4
Ergonomi atau ergonomis berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/ perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Didalam ergonomi dibutuhhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi disebut juga sebagai “Human Factors” (Nurmianto, 1996).
Kajian ergonomi yang berhubungan dengan aspek ukuran fisik manusia dan bertujuan untuk mendapatkan rancangan peralatan, produk atau tempat kerja yang ergonomis dengan memperhatikan dimensi tubuh target pengguna dikenal dengan antropometri. Dalam antropometri terdapat dua jenis dimensi ukuran yaitu struktural (statis) dan fungsional (dinamis) Herjanto (2008) dalam Izzhati (2015). Dimensi struktural untuk mengukur dimensi tubuh manusia pada kondisi tetap (statis) sedangkan dimensi fungsional adalah untuk mengukur dimensi tubuh ketika sedang mengadakan kegiatan.
Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi, misalnya: penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain. Disamping itu ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja seperti yang ditunjukan pada gambar 2.1, misalnya: desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga manusia visual (visual display unit station) (Nurmianto, 1996).
teknologi, dan seni untuk menyerasikan peralatan, mesin pekerjaan, sistem, organisasi dan lingkungan dengan kemampuan, kebolehan dan batasan manusia sehingga tercapai suatu kondisi dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, efisien dan produktif, melalui pemanfaatan tubuh manusia secara maksimal dan optimal. Agar tercapai kondisi seperti itu, seharusnya peralatan dan lingkungan dikondisiskan sesuai dengan alat. Untuk keperluan perancangan alat dan lingkungan diperlukan nilai standar ergonomis yang dibuat disesuaikan dengan kemampuan dan batasan manusia.
Sesuai dengan pengertian ergonomi, prinsip penting ergonomi yang selalu digunakan adalah prinsip fitting the task to the man, yang berarti harus disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Apabila ingin meningkatkan kemampuan manusia untuk melakukan tugas, maka beberapa hal di sekitar lingkungan alam manusia seperti peralatan, lingkungan fisik, posisi gerak (kerja) perlu direvisi atau dimodifikasi atau redesain disesuaikan dengan disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia, Santoso (2013). Dengan kemampuan tubuh yang meningkat secara optimal, maka tugas kerja yang dapat diselesaikan juga akan meningkat. Sebaliknya, apabila lingkungan alam sekitar termasuk peralatan yang tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tubuh manusia seperti yang ditunjukan pada gambar 2.1, maka akan boros penggunaan energi dalam tubuh, cepat lelah, hasil tidak optimal bahkan mencelakakan.
2.2 Tujuan dan Pentingnya Ergonomi
Tujuan ergonomi adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada suatu perusahaan atau organisasi. Hal ini dapat tercapai apabila terjadi kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Banyak yang menyimpulkan bahwa tenaga kerja harus dimotivasi dan kebutuhannya terpenuhi. Dengan demikian akan menurunkan jumlah tenaga kerja yang tidak masuk kerja.namun pendekatan ergonomi mencoba mencapai kebaikan antara pekerjadan pemimpin perusahaan. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan empat tujuan utama, antara lain :
1. Memaksimalkan efisiensi tenaga kerja
2. Memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja 3. Menganjurkan agar bekerja aman dan nyaman
4. Memaksimalkan performansi kerja yang meyakinkan
Konsekuensi situasi kerja yang tidak ergonomis adalah kondisi tubuh menjadi kurang optimal, tidak efisien, kualitas rendah dan seseorang bisa mengalami gangguan kesehatan seperti nyeri pinggang (low back pain) seperti ditunjukan pada gambar 2.2, gangguan otot rangka dan lain-lain. Oleh karena itu, ergonomi penting karena pendekatan ergonomi adalah membuat keserasian yang baik antara manusia dengan mesin dan lingkungan.
Gambar 2.1 Low back pain
(sumber : medicalxpress.com) 2.3 Postur Kerja
Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisa keefektivan dari suatu pekerjaan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh operator sudah baik dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh oleh operator tersebut akan baik, akan tetapi bila postur kerja operator tersebut salah atau tidak ergonomis maka operator tersebut mudah kelelahan dan terjadi kelainan pada bentuk tulang. Apabila operator mudah mengalami kelelahan hasil pekerjaan yang dilakukan operator terebut juga mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan yaitu dimana otot mengalami ketegangan yang membuat otot menjadi panjang atau pendek hal ini diakibatkan pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan
tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan Suhisono & Rubiati (2013). Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot. Kebanyakan rasa nyeri pada tulang belakang merupakan hernia pada intervertebral disk yaitu keluarnya inti intervertebral (pulpy nucleus) yang disebabkan oleh rusaknya lapisan pembungkus intervertebral disk.
Gambar 2.2 Hernia pada intervertebral disk
(Sumber : obat sakit punggung.com) Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, diantaranya yaitu:
1. Peregangan otot yang berlebihan (over exertion), pada umunya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktifitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktifitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
2. Aktifitas berulang, yaitu pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3. Sikap kerja tidak alamiah, yaitu sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamih Sikap kerja almiah adalah sikap kerja atau posisi kerja yang sesuai dengan bentuk alamiah kurva tulang belakang. misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.
4. Faktor penyebab sekunder, yaitu: Tekanan, Getaran dan Mikroklimat.
5. Penyebab kombinasi, yaitu: Umur, Jenis kelamin, Kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, kekuatan fisik, ukuran tubuh (antropometri).
2.4 Kelelahan Kerja
2.4.1 Pengertian Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja adalah suatu kondisi melemahnya kegiatan, motivasi, dan kelelahan fisik untuk melakukan kerja. Maharja (2015) menyatakan bahwa kelelahan kerja menyangkut penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi, dan penurunan produktivitas kerja. menurut Nurmianto (1996) kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. meningkatnya kesalahan kerja akan akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembenanan otot secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (repetition strain injuries) rasa sakit atau nyeri yang muncul pada bagian otot karena tingkat ketegangan, terlalu banyak aktivitas atau saat bekerja biasa disebut dengan nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oeh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).
Kelelahan kerja banyak ditemukan pada tenaga kerja yang bekerja di bidang industri besar, namun pada industri kecil hal ini banyak sekali terjadi. Maharja (2015) menyatakan kelelahan kerja tidak dapat didefinisikan tetapi dapat dirasakan sehingga penentuan kelelahan kerja dapat dketahui secara subjektif
berdasarkan perasaan yang dialami tenaga kerja. Kelelahan kerja tidak hanya terjadi pada akhir waktu kerja, namun juga dapat terjadi sebelum bekerja.
2.4.2 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan
Faktor penyebab terjadinya kelelahan akibat kerja di industri sangat bervariasi dan sangat kompleks, saling terkait antara faktor dengan yang lain. Seperti faktor intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental, problem fisik seperti tanggung jawab, lingkungan, kondisi kesehatan, nutrisi. Faktor-faktor penyebab kelelahan sebagai berikut : Oesman & Simanjuntak (2011).
Faktor Internal • Usia
Usia seseorang akan mempengaruhi kondisi, kemampuan dan kapasitas tubuh dalam melakukan aktivitasnya. Produktivitas kerja akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Kapasitas kerja meliputi kapasitas fungsional, mental dan sosial akan menurun menjelang usia 45 tahun, menjelang usia 50 tahun keatas kapasitas akan menurun (ILO &WHO), Oesman & Simanjuntak (2011).
• Status Gizi
Semua orang baik itu pekerjadalam hidupnya membutuhkan zat gizi yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Setiap orang membutuhkan makanan sebagai sumber energi atau tenaga.
Faktor eksternal • Beban kerja
Beban kerja dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif adalah seseorang bekerja dalam jumlah banyak maksudnya pekerjaan yang dilakukan lebih dari satu sesuai dengan waktu yang telah diberikan. Beban kerja kualitatif seseorang bekerja dengan tugas-tugas yang repetitive (berulang-ulang). Denyut nadi kerja (heart rate) merupakan kecepetan denyut jantung seseorang tenaga kerja ditentukan oleh besarnya beban langsung pekerjaan, beban tambahan dan kapasitas kerja.
• Keluhan kerja
Keluhan kerja pada saat pekerja ( sakit pada melaksanakan pekerjaan) merupakan salah satu penyebab kelelahan dengan Bordic Body Map melalui kuesioner dapat ditentukan kondisi keluhan para pekerja.
Yang terpenting adalah bagaimana menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis. Agar dapat menangani kelelahan yang tepat, maka harus mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan .Penyebab kelelahan dan cara mengatasi digambarkan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko Kelelahan (Sumber : Oesman 2011)
2.5 Nordic Body Map (NBM)
Nordic Body Map meruapakan kuisoner atau alat yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem kerja. kuisoner ini digunakan untuk mengetahui ketidak nyamanan pada para pekerja, kuisoner ini paling sering digunakan karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. Kuisoner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi beberapa bagian yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pergelangan tangan, pinggang atau pantat, lutut, tumit, dan kaki.
Menurut Sukania, dkk (2013) Melalui pendekatan Nordic Body Map dapat diketahui bahian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan, contoh tenaga kerja setelah melakukam aktivitas kerja merasakan pegal pada bagian leher karena bekerja dengan posisi leher menunduk dan keluhan masuk
dalam kategori sakit. Selanjutnya bagian tubuh dinilai sesuai kategori mulai dari rasa tidak sakit, agak sakit, sakit sampai sangat sakit. Dengan menganalisis peta tubuh seperti gambar 2.4 maka dapat diestimasijenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh tenaga kerja.
Gambar 2.4. Peta Tubuh
(Sumber : Nurmianto 1996) Keterangan:
0. leher bagian atas 16. tangan kiri
1. leher bagian bawah 17. tangan kanan
2. bahu kiri 18. paha kiri
3. bahu kanan 19. paha kanan
4. lengan atas kiri 20. lutut kiri
5. Punggung 21. lutut kanan
6. lengan atas kanan 22. betis kiri
7. Pinggang 23. betis kanan
8. Bokong 24. pergelangan kaki kiri
9. Pantat 25. pergelangan kaki kanan
10. siku kiri 26. kaki kiri
12. lengan bawah kiri 13. lengan bawah kanan 14. pergelangan tangan kiri 15. pergelangan tangan kanan
Dimensi-dimensi tubuh tersebut dapat dibuat dalam format Standard Nordic Questionnaire. Standard Nordic Questionanire dibuat atau disebarkan untuk mengetahui keluhan-keluhan yang dirasakan pekerja akibat pekerjaanya. Standard Nordic Questionnaire bersifat subjektif, karena rasa sakit yang dirasakan tergantung pada kondisi fisik masing-masing individu. Keluhan rasa sakit pada bagian tubuh akibat aktivitas kerja tidaklah sama antara satu orang dengan orang lain.
2.6 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) merupakan suatu metode penelitian
untuk menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas. Metode ini dirancang oleh Lynn McAtamney dan Nigel Corlett (1993) yang menyediakan sebuah perhitungan skor beban musculoskeletal di dalam sebuah pekerjaan yang memiliki resiko pada bagian tubuh dari perut hingga leher atau anggota badan bagian atas, Torik (2015).
Metode ini tidak membutuhkan dokumentasi gambar dan foto dalam penetapan penilaian postur leher, punggung dan lengan atas. Setiap pergerakan diberi skor yang telah ditetapkan. RULA dikembangkan sebagai suatu metode untuk mendeteksi postur kerja yang merupakan faktor resiko. Metode didesain untuk menilai para pekerja dan mengetahui beban musculoskletal yang memungkinkan menimbulkan gangguan pada anggota badan atas.
Dalam usaha untuk penilaian 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga kekuatan dan postur), adapun maanfaat Untuk mempermudah penilaian postur tubuh, maka tubuh dibagi atas 2 segmen grup yaitu grup A dan grup B.
2.6.1 Penilaian Postur Tubuh Grup A
Postur tubuh grup A terdiri atas lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist) dan putaran pergelangan tangan (wirst twist).
1. Lengan Atas (Upper Arm)
Penilaian terhadap lengan atas (upper arm) adalah penilaian yang dilakukan terhadapa sudut yang dibentuk lengan atas pada saat melakukan aktivitas kerja. sudut yang dibentuk oleh lengan atas diukur menurut posisi batang tubuh. Adapun postur lengan atas (upper arm) dapat dilihat pada gambar 2.5.
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 2.5 Postur tubuh bagian lengan atas (upper arm)
Skor penilaian untuk postur tubuh bagian lengan atas (upper arm) dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Skor bagian lengan atas (upper arm) Gambar
Pustur Pergerakan
Article
I. Skor Skor Perubahan
A 20
0 ( kedepan maupun kebelakang
dari tubuh) 1 +1 jika bahu naik
+1 jika lengan berputar/bengkok B >200 (kebelakang) atau 200-450 2
C 450-900 3
2. Lengan Bawah (Lower Arm)
Penilaian terhadap lengan bawah (lower arm) adalah penilaian yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan bawah pada saat melakukan aktivitas kerja. sudut yang dibentuk oleh lengan bawah diukur menurut posisi batang tubuh. Adapun postur lengan bawah (lower arm) dapat dilihat pada Gambar 2.6.
(a) (b) (c) (d) Gambar 2.6 Skor Lengan Bawah (Lower Arm)
Skor penilaian bagian lengan bawah (lower arm) dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Skor Lengan Bawah (lower Arm) Gambar
Postur
Pergerakan Skor Skor Perubahan
B 600-1000 1 +1 Jika lengan bawah bekerja
melewati garis tengah atau keluar dari sisi tubuh
C < 60
0 atau
1000 2
3. Pergelangan Tangan (Wrist)
Penilaian terhadap pergelangan tangan (wrist) adalah penilaian yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan pada saat melakukan aktivitas kerja. sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan diukur menurut posisi lengan bawah. Adapun postur pergelangan tangan (wrist) dapat dilihat pada Gambar 2.7.
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 2.7 Postur Tubuh Pergelangan Tangan (Wrist)
Skor penilaian untuk bagian pergelangan tangan(wrist) dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Skor Pergelangan Tangan (Wrist)
Gambar Postur Pergerakan Skor Skor Perubahan
A Posisi netral 1
+1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah
B 0-15
0 (ke atas maupun ke
bawah) 2
C, d >15
0 (ke atas maupun ke
bawah) 3
4. Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist)
Adapun postur putaran pergelangan tangan (wrist twist) dapat dilihat pada Gambar 2.8.
(a) (b)
Gambar 2.8 Postur Tubuh Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist) Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) postur netral diberi skor :
1 = Posisi tengah dari putaran 2 = Pada atau dekat dari putaran
Nilai dari postur tubuh lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tanagn dimasukan ke dalam tabel postur tubuh grup A untuk memperoleh skor seperti terlihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Skor Grup A
Upper Arm Lower Arm
Wrist
1 2 3 4
Wrist Twist
Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist
1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 4 4 2 1 2 2 2 3 3 3 4 4 2 2 2 2 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 4 5 3 1 2 3 3 3 4 4 5 5 2 2 3 3 3 4 4 5 5 3 2 3 3 4 4 4 5 5 4 1 3 4 4 4 4 4 5 5 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 3 4 4 5 5 5 6 6 5 1 5 5 5 5 5 6 6 7 2 5 6 6 6 6 7 7 7 3 6 6 6 7 7 7 7 8 6 1 7 7 7 7 7 8 8 8 2 7 8 8 8 8 9 9 9 3 9 9 9 9 9 9 9 9
5. Penambahan Skor Aktivitas
Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup A pada Tabel 2.4, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas. Penambahan skor aktivitas tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Skor Aktivitas
Aktivitas Skor Keterangan
Postur Statik +1 Satu atau lebih bagian tubuh
statis/diam
Pengulangan +1 Tindakan dilakukan berulang-ulang
lebih dari 4kali permenit
6. Penambahan Skor Beban
Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh grup A pada Tabel 2.5, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor beban. Penambahan skor beban tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Skor Beban
Beban Skor Keterangan
< 2 kg 0 -
2 kg – 10 kg 1 +1 jika postur statis dan
dilakukan berulang-ulang
➢ 10 kg 2 -
2.6.2 Penilaian Postur Tubuh Grup B
Postur tubuh grup B terdiri atas leher (neck), batang tubuh (trunk), dan kaki (legs).
1. Leher (Neck)
Penilaian terhadap leher (neck) adalah penilaian yang dilakukan terhadap posisi leher pada saat melakukan aktivitas kerja apakah operator harus melakukan kegiatan ekstensi atau fleksi dengan sudut tertentu. Adapun postur leher dapat dilihat pada Gambar 2.9.
(a) (b) (c) (d)
(e) (f)
Gambar 2.9 Postur Tubuh bagian Leher (Neck)
Skor penilaian untuk leher (neck) dapat dilihat pada Tabel 2.7 Tabel 2.7 Skor Bagian Leher (neck) Gambar
Postur
Pergerakan Skor Skor Perubahan
A 0-100 1 + 1 jika leher
berputar/bengkok + 1 jika batang tubuh
bengkok
B 100-200 2
C >200 3
D Ekstensi 4
2. Batang Tubuh (Trunk)
Penilaian terhadap batang tubuh (trunk), merupakan penilaian terhadap sudut yang dibentuk tulang belakang tubuh saat melakukan aktivitas kerja dngan kemiringan yang sudah diklasifikasikan. Adapun klasifikasi kemiringan batang tubuh saat melakukan aktivitas kerja dapat dilihat pada Gambar 2.10.
(a) (b) (c) (d) Gambar 2.10 Postur bagian Batang Tubuh (Trunk)
Skor penilaian bagian batang tubuh (trunk ) dapat dilihat pada Tabel 2.8. Tabel 2.8 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk)
Gambar Postur Pergerakan Skor Skor Perubahan
A Posisi normal (900) 1
+ 1 jika leher berputar/bengkok + 1jika batang tubuh
bungkuk
B 0-200 2
C 200-600 3
D >600 4
3. Kaki (Legs)
Penilaian terhadap kaki (legs) adalah penilaian yang dilakukan terhadap posisi kaki pada saat melakukan aktivitas kerja operator bekerja dengan posisi normal/seimbang atau bertumpu pada satu kaki lurus. Adapun posisi kaki dapat dilihat pada Gambar 2.11.
(a) (b) Gambar 2.11 Posisi Kaki (Legs)
Tabel 2.9 Skor Bagian Kaki (legs) Gambar Postur Pergerakan Skor
A Posisi normal/seimbang 1
B Tidak seimbang 2
Nilai dari skor postur tubuh leher, batang tubuh, dan kaki dimasukan keTabel 2.10 untuk mengetahui skornya.
Tabel 2.10 Skor Grup B Trunk Postur Score
Neck
Trunk Postur Score
1 2 3 4 5 6
Legs Legs Legs Legs Legs Legs
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7 2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7 3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7 4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8 5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
4. Penambahan Skor Aktivitas
Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh grub B pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11 Skor Aktivitas
Aktivitas Skor Keterangan
Postur Statik + 1 Satu atau lebih bagian tubuh statis/diam Pengulangan + 1 Tindakan dilakukan berulang-ulang lebih
5. Penambahan Skor Beban
Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh grup B pada Tabel 2.11, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor beban. Penambahan skor beban tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Tabel 2.12 Skor Beban
Beban Skor Keterangan
< 2 kg 0 -
2 kg – 10 kg 1 + 1 jika postur statis dan dilakukan berulang-ulang
>10 kg 3 -
Untuk memperoleh skor akhir (grand score), skor yang diperoleh untuk postur tubuh grup A dan grup B dikombinasikan ke Tabel 2.13.
Tabel 2.13 Grand Total Score Table
Score Group A Score Group B 1 2 3 4 5 6 7 1 1 2 3 3 4 5 5 2 2 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 5 6 4 3 3 3 4 5 6 6 5 4 4 4 5 6 7 7 6 4 4 5 6 6 7 7 7 5 5 6 6 7 7 7 +8 5 5 6 7 7 7 7
Hasil skor dari Tabel 2.13 tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori level resiko pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14 Kategori Tindakan RULA
Kategori Tindakan Level Resiko Tindakan
1 – 2 Minimum Aman
3 – 4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan
5 – 6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat