• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007, Badan Intelijen Australia yang bernama Defence Signals

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007, Badan Intelijen Australia yang bernama Defence Signals"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pada tahun 2007, Badan Intelijen Australia yang bernama Defence Signals Directorate (DSD) datang ke Bali yang pada saat itu menjadi tuan rumah dalam acara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa. DSD yang kemudian berganti nama pada tahun 2013 menjadi Australian Signals Directorate (ASD) membawa tugas khusus selama berada di Indonesia.1 Salah satu tugas khususnya adalah mencari tahu dan mengumpulkan nomor-nomor telepon yang dipakai pejabat untuk berkomunikasi khususnya para pejabat khusus dalam bidang pertahanan dan keamanan Indonesia. DSD tidak bekerja sendiri dalam menjalankan misi tersebut, melainkan dibantu oleh Amerika Serikat melalui Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (National Security Agency). Badan keamanan Amerika Serikat ini membantu DSD dalam hal memperoleh informasi target yang menjadi incaran mereka. Edward Snowden yang adalah mantan kontraktor yang bekerja di NSA, membocorkan semua informasi ini. Snowden dikenal sebagai orang yang sering membocorkan rahasia dari intelijen Amerika Serikat (AS).2

1 Vivanews, 8 November 2013, Spionase Kangguru di Tanah Garuda, URL :

http://sorot.news.viva.co.id/news/read/457214-spionase-kanguru-di-tanah-garuda, dikases pada tanggal 19 Februari 2015.

(2)

Setelah mereka mendapatkan informasi yang mereka inginkan, mereka memasukkan data-data tersebut ke dalam tim mereka untuk dimonitor dan diseleksi informasinya dari komunikasi yang mereka dapatkan. Snowden menyebutkan DSD memakai seseorang yang ahli dalam Bahasa Indonesia untuk menerjemahkan informasi dan mengumpulkan data yang akurat mengenai struktur jaringan dalam keadaan darurat. DSD dengan usahanya ini hanya mendapatkan satu nomor telepon pejabat yaitu nomor telepon Irjen Pol. Paulus Purwoko, Kepala Kepolisian Daerah Bali, usaha yang dilakukan DSD tidak berhenti sampai disana saja. DSD kembali melakukan aksinya secara intensif dan sistematis di Jakarta, bahkan mereka membangun jaringan penyadapannya di Indonesia melalui kantor kedutaan besar yang berada di Jakarta.3

Australia mempunyai pos-pos diplomatik dan keberadaan pos-pos ini sudah menyebar sangat luas di Asia. Pos-pos diplomatik milik Australia ini mempunyai fasilitas untuk mencegat lalu lintas data informasi tentang pertahanan dan keamanan negara. Panggilan telepon dari pejabat-pejabat penting di negara kawasan Asia tersebut kemudian diintervensi melalui pos-pos diplomatik ini.4

Diplomat Australia yang sedang bekerja di Kedutaan Australia tidak mengetahui adanya kegiatan pengintaian melalui pos-pos diplomatik ini dilakukan. DSD melalui kedutaan-kedutaan Australia yang berada di kawasan Asia seperti Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Hanoi, Beijing, Dili, dan Port Moresby

3Ibid

4 Ibid

(3)

mengumpulkan data-data intelijen yang mereka perlukan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Australia sudah mempunyai daftar negara sasaran untuk disadap, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Cina, Timor Leste, dan Papua Nugini.5

Laporan yang ditulis oleh Snowden mengenai aksi penyadapan Australia itu adalah bagian dokumen yang membicarakan mengenai adanya misi spionase, yang dinamakan Lima Mata (5 eyes club), yang disponsori oleh Amerika Serikat, dan beranggotakan : Australia, Kanada, Inggris, Amerika Serikat dan New Zealand. Spionase adalah: “the practice of using spies to collect information about what another government or company is doing or plans to do”6 Kelima negara tersebut saling berbagi informasi mengenai data intelijen berdasarkan Australian Secret Intelligent Service dari Kedutaan Besar Australian di Jakarta dengan tujuan mendapatkan dan mengumpulkan data intelijen Indonesia.7

Dalam dokumen tersebut, Snowden juga menyebutkan bahwa fasilitas yang mereka gunakan dalam penyadapan seperti antena, biasanya diletakkan secara tersembunyi dan kerap juga disembunyikan di dalam miniatur bangunan atau di atap gedung pemeliharaan di beberapa kantor kedutaan.8

Seorang mantan perwira yang bekerja di DSD mengatakan Indonesia terdapat titik koordinat dalam pengumpulan data-data yang dibutuhkan Australia yakni di

5Ibid

6

Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary Ninth Edition

7Vivanews, 8 November 2013, Spionase Kangguru di Tanah Garuda, Loc.cit

8 Ibid

(4)

Kedutaan Besar Australia yang berada di Jakarta. Australia mengumpulkan beberapa informasi diantaranya data politik, ekonomi, dan intelijen. Kedutaan Besar Australia yang terletak di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, menjadi lokasi dimana Australia mengumpulkan data-data tersebut. Australia belum puas sampai disana, Konsulat Jenderal Australia yang terletak di Jalan Tantular No. 32, Denpasar, Bali pun juga dipakai Australia dalam mengumpulkan informasi terkait dengan data intelijen.9

International Business Times Australia mengutip terdapat 2 faktor penyebab Australia menjadikan Jakarta sebagai pusat aksi spionase di Indonesia. Faktor pertama, pertumbuhan jaringan telepon seluler yang pesat di Indonesia dan Jakarta khususnya. Kedua, elite politik di Jakarta dianggap amat “cerewet”. Mantan perwira DSD meengatakan “Jaringan seluler merupakan anugerah besar, dan elite Jakarta adalah kelompok yang suka berbicara. Mereka bahkan tetap mengoceh meski merasa agen intelijen Indonesia sendiri menyadap mereka,”. Salah satu data yang diperlukan Australia melalui penyadapan di Indonesia yaitu data intelijen yang diantaranya terorisme dan perdagangan manusia. Terorisme di Indonesia dan para imigran gelap seringkali datang ke Australia melalui jalur laut Indonesia yang kemudian diperjual belikan di Australia.10

Didasarkan hal tersebut, Indonesia telah menanyakan isu penyadapan tersebut kepada perwakilan negara Australia, namun jawaban mereka tidak menghasilkan

9Ibid

(5)

apapun bahkan mereka tidak dapat menyangkal atau mengkonfirmasi isu tersebut. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia tidak dapat menyembunyikan kekesalannya terhadap Australia.11

Indonesia bertambah kesal setelah mengetahui pernyataan dari Perdana Menteri Australia, Tony Abbott yang mengatakan bahwa setiap badan dan agen intelijen yang bekerja untuk Australia selalu melaksanakan tugasnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Ia tidak dapat memberi kejelasan mengenai isu penyadapan ini.

Pihak Australia kembali tidak mau memberi penjelasan mengenai isu penyadapan. Hal ini diketahui setelah Dubes Australia untuk RI yang bernama Greg Moriaty juga tidak dapat memberi tanggapan atas pemanggilan dirinya oleh Kementrian Luar Negeri RI terkait spionase yang dilakukan Australia. Ia hanya mengatakan bahwa pihak Australia hanya mengikuti perkembangan berita di Indonesia.12

Pada akhirnya Australia sedikit terusik dengan adanya ancaman dari Kementrian Luar Negeri yang akan mengakhiri hubungan kerjasama di bidang penangkalan terorisme dan perdagangan manusia dengan Australia. Moriarty mengatakan hubungan kerjasama yang terjalin antara Australia dengan Indonesia selama ini sangat erat. Australia sangat menghormati hubungan kemitraan yang sudah lama terjalin diantara keduanya, ia juga mengatakan bahwa hubungan bilateral ini

11Ibid

12 Ibid

(6)

sangat menguntungkan untuk kedua negara dan Australia berharap kerjasama lainnya terutama di bidang penanggulangan terorisme dan perdagangan manusia.13

Pada tanggal 7 November 2013, Australia melalui menteri pertahanannya yang bernama David Johnston datang ke Indonesia untuk menghadiri pertemuan dengan Menteri Pertahanan RI. Australia mengutus Johnston untuk datang ke Indonesia sebagai bentuk tanggapan atas berbagai pemberitaan di Indonesia yang menyudutkan Australia. Pertemuan tersebut tidak menghasilkan sesuatu yang memuaskan bagi Indonesia. Purnomo Yusgiantoro selaku Menteri Pertahanan RI menyebutkan kedua negara sepakat untuk melimpahkan isu penyadapan kepada Kementerian luar negeri Australia dan Indonesia. Hal ini disepakati mengingat isu penyadapan ini berkaitan erat dengan hubungan diplomatik antar dua negara. Purnomo juga mengatakan isu penyadapan masuk dalam lingkup politik luar negeri kedua negara.

Atas uraian latar belakang tersebut di atas, penyadapan yang kerapkali dilakukan oleh Australia kepada Indonesia yang memakan waktu cukup lama dan belum adanya konvensi internasional yang mengatur secara khusus mengenai penyadapan, serta penyadapan dapat merugikan hak-hak negara Indonesia dalam merahasiakan informasi intelijen negara, maka penelitian ini diberi judul :

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDONESIA DALAM KASUS PENYADAPAN OLEH AUSTRALIA”

13 Ibid

(7)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan perlindungan hukum bagi Indonesia dalam kasus penyadapan yang dilakukan oleh Australia?

2. Apakah upaya hukum yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menanggapi kasus penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Indonesia?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah, perlu ditegaskan mengenai materi yang diatur di dalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari menyimpangnya pembahasan materi dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, sehingga dapat diuraikan secara sistematis. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah dalam pembahasan rumusan masalah ini akan membahas tentang perlindungan hukum yang seharusnya didapat Indonesia dalam kasus penyadapan yang diantaranya memuat pasal-pasal terkait dan doktrin-doktrin yang menjelaskan tinjauan-tinjauan berkaitan dengan penyadapan agar mendapat kepastian hukum yang jelas.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah : a. Tujuan Umum

(8)

Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dipersiapkan dan ditempuh oleh Indonesia dalam rangka menyelesaikan permasalahan penyadapan yang dilakukan Australia kepada Indonesia.

b. Tujuan Khusus

Untuk memberikan perlindungan hukum bagi Indonesia agar tidak menjadi korban pelanggaran hak kebebasannya dalam merahasiakan informasi intelijen negara yang seringkali disadap oleh negara asing yang merugikan Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

Penulisan Skripsi ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik perihal permasalahan-permasalahan penyadapan oleh negara terhadap negara lain seperti dalam kasus ini yaitu penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Indonesia. Pada akhirnya dapat memberikan gambaran perihal mekanisme yang dapat ditempuh oleh Indonesia agar dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut sesuai pada hukum internasional khususnya hukum intelijen yang berlaku khususnya tentang intelijen.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para akademisi dan juga oleh pemerintah Indonesia untuk mengkaji dan menganalisa strategi yang dapat dipersiapkan guna menyikapi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan

(9)

penyadapan sehingga pada akhirnya Indonesia mendapat hak kebebasannya dalam merahasiakan informasi intelijen negara.

1.6 Landasan Teoritis

1.6.1. Hubungan Politik Internasional dengan Hukum internasional

Politik internasional membahas keadaan-keadaan atau soal-soal politik di masyarakat internasional dalam arti yang lebih sempit, yaitu dengan menitikberatkan pada diplomasi dan hubungan antara negara dan satuan-satuan politik lainnya. Sedangkan hukum internasional adalah aturan-aturan yang mengatur kerjasama antar negara. Setiap negara memilki politik luar negeri yang menjadi dasar untuk mengadakan hubungan internasional dengan negara lain. Kumpulan dari politik luar negeri dari masing-masing negara disebut politik internasional. Dalam melakukan politik internasional, masyarakat internasional perlu adanya hubungan internasional antar negara. Hukum internasional merupakan bagian dari hubungan internasional. Setelah mengadakan hubungan internasional, masyarakat internasional yang tergabung dalam organisasi internasional dapat mengadakan hubungan politik internasional. Hukum internasional merupakan salah satu unsur dari politik internasional.14

Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas

14

Misbach, 1980, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Jember, Jember, h. 13-15

(10)

negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.15 Seiring dengan jaman yang semakin berkembang, hukum internasional tidak saja mengatur hubungan antar negara, tetapi juga subjek hukum lainnya seperti organisasi-organisasi internasional, kelompok-kelompok supranasional, dan gerakan-gerakan pembebasan nasional. Hukum internasional juga diberlakukan kepada individu-individu dalam hubungannya dengan negara-negara.16 Negara sebagai aktor hukum internasional yang paling berperan dalam membuat hukum internasional baik partisipasinya dalam hubungan-hubungan atau interaksi-interaksi internasional, maupun perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat melalui negara atau subjek hukum internasional lainnya ataupun dalam kaitannya dengan keputusan dan resolusi organisasi-organisasi internasional. Dengan kata lain, hukum internasional publik merupakan suatu kaidah atau norma-norma yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban para subjek hukum internasional yakni negara, lembaga dan organisasi internasional, serta individu dalam hal tertentu.17

Dalam pasal 1 ayat (3) Piagam PBB menyatakan :

15Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, 2010, Pengantar Hukum Internasional, PT.

Alumni, Bandung, h. 1-2

16 Gerhard Von Glahn, 1996, Law Among Nations Seventh Edition, Longman Publishing

Group, New York, h. 2

17 Boer Mauna, 2011, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, PT. Alumni, Bandung, h. 2

(11)

“Mengembangkan hubungan persahabatan antara bangsa-bangsa berdasarkan penghargaan atas prinsip-prinsip persamaan hak dan hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri, dan mengambil tindakan-tindakan lain yang wajar untuk memperteguh perdamaian universal.”

Pasal 2 ayat (1) Piagam PBB menyatakan :

“Organisasi didasarkan pada Prinsip Persamaan Kedaulatan antara semua anggotanya.”

Kedua pasal yang tercantum dalam Piagam PBB tersebut telah membuktikan bahwa adanya persamaan kedaulatan diantara seluruh negara anggota PBB. Suatu negara tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan negara lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Indonesia sudah termasuk dalam kategori mencampuri urusan dalam negeri. Hal ini dapat dibuktikan dengan penyadapan yang dilakukan melalui gedung Kedutaan Besar Australia di Indonesia. Selain itu, Australia menyadap orang-orang penting di Indonesia.

1.6.2. Sumber Hukum Internasional secara Materiil dan Formil

J.G. Starke mengemukakan bahwa sumber-sumber materiil hukum internasional dapat didefinisikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum internasional untuk menetapkan hukum

(12)

yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu.18 Bahan-bahan aktual tersebut dapat dikategorikan sebagai :

1. Kebiasaan; 2. Traktat;

3. Keputusan pengadilan atau badan-badan arbitrase; 4. Karya-karya hukum;

5. Keputusan atau ketetapan organ-organ/lembaga internasional.

Sedangkan sumber hukum internasional formil tidak jauh berbeda dengan sumber hukum internasional materiil. Louis Henkin dan kawan-kawan mengatakan bahwa sumber formil dari hukum internasional tidak terlalu berbeda dengan pendapat Starke, hanya saja pada poin 5 mereka menggunakan istilah Resolutions and Declarations (Resolusi dan Deklarasi) yang dimaksudkan hanya terbatas pada resolusi dan deklarasi dari Majelis Umum PBB.19

Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional menyebutkan sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah untuk mengadili perkara adalah :

18

Ibid, h. 8

(13)

1. Perjanjian internasional (International Conventions), baik yang bersifat umum maupun khusus.

2. Kebiasaan internasional (International Custom)

3. Prinsip-prinsip umum hukum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara beradab

4. Keputusan pengadilan (Judcial Decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (teachings of the most highly qualified publicists)

1.6.3. Teori mengenai daya mengikat hukum internasional, yaitu teori hukum alam dan teori hukum positif.

a. Teori Hukum Alam

Menurut teori ini hukum itu berasal dari alam dan diturunkan oleh alam kepada manusia melalui akal atau rasionya. Hukum sama dengan alam yang bersifat universal, abadi, dan tidak berubah-ubah. Manusia menerima hukum secara pasif karena hukum alam berasal dari Tuhan. Hugo De Groot memandang bahwa hukum alam yang berlaku di masyarakat internasional, dengan kata lain hukum internasional merupakan bagian dari hukum alam. Hukum alam dan hukum internasional memiliki sifat dan kekuatan mengikat yang

(14)

sama.20 Kelemahan dari teori ini adalah bersifat abstrak, samar, serta mengawang-awang sehingga konsep dari teori hukum alam tidak menjawab sebab masyarakat internasional mau terikat pada hukum internasional.21Sedangkan kelebihan dari teori hukum alam ialah teori ini telah memberikan kontribusi dalam meletakkan landasan yang ideal bagi norma hukum pada umumnya khususnya nilai-nilai keadilan.22

b. Teori hukum positif

Teori hukum positif menyatakan bahwa dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional adalah kehendak negara. Teori ini berlawanan dengan teori hukum alam, melainkan hukum dibuat oleh manusia atau masyarakat, tumbuh kemudian hidup, berlaku, dan berlaku, berkembang dalam masyarakat. Hukum bersifat mengikat karena masyarakat tunduk pada hukum karena masyarakat sendiri yang membutuhkan hukum dalam kehidupannya. Jika dikaitkan dalam hukum internasional, maka hukum internasional berlaku dan mengikat masyarakat internasional karena masyarakat internasional yang

20Sefriani, op.cit, h. 13 21

I Wayan Parthiana, op.cit, h. 27

(15)

membutuhkan dan menghendaki untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional.23

1.6.4. Teori Kerjasama Internasional

Seluruh negara yang ada di dunia tidak dapat berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk itu diperlukan adanya kerjasama internasional sebagai bentuk saling ketergantungan atas kebutuhan dari masing-masing negara. Penyebab munculnya kerjasama internasional adalah keadaan, kebutuhan, kemampuan, dan potensi yang dimiliki secara berbeda-beda oleh negara-negara di dunia.24 Bentuk kerjasama internasional yang dapat dijalin oleh satu negara dengan negara lain bermacam-macam, seperti bidang ekonomi, politik, pendidikan, budaya, dan keamanan.

K.J. Holsti mengatakan bahwa proses kerjasama atau kolaborasi dapat terbentuk dari perpaduan keanekaragaman masalah nasional, regional atau global yang timbul dan memerlukan perhatian dari berbagai negara. Pemerintah dari masing-masing negara melakukan pendekatan dengan pemerintah negara lainnya dengan membawa usul penanggulangan masalah, mengumpulkan bukti-bukti tertulis untuk membenarkan suatu usul atau yang lainnya dan mengakhiri perundingan dengan suatu perjanjian yang memuaskan

23

I Wayan Parthiana, op.cit, h. 28-29

24Sjamsumar Dam dan Riswandi, 1995, Kerjasama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 15

(16)

seluruh pihak.25 K.J. Holsti memberikan definisi tentang kerjasama internasional, yaitu:26

a. Pandangan bahwa dua atau lebih kepentingan, nilai, atau tujuan saling bertemu dan dapat menghasilkan sesuatu, dipromosikan atau dipenuhi oleh semua pihak sekaligus.

b. Pandangan atau harapan dari suatu negara bahwa kebijakan yang diputuskan oleh negara lainnya akan membantu negara itu untuk mencapai kepentingan dan nilai-nilainya.

c. Persetujuan atau masalah-masalah tertentu antara dua negara atau lebih dalam rangka membantu negara memanfaatkan persamaan kepentingan atau benturan kepentingan.

d. Aturan resmi atau tidak resmi mengenai transaksi di masa depan yang dilakukan untuk melaksanakan persetujuan.

e. Transaksi antar negara untuk memenuhi persetujuan mereka.

Koesnadi Kartasasmita mengatakan bahwa : “Kerjasama Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya hubungan interdependensi dan bertambah kompleksitas kehidupan manusia dalam masyarakat internasional”. Kerjasama internasional dapat diartikan sebagai akibat upaya

25K.J. Holsti, 1988, Politik Internasional, Kerangka untuk Analisis, Jilid II Terjemahan M. Tahrir Azhari, Erlangga, Jakarta, h. 652.

26

(17)

suatu negara untuk memanfaatkan negara atau pihak lain dalam proses pemenuhan kebutuhannya.27

1.6.5. Teori Perjanjian Internasional

Tiap negara dapat menggariskan kerjasama mereka, mengatur berbagai kegiatan, menyelesaikan berbagai masalah melalui perjanjian internasional. Isi dari perjanjian internasional harus menampung kehendak dan persetujuan negara demi mencapai tujuan bersama. Persetujuan yang telah disepakati bersama inilah yang menjadi dasar hukum internasional untuk mengatur kegiatan negara-negara.28

Perjanjian internasional menurut pasal 2 Konvensi Wina adalah suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan padanya.

1.6.6. Teori Tanggung Jawab Negara

Tanggung jawab negara diartikan sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh negara kepada negara lain berdasarkan perintah hukum

27 Koesnadi Kartasasmita, 1977, Administrasi Internasional, Lembaga Penerbitan Sekolah

Tinggi Ilmu Administrasi, Bandung, h. 19

28

(18)

internasional.29 Adanya kedaulatan negara tidak berarti negara bebas dari tanggung jawabnya. Kedaulatan memiliki suatu prinsip bahwa di dalamnya terdapat kewajiban untuk tidak menyalahgunakan kedaulatan tersebut. Apabila suatu negara menyalahgunakan kedaulatannya, maka negara tersebut dapat dimintai tanggung jawab. Hal ini lah yang menjadi latar belakang timbulnya tanggung jawab negara dalam hukum internasional bahwa tidak ada satu negara pun yang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak-hak negara lain.30

Jika suatu negara tidak dapat memenuhi kewajiban yang disebabkan kepadanya menurut hukum internasional maka ia dapat dimintakan tanggung jawab. Munculnya teori ini bisa timbul dikarenakan adanya prinsip persamaan derajat, kedaulatan negara, dan hubungan damai dalam hukum internasional. Berdasarkan prinsip-prinsip inilah apabila negara lain melanggar haknya, suatu negara dapat dimintai pertanggungjawaban.31 Karakteristik penting timbulnya tanggung jawab negara dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor:32

29

Rebecca M.M. Wallace, 2002, International Law Fourth Edition, Sweet&Maxwell, London, h. 175.

30

Huala Adolf, 2011, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Keni Media, Bandung, h. 203.

31Malcolm N. Shaw, 1997, International Law, Cambridge University Press, Cambridge, h.

541

(19)

a. Adanya suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua negara tertentu;

b. Adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum internasional yang melahirkan tanggung jawab negara;

c. Adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar hukum atau kelalaian.

Tanggung jawab negara dapat dibagi menjadi dua, yaitu tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum dan tanggung jawab atas pelanggaran perjanjian. Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum timbul dari setiap kesalahan atau kelalaian suatu negara terhadap orang asing di dalam wilayahnya atau wilayah negara lain.33 Sedangkan tanggung jawab atas pelanggaran perjanjian timbul apabila suatu negara melanggar suatu perjanjian atau kontrak.34

1.6.7. Teori Kedaulatan Negara

Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh setiap negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai kepentingannya asal saja kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional.35 Sesuai dengan konsep hukum internasional, kedaulatan memiliki dua aspek yaitu aspek internal dan eksternal.

33Huala Adolf, Op.cit, h. 217. 34

Ibid, h. 219 35

(20)

Aspek internal kedaulatan adalah hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga-lembaga tersebut dan hak untuk membuat undang-undang yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi. Sedangkan aspek eksternal kedaulatan adalah hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara atau kelompok-kelompok lain tanpa kekangan, tekanan atau pengawasan dari negara lain.36

1.6.8. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Seseorang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.37 Unsur-unsur tindak pidana adalah:38

1. Perbuatan

2. Melawan hukum (onrechtmatig)

36Ibid

37Andi Hamzah, 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia,

Jakarta, h. 22.

38

(21)

3. Diancam dengan hukuman (statbaargesteld) 4. Dilakukan oleh yang cakap hukum

5. Dapat menimbulkan akibat dari perbuatan tersebut

1.7 Metode Penelitian a. Jenis Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna untuk menjawab isu-isu hukum yang dihadapi.39 Penelitian hukum yang bersifat normatif menurut Peter Mahmud Marzuki adalah penelitian hukum yang berusaha untuk mengkaji dan mendalami serta mencari jawaban tentang apa yang seharusnya dari setiap permasalahan.40 Jenis pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan dengan mengkaji, menguji dan menerapkan asas-asas hukum yang ada pada peraturan perundang-undangan yang berlaku ke dalam kasus penyadapan yang dilakukan oleh Australia.

b. Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Pendekatan perundang-perundangan (The statute approach)

Dalam hukum internasional tidak terdapat pendekatan pernudang-undangan, maka dari itu arti dari Undang-Undang tersebut perlu dijabarkan lebih luas

39 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum Cet. ke-7, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, h. 35.

(22)

lagi. Sumber hukum internasional yang dalam konteks ini adalah sumber hukum internasional formil juga dapat dikatakan sebagai Undang-Undang. 2. Pendekatan kasus (Case approach)

Dengan menggunakan pendekatan ini, penulis akan memakai kasus hukum yang berkaitan dengan intelijen negara untuk ditelaah dan menjadi referensi bagi isu hukum yang akan dibahas dalam skripsi ini.

3. Pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & Conseptual approach)

Melalui pendekatan ini, penulis menganalisa konsep-konsep hukum dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum khususnya mengenai intelijen. Hasil analisa ini dapat dilihat kegunaanya dalam mencari pemecahan masalah penyadapan yang dilakukan oleh Australia.

4. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan peraturan hukum ataupun putusan pengadilan di suatu negara dengan peraturan hukum di negara lain (dapat 1 negara atau lebih), namun haruslah mengenai hal yang sama. Perbandingan dilakukan untuk memperoleh persamaan dan perbedaan di antara peraturan hukum/putusan pengadilan tersebut. Dalam skripsi ini penulis mengambil perbandingan antara hukum internasional dan hukum Indonesia mengenai penyadapan.

c. Sumber Bahan Hukum

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa:

(23)

“Dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan persoalan hukum dan memberikan solusi atas apa yang seharusnya dilakukan diperlukan sumber-sumber sebagai bahan hukum. Sumber-sumber penelitian dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.”41

Bahan hukum primer merupakan bahan yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah yang berwenang.42 Bahan hukum primer yang digunakan yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini, antara lain:

∑ Undang-Undang Dasar 1945

∑ Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara ∑ Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi

∑ Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri ∑ Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik

∑ Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

∑ Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2002 tentang Tatacara Perlindungan Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat

∑ Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2014 tentang Persyaratan Teknis Alat dan Perangkat Penyadapan yang Sah atas Informasi Berbasis Internet Protocol pada Penyelenggaraan

41Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

h. 141.

(24)

Jaringan Bergerak Seluler dan Jaringan Tetap Lokal tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas

∑ Vienna Convention 1961 on Diplomatic Relation ∑ Vienna Convention 1969 on the Law of Treaties

∑ Montevideo Convention on the Rights and Duties of States

∑ Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Co-operation among States in accordance with the Charter of the United Nations No. 2625 Tahun 1970

Statute of the International Court of Justice (ICJ)

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang isinya membahas bahan hukum primer.43 Marzuki mengatakan bahwa : “bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.”44 Bahan hukum sekunder yang dipakai penulis dalam penulisan skripsi ini diambil dari buku literatur, majalah, makalah, jurnal dan internet yang memiliki hubungan dengan kasus penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Indonesia.

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Zinal Asikin dalam bukunya Penngantar Metode Penelitan Hukum menjelaskan bahwa: “Teknik pengumpulan bahan-bahan hukum yang dipergunakan

43Ibid

(25)

dalam penulisan ini adalah teknik studi dokumen. Studi dokumen merupakan suatu langkah awal dari setiap penelitian hukum.45Pada dasarnya teknik studi dokumen ini dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan hukum yang pada intinya memiliki relevansi dengan topik yang diangkat dalam Skripsi ini.

Pengumpulan bahan-bahan hukum untuk nantinya digunakan dalam penulisan Skripsi ini diperoleh melalui :

1. Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan dengan cara mengumpulkan peraturan perundang-undangan baik itu yang bersifat internasoinal maupun nasional semasih memiliki relevansi dengan skripsi ini.

2. Pengumpulan bahan hukum sekunder dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan serta legal research yang didapat melalui buku, jurnal, makalah, artikel di Internet dan lain sebagainya.

e. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis yang dipakai penulis adalah setelah bahan hukum baik bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder kemudian dianalisis menggunakan teknik deskripsi, yaitu dengan memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder secara apa adanya.46 Dari bahan-bahan hukum yang telah terkumpul, maka selanjutnya akan menggunakan teknik evaluasi untuk menilai bahan-bahan hukum tersebut. Setelah dapat menilai bahan hukum tersebut dievaluasi, kemudian dilakukan interprestasi dan selanjutnya diajukan argumentasi. Argumentasi di sini dilakukan

45Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h. 68.

46

(26)

oleh peneliti untuk memberikan preskripsi atau penilaian mengenai benar atau salah atau apa yang seyogyanya menurut hukum atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. Dari hal tersebut nantinya akan ditarik kesimpulan secara sistematis agar tidak menimbulkan kontradiksi antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum lainnya.

Teknik selanjutnya yang dipakai oleh penulis adalah teknik analisis, yakni pemaparan secara mendetail dari keterangan-keterangan yang didapat pada tahap sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini sehingga keseluruhannya membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan secara logis.47

47 Ibid.

Referensi

Dokumen terkait

Kejawen adalah sebuah kepercayaaan atau barangkali boleh dikatakan agama yang terutama dianut oleh masyarakat suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Pulau

Pada nomor perlombaan renang gaya dada, gaya kupu-kupu, dan gaya bebas, perenang melakukan posisi start... Di atas balok

Definisi yang dirumuskan oleh WHO, remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik pada tanggal 15 Januari

1) Pasal 8 ayat (1) mengatur negara pantai dan negara yang menangkap ikan di laut lepas, sesuai dengan UNCLOS, 1982, melakukan kerja sama terkait dengan stok ikan

Pengungkapan watak serta perkembangan tokoh utama di dalam penelitian novel Garuda Putih ini tidak dapat dilepaskan dari teori yang dipakai, Sedangkan untuk melakukan kajian

BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB3B333.

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui peran komunikasi keluarga dalam usaha pelestarian bahasa Tidore, serta menelusuri kendala-kendala mempengaruhi