• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar pemilihan Propinsi Bali sebagai tempat penelitian adalah sebagai berikut:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dasar pemilihan Propinsi Bali sebagai tempat penelitian adalah sebagai berikut:"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

3.1, T e m ~ a t Penelitian

Dasar pemilihan Propinsi Bali sebagai tempat pene- litian adalah sebagai berikut:

1. Adanya isu tentang mundurnya mutu ternak sapi Bali, yang ditandai dengan bobot potong dan ukuran tubuh lainnya yang rendah pada umur jual sama, dengan pe- nyebabnya yang belum diketahui dengan pasti,

2. Propinsi Bali yang merupakan pusat pengembangan dan pelestarian sapi Bali murni, harus dipertahankan dan ditingkatkan produktivitasnya sehingga diharapkan dapat terbentuk sapi Bali unggul yang berkualitas baik. Sebagai daerah produsen ternak, Propinsi Bali sudah beberapa dasawarsa merupakan penyangga suplai untuk memenuhi kebutuhan daging di kota-kota besar di Pulau Jawa yang padat penduduk. Pengembangan sapi potong di Bali mempunyai kelebihan dibandingkan de- ngan daerah sapi Bali lain karena letaknya dekat de- ngan konsumen yang dapat dijangkau dengan melalui transportasi darat.

3. Sebagai daerah kawasan pariwisata dan padat penduduk permintaan daging di Bali sendiri cukup tinggi. Bah- kan pada akhir-akhir ini sudah timbul permintaan daging lokal yang berkualitas baik dari restoran internasional dan hotel-hotel berbintang. Peluang

(2)

ini memungkinkan suatu usaha sapi potong yang inten- sif, yang pada gilirannya nanti dapat mengurangi impor daging atau menghentikannya kalau sudah memenuhi persyaratan kualitas dan jumlahnya.

Lokasi penelitian dipilih dengan cara disengaja agar sub wilayahnya sesuai dengan lokasi penelitian sapi Bali yang telah dilakukan pada tahun 1978 (Ditjennak, IPB, 1978), dengan ciri sebagai berikut:

1) Desa pantai (ketinggian no1 sampai 500 m dari permu- kaan laut) yang merupakan wilayah dengan dataran rendah/persawahan sampai wilayah yang bergelombang. Desa yang dipilih adalah Desa Jimbaran dan Desa Ungasan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.

2) Desa sedang (ketinggian 500 sampai 1 000 m di atas permukaan laut) umumnya terdiri dari tegalan dan ke- bun-kebun, desa yang dipilih adalah Desa Taro dan Desa Sebatu, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar

.

3 ) Desa pegunungan (ketinggian lebih dari 1 000 m di atas permukaan laut) umumnya terdiri dari tanah- tanah kering, kebun-kebun dan hutan. Desa yang di- pilih adalah desa Belantih dan Desa Catur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

(3)

1. Data populasi sapi Bali

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan survei dan

wawancara langsung terhadap peternak. ~ebagai pegangan

dalam wawancara, digunakan daftar pertanyaan yang meli- puti: struktur pemilikan ternak menurut umur dan jenis kelamin, tingkat kelahiran, tingkat kematian, umur pu- bertas, umur melahirkan pertama, lama pemeliharaan induk dan pejantan.

Banyaknya petani ternak contoh yang dipilih secara

acak sebagai responden adalah 25 orang tiap desa, se-

luruhnya berjumlah 150 responden dari tiga kabupaten

sampel dengan dua desa per kabupaten. Pemilihan desa

dan kabupaten disesuaikan dengan hasil penelitian sapi Bali terdahulu yang telah diolah kembali.

Data sekunder diperoleh dari Dinas Peternakan, baik tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten. Data terse-

but meliputi: populasi ternak selama 13 tahun terakhir,

pemanenan (pemotongan dan pengeluaran ternak). Luas

areal tanaman pangan dan tataguna tanah diperoleh dari Kantor Statistik Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Propin- si Bali.

2. Data penampilan produksi sapi Bali

Penampilan produksi sapi Bali diperoleh dari data

(4)

ditabulasi dan diolah kembali. Data penampilan produksi meliputi bobot sapih umur 205 hari dengan variasi penim- bangan 205 hari

+

45 hari dan bobot setahunan dengan va- riasi penimbangan 365 hari 2 90 hari.

3. Nilai heritabilitas

Untuk nilai heritabilitas bobot sapih digunakan ha- sil penelitian Sudrana (1987), dan heritabilitas bobot setahun menurut Pane (1990).

4. Data ketersediaan makanan ternak

Data ini merupakan data sekunder dari Laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Bali (1987). Peng- ambilan data ketersediaan pakan dimaksudkan untuk menge- tahui ketersediaan nutrisi berupa bahan kering hijauan dari berbagai sumber (rumput, daun-daunan dan limbah pertanian).

Data yang dikumpulkan berupa luasan lahan yang da- pat menghasilkan hijauan. Ketersediaan nutrisi berupa bahan kering dihitung dari luas lahan, produksi (ton/ha) dan angka penggunaan (Darmadja, 1980 dan Gembong

G a l a m

Reksohadiprodjo, 1984). Produksi bahan kering daun- daunan diambil dari hasil survei Persediaan Makanan Ter- nak di Bali (Ditjennak- UNUD, 1980).

(5)

3.3. Nodel Analisis

Penelitian yang dilakukan menggunakan teknik peme- cahan masalah dengan model simulasi, yang dibagi dalam dua subkajian yaitu:

1. Simulasi perkembangan kinerja produksi (simu- lasi seleksi).

2. Simulasi perkembangan populasi (simulasi dina- mika populasi)

.

1. Simulasi Perkembangan Kinerja Produksi

Model ini dimaksudkan untuk mengkaji perkembangan kinerja produksi dengan simulasi seleksi. Ada beberapa tahap dalam melakukan simulasi seleksi yaitu pembentukan generasi populasi tetua dasar, pembentukan generasi ke- turunan, tekanan seleksi dan tekanan pengafkiran.

P

P

i

Nilai parameter yang digunakan dalam simulasi se- leksi adalah data sekunder yang telah diolah kembali berasal dari kinerja produksi sapi Bali (Ditjennak

-

IPB, 1978), nilai heritabilitas bobot sapih dan bobot setahunan dari penelitian P3 Bali dan korelasi genetik antara bobot sapih dengan bobot setahunan dari laporan penelitian sapi daging. Diperoleh data sebagai berikut: 1 ) Rataan dan simpangan baku bobot sapih jantan 87.24 2

10.89 kg dan betina 83.47 5 14.97 kg, dengan rataan umum 85.35

+

12.93 kg.

(6)

2 ) Rataan dan simpangan baku bobot setahun jantan 120.26 & 18.14 dan betina 119.09

+

16.16 kg, dengan rataan umum 119.27 2 22.65 kg.

3) Heritabilitas bobot sapih 0.19 dan heritabilitas bo- bot setahun 0.32.

4) Korelasi genetik antara bobot sapih dan bobot seta- hun 0.85.

9

Jumlah ternak yang dipertahankan adalah tetap sama dari tiap generasi yaitu 150 ekor pejantan dan 600 ekor betina (induk) yang tersebar dalam enam kelompok umur produktif. Penyebaran ternak menurut kelompok umur dan jenis kelamin disajikan dalam Gambar 1. Perkawinan di- lakukan secara acak, dengan rasio jantan

-

betina 1 : 4 Tingkat kelahiran 65 persen dengan rasio kelamin anak yang lahir 0.50 dan kematian anak 'dari lahir sampai di- sapih enam persen. Tiap generasi dipilih 30 ekor betina muda dan 120 ekor jantan muda untuk calon tetua peng- ganti (replacement). Untuk perkawinan selanjutnya dila- kukan setelah tetua yang diafkir dikeluarkan dan ternak pengganti masuk dalam kelompok tetua dan terjadi per- geseran kelompok umur. Dalam perkawinan biak-dalam tidak dihitung.

(7)

Kelompok 1 2 3 4 5 6 Umur (tahun) 3-4 4-5 5-6 6-7 7-8 8-9 'Pejantan (ekor) 28 26 24 22 20 Induk (ekor) 112 104 96 88 80 2-3 tahun (120 ekor) 4 2-3 tahun (30 ekor) Seleksi

4

Anak Jantan 0-1 th (183 ekor)

--

1-2 th (30 ekor)

Anak Betina 0-1 th (183 ekor)

--

1-2 th (120 ekor)

Gambar 1. Penyebaran Ternak Menurut Umur dan Jenis

Kelamin dalam Populasi

Generasi Po~ulasi Tetua Dasar

Sebagai alat penelitian ini digunakan simulasi kom-

puter

.

Model sederhana penampilan fenotipe seekor

individu ternak adalah:

P = A

+

E dan Vp = VA

+

VE

di mana P = fenotipe, A = faktor genetik aditif, (pada

prinsipnya pengaruh faktor genetik dominan dan epistasi

diasumsikan nilainya sangat kecil dan diabaikan), E =

faktor lingkungan, V p = ragam fenotipik, VA = ragam ge-

netik aditif, VE = ragam lingkungan.

Program dibuat dalam Bahasa Pascal versi "Turbo Pascal" Release 6.0, digunakan untuk membentuk generasi

(8)

Suatu penduga random generator digunakan untuk men-

simulasi kemungkinan (probabilitas) genotipe tetua da-

sar. Random normal (RAN) dibangkitkan dari random uniform dengan menggunakan metode llBox-Mullern (Box dan Muller,

1958 dalam Systat, 1985), dengan selang -3 5 ej 2 + 3 , ej

adalah distribusi normal dengan rata-rata no1 dan sim-

pangan baku satu, RAN = (0,l).

Nilai pemuliaan (A) diperoleh dengan mengalikan angka random dengan standar deviasi nilai pemuliaan

(aA) atau A = (RAN) aA dan nilai lingkungan (E) diperoleh

dengan mengalikan angka random dengan standar deviasi

lingkungan (aE) atau E = (RAN) UE.

Dengan demikian dapat diperoleh nilai fenotipe seekor individu ternak yaitu:

Pij =

+

Aij

+

Eij

dimana: Pij = Fenotipe ternak ke-j dalam generasi ke-i

p = Nilai rataan (tengah) populasi ternak

Aij = Pengaruh faktor genetik aditif dari ternak

ke j dalam generasi ke i

Eij = Pengaruh lingkungan ternak ke-j dalam ge-

nerasi ke-i

Dalam' uraian selanjutnya penggunaan rumus faktor

genetik aditif dimaksud ditulis dalam tanda G I G1 untuk

faktor genetik aditif bobot sapih dan G2 untuk faktor

genetik aditif bobot setahunan.

Populasi dasar dibentuk terutama untuk menyediakan genotipe-genotipe tetua jantan dan betina untuk mengha-

(9)

parameter genetik dan fenotipik digunakan simbol angka 1 (satu) untuk bobot sapih dan angka 2 (dua) untuk bobot setahunan. Model simulasi genetik yang digunakan dengan mengikuti rangkaian formulasi seperti petunjuk Astuti

(1978) sebagai berikut:

Deviasi genetik bobot sapih untuk individu diguna- kan formula:

G1 = oG1 (RAN)1

...

(1)

dimana :

G1 = faktor genetik aditif bobot sapih

UG1 = simpangan baku genetik aditif bobot sapih

(RAN)1 = random normal pertama

Selanjutnya, deviasi genetik bobot setahunan dihi- tung dengan mengalikan deviasi genetik bobot sapih de- ngan sebuah konstanta (C1), yaitu oG1 (RAN)l Cl, dimana Cl = COvGl ,G2/ 02G1- Karena faktor genetik aditif bobot

sapih (Gl) dengan faktor genetik aditif bobot setahunan (G2) berkorelasi, maka dari korelasi genetik antara bobot

sapih dengan bobot setahunan dapat dihitung C O V ~ ~ , ~ ~ .

2 2

Tetapi karena a tidak sama dengan o G2, maka deviasi

genetik bobot setahunan tidak dapat dibentuk dengan hanya mengalikan deviasi genetik bobot sapih dengan konstanta

C1 seperti G2 = aG1(RAN)l C1.

Untuk membetulkan ragam genetik bobot setahunan 02G2 dapat dilakukan dengan rnenambahkan bentuk lain sebagai berikut :

(10)

Ragam ini dinyatakan sebagai berikut:

a2,, = 02G1 ( c 1 1 2

+

( c ~ ) ~ , dan nilai C 2 dapat di-

hitung

.

Nilai fenotipik bobot sapih adalah sebagai berikut:

...

P1 = p1

+

G 1

+

(RAN)3 U E l (3)

dimana :

P1 = nilai fenotipe bobot sapih

pl = nilai rataan umum bobot sapih

G 1 = genotipe bobot sapih

UEl = simpangan baku lingkungan bobot sapih.

Nilai fenotipik bobot setahun adalah sebagai berikut:

...

P2 = p2

+

G 2

+

( R A N ) * oE2 ( 4 )

dimana :

P2 = nilai fenotipik bobot setahun

p 2 = nilai rataan umum bobot setahun

G 2 = genotipe aditif bobot setahun

aE2 = simpangan baku lingkungan bobot setahun.

Generasi Keturunan (anak)

Nilai genotipik tetua pejantan dan induk digunakan

untuk menghasilkan keturunan. Deviasi genetik bobot

sapih anak yang dihasilkan sebagai berikut:

G O 1 = 1 / 2 (GM1

+

G F 1 )

+

( J . 5 ) (aG1) ( R A N ) 5

....

( 5 )

dimana :

(11)

Deviasi genetik bobot setahunan pada individu yang

sama harus termasuk dalam (J.5) (aG1) (RAN)5 (C3) dimana

C3 = CovG1 tG2/a2G1. Kovarians genetik antara bobot sapih

dan bobot setahunan adalah C o v G l t G 2 dan dapat digunakan

untuk menghitung korelasi genetik, tetapi deviasi genetik untuk bobot setahunan tidak dapat diekspresikan secara sederhana sebagai berikut:

6 0 2 = 1/2 (GM2 + GF1) + ( J - 5 ) (aG1) (RAN)5 ( C 3 ) 2

Ragam diekspresikan sebagai o~~~ = a tetapi dalam

kenyataannya 02G2

+

sehingga pernyataan yang

lain kemudian ditambahkan untuk membetulkan oZG2 kembali

dan deviasi genetik untuk bobot setahunan adalah sebagai berikut :

GO2 = 1/2 (GM2 + GF2) + (J.5) (aG1) (RANI5 (C3)

+

(RAN)6 (C4)

...

( 6 ) Selanjutnya a G2

-

-

1/2 o~~~

+

1/2 oZGl (C312

+

( C 4 ) 2 #

sehingga C4 dapat dihitung.

Nilai fenotipe untuk bobot sapih dan setahunan baik keturunan jantan maupun keturunan betina yang dihasilkan sebagai berikut:

Po1 = p1

+

Go1

+

aE1 (RAN)7 dan

...

( 7 ) Po2 = /J2

+

GO2

+

aE2 (RAN)8

...

(8) Metode Seleksi

Dilakukan seleksi terhadap populasi ternak yang

telah dibentuk. Seleksi dilakukan dengan metode seleksi massa atau seleksi individu.

(12)

Seleksi calon tetua (replacement) dilakukan berda- sarkan bobot badan pada umur setahun (bobot setahunan), baik terhadap jantan maupun terhadap betina muda dengan metode seleksi sebagai berikut:

(1). Seleksi terbaik, yaitu ternak yang dipilih sebagai calon pengganti tetua (replacement stock) berdasar- kan ranking teratas catatan produksinya. Tetua di- afkir berdasarkan kriteria (a) karena sudah tua

(umur lebih dari sembilan tahun)

,

(b) jarak beranak

(dua tahun berturut-turut tidak beranak/majir), (c) tingkat kematian anak tinggi (anak sering mati), (d) daya produksi induk yang rendah dinyatakan dalam "MPPAw (Most Probable Producing Ability atau rataan

produksi anak yang rendah). Setiap tahun ternak

yang dipilih sebagai pengganti yaitu 3 0 ekor jantan

muda dan 1 2 0 ekor betina muda terbaik.

(2). Seleksi negatif, yaitu seleksi dilakukan dengan cara meniru perilaku kondisi alam yang berlangsung di

peternakan rakyat di Bali. Setiap tahun rata-rata

dua pertiga sapi jantan yang diantar pulaukan dengan

dasar bobot badan minimal 360 kg (Pane, 1982),

sehingga diduga mengakibatkan terjadinya seleksi negatif, karena yang tinggal sebagai bibit tidak sebaik dengan yang telah dijual. Langkah pertama

dikeluarkan pejantan terbaik 3 0 persen, kemudian

(13)

sisa dari yang tidak terjual sebanyak 30 ekor dan betina diambil secara acak 120 ekor. Seleksi nega-

tif juga dicobakan dengan pengeluaran 66 persen

pejantan terbaik baru calon pengganti diambil secara acak.

(3). Tidak dilakukan seleksi yaitu ternak yang dijadikan sebagai calon pengganti (replacement) diambil seca- ra acak. Tetua yang diafkir juga secara acak, ke- cuali ternak yang berumur lebih sembilan tahun langsung diafkir.

proses Pelaksanaan Simulasi Seleksi

Beberapa asumsi dalam pelaksanaan simulasi yaitu: (1). Keadaan lingkungan dianggap tidak berubah dengan

kata lain hijauan untuk makanan ternak, iklim, air sesuai dengan kondisi alam pedesaan yang hampir ti- dak berubah sepanjang tahun.

(2). Jumlah ternak yang dipertahankan dalam populasi

adalah 150 ekor jantan dan 600 ekor betina (1 : 4 ) .

(3). Penyebaran ternak dalam setiap kelompok umur diatur, sehingga kelompok umur yang lebih muda lebih banyak dibanding dengan kelompok yang lebih tua karena adanya seleksi, dan secara alami ternak yang ber- tahan dapat hidup lebih lama. Setiap tahun (gene- rasi) diseleksi sebanyak ternak yang diafkir.

(14)

Ternak yang diafkir termasuk mati 30 ekor jantan dan 120 ekor betina.

'(5). Umur betina beranak pertama tiga tahun, demikian juga jantan mulai dipakai sebagai pemacek umur tiga tahun. Pengganti tetua (replacement) berasal dari populasi yang sama melalui seleksi.

(6). Simulasi seleksi dilakukan dalam periode waktu se- lama 20 tahun.

Secara singkat proses pelaksanaan simulasi sebagai berikut:

a. Program Turbo Pascal terdiri dari program utama dan subrutin.

b, Setiap menjalankan program, dimulai dengan membaca simpangan baku genetik aditif dan simpangan baku lingkungan untuk studi seleksi.

c. Pembentukan populasi tetua dasar jantan dan betina, dengan memanggil angka acak (RAN), dibuat tetua dasar jantan 150 ekor dan betina 600 ekor di dalam program utama menurut formula yang telah disebutkan sebelumnya.

d. Pembentukan keturunan dilakukan di dalam subrutin. Tetua dikawinkan seperti telah dijelaskan sebelum- nya, kemudian populasi keturunan diciptakan menurut formula yang telah dijelaskan sebelumnya.

(15)

e. Langkah selanjutnya seleksi terhadap keturunan seba- nyak 30 jantan muda dan 120 betina muda untuk peng- ganti tetua yang diafkir. Dua subrutin yaitu, pertama seleksi terhadap jantan dan kedua seleksi terhadap betina. Seleksi dilakukan berdasarkan me- tode seleksi yang telah disebutkan sebelumnya.

f. Keturunan diciptakan sebanyak 20 generasi melalui generasi yang diciptakan dari tetua dasar.

g. Hasil simulasi kemudian dilakukan berbagai analisis seperti rataan bobot sapih, bobot setahunan dan respon seleksi.

Perubahan genetik bobot setahunan dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Johansson dan Rendel (1968) sebagai berikut:

~y

= (hZZ

i

op2/y)

...

.

...

(9) dimana :

Ry

= perubahan (kemajuan) genetik per tahun

hZ2 = heritabilitas bobot setahunan

i

= intensitas seleksi

up2 = simpangan baku bobot setahunan y = interval generasi

Untuk seleksi dua sifat yang berkorelasi yaitu bobot sa- pih dan bobot setahun, maka perubahan genetik bobot sa- pih dihitung dengan menggunakan rumus:

(16)

dimana :

Ry = kemajuan genetik per tahun

i

= intensitas seleksi

h21 = heritabilitas bobot sapih

rg12= korelasi genetik antara bobot sapih dengan bobot setahun

apl = simpangan baku bobot sapih y = interval generasi

Intensitas seleksi diperoleh dari tabel prediksi respon seleksi untuk populasi hewan yang cukup besar se- bagaimana disajikan pada Lampiran 4. Bila proporsi ter- nak yang terpilih diketahui maka intensitas seleksi da- pat diketahui dari tabel tersebut. Intensitas seleksi jantan 1.520 (yang diseleksi 16.95 persen) dan intensi- tas seleksi betina 0.541 (yang diseleksi 67.42 persen).

2. Simulasi Perkembangan Populasi

Model ini dimaksudkan untuk mempelajari keadaan pertambahan populasi (kelahiran) dan pengurangan popula- si (pemanenan dan kematian).

Proyeksi perkembangan populasi sapi Bali dan ting- kat produksi anak yang dilahirkan (menurut jenis kela- min), akan dilakukan dengan menggunakan model yang ber- sifat integratif dan dinamik. Bersifat integratif di- maksudkan mencakup keseluruhan populasi dan dinamik yang menggambarkan selalu mengalami perubahan.

(17)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan populasi sapi Bali, yaitu sebagai berikut:

'1) Lama waktu dari to ke t,.

2) Faktor yang dapat menambah populasi pada selang wak- tu antara to ke tx yaitu tingkat kelahiran untuk se- tiap kali beranak.

3 ) Faktor-faktor yang mengurangi jumlah populasi yaitu tingkat kematian, pemotongan dan antar pulau,

Status populasi sapi Bali pada waktu dimulainya proses simulasi (disingkat to) diketahui dengan komposi- si menurut umur dan jenis kelamin ternak sebagai berikut (1) Jenis kelamin yang diklasifikasikan dengan ternak

jantan dan betina.

(2) Struktur umur dibedakan atas anak, muda dan dewasa. Hubungan di antara komponen-komponen yang dapat me- naikkan dan menurunkan jumlah populasi s.api Bali dari waktu to ke waktu tx sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 2.

Kelompok anak sapi Bali adalah sapi yang berumur sampai satu tahun atau sudah disapih, Kelompok sapi muda adalah sapi yang berumur lebih dari satu tahun sampai tiga tahun. Kelompok sapi dewasa adalah sapi yang telah berumur tiga tahun atau lebih,

(18)

Kelahiran Pemotongan

-

Jenis lokal/industri

kelamin

-

Jenis kelamin

-

Komposisi umur Jenis kelamin Komposisi umur to 1

I

!

x Populasi sapi

-

Jenis kelamin

-

Komposisi umur

Gambar 2. Hubungan antara Komponen-komponen Sistem

Proses Simulasi Perkembangan Populasi Sapi Bali r

+

-

,

-

-

A

i

Kematian

-

Jenis kelamin

I

-

Komposisi umur

Selanjutnya kelompok umur induk (dewasa betina) di-

i

I

I

I

Antar pulau

-

Jenis kelamin

-

Komposisi umur

bedakan atas kombinasi kali beranak (KB). Pada model

ini kali beranak dibedakan atas delapan golongan atau

delapan kali beranak. Untuk sapi jantan lamanya diper-

tahankan untuk dipelihara sama dengan betina.

Proses simulasi yang telah diuraikan mencakup sub-

model dinamika populasi. Berdasarkan besaran dan sifat-

sifat populasi menurut struktur umur dan jenis kelamin, dan banyaknya anak yang dilahirkan tiap kelompok umur pada waktu ti dapat dihitung.

Diagram masukan-keluaran model pengkajian perkem-

(19)

Hasukan Lingkungan Peraturan Pererintah TradisiJBudaya Hasyarakat

I

I(asukan Terkontrol

/

-

Peranenan Ternak

w

-

Bibit Sapi Bali Hurni ber-

rutu genetik tinqi

-

Julab sapi sesual daya

I r Wodel

1

P e r k e h q a n Po-

pulasi Sapi Bali

v

-

J W a h induk dan pejantan

~ejanf an

-

Kematlan ternak

1

Keluaran yang tak dikehdaki

I

-

Sapi Bali benutu rendab

-

Kekuranqan atau kelebihan ternak

Galbar 3. Diagram Hasukan-Keluaran Uodel Pengkajian Perkerbangan Populasi Sapi Bali

(20)

Dari waktu antara to ke t x bekerja pengaruh faktor- faktor yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan ting- .kat produktivitas ternak, yaitu:

(a) Keadaan pemasaran ternak/penjualan ternak.

(b) Faktor lingkungan (topografi, nutrisi dan sebagai- nya)

(c) Pengelolaan ternak (tujuan pemeliharaan dan faktor sosial budaya).

Program komputer dibuat dalam bahasa Basic Versi Turbo Basic.

Ada dua skenario yang dicobakan pada simulasi per- kembangan populasi yaitu:

Skenario Pertama

Skenario pertama, untuk melihat perkembangan popu- lasi jika keadaan saat ini (kelahiran), kematian dan pe- manenan berlanjut terus.

Proses simulasi skenario pertama menggambarkan apa adanya yang mencerminkan kondisi pedesaan atau peternak- an yang sifatnya tradisional. Kelahiran merupakan pe- nyebab tunggal bertambahnya populasi karena tidak diper- kenankan adanya pemasukan ternak sapi ke daerah ini. Pemanenan dan kematian merupakan penyebab penurunan po- pulasi

.

Seleksi bibit boleh dikata terjadi secara alamiah, yaitu ternak yang bertahan atau terhindar dari laju pemanenan dan kematian akan menghasilkan keturunan.

(21)

Dengan perkataan lain ternak yang tidak dipanen atau dijual itulah yang akan menjadi tetua sebagai induk atau pejantan. Seleksi negatif oleh ulah pedagang ternak yang cenderung memilih ternak yang terbesar untuk dibeli mengakibatkan ternak-ternak yang tinggal adalah rata-rata atau yang lebih rendah dari rata-rata populasi.

Ada tiga jenis pemanenan yang dilakukan pada sapi Bali di Bali yaitu:

a) Pemanenan antar pulau (PA) adalah pengeluaran sapi potong dari pulau Bali ke propinsi lain terutama di kota-kota besar di Jawa, seperti DKI Jakarta dan Su- rabaya. Persyaratan berat sapi yang dapat diantar pulaukan ditetapkan oleh pedagang ternak adalah 360 kg, karena ternak yang beratnya di bawah 360 kg ongkos pengangkutan mahal dan penyusutannya lebih besar. Diasumsikan bahwa ternak yang diantar pulau- kan terdiri dari sapi-sapi pejantan yang potensial sebagai bibit berumur lebih tiga tahun.

b) Pemanenan pemotongan industri (PI) adalah pemanenan ternak untuk memenuhi kebutuhan industri pengalengan daging. Ternak yang dipotong untuk keperluan ini sebenarnya tidak ada persyaratan ketat mengenai bobot dan jenis kelamin. Data pemotongan ternak di perusahaan PT. CIP, variasi bobot badan sapi jantan yang dipotong berkisar antara 200

-

300 kg, sedang- kan sapi betina bobot badan antara 200

-

280 kg.

(22)

Ternak yang dipotong untuk industri diasumsikan ber- asal dari pejantan umur lebih tiga tahun dan betina dewasa umur lebih tiga tahun.

c. Pemanenan pemotongan untuk konsumsi lokal (PL) ada- lah ternak yang tidak laku dijual untuk PA dan PI. Ternak yang dipanen untuk pemotongan .lokal diasumsi- kan terdiri dari induk yang diafkir, betina muda afkir atau sapi jantan yang tidak laku dijual untuk antar pulau dan pemotongan industri.

Tiga tingkat pemanenan yang dirancang untuk disimu- lasi yaitu 16 persen, 14 persen dan 12 persen. Penetap- an ini dilakukan setelah terlebih dahulu mencobakan tingkat pemanenan kondisi lapang 16 persen dan 10 per- sen dari populasi. Parameter sifat populasi yang di- rancang untuk disimulasi disajikan pada Tabel 8.

Kondisi awal merupakan hasil penelitian (survei) di lapangan adalah tingkat kelahiran 60 persen, tingkat ke- matian anak 6.45 persen dibulatkan 6.0 persen dan ting- kat kematian dewasa 4.35 persen dibulatkan 4.0 persen.

Panen antar pulau 5.6 persen (26 251 ekor) dengan ke- naikan 2.84 persen dibulatkan 2.8 persen, panen pemo- tongan industri 3.4 persen (16 353 ekor) kenaikan 1.23 persen dibulatkan 1.2 persen dan panen pemotongan lokal 7.0 persen (32 798 ekor) kenaikan 2.24 persen dibulatkan 2.2 persen. Pemanenan ternak sapi Bali selama 15 tahun terakhir disajikan pada Lampiran 4.

(23)

Tabel 8. Parameter Sifat Populasi Dipergunakan dalam Simulasi Perkembangan Populasi

(Skenario I) No. I t e m Kondisi Skenario

...

l* 2 3 1. Tingkat kelahiran ( % ) 60.0 60.0 60.0 2. Tingkat kematian anak ( % ) 6.0 6.0 6.0 3. Tingkat kematian dewasa ( % ) 4.0 4.0 4.0 4. Pemanenan antar pulau (%)a) 5.6 4.9 4.3 5. Pemanenan industri ( % ) b, 3.4 2.7 2.1 6. Pemanenan lokal (%lC) 7.0 6.4 5.6

*

Keterangan: data lapang

a ) meningkat 2.8% per tahun b, meningkat 1.2% per tahun

C, meningkat 2.2% per tahun

Kecenderungan pemanenan yang meningkat terus tidak sebanding dengan pertumbuhan populasi, sehingga untuk mempertahankan kestabilan populasi pemanenan harus di- kurangi. Dengan tiga tingkat pemanenan seperti Tabel 8 yaitu 16 persen (data lapang), dan dua tingkat lagi yang dibuat yaitu 14 persen dan 12 persen, dimaksudkan untuk menentukan jumlah ternak yang dapat dipanen dengan tidak mengganggu kestabilan populasi.

Komposisi populasi sapi Bali pada tahun 1991 yang digunakan sebagai kondisi awal simulasi disajikan pada Tabel 9. Keadaan perkembangan populasi sapi Bali selama 13 tahun terakhir disajikan pada Lampiran 5.

(24)

Tabel 9. Komposisi Populasi Sapi Bali pada Tahun 1991+

-

No. (struktur umur)++

Kondisi Skenario

...

Ekor Persen

1. Pejantan 2. Induk

3. Anak jantan ( 0

-

1 tahun) 4. Anak betina ( 0

-

1 tahun) 5. Muda jantan ( 1

-

2 tahun) 6. Muda betina (1

-

2 tahun) 7. Muda jantan (2

-

3 tahun) 8. Muda betina (2

-

3 tahun)

Jumlah populasi: 461 123 100.00 Induk Induk Induk Induk Induk Induk Induk Induk Induk tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun (kali beranak) (kali beranak) (kali beranak) (kali beranak) (kali beranak) (kali beranak) (kali beranak) (kali beranak) (kali beranak) Jumlah induk: 171 215 100.00

Sumber:

+

Dinas Peternakan Propinsi Bali BPS Bali, 1991

(25)

Diagram alir simulasi pengkajian perkembangan popu- lasi sapi Bali disajikan pada Gambar 4. Beberapa proses 'dalam simulasi perkembangan populasi:

(a) Tingkat kelahiran dihitung dari jumlah induk atau betina dewasa yang ada.

(b) Kematian anak dihitung dari anak yang berumur 0

-

1 tahun dan kematian dewasa dihitung dari ternak

(sapi) yang berumur dua tahun atau lebih.

(c) Pemanenan antar pulau (PA) dihitung dari pejantan afkir yang berumur 11 tahun lebih dan jantan muda transfer umur 3

-

4 tahun.

(d) Pemanenan industri (PI) dan pemotongan lokal (PL) berasal dari induk afkir yang berumur 11 tahun, dari pejantan muda, dan betina muda yang tidak dipakai sebagai replacement.

(e) Jika jantan muda dan betina muda afkir yang ada ti- dak mencukupi untuk panen industri dan lokal, maka diambil dari kelompok induk maksimal lima persen, dan kalau belum mencukupi, maka panen industri dan panen lokal serta panen antar pulau dikurangi seca- ra proporsional.

( f ) Rasio pejantan-induk yang dipertahankan berkisar 1 : 2

-

10 jika rasio pejantan-induk 0.5 kurangi PI dan PL sebesar 5

-

10 persen, sedangkan jika rasio pejantan-induk kurang dari 0.1 kurangi PA sebesar 5

-

10 persen.

(26)

I

Hitwg Jlurlah Kelutian

I

llihw jl#lab F4

rang kmaI dari r i n t a a , jantan d a

Selesri

7

I

betiu muda dan

1

iaa tan

w

Gambar 4. Diagram Alir Model Pengkajian Perkem- bangan Populasi Sapi Bali

(27)

Skenario kedua

Menyadari kelemahan skenario pertama karena tidak 'diadakan seleksi dan pengafkiran induk, pejantan dan da-

ra sehingga pada gilirannya nanti dapat terjadi penurun- an jumlah populasi, bahkan akan terjadi penurunan mutu akibat terjadinya seleksi negatif. Selain daripada itu rasio antara pejantan-induk yang dipelihara saat ini terlalu sempit (0.42), akibatnya angka kelahiran dalam populasi terbatas.

Pada skenario kedua ini dilakukan perbaikan manaje- men pemanenan dan pengafkiran untuk meningkatkan efi- siensi produksi melalui:

1) Meningkatkan produktivitas dilakukan dengan pening- katan kelahiran, penekanan tingkat kematian, dan rasio pejantan induk diperlebar dari 0.42 menjadi 0.10.

2) Ternak yang dipanen terdiri dari sapi-sapi afkiran (pejantan, induk dan dara), sapi potongan (jantan gemuk) dan sapi bibit. Sapi-sapi afkiran terdiri dari pejantan dan induk yang tidak layak dipertahan- kan karena majir atau sudah mencapai umur 11 tahun lebih. Afkir dara terdiri dari betina muda yang tidak memenuhi kriteria sebagai bibit atau bobot badannya di bawah rataan populasi.

(28)

3 ) Selama simulasi semua betina muda (dara) dijadikan pengganti induk (replacement) sampai dicapainya jum- hah induk yang stabil (stable cows) 40 persen dari total populasi.

4 ) Ditetapkan daya dukung wilayah berdasarkan bahan ke-

ring. Perhitungan data ketersediaan pakan, diambil dari data sekunder yaitu:

1 ) Luas lahan yang dapat menghasilkan hijauan ma- kanan ternak dari berbagai sumber seperti dari kebun, tegalan, sawah, pekarangan dan sebagainya.

2 ) Luas lahan yang dapat menghasilkan limbah perta-

nian (jerami).

3) Hijauan yang dihasilkan dari daun-daunan semak- semak dan pohon-pohonan.

Hasil perhitungan (konversi) ketersediaan bahan ke- ring dari rumput disajikan pada Tabel 10 dan ketersedia- an bahan kering dari limbah pertanian disajikan pada Tabel 11.

Total ketersediaan bahan nutrisi berdasarkan bahan kering dari rumput dan daun-daunan berjumlah 1 086 510 ton BK dan limbah pertanian 604 685 BK, yang seluruhnya berjumlah 1 691 195 ton per tahun. Produksi bahan ke- ring jerami padi cukup tinggi yaitu 302 212 ton tetapi penggunaannya masih sangat terbatas, maka dalam perhi- tungan dayadukung wilayah potensi jerami hanya 10 persen yang bisa digunakan sesuai Darmadja (1980).

(29)

Tabel 10. Produksi Hijauan (rumput dan aun- daunan) dari Berbagai Sumber

8

No. Jenis sumber Luas panen Jumlah prod. Bahan k e r .

(ha

1

ProdukE

ton/ha

j

basah tersedia

(ton) (ton) 2. Pekarangan 4 397 4. Tanah kosong 4 503 6. Tepi j a l a n , t e - bing, t e p i sungai 7 750 7. Daun-daunan da i pohon- pohonanc

y

-

8. Daun-daunan semak-semak

-

Se 1 uru hnya 302 109 Rumput

Sumber: a) Statistik Tanaman Pangan Propinsi Bali, 1987

b) Perhitungan produksi persatuan luas me- nurut Darmadja, 1980

c) Produksi bahan kering menurut Ditjennak- Dinas Pet. Prop. Bali-UNUD, 1980

(30)

Tabel 11. Hasil Limbah Pertanian Jerami Ter- sedia (ton4 a) Propinsi Bali

Tahun 1987

f

Tanaman Areal

liigif

Angka

~1

g- Jerami

No. jerami panen gunaan tersedia BK

(ha) ton/ha/th ( ton/th )

1. Padi 172 693 2.5 70 302 212.75 2. Jagung 50 547 6.0 75 227 461.50 3. K. kedelai 21 959 2.5 60 32 938.50 4. K. tanah 13 609 2.5 60 20 413.50 5. K. hijau 3 507 2.5 60 5 260.50 6. Ubi kayu 17 703 1.0 30 5 210.90 7. Ubi jalar 9 240 1.5 80 11 088.00

Sumbe r: * ) Statistik Tanaman Pangan Propinsi Bali, 1987

**)

Angka perhitungan bahan kering persatuan luas

dan angka penggunaannya menurut petunjuk

Gembong dalam Reksohadiprodjo, 1984

Kalau diasumsikan kebutuhan satu satuan (ST) ternak

7.5 kg BK per hari, maka pulau Bali diperkirakan dapat

menampung 510 000 ST per tahun. Sapi Bali yang jumlah-

nya 94 persen dari seluruh ternak herbivora, maka untuk

pengembangan sapi Bali dapat dilakukan sampai mencapai

jumlah 480 000 ST.

Pada skenario kedua ini, tiga alternatif ("trial

and errorM) yang dicobakan, yaitu pertama tingkat kela-

hiran diasumsikan berubah lima persen setiap lima tahun, kematian anak ditekan satu persen untuk lima tahun per-

(31)
(32)

3.6. Validasi Model

Tujuan validasi model simulasi seleksi adalah untuk qmengetahui apakah model tersebut dapat menghasilkan ke- luaran seperti data lapang atau data riil. Bila keluar- an yang dihasilkan cocok dengan data masukan dan data pembanding, maka model tersebut dapat digunakan. Se- dangkan simulasi perkembangan populasi tidak divalidasi karena pertambahan populasi dan pemanenan ternak dari data lapang tidak ada kesesuaian.

Data validasi simulasi seleksi berasal dari data lapang hasil penelitian ("Performans produksi sapi Balin), tahun 1978 dan 1979.

Gambar

Gambar  1.  Penyebaran Ternak Menurut Umur dan Jenis  Kelamin dalam Populasi
Gambar  2.  Hubungan antara Komponen-komponen Sistem  Proses Simulasi Perkembangan Populasi  Sapi Bali
Tabel  8.  Parameter Sifat Populasi Dipergunakan  dalam Simulasi Perkembangan Populasi
Tabel 9.  Komposisi Populasi Sapi Bali pada  Tahun 1991+
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tapi buat saya, dan mungkin beberapa teman yang satu kaum, minggu ujian adalah minggu yang kedatangannya selalu diiringi dengan keluhan.. Entah hanya diucapkan atau

Hukum adat yang berlaku di Minangkabau bukan suatu hukum yang salah, melainkan suatu bentuk hukum yang tepat, dikarenakan pemberian pusaka yang ditujukan pada garis keturunan

Terdapat banyak model pelatihan yang telah diterapkan dalam meningkatkan kemampuan guru, namun pelatihan hendaknya dilakukan berdasarkan kemampuan dan kebutuhan secara

Pemberian nutrisi bayi berat lahir rendah (BBLR) tidak sama dengan pemberian pada bayi cukup bulan, hal ini karena kematangan fungsi saluran cerna, enzim serta kemampuan

Pada masa Islam, bahasa indah terhimpun dalam al-Quran turun dengan  bahasa lisan yang banyak memilih kata-kata dan gaya/ style   penuturan yang lebih mengena dan

(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat

Alamat Perkantoran IV Sendawar Kutai Barat Pelaku Pengadaan Tim Persiapan • menyusun sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya Tim Pelaksana

6/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 220), sebagaimana telah