BAHAN DAN METODE
Kegiatan penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap, yakni: preparasi produk urea lepas-lamban, penelitian in vitro, dan penelitian in vivo (Gambar 3). Pada penelitian tahap pertama dilakukan penentuan sifat fisik secara visual dan uji kelarutan nitrogen terhadap produk urea lepas-lamban yang dihasilkan. Produk urea lepas-lamban yang kelarutan nitrogennya lebih rendah daripada kelarutan nitrogen urea, diuji lebih lanjut pada penelitian tahap kedua. Pada penelitian tahap kedua dilakukan uji responsi aktivitas fermentasi mikrob rumen terhadap produk urea lepas-lamban dimaksud pada penelitian tahap pertama secara in vitro. Produk urea lepas-lamban yang menghasilkan kadar amoniak yang lebih rendah daripada kadar amoniak dari urea, diuji lebih lanjut pada penelitian tahap ketiga. Pada penelitian tahap ketiga dilakukan uji responsi ternak terhadap produk urea lepas-lamban. Penelitian tahap pertama dan kedua dilaksanakan selama empat bulan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi PAU IPB, sementara penelitian tahap ketiga dilaksanakan sekitar dua bulan di kandang sapi lokal pedaging di wilayah Depok.
Gambar 3 Alur tahap pelaksanaan kegiatan penelitian. SEM = scanning electron microscopy.
Preparasi Produk Urea Lepas-Lamban
Penelitian tahap pertama ini bertujuan menghasilkan produk urea lepas-lamban yang kelarutan nitrogennya lebih rendah daripada kelarutan nitrogen urea. Data yang diperoleh dari penelitian ini mencakup: kadar N, foto hasil scanning electron microscopy (SEM), dan kelarutan N.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri atas: urea dan campuran urea-seng sulfat, urea-zeolit, dan urea-seng sulfat-zeolit sebagai produk urea lepas-lamban. Urea yang digunakan adalah urea pupuk berbentuk butir (prill) dengan kandungan nitrogen 45%. Seng sulfat yang digunakan adalah seng sulfat teknis yang mengandung 1 238 ppm Zn. Zeolit yang digunakan adalah zeolit alam bentuk tepung berukuran sekitar 60 mesh. Zeolit ini merupakan sumberdaya lokal yang diperoleh dari Pabrik Karang Mulya Desa Citatah Km 25, terletak di daerah pegunungan di Citatah Padalarang Bandung. Sifat fisik dan kimiawi zeolit dimaksud yang diperoleh dari distributornya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Sifat fisik dan kimiawi zeolit alam yang digunakan dalam penelitian
Sifat fisik Sifat kimiawi
Bentuk kristal Mordenit, klinoptilolit, Daya tukar kation > 120 meq/100 g montmorilonit, kuarsa SiO2 > 65%
Warna Abu-abu kehijauan Al2O3 12.88 %
Titik lebur 1 368 0C Fe2O3 1.16 %
pH 8.0 - 10.0 MgO 0.44 %
Massa jenis 2.37 CaO 1.71 %
Volume pori 28 - 34 % MnO2 0.01 %
Diameter pori 2.9 - 7.0 0A Cr2O3 < 0.01 % Susut
pembakaran
8.60 - 13.44 % Na2O 1.13 %
Kadar air < 12.0 % K2O 0.88 %
Serapan amoniak 44.68 % TiO2 0.19 %
Prosedur Preparasi Produk
Prosedur pelaksanaan penelitian pada tahap ini terdiri atas preparasi bahan untuk membuat produk urea lepas-lamban, penentuan sifat fisik produk dengan scanning electron microscopy (SEM) dan uji kelarutan nitrogen. Urutan
pembuatannya mengacu pada metode Hsin-jen (1997), yakni terdiri atas pelelehan urea, pencampuran, pengadukan, pendinginan, dan penggilingan.
Zeolit. Zeolit dipanaskan dalam oven bersuhu 100 0C selama 8 jam untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit. Zeolit kering tersebut lalu ditentukan kerapatan ruah (bulk density), keporian, dan daya serapnya. Kerapatan ruah zeolit ditentukan menurut metode Suliman et al. (2006). Sampel zeolit kering (± 2 g) disaring dengan penyaring berdiameter 1 mm, lalu dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse berskala ukur, dimampatkan dengan cara divortek, permukaan zeolit diratakan sejajar dengan garis skala ukur pada tabungnya, lalu diukur volumenya. Kerapatan ruah zeolit ditetapkan berdasar persamaan berikut: ρ = m/v. Dalam hal ini, ρ = kerapatan ruah zeolit, m = massa total zeolit, dan v = volume zeolit. Keporian zeolit yang merupakan rasio antara volume pori total dengan volume total sampel, ditentukan dengan metode saturasi air destilasi (Rakhmatullah et al. 2007). Sampel zeolit dalam tabung sentrifuse yang telah ditentukan kerapatan ruahnya dituangi 2 ml air destilasi (menggunakan pipet volumetrik kapasitas 2 ml), lalu disentrifuse pada 3 000 rpm selama 45 menit sehingga zeolitnya mengendap. Airnya (supernatan) yang bening dibuang dan air yang menempel pada bagian dalam dinding tabungnya diseka dengan kertas tisu. Zeolit yang telah menyerap air tersebut lalu ditimbang untuk menentukan bobotnya (bobot basah). Keporian zeolit ditetapkan berdasar persamaan berikut: keporian = [(BBs – BKs) x Vs-1] x 100%. Dalam hal ini, BBs = bobot basah sampel zeolit, BKs = bobot kering sampel zeolit, Vs = volume sampel zeolit. Daya serap zeolit ditetapkan berdasar persamaan berikut: Daya serap = [(BBs – BKs) x BBs-1] x 100%. Keporian dan daya serap dimaksud, dijadikan acuan untuk menentukan rasio zeolit dan urea dalam preparasi produk urea-zeolit.
Urea-zeolit. Urea-zeolit dibuat dengan mencampurkan 62% zeolit dan 38% urea. Penentuan rasio rersebut berdasarkan pada keporian dan daya serap zeolit alam yang digunakan. Urea dilelehkan pada suhu 80 – 110 0C sambil diaduk sampai seluruh butiran urea meleleh, tetapi tidak sampai mengkristal. Menurut Eberl (2002), urea mengkristal pada suhu sekitar 132 0C. Untuk mempercepat pelelehan, air ditambahkan ke dalam media sebanyak 5% dari bobot urea. Zeolit
dicurahkan ke dalam lelehan urea sambil diaduk sampai campurannya merata selama 10 menit, lalu didinginkan sambil tetap diaduk sampai produk urea-zeolit memadat. Selanjutnya, produk urea-zeolit dibuat tepung dengan penggiling atau penumbuk, lalu disaring dengan penyaring berdiameter 1 mm.
Urea-seng sulfat. Bahan untuk membuat urea-seng sulfat terdiri atas 40% seng sulfat dan 60% urea. Rasio ini berdasarkan pada reaksi pembentukan kompleks urea-seng sulfat [Zn(urea)4]SO4 (Sadeek 1993). Pelelehan urea dilakukan seperti pada prosedur preparasi produk urea-zeolit. Seng sulfat dicurahkan ke dalam lelehan urea sambil diaduk sampai campurannya merata selama 10 menit, lalu didinginkan sambil tetap diaduk sampai terbentuk adonan padat. Setelah memadat, produk seng-urea tersebut dijadikan tepung dengan cara menggiling atau menumbuknya dan disaring dengan penyaring berdiameter 1 mm. Urea-seng sulfat-zeolit. Produk urea-seng sulfat-zeolit terdiri atas 37% zeolit, 25% seng sulfat, dan 38% urea. Tahapan preparasi urea-seng sulfat-zeolit terdiri atas pelelehan urea, pencurahan seng sulfat yang diikuti dengan pencurahan zeolit seperti pada prosedur preparasi bahan urea-seng sulfat dan urea-zeolit.
Urea yang digunakan untuk membuat ketiga produk di atas adalah urea berbentuk butir (prill). Untuk keperluan uji kelarutan nitrogen, urea berbentuk butir digiling dulu seperti bahan lainnya.
Penentuan Sifat Fisik Mikroskopik dan Kadar N Produk
Penentuan sifat fisik produk urea lepas-lamban dilakukan dengan scanning electron microscopy (SEM, tipe JSM-5000, ACCV 20 kV) untuk mengetahui tingkat ketercampuran antara zeolit dan urea. Kadar nitrogen produk dianalisis dengan metode Kjehdahl (AOAC 1991).
Kelarutan Nitrogen Produk
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kelarutan nitrogen dari preparat urea lepas-lamban (urea-seng sulfat, urea-zeolit, dan urea-zeolit-seng sulfat) dibandingkan dengan kelarutan nitrogen urea. Bahan yang akan diuji kelarutan nitrogennya adalah: urea dan campuran seng sulfat, zeolit, dan urea-seng sulfat-zeolit. Kelarutan tersebut diukur pada rentang waktu: 0, 0.25, 0.5, 0.75, 1, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 24, dan 48 jam. Rancangan percobaan yang digunakan
untuk uji kelarutan ini adalah Rancangan Acak Lengkap, setiap perlakuan terdiri atas 2 ulangan.
Uji kelarutan N dari bahan uji ini dilakukan mengikuti prosedur Yang et al. (2001) dengan mengganti pelarutnya, yakni larutan penyangga borat fosfat yang digunakan oleh Yang et al. (2001) diganti dengan larutan penyangga McDougall (saliva buatan) tanpa nitrogen (Galyean 1997). Tabung fermentasi berkapasitas 50 ml diisi secara terurut dengan 10 ml larutan penyangga McDougall yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 39 0C dan 2 g sampel (untuk setiap bahan uji), lalu diinkubasikan dalam shaking-water bath bersuhu 39 0C sesuai waktu inkubasi yang telah ditentukan. Setelah tiba saatnya, isi dari masing-masing tabung dimaksud lalu disaring dengan 2 lapis kertas saring (Whatman#40). Selanjutnya dari masing-masing filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 200 µl lalu ditimbang untuk dianalisis kadar nitrogen terlarutnya. Kadar nitrogen sampel dan kadar nitrogen terlarut dianalisis dengan metode Kjehdahl (AOAC 1991). Rumus yang digunakan untuk menghitung kelarutan N dari bahan yang diuji adalah:
Kelarutan N = bobot N terlarut (g) x 100% bobot N sampel bahan (g)
Pengaruh perlakuan terhadap kelarutan N dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan jika terdapat pengaruh perlakuan, analisis dilanjutkan dengan uji jarak ganda Duncan. Selanjutnya, produk urea lepas lamban yang kelarutan nitrogennya lebih rendah daripada kelarutan nitrogen urea diuji lebih lanjut dengan uji laju lepas amoniak hasil fermentasi cairan rumen in vitro.
Percobaan In Vitro
Produk urea lepas-lamban yang kelarutan nitrogennya lebih rendah daripada kelarutan urea, diuji lebih lanjut dengan uji laju lepas amoniak hasil fermentasi cairan rumen in vitro. Pada uji ini, masing-masing bahan uji dicampurkan dalam sampel ransum yang akan diujicobakan pada ternak. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui laju lepas amoniak dari produk urea lepas-lamban (urea-seng sulfat, urea-zeolit, dan urea-seng sulfat-zeolit) dibandingkan dengan laju lepas amoniak dari urea.
Bahan
Media Inkubasi dan Sumber Mikrob. Media inkubasi in vitro yang dilaksanakan mengacu pada Menke & Steingass (1988) yang dimodifikasi oleh Makkar et al. (1995), yakni tersusun atas: larutan mikromineral 0.02%, larutan penyangga 45.34%, larutan makromineral 45.34%, larutan resazurin 0.23%, dan larutan pereduksi 9.07%. Sumber mikrob sebagai fermen adalah cairan rumen yang berasal dari 2 ekor sapi lokal yang diperoleh dari rumah potong hewan Kotamadya Bogor. Termos, yang sebelumnya telah dihangatkan dengan air hangat, dituangi isi rumen utuh dan cairan rumen hasil perasan dengan rasio sekitar 1:1, lalu segera dibawa ke laboratorium. Di laboratorium, cairan rumen tersebut diblender selama 30 detik, lalu disaring melalui 4 lapis kain kasa. Larutan media inkubasi dibuat dengan cara mencampur 1 bagian cairan rumen hasil penyaringan tersebut dengan 3 bagian larutan penyangga. Masing-masing tabung fermentasi yang berisi 0.5 g sampel dituangi 40 ml larutan media inkubasi, lalu diinkubasikan pada shaking-water bath bersuhu 39 0C selama 1 (I1), 2 (I2), 4 (I4), 8 (I8), 12 (I12), 24 (I24), dan 48 (I48) jam.
Sampel Ransum. Sampel ransum yang akan diuji terdiri atas jerami padi dan konsentrat yang disusun secara isonitrogen (12% ± 0.09% protein kasar), dengan rasio 45% jerami padi dan 55% konsentrat berdasar bahan kering. Bahan penyusun konsentrat terdiri atas: bungkil kedelai (hanya untuk ransum tanpa urea), jagung giling, dedak halus, bungkil kelapa, dan onggok, 4 jenis preparat urea (U = urea; US = seng sufat: 60% urea, 40% seng sulfat; UZ = urea-zeolit: 38% urea, 62% zeolit; USZ = urea-seng sulfat-urea-zeolit: 38% urea, 25% seng sulfat, 37% zeolit), dan 3 taraf molases (M = taraf molases, M0 = 0% molases, M6 = 6% molases, dan M12 = 12% molases dari bahan kering ransum). Perbedaan kadar molases tersebut dimaksudkan untuk mengetahui laju lepas amoniak dari ransum yang mengandung produk urea lepas-lamban apabila kadar sumber karbohidrat yang mudah terfermentasinya berbeda.
Kadar bahan kering (BK), bahan organik (BO), dan protein kasar (PK) sampel ransum yang diuji disajikan pada Tabel 2. Dalam sampel ransum ini, urea-seng (US), urea-zeolit (UZ), dan urea-urea-seng-zeolit (USZ) dijadikan sebagai sumber nitrogen lepas-lamban. Kadar N dari berbagai jenis urea tersebut masing-masing
memasok 33.33% dari total N ransum berdasar bahan kering. Sampel ransum dalam kondisi kering jemur, digiling halus dan disaring melalui saringan ± 1 mm sebelum dicampurkan untuk membuat ransum lengkap.
Tabel 2 Kadar bahan kering, bahan organik, dan nitrogen sampel ransum yang diuji secara in vitro
No Ransum1) Jenis Urea2) Molases, % BK, % BO N x 6.25 ----% BK--- 1 Urea U 0 91.03 84.78 12.10 2 Seng-Urea US 0 92.81 84.52 11.97 3 Urea-zeolit UZ 0 93.05 83.43 11.93 4 Zeo-Zn-Urea USZ 0 91.83 84.49 11.94 5 Urea U 6 91.32 85.50 12.16 6 Seng-Urea US 6 90.82 84.93 12.00 7 Urea-zeolit UZ 6 91.71 83.34 11.92 8 Zeo-Zn-Urea USZ 6 91.35 84.22 11.92 9 Urea U 12 88.31 85.33 12.12 10 Seng-Urea US 12 89.31 85.72 12.06 11 Urea-zeolit UZ 12 89.43 83.84 11.96 12 Zeo-Zn-Urea USZ 12 89.49 84.11 11.97 13 Tanpa Urea TU 0 91.89 85.65 12.15 1)
Ransum terdiri atas 45% jerami padi dan 55% konsentrat (berdasar BK); konsentrat terdiri atas: bungkil kedelai (hanya untuk ransum TU), bungkil kelapa, jagung kuning, dedak padi halus, onggok, dikalsium fosfat, dan premiks.2)Kadar N dari berbagai jenis urea memasok 33.33% dari total N ransum.
Rancangan Percobaan
Fermentasi in vitro sampel ransum yang mengandung 4 jenis preparat urea (U, US, UZ, USZ) dan 3 taraf kadar molases (0, 6, dan 12%), dan sampel ransum kontrol (tanpa urea tanpa molases, TU) dijadikan sebagai perlakuan dan dilaksanakan dalam dua kelompok ulangan. Percobaan dirancang dalam rancangan acak kelompok berfaktor 4 x 3 dengan 1 perlakuan kontrol (Gomez & Gomez 1995). Peubah yang diukur adalah: nilai pH, kadar NH3, total VFA, kecernaan bahan kering (KBK), kecernaan bahan organik (KBO), biomassa dan protein mikrob.
Pengelolaan Sampel
Pada setiap akhir dari periode inkubasi yang telah ditentukan, tabung fermentasi dikeluarkan dari inkubator, divortex selama 10 detik, lalu pH cairan rumennya diukur dengan digital pH meter. Selanjutnya cairan rumen
disentrifugasi dengan kecepatan 3 000 rpm selama 15 menit sehingga padatannya yang terdiri atas partikel pakan dan protozoa mengendap terpisah dari cairannya yang bening (supernatan). Untuk menghentikan fermentasi, supernatan dimaksud ditetesi 2 – 3 tetes asam sulfat pekat, H2SO4 9 M (Kim et al. 2007). Dua ml dari supernatan tersebut, dituangkan ke dalam tabung effendorf berskala ukur (kapasitas 2.5 ml) untuk disentrifugasi lagi dengan kecepatan 15 000 rpm pada suhu 4 0C selama 30 menit sehingga terbentuk endapan biomassa mikrob yang melekat kuat pada bagian dasar tabung effendorf dimaksud. Supernatan hasil sentrifugasi kedua ini dituangkan ke dalam tabung effendorf lainnya, lalu dibekukan dalam lemari es bersuhu -4 0C untuk keperluan analisis NH3. Endapan biomassa mikrob yang terbentuk akibat sentrifugasi kedua tersebut dibilas dengan akuades secara seksama, lalu disentrifugasi lagi pada 15 000 rpm pada suhu 4 0C selama 30 menit. Supernatan hasil sentrifugasi ketiga ini dibuang dan endapan biomassa mikrobanya ditiriskan dengan cara menempatkan tabung effendorf secara terbalik selama 24 jam pada suhu kamar.
Endapan biomassa mikrob hasil penirisan tersebut ditimbang untuk menentukan bobot segar biomassa mikrob, lalu dikeringkan dalam oven bersuhu 65 0C selama 48 jam, lalu ditimbang untuk menentukan bobot keringnya. Selanjutnya, biomassa mikrob kering tersebut disuspensikan dengan 2 ml NaOH 1 N, divortex selama 1 menit, lalu dipanaskan dalam air bersuhu 60 – 70 0C selama 10 menit. Setelah dingin, suspensi biomassa mikrob tersebut disentrifugasi lagi pada 15 000 rpm pada suhu 4 0C selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh dapat digunakan secara langsung untuk analisis protein mikrob, sementara sampel yang tidak langsung dianalisis, disimpan di dalam lemari es bersuhu -4 0C untuk keperluan analisis protein mikrob pada waktu berikutnya.
Sisa supernatan hasil sentrifugasi pertama (3 000 rpm, 15 menit), dituangkan ke dalam botol sampel dan ditutup rapat lalu dibekukan dalam lemari es bersuhu -4 0C untuk keperluan analisis kadar VFA. Sementara, residu atau bagian padatannya dibilas dengan akuades, disaring dengan kertas saring bebas abu (Whatman#40). Pompa vakum digunakan untuk mempercepat proses penyaringan. Residu yang diperoleh digunakan untuk penentuan kadar bahan kering dan bahan organik.
Analisis Laboratorium dan Perhitungan
Kadar protein kasar (N x 6.25) sampel ransum, kadar bahan kering (BK) dan abu sampel ransum dan residu fermentasi dianalisis menurut metode AOAC (1990). Kadar bahan organik (BO), kecernaan bahan kering (KBK), dan kecernaan bahan organik (KBO) secara in vitro dihitung berdasarkan persamaan berikut:
BO = bobot BK sampel – (bobot abu) x 100% bobot BK sampel
KBK = bobot BK sampel asal – (bobot BK residu – bobot BK blanko) x 100% bobot BK sampel asal
KBO = bobot BO sampel asal – (bobot BO residu – bobot BO blanko) x 100% bobot BO sampel asal
Kadar NH3 cairan rumen diukur secara kolorimetrik, menggunakan spektrofotometer pada 630 nm berdasar metode Broderick & Kang (1980) dan kadarnya dihitung berdasar kurva standar dalam satuan mM. Kadar total VFA diukur dengan metode destilasi uap (AOAC, 1990) menggunakan mikroburet. Kadar total VFA dihitung berdasar persamaan: Total VFA (mM) = (ml titer blanko – ml titer sampel) x N HCl x 1 000/ ml sampel. Kadar protein mikrob ditentukan dengan metode Lowry et al. (1951) menggunakan larutan BSA (bovine serum albumin) sebagai standar.
Analisis Data
Respons peubah yang diamati terhadap perlakuan empat jenis urea dan tiga kadar molases dianalisis dengan GLM MANOVA menggunakan alat bantu piranti lunak SPSS 16.0. Analisis dilanjutkan dengan uji jarak ganda Duncan untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan apabila terdapat pengaruh dari perlakuan. Analisis slope digunakan untuk mengetahui laju perubahan peubah yang diamati pada jam inkubasi tertentu dan analisis regresi estimasi kurva digunakan untuk mengetahui nilai dugaan laju cerna bahan kering dan bahan organik. Uji kontras orthogonal digunakan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan tanpa urea (TU) dan perlakuan jenis urea (JU) (Gomez & Gomez 1995).
Percobaan pada Ternak (In Vivo)
Percobaan pada ternak menggunakan ransum berurea lepas-lamban berbasis jerami padi dengan kadar molases yang sama hasil percobaan in vitro yang laju lepas amoniaknya lebih rendah dari ransum berurea (U). Sementara, ransum tanpa urea (TU) dan ransum berurea tetap digunakan sebagai pembanding. Percobaan pada ternak ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan preparat urea-seng sulfat, urea-zeolit, dan/atau urea-urea-seng sulfat-zeolit sebagai sumber NPN lepas-lamban terhadap performa sapi pedaging.
Bahan
Bahan yang digunakan sebagai perlakuan dalam percobaan pada ternak ini terdiri atas ransum yang telah diuji pada percobaan in vitro. Ternak yang digunakan adalah sapi Bali jantan muda berumur sekitar 1 tahunan (sepasang gigi seri tengah tetap) dengan rataan bobot hidup 145.3 ± 2.5 kg. Jumlah sapi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor berasal dari Nusa Tenggara Barat.
Ransum dasar yang digunakan terdiri atas 45% jerami padi dan 55% konsentrat berdasar bahan kering. Ransum dimaksud terdiri atas satu jenis ransum tanpa urea dan 4 jenis ransum yang mengandung berbagai jenis preparat urea yang masing-masing dikombinasikan dengan molases berkadar 6% (Tabel 3).
Tabel 3 Komposisi pakan dan kandungan zat makanan dalam ransum yang diberikan pada sapi Bali
Pakan Ransum
1)
, berdasar % bahan kering
TU U US UZ USZ
Jerami padi 45.00 45.00 45.00 45.00 45.00
Jagung kuning 2.00 4.00 4.00 4.00 4.00
Dedak padi halus 13.00 13.00 10.00 9.59 9.59
Bungkil kedelai 5.00 - - - -Onggok 10.48 15.05 16.12 15.00 15.00 Bungkil kelapa 24.00 15.00 16.00 16.12 16.14 Molases - 6.00 6.00 6.00 6.00 Premiks 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 Dikalsium fosfat 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 ZnSO4 0.02 0.02 - 0.02 -Urea - 1.43 Urea-Zn - - 2.38 Urea-Zeolit - - 3.77 Urea- Zn-Zeolit - - 3.77
Pakan Ransum
1)
, berdasar % bahan kering
TU U US UZ USZ Bahan Kering (BK), % 89.66 88.71 90.25 89.15 88.99 Komposisi: berdasar % BK Protein kasar (PK) 12.91 11.66 12.20 12.18 12.10 Lemak kasar (LK) 6.03 4.95 4.17 4.52 3.81 Serat kasar (SK) 18.00 17.73 17.55 17.37 16.60 BETN 50.58 53.07 53.67 53.00 54.78 Abu 12.48 12.59 12.41 12.93 12.72 Ca 0.10 0.12 0.11 0.13 0.13 P 0.04 0.06 0.07 0.07 0.07 Zn, mg/kg 34.85 33.75 34.30 33.75 34.85 SDN (NDF) 52.68 50.81 48.61 51.48 48.84 SDA (ADF) 34.45 34.88 33.81 34.47 34.05 Selulosa 21.89 22.33 21.66 21.98 21.41 Lignin 4.56 4.05 4.03 4.65 4.08 Hemiselulosa 18.23 15.94 14.80 17.01 14.79 Silika 8.17 8.11 8.13 8.27 8.29 TDN1) 60.07 59.44 60.47 59.73 59.62 1)
TDN = 0.67 x BK (NRC 1985); BETN: bahan ekstraks tanpa nitrogen, SDN: serat deterjen netral, SDA: serat deterjen asam; TU: tanpa urea, U: urea, US: urea-seng sulfat, UZ: urea-zeolit, USZ: urea-seng sulfat-zeolit. Kadar N dari urea dalam ransum U, US, UZ, dan USZ = 33% dari total N ransum.
Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 4 ulangan. Kelima perlakuan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ransum dasar tanpa urea tanpa molases (TU)
2. Ransum bersuplemen urea (U)
3. Ransum bersuplemen urea-seng sulfat (US), 4. Ransum bersuplemen urea-zeolit (UZ)
5. Ransum bersuplemen urea-seng sulfat-zeolit (USZ) Peubah yang diukur terdiri atas:
1. Kondisi rumen: amoniak, pH, dan VFA (asetat, propionat, butirat, valerat). 2. Kecernaan zat makanan (bahan kering dan bahan organik), retensi N, dan
kadar derivat purin (alantoin dan asam urat) urin untuk menghitung sintesis protein mikrob.
3. Kadar Zn, glukosa, kolesterol, dan amoniak plasma.
4. Produktivitas: konsumsi ransum, pertambahan bobot hidup, dan efisiensi penggunaan ransum.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian pada ternak dimulai dengan periode adaptasi, periode pemberian ransum, periode koleksi feses dan urin, dan terakhir periode pengambilan cairan rumen dan sampel darah. Periode adaptasi dilakukan selama 14 hari untuk menyesuaikan ternak terhadap perlakuan yang akan diterapkan. Periode selanjutnya merupakan periode untuk menghimpun data sesuai dengan peubah yang akan diuji. Percobaan pemberian ransum dilakukan selama 56 hari setelah periode adaptasi untuk memperoleh data produktivitas, sementara periode koleksi dilakukan selama 7 hari berikutnya untuk memperoleh data konsumsi, kecernaan, retensi, dan derivat purin urin. Sehari kemudian, dilakukan pengambilan cairan rumen dan darah untuk memperoleh data peubah lingkungan rumen dan data peubah plasma.
Periode Adaptasi. Sapi ditimbang dengan menggunakan timbangan digital untuk mengetahui bobotnya, lalu ditempatkan pada kandang individu berdasarkan rancangan acak lengkap. Selanjutnya sapi diadaptasikan selama 14 hari dengan perlakuan yang akan diujicobakan. Tempat makan, tempat minum, dan lantai kandang dibersihkan setiap pagi mulai pukul 7.00. Air minum disediakan kembali secara ad libitum setelah tempatnya dibersihkan. Ransum yang terdiri atas 55% konsentrat dan 45% jerami padi (berdasar BK) diberikan sebanyak 3% dari bobot hidup sapi. Jerami yang akan diberikan pada ternak dikeringkan terlebih dahulu di bawah terik matahari, lalu dipotong-potong dengan ukuran panjang sekitar 8 – 10 cm. Konsentrat yang mengandung urea (U, US, UZ, USZ) diberikan secara bertahap selama empat hari pertama periode adaptasi. Pada hari pertama urea diberikan 25%, hari kedua 50%, hari ketiga 75%, hari keempat dan seterusnya urea diberikan 100 persennya dari kandungan urea ransum yang sudah ditetapkan. Pemberian ransum dilakukan setiap pukul 8.00 dan pukul 16.00. Selama periode adaptasi ini dilakukan pengamatan terhadap perilaku ternak, terutama perilaku konsumsi dan perilaku yang memperlihatkan gejala keracunan urea.
Periode Percobaan Pemberian Ransum. Pada akhir periode adaptasi sapi ditimbang, selanjutnya penimbangan sapi dilakukan setiap dua minggu selama 56 hari periode percobaan pemberian ransum. Setiap hari, sapi diberi ransum sebanyak 3% (berdasar bahan kering) dari bobot hidupnya sedangkan air minum
diberikan ad libitum. Waktu pemberian ransumnya sama seperti pada periode adaptasi. Setiap pagi pukul 7.00 sebelum pemberian ransum, dilakukan penimbangan jerami dan konsentrat yang akan diberikan pada ternak, begitu pula sisa jerami dan konsentrat yang tidak termakan. Jerami, konsentrat, dan sisanya (residu) yang tidak termakan masing-masing diambil sampelnya sebanyak 100 gram setiap 7 hari, dikeringkan dalam oven pada suhu 55 0C selama 96 jam. Sampel mingguan tersebut selanjutnya dikompositkan berdasar individu ternak (satuan percobaan), lalu masing-masing sampel hasil komposit dimaksud, disubsampel sebanyak 100 gram, digiling halus, dan disimpan dalam lemari es untuk keperluan analisis laboratorium.
Periode Koleksi Feses dan Urin. Setiap pagi hari pukul 7.00 selama 7 hari periode koleksi, feses dan urin dari setiap individu sapi ditampung, feses ditimbang, urin diukur volume dan massa jenisnya, serta diambil sampelnya sebanyak 5% dari total ekskresi harian. Sampel feses harian dikeringkan dalam oven pada suhu 55 0C selama 96 jam lalu digiling halus dan disaring dengan penyaring berdiameter 1 mm. Sampel urin ditetesi dengan 1 – 2 tetes asam sulfat jenuh. Sampel harian feses dan urin tersebut masing-masing dikompositkan berdasar individu ternak. Masing-masing sampel hasil komposit tersebut disubsampel sebanyak 5% dan disimpan dalam lemari es untuk keperluan analisis.
Sehari setelah periode koleksi, sampel cairan rumen dan darah dari setiap individu ternak diambil 4 jam setelah pemberian ransum. Ternak dimasukkan ke dalam kandang jepit, lalu darahnya diambil sebanyak 10 mL dari vena jugularis dengan menggunakan spuit (venojeck) dan dituangkan ke dalam tabung berheparin agar tidak membeku. Selanjutnya, dilakukan pengambilan cairan rumen sekitar 50 – 100 ml dengan menggunakan selang yang dihubungkan dengan pompa vakum. Cairan rumen tersebut lalu disaring dengan empat lapis kain kasa dan dituangkan ke dalam tabung sampel berkapasitas 100 ml. Sampel darah dan cairan rumen lalu disimpan dalam lemari es sebelum diproses lebih lanjut untuk keperluan analisis laboratorium.
Analisis Laboratorium
Subsampel jerami padi, konsentrat, residu, dan feses yang telah digiling halus dari masing-masing perlakuan, dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C
selama 12 jam untuk menentukan kadar bahan keringnya. Kadar bahan organiknya ditentukan dengan cara mengabukan subsampel tersebut dalam tungku pengabuan pada suhu 500 0C selama 8 jam. Total nitrogennya ditentukan dengan metode Kjeldahl dan kadar ekstrak eter ransum dan feses ditentukan dengan metode soxlet (AOAC 1990). Kadar serat deterjen netral (NDF), serat deterjen asam (ADF), dan lignin dianalis seperti yang dijelaskan oleh Van Soest et al. (1991). Kadar Zn ransum dan plasma diukur dengan spektrofotometer serapan atom (flame atomic absorption spectrophotometry, model 5000 AS-50 ).
Kadar amoniak cairan rumen ditentukan secara kolorimetrik pada panjang gelombang 630 nm menggunakan spektrofotometer (Beckman DU 64, Beckman Instruments, Fullerton, CA) mengikuti prosedur Broderick & Kang (1980) dan pH-nya ditentukan dengan digital pH meter (Accumet Basic pH Meter, Fisher Scientific, Pittsburgh, PA). Kadar VFA individu ditentukan dengan metode kromatografi gas (Model 5890, Hewlett-Packard, Avondale, PA) seperti yang dijelaskan oleh Vanzant & Cochran (1994). Kadar glukosa dan kolesterol plasma ditentukan dengan glukosa/kolesterol kit (Bioptik Technology, Inc. St. Ingbert/ Hassel, Germany). Kadar amoniak plasma ditentukan secara kolorimetrik (Broderick & Kang 1980) seperti penentuan kadar amoniak cairan rumen.
Kadar derivat purin urin yang diukur adalah alantoin dan asam urat. Kadar alantoin diukur dengan metode kolorimetrik pada panjang gelombang 522 nm. Kadar asam urat diukur secara kolorimetik pada panjang gelombang 293 nm seperti yang dijelaskan dalam IAEA (1997). Kadar derivat purin urin tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung sintesis protein mikrob rumen.
Penghitungan Beberapa Peubah
Konsumsi ransum (berdasar BK), kecernaan semu zat makanan (ZM), retensi nitrogen, pertambahan bobot hidup (PBH), dan efisiensi penggunaan ransum (EPR) dihitung berdasarkan pada persamaan berikut:
Konsumsi BK= (g BK ransum – g BK residu) g/hari jumlah hari
Kecernaan semu ZM = (g ZM yang dikonsumsi – g ZM dalam feses) x 100% g ZM yang dikonsumsi
Retensi N= [g N yang dikonsumsi – (g N urin + g N feses)] x 100% g N yang dikonsumsi
PBH= (g BH akhir – g BH awal) g/hari
jumlah hari antara penimbangan awal dan penimbangan akhir.
EPR = g PBH
g BK yang dikonsumsi
Data derivat purin (alantoin dan asam urat) yang diperoleh (Y, mmol/hari), digunakan untuk menduga jumlah purin mikrob yang diabsorbsi (X, mmol/hari) berdasar persamaan regresi yang diperoleh Soejono et al. (1999) hasil percobaan pada sapi Bali. Persamaannya adalah sebagai berikut: Y = 0.78 X + 0.145 W0.75. Dalam hal ini, W0.75 adalah bobot badan metabolik, nilai 0.78 adalah proporsi derivat purin yang diekskresi dalam urin, dan nilai 0.145 adalah derivat purin endogen yang dieksresikan dalam urin (mmol/kg bobot badan metabolik). Selanjutnya sintesis protein mikrob ditentukan dengan persamaan berikut:
Produksi N mikrob rumen = 0.21x0.83x1.000 X x 70 = 0.402 X g/hari
Angka 70 pada persamaan di atas menunjukkan kandungan N purin mikrob (70 mg N/mmol), angka 0.83 menunjukkan koefisien cerna purin mikrob, dan angka 0.21 merupakan rasio N purin: total N mikrob rumen pada sapi Bali.
Analisis Data
Data yang berhasil dihimpun, dianalisis dengan sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila terdapat pengaruh perlakuan, analisis dilanjutkan dengan uji jarak ganda Duncan untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan.