud partisipan. Partisipan juga diberi kesempatan untuk memberi tambahan informasi untuk lebih menyempurnakan dalam memberikan gambaran yang sebenarnya dirasakan oleh partisipan. Peneliti juga berkonsultasi dengan pembimbing dan penguji terkait dengan pengmpulan data yang diperoleh. Prinsip ini untuk mengetahui apakah kebenaran. hasil. penelitian. kualitatif. dapat. dipercaya. dalam. mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya (kesesuaian antara konsep peneliti dengan konsep partisipan). 2. Pengujian Transferability Peneliti melibatkan pembimbing dalam penulisan dan pelaporan hasil agar mudah dipahami oleh pembaca, selain itu peneliti membuat uraian yang diteliti dan secermat mungkin sehingga menghasilkan deskripsi yang padat dan dapat digunakan pada setting lain dengan konsep dan karakteristik yang sama..

(65) 55. 3. Pengujian Depenability Peneliti sebagai instrumen kunci dapat membuat kesalahan dalam menginterprestasikan data sehingga timbul ketidak percayaan pada peneliti. Agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, peneliti melibatkan seseorang yang berkompeten dibidangnya yaitu selalu melibatkan pembimbing dan penguji selama penelitian, analisa. data. dan. penulisan. hasil. penelitian. untuk. menjaga. dependebilitas hasil penelitian. 4. Pengujian Confirmability Aspek confirmability dipenuhi peneliti dengan melakukan konfirmasi kembali terhadap hasil interprestasi kepada partisipan dan pembimbing serta mengintegrasikannya dengan catatan lapangan dan hasil observasi.. 3.7 Etika Penelitian Etika penelitian adalah suatu sistem nilai normal yang harus dipatuhi oleh peneliti saat melakukan aktivitas penelitian yang melibatkan partisipan, meliputi kebebasan dari adanya ancaman, kebebasan dari adanya eksploitasi keuntungan dari penelitian tersebut, dan resiko yang didapatkan. Poliet et al (2004) menyatakan bahwa penelitian kualitatif harus memenuhi lima prinsip etik sebagai berikut :.

(66) 56. 1. Autonomy Pada penelitian ini partisipan diberikan hak untuk ikut serta dalam penelitian maupun tidak tanpa ada paksaan. Prinsip ini dipenuhi dengan memberi penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian serta akibat – akibat yang akan terjadi bila bersedia menjadi partisipan. Partisipan. juga. diperkenankan. untuk. mundur. saat. penelitian. berlangsung jika merasa tidak nyaman dan dirugikan. Partisipan yang bersedia. ikut. serta. dalam. penelitian. kemudian. dipersilahkan. menandatangani lembar informed consent tanpa paksaan dari peneliti. 2. Beneficience Peneliti memastikan bahwa penelitian yang dilakukan bebas dari bahaya fisik, maupun emosional dan eksploitasi serta memberikan mafaat bagi partisispan. Upaya peneliti untuk memenuhi prinsip beneficience. yaitu. dengan. menghindari. pertanyaan. yang. memungkinkan dapat menyebabkan ketidaknyamanan partisipan dan dapat menstimulus timbulnya emosional serta peneliti tidak memaksa partisipan untuk mengungkapkan hal – hal yang tidak ingin diceritakan. 3. Non Maleficence Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi partisipan dengan menjelaskan tentang proses penelitian secara rinci sehingga partisipan memahami dan dapat terhindar dari kerugian yang mungkin ditimbulkan. Pada saat wawancara peneliti memperhatikan partisipan terkait adanya perasaan sedih atau marah. Proses wawancara mendalam.

(67) 57. menyesuaikan dengan keadaan partisipan karena membutuhkan waktu yang. dapat. menggangu. aktivitas. partisipan.. Peneliti. akan. memperhatikan hal tersebut, jika terjadi keadaan yang tidak memungkinkan maka peneliti akan menghentikan proses wawancara. Apabila partisipan masih bersedia dan mau untuk di wawancara, peneliti dan partisipan akan. membuat kesepakatan melakukan. wawancara ulang sesuai dengan kontrak waktu yang akan ditentukan oleh peneliti dan partisipan. 4. Anonimity Hak anonimity dipenuhi oleh peneliti dengan cara tidak mencantumkan nama, akan tetapi dengan kode yang hanya dimengerti oleh peneliti. kode yang digunakan adalah P1 untuk partisispan 1, P2 untuk partisispan 2, P3 untuk partisispan 3, P4 untuk partisipan 4, P5 untuk partisipan 5 dan seterusnya. Data yang sudah didapat juga disimpan peneliti dalam bentuk file di dalam Compact Disk dengan nama folder yang hanya diketahui peneliti. 5. Justice Peneliti memenuhi prinsip ini dengan menghargai partisipan sesuai dengan norma yang berlaku, memperlakukan semua partisipan secara adil dengan tidak membeda – bedakan dan memberikan penjelasan penelitian yang sama, kebebasan yang sama dalam menentukan waktu dan tempat penelitian perlakuan yang sama selama proses wawancara dan reward yang sama sebagai ucapan terima kasih..

(68) BAB IV HASIL PENELITIAN. Pada bab 4 ini dipaparkan hasil penelitian terkait peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tema – tema yang didapatkan dari penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada 5 perawat IGD yang pernah menangani kasus cedera kepala. Dalam bab ini juga di jelaskan mengenai diskripsi tempat penelitian, karakteristik partisipan dan hasil penelitian. 4.1 Diskripsi tempat penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang berada di Jalan Kolonel Sutarto 132 Surakarta. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi merupakan Rumah Sakit tipe A yang berada di kota surakarta dan menjadi Rumah Sakit rujukan nasional. Instalasi gawat darurat di RSUD Dr. Moewardi memiliki beberapa. jenis pelayanan meliputi Disaster dan. Bencana, Triage dan Observasi Non Bedah, Resusitasi, Kamar Operasi Mayor, Kamar Operasi Minor dan observasi bedah, Ponek , NICU (Neonatal Intensive Care Unit), Intermediate care, dan one day care. Sumber daya manusia di IGD terdiri dari Dokter Spesialis (on site) 2 yaitu Satuan Medik Fungsional anak dan obgyn, dokter umum sebanyak 13 orang, non medis sebanyak 28 orang dan perawat sebanyak 33 orang.. 58.

Gambar

Tabel 1.1.Skala GCS (Nurarif, 2013).
Tabel 1.3 Keaslian penelitian
Gambar 4.1 Skema Tema: Gambaran Kasus Cedera Kepala1. Trauma kecelakaan 2. Benturan1.  Sadar  2
Gambar 4.2 Skema Tema: Initial assasment
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dilapangan dengan melakukan observasi dan wawancara terhadap Dayah-dayah kemudian terhadap Pimpinan, dewa guru dan santri yang ada di pesantren tersebut

integritas dan memiliki kepribadian transformatif landasannya ialah IESQ. Landasan ini menghasilkan sikap positif, mindset esensi, komitmen normatif dan kompetensi

Dengan pendekatan tersebut sensor gerak ini dapat digunakan sebagai alternatif penghitung data kepadatan lalu lintas dengan mendeteksi pergerakan kendaraan yang

HAMKA WILAYAH KOTA

One of the hospitals is the National Cancer Center (NCC) and the other is the Hospital for Cancer Registration Center (HCRC). This study was to implement CANREG 5 based on the

196.. From the data, then, we can say that there is no significant difference both in the types and the rank of the cohesive devices used. However, the students used more various

1) Perbedaan karena fungsi; Perbedaan fungsi ini paling tidak bertolak dari perbedaan umur. Perbedaan fungsi ini menjadi dasar pertimbangan untuk mengetahui pemenuhan

Data-data yang terkait pada sistem saat ini adalah data operasional sampah, data produksi gas, jumlah tenaga kerja yang ada, serta aktivitas-aktivitas yang dilakukan