• Tidak ada hasil yang ditemukan

WORKING PAPER WP/13/2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WORKING PAPER WP/13/2008"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

WORKING PAPER

WP/13/2008

Threshold Autoregressive Model of

Exchange Rate Pass-Through Effect in

Indonesia

Meily Ika Permata

(2)
(3)

iii

Threshold Autoregressive Model of Exchange Rate Pass-Through

Effect in Indonesia

Meily Ika Permata

Abstraks

Kajian ini menganalisa apakah terdapat threshold perubahan nilai tukar yang menyebabkan adanya perbedaan perilaku pass-through nilai tukar terhadap inflasi. Pengujian secara empirik menunjukkan adanya threshold tingkat perubahan nilai tukar terhadap inflasi yaitu sebesar 4,2% (m.o.m), dimana bila terjadi perubahan nilai tukar melebihi threshold tersebut, maka pass-through efeknya ke inflasi menjadi cukup besar dan signifikan, dengan dampak maksimum di transmisikan dengan lag efek 2 bulan. Depresiasi nilai tukar > 4,2% (m.o.m), memberikan kumulatif efek ke inflasi dalam 1 tahun sebesar 1,15%. Tekanan inflasi akan semakin besar bila shock perubahan nilai tukar yang melebihi threshold tersebut berlangsung lebih dari satu kali. Simulasi shock yang berlangsung 3 bulan berturut-turut menunjukkan kumulatif efek inflasi selama 1 tahun (sejak shock pertama terjadi) mencapai lebih dari 3,4%.

(4)
(5)

v

Daftar Isi

Abstraks... iii Daftar Isi ... v Daftar Tabel ... vi Daftar Grafik ... vi Daftar Lampiran ... vi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Manfaat Penelitian ... 2 Metodologi ... 2 Data ... 5 STUDI LITERATUR ... 6 Determinan Pass-Through ... 6

Asimetri dalam Pass-Through ... 6

Model Threshold Autoregressive (TAR) ... 7

Penggunaan TAR dalam Model Regresi... 8

HASIL ESTIMASI ... 9

Hasil Estimasi untuk Model 1 : ... 9

Hasil Estimasi untuk Model 2 : ... 11

Hasil Estimasi untuk Model 3 : ... 12

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 14

Kesimpulan ... 14

Implikasi Kebijakan ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(6)

vi

Daftar Tabel

Tabel 1 Level Threshold Perubahan Nilai Tukar (%) dengan Nilai Varian Terkecil untuk

Setiap Kombinasi Nilai Lagi dan Lagd,Model 1 (Data 1990:01-2008:4) ... 16

Tabel 2 Nilai SSR Terkecil untuk Setiap Kombinasi Nilai Lag i dan Lag d, Model 1 (Data 1990:01-2008:4) ... 16

Tabel 3 Level Threshold Perubahan Nilai Tukar (%) dengan Nilai Varian Terkecil untuk Setiap Kombinasi Nilai Lagi dan Lagd, Model 1(Data 1999:01-2008:4) ... 17

Tabel 4 Nilai SSR Terkecil untuk Setiap Kombinasi Nilai Lag i dan Lag d, Model 1 (Data 1999:01-2008:4) ... 17

Tabel 5 Level Threshold Perubahan Nilai Tukar (%) dengan Nilai Varian Terkecil untuk Setiap Kombinasi Nilai Lagi dan Lagd ... 19

Tabel 6 Nilai SSR Terkecil untuk Setiap Kombinasi Nilai Lagi dan Lagd, ... 19

Tabel 9 Level Threshold (%) dengan Nilai Varian Terkecil untuk Setiap Kombinasi Nilai Lagi dan Lagd ... 21

Tabel 10 Nilai SSR Terkecil untuk Setiap Kombinasi Nilai Lagi dan Lagd ... 21

Daftar Grafik

Grafik 1 Perkembangan Nilai Tukar dan Inflasi 2 Grafik 2 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 1,7% (m.o.m) 9 Grafik 3 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 1,7% (m.o.m) 9 Grafik 4 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 4,2% (m.o.m) 10 Grafik 5 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 4,2% (m.o.m) 10 Grafik 6 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 4.2% (m.o.m) 11 Grafik 7 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 4.2% (m.o.m) 11 Grafik 8 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 4.2% (m.o.m) 13 Grafik 9 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 4.2% (m.o.m) 13

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Hasil Estimasi Threshold Model 1 (Data 1990:01-2008:4) ... 16

Lampiran 2 Hasil Estimasi Threshold Model 1 (Data 1999:01-2008:4) ... 17

Lampiran 3 Hasil Uji Validitas Model 1, Ar11 Dan Lag Threshold D=2, (Januari1999 April 2008) ... 18

Lampiran 4 Hasil Estimasi Threshold Model 2 ... 19

Lampiran 5 Pengujian Hasil Estimasi Threshold Model 2 ... 20

Lampiran 6 Hasil Estimasi Threshold Model 3 ... 21

(7)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Besarnya dampak dari perubahan nilai tukar pada harga domestik mempunyai implikasi yang penting dalam perumusan kebijakan terutama dalam hal pengendalian inflasi sejalan dengan penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) sejak Juli 2005 di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu pemahanan mendalam mengenai besarnya resiko inflasi akibat perubahan nilai tukar yang dalam hal ini sangat tergantung dari besarnya pass-through terhadap harga impor dan kemudian terhadap harga konsumen. Dengan demikian, pengukuran besarnya derajat dan kecepatan penyesuaian inflasi terhadap perubahan nilai tukar, khususnya IHK, sangatlah penting untuk dilakukan.

Berdasarkan teori, jika pass-through nilai tukar terhadap inflasi relatif rendah, maka perubahan nilai tukar relatif tidak begitu berpengaruh terhadap perubahan harga. Sebaliknya, pass-through nilai tukar terhadap inflasi yang tinggi menyebabkan perkembangan harga cenderung sensitif terhadap perubahan nilai tukar. Pada saat terjadi depresiasi, maka ekspor akan menjadi relatif kompetitif. Meskipun demikian, jika pass-through nilai tukar tidak hanya berdampak pada harga impor melainkan kepada IHK secara keseluruhan, maka kombinasi dari depresiasi nilai tukar yang diikuti dengan tingginya tingkat inflasi menyebabkan ekspor tidak menjadi lebih kompetitif. Sebaliknya dampak negatif akan terjadi pada perusahaan dan institusi keuangan yang mempunyai kewajiban dalam denominasi mata uang asing, yang akan mengalami keterpurukan akibat membengkaknya hutang riil dan tingginya NPL (Ito dan Sato, 2006).

Penelitian Kurniati (2007)1, menunjukkan bahwa derajat pass-through dari nilai tukar terhadap harga konsumen sangat rendah pada masa setelah krisis dimana 1% depresiasi diestimasi akan meningkatkan IHK sebesar 0,06%. Penelitian Kurniati et al (2008)2 menunjukkan bahwa pengaruh langsung perubahan nilai tukar melalui perubahan harga barang terhadap laju inflasi inti ditengarai lebih kecil. Meskipun demikian, Yati mengingatkan bahwa respon inflasi terhadap nilai tukar dapat saja lebih sensitif apabila perubahan nilai tukar relatif besar dan persisten.

Dari grafik 1 terlihat bahwa pada saat terjadi depresiasi nilai tukar yang cukup tajam, terutama pada masa krisis, terjadi peningkatan inflasi yang cenderung sejalan dengan tingginya tingkat depresiasi tersebut. Namun demikian, pada level perubahan nilai tukar yang relatif rendah, tidak terlihat efek yang cukup signifikan pada level inflasi. Fakta bahwa besarnya

1 Lihat Yati Kurniati. 2007. Exchange Rate Pass-Through in Indonesia. BRE Working Paper. DKM.

2 Lihat Yati Kurniati, Tri Yanuarti dan Yanfitri. 2008. Dampak Nilai Tukar Terhadap Harga Impor dan Inflasi Inti. BRE Research

(8)

2

through nilai tukar sangat mungkin dipengaruhi oleh besarnya level depresiasi/apresiasi, menunjukkan bahwa estimasi threshold pass-through nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia dengan menggunakan pendekatan ekonometrik nonlinear menjadi suatu hal yang sangat diperlukan.

Grafik 1 Perkembangan Nilai Tukar dan Inflasi

Tujuan

Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk melihat apakah terdapat suatu threshold perubahan nilai tukar, baik itu pada level persentase perubahan maupun level nominal perubahan, yang menyebabkan adanya perbedaan perilaku pass-through nilai tukar terhadap inflasi.

2. Untuk melihat apakah level threshold untuk apresiasi dan depresiasi bersifat simetri.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai perilaku perubahan nilai tukar terhadap perubahan harga.

2. Memberikan informasi mengenai level perubahan nilai tukar yang dapat memberikan tekanan terhadap inflasi.

Metodologi

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Threshold Autoregressive Model (TAR) yang diaplikasikan pada persamaan pass-through nilai tukar.

Model Threshold untuk Perubahan Nilai Tukar

-4,00 -2,00 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 -40,00 -20,00 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 Jan -90 Jan -91 Jan -92 Jan -93 Jan -94 Jan -95 Jan -96 Jan -97 Jan -98 Jan -99 Jan -00 Jan -01 Jan -02 Jan -03 Jan -04 Jan -05 Jan -06 Jan -07 Jan -08

%

%

Perubahan Nilai Tukar Bulanan (kiri)

(9)

3 Model 1:

Untuk keperluan pengukuran besarnya threshold pass-through nilai tukar tersebut, regime switching model yang digunakan mengadopsi model yang dikembangkan oleh Posedel dan Tica (2007)3.

𝜋𝑡 = 𝛼0+ 𝑘𝑖=0𝛼1𝑖𝑒𝑡−𝑖 1 − 𝐼𝑡−𝑑 + 𝛽0+ 𝑘𝑖=0𝛽1𝑖𝑒𝑡−𝑖 𝐼𝑡−𝑑 + 𝑢𝑡 (1)

Yang merupakan representasi dari :

Pada persamaan di atas, inflasi merupakan fungsi dari perubahan nilai tukar nominal. Time lag dari variabel independen diwakili oleh i, sementara time lag dari variabel threshold direpresentasikan oleh d. Variabel It-d merupakan variabel dummy, dimana It-d=0 jika perubahan

nilai tukar nominal e lebih kecil daripada threshold  dan It-d =1 jika perubahan nilai tukar

nominal e sama atau lebih besar dibandingkan threshold  . Model 2:

Pada model 2, pengukuran besarnya threshold pass-through nilai tukar tersebut menggunakan regime switching model yang diaplikasikan pada persamaan pass-through yang dikembangkan oleh Khundrakpam (2007)4.

𝜋𝑡 = 𝛼0+ 𝑖=0𝑘 𝛼1𝑖𝑒𝑡−𝑖 1 − 𝐼𝑡−𝑑 + 𝛽0+ 𝑖=0𝑘 𝛽1𝑖𝑒𝑡−𝑖 𝐼𝑡−𝑑 + 𝑖=0𝑙 𝛾𝑖𝜋∗𝑡−𝑖+ 𝑚𝑖=0𝛿𝑖𝑌𝑡−𝑖+

𝑖=1𝑛𝜃𝑖𝜋𝑡−𝑖+𝑢𝑡

Yang merupakan representasi dari :

Persamaan di atas, merupakan aplikasi model TAR pada model distributed lag yang menggunakan data persentase perubahan. Pada persamaan di atas, inflasi merupakan fungsi

3 Lihat Petra Posedel dan Josip Tica. 2007. Threshold Autoregressive Model of Exchange Rate Pass Through Effect : The Case of

Croatia. Working Paper. University of Zagreb. Croatia.

4 Lihat di Jeevan Kumar Khundrakpam. 2007. Economic Reforms and Exchange Rate Pass-Through to Domestic Prices in India. BIS

Working Paper No. 225.

𝜋𝑡= 𝛼0+ 𝛼1𝑖𝑒𝑡−𝑖+ 𝑢𝑡 𝑘 𝑖=0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐼𝑡−𝑑 < 𝛾 𝛽0+ 𝛽1𝑖𝑒𝑡−𝑖 𝑘 𝑖=0 + 𝑢𝑡 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐼𝑡−𝑑 ≥ 𝛾 𝜋𝑡= 𝛼0+ 𝛼1𝑖𝑒𝑡−𝑖 𝑘 𝑖=0 + 𝛾𝑖𝜋∗𝑡−𝑖 𝑙 𝑖=0 + 𝛿𝑖𝑌𝑡−𝑖 𝑚 𝑖=0 + 𝜃𝑖𝜋𝑡−𝑖 𝑛 𝑖=1 + 𝑢𝑡 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐼𝑡−𝑑 < 𝛾 𝛽0+ 𝛽1𝑖𝑒𝑡−𝑖 𝑘 𝑖=0 + 𝛾𝑖𝜋∗𝑡−𝑖 𝑙 𝑖=0 + 𝛿𝑖𝑌𝑡−𝑖 𝑚 𝑖=0 + 𝜃𝑖𝜋𝑡−𝑖 𝑛 𝑖=1 + 𝑢𝑡 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐼𝑡−𝑑 ≥ 𝛾

(10)

4

dari perubahan nilai tukar nominal, inflasi internasional, demand domestik dan ekspektasi inflasi yang bersifat adaptif. Time lag dari variabel independen diwakili oleh i, sementara time lag dari variabel threshold direpresentasikan oleh d. It-d merupakan variabel dummy, dengan It-d=0 jika

perubahan nilai tukar nominal e lebih kecil daripada threshold  dan It-d =1 jika perubahan nilai

tukar nominal e sama atau lebih besar dibandingkan threshold . Model 3:

Pada model 3, merupakan bentuk lain dari model 2, yang dikembangkan dari model Khundrakpam5.

∆𝑝𝑡= 𝛼0+ 𝑖=0𝑘 𝛼1𝑖∆𝑒𝑡−𝑖 1 − 𝐼𝑡−𝑑 + 𝛽0+ 𝑖=0𝑘 𝛽1𝑖∆𝑒𝑡−𝑖 𝐼𝑡−𝑑 + 𝑖=0𝑙 𝛾𝑖∆𝑝∗𝑡−𝑖 + 𝑚𝑖=0𝛿𝑖𝑦𝑡−𝑖 +

𝑖=1𝑛𝜃𝑖𝑝𝑡−𝑖+𝑢𝑡

Yang merupakan representasi dari :

Persamaan di atas, merupakan aplikasi model TAR pada model distributed lag yang menggunakan log difference. Perubahan harga domestik merupakan fungsi dari perubahan nilai tukar nominal, perubahan harga internasional, demand domestik dan ekspektasi inflasi yang bersifat adaptif. Time lag dari variabel independen diwakili oleh i, sementara time lag dari variabel threshold direpresentasikan oleh d. Variabel Imerupakan variabel dummy, dimana It-d=0

jika difference nilai tukar nominal e lebih kecil daripada threshold  dan It-d =1 jika difference

nilai tukar nominal e sama atau lebih besar dibandingkan threshold . Prosedur Mendapatkan Threshold

Agar dapat mengestimasi model, terlebih dahulu dipilih level threshold yang memungkinkan. Mengikuti metodologi yang disarankan oleh Enders (2004)6 dan Chan (1993) serta beberapa penyesuaian pada program pengolahan data, maka proses pemilihan level threshold dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mensortir level perubahan nilai tukar dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi.

5 Lihat di Jeevan Kumar Khundrakpam. 2007. Economic Reforms and Exchange Rate Pass-Through to Domestic Prices in India. BIS

Working Paper No. 225.

6 Walter Enders. 2004. Applied Econometric Time Series. Wiley. ∆𝑝𝑡 = 𝛼0+ 𝛼1𝑖∆𝑒𝑡−𝑖 𝑘 𝑖=0 + 𝛾𝑖∆𝑝∗𝑡−𝑖 𝑙 𝑖=0 + 𝛿𝑖𝑦𝑡−𝑖 𝑚 𝑖=0 + 𝜃𝑖∆𝑝𝑡−𝑖 𝑛 𝑖=1 + 𝑢𝑡 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐼𝑡−𝑑 < 𝛾 𝛽0+ 𝛽1𝑖∆𝑒𝑡−𝑖 𝑘 𝑖=0 + 𝛾𝑖∆𝑝∗𝑡−𝑖 𝑙 𝑖=0 + 𝛿𝑖𝑦𝑡−𝑖 𝑚 𝑖=0 + 𝜃𝑖∆𝑝𝑡−𝑖 𝑛 𝑖=1 + 𝑢𝑡 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐼𝑡−𝑑 ≥ 𝛾

(11)

5

2. Mengestimasi TAR model pada persamaan di atas untuk berbagai level perubahan nilai tukar sebagai threshold dan menyimpan nilai sum of squared residuals (SSR) untuk setiap hasil estimasi tersebut berdasarkan asumsi bahwa model dengan nilai threshold yang paling mendekati kenyataan akan mempunyai SSR terkecil.

3. Membuat grafik dari nilai SSR tersebut. Jika terdapat satu threshold, maka akan terdapat satu titik minimum lokal. Jika terdapat dua threshold, maka akan terdapat dua titik minimum lokal. Demikian, seterusnya.

4. Melakukan pengujian hasil estimasi dengan melakukan aproksimasi dari distribusi asimptotik F melalui prosedur bootstrap (Hansen, 1997)7.

Data

Data yang digunakan adalah data bulanan dari periode 1990:01 sampai dengan 2008:04. Spesifikasi data yang digunakan adalah :

 Harga domestik (P) : indeks harga konsumen (IHK)  Inflasi domestik (π) : persentase perubahan IHK (%)  ∆𝑝 : perubahan IHK (log)

 Nilai tukar nominal (ER): nominal nilai tukar rupiah terhadap US$ bulanan (Rp/US$). Kenaikan nilai tukar menunjukkan depresiasi.

 e : persentase perubahan nilai tukar nominal (%)  ∆𝑒 : perubahan nilai tukar nominal (log)

 Harga internasional (P*) : indeks harga produsen (PPI US)

 Inflasi internasional (π*) : persentase perubahan indeks harga produsen US (%)  ∆𝑝∗ : perubahan PPI US (log)

 Indeks Produksi : sebagai proyeksi PDB, yang menggambarkan kondisi demand domestik

(12)

6

STUDI LITERATUR

Determinan Pass-Through

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besarnya pass-through nilai tukar8. Semakin besar level inflasi dan volatilitasnya, semakin tinggi derakat pass-through-nya. Hal ini disebabkan terbentuknya persepsi bahwa kenaikan biaya produksi tersebut bersifat lebih persisten. Sebaliknya, meningkatnya kredibelitas dan efektifitas kebijakan moneter dalam menjaga rejim inflasi yang rendah, akan menurunkan derajat pass-through. Perusahaan tidak terburu-buru merubah harga akibat terjadinya shock pada biaya, karena mereka yakin bahwa shock tersebut bersifat sementara dan pengambil kebijakan moneter akan berhasil menstabilkan harga.

Faktor kedua adalah volatilitas dari nilai tukar tersebut. Faktor ketiga adalah besarnya komposisi impor dalam basket konsumsi. Semakin besar komposisinya, semakin tinggi derajat pass-through. Komposisi jenis barang yang diimpor juga turut mempengaruhi besarnya pass-through. Faktor keempat adalah distorsi dalam perdagangan akibat penerapan tarif dan pembatasan kuantitas yang dapat menurunkan pass-through. Kelima, adanya asimetri menyebabkan besarnya pass-through sangat dipengaruhi oleh episode apresiasi dan depresiasi serta besarnya level perubahan nilai tukar tersebut.

Asimetri dalam Pass-Through

Perilaku pass-through dapat berbeda antara pada saat terjadinya depresiasi dan apresiasi. Selain itu, besarnya pass-through juga dapat dipengaruhi oleh besar kecilnya perubahan nilai tukar dimana pada level tertentu (threshold) nilai perubahan nilai tukar akan sangat berpengaruh pada inflasi namun apabila perubahan nilai tukar dibawah threshold tersebut maka akan relatif tidak berpengaruh terhadap inflasi. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya asimetri yang terkait dengan besarnya perubahan nilai tukar adalah faktor menu cost9 danmempertahankan pasar.

Dengan asumsi bahwa menu cost diperlakukan sebagai fixed cost, maka aksi perubahan harga akan bermanfaat jika perubahan nilai tukar melampaui ambang batas (threshold) tertentu. Apabila perubahan nilai tukar relatif kecil dan menu cost masih lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang timbul akibat perubahan nilai tukar tersebut, maka perusahaan akan cenderung memilih untuk tidak merubah harganya.

8 Lihat di Jeevan Kumar Khundrakpam. 2007. Economic Reforms and Exchange Rate Pass-Through to Domestic Prices in India. BIS

Working Paper No. 225.

9 Lihat di Jeevan Kumar Khundrakpam. 2007. Economic Reforms and Exchange Rate Pass-Through to Domestic Prices in India. BIS

(13)

7

Di bawah asumsi untuk mempertahankan pasar, pada saat terjadi kenaikan biaya akibat perubahan nilai tukar, perusahaan cenderung mempertahankan harganya dengan menurunkan mark-upnya ataupun dengan mengorbankan profitnya. Namun, pada ambang batas (threshold) tertentu, besarnya mark-up tidak dapat menutupi kenaikan biaya yang terjadi dan tingkat profit yang harus dikorbankan telah melampaui level yang dapat ditoleransi oleh perusahaan. Pada titik ini, aksi perubahan harga tidak dapat dihindarkan.

Beberapa kajian menunjukkan adanya asimetri pass-through dilihat dari sisi besar kecilnya level perubahan nilai tukar. Ohno (1989) menemukan bahwa harga ekspor Jepang lebih merespon perubahan nilai tukar yang besar dibandingkan perubahan nilai tukar yang relatif kecil. Pollard and Coughlin (2004) menemukan bahwa respon hampir sebagian besar perusahaan yang bergerak di industri impor mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya ukuran perubahan nilai tukar.

Model

Threshold Autoregressive

(TAR)

TAR merupakan suatu regime swithing model yang memungkinkan suatu variabel berperilaku yang berbeda, sesuai dengan keadaan suatu sistem. Umumnya, model TAR dapat dituliskan sebagai berikut :

𝑦𝑡 = 𝛼0+ 𝑘𝑖=1𝛼1𝑖𝑦𝑡−𝑖 1 − 𝐼𝑡−𝑑 + 𝛽0+ 𝑙𝑖=1𝛽1𝑖𝑦𝑡−𝑖 𝐼𝑡−𝑑 + 𝑢𝑡 (1)

Dengan

Variabel I merupakan variabel dummy, dimana It-d=0 jika y < threshold dan It-d =1 jika y ≥

threshold.

TAR model yang dikembangkan oleh Tong (1983, 1990) memungkinkan model dengan order AR yang berbeda untuk setiap rezim.

Secara umum, besarnya threshold seringkali tidak diketahui dan harus diestimasi secara bersamaan dengan parameter lainnya. Enders (2004)10 dan Chan (1993) memberikan panduan untuk mendapatkan nilai threshold yang super konsisten. Beberapa syarat yang haru dipenuhi adalah :

1. Threshold haruslah terletak dalam range pengamatan. Dalam prakteknya, nilai threshold sebaiknya berada dalam 70% middle band pengamatan, yaitu lebih besar

10 Walter Enders. 2004. Applied Econometric Time Series. Wiley. 𝑦𝑡 = 𝛼0+ 𝛼1𝑖𝑦𝑡−𝑖 + 𝑢𝑡 𝑘 𝑖=1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐼𝑡−𝑑 < 𝛾 𝛽0+ 𝛽1𝑖𝑦𝑡−𝑖 𝑙 𝑖=1 + 𝑢𝑡 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝐼𝑡−𝑑 ≥ 𝛾

(14)

8

daripada nilai 15% data terendah dan lebih kecil daripada 15% data tertinggi. Namun untuk data yang relatif besar, threshold dapat lebih besar daripada 10% data terendah dan lebih kecil daripada 10% data tertinggi.

2. Mengestimasi TAR model untuk berbagai level threshold dan menyimpan nilai sum of squared residuals (SSR) untuk setiap hasil estimasi tersebut berdasarkan asumsi bahwa model dengan nilai threshold yang paling mendekati kenyataan akan mempunyai SSR terkecil.

3. Membuat grafik dari nilai SSR tersebut. Jika terdapat satu threshold, maka akan terdapat satu titik minimum lokal. Jika terdapat dua threshold, maka akan terdapat dua titik minimum lokal. Demikian, seterusnya.

Model TAR juga mengakomodasi adanya kemungkinan bahwa lamanya adjustment process untuk terjadinya perubahan rezim memerlukan lebih dari satu periode waktu (d). Nilai d biasa disebut sebagai delay paramater. Pemilihan delay parameter dilakukan sesuai dengan prosedur TAR. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai SSR terkecil. Alternatif lainnya, model terbaik dipilih berdasarkan nilai Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Bayesian Criteria (SBC) terkecil.

Penggunaan TAR dalam Model Regresi

Penggunaan threshold dalam konteks regresi juga cukup popular. Model umum TAR dalam persamaan regresi adalah sebagai berikut :

𝑦𝑡 = 𝛼0 + (𝛼1+ 𝛽1𝐼𝑡 )𝑥𝑡+ 𝑢𝑡 dengan It=1 jika yt-1 ≥ threshold, dan It=0 selainnya.

(15)

9

HASIL ESTIMASI

Persamaan 1, 2 dan 3 diestimasi untuk berbagai level threshold dengan variasi lag variabel dependen (i) dan lagthreshold (d) dari 1 sampai dengan 12 yang secara total berjumlah 91 model TAR.

Hasil Estimasi untuk Model 1 :

Persamaan untuk model 1, diestimasi untuk berbagai level threshold dengan variasi lag variabel dependen (i) dan lagthreshold (d) dari 1 sampai dengan 12 yang secara total berjumlah 91 model TAR.

Hasil estimasi model dengan menggunakan data dari Januari 1990 April 2008 menunjukkan level threshold sebesar 1,7% dengan nilai SSR terkecil pada model AR12 dengan lag threshold d=7 (tabel 1). Dapat dikatakan bahwa jika besarnya depresiasi 7 bulan yang lalu setara atau melebihi 1,7% maka akan secara signifikan berpengaruh terhadap inflasi. Sebaliknya, jika depresiasi lebih kecil dari level tersebut, maka dampak dari perubahan nilai tukar relatif tidak signifikan. Selain itu, dapat juga dikatakan bahwa apabila level depresiasi bulanan melebihi level threshold, maka baru akan memberikan dampak maksimum pada kenaikan harga 7 bulan kemudian.

Dari hasil simulasi shock terlihat bahwa apabila nilai tukar sama atau melebihi 1,7%, maka akan memberikan dampak maksimum terhadap tambahan inflasi 7 bulan kemudian sebesar 0,56% serta menyebabkan tambahan akumulasi inflasi tahunan sebesar 0,78% (grafik 2). Simulasi untuk shock yang berlangsung 3 bulan berturut-turut menunjukkan efek kumulatif inflasi selama 1 tahun (sejak shock pertama terjadi) mencapai sebesar 2,37% (grafik 3).

Grafik 2 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 1,7% (m.o.m)

(one time shock)

Grafik 3 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 1,7% (m.o.m)

(shock tiga bulan berturut-turut)

* AR12 dengan Lag Threshold d=7, Periode Januari 1990 April 2008 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 t0 t+1 t+2 t+3 t+4 t+5 t+6 t+7 t+8 t+9 t+10 t+11 t+12 Kumulatif Inflasi Tahunan = 0,78% -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 t0 t+1 t+2 t+3 t+4 t+5 t+6 t+7 t+8 t+9 t+10 t+11 t+12 Kumulatif Inflasi Tahunan = 2,37%

(16)

10

Namun demikian, pada periode setelah krisis11 didapatkan nilai threshold yang cenderung lebih tinggi yaitu 4,2% (tabel 2). Untuk data dengan periode Januari 1999 - April 2008 nilai SSR terkecil terdapat pada model AR11 dengan lag threshold d=2.12 Perubahan nilai tukar baru akan secara signifikan berpengaruh terhadap inflasi, jika dan hanya jika besarnya depresiasi 2 bulan yang lalu setara atau melebihi 4,2%. Perubahan nilai tukar di bawah level tersebut relatif tidak signifikan pengaruhnya terhadap inflasi. Selain itu, dapat juga dikatakan bahwa apabila level depresiasi bulanan melebihi level threshold, maka akan memberikan dampak maksimum pada kenaikan harga secara lebih cepat yaitu 2 bulan kemudian.

Selanjutnya hasil threshold diaplikasikan kembali ke model 1 yang diperluas dengan penambahan variabel dummy untuk kenaikan harga BBM di bulan Oktober 2005.

Grafik 4 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 4,2% (m.o.m)

(one time shock)

Grafik 5 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 4,2% (m.o.m)

(shock tiga bulan berturut-turut)

*AR11 dengan Lag Threshold d=2 Periode Januari 1999 April 2008

Dari hasil simulasi shock terlihat bahwa perubahan nilai tukar ≥ 4,2% akan memberikan dampak yang signifikan terhadap tambahan inflasi 2 bulan kemudian sebesar 1,68% dan menyebabkan tambahan kumulatif inflasi tahunan sebesar 2,07% (grafik 4). Tekanan inflasi akan semakin besar bila shock perubahan nilai tukar yang melebihi threshold tersebut berlangsung lebih dari satu kali. Simulasi shock yang berlangsung 3 bulan berturut-turut menunjukkan efek kumulatif inflasi selama 1 tahun (sejak shock pertama terjadi) mencapai sebesar 6,35% (grafik 5).

11 Dilakukan pengujian untuk Periode Januari 1999 April 2008 dan Januari 2000 April 2008.

12 Karena keterbatasan data, batas level threshold tertinggi yang dapat dilakukan pada model AR12 adalah 4% sehingga pada

model ini tidak dapat dilakukan pengujian untuk level threshold diatas 4%.

-0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 t0 t+1 t+2 t+3 t+4 t+5 t+6 t+7 t+8 t+9 t+10 t+11 Kumulatif Inflasi Tahunan = 2,07%

-0.25 0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00 2.25 t0 t+1 t+2 t+3 t+4 t+5 t+6 t+7 t+8 t+9 t+10 t+11 Kumulatif Inflasi Tahunan = 6,35%

(17)

11

Hasil Estimasi untuk Model 2:

Persamaan untuk model 2, juga diestimasi untuk berbagai level threshold dengan variasi lag variabel dependen (i) dan lag threshold (d) dari 1 sampai dengan 1213. Hasil estimasi model 2 pada periode setelah krisis menunjukkan level threshold yang sama dengan model 1 yaitu sebesar 4,2% dengan nilai SSR terkecil pada model AR11 dengan lagthreshold d=214.

Temuan ini semakin menguatkan bahwa perubahan nilai tukar baru akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap inflasi, jika dan hanya jika terjadi perubahan nilai tukar dua bulan sebelumnya ≥ 4,2%, dengan efek maksimum ditransmisikan dengan lag 2 bulan.

Selanjutnya hasil threshold diaplikasikan kembali ke model 2 yang diperluas dengan penambahan variabel dummy untuk kenaikan harga BBM di bulan Oktober 2005. Sementara lag optimal untuk variabel P*, IP dan P adalah (1,2,3).15

Model 2 yang diperluas :

𝜋𝑡 = 𝛼0+ 𝑖=0𝑘 𝛼1𝑖𝑒𝑡−𝑖 1 − 𝐼𝑡−𝑑 + 𝛽0+ 𝑖=0𝑘 𝛽1𝑖𝑒𝑡−𝑖 𝐼𝑡−𝑑 + 𝑖=0𝑙 𝛾𝑖𝜋∗𝑡−𝑖+ 𝑚𝑖=0𝛿𝑖𝑌𝑡−𝑖+

𝑖=1𝑛𝜃𝑖𝜋𝑡−𝑖+𝜌oilshock𝑡+𝑢𝑡

Grafik 6 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 4.2% (m.o.m)

(one time shock)

Grafik 7 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 4.2% (m.o.m)

(shock tiga bulan berturut-turut)

AR11 dengan Lag Threshold d=2 Periode Januari 1999 April 2008

13 Pada saat pencarian threshold, lag untuk variable lainnya diset 4. Kecuali untuk AR3 dengan lag 3, AR2 dengan lag 2 dan AR1

dan AR0 dengan lag 1.

14 Karena keterbatasan data, batas level threshold tertinggi yang dapat dilakukan pada model AR12 adalah 4% sehingga tidak

dapat melakukan pengujian untuk level threshold diatas 4%.

15

Untuk mendapatkan lag optimal dari variabel harga internasional, demand domestik dan ekspektasi inflasi, dilakukan simulasi sebanyak 216 kali untuk berbagai kombinasi lag, masing-masing dari 0-5. Kombinasi lag terbaik ditentukan berdasarkan Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Bayesian Criteria (SBC) terkecil. -0.25 0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 t0 t+1 t+2 t+3 t+4 t+5 t+6 t+7 t+8 t+9 t+10 t+11 lag P*=1, lag Y=2, lag P=3, inflasi tahunan = 1.15%

-0.25 0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 t0 t+1 t+2 t+3 t+4 t+5 t+6 t+7 t+8 t+9 t+10 t+11 lag P*=1, lag Y=2, lag P=3, inflasi tahunan = 3.48%

(18)

12

Impulse response menunjukkan bahwa bahwa apabila terjadi shock depresiasi nilai tukar

 4,2% (m.o.m) maka inflasi 2 bulan berikutnya meningkat sebesar 1,145% (m.o.m), dengan kumulatif efek ke inflasi dalam 1 tahun sebesar 1.153%. Simulasi shock yang berlangsung 3 bulan berturut-turut menunjukkan efek kumulatif inflasi selama 1 tahun (sejak shock pertama terjadi) mencapai sebesar 3,482%.

Hasil Estimasi untuk Model 3:

Persamaan untuk model 3, juga diestimasi untuk berbagai level threshold dengan variasi lag variabel dependen (i) dan lag threshold (d) dari 1 sampai dengan 1216. Model 3 yang diestimasi pada periode setelah krisis menunjukkan hasil estimasi yang konsisten dengan model 1 dan model 2, yaitu adanya level threshold sebesar 4,19% dengan nilai SSR terkecil pada model AR11 dengan lagthreshold d=217.

Selanjutnya hasil threshold diaplikasikan kembali ke model 2 yang diperluas dengan penambahan variabel dummy untuk kenaikan harga BBM di bulan Oktober 2005. Sementara, lag optimal untuk variabel P*, IP dan P adalah (1,2,2)18

Model 3 yang diperluas :

∆𝑝𝑡= 𝛼0+ 𝑖=0𝑘 𝛼1𝑖∆𝑒𝑡−𝑖 1 − 𝐼𝑡−𝑑 + 𝛽0+ 𝑖=0𝑘 𝛽1𝑖∆𝑒𝑡−𝑖 𝐼𝑡−𝑑 + 𝑖=0𝑙 𝛾𝑖∆𝑝∗𝑡−𝑖 + 𝑚𝑖=0𝛿𝑖𝑦𝑡−𝑖 +

𝑖=1𝑛𝜃𝑖𝑝𝑡−𝑖+𝜌oilshock𝑡+𝑢𝑡

Impulse response untuk model 3 menghasilkan hasil estimasi yang cenderung mendekati hasil estimasi model 2. Apabila terjadi shock depresiasi nilai tukar  4,19% (m.o.m) maka inflasi 2 bulan berikutnya meningkat menjadi 0,868% (m.o.m), dengan kumulatif efek ke inflasi dalam 1 tahun sebesar 1,15%. Sementara itu, apabila shock perubahan nilai tukar yang melebihi threshold tersebut berlangsung 3 bulan berturut-turut menunjukkan efek kumulatif inflasi selama 1 tahun (sejak shock pertama terjadi) mencapai sebesar 3,408%.

16 Pada saat pencarian threshold lag untuk variable lainnya adalah 4. Kecuali untuk AR3 dengan lag 3, AR2 dengan lag 2 dan AR1

dan AR0 dengan lag1.

17 Karena keterbatasan data, batas level threshold tertinggi yang dapat dilakukan pada model AR12 adalah 4% sehingga tidak

dapat melakukan pengujian untuk level threshold diatas 4%.

18

Untuk mendapatkan lag optimal dari variabel harga internasional, demand domestik dan ekspektasi inflasi, dilakukan simulasi untuk berbagai kombinasi lag, masing-masing dari 0-5. Kombinasi lag terbaik ditentukan berdasarkan Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Bayesian Criteria (SBC) terkecil.

(19)

13 Grafik 8 Response Inflasi Terhadap Depresiasi

Nilai Tukar ≥ 4.2% (m.o.m) (one time shock)

Grafik 9 Response Inflasi Terhadap Depresiasi Nilai Tukar ≥ 4.2% (m.o.m)

(shock tiga bulan berturut-turut)

*AR11 dengan Lag Threshold d=2 Periode Januari 1999 April 2008

-0.25 0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 t0 t+1 t+2 t+3 t+4 t+5 t+6 t+7 t+8 t+9 t+10 t+11 lag P*=1, lag Y=2, lag P=2, kumulatif inflasi tahunan = 1.15%

-0.50 -0.25 0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 t0 t+1 t+2 t+3 t+4 t+5 t+6 t+7 t+8 t+9 t+10 t+11 lag P*=1, lag Y=2, lag P=2, kumulatif inflasi tahunan = 3.41%

(20)

14

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kesimpulan

Hasil estimasi threshold pass-through nilai tukar pada periode setelah krisis menunjukkan adanya threshold tingkat perubahan nilai tukar terhadap inflasi. Level threshold yang diperoleh yaitu sebesar 4,2% (m.o.m), dimana bila terjadi perubahan nilai tukar melebihi threshold tersebut, maka pass-through efeknya ke inflasi menjadi cukup besar dan signifikan, dengan dampak maksimum di transmisikan dengan lag efek 2 bulan.

Lebih tingginya level threshold pada periode setelah krisis menunjukkan bahwa tingkat perubahan nilai tukar yang relatif rendah (< 4.2%, m.o.m), cenderung dapat ditoleransi oleh pasar tanpa menimbulkan gejolak harga konsumen. Hal ini sejalan dengan perubahan rejim nilai tukar dari manage exchange rate regime menjadi floating exchenge rate regime. Indikasi lain yang didapatkan dari hasil estimasi adalah pada saat perubahan nilai tukar melebihi threshold-nya maka jangka waktu transmisinya ke perubahan harga relatif lebih cepat.

Impulse response pada model 2 menunjukkan bahwa jika terjadi depresiasi nilai tukar > 4,2% (m.o.m), maka inflasi 2 bulan berikutnya meningkat menjadi 1.145% (m.o.m), dengan kumulatif efek ke inflasi dalam 1 tahun sebesar 1,153%. Tekanan inflasi akan semakin besar bila shock perubahan nilai tukar yang melebihi threshold tersebut berlangsung lebih dari satu kali. Simulasi shock yang berlangsung 3 bulan berturut-turut menunjukkan kumulatif efek inflasi selama 1 tahun (sejak shock pertama terjadi) mencapai sebesar 3,482%.

Sementara itu, Impulse response pada model 3 menunjukkan bahwa jika terjadi depresiasi nilai tukar > 4,19% (m.o.m), maka inflasi 2 bulan berikutnya mengalami peningkatan sebesar 0.868% (m.o.m), dengan kumulatif efek ke inflasi dalam 1 tahun sebesar 1,150%. Simulasi shock yang berlangsung 3 bulan berturut-turut menunjukkan kumulatif efek inflasi selama 1 tahun (sejak shock pertama terjadi) mencapai 3,408%.

Meskipun demikian, terdapat keterbatasan pada penelitian ini. Meskipun diyakini bahwa hubungan antara inflasi dan perubahan nilai tukar bersifat non linear, namun pada penelitian ini diasumsikan bahwa proses pass-through merupakan TAR process.

Implikasi Kebijakan

Dengan demikian, untuk menjaga kestabilan harga, maka Bank Indonesia perlu menjaga perubahan nilai tukar rupiah (depresiasi) bulanan agar tidak melebihi 4,2%, karena pada tingkat perubahan tersebut pass-through efek perubahan nilai tukar ke inflasi menjadi besar dan signifikan.

(21)

15

DAFTAR PUSTAKA

Econometrics, Vol. 69, No. 6, pp 1555-96.

Hansen, Econometrics, April 1997. -Through to k for International Settlements). - Indonesia Working

Papers No. 5 (Jakarta : Bank Indonesia).

Impor dan DKM).

Pollard, Patricia S. dan Cletus C.

Pass- g Paper Series 2003-029C (St Louis :

The Federal Reserve Bank of St Louis).

Pollard, Patricia S. dan Cletus C. -Through Estimates and the Choice of an Exchange Rate Index g Paper Series 2003-004C (St Louis : The Federal Reserve Bank of St Louis).

Posedel,

(22)

16

LAMPIRAN 1 HASIL ESTIMASI THRESHOLD MODEL 1 (DATA 1990:01-2008:4)

Tabel 1 Level Threshold Perubahan Nilai Tukar (%) dengan Nilai Varian Terkecil untuk

Setiap Kombinasi Nilai Lag i dan Lagd

Tabel 2 Nilai SSR Terkecil untuk Setiap Kombinasi Nilai Lagi dan Lagd

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 -8.00 1 -8.00 -8.00 2 -5.70 -4.60 12.20 3 -8.00 13.00 12.20 12.20 4 -8.00 12.00 12.20 12.00 -2.90 5 -8.00 9.90 12.00 12.00 -2.90 -5.70 6 -7.00 -5.30 11.50 11.50 -3.60 -5.70 -4.60 7 -2.10 7.80 -4.90 10.80 7.80 -0.60 -4.60 0.60 8 -2.10 7.80 7.60 1.40 4.20 7.90 10.00 0.60 1.00 9 -2.10 7.60 4.00 1.60 7.90 7.60 1.10 1.70 0.60 0.30 10 -2.10 7.60 4.00 1.60 4.20 7.90 3.00 1.70 0.60 0.30 3.00 11 -2.10 7.60 4.00 7.80 4.20 -4.60 1.10 1.70 0.60 -1.00 0.40 -0.70 12 -2.10 7.60 4.00 7.00 4.20 7.80 1.10 1.70 1.00 -0.10 2.30 -0.10 -0.80 Lag Threshold (d) M O D E L A R 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 326.55 1 258.45 240.65 2 216.22 227.71 195.55 3 191.22 192.12 175.57 192.09 4 164.47 173.53 160.49 176.47 184.09 5 155.98 170.97 155.05 173.89 183.06 167.51 6 154.99 155.85 154.16 153.41 156.42 166.96 145.72 7 142.00 138.32 143.24 141.87 138.34 147.25 140.31 136.26 8 130.19 129.68 134.38 135.87 130.40 134.12 132.97 129.31 133.27 9 129.18 129.38 133.52 133.67 128.27 132.81 132.21 125.28 132.89 130.21 10 127.43 127.04 131.20 132.77 127.44 131.38 129.70 120.94 128.55 127.61 131.48 11 121.32 125.30 128.83 127.51 124.25 129.01 127.32 116.83 127.88 120.78 127.17 130.07 12 120.22 124.76 126.62 125.84 120.21 125.97 125.87 116.10 124.65 120.17 124.70 127.31 125.25 Lag Threshold (d) M O D E L A R

(23)

17

LAMPIRAN 2 HASIL ESTIMASI THRESHOLD MODEL 1 (DATA 1999:01-2008:4)

Tabel 3 Level Threshold Perubahan Nilai Tukar (%) dengan Nilai Varian Terkecil untuk

Setiap Kombinasi Nilai Lag i dan Lagd

Tabel 4 Nilai SSR Terkecil untuk Setiap Kombinasi Nilai Lagi dan Lagd

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 11.50 1 11.00 0.40 2 -2.20 0.40 4.20 3 -2.20 0.40 4.20 1.10 4 -2.10 0.40 4.20 1.10 1.70 5 -2.10 0.40 4.20 1.10 1.70 -0.50 6 -2.10 7.00 4.20 1.00 1.70 -0.30 0.80 7 -2.10 0.40 4.20 1.00 1.70 -0.50 1.00 1.70 8 -2.10 0.40 4.20 1.00 2.20 -0.50 1.00 1.70 1.00 9 -2.10 2.20 4.20 1.00 2.20 -0.50 1.00 1.70 1.00 -0.90 10 -2.10 0.40 4.20 1.00 1.70 -0.60 1.10 1.70 1.00 -0.90 3.00 11 -2.10 0.40 4.20 1.00 1.70 -0.60 1.10 1.70 1.00 -0.90 3.00 0.30 12 -2.10 0.40 4.00 1.00 1.70 -0.60 1.00 1.70 1.00 -0.90 3.00 -0.70 -0.80 Lag Threshold (d) M O D E L A R 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 108.56 1 99.02 95.46 2 95.14 93.28 91.53 3 91.45 91.52 88.58 93.24 4 85.24 88.43 84.33 88.47 84.38 5 83.12 84.69 76.42 86.52 82.39 83.77 6 82.07 83.57 69.21 83.91 76.99 81.07 82.36 7 80.67 82.97 67.53 82.82 75.42 79.71 80.85 73.26 8 79.56 81.04 62.03 80.76 71.80 76.69 78.99 69.23 76.62 9 76.97 80.17 56.20 77.78 70.39 75.38 77.26 67.14 75.29 68.12 10 72.71 75.92 37.95 73.47 66.74 67.56 73.40 64.29 75.12 64.46 68.87 11 70.68 75.23 17.50 71.69 66.65 63.81 71.12 64.20 74.65 59.00 68.77 68.03 12 59.19 72.40 20.41 67.58 58.74 62.96 67.06 62.79 70.03 50.12 56.57 65.02 68.18 Lag Threshold (d) M O D E L A R

(24)

18

LAMPIRAN 3 HASIL UJI VALIDITAS MODEL 1, AR11 DAN LAG THRESHOLD d=2,

(JANUARI1999 APRIL 2008)

Hasil Uji Normality

Hasil Uji Serial Correlatian

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.557067 Prob. F(2,72) 0.575336 Obs*R-squared 1.539068 Prob. Chi-Square(2) 0.463229

Hasil Uji Heteroskedasticity White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.610488 Prob. F(26,74) 0.920366 Obs*R-squared 17.83792 Prob. Chi-Square(26) 0.881590

0 4 8 12 16 20 24 -0.5 -0.0 0.5 1.0 Series: Residuals Sample 1999M12 2008M04 Observations 101 Mean 8.46e-17 Median 0.000000 Maximum 1.213069 Minimum -0.804816 Std. Dev. 0.408286 Skewness 0.482957 Kurtosis 3.144595 Jarque-Bera 4.014313 Probability 0.134370

(25)

19

LAMPIRAN 4 HASIL ESTIMASI THRESHOLD MODEL 2

Tabel 5 Level Threshold Perubahan Nilai Tukar (%) dengan Nilai Varian Terkecil untuk

Setiap Kombinasi Nilai Lag i dan Lagd

Tabel 6 Nilai SSR Terkecil untuk Setiap Kombinasi Nilai Lagi dan Lagd,

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 -2.10 1 10.00 0.40 2 -7.00 0.40 4.20 3 -2.10 0.40 4.20 1.10 4 -2.10 0.40 4.20 1.10 1.70 5 -2.10 0.40 4.20 1.10 1.70 -0.30 6 -2.10 0.40 4.20 1.10 1.70 -0.30 0.40 7 -0.90 0.40 4.00 1.10 1.70 -0.30 0.40 1.70 8 -0.90 0.40 4.20 1.10 2.20 -0.30 0.40 1.70 0.70 9 -0.70 0.40 4.20 1.10 2.20 -0.30 1.00 1.70 0.70 -0.90 10 -0.90 0.40 4.20 1.00 1.70 -0.30 1.10 1.70 -1.40 -0.90 3.00 11 -0.90 0.40 4.20 1.00 1.70 -0.60 1.10 1.70 -2.20 -0.90 3.00 0.30 12 -1.70 0.40 4.00 1.00 2.20 -0.60 1.00 1.70 0.80 -0.90 3.00 -0.70 -1.60 Lag Threshold (d) M O D E L A R 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 98.02 1 89.58 86.05 2 84.16 83.61 80.62 3 79.75 80.46 76.53 80.54 4 70.01 76.62 72.16 76.99 75.55 5 69.09 73.06 65.85 76.09 74.34 74.12 6 68.09 72.10 59.51 72.72 69.77 71.23 70.84 7 66.11 70.90 56.95 71.63 69.13 69.64 70.62 58.53 8 65.30 70.02 52.00 70.57 66.64 66.49 70.05 52.22 66.60 9 61.86 68.43 49.63 68.60 63.92 65.11 69.07 51.87 65.81 57.14 10 58.08 65.39 32.23 66.15 59.71 60.01 63.08 50.57 65.18 54.29 59.40 11 56.86 64.10 13.80 64.65 59.13 55.88 60.53 50.34 64.17 51.62 58.86 58.56 12 46.15 61.09 17.30 59.46 53.88 55.53 56.83 49.53 58.92 41.24 46.08 54.67 58.89 Lag Threshold (d) M O D E L A R

(26)

20

LAMPIRAN 5 PENGUJIAN HASIL ESTIMASI THRESHOLD MODEL 2

Hasil Uji Normality

0,2,0 0,2,2

1,2,2 1,2,3

Hasil Uji Serial Correlatian (Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test):

0,2,0 0,2,2 1,2,2 1,2,3

F-statistic 0.026 0.267 0.231 0.366

Obs*R-squared 0.078 0.811 0.713 1.142

Prob. F 0.974 0.766 0.794 0.695

Prob. Chi-Square 0.962 0.667 0.700 0.565

Hasil Uji Heteroskedasticity (White Heteroskedasticity Test):

0,2,0 0,2,2 1,2,2 1,2,3 F-statistic 0.502 0.459 0.453 0.509 Obs*R-squared 20.764 22.168 23.418 27.196 Prob. F 0.985 0.994 0.995 0.988 Prob. Chi-Square 0.964 0.981 0.983 0.963 0 5 10 15 20 25 -1.0 -0.5 -0.0 0.5 1.0 Series: Residuals Sample 1999M12 2008M04 Observations 101 Mean -4.89e-17 Median 1.11e-15 Maximum 1.270122 Minimum -0.964277 Std. Dev. 0.381052 Skewness 0.546067 Kurtosis 4.119755 Jarque-Bera 10.29614 Probability 0.005811 0 4 8 12 16 20 -0.5 -0.0 0.5 1.0 Series: Residuals Sample 1999M12 2008M04 Observations 101 Mean 7.09e-17 Median -2.22e-16 Maximum 1.258723 Minimum -0.672886 Std. Dev. 0.365413 Skewness 0.784772 Kurtosis 4.401524 Jarque-Bera 18.63340 Probability 0.000090 0 4 8 12 16 20 24 -0.5 -0.0 0.5 1.0 Series: Residuals Sample 1999M12 2008M04 Observations 101 Mean 2.20e-18 Median 0.000000 Maximum 1.271909 Minimum -0.649269 Std. Dev. 0.361230 Skewness 0.869280 Kurtosis 4.496719 Jarque-Bera 22.14744 Probability 0.000016 0 4 8 12 16 20 24 -0.5 -0.0 0.5 1.0 Series: Residuals Sample 1999M12 2008M04 Observations 101 Mean 1.50e-16 Median 0.000000 Maximum 1.253224 Minimum -0.626133 Std. Dev. 0.357626 Skewness 0.895042 Kurtosis 4.562125 Jarque-Bera 23.75450 Probability 0.000007

(27)

21

LAMPIRAN 6 HASIL ESTIMASI THRESHOLD MODEL 3

Tabel 7 Level Threshold (%) dengan Nilai Varian Terkecil untuk Setiap Kombinasi Nilai Lag i dan Lagd

Tabel 8 Nilai SSR Terkecil untuk Setiap Kombinasi Nilai Lagi dan Lagd

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 9.97 1 9.97 0.40 2 -6.95 0.40 4.19 3 -2.08 0.40 4.19 1.11 4 -2.08 0.40 4.19 6.93 1.71 5 -1.78 0.40 4.19 6.93 5.65 -0.30 6 -2.08 0.40 4.19 1.11 1.71 -0.30 0.40 7 -0.90 0.40 4.19 1.11 1.71 -0.30 0.40 2.22 8 -0.90 0.40 4.19 1.11 2.22 -0.30 0.40 1.71 0.70 9 -0.90 0.40 4.19 1.11 2.22 -0.30 1.01 1.71 0.70 -0.90 10 -0.90 0.40 4.19 0.90 1.71 -0.30 1.11 1.71 -1.39 -0.90 2.94 11 -0.90 0.40 4.19 1.01 1.71 -0.60 1.11 1.71 -2.57 -0.90 2.94 0.30 12 -1.78 0.40 3.98 1.01 1.71 -0.60 1.01 1.71 0.80 -0.90 2.94 -0.70 -1.59 Lag Threshold (d) M O D E L A R 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 0.0100 1 0.0084 0.0081 2 0.0081 0.0079 0.0078 3 0.0077 0.0076 0.0073 0.0077 4 0.0066 0.0072 0.0069 0.0072 0.0072 5 0.0065 0.0068 0.0062 0.0071 0.0070 0.0070 6 0.0064 0.0067 0.0055 0.0068 0.0066 0.0067 0.0066 7 0.0062 0.0066 0.0054 0.0067 0.0065 0.0065 0.0066 0.0054 8 0.0061 0.0065 0.0050 0.0066 0.0062 0.0062 0.0066 0.0049 0.0063 9 0.0058 0.0063 0.0047 0.0064 0.0060 0.0061 0.0065 0.0048 0.0062 0.0055 10 0.0054 0.0060 0.0038 0.0061 0.0057 0.0056 0.0060 0.0047 0.0061 0.0052 0.0056 11 0.0053 0.0059 0.0013 0.0060 0.0056 0.0052 0.0058 0.0047 0.0060 0.0050 0.0055 0.0054 12 0.0044 0.0056 0.0015 0.0055 0.0051 0.0052 0.0054 0.0046 0.0056 0.0040 0.0042 0.0051 0.0055 M O D E L A R Lag Threshold (d)

(28)

22

LAMPIRAN 7 PENGUJIAN HASIL ESTIMASI THRESHOLD MODEL 2

Hasil Uji Normality

0,2,0 0,2,2

1,2,2

Hasil Uji Serial Correlatian (Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test): 0, 2, 0 0, 2, 2 1, 2, 2

F-statistic 0.025 0.310 0.262

Obs*R-squared 0.074 0.940 0.807

Prob. F 0.975 0.734 0.770

Prob. Chi-Square 0.964 0.625 0.668

Hasil Uji Heteroskedasticity (White Heteroskedasticity Test): 0, 2, 0 0, 2, 2 1, 2, 2 F-statistic 0.487 0.449 0.439 Obs*R-squared 20.247 21.781 22.850 Prob. F 0.988 0.995 0.997 Prob. Chi-Square 0.970 0.984 0.987 0 4 8 12 16 20 24 -0.010 -0.005 0.000 0.005 0.010 Series: Residuals Sample 1999M12 2008M04 Observations 101 Mean 1.43e-18 Median 1.08e-16 Maximum 0.012699 Minimum -0.009666 Std. Dev. 0.003816 Skewness 0.526658 Kurtosis 4.116460 Jarque-Bera 9.914661 Probability 0.007032 0 4 8 12 16 20 24 -0.005 0.000 0.005 0.010 Series: Residuals Sample 1999M12 2008M04 Observations 101 Mean 1.87e-18 Median 7.98e-17 Maximum 0.012778 Minimum -0.006735 Std. Dev. 0.003660 Skewness 0.777788 Kurtosis 4.455805 Jarque-Bera 19.10241 Probability 0.000071 0 4 8 12 16 20 -0.005 0.000 0.005 0.010 Series: Residuals Sample 1999M12 2008M04 Observations 101 Mean 4.21e-19 Median -4.08e-17 Maximum 0.012876 Minimum -0.006550 Std. Dev. 0.003621 Skewness 0.851324 Kurtosis 4.564921 Jarque-Bera 22.50611 Probability 0.000013

Gambar

Grafik 1 Perkembangan Nilai Tukar dan Inflasi
Grafik 2 Response Inflasi Terhadap Depresiasi  Nilai Tukar ≥ 1,7% (m.o.m)
Grafik 4 Response Inflasi Terhadap Depresiasi  Nilai Tukar ≥ 4,2% (m.o.m)
Grafik 6 Response Inflasi Terhadap Depresiasi  Nilai Tukar ≥ 4.2% (m.o.m)
+6

Referensi

Dokumen terkait

1) Hasil wawancara penulis dengan (Kiai Abdur Rahman) selaku Pengasuh Pondok Pesantren di Sukorejo Situbondo yang menyatakan bahwa pencatatan perkawinan poligami penting

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kasih karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan proposal yang

Hasil pengolahan data geolistrik mapping line 1 diperoleh nilai resistivitas yang berkisar antara 7,41-67,9 Ωm, dari hasil interpretasi menunjukkan bahwa identifikasi jenis

Akan tetapi kebijakan sanksi pidana dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat kualifikasi penyalahguna, pecandu, korban penyalahgunaan dan

Menurut Margono, (2010: 170) tes ialah seperangkat rangsangan atau (stimuli) yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat dijadikan

Pelaporan dibuat dalam format laporan yang telah disepakati/ditetapkan oleh Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten, berdasarkan hasil rekap cakupan kegiatan yang

Good governance yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses yang mengorientasikan pemerintahan pada distribusi kekuatan dan kewenangan yang merata dalam seluruh

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh guru di SD N Weding 3 Demak guna untuk melihat pengaruh model atau metode pembelajaran terhadap hasil belajar yang diperoleh