Bab 3
Perancangan Simulasi Integrasi Pengirim-Penerima
DVB-T
3.1 Pendahuluan
Program simulasi pada tesis ini bertujuan untuk mensimulasikan perbandingan kinerja algoritma sinkronisasi waktu dan frekuensi dalam berbagai tipe kanal transmisi, dalam rangka melakukan perancangan sinkronisasi waktu dan penerima di penerima DVB-T. Untuk mewujudkan hal tersebut, penulis merancang simulasi sistem integrasi pengirim dan penerima sesuai standar DVB-T dan juga beberapa model kanal transmisi DVB-T. Hasil simulasi yang akan dimanfaatkan untuk analisa pengujian kinerja sistem ialah performa BER(Bit Error Rate), yang menyatakan banyaknya perbedaan antara data yang dikirim dengan data yang diterima.
Penulis memodelkan sistem untuk simulasi dengan menggunakan Matlab. Untuk beberapa bagian, penulis menggunakan toolbox yang sudah ada, sedangkan untuk bagian yang lain terutama untuk blok sinkronisasi waktu dan frekuensi penulis memodelkan berdasarkan standar DVB [1] dan algoritma yang diperoleh dari paper referensi. Dalam simulasi ini digunakan beberapa asumsi, antara lain:
1. Tipe data yang digunakan adalah floating point.
2. Pemodelan system integrasi DVB-T tidak termasuk channel coding-decoding. 3. Hanya memodelkan mode transmisi 2K.
4. Menggunakan tipe modulasi non-hirarki.
3.2 Perancangan system integrasi DVB-T
Sebelum mensimulasikan proses sinkronisasi, penulis terlebih dahulu memodelkan sistem integrasi pengirim dan penerima OFDM yang digunakan dalam sistem DVB-T. Gambar 3.1 menunjukan bagan sistem OFDM yang diterapkan dalam sistem:
Gambar 3.1 Pemodelan Sistem Integrasi Pengirim dan Penerima DVB-T Dari gambar di atas, diidentifikasi ada enam blok utama selain synchronizer yaitu:
• Data Generator • Mapper -Demapper • DVB Frame Adaptation-Extraction • IFFT-FFT • Insert-Remove CP • Equalizer • Kanal Transmisi 3.2.1 Data Generator
Data generator berfungsi membangkitkan sinyal digital (biner) yang akan dimodulasikan. Sinyal dari data generator berupa sampel-sampel dengan harga 1 dan 0, yang mewakili dua kondisi biner. Data biner ini dibangkitkan dengan menggunakan fungsi randint pada Matlab.
3.2.2 Mapper-Demapper
Pada bagian mapper dilakukan pemetaan sampel-sampel biner ke sampel bilangan kompleks. Ada 3 aturan mapper yang digunakan dalam standar DVB-T/H, yaitu: QPSK, QAM-16, QAM-64. Nilai-nilai dari titik konstelasi adalah
(
)
z$ n jm+ dengan nilai n,m sebagai berikut untuk masing masing konstelasi:
• QAM-16: n$
{
3, 1,1,3 ,}
m${
3, 1,1,3}
• QAM-64: n$
{
7, 5, 3, 1,1,3,5,7 ,}
m${
7, 5, 3, 1,1,3,5,7}
Gambar 3.2 menunjukkan titik konstelasi untuk masing-masing tipe modulasi.Demapper adalah bagian dari penerima yang memetakan kembali dari sampel bilangan kompleks ke sample biner. Pada sistem integrasi DVB-T ini, digunakan metoda demapper Maximum Likelihood. Metoda ini membandingkan sinyal yang diterima dengan semua vektor transmisi dari konstelasi sinyal tertentu lalu mencari nilai kesalahan yang paling minimum untuk menentukan nilai sesungguhnya sinyal yang ditransmisikan. Metoda ini dinyatakan lewat persamaan berikut:
{
1}
2 ,...,ˆ arg min
j k j s s ss
s s
$=
(3.1) 3.2.3 DVB Frame Adaptation-ExtractionPada pengirim akan dilakukan pemodelan pembentukan frame DVB (DVB Frame Adaptation) yang ditandai dengan penyisipan scattered pilot, continual pilot, dan TPS(Transmission Parameter Signalling). Sehingga setiap simbol pada mode 2K ini akan terdiri dari 1705 carrier, yang terdiri dari 1512 data, 176 pilot, dan 17 TPS. Sedangkan pada penerima akan dilakukan dekomposisi format frame DVB (DVB Frame Extraction) dengan memisahkan antara data, pilot, dan TPS.
Seperti dibahas pada bab 2, ada dua jenis pilot yaitu scattered pilot dan continual pilot. Scattered pilot merupakan pilot yang pengaturannya posisinya identik untuk setiap empat simbol. Dalam satu subcarrier, antara satu pilot dengan yang lain berjarak dua belas. Pengaturan posisi scattered pilot dilakukan seperti pada persamaan berikut:
(
)
[
]
min 3 mod 4 12 | integer, 0, min, max posisi scattered pilot
k K= + × l + p p p5 k$ K K 6
(3.2)
Sedangkan continual pilot mempunyai posisi di carrier yang sama di setiap simbol. Oleh karena itu pemodelan posisi continual pilot dilakukan dengan menggunakan look-up table, yang ditunjukkan pada tabel 3-1:
Tabel 3-1 Posisi Continual Pilot Mode 2K 0 48 54 87 141 156 192 201 255 279 282 333 432 450 483 525 531 618 636 714 759 765 780 804 873 888 918 939 942 969 984 1050 1101 1107 1110 1137 1140 1146 1206 1269 1323 1377 1491 1683 1704
Setelah mendefinisikan posisi continual dan scattered pilot, kemudian dibangkitkan nilai pilot di posisi tersebut. Nilai pilot dibangkitkan dengan level daya yang lebih besar dibandingkan data dan TPS. Berikut, persamaan yang menghasilkan nilai pilot.
{ }
{ }
, , , , Re 4 / 3 2(1/ 2 ) Im 0 m l k k m l k c w c = × = (3.3)Di mana m, k, l, wk adalah indeks frame, indeks subcarrier, indeks waktu dari simbol, dan PRBS sequence secara berturut-turut.
Penyisipan TPS juga dilakukan dengan prosedur yang sama dengan pilot. Pertama, didefinisikan posisi carrier TPS dengan menggunakan lookup table, ditunjukkan oleh tabel 3-2: Tabel 3-2 Posisi TPS Mode 2K 34 50 209 346 413 569 595 688 790 901 1073 1219 1262 1286 1469 1594 1687
Kemudian pada posisi TPS tersebut, dilakukan pengisian nilai TPS. Nilai TPS dibangkitkan dengan level daya yang normal, yaitu tidak berbeda dengan level daya data. Nilai TPS dihasilkan oleh persamaan berikut:
{ }
{ }
, , , , Re 2 (1/ 2 ) Im 0 m l k k m l k c w c = × = (3.4)Dengan keterangan persamaan, sama seperti pada pilot. 3.2.4 IFFT-FFT
Pemodelan IFFT dan FFT dilakukan dengan menggunakan toolbox IFFT dan FFT dari Matlab. Toolbox tersebut akan melakukan perhitungan IDFT dan DFT dengan menggunakan algoritma yang lebih efisien, yaitu IFFT dan FFT. Untuk mode 2K akan dilakukan perhitungan IFFT dan FFT 2048 point, yang artinya sinyal akan dibagi menjadi 2048 jalur paralel lalu dimasukan ke blok IFFT dan FFT.
3.2.5 Insert-Remove Cyclic Prefix
Pada pengirim akan dilakukan penyisipan CP (cara penyisipan diterangkan pada bab 2) sesuai dengan nilai CP yang sudah ditetapkan, yaitu 1/4, 1/8, 1/16, atau 1/32. Sedangkan pada penerima akan dilakukan pembuangan CP. Untuk pemodelannya pada Matlab, dilakukan dengan mengubah susunan sinyal dari serial menjadi paralel terlebih dahulu, lalu dilakukan pengkopian dari kolom terakhir di semua baris (panjang kolom = sebesar ratio CP * ifft point, panjang baris = jumlah simbol), seperti digambarkan pada gambar 3.3:
3.2.6 Equalizer
Blok Equalizer terdapat setelah Frame DVB extraction. Keluaran DVB Frame Extraction ada dua, yaitu data dan pilot. Pada blok equalizer, akan dimanfaatkan informasi respons kanal yang diperoleh dari scattered pilot untuk mengkompensasi efek kanal multipath yang merusak sinyal data. Berikut gambar lengkap dari blok equalizer yang digunakan di sistem integrasi DVB-T/H:
( ) p H k, H ka( ) , ( ) H k,
Z k
( )
( )
pX k
( )
pY k
( )
Y k
Gambar 3.4 Equalizer yang Digunakan di Sistem Penerima
Pertama kali, dilakukan estimasi respons kanal dengan memanfaatkan scattered pilot yang diterima dari DVB Frame Extraction Y kp( )dan nilai scattered pilot referensi (scattered pilot yang dibangkitkan di pengirim) X kp( ). Estimasi respons kanal dilakukan dengan menggunakan metoda Least Square (LS) yang dinyatakan dengan persamaan berikut[11]:
( )
( )
( )
p p pY k
H k
X k
,=
(3.5)Dengan metoda ini, akan diperoleh estimasi respons kanal di posisi pilot. Selanjutnya akan dilakukan interpolasi di domain waktu dan frekuensi untuk mengetahui respons kanal di posisi data. Seperti sudah dibahas sebelumnya, scattered pilot mempunyai pola yang berulang setiap empat simbol dengan jarak antara scattered pilot yang satu dengan yang lain adalah dua belas subcarrier. Interpolasi di domain waktu dilakukan dengan penyisipan pilot ke arah domain waktu seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.5:
Gambar 3.5 Interpolasi di domain waktu
Dengan penyisipan pilot ke arah domain waktu, akan terbentuk susunan pilot comb-type yang berjarak tiap tiga subcarrier, seperti ditunjukkan oleh gambar 3.6:
Gambar 3.6 Susunan Pilot Comb-Type
Untuk mengurangi pengaruh noise pada kondisi SNR yang kecil maka dilakukan Pilot Block Averaging[11] pada domain waktu. Proses averaging yang dimodelkan berupa averaging tiap tiga blok, di mana nilai satu blok akan didapat setelah melalui proses averaging dengan blok sebelum dan sesudahnya. seperti yang ditunjukkan oleh gambar 3.7:
Gambar 3.7 Pilot Averaging
Untuk mengisi nilai subcarrier yang masih kosong di subcarrier 2 dan 3, maka dilakukan interpolasi linear di domain frekuensi, dengan persamaan berikut:
(3( 1) 1) ( ) ( 1) ( ) (3( 1) 2) ( ) 2 ( 1) ( )
(
)/3
(
)/3
a a a a a a H k H k H k H k H k H k H k H k , , , , , , , , + = + + + = + + (3.6)Di mana k adalah posisi pilot setelah dilakukan interpolasi di domain waktu. Setelah dilakukan interpolasi di domain waktu dan frekuensi, maka didapatkan respon kanal di seluruh posisi data dan pilot. Selanjutnya, dilakukan proses ekualisasi data dengan menggunakan metoda Zero Forcing [11]dengan persamaan sebagai berikut:
( ) ( )
( )
Y kH k
Z k
=
, (3.7)Setelah melalui proses estimasi kanal dan ekualisasi data ini, maka pengaruh multipath fading pada sinyal data sudah bisa dihilangkan sehingga akan didapatkan performa system integrasi yang lebih baik.
3.2.7 Kanal Transmisi
Untuk memverifikasi performa dari synchronizer yang akan dirancang, penulis membuat beberapa model kanal baseband. Model kanal ini akan meliputi semua pemodelan error yang dibutuhkan untuk menguji kinerja synchronizer, antara lain: multipath fading, AWGN, time offset, dan frequency offset. Pemodelan kanal tersebut digambarkan oleh gambar 3.8:
2 / j k N
e
1
)
)
2
)
3
i)
Gambar 3.8 Model Kanal Transmisi
Ketidakpastian waktu datang symbol dimodelkan dengan (k- ), yaitu berupa waktu tunda sampel dengan adalah nilai integer waktu tunda kedatangan symbol. Sedangkan pemodelan error frekuensi digambarkan sebagai perkalian dengan
2 /
j k N
e
dengan adalah nilai perbedaan frekuensi antara osilator di pengirim dan penerima sebagai fraksi dari carrier spacing.Model kanal multipath fading yang digunakan dalam tesis ini ada dua jenis, yaitu kanal Rician[1], kanal Rayleigh [1]. Model kanal Rician mewakili kondisi penerima fixed, misalnya dengan menggunakan antena yang terpasang di atap rumah. Model kanal Rayleigh mewakili kondisi penerima yang portabel. Kedua model kanal ini digunakan untuk menguji performa synchronizer di sistem DVB-T yang penerimanya tidak bergerak (statis).
Penulis membuat model kanal Rician, dengan mengacu pada model kanal F1[1]. Model kanal tersebut dihasilkan dari persamaan berikut di mana x(t) adalah sinyal input dan y(t) adalah sinyal output.
( ) 0 1 1 2 0 ( ) ( ) i N j i x t i N i i x t e y t ) ) ) = = + = (3.8) Di mana
• Bagian pertama sebelum penambahan, )0x t( ), menggambarkan sinyal Line of Sight (LOS) yang diterima pertama kali oleh penerima
• N adalah jumlah echo dari sinyal
• i menyatakan pergeseran fasa di lintasan ke-i
• )i menyatakan redaman daya di lintasan ke-i
• imenyatakan waktu tunda relatifdi lintasan ke-i
Besarnya daya antara sinyal LOS jauh berbeda dengan sinyal NLOS, karena sinyal LOS tidak mengalami redaman akibat refleksi. Oleh karena itu, didefinisikanlah nilai Faktor Ricean K (ratio antara sinyal LOS dan sinyal NLOS) yang diberikan oleh persamaan berikut:
2 0 2 1 N i i K ) ) = = (3.9)
Berdasarkan [1], untuk simulasi akan digunakan digunakan nilai factor K=10.
Penulis juga membuat model kanal Rayleigh dengan mengacu pada model kanal P1[1]. Model kanal tersebut dihasilkan dari persamaan berikut di mana x(t) adalah sinyal masukan dan y(t) adalah sinyal keluaran.
2 1 1 1 ( ) i ( ) where N j i i N i i i y t k )e x t k ) = = = = (3.10)
Definisi parameter i, )i, i sama seperti pada kanal Rician. Pada model kanal ini tidak didefinisikan nilai faktor K karena pada model sinyal ini diasumsikan tidak ada lintasan yang LOS. Karakteristik i, )i, iditunjukkan pada tabel 3-3:
Tabel 3-3 Multipath Power Delay Profile[1]
3.3 Parameter-parameter Simulasi Berikut parameter yang digunakan dalam simulasi:
Tabel 3-4 Parameter Simulasi Parameter
Mode transmisi 2K
Bandwidth 8MHz
Modulasi QPSK, QAM-16, QAM-64
Modulasi Hirarki/NonHirarki Modulasi Non Hirarki