• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKTU PEMAPARAN CUACA (WEATHERING) TERHADAP KARAKTERISTIK MEKANIK KOMPOSIT HDPE SAMPAH ORGANIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH WAKTU PEMAPARAN CUACA (WEATHERING) TERHADAP KARAKTERISTIK MEKANIK KOMPOSIT HDPE SAMPAH ORGANIK"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH WAKTU PEMAPARAN CUACA (WEATHERING)

TERHADAP KARAKTERISTIK MEKANIK

KOMPOSIT HDPE – SAMPAH ORGANIK

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik

Oleh :

WISNU ADHI PERMANA JATI I 1407039

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

v

PENGARUH WAKTU PEMAPARAN CUACA (WEATHERING)

TERHADAP KARAKTERISTIK MEKANIK

KOMPOSIT HDPE – SAMPAH ORGANIK

Wisnu Adhi Permana Jati

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta

wisnuadh13@ymail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca terhadap karakteristik mekanik berupa pengujian kekuatan bending, kekuatan geser tekan, dan kekuatan impak dari komposit HDPE-sampah organik.

Material utama penyusun komposit berupa HDPE dan sampah organik (daun dan ranting). Komposit ini dibuat menggunakan metode pressured sintering dengan tekanan 8,7 kPa, temperatur 120ºC, waktu sintering 10 menit, fraksi volume HDPE 0,3 dan sampah organik 0,7. Komposit HDPE-sampah organik dipaparkan secara langsung terhadap cuaca dengan variasi waktu 0 bulan (tanpa perlakuan), 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan (ASTM D1435). Komposit hasil pemaparan cuaca dilakukan pengujian karakter mekaniknya. Pengujian kekuatan impak mengacu pada ASTM D5941, sedangkan pengujian bending dan geser tekan mengacu pada ASTM D1037. Permukaan patahan uji kekuatan bending diamati menggunakan Scanning Electron Micrograph (SEM).

Pemaparan cuaca selama 3 bulan belum berpengaruh pada kekuatan bending dan kekuatan geser tekan. Sedangkan pada pengujian impak terjadi penurunan kekuatannya, yaitu sebesar 67,93%. Pembebanan dinamik menyebabkan terjadinya patah getas akibat rusaknya ikatan interfase antar matrik HDPE.

Kata Kunci : Komposit HDPE-sampah organik, pemaparan cuaca, bending, geser tekan, impak.

(3)

commit to user

vi

THE EFFECT OF WEATHERING EXPOSURE TIME

ON MECHANICAL CHARACTERISTICS OF

HDPE-ORGANIC WASTE COMPOSITE

Wisnu Adhi Permana Jati Mechanical Engineering Sebelas Maret University, Surakarta

wisnuadh13@ymail.com

Abstract

This research aimed to determine the effect of weathering exposure time on mechanical characteristics which include bending strength, compression shear strength, and the impact strength of HDPE-organic waste composites.

The materials use in this research were HDPE and organic waste. The composite was made by using the pressured sintering method with pressure 8,7 kPa, temperature 120º C, sintering time 10 minutes, volume fraction of HDPE is 0,3 and organic waste is 0,7. Speciment was directly exposed to weather with variations in 0 month (no treatment), 1 month, 2 months, and 3 months (ASTM D1435). Testing the impact strength refers ASTM D5941, bending and compression shear strength refers to ASTM D1037. The surface of bending fracture was observed by using Scanning Electron Micrograph (SEM).

Weathering exposure for 3 months has not effect on the bending strength and compression shear strength. While the impact strength decrease by 67.93%. Dynamic load causing brittle fracture result from damage the bond interface among the matrix of HDPE.

Keywords: HDPE-organic waste composites, weathering exposure, bending, compression shear, impact.

(4)

commit to user

vii KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Teknik di Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sangat mendalam kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian dan penulisan tugas akhir ini, khususnya kepada :

1. Allah SWT atas kemudahan dan kelancaran yang telah diberikan.

2. Bapakku Sukadi, Ibuku Sri Suyati atas do’a, kasih sayang, semangat, dukungan dan segala fasilitas yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Wijang Wisnu Raharjo, MT. selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar dan penuh pengertian telah memberikan banyak bantuan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Heru Sukanto, ST., MT. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak masukan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. 5. Bapak Bambang Kusharjanta, ST., MT., Bapak Teguh Triyono, ST. dan

Bapak Purwadi Joko Widodo, ST., M.Kom. selaku dosen penguji.

6. Bapak Rendy Adhi R. ST., MT., dan Bapak Tri Istanto ST., MT. selaku pembimbing akademik.

7. Dosen-dosen Teknik Mesin FT UNS yang telah membuka wacana keilmuan. 8. Bu Elisa, Bu Parmi, Mas Har, Pak Endras, & Semua Karyawan Fakultas

Teknik.

9. Semua laboran Jurusan Teknik Mesin UNS terkhusus kepada Laboran Lab Material Maruto Adhi ST, Sholikin dan Rahmad Lab Motor Bakar, mas Arifin dan Hendri Lab Proses Produksi.

10. M. Fandy Asshiddiqi, ST., Didik Riyanto, ST., Heri Saputro, ST., Agung Ibnuwibowo, ST., Pradipta Fajar Yuniarto, ST., dan Tri Prastyo, ST., yang telah mengawali penelitian ini

(5)

commit to user

viii

11. Partnerku Triono Karso yang telah melakukan penelitian bersama-sama. 12. Teman-teman Teknik Mesin Fakultas Teknik Non Reguler UNS angkatan

2007 (Eko Sri Wahyudi, Diky Prasetya P., Hery Kusbandriyo, Dany Pradipta, Agus Sunanto, Heri Saputro, ST., Eko Yulianto, Apriyan Triyasmoko, Mahalevi B., Tri Haryono, Willy Saputra, Fandi Danar, S. Bayu Setiajit, Frans Sukma Ade Putra, ST., Iva Irawan, Khamdan Mujady, ST., Supardi, ST.) yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

13. Kakak tingkat Teknik Mesin Non Reguler (angkatan 2002, 2003, 2004, dan 2006) serta kakak tingkat dan adik tingkat Teknik Mesin Reguler semua angkatan yang telah memberikan semangat.

14. Squad d’Jump all generation (Oky, Agung “Penthet”, Heri “Chel”, Sukma, Deni Krist, Diky, Bagus, Aji Pramujo “Benot”, Danang Tarwi “Gepeng”, Bombi, Danu “Bejo”, Adin “Sinyo”, dan lain-lain) terima kasih atas segala kesenangan.

15. Teman-teman Lab. Material Bapak Ahmad, ST., Bapak Siswanto, ST. Bapak Salim, ST., Bapak Teguh, ST., Ibu Rina, ST., Dhidhit Wahyu, Aji Pramujo, Albert, Roy, Muhadzib “Mamunk”, Yoga, Kestan, R Faiz, Ashykar Shodiq, ST., dan lain-lain.

16. Pak Slamet, Mas Agus, Mas Mursito, Mas Mudakir, Mas Ali, Mbah Yo, Mas Agus Satpam, Pak Lilik.

17. Teman-teman kost Rainbow (Mas Arief dan Sam Herru), kost Widuri III (Halim, Husein, Aal whaya), kost Orange Chapter I (Anas, Hisyam, Faris, Nunu, Akbar, Nusa, Dwi Satrio, Agung, Mas Jendar, Azzi, Heri) Chapter II (Reza, Ilham, Danu, Nanang, Purwo, Chandra, Sukma, Syamsul, Edy, Putra, Irchan)

18. Om Pomo Supriyadi dan Bulik Sunarti sekeluarga (Rezania Ditha Puspita, Shintia Dini Anggraeni, Shalfa Deviana Putri).

19. Suami dari Kakak-kakakku (Mas Firmansyah SE. dan Mas Atang Taufiqurrahman SE.) dan keponakan-keponakanku (Nadira Zahra Salsabila, Diara Hana Aurelia, Muhammad Sultan Mu’afa, dan Ashraf Ramdhani Al Farezi)

(6)

commit to user

ix

20. Spesial untuk kakak-kakakku tercinta Atik Susanti, SE., MM., dan Ratna “Nana” Wijayanti, SE. Serta someone yang setia mendukung dan memberi semangat.

21. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan dan dorongan semangat serta do’anya, terima kasih.

Penulis menyadari, bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, bila ada saran, koreksi dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini, akan penulis terima dengan ikhlas dan dengan ucapan terima kasih.

Surakarta, Februari 2013

(7)

commit to user

x DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 2 1.3. Batasan Masalah ... 2 1.4. Tujuan Penelitian ... 2 1.5. Sistematika Penulisan ... 3

BAB II. DASAR TEORI ... 4

2.1. Tinjauan Pustaka ... 4

2.2. Teori Tentang Komposit ... 6

2.2.1. Klasifikasi Material dan Pembentuk Komposit ... 6

2.2.2. Filler ... 7 2.2.3. matrik... 8 2.2.4. Karakteristik Komposit... 10 2.3. Sintering ... 13 2.4. Pencampuran Serbuk... 14 2.5. Pemaparan Cuaca... 16

BAB III. METODE PENELITIAN ... 19

3.1. Tempat Penelitian ... 19

3.2. Bahan Penelitian... 19

3.3. Alat Penelitian... 20

3.4. Alat Uji ... 25

3.5. Langkah Kerja Penelitian ... 26

3.6. Diagram Alir Penelitian ... 30

3.7. Jadwal Penelitian ... 31

BAB IV. HASIL DAN ANALISA ... 32

4.1. Kondisi Pemaparan Cuaca... 32

4.2. Pengukuran Densitas Komposit... 33

4.3. Pengaruh Waktu Pemaparan Cuaca Terhadap Kekuatan Bending... 34

4.4. Pengaruh Waktu Perendaman Terhadap Kekuatan Geser Tekan... 36

4.5. Pengaruh Waktu Perendaman Terhadap Kekuatan Impak... 37

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1. Kesimpulan ... 39

5.2. Saran ... 39 DAFTAR PUSTAKA

(8)

commit to user

xi DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Sifat-sifat khusus HDPE ...……….…………... 9 Tabel 4.1. Rata-rata cuaca bulanan Stasiun PUSLITBANG ... 32 Tabel 4.2. Rata-rata penguapan panci terbuka dan piche ... 32

(9)

commit to user

xii DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Simbol recycle HDPE ………. . ... 10

Gambar 2.2 Mekanisme pengujian three point bending... ... 11

Gambar 2.3 Sudut impak ... ... 12

Gambar 2.4 Pengujian geser tekan... ... 13

Gambar 2.5 Skema penyusutan pori selama proses sintering... ... 14

Gambar 2.6 Mekanisme pencampuran serbuk ... ... 15

Gambar 2.7 Skema piche ... ... 18

Gambar 3.1 Limbah HDPE ... ... 19

Gambar 3.2 Ranting pohon ... ... 19

Gambar 3.3 Sampah daun ... ... 20

Gambar 3.4 Timbangan digital ... ... 20

Gambar 3.5 Alat press ... ... 21

Gambar 3.6 Mesh (saringan) ... ... ... 22

Gambar 3.7 Crusher ... ... 22

Gambar 3.8 Rak pemaparan cuaca ... 22

Gambar 3.9 Termometer udara, termpmeter basah dan termometer kering ... 23

Gambar 3.10 Camble Stoces ... 23

Gambar 3.11 Penguapan panci terbuka ... 23

Gambar 3.12 Piche ... 24

Gambar 3.13 Penakar hujan ... ... 24

Gambar 3.14 Cup counter anemometer ... 24

Gambar 3.15 Universal Testing Machine ... 25

Gambar 3.16 Impak izod ... 25

Gambar 3.17 Scanning Electron Micrograph ... 26

Gambar 3.18 Pola posisi matahari dalam satu tahun ... 28

Gambar 3.19 Dimensi spesimen bending ... 28

Gambar 3.20 Dimensi spesimen impak ... 29

Gambar 3.21 Dimensi spesimen geser tekan ... 29

Gambar 3.22 Diagram alir penelitian ... ... 30

Gambar 4.1 Penurunan nilai densitas selama pemaparan cuaca... ... 33

Gambar 4.2 Spesimen sebelum dan setelah pemaparan cuaca ... 34

Gambar 4.3 Pengaruh waktu pemaparan cuaca terhadap kekuatan bending komposit HDPE-sampah organik. ... ... 34

Gambar 4.4 Pengamatan SEM (a) 0 hari (tanpa perlakuan); (b) 1 bulan; (c) 2 bulan; (d) 3 bulan pemaparan cuaca... 35

Gambar 4.5 Pengaruh waktu pemaparan cuaca terhadap kekuatan geser tekan komposit HDPE-sampah organik. ... ... 36

Gambar 4.6 Pengaruh waktu pemaparan cuaca terhadap kekuatan impak komposit HDPE-sampah organik………..……... 37

(10)

commit to user

xi DAFTAR LAMPIRAN

Tabel 1. Pengujian Bending Komposit HDPE-Sampah Organik Variasi Waktu Pemaparan cuaca.

Tabel 2. Pengujian Geser Tekan Komposit HDPE-Sampah Organik Variasi Waktu Pemaparan cuaca.

Tabel 3. Pengujian Impak Komposit HDPE-Sampah Organik Variasi Waktu Pemaparan cuaca.

Tabel 4. Pengukuran Densitas Spesimen Bending Komposit HDPE-sampah organik.

Tabel 5. Pengukuran Densitas Spesimen Geser Tekan Komposit HDPE-sampah organik.

Tabel 6. Pengukuran Densitas Spesimen Impak Komposit HDPE-sampah organik. Tabel 7. Densitas Aktual Setelah 0 Hari Perendaman.

Tabel 8. Densitas Aktual Setelah 1 Hari Perendaman. Tabel 9. Densitas Aktual Setelah 7 Hari Perendaman. Tabel 10. Densitas Aktual Setelah14 Hari Perendaman.

(11)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesadaran akan sampah memang belum merasuk ke segenap jiwa masyarakat maupun aparat. Jangankan memilah-milah jenis sampah, membuang pada tempat yang benar saja rasanya enggan. Hasil pengambilan sampel sampah yang dibuang ke TPA Putri Cempo, Mojosongo, Surakarta, didapatkan volume sampah organik jauh lebih banyak daripada sampah anorganik. Jumlah sampah organik dari masing-masing sumber sampah yang dibuang di TPA, diantaranya sampah domistik (63,82%), sampah pasar (83,21%) dan sampah umum (67,53%). Jenis/macam sampah (organik) yang dominan adalah daun pisang, daun pohon-pohonan perdu dan kulit jeruk, sedangkan jenis sampah anorganik yang dibuang ke TPA didominasi oleh plastik, kertas, kain, karet, dan gelas (Sudiyono dan Handayanta, 2010)

Pemanfaatan sampah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Secara umum terdapat empat persyaratan agar sampah plastik dapat didaur ulang, antara lain sampah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), sampah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse, et al.,1995). Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001).

Komposit berbahan dasar sampah merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi volume sampah. Komposit berbahan dasar sampah anorganik (HDPE) dan sampah organik (daun dan ranting) diharapkan mampu memberikan solusi tentang penanganan sampah di Indonesia. Sampah organik (daun) berfungsi sebagai filler dan sampah anorganik (plastik HDPE) berfungsi sebagai pengikat.

(12)

commit to user

2

Metode yang digunakan dalam pembuatan komposit adalah metode pressured sintering, yaitu metode yang mengaplikasikan proses kompaksi dan sintering. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan bahan dari material komposit antara lain adalah : ukuran partikel serbuk, besarnya tekanan, temperatur sintering, lamanya waktu penahanan sintering, volume zat pengikat.

Penggunaan komposit saat ini tidak hanya berkembang untuk produk yang digunakan di dalam ruangan (indoor), tapi juga berkembang untuk penggunaan di luar ruangan (outdoor). Permasalahan yang muncul terkait penggunaan komposit untuk aplikasi outdoor adalah daya tahan komposit seperti stabilitas panas, ketahanan terhadap jamur, ketahanan terhadap kelembaban, dan stabilitas terhadap ultraviolet (UV) (Sudiyani, 2003). Pemaparan cuaca secara alam dari komposit daur ulang high density polyethylene (HDPE) / tepung kayu mengalami perubahan awal dalam morfologi permukaan dan kimia (Taib dkk., 2010).

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimana pengaruh waktu pemaparan cuaca (weathering) terhadap karakteristik mekanik komposit berbahan dasar HDPE – sampah organik.

1.3 Batasan Masalah

Pada penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut:

1. Distribusi serbuk HDPE, serbuk ranting dan serbuk daun yang digunakan dalam pembuatan komposit dianggap merata dalam proses pencampuran (mixing).

2. Distribusi panas selama proses pressured sintering diasumsikan merata.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca (weathering) terhadap karakteristik komposit HDPE–sampah organik berupa kekuatan bending, kekuatan impak dan kekuatan geser tekan.

(13)

commit to user

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah ,batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir.

2. Bab II Dasar teori, berisi tinjauan pustaka serta kajian teoritis yang memuat penelitian-penelitian sejenis serta landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

3. Bab III Metodologi penelitian, menjelaskan peralatan yang digunakan, tempat dan pelaksanaan penelitian, langkah-langkah percobaan dan pengambilan data. 4. Bab IV Data dan analisa, menjelaskan data hasil pengujian, perhitungan data

hasil pengujian serta analisa hasil dari perhitungan.

5. Bab V Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan memuat petanyaan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian serta merupakan jawaban dari tujuan penelitian dan pembuktian kebenaran hipotesis. Saran memuat pengalaman dan pertimbangan penulis yang ditunjukkan kepada para peneliti yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian yang sejenis.

(14)

commit to user

4

BAB II DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Komposit kayu merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan setiap produk kayu yang terbuat dari potongan kayu yang lebih kecil dan direkat bersama-sama (Maloney,1996). Pengertian di atas menjelaskan bahwa komposit kayu-plastik mengandung arti setiap komposit yang mengandung kayu (dari berbagai bentuk) dan polimer termoset atau termoplastik. Polimer termoplastik melunak ketika dipanaskan dan mengeras ketika didinginkan. Proses ini terjadi secara reversible dan dapat diulang. Pada level molekular, ketika temperatur ditingkatkan, gaya ikatan sekunder hilang (dengan adanya peningkatan gerakan molekular) sehingga gerakan relatif rantai yang berdekatan menjadi meningkat. Sebaliknya apabila temperatur diturunkan, akan terbentuk ikatan kembali dan polimer akan mengeras. Polimer termoset akan menjadi keras secara permanen selama pembentukannya dan tidak melunak ketika dipanaskan. Polimer termoset mempunyai crosslink kovalen diantara rantai polimer yang berdekatan. Selama pemanasan, ikatan ini mengikat rantai polimer menjadi satu untuk menahan gerakan vibrasi dan rotasi rantai pada temperature tinggi. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa material tidak melunak ketika dipanaskan.

Salah satu jenis termoplastik yang popular adalah HDPE (High Density Polyethylene). HDPE merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Konsekuensi penggunaan HDPE yang begitu banyak, adalah peningkatan sampah plastik HDPE dan jumlah ini akan terus terakumulasi karena sifat plastik yang tidak membusuk dan tidak terurai secara alami. Selain sampah plastik, jenis limbah lain yang sering menimbulkan masalah adalah sampah organik. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas manusia. Hal ini berarti juga peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan, sehingga dibutuhkan solusi untuk mengurangi jumlah sampah yang semakin meningkat.

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan menggunakan sampah organik dan sampah anorganik tersebut sebagai material

(15)

commit to user

penyusun komposit. Sampah organik (ranting dan daun) digunakan sebagai pengisi (filler), sedangkan sampah anorganik (HDPE) digunakan sebagai pengikatnya. Keunggulan dari komposit termoplastik dengan pengisi limbah kertas atau limbah serat kayu tersebut adalah bersifat terbarukan, murah, ringan dan tidak abrasif pada alat prosesnya (Risnasari, 2008).

Suatu komposit dibuat agar dihasilkan suatu material baru dengan karakteristik tertentu. Karakteristik komposit dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu fraksi volume, suhu sintering, tekanan sintering, waktu sintering. Penelitian tentang komposit HDPE-sampah organik dengan variasi fraksi volume HDPE. Kekuatan mekanik komposit akan meningkat seiring dengan peningkatan fraksi volume dari HDPE (Asshiddiqi, 2011). Peningkatan suhu sintering akan meningkatkan kekuatan bending komposit HDPE-sampah organik (Riyanto, 2011). Kekuatan mekanik komposit meningkat dengan bertambahnya tekanan pengepresan (Saputro, 2012). Penambahan waktu sintering dari 10 hingga 25 menit akan meningkatkan kekuatan mekanik komposit HDPE-sampah organik Ibnuwibowo (2012).

Salah satu proses pembuatan komposit adalah dengan proses pressured sintering. Pressured sintering merupakan suatu metode yang mengaplikasikan proses kompaksi dan sintering. Proses pressured sintering pada suhu sintering 120ºC akan meningkatkan jumlah ikatan antar serbuk plastik, karena pada suhu ini serbuk plastik mulai melunak dan mengalami reposisi menempati ruang antar serbuk karet (Sukanto, 2008). Pada pembuatan komposit HDPE – karet ban bekas dengan metode pressured sintering variasi ukuran serbuk HDPE didapatkan nilai densitas terendah yaitu pada komposit dengan ukuran serbuk HDPE mesh 20 dengan nilai densitas sebesar 844,96 kg/m³ (Yonanta, 2008).

Penggunaan komposit saat ini tidak hanya berkembang untuk produk yang digunakan di dalam ruangan (indoor), tapi juga berkembang untuk penggunaan di luar ruangan (outdoor) seperti dek kapal, lambung kapal, dan atap rumah. Penggunaan komposit untuk aplikasi outdoor memunculkan permasalahan yang terkait dengan daya tahan komposit seperti stabilitas panas (thermal stability), ketahanan terhadap jamur (fungal resistance), ketahanan terhadap perubahan bentuk karena penyerapan uap air (ketahanan terhadap kelembaban), dan stabilitas

(16)

commit to user

6

terhadap ultraviolet (UV). Penyinaran matahari yang mengandung UV adalah faktor dominan yang menyebabkan depolimerisasi lignin dalam matrik dinding sel yang kemudian hilang atau tercuci karena hujan (Sudiyani, 2003).

Komposit serbuk kayu plastik digunakan diluar ruangan akan terbuka terhadap radiasi UV, kelembaban dan mikro organism (Johnson, 1999). Simonsen (1996) mengemukakan bahwa komposit kayu atau bio-filler lainnya dengan termoplastik tidak tahan terhadap pengaruh outdoor exposure. Penurunan sifat terutama terletak pada kekakuan. Mutuana dkk., (2010) menerangkan bahwa sinar UVA dapat menembus sampai bagian dalam HDPE sampai 85%. Kerusakan akibat pemaparan cuaca pada WPC dikarenakan penyerapan sinar UVA oleh HDPE sebesar 10%-20% yang menjadikan munculnya keretakan pada permukaan HDPE.

Pada penelitian pemaparan cuaca komposit HDPE/Wood Flour (WF), dengan sudut rack 45º dan waktu pemaparan yang digunakan adalah 500, 1000, 1500, dan 2000 jam. didapatkan prosentase penurunan degradasi setelah pemaparan cuaca diatas 1500 jam (Taib dkk., 2010).

2.2 Teori Tentang Komposit

2.2.1 Klasifikasi Material dan Pembentuk Komposit

Schwartz (1984) mendefinisikan komposit sebagai sistem material yang terdiri dari gabungan dua atau lebih unsur pokok yang berbeda bentuk atau komposisi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Berdasarkan bentuk material pembentuknya, Schwartz (1984) mengklasifikasikan komposit menjadi lima kelas, yaitu:

§ Komposit serat (fiber composite)

Komposit yang terdiri dari serat dengan atau tanpa matrik. § Komposit serpihan (flake composite)

Komposit yang terdiri dari serpihan dengan atau tanpa matrik. § Komposit butir (particulate composite)

Komposit yang terdiri dari partikel atau butiran dengan atau tanpa matrik. § Komposit isian (filled composite)

(17)

commit to user

Komposit yang terdiri dari matrik rangka selanjar yang terisi dengan bahan kedua.

§ Komposit laminat (laminar composite)

Komposit yang terdiri dari konstituen lapisan atau laminat.

Komposit dengan penguatan serat adalah jenis komposit yang paling sering dipakai dalam aplikasi, hal ini dikarenakan komposit jenis ini memiliki sifat kekuatan tarik dan kekakuan yang bagus. Namun kelemahannya adalah struktur serat tersebut memiliki kekuatan tekan serta kekuatan tarik arah melintang serat yang kurang bagus.

Secara umum komposit dengan penguatan serat tersusun dari dua material utama yaitu matrik dan serat. Antar kedua unsur material tersebut tidak terjadi reaksi kimia dan tidak larut satu sama lain, melainkan hanya ikatan antar muka diantara keduanya. Serat yang memiliki kekuatan lebih tinggi berperan sebagai komponen penguat, sedangkan matrik yang bersifat lemah dan liat bekerja sebagai pengikat dan memberi bentuk pada struktur komposit.

Komposit serat dapat dibedakan berdasarkan jenis dan orientasi seratnya, yaitu komposit serat searah (continuous fiber composite), serat anyaman (woven fiber composite), serat acak (chopped fiber composite), dan gabungan beberapa jenis serat (hybrid fiber composite).

2.2.2 Filler

Filler digunakan untuk mengurangi berat dan mengurangi biaya. Filler memberikan fleksibilitas dalam desain dimensi komposit yang diinginkan, dan selain sebagai material pengisi, material serbuk atau serpih juga digunakan sebagai material penguat komposit tetapi tidak seefektif fiber (Gibson, 1994). Pada umumya pengisi memiliki ukuran yang kecil dan bentuk yang tidak seragam. Ukuran partikel pengisi yang kecil akan lebih baik dibandingkan dengan ukuran pengisi yang lebih besar. Ukuran partikel yang kecil akan memperluas permukaan interaksi antara polimer matrik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan filler akan menentukan sifat komposit secara signifikan. Filler dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu filler organik dan anorganik. Serat kaca, serat kevlar, silica, kalsium, mika, dll merupakan contoh-contoh filler anorganik.

(18)

commit to user

8

Pengisi dari bahan organik antara lain sekam padi, sagu, daun, ranting, dll. Penelitian tentang pengaruh filler (baik fraksi volume maupun ukuran partikel) masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Filler saat ini berkembang ke arah alami karena renewable dan dapat terdegradasi di alam (biodegradable) (Gibson, 1994).

2.2.3 Matrik

Gibson R.F, (1994) mengatakan bahwa matrik dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Pemilihan matrik dalam komposit didasarkan atas kemampuan matrik untuk membentuk sebuah ikatan dengan penyusun komposit yang lain didalam komposit. Matrik merupakan penyusun komposit yang berfungsi meneruskan beban ke serat dan melindungi serat. Matrik memiliki fungsi :

§ Mengikat serat menjadi satu kesatuan struktur

§ Melindungi serat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan § Mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat

§ Menyumbangkan beberapa sifat seperti, kekakuan, ketangguhan dan tahanan listrik.

Di antara jenis matrik yang ada, matrik polimer adalah yang paling luas penggunaannya. Hal ini dikarenakan polimer mudah diproses, memiliki sifat mekanik dan elektronik yang baik, dan memiliki berat jenis yang rendah. Berdasarkan ikatan antar penyusunnya, polimer dibedakan menjadi dua macam, yaitu resin thermoplastic dan resin thermoset. Polimer thermoplastic adalah jenis polimer yang dapat mencair apabila mengalami pemanasan dan akan mengeras kembali setelah didinginkan dan perilakunya bersifat reversible atau bisa kembali ke kondisi awal, sedangkan polimer thermoset bersifat lebih stabil terhadap panas dan tidak mencair pada suhu tinggi serta perilakunya bersifat irreversible atau tidak bisa kembali ke kondisi awal (Gibson, 1994).

Plastik adalah zat organik yang dihasilkan dari senyawa-senyawa yang pada umumnya terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan nitrogen (N). Zat organik dapat dibuat sintetis dari bahan mentah minyak bumi, karena minyak bumi mengandung lebih dari 1000 macam senyawa hidrokarbon. Salah satu jenis plastik adalah HDPE (High Density Polythylene), terbentuk dari

(19)

commit to user

gabungan dari banyak molekul-molekul kecil/monomer yang akan membentuk makro molekul, maka disebut juga polymer. Polymer terbentuk dari gabungan banyak molekul yang sama atau mirip jenisnya. Proses pembuatan polymer ini disebut polimerisasi, yang melibatkan energi panas dan katalisator untuk memisahkan ikatan dalam suatu molekul agar dapat terjadi ikatan dengan molekul-molekul lain yang sejenis (Corneliusse, 2002).

High density polyethylene atau HDPE adalah polietilena termoplastik yang terbuat dari minyak bumi. Membutuhkan 1,75 kg minyak bumi (sebagai energi dan bahan baku) untuk membuat 1 kg HDPE. HDPE dapat didaur ulang, dan memiliki nomor 2 pada simbol daur ulang. Volume produksi HDPE pada tahun 2007 mencapai 30 ton. HDPE memiliki percabangan yang sangat sedikit, hal ini dikarenakan pemilihan jenis katalis dalam produksinya (katalis Ziegler-Natta) dan kondisi reaksi. Karena percabangan yang sedikit, HDPE memiliki kekuatan tensil dan gaya antar molekul yang tinggi. HDPE juga lebih keras dan bisa bertahan pada temperatur tinggi (120oC).

Sifat-sifat plastik HDPE secara umum adalah tahan terhadap zat kimia (misalkan minyak, deterjen), ketahanan impak cukup baik, memiliki ketahanan terhadap suhu, tidak tahan terhadap sinar matahari dan plastik HDPE stabil terhadap oksidasi udara. Sifat-sifat khusus plastik HDPE adalah sebagai berikut: (Corneliusse, 2002)

Tabel 2.1 Sifat-sifat khusus HDPE

Specific grafity 0,952 – 0,965 gr/cm3

Kekuatan tarik 3200 – 4500 psi Kekuatan tekan 2700 – 3600 psi Kelendutan 5800 psi

Kemuluran 100 %

Titik lebur 130 – 137 oC Temperatur operasional -60 – 105 oC Daya serap air 0.01

(20)

commit to user

10

Gambar 2.1 Simbol recycle HDPE 2.2.4 Karakteristik Komposit

Densitas

Densitas merupakan indikator penting kemampuan suatu komposit. Hal ini menggambarkan seluruh efek dari properti material. Rumus untuk menghitung densitas: = v m ……...……….………... (2.1) dengan: = densitas (kg/m3) m = massa (kg) v = volume (m3) Kekuatan Bending

Kekuatan bending atau kekuatan lengkung adalah tegangan bending terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi yang besar atau kegagalan. Pada bagian atas spesimen akan mengalami tegangan desak dan bagian bawah akan mengalami tegangan tarik.

Material komposit kekuatan tekannya lebih tinggi terhadap tegangan tariknya. Komposit akan mengalami patah pada bagian bawah yang disebabkan karena tidak mampu menahan tegangan tarik yang diterima. Rumus perhitungan kekuatan bending dengan metode three point bending mengacu pada ASTM D1037 dengan bentuk dan gambar spesimen seperti pada gambar 2.2.

Pengujian ini ditentukan oleh MOR (Modulus of Rupture). Rumus untuk menghitung MOR: MOR = 2 2 3 bd PL ………...……….. (2.2)

(21)

commit to user

dengan: MOR = modulus of rupture ( pembebanan dari tengah) (MPa) P = beban bending maksimal (N)

L = panjang span (mm) b = lebar spesimen (mm) d = tebal spesimen (mm)

Gambar 2.2 Mekanisme pengujian three point bending

Kekuatan Impak Izod

Standar pengujian kekuatan impak izod untuk komposit dengan penguat plastik adalah dengan ASTM D-5941. Untuk mengetahui kekuatan impak, terlebih dahulu dihitung energi yang diserap oleh benda (W), yaitu selisih energi potensial pendulum sebelum dan sesudah mengenai benda.

W = [ – ] …………...……...………(2.3) dengan: W = energi yang terserap (J)

w = berat pendulum (N) = m . g

R = jarak dari pusat rotasi pendulum ke pusat massa (m) = sudut pantul lengan ayun (°)

= sudut naik awal lengan ayun (°)

b L

d P

(22)

commit to user

12

Gambar 2.3 Sudut impak

(modul panduan uji impak izod)

Bila pada kondisi pendulum diayunkan bebas (tanpa mengenai benda uji) sudut pantul lengan ayun lebih kecil daripada sudut naiknya berarti terdapat gesekan, maka nilai W dikurangi dengan energi gesekan (Wgesek).

Jadi, persamaan untuk menghitung energi total yang diserap oleh benda (W) adalah:

W = Wspesimen – Wgesek

W – ... (2.4) dimana: = sudut pantul lengan ayun tanpa mengenai benda

Maka, perhitungan nilai kekuatan impak benda uji adalah sebagai berikut:

3 10 ´ ´ = b h W aiU

( )

Jm2 ………...………… (2.5) dimana: W = energi yang terserap (J)

h = ketebalan benda uji (m) b = lebar benda uji (m)

Kekuatan Geser Tekan

Bentuk dan ukuran spesimen uji geser tekan mengacu pada standar uji ASTM 1037.

Perhitungan untuk menentukan tegangan geser maksimum adalah:

……….……….……...………...….. (2.6) A

P 2 =

(23)

commit to user

dimana: = tegangan geser maksimum, (Pa)

P = beban maksimum, (N)

A = luas penampang spesimen, (mm2)

Gambar 2.4 Pengujian Geser Tekan

(Sumber : ASTM D 1037)

2.3 Sintering

Sintering adalah pengikatan antara partikel-partikel serbuk pada suhu tinggi. Proses sintering dapat terjadi melalui mekanisme transport atom pada kondisi padat, pada beberapa kasus juga melibatkan fase cair. Proses sintering melalui pergerakan atom akan mengurangi energi permukaan (surface energy) antar partikel. Energi permukaan per unit volume berbanding terbalik dengan diameter partikel. Sedangkan energi permukaan tergantung dari luas permukaan. Oleh karena itu, partikel serbuk dengan luas permukaan spesifik yang lebih tinggi akan memiliki energi permukaan yang lebih tinggi pula dan akan memepercepat proses sintering. Luas permukaan spesifik adalah luas permukaan serbuk dibagi dengan massa serbuk (German, 1994).

Gambar 2.5 memperlihatkan skema penyusutan pori-pori antar partikel serbuk selama proses sintering. Kondisi awal adalah kondisi setelah kompaksi,

(24)

commit to user

14

yaitu masih terdapat pori-pori antar partikel serbuk. Awal proses sintering mulai terjadi pengikatan antar partikel serbuk sehingga pori-pori mulai mengecil.

Gambar 2.5 Skema penyusutan pori-pori selama proses sintering.

(German, 1994)

Apabila proses sintering terus berlanjut maka area kontak antara partikel serbuk membesar karena adanya tekanan selama proses kompaksi dan partikel serbuk mulai mengalami perubahan fase menjadi lebih lunak, dan ketika material sudah pada kondisi suhu ruang akan menghasilkan ikatan yang lebih kuat. Selain membentuk ikatan antar partikel, siklus sintering diharapkan dapat menyeragamkan campuran serbuk dan mengurangi porositas. Proses sintering berpengaruh besar dalam menentukan sifat produk, antara lain kekuatan produk, kekerasan, keuletan, konduktifitas panas dan listrik.

Dampak proses kompaksi terhadap hasil sintering adalah berkurangnya pori-pori, serta menambah luas area kontak antar partikel, sehingga sifat material hasil proses sintering akan mengalami peningkatan kekuatan, densitas, serta berkurangnya penyusutan saat proses sintering. Serbuk HDPE pada suhu 120°C sudah mulai melunak karena pada suhu tersebut plastik sudah mendekati titik melting. Pelunakan serbuk plastik mengakibatkan terjadinya ikatan antar serbuk plastik. Ikatan antar serbuk plastik juga dipengaruhi oleh kompaksi yang diberikan. Kompaksi yang diberikan bersamaan dengan proses sintering akan memperbesar ikatan antar serbuk plastik. Bertambahnya ikatan antar partikel serbuk plastik akan menurunkan besarnya pori (Yonanta, 2008).

2.4 Pencampuran Serbuk (mixing)

Pencampuran serbuk dilakukan untuk menghasilkan distribusi komposisi material dan ukuran serbuk yang seragam. Proses ini juga berguna untuk menyeragamkan distribusi ukuran serbuk sebelum kompaksi, karena pada saat penyimpanan atau proses transportasi bisa mengalami getaran yang

(25)

commit to user

memungkinkan terjadinya segregasi. Segregasi dapat terjadi karena perbedaan bentuk, densitas, dan ukuran partikel serbuk.

Terdapat tiga mekanisme pencampuran serbuk yaitu difusi, konveksi, dan geser. Mekanisme difusi yaitu pencampuran yang terjadi karena pergerakan partikel serbuk masuk ke partikel serbuk yang lain. Mekanisme konveksi yaitu percampuran dengan perpindahan sekumpulan serbuk ke tempat yang lain. Sedangkan mekanisme geser yaitu pergeseran serbuk karena perputaran plat tegak. Ketiga mekanisme tersebut dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Mekanisme pencampuran serbuk

(German, 1994)

Menurut German, (1994) pencampuran serbuk yang optimal, yaitu serbuk dapat tercampur dengan baik, tergantung pada jumlah serbuk di dalam tabung dan kecepatan putar tabung. Untuk mendapatkan campuran yang optimal saat dilakukan transportasi perbandingan yang ideal antara dua ukuran partikel adalah 7 : 1, sedangkan untuk tiga ukuran partikel yang berbeda perbandingan yang ideal adalah 49 : 7 : 1. Volume pencampuran serbuk yang optimal adalah antara 20-40% dari volume tabung. Sedangkan untuk kecepatan putar tabung untuk menghasilkan campuran yang optimum dapat dihitung dari persamaan berikut:

d

Nc = 42,3...(2.7) dimana: Nc = Kecepatan putar pada kondisi kritis, yaitu pada kondisi gaya

sentrifugal partikel serbuk ke dinding sama dengan gaya gravitasi.

g m d V m . . . 4 2 = ...(2.8) dimana : d = diameter tabung (meter)

Kecepatan putar yang optimum didapat sekitar 75% dari kecepatan putar kritis (Nc).

(26)

commit to user

16

2.5 Pemaparan Cuaca (Weathering Test)

Pemaparan cuaca dilakukan untuk mengetahui degradasi atau penurunan sifat mekanik dari komposit. Pemaparan cuaca dilakukan di tempat tebuka dan dibiarkan terkontak secara langsung dengan cuaca. Pemaparan cuaca dilakukan dengan sudut kemiringan 45 hadap garis katulistiwa (Taib dkk, 2010). Pemaparan cuaca memerlukan data-data meteorologi antara lain:

1. Suhu udara (

Nilai suhu udara didapat dari termometer udara. 2. Kelembaban udara

Nilai kelembaban udara didapat dengan menggunakan termometer bola basah (wet) dan termometer bola kering (dry), kemudian dihitung dengan menggunakan rumus:

,

Dengan: exp ,

Dimana: = Relative Humidity (%)

= Tekanan uap air suhu bola basah = Tekanan uap air jenuh

= Suhu bola kering = Suhu bola basah

= Tekanan udara stasiun pengamatan

3. Lama penyinaran matahari

Lama penyinaran matahari didapat dari camble stoces. Lamanya penyinaran sinar matahari dicatat dengan jalan memusatkan (memfokuskan) sinar matahari melalui bola gelas hingga fokus sinar matahari tersebut tepat mengenai pias yang khusus dibuat untuk alat ini dan meninggalkan jejak pada pias. Dipergunakannya bola gelas dimaksudkan agar alat tersebut dapat dipergunakan untuk memfokuskan sinar matahari secara terus menerus tanpa terpengaruh oleh posisi matahari. Pias ditempatkan pada kerangka cekung yang konsentrik dengan

(27)

commit to user

bola gelas dan sinar yang difokuskan tepat mengenai pias. Jika matahari bersinar sepanjang hari dan mengenai alat ini, maka akan diperoleh jejak pias terbakar yang tak terputus. Tetapi jika matahari bersinar terputus-putus, maka jejak dipiaspun akan terputus-putus. Dengan menjumlahkan waktu dari bagian-bagian terbakar yang terputus-putus akan diperoleh lamanya penyinaran matahari. Data dari camble stoces diolah dengan menggunakan rumus:

Dimana: LPM = Lama penyinaran matahari (%) n = Lama penyinaran matahari (jam)

N = kemungkinan maksimum lamanya penyinaran matahari

(jam)(tergantung letak lintang dan bulan) 4. Penguapan panci terbuka

Evaporimeter panci terbuka digunakan untuk mengukur evaporasi. Makin luas permukaan panci, makin representatif atau makin mendekati penguapan yang sebenarnya. Pengukuran evaporasi dengan menggunakan evaporimeter memerlukan perlengkapan sebagai berikut :

· Panci bundar besar

· Hook gauge, yaitu suatu alat untuk mengukur perubahan tinggi permukaan air dalam panci.

· Termometer air dan termometer maximum/ minimum · Cup counter anemometer

· Pondasi/ alas pondasi atau alas yang digunakan yaitu papan. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan papan panci penguapan ini akan rata dan tidak berhubungan langsung dengan panas bumi dari tanah. 5. Piche

Seperti panci penguapan terbuka, alat ini digunakan sebagai pengukur penguapan secara relatif. Maksudnya, alat ini tidak dapat mengukur secara langsung evaporasi ataupun evapotranspirasi yang sesungguhnya terjadi. Hasil pembacaannya sangat tergantung terhadap angin, iklim dan debu.

(28)

commit to user

18

Gambar 2.7 Skema Piche (Rojali, 1997)

6. Curah hujan

Untuk mengukur seberapa banyak jumlah curah hujan yang terjadi dalam suatu waktu diperlukan suatu alat pengukuran. Pluviometer atau penakar hujan (rain gauge), merupakan alat yang biasa digunakan dalam hal pengukuran curah hujan. Dalam rain gauge terdapat gelas/tabung dengan luas corong tertentu, dimana gelas/tabung ukur tersebut digunakan untuk menampung air hujan yang masuk ke dalam alat tersebut. Dimana tinggi air hujan yang terdapat dalam gelas ukur tersebut dapat dilihat dari penanda.

(29)

commit to user

19

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin dan Laboratorium Klimatologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3.2 Bahan Penelitian

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: a. HDPE

Partikel HDPE diperoleh dari Vinila Plastik, jl. Makamhaji, Gawok, Baki, Sukoharjo.

Gambar 3.1 Limbah HDPE b. Ranting pohon

Sampah ranting diperoleh di sekitar lingkungan kampus UNS. Ranting yang digunakan adalah ranting pohon asam.

(30)

commit to user

20

c. Daun

Sampah daun diperoleh di sekitar lingkungan kampus UNS. Daun yang digunakan adalah daun angsana.

Gambar 3.3 Sampah daun

3.3 Alat Penelitian

Spesifikasi alat yang digunakan dalam penelitian dan pengambilan data antara lain adalah :

a. Timbangan digital

Timbangan digital digunakan untuk mengukur massa dan selanjutnya untuk menentukan fraksi berat komposit. Spesifikasi timbangan digital:

· Merk : KRISBOW

· Model : KW 0600378

· Kapasitas and Reability : 500 g x 0.01 · Standard Deviation : 1

· Tare Range : 0 – 500 g · Time Of Stabilizing : 3 s

(31)

commit to user

b. Alat press

Alat press yang digunakan dilengkapi dengan dongkrak hidrolik, pemanas (heater), termometer digital dan timer. Spesifikasi dari alat press:

· Rangka penyangga dan alas sebagai dudukan cetakan. · Luas cetakan 250 x 160 mm.

· Pemanas dihubungkan ke pengatur panas. · Kapasitas dongkrak : 2 ton

· Pressure Gauge : 100 kg/cm²

Gambar 3.5 Alat press c. Mesh (saringan)

Mesh digunakan untuk mendapatkan ukuran HDPE dan ranting pohon setelah proses crushing. Pada penelitan ini penyaringan HDPE menggunakan mesh 30 dan 40, sedangkan sampah mnggunakan mesh 6 dan 10. Spesifikasi mesh yang digunakan:

· Merk : TATONAS

· Model : Laboratory Test Sieve

(32)

commit to user

22

d. Moisture wood meter

Alat Moisture Wood Meter digunakan untuk mengetahui kadar air spesimen uji. Hal ini bertujuan agar kadar air setiap spesimen bisa seragam sebelum dilakukan pengujian.

e. Crusher (Pemecah/Penggiling)

Crusher digunakan untuk mengiling HDPE, ranting dan daun sebelum disaring menggunakan mesh.

Gambar 3.7 Crusher f. Rak Pemaparan cuaca

Rak Pemaparan cuaca merupakan alat yang digunakan sebagai tempat untuk memaparkan spesimen terhadap cuaca.

Gambar 3.8 Rak pemaparan cuaca g. Sangkar meteorologi

Sangkar meteorologi merupakan tempat untuk mengambil data-data meteorologi, alat untuk pengambilan data meliputi:

1. Termometer

Termometer yang digunakan yaitu termometer udara (untuk mencatat suhu udara), termometer basah dan kering (untuk menghitung kelembaban udara).

(33)

commit to user

Gambar 3.9 Termometer udara, termometer basah dan termometer kering 2. Camble stocs

Camble stocs digunakan untuk mencatat lama penyinaran matahari.

Gambar 3.10 Camble stoces 3. Panci penguapan terbuka

Panci penguapan terbuka digunakan untuk mengukur evaporasi (penguapan). Dalam panci penguapan terbuka terdapat hook gauge yang berfungsi mengukur tinggi permukaan air dan termometer air untuk mengukur suhu air.

Gambar 3.11 (a) Panci penguapan terbuka; (b) hook gauge

(34)

commit to user

24

4. Piche

Piche merupakan alat yang digunakan untuk mengukur penguapan secara relatif. Prinsip kerja alat ini didasarkan pada laju evaporasi yang dinyatakan dengan banyaknya air yang hilang ke atmosfer.

Gambar 3.12 Piche 5. Penakar hujan

Penakar hujan yang dipakai ada 2 jenis, yaitu tipe Obs dan tipe holman

Gambar 3.13 Penakar hujan (a) tipe Obs dan (b) tipe Holman 6. Cup counter anemometer

Cup counter anemometer merupakan alat untuk mencatat nilai kecepatan udara.

(35)

commit to user

3.4 Alat Uji

a. Universal Testing Machine (UTM)

Alat ini digunakan untuk pengujian bending, geser tekan pada spesimen komposit. Spesifikasi dari UTM:

· Merk : Sans/ SHT-4106

· Spesifikasi : Servo hidrolik; kapasitas maksimum beban 100 ton; kontrol dan data akuisisi menggunakan komputer.

Gambar 3.15 Universal Testing Machine b. Impak Izod

Alat ini digunakan untuk pengujian impak pada spesimen komposit. Spesifikasi impak izod:

· Merk : Toyoseiki Tokyo · Berat pendulum : 1,591 kg

· Panjang lengan : 0,36 m

\

(36)

commit to user

26

c. Scanning Electron Micrograph (SEM)

Alat ini digunakan untuk mengambil gambar patahan spesimen uji bending. Pengujian foto SEM dilakukan di Universitas Negeri Malang (UM). Spesifikasi SEM:

· Merk : FEI

· Type : Ins pect-S50

· Modus operasional: low vacum (sampel non konduktif) dan high vacum (sampel konduktif)

Gambar 3.17 Scanning Electron Micrograph

3.5 Langkah Kerja Penelitian a. Persiapan Bahan Dasar

Proses penyiapan bahan dasar adalah dengan pengumpulan plastik jenis HDPE yang berasal dari tempat penampungan sampah plastik. Sedangkan sampah organik yang dipakai berasal dari lingkungan sekitar kampus UNS.

b. Perlakuan Awal

HDPE dicuci kemudian dibersihkan agar sisa-sisa minyak dan kotoran yang menempel hilang, setelah itu dijemur hingga kering. Kemudian untuk sampah daun dan ranting dijemur hingga kadar air 10% dengan Moisture wood meter agar mudah hancur saat proses penggilingan (crushing).

(37)

commit to user

c. Proses Crushing

Pada proses penggilingan (crushing), bahan dasar setelah perlakuan awal akan digiling dengan mesin crusher hingga hasil dari proses penggilingan menjadi serbuk.

d. Penyaringan Serbuk

Serbuk daun, serbuk ranting, dan serbuk HDPE dari hasil crushing selanjutnya akan disaring. Untuk serbuk HDPE disaring dengan menggunakan ukuran mesh 30-40, sedangkan untuk sampah organik (daun dan ranting) menggunakan mesh 6-10.

e. Pencampuran Serbuk

Proses pencampuran serbuk dilakukan untuk menyeragamkan komposisi, serta mengurangi segregasi yang biasa terjadi akibat adanya pergerakan atau getaran pada serbuk. Pencampuran serbuk dilakukan dalam keadaan kering. Fraksi volume HDPE 30%, serbuk daun 35%, dan serbuk ranting 35%. Penggunaan fraksi volume dalam pencampuran kedua serbuk tersebut untuk memudahkan dalam memperkirakan banyaknya masing-masing bahan dalam campuran. Pencampuran dilakukan dalam tabung silinder yang diputar dengan kecepatan 75 rpm. Perhitungan untuk mengetahui kecepatan putar pencampuran serbuk yang optimum dapat dilihat pada persamaan (2.7). Dengan volume total serbuk di dalam tabung adalah 40% dari volume tabung.

f. Pembuatan Spesimen

Pembuatan spesimen dilakukan dengan metode Metode Pressured Sintering. Pressured sintering adalah suatu metode yang mengaplikasikan proses kompaksi dan sintering. Material yang dihasilkan dengan menggunakan metode pressured sintering diharapkan memiliki sifat mekanik dan fisik yang lebih baik. Pada penelitian ini digunakan tekanan sintering 2 bar, temperatur sintering 120ºC, waktu sintering 10 menit, fraksi volume HDPE 30%.

g. Pemaparan Cuaca (weathering)

Pemaparan cuaca mengacu pada ASTM D1435. Pemaparan cuaca dilakukan dengan variasi waktu 0 bulan (tanpa pemaparan), pemaparan 1

(38)

commit to user

28

6 mm

194 mm

bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Variasi waktu pemaparan tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemaparan cuaca terhadap degradasi karakteristik mekanik dari spesimen. Sudut pemaparan yang digunakan 45º dari arah horizontal menghadap garis katulistiwa. Penelitian ini dilakukan dari bulan juli sampai bulan september, dimana posisi gerak semu matahari secara geografis berada di utara tempat penelitian.

Gambar 3.18 Pola posisi matahari dalam satu tahun

(Purwanto, 2011)

h. Tahap pengujian § Pengujian densitas

Pengujian ini mengacu pada ASTM D 792, dimana dalam pengujian ini tidak ditentukan dimensi spesimen yang akan diuji, melainkan ditentukan oleh massa spesimen. Massa spesimen yang digunakan adalah antara 1-50 gram.

§ Pengujian kekuatan bending

Pengujian ini mengacu pada ASTM D1037.

(39)

commit to user

7 mm 4 mm 80 mm 10 mm 50.8 mm

§ Pengujian kekuatan impak

Pengujian ini mengacu pada ASTM D5941.

Gambar 3.20 Dimensi spesimen impak § Pengujian geser tekan

Pengujian ini mengacu pada ASTM D-1037.

Gambar 3.21 Dimensi spesimen geser tekan i. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh, selanjutnya dapat dilakukan analisis data yaitu dengan melakukan perhitungan terhadap besarnya kekuatan bending, kekutan impact dan geser tekan dari komposit HDPE - ranting - daun. Data hasil pengujian selanjutnya dapat disusun grafik hubungan antara variasi waktu pemaparan cuaca (weathering) terhadap kekuatan bending, kekuatan geser tekan dan kekuatan impak. Grafik digunakan untuk melihat pengaruh waktu pemaparan cuaca terhadap degradasi penurunan kekuatan mekanik komposit HDPE-sampah organik.

(40)

commit to user

30

j. Diagram Alir

Gambar 3.22 Diagram alir penelitian

Pencucian dan Penjemuran HDPE Penjemuran Sampah Organik

(kadar Air 10%) Ranting dan daun

Pengolahan Data Mulai

Kesimpulan

Mixing sampah organik dan HDPE pada

N= 75 rpm, fraksi volume HDPE = 0.3 Penyaringan sampah

dengan mesh 6-10 Proses crushing sampah

dengan crusher

Selesai

HDPE

Proses crushing HDPE dengan crusher

Penyaringan HDPE dengan mesh 30-40

Pengujian

Densitas (ASTM D792) Bending (ASTM D1037), Impak (ASTM D5941), Geser Tekan (ASTM D1037) dan foto SEM.

Pembuatan Spesimen

Metode Pressured Sintering dengan P = 2 bar, T = 120ºC, waktu

sintering 10 menit, fraksi volume HDPE 0.3

Pemaparan Cuaca

Variasi waktu 0 hari (tanpa pemaparan), pemaparan 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan.

(41)

commit to user

3.6 Jadwal Penelitian No BULAN KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 1 Mencari referensi

2 Pembuatan proposal penelitian 3 Persiapan alat pembuatan komposit 4 Pelaksanaan penelitian

5 Pengambilan data 6 Analisa data

7 Hasil & kesimpulan penelitian 8 Pembuatan laporan

(42)

commit to user

32 BAB IV

HASIL DAN ANALISA

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa pengujian untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca terhadap karakteristik mekanik komposit HDPE-sampah organik. Pengujian yang dilakukan antara lain uji bending, uji impak, uji geser tekan dan pengamatan struktur spesimen dengan foto SEM.

4.1 Kondisi Pemaparan Cuaca

Komposit HDPE-Sampah Organik dipaparkan pada udara terbuka (outdoor weathering) selama 3 bulan di Stasiun PUSLITBANG FP. UNS, Jumantono, Karanganyar. Berikut data meteorologi selama berlangsungnya proses pemaparan cuaca.

Tabel 4.1 Rata-Rata Cuaca Bulanan Stasiun PUSLITBANG

Bulan Suhu Udara ( Kelembaban Udara (%) Penyinaran (%)

Rata-rata Rata-rata Rata-rata

Juli 27,55 73,88 72,32

Agustus 28,26 68,93 72,63

September 26,25 66,49 85,28

Sumber: Stasiun PUSLITBANG FP UNS, Kec Jumantono, Kab Karanganyar.

Tabel 4.2 Rata-Rata Penguapan Panci Terbuka dan Piche

Bulan

TINGGI BEDA PENGUAPAN HUJAN SUHU AIR

(

ANGIN : 0,5 m

AIR TINGGI E = P + H P (mm)

MAX MIN FORCE

(mm) AIR (H)

(mm) (mm)

Juli 54,79 51,73 3,90 0,83 34,27 23,53 2450,91

Agustus 48,76 44,49 4,27 0,00 32,71 21,65 3060,76

September 53,84 48,36 5,48 0,00 33,74 21,94 4043,09

Sumber: Stasiun PUSLITBANG FP UNS, Kec Jumantono, Kab Karanganyar.

Tabel 4.1 menggambarkan selama pemaparan cuaca tidak terjadi perbedaan rata-rata suhu udara yang signifikan tiap bulannya, artinya selama proses pemaparan komposit menerima suhu udara yang relatif sama. Suhu udara dipengaruhi oleh lama penyinaran matahari, karena dalam penyinaran matahari mengandung panas. Selama pemaparan cuaca rata-rata kelembaban udara tertinggi

(43)

commit to user

terjadi pada bulan juli, hal ini terjadi karena penyinaran yang terjadi cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan bulan lainnya. Prosentase penyinaran matahari menggambarkan lamanya penyinaran dari matahari, jadi semakin lama penyinaran matahari maka kelembaban udara akan semakin kecil. Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa pada bulan juli penguapan yang terjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan bulan lainnya. Hal ini terjadi karena pada bulan juli penyinaran dari matahari lebih kecil jika dibandingkan dengan bulan lainnya. Penguapan terjadi karena adanya energi panas dari sinar matahari. memerlukan sinar matahari yang cukup, dengan adanya curah hujan sebesar 0,83 mm maka akan mengurangi penguapan yang terjadi.

4.2 Pengukuran Densitas Komposit HDPE-Sampah Organik

Pengukuran densitas dilakukan untuk pengecekan keseragaman komposit dan memprediksi kekuatan suatu komposit. Hasil pengukuran densitas selama pemaparan cuaca ditampilkan pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Pengukuran nilai densitas selama pemaparan cuaca

Gambar 4.1 menjelaskan nilai densitas selama proses pemaparan cuaca cenderung sama. Selama pemaparan cuaca memang terjadi pelapukan dan terlepasnya daun dari ikatan antar partikelnya, hal ini berdampak pada turunnya massa komposit dan volume komposit. Karena massa dan volume berbanding lurus, maka nilai densitas yang diperoleh cenderung sama.

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 0 1 2 3 4 Waktu (Bulan) D en si tas ( k g/ m 3 )

(44)

commit to user

34

Gambar 4.2 Spesimen (a) 0 bulan (tanpa perlakuan); (b) 1 bulan pemaparan cuaca; (c) 2

bulan pemaparan cuaca; (d) 3 bulan pemaparan cuaca.

4.3 Pengaruh Waktu Pemaparan Cuaca Terhadap Kekuatan Bending

Pengujian bending dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine dengan metode three point bending. Hasil pengujian bending komposit HDPE-sampah organik ditunjukkan pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Pengaruh waktu pemaparan cuaca terhadap kekuatan bending komposit

HDPE-sampah organik. 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 Waktu (bulan) (a) (b) (c) (d)

(45)

commit to user

HDPE

Daun

HDPE

Daun

Gambar 4.3 menunjukan selama proses pemaparan nilai kekuatan bending cenderung sama. Efek dari pemaparan cuaca selama 3 bulan belum berdampak secara signifikan pada kekuatan bending. Hal ini dikarenakan selama 3 bulan pemaparan cuaca ikatan antarfase HDPE terhadap sampah organik masih kuat. Hal ini sesuai dengan

penelitian komposit HDPE/WF yang dilakukan oleh Taib (2010), selama 2000 jam dipaparkan penurunan nilai kekuatan bending terjadi tidak begitu signifikan, yaitu dibawah 6 %. Hal ini dikarenakan selama pemaparan cuaca, kekakuan dan ikatan dari HDPE masih kuat.

Gambar 4.4 Pengamatan SEM (a) 0 bulan (tanpa perlakuan); (b) 1 bulan pemaparan

cuaca; (c) 2 bulan pemaparan cuaca; (d) 3 bulan pemaparan cuaca.

(a) (d) (c) (b) Ikatan antarmuka HDPE-sampah organik Ranting HDPE Daun Ranting HDPE Daun Ranting Ranting

(46)

commit to user

36

Gambar 4.4 menunjukkan perbedaan patahan bending antara masing-masing variasi waktu pemaparan cuaca. Gambar 4.4 (a) menunjukkan bentuk dari HDPE ranting dan daun masih utuh. Ikatan antarmuka HDPE-sampah organik masih utuh. Gambar 4.4 (b) terlihat struktur HDPE tetap utuh sedangkan pada sampah organik sudah mulai terjadi pelapukan. Walaupun sudah terjadi pelapukan pada sampah organik, namun ikatan antar muka HDPE-sampah organik masih cukup kuat. Gambar 4.4 (c) menunjukkan struktur HDPE tetap utuh, sedangkan pada sampah organik terlihat daun semakin habis dan ranting juga terjadi pelapukan. Namun pelapukan yang terjadi tidak merusak ikatan antar muka, karena distribusi HDPE yang mengikat daerah tersebut masih kuat. Pada gambar 4.4 (d) menunjukkan struktur HDPE yang utuh, sedangkan pada sampah organik daun dan ranting semakin lapuk. Pada sampah organik daun terlihat sudah hancur dan hanya menyisakan tulang daunnya. Nilai kekuatan bending cenderung sama selama pemaparan karena distribusi HDPE sebagai matrik cukup kuat dalam mengikat fillernya (daun dan ranting).

4.4 Pengaruh Waktu Pemaparan Terhadap Kekuatan Geser Tekan

Kekuatan geser tekan pada komposit dapat diketahui dengan pengujian geser tekan. Pengujian geser tekan dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine. Grafik hasil pengujian geser tekan komposit HDPE-sampah organik ditampilkan pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Pengaruh waktu pemaparan cuaca terhadap kekuatan geser tekan komposit

HDPE-sampah organik. 0 1 2 3 0 1 2 3 4 K e k u at a n G e se r te k an ( M P a) Waktu (bulan)

(47)

commit to user

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa selama proses pemaparan belum terjadi penurunan kekuatan geser tekan secara signifikan. Hal ini disebabkan selama rentan waktu 3 bulan pemaparan cuaca, efek dari pemaparan cuaca belum sampai pada bagian tengah spesimen atau dengan kata lain efeknya hanya pada permukaan spesimen yaitu terjadi perubahan warna. Pada pengujian geser tekan bagian spesimen yang menahan beban adalah pada bagian tengah, dimana ikatan antarfase HDPE dan sampah organik masih kuat. Seperti pada penelitian komposit serbuk kayu-polipropilena yang dilakukan oleh Sulaeman (2003), selama 3 bulan dipaparkan komposit mengalami perubahan warna pada permukaan, setelah pemaparan selama 6 bulan sifat-sifat mekanis menurun.

4.5 Pengaruh Waktu Pemaparan Terhadap Kekuatan Impak

Kekuatan impak komposit HDPE-sampah organik dapat diukur dengan dilakukan pengujian kekuatan impak dengan alat impact izod. Hasil dari pengujian kekuatan impak komposit HDPE-sampah organik dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Pengaruh waktu pemaparan cuaca terhadap kekuatan impak komposit

HDPE-sampah organik.

Hasil dari pengujian kekuatan impak berbeda dengan tren yang terjadi pada pengujian geser tekan dan pengujian bending, dimana didapatkan penurunan yang signifikan selama pemaparan cuaca, yaitu sebesar 67,93%. Penurunan kekuatan impak terjadi karena pembebanan merupakan beban dinamik, sehingga komposit menerima pembebanan yang cepat atau beban kejut (rapid loading). Pada pembebanan cepat atau beban kejut, energi yang diserap oleh spesimen

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 0 1 2 3 4 K e k u at a n I m p ak ( J/ m 2) Waktu (bulan)

(48)

commit to user

38

terjadi dari energi kinetik pendulum yang mengenai spesimen. Energi yang diserap spesimen akan mengubah respon yang diterima material seperti deformasi plastis, dan efek inersia. Efek inersia merupakan kemampuan suatu material untuk mempertahankan bentuknya ketika diberikan gaya atau pembebanan (Prasetya N., Dkk, 2009). Ketika diberi pembebanan dengan kecepatan yang tinggi, komposit akan mengalami patah getas yang diakibatkan oleh rusaknya ikatan interfase antar matrik HDPE.

(49)

commit to user

39 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pemaparan cuaca selama 3 bulan belum berpengaruh pada kekuatan bending dan kekuatan geser tekan. Sedangkan pada pengujian impak terjadi penurunan nilai kekuatannya, yaitu sebesar 67,93%. Pembebanan dinamik menyebabkan terjadinya terjadi patah getas akibat dari rusaknya ikatan interfase antar matrik HDPE.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai variasi waktu pemaparan cuaca terhadap karakteristik mekanik komposit HDPE-Sampah organik, penulis menyarankan:

1. Tempat untuk pemaparan cuaca (weathering test) hendaknya tidak terlalu jauh dari tempat pengujian karakteristik mekaniknya.

2. Pengambilan spesimen dari tempat pemaparan cuaca hendaknya lebih hati-hati agar spesimen tidak rusak.

Gambar

Tabel 2.1 Sifat-sifat khusus HDPE
Gambar 2.1 Simbol recycle HDPE  2.2.4 Karakteristik Komposit
Gambar 2.2 Mekanisme pengujian three point bending
Gambar 2.3 Sudut impak  (modul panduan uji impak izod)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Oleh karena itu sebaiknya perlu dirancang institusionalisasinya melalui sistem sistem agar siapapun yang menggantikan sebagai pimpinan perusahaan dan anak perusahaan tidak mengalami

Salah satu yang dilakukan oleh perusahaan dalam mempengaruhi keputusan pembelian konsumen dengan strategi pemasaran.. Lalu perusahaan

Untuk perusahaan diversifikasi lebih baik mendasarkan bonus manajer pada laba unit bisnis dan sebagian lagi pada laba perusahaan untuk mengoptimalkan

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya dan kehendak-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi dengan judul : Prediksi

Kesimpulan dari penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan, kepercayaan, citra perusahaan dan kualitas pelayanan adalah faktor penting yang

Bagi ibu hamil untuk lebih mempunyai rasa ingin tahu yang besar dalam mencari informasi tentang perilaku seksual selama kehamilan yang benar serta agar tidak mempercayai mitos

Dengan adanya isu reforma agraria yaitu pemerintah akan melepas lahan sekitar 9 juta ha untuk lahan pertanian dan Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati (2006) yang akan