• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. DAS sebagai suatu sistem hidrologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. DAS sebagai suatu sistem hidrologi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

DAS Sebagai suatu Sistem

Berdasakan pendekatan hidrologis, DAS merupakan wilayah yang dibatasi punggung bukit (pemisahan topografi) yang mempunyai bentuk dan sifat alam yang khas dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung dan kelebihannya dialirkan melalui sungai kecil ke sungai utama atau singgle outlet. DAS harus dipandang sebagai satuan hidrologi lahan. Menurut Black (1996) dalam Pawitan (2004), DAS sebagai satuan hidrologi lahan memiliki 3 fungsi dasar, yaitu : (1) mengumpulkan curah hujan, (2) menyimpan air hujan yang terkumpul dalam sistem-sistem simpanan air DAS dan (3) mengalirkan air sebagai limpasan. Secara ekolologi, DAS memliki dua fungsi tambahan, yaitu : (1)

chemical pathways bagi lingkungan DAS dan (2) tempat habitat bagi berbagai

makhluk hidup dalam DAS. Kelima fungsi tersebut berinteraksi dalam suatu sistem DAS yang merupakan sistem simpanan massa air, serta hubungan masukan hujan dan keluaran limpasan DAS.

Gambar 1. DAS sebagai suatu sistem hidrologi

Sistem hidrologi DAS dicirikan oleh kondisi biofisik lahan membentuk suatu sistem yang komplek dan sebagai filter terhadap masukan curah hujan yang komplek pula. Dalam hal ini, curah hujan (masukan) mengandung variabilitas

(2)

ruang dan waktu yang sangat tinggi dan tidak dapat diperkirakan untuk beberapa waktu kedepan merupakan kondisi lingkungan atmosfer, sedangkan limpasan sungai merupakan gambaran kondisi biofisik lingkungan DAS juga mengandung variabilitas yang tinggi dalam menerima, manampung dan meluluskan air (Pawitan, 2004 dan Sri Harto, 2000).

DAS juga dapat dipandang sebagai sistem produksi yang menerima masukan (inputs) dari alam (hujan dan sinar matahari) dan dari manusia (teknologi dan institusi) yang kemudian menghasilkan luaran (outputs) berupa produksi serta jasa dan limpasan beserta bahan yang terkandung dan terlarut di dalamnya (Becerra, 1995 dan Departeman kehutanan, 2001)

Sebagai suatu sistem, di dalam DAS terdapat berbagai komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Komponen dalam DAS dapat dibedakan menjadi 2, yaitu (1) komponen bio-fisik yang bersifat alami yang menunjukkan karakteristik yang dimiliki setiap DAS dan (2) komponen non-biofisik yang menunjukkan manusia dengan berbagai ragam persoalannya, latar belakang budaya, sosial ekonomi, sikap politik, kelembagaan serta tatanannya.

Pengelolaan DAS

Dalam keputusan menteri kehutanan No. 52 tahun 2001 terdapat difinisi pengelolaan DAS, yaitu upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam (komponen bio-fisik) dengan manusia (komponen non-biofisik) dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS adalah pemanfaatan sumberdaya lahan dan air secara rasional untuk mencapai produksi optimum dengan kerusakan sumberdaya alam yang minimum. Pengelolaan DAS menurut Dixon dan Easter (1986) adalah proses formulasi dan implementasi suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut sumberdaya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan memperhitungkan kondisi sosial, politik, ekonomi dan faktor-faktor institusi yang ada di dalam DAS tersebut dan sekitarnya untuk mencapai tujuan sosial yang spesifik.

Beberapa definisi pengelolaan DAS tersebut, Mangundikoro (1985) menyatakan beberapa poin yang merupakan inti dari pengelolaan DAS, yaitu : (1)

(3)

pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, (2) pemenuhan kebutuhan manusia untuk sekarang dan masa depan, (3) kelestarian dan keserasian ekosistem DAS, (4) pengendalian hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia dan (5) penyedian air, pengendalian erosi, banjir dan sedimen.

Pengelolaan DAS perlu dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan, artinya proses formulasi dan implementasi atau kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumberdaya alam dan manusia dalam suatu DAS perlu dilaksanakan dengan mempertimbangkan berbagai aspek (biofisik, ekonomi, sosial dan kelembagaan) di dalam dan sekitar DAS sehingga sumberdaya alam dalam DAS dapat dimanfaatkan secara terus-menerus baik generasi sekarang dan penerus (Departemen Kehutanan, 2001).

Penyelenggaraan pengelolaan DAS secara umum bertujuan untuk mengatur, memelihara, mempertahankan dan meningkatkan kualitas-kuantitas lahan dan tata air guna meningkatkan kesejahteraan manusia dan memantapkan kelembagaan manusia yang berperan di dalamnya serta memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan kerusakan yang berarti sumberdaya alam yang ada dalam DAS, sehingga tetap mempertahankan kondisi kelestarian DAS. Davenport (2002) dan Rusdiana et. al. (2003) juga menyatakan bahwa tujuan umum pengelolaan DAS adalah untuk menjamin bahwa air dan sumberdaya lainnya dikelola secara berkelanjutan untuk menyediakan lingkungan, sosial dan ekonomi bagi pihak-pihak yang berkepentingan pada saat sekarang dan akan datang.

Penyelenggaraan Pengelolaan DAS

Pada penyelenggaraan pengelolaan DAS dapat diwujudkan dengan melalui beberapa tahapan proses yaitu indentifikasi dan analisis masalah, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Keempat proses tersebut dapt terus berlangsung membentuk suatu siklus.

Departemen Kehutanan (2001) menetapkan prisnsip-prinsip dasar pengelolaan DAS yang terdapat dalam pedoman penyelenggaraan pengelolaan DAS, yaitu :

(4)

1. Dilaksanakan secara terpadu, holistik, berkesinambungan, berwawsan lingkungan dengan pendekatan DAS yang diharapkan berdasarkan sistem pemerintahan yang desentralistik.

2. Berasas kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian dan akuntabilitas, 3. Melibatkan stakeholders dalam pengambilan keputusan,

4. Prioritas berdasarkan DAS strategis.

5. Meliputi management watershed conservation, water resources development, pengelolaaan lahan dan pengelolaan vegetasi serta pembinaan.

6. efektivitas dan efisiensi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi.

7. Peninjauan kembali secara berkala dan program lanjutan.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukaan diatas berarti bahwa penyelenggaraan pengelolaan DAS perlu didasarkan pada kondisi aktual yang ada. Pengkajian terhadap permasalahan di lapangan merupakan langkah awal untuk dapat menentukan tindakan dan strategi pengelolaan. Kondisi aktual pada suatu DAS belum tentu sama dengan DAS yang lainnya, artinya strategi pengelolaan DAS juga bersifat spesifik lokasi.

Secara umum masalah pengelolaan DAS khususnya di Indonesia adalah sebagai berkiut : (1) erosi-sedimentasi dan lahan kritis, (2) terganggunya kuantitas, kualitas dan kontinuitas hasil air, (3) penurunan produktifitas lahan, (4) degradasi sumberdaya hutan, (5) berkurangnya luas hutan dan lahan pertanian dan (6) ketidaksesuaian kelas penggunaan lahan.

Model Erosi dan Hidrologi

Model merupakan integrasi dari semua proses hidrologi yang dapat mensimulasikan transformasi hujan sebagai masukan (input) menjadi limpasan

(output) yang dapat digunakan untuk analisis, perencanaan, perancangan,

perkiraan jangka panjang dan peramalan.

Pemilihan jenis model diperlukan untuk menentukan model yang paling sesuai dengan keadaan DAS. Pemilihan model yang akan digunakan dalam analisis hendaknya dilakukan dengan pemahaman mendalam tentang struktur

(5)

model, kemampuan operasional, kekuatan dan kelemahannya, kepekaan dan keterbatasannya (Sri Harto, 2000).

Model SWAT (Soil and Water Assessment Tool)

SWAT adalah model prediksi untuk skala DAS yang dikembangkan oleh Jeff Arnold untuk USDA ARS (US Department of Agriculture- Agriculture

Research Service) awal tahun 1990-an. SWAT merupakan gabungan dari

beberapa model yang dikembangkan ARS dan merupakan pengembangan lebih lanjut dari model SWRRB (Simulator for Water Resources in Rural Basins). Model lain yang berperan dalam pengembangan SWAT adalah CREAMS (Chemical, Runoff, and Erosion from Agriculture Managemen System), GLEAMS (Groundwater Loading Effects on Agriculture Managements System) dan EPIC (Erosion-Productivity Impact Calculator).

Pada tahun 1995 model SWRRB dikolaborasikan dengan model ROTO (Routing Outputs to Outlet), tetapi karena kesulitan dalam meletakkan input dan

output pada kedua model. Untuk mengatasi persoalan tersebut kedua model

digabungkan menjadi model SWAT.

Sejak pertama diciptakan mulai dari SWAT 94.2 sampai SWAT 2005 telah mengalami perbaikan dan perkembangan. Perbaikan mendasar terjadi pada SWAT 2000 dimana dapat melakukan perhitungan yang sesuai untuk daerah tropis.

Dalam perkembangannya, SWAT telah dikembangkan dalam window dan microsoft visual basic. SWAT juga telah dikembangkan dalam software GIS seperti Arc View, Map Window dan Arc GIS. SWAT juga telah mengalami validasi yang luas.

SWAT merupakan model hidrologi berbasis proses fisik (physical based model), sehingga memungkinkan sejumlah proses fisik yang berbeda untuk disimulasikan pada suatu DAS. Untuk pemodelan, suatu DAS dibagi menjadi beberapa sub-basin atau sub-DAS. Sub-basin adalah pembagian atau pengelompokan berdasarkan kesamaan penggunaan lahan dan tanah atau sifat lain yang berpengaruh terhadap hidrologi. Informasi masukan untuk setiap sub-basin dikelompokkan atau disusun ke dalam katagori berikut : iklim, unit respon hidrologi (HRUs), daerah basah, air bawah tanah dan saluran utama yang

(6)

mendrainase sub-basin. HRUs adalah kelompok lahan di dalam sub-basin yang memiliki kombinasi tanaman penutup tanah, tanah dan pengelolaan yang unik.

Proses fisik yang berhubungan dengan pergerakan air, sedimen, pertumbuhan tanaman, siklus hara dan sebagainya yang terjadi pada DAS disimulasikan model SWAT. Untuk mensimulasikan proses tersebut model memerlukan informasi spesifik tentang iklim, sifat-sifat tanah, topografi, vegetasi dan praktek pengelolaan lahan yang terjadai. Proses yang dimodelkan SWAT yang terjadi di dalam DAS didasarkan kepada neraca air. Persamaan neraca air yang berlaku pada model SWAT sebagai berikut :

Dimana SWt adalah kandungan air tanah akhir (mm), Swo adalah kandungan air tanah permulaan hari 1 (mm), t adalah waktu (hari), Rday adalah jumlah curah hujan pada hari i (mm), Qsurfadalah jumlah aliran permukaan pada hari i (mm), Ea adalah jumlah evapotranspirasi pada hari i (mm), Wseep adalah jumlah air yang masuk ke dalam zone vadose pada profil tanah pada hari i (mm) dan Qgw adalah jumlah air yang merupakan air kembali (mm).

Pada SWAT, simulasi hidrologi suatu DAS dipisahkan ke dalam dua bagian utama, yaitu fase lahan dan fase air. Bagian pertama merupakan fase lahan dari siklus hidrologi yang dapat dilihat pada tingkat sub DAS dan HRUs. Informasi yang dapat diperoleh pada fase ini adalah jumlah curah hujan, evapotranspirasi potensial, kandungan air tanah, perkolasi, aliran permukaan, aliran dasar, aliran lateral serta jumlah air, sedimen, unsur hara dan pestisida yang masuk ke dalam saluran utama pada setiap sub-basin. Pada fase air dapat dilihat pada tingkat sungai, pada fase air merupakan fase penelusuran siklus hidrologi yang dapat didefinisikan sebagai gerakan air, sedimen dan lainnya melalui jaringan saluran DAS ke tempat keluar (outlet). Pada fase ini dapat diperoleh informasi jumlah aliran yang masuk dan keluar sungai utama, jumlah air yang keluar dan rembasan selama proses serta jumlah sedimen, hara dan pestisida yang terbawa aliran (Arsyad, 2006).

Output SWAT terangkum dalam file-file yang terdiri dari file HRU, SUB

(7)

berisikan output dari masing-masing sub DAS dan RCH merupakan output dari masing-masing sungai utama pada setiap sub DAS.

Informasi output pada file SUB dan file HRU adalah luas area (AREA km2), jumlah curah hujan (PRECIP mm), evapotranspirasi aktual (ET mm H2O), kandungan air (SW), aliran permukaan (SURQ mm), aliran lateral (LATQ), aliran dasar (GWQ), hasil sedimen (SED ton/ha). Sedangkan bebrapa informasi output pada file ini yang diperlukan dalam penelitian adalah luas area (AREA km2), jumlah curah hujan (PRECP mm), evapotranspirasi aktual (ET mm), kandungan air tanah (SW mm), air perkolasi (PERC mm), aliran permukaan (SURQ mm), aliran ground water (GW_Q mm), hasil air (WYLD mm), konsentrasi hara N-P dan hasil sedimen (SYLD ton/ha).

Informasi pada masing-masing sungai pada pada output RCH setiap sub DAS adalah jumlah debit yang masuk (FLOW_IN m3/dt), jumlah debit yang keluar (FLOW_OUT m3/dt), jumlah kehilangan karena evaporasi (EVAP), transmisi (TLOOS), konsentrasi sedimen (SEDCONC mg/l) dan beberapa konsentrasi sedimen dan alga.

(8)

Gambar

Gambar 1. DAS sebagai suatu sistem hidrologi
Gambar 2. Struktur Model SWAT

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh personal knowledge , organizational learning , dan teknologi terhadap kinerja karyawan Hotel Patra Jasa

Jika pandangan aliran hukum positif ini dihubungkan dengan hukum internasional, maka hukum internasional berlaku dan mengikat masyarakat internasional,

Peserta didik dapat membuat karya seni rupa dua dimensi menggunakan berbagai media dan teknik dengan melihat model. Peserta didik dapat membuat karya seni rupa tiga dimensi

Semakin banyak kadar tepung kacang merah pada kue kering dengan campuran tepung jagung dan tepung kacang merah, kandungan protein dan nilai cerna protein

Persoalan pertama yang dihadapi manajemen penjualan dalam kontek pengelolaan tenaga penjual ini adalah, bagaimana untuk dapat memperoleh tenaga penjual yang memiliki kemampuan

Penelitian ini bertujuan: (1) Mengembangkan komik sebagai media pembelajaran akuntansi untuk siswa SMA kelas XI; (2) Mengetahui kelayakan komik akuntansi berdasarkan penilaian ahli

Data primer merupakan data yang diambil dari responden secara langsung dengan cara pengisian kuesioner, yaitu dengan menyebarkan daftar pertanyaan tertulis yang digunakan

Perlu perbaikan perbaikan :: Langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai Langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai urutannya atau