BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Pengendalian Kualitas 4.1.1 Define
Pengendalian kualitas produk merupakan suatu hal yang sangat penting dalam lingkup manufaktur. Hal tersebut disebabkan, kualitas suatu produk mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap produk tersebut, yang pada akhirnya mempengaruhi penjualan yang dapat dihasilkan. Selain itu, pengendalian kualitas menjadi hal yang harus diperhatikan secara khusus karena banyaknya non conforming product dapat menyebabkan biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
PT. Inti Ganda Perdana, khususnya plant IGP4 memproduksi part-part as kendaraan, khususnya truk. Masing-masing part akan terhubung satu dengan yang lain dalam menghasilkan suatu produk yang akhirnya akan dirakit dengan komponen-komponen lainnya sebelum akhirnya di kirim ke supplier.
IGP4 mempunyai standar kualitas yang ditetapkan oleh bagian manajemen perusahaan untuk mengontrol kualitas produknya. Standar yang ditetapkan tersebut adalah, besarnya reject ratio dari suatu produk maksimal sebesar 0.2%. Definisi dari
reject ratio yang ditetapkan oleh perusahaan merupakan perbandingan antara jumlah
barang reject dengan jumlah produksi.
Berkenaan dengan kualitas yang dihasilkan dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh pihak manajemen perusahaan, IGP4 berada dalam kondisi yang masih harus ditingkatkan. Terdapat beberapa tipe produk yang didapati sudah cukup lama
berada di atas batas reject ratio. Upaya yang telah dilakukan oleh pihak quality perusahaan sejauh ini belum dapat menemukan akar permasalahan dari reject yang terjadi. Untuk itu, diusulkan metode six sigma dalam menentukan akar permasalahan terjadinya reject. Diharapkan, dengan mengetahui satu atau beberapa akar permasalahan yang terjadi, perusahaan dapat mengambil langkah guna meningkatkan kualitas hasil produksi di IGP4.
Dalam menentukan produk yang terlebih dahulu akan dijadikan fokus dalam melakukan metode six sigma ini, terlebih dahulu dibuat pendekatan dari data reject ratio
per line selama beberapa bulan terakhir. Data yang akan dipertimbangkan dalam
menentukan akar permasalahan ditentukan selama tiga bulan, yaitu bulan Mei s.d Juli 2011. Periode tiga bulan ini disetujui berdasarkan pertimbangan dari pihak perusahaan, di mana problem-problem penyebab reject yang dihadapi diperkirakan masih terjadi sampai dengan saat mulai dilakukan metode six sigma.
Berikut data pareto reject ratio seluruh line produksi pada plant IGP4, setelah diurutkan dari reject ratio tertinggi sampai dengan terendah pada bulan yang bersangkutan:
1. Bulan Mei 2011
Tabel 4.1 Data Pareto Reject Ratio Seluruh Line Produksi Pada Bulan Mei 2011
Line Mei Persentase
dalam Pareto
Reject Produksi Ratio
WDC 57 8209 0.69% 16.33%
WDS 51 8428 0.60% 30.58%
WRR 16 3146 0.51% 42.56%
IRB 1 70 18890 0.37% 51.31%
Tabel 4.1 Data Pareto Reject Ratio Seluruh Line Produksi Pada Bulan Mei 2011 (lanjutan)
Line Mei Persentase
dalam Pareto
Reject Produksi Ratio
IRB 4 77 26774 0.29% 64.91% WBC 4 1545 0.26% 71.02% TCG 3 1367 0.22% 76.21% TBF 43 19976 0.21% 81.30% WFW FINISH 9 4885 0.18% 85.65% TKS FINISHING 4 2174 0.18% 90.00% IRB 3 23 15567 0.15% 93.50% HARDENING (TIH) 14 16887 0.08% 95.46% WRG 84 107342 0.08% 97.31%
HOUSING END LINE C 8 18795 0.04% 98.32%
HOUSING END LINE D 8 22660 0.04% 99.15%
HOUSING END LINE B 7 21965 0.03% 99.91%
WCP 1 25900 0.00% 100.00%
TKA ROUGHING 0 2323 0.00% 100.00%
HOUSING END LINE E 0 9701 0.00% 100.00%
HOUSING END LINE A 0 15187 0.00% 100.00%
TDS 0 0 0.00% 100.00%
TIB 0 847 0.00% 100.00%
4.22% Sumber: IGP4
Gambar 4.1 Grafik Data Pareto Reject Ratio Seluruh Line Produksi Pada Bulan Mei 2011
2. Bulan Juni 2011
Tabel 4.2 Data Pareto Reject Ratio Seluruh Line Produksi Pada Bulan Juni 2011
Line June Persentase
dalam Pareto
Reject Produksi Ratio
WDC 85 8480 0.99% 23.02% WDS 84 10067 0.83% 42.21% WBC 15 3453 0.43% 52.24% WRR 11 2951 0.37% 60.85% TBF 120 34579 0.35% 68.88% TCG 18 5919 0.30% 75.91% IRB 1 65 24739 0.26% 81.98% IRB 2 55 29631 0.19% 86.28% IRB 3 19 13487 0.14% 89.54% IRB 4 32 31683 0.10% 91.88% TKS FINISHING 3 3632 0.08% 93.80% WRG 53 112054 0.05% 94.90% 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% 0.00% 0.10% 0.20% 0.30% 0.40% 0.50% 0.60% 0.70% 0.80% WDC WDS WRR IRB 1 IRB 2 IRB 4 WBC TCG TBF WFW FINISH TKS FINISHING IRB 3 HARDENING (TIH) WRG HOUSING END LINE C HOUSING END LINE D HOUSING END LINE B WCP TKA ROUGHING HOUSING END LINE E HOUSING END LINE A TDS TIB
Tabel 4.2 Data Pareto Reject Ratio Seluruh Line Produksi Pada Bulan Juni 2011
Line June Persentase
dalam Pareto
Reject Produksi Ratio
TKA ROUGHING 1 2451 0.04% 95.84%
HARDENING (TIH) 17 41979 0.04% 96.78%
HOUSING END LINE C 7 19715 0.04% 97.60%
HOUSING END LINE B 7 25281 0.03% 98.25%
HOUSING END LINE E 4 18378 0.02% 98.75%
WFW FINISH 1 4618 0.02% 99.25%
HOUSING END LINE D 6 28635 0.02% 99.74%
HOUSING END LINE A 2 17687 0.01% 100.00%
WCP 0 25774 0.00% 100.00%
TDS 5 598 0.00% 100.00%
TIB 0 1925 0.00% 100.00%
4.31% Sumber: IGP4
Gambar 4.2 Grafik Data Pareto Reject Ratio Seluruh Line Produksi Pada Bulan Juni 2011 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% 0.00% 0.20% 0.40% 0.60% 0.80% 1.00% 1.20%
3. Bulan Juli 2011
Tabel 4.3 Data Pareto Reject Ratio Seluruh Line Produksi Pada Bulan Mei 2011
Line July Persentase
dalam Pareto
Reject Produksi Ratio
WDS 102 10527 0.96% 20.93% WDC 76 10136 0.74% 37.16% IRB 3 72 16570 0.43% 46.59% TCG 38 9217 0.41% 55.55% WBC 18 5727 0.31% 62.38% TBF 116 48454 0.24% 67.59% IRB 2 70 31143 0.22% 72.48% WRR 10 4760 0.21% 77.05% TKS FINISHING 8 5249 0.15% 80.37% TKA ROUGHING 9 5926 0.15% 83.67% IRB 4 47 33801 0.14% 86.70% WFW FINISH 8 6539 0.12% 89.37% IRB 1 33 30056 0.11% 91.76%
HOUSING END LINE D 24 29440 0.08% 93.54%
HARDENING (TIH) 45 58267 0.08% 95.22%
WRG 116 158671 0.07% 96.81%
HOUSING END LINE C 11 21418 0.05% 97.93%
HOUSING END LINE A 9 18516 0.05% 98.99%
HOUSING END LINE B 10 27155 0.04% 99.79%
HOUSING END LINE E 2 21076 0.01% 100.00%
WCP 0 34166 0.00% 100.00%
TDS 12 1184 0.00% 100.00%
TIB 0 2836 0.00% 100.00%
4.59% Sumber: IGP4
Gambar 4.3 Grafik Data Pareto Reject Ratio Seluruh Line Produksi Pada Bulan Juli 2011
Dari data tersebut, ingin diketahui line mana yang paling sering muncul dari segi
reject ratio yang tertinggi. Untuk dapat menentukannya, diambil posisi lima posisi
teratas line yang memiliki reject ratio paling tinggi selama bulan Mei s.d Juli 2011.
Tabel 4.4 Perbandingan Reject Selama Bulan Mei s.d Juli 2011
Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011
WDC WDC WDS
WDS WDS WDC
WRR WBC IRB3
IRB1 WRR TCG
IRB2 TBF WBC
Dari lima teratas tingkat reject ratio tertinggi selama tiga bulan (Mei s.d Juli 2011), terdapat tiga line yang paling sering muncul, yaitu line WRR, WDC, dan WDS. Ketiga line ini muncul lebih dari dua kali pada lima tingkat teratas reject ratio. Dengan
0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% 0.00% 0.20% 0.40% 0.60% 0.80% 1.00% 1.20%
alasan tersebut, line WRR, WDC, dan WDS diputuskan menjadi top 3 reject ratio terbesar.
Berikutnya, disajikan data secara lebih detail dan diagram berkaitan dengan
reject ratio yang terjadi dari ketiga line tersebut.
Tabel 4.5 Perbandingan Ratio Reject Selama Bulan Mei s.d Juli 2011
Line WDC WDS WRR
Bulan Reject Produksi Ratio Reject Produksi Ratio Reject Produksi Ratio May 57 8209 0.69% 51 8428 0.60% 16 3146 0.51% June 83 8480 0.97% 84 10067 0.83% 11 2951 0.37% July 71 10136 0.70% 102 10527 0.96% 10 4760 0.21%
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Ratio Reject Selama Bulan Mei s.d Juli 2011 Rata-rata reject ratio dari line WDC, WDS, dan WRR selama bulan Mei, Juni, dan Juli 2011 berturut-turut sebesar 0.81%, 0.80%, dan 0.36%. Dari pergerakan grafik besarnya reject ratio, belum terlihat secara signifikan line mana yang paling memberikan andil terbesar dalam menyumbangkan reject terbanyak pada plant IGP4. Untuk itu, diambil satu parameter lagi dalam menentukan fokus permasalahan, yaitu bersarnya COPQ (cost of poor quality).
May June July
WDC 0.69% 0.97% 0.70% WDS 0.60% 0.83% 0.96% WRR 0.51% 0.37% 0.21% 0.00% 0.20% 0.40% 0.60% 0.80% 1.00% 1.20% Reject Ratio
Top 3 Reject Ratio Line
Nilai COPQ (cost of poor quality) ditentukan dengan perkalian antara jumlah produk reject dengan COPQ per produk. COPQ per produk ini telah ditetapkan oleh pihak manajemen perusahaan. Detail sumber biaya COPQ tidak akan dibahas dalam laporan ini.
Untuk membandingkan tingkat COPQ dari ketiga line yang akan diperhitungkan, yaitu line WDC, WDS, dan WRR, besarnya COPQ diambil dari rata-rata COPQ produk-produk yang dihasilkan oleh masing-masing line. Line WDC memproduk-produksi DIFF
CARRIER CJ (MB393290) dan DIFF CARRIER SL (MB393418). Line WDS
memproduksi DIFF CASE TBR (8970385151), DIFF CASE SL (MB092366), dan DIFF
CASE CJ (MB290264). Sedangkan line WRR menghasilkan produk ROD RELAY
(MB347269).
Berikut tabel yang menunjukkan besarnya COPQ yang ditetapkan untuk masing-masing produk :
Tabel 4.6 Besar COPQ Pada Masing-Masing Produk
Line Part No. Type COPQ
WDC MB393290 DIFF CARRIER CJ 205,000 WDC MB393418 DIFF CARRIER SL 245,900 WDS 8970385151 DIFF CASE TBR 85,570 WDS MB092366 DIFF CASE SL 143,240 WDS MB290264 DIFF CASE CJ 124,280 WRR MB347269 ROD RELAY 87,980
COPQ yang diperhitungkan dalam membandingkan ketiga line tersebut diambil dari rata-rata COPQ per line. Untuk line WDC, rata-rata COPQ yang diperhitungkan sebesar Rp 225.450,. Sedangkan untuk line WDS dan WRR berturut-turut sebesar Rp
87.980,- dan Rp 225.450,-. Perhitungan total COPQ dan grafik perbandingan dari ketiga
line selama tiga bulan sebagai berikut:
Tabel 4.7 Perhitungan Total COPQ
Line WDC WDS WRR
Rata-rata COPQ 225450 117697 87980
Bulan Reject COPQ Reject COPQ Reject COPQ
May 57 12,850,650 51 6,002,547 16 1,407,680
June 83 18,712,350 84 9,886,548 11 967,780
July 71 16,006,950 102 12,005,094 10 879,800
Gambar 4.5 Perhitungan Total COPQ
Dari grafik yang disajikan, terlihat bahwa line WDC ternyata dominan dari segi besarnya COPQ sehingga memberikan pengaruh biaya COPQ terbesar akibat reject yang dihasilkan. Dengan alasan tersebut, diputuskan bahwa penelusuran akar permasalahan akan difokuskan pada line WDC.
Line WDC menghasilkan dua jenis produk, berdasarkan kode produk akhir yang
akan dikirim ke customer. Produk tersebut adalah DIFF CARRIER CJ (MB393290) dan
May June July
WDC 12,850,650 18,712,350 16,006,950 WDS 6,002,547 9,886,548 12,005,094 WRR 1,407,680 967,780 879,800 0 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 COPQ
COPQ Top 3 Reject Ratio Line
DIFF CARRIER SL (MB393418). Dari dua produk tersebut, dibuat grafik COPQ berdasarkan data kedua produk selama periode Mei s.d Juli 2011.
Tabel 4.8 Perbandingan COPQ Pada DIFF CARRIER CJ dan CARRIER SL
Part No. MB393290 MB393418
Type WDC CJ WDC SL
COPQ 205000 245900
Bulan Reject COPQ Reject COPQ
May 31 6,355,000 26 6,393,400
June 74 15,170,000 9 2,213,100
July 54 11,070,000 17 4,180,300
Gambar 4.6 Perbandingan COPQ Pada DIFF CARRIER CJ dan CARRIER SL Pada grafik COPQ DIFF CARRIER CJ dan DIFF CARRIER SL, terlihat bahwa WDC CJ atau produk DIFF CARRIER CJ menyumbangkan COPQ yang lebih besar selama tiga bulan. Total biaya yang disebabkan adanya reject produk DIFF CARRIER
CJ pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2011 sebesar Rp 32,595,000,00 (tiga puluh
dua juta lima ratus sembilan puluh lima rupiah). Oleh karena itu, disetujui bahwa
0 2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000 16,000,000 18,000,000
May June July
WDC CJ WDC SL
penelusuran akar permasalahan difokuskan terhadap reject dari produk DIFF CARRIER
CJ (MB393290).
4.1.1.1 VOC (Voice of Customer)
Hasil akhir produksi dari proses yang dilakukan di IGP4 (plant 4) berupa part yang akan di assembly oleh plant 3. Sebelum dirakit, produk tersebut tidak dilakukan pengecekan lagi oleh plant 3 karena secara keseluruhan masih merupakan proses pembentukan produk selanjutnya sebelum menjadi produk yang dikirimkan ke customer akhir yaitu perusahaan lain.
Kriteria yang diharapkan oleh customer IGP4 (pada kasus ini adaah IGP3) adalah produk mempunyai kualitas material yang baik (tidak keropos) dan memenuhi syarat ukuran-ukuran sesuai dengan ketentuan yang diinginkan, sehingga akhirnya dapat dirakit dengan item produk lain membentuk produk berikutnya. Ketentuan ukuran yang ditetapkan digambarkan secara gambar teknik dan telah dibuat untuk masing-masing produk pada awal proyek. Kriteria ukuran secara keseluruhan tidak akan dibahas pada laporan ini.
4.1.1.2 CTQ (Critical-to-Quality)
CTQ (Critical-to-Quality) merupakan atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk, proses, atau praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.1
1 Gaspersz, Vincent, Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi Dengan ISO
Kriteria ukuran secara detail sebelumnya telah ada pada dokumen perusahaan dalam bentuk checksheet. Untuk mengetahui kriteria yang akan berdampak langsung kepada kepuasan pelanggan, dari checksheet tersebut kemudian dilakukan diskusi dengan pihak perusahaan yaitu bagian produksi di IGP3. CTQ yang kemudian ditentukan adalah sebagai berikut:
Gambar 4.7 Diff Carrier CJ dan CTQ Bagian 1
1. ID (Inner Diameter) Bearing Front
Kriteria ini berhubungan dengan ukuran ID bearing front yang dihasilkan. Ketidaktepatan ukuran ini dapat diklasifikasikan menjadi ID minus dan ID over. Kriteria ukuran ID bearing front sebesar Ø 64.292mm dengan toleransi ke atas ukuran +0.015mm dan ke bawah -0.009mm. ID minus apabila ukuran diameter kurang besar. Hal ini dapat menyebabkan Diff Carrier tidak dapat dirakit dengan
outer tapper bearing karena diameter lubang terlalu sempit. ID over apabila ukuran
diameter terlalu besar, yang dapat mengakibatkan kelolosan karena terlalu longgarnya diameter lubang yang dihasilkan.
2. ID Bearing Rear (Inner Diameter Bearing Rear)
Kriteria ini berhubungan dengan ukuran ID bearing rear yang dihasilkan. Ketidaktepatan ukuran ini dapat diklasifikasikan menjadi ID minus dan ID over. Ukuran ID bearing rear sebesar Ø 76.2mm dan memiliki toleransi ke atas ukuran +0.006mm dan ke bawah -0.018mm. ID minus dapat menyebabkan Diff Carrier tidak dapat dirakit dengan outer tapper bearing karena diameter lubang terlalu sempit. ID over dapat mengakibatkan kelolosan karena terlalu longgarnya diameter lubang yang dihasilkan.
3. Distance Bearing
Distance bearing merupakan jarak antara bearing front dan bearing rear.
Besarnya distance bearing berpengaruh pada contact pattern. Contact pattern yang dimaksud di sini menentukan jejak pertemuan antara dua gear, yaitu pinion drive di dalam outer tapper bearing dan ring gear. Ukuran yang ditentukan sebesar 48mm. Toleransi yang diberikan sebesar ±0.1mm. Jika distance bearing NG (Not Good), posisi jejak pertemuan antara dua gear tersebut menjadi bergeser (tidak tepat di tengah). Akibatnya, terjadi noise (bunyi dengung pada carrier akibat pertemuan gear yang tidak sempurna) atau gear menjadi cepat aus.
4. Height Flange ke ID SBN
Height flange merupakan jarak antara permukaan flange terhadap center ID
SBN. Besarnya distance bearing berpengaruh pada contact pattern pinion drive dan ring gear. Ukuran yang ditentukan sebesar 48mm. Toleransi yang diberikan sebesar
tepat di tengah. Akibatnya, terjadi noise (bunyi dengung pada carrier akibat pertemuan gear yang tidak sempurna) atau gear menjadi cepat aus.
5. Concentricity
Concentricity merupakan ketepatan posisi titik tengah dari sebuah lubang.
Ketentuannya sebesar Ø 0.06mm. Maksudnya, maksimal pergereran titik tengah lubang adalah sebesar 0.06mm. Jika concentricity melebihi standar, dapat berakibat oil seal tidak berfungsi sempurna/bocor. Pada kondisi ekstrim, juga menyebabkan
pinion drive tidak dapat dirakit pada posisi yang seharusnya.
6. Parallelism Bearing Front
Parallelism merupakan ukuran kesejajaran antara bearing front dengan center N (titik tengah). Ketentuannya sebesar 0.03/100 (apabila diperpanjang sampai
100mm, maka ukuran kesejajarannya maksimal 0.03mm). Kesejajaran berpengaruh pada posisi bearing front. Apabila kriteria ini tidak terpenuhi, akan berakibat posisi
bearing menjadi tidak flat, dan bisa menimbulkan efek noise pada Diff. Carrier assy.
7. Roundness Bearing Front
Roundness Bearing Front merupakan keovalan lubang bearing front. Kriteria
ukurannya sebesar 0.01mm. Jika kriteria ini tidak terpenuhi, akibatnya outer bearing
front akan susah dipasang.
8. Parallelism Bearing Rear
Parallelism merupakan ukuran kesejajaran antara bearing rear dengan center
N (titik tengah). Ketentuannya sebesar 0.03/100 (apabila diperpanjang sampai 100mm, maka ukuran kesejajarannya maksimal 0.03mm). Kesejajaran berpengaruh
pada posisi bearing front. Apabila kriteria ini tidak terpenuhi, akan berakibat posisi bearing menjadi tidak flat, dan bisa menimbulkan efek noise pada Diff. Carrier assy. 9. Roundness Bearing Rear
Roundness Bearing Rear merupakan keovalan lubang bearing front. Kriteria
ukurannya sebesar 0.01mm. Jika kriteria ini tidak terpenuhi, akibatnya outer bearing
front akan susah dipasang
10. Perpendicularity Bearing Front
Perpendicularity bearing front merupakan posisi ketegak lurusan antara
permukaan bearing front dengan center N (titik tengah). Kriteria ukurannya sebesar 0.05mm. Apabila kriteria ini tidak terpenuhi, akan berakibat posisi bearing menjadi tidak flat, dan bisa menimbulkan efek noise pada Diff. Carrier assy.
11. Perpendicularity Bearing Rear
Perpendicularity bearing front merupakan posisi ketegak lurusan antara
permukaan bearing rear dengan center N (titik tengah). Kriteria ukurannya sebesar 0.05mm. Apabila kriteria ini tidak terpenuhi, akan berakibat posisi bearing menjadi tidak flat, dan bisa menimbulkan efek noise pada Diff. Carrier assy.
12. Flatness Flange
Flatness flange merupakan kerataan permukaan flange. Standar ukurannya
sebesar 0.05mm. Jika permukaan kurang rata, maka akan berakibat oli dapat keluar dari celah antara permukaan flange Diff. Carrier dengan permukaan ring plate
13. Perpendicularity Cap Gear
Perpendicularity cap gear merupakan posisi ketegak lurusan antara center ID
SBN cap gear dengan center N (titik tengah). Kriteria ukurannya sebesar 0.05mm. Apabila kriteria ini tidak terpenuhi, akan berakibat posisi side bearing nut menjadi tidak tegak lurus, dan bisa menimbulkan efek noise pada Diff. Carrier assy.
14. ID Oil Seal
Kriteria ini berhubungan dengan ukuran ID oil seal yang dihasilkan. Ketidaktepatan ukuran ini dapat diklasifikasikan menjadi ID minus dan ID over. Ukuran ID bearing rear sebesar Ø 65mm dan memiliki toleransi keatas +0.030mm dan ke bawah 0. ID minus dapat menyebabkan Diff Carrier tidak dapat dirakit dengan rear differential oil seal karena diameter lubang terlalu sempit. ID over dapat mengakibatkan kebocoran pada Diff. Carrier assy karena terlalu longgarnya diameter lubang yang dihasilkan.
15. Hole Position Flange
Hole position flange merupakan posisi sekelompok lubang baut terhadap ID
ring plate housing. Ketentuan ukurannya sebesar Ø 0.2mm. Jika kriteria ini tidak
terpenuhi, akibatnya adalah Diff. Carrier tidak dapat dirakit ke ring plate housing.
16. Distance Lock Plate
Distance lock plate merupakan jarak antara center lubang baut dengan center
ulir lock plate. Ketentuan ukuran sebesar 9 dengan toleransi sebesar ± 0.2mm. Jika kriteria tidak terpebuhi, berakibat pada lock plate tidak dapat mengunci Side Bearing
Nut. Dalam kondisi ekstrim, lock plate tidak dapat dipasang karena terbentur dengan
sisi SBN.
17. Spot Face Diameter
Spot face diameter merupakan ukuran besarnya diameter pada dudukan baut
cap gear. Ketentuan ukurannya sebesar 2 - Ø 22 ~ Ø 28. Artinya, terdapat dua buah lubang dengan ukuran minimum 22mm dan maksimum 28mm. Jika tidak sesuai standar, berakibat baut cap gear tidak dapat dipasang (terdapat celah antara kepala baut cap gear dengan permukaan cap gear karena baut tidak terpasang sempurna).
18. ID SBN (Inner Diameter Side Bearing Nut)
Kriteria ini berhubungan dengan ukuran ID SBN yang dihasilkan. Ketidaktepatan ukuran ini diklasifikasikan menjadi ID minus dan ID over. Kriteria ukuran ID SBN sebesar 2 - Ø 73.431 dengan toleransi ke atas ukuran + 0.030 dan ke bawah 0mm. Artinya, pada tampilan seperti pada gambar terdapat dua buah lubang dengan diameter Ø 73.431 pada sisi yang berlawanan. ID minus apabila ukuran diameter kurang besar. Hal ini dapat menyebabkan Diff Carrier tidak dapat dirakit dengan SBN karena diameter lubang terlalu sempit. ID over apabila ukuran diameter terlalu besar, yang dapat mengakibatkan kelolosan karena terlalu longgarnya diameter lubang yang dihasilkan.
19. Thread Size
Thread size merupakan ketepatan ukuran dan bentuk ulir yang akan
dihubungkan dengan thread SBN. Ketentuan ukurannya sebesar 2 - M76 x 1.5. Maksudnya, terdapat dua buah lubang berulir dengan ukuran ulir metrik berukuran 76mm dengan pitch 1.5mm. Jika tidak terpenuhi, maka SBN tidak dapat dipasang. 20. Distance Bearing Rear ke ID SBN
Distance Bearing Rear merupakan jarak antara permukaan bearing rear
terhadap center ID SBN. Besarnya distance bearing berpengaruh pada contact
pattern pinion drive dan ring gear. Ketentuan ukurannya sebesar 122mm dengan
toleransi ke atas dan bawah masing-masing 0mm dan - 0.2mm. Jika distance bearing rear NG (Not Good), jejak pertemuan gear menjadi tidak tepat di tengah. Akibatnya, terjadi noise (bunyi dengung pada carrier akibat pertemuan gear yang tidak sempurna) atau gear menjadi cepat aus.
21. Distance Center Hole Pose ke Center Bearing (posisi X)
Kriteria ini merupakan jarak antara center hole pose ke center bearing pada posisi X. Ketentuan ukurannya sebesar 23mm dengan toleransi ± 0.05mm. Jika tidak terpenuhi, maka jejak pertemuan gear menjadi tidak masuk standar. Selain itu menggakibatkan terjadinya back lash (clearance antar roda gigi yang terpasang). 22. Distance Center Hole Pose ke Center Bearing (posisi Y)
Kriteria ini merupakan jarak antara center hole pose ke center bearing pada posisi Y. Ketentuan ukurannya sebesar 23mm dengan toleransi ±0.05mm. Jika tidak terpenuhi, maka jejak pertemuan gear menjadi tidak masuk standar. Selain itu menggakibatkan terjadinya back lash (clearance antar roda gigi yang terpasang). 23. Appearance
Appearance merupakan kriteria yang dicek secara visual, yaitu mengenai
tampilan fisik dari produk. Yang menjadikan kriteria ini penting adalah untuk memastikan bahwa tidak ada sisa scrap yang menempel pada produk. Visual fisik produk yang kurang baik dapat berpengaruh terhadap fungsi Diff. Carrier misal adanya crack (retak), yang menyebabkan oli Diff. carrier merembes keluar. Selain itu, adanya rust (karat) dapat menyebabkan pergerakan bearing macet. Kemungkinan dapat terjadi adanya burrs yang merupakan sisa cutting pada saat machining produk, yang akhirnya dapat merusak oil seal (menyebabkan kebocoran oli gardan).
4.1.1.3 Alur produksi
Flow process dari aliran produksi pembuatan Diff Carrier CJ dari blank part
sampai dengan Finish Good digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.10 Alur Produksi Diff Carrier CJ
Proses secara keseluruhan dimulai dari supply blank part untuk Diff Carrier CJ.
Blank partnya berupa Diff Carrier CJ blank dan cap gear. Proses supply berhubungan
dengan pihak Supplier yaitu PT. ATI (Aisin Takaoka Indonesia). Blank part yang dating dari supplier kemudian masuk ke warehouse IGP4. Blank part dari warehouse kemudian di supply ke line WDC. Dari supply line, blank part masuk ke Op10 di mesin WLA 0501. Selesai proses Op10, part kemudian diteruskan ke mesin WSP 0014 melalui tempat aliran part yang telah disediakan. Selesai dari Op20, part kemudian dialirkan ke arah WSP 0010. Blank part berupa cap gear masuk ke dalam WSP 0010 mengalami proses Op30. Diff carrier finish Op20 dan cap gear finish Op30 bersama-sama masuk untuk dilakukan perakitan di Op40. Selesai melalui Op40, part diangkat dengan tangan ke tempat yang tersedia di depan WSP 0501. Jika WSP 0501 masih memproses part sebelumnya, part dapat dialirkan ke WSP 0502. Di WSP 0501/0502 ini part diproses Op50. Selesai dari Op50, produk Diff Carrier CJ akan masuk ke Pre-Delivery Check
Area untuk dilakukan proses pengecekan akhir sebelum dikirim ke delivery house yaitu
IGP2.5.
Penjelasan alur proses produksi yang dilakukan di setiap operasi sebagai berikut : 1. Operation 10
Pada operasi ini secara umum terdapat dua proses, yaitu facing rough dan
facing fine. Facing rough merupakan proses cutting pembentukan part secara
spesifik ke arah ukuran yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Sedangkan facing fine merupakan proses penghalusan dari proses rough yang telah dilakukan sebelumnya pada mesin yang sama.
Gambar 4.11 Outer Diameter And Facing Rough
Gambar 4.13 Facing Fine
Gambar 4.14 Outer Diameter And Facing Fine 2. Operation 20
Proses secara umum yang dilakukan di Op20 adalah drilling (pelubangan part), chamfering (pembuatan bentuk menirus yang akan berkaitan dengan perakitan di IGP3), tapping (pembuatan ulir dalam), dan reamering (proses pembesaran lubang untuk disesuaikan dengan ukuran yang telah distandarkan).
Gambar 4.16 Chamfering
Gambar 4.17 Tapping
Gambar 4.18 Drilling
Gambar 4.19 Reamering
Proses-proses yang dilakukan di Op30 adalah facing rough, drilling, step
drill (tool drill berbentuk khusus, sekaligus mendrill dan membentuk chamfer), tapping, dan spot facing (proses penghalusan dengan gerakan pemakanan tool dari
atas).
Gambar 4.20 Facing Rough
Gambar 4.21 Drilling
Gambar 4.22 Step Drill
Gambar 4.24 Spot Facing
4. Operation 40
Pada proses ini dilakukan proses merakit (assy) secara manual. Part yang terlibat adalah Diff Carrier Finish Op20 dengan Cap Gear finish Op30. Proses assy dilakukan dengan menggunakan washer (ring yang terletak antara kepala baut dengan material) dan bolt khusus (baut) dan dilakukan proses nut tightening dengan torsi sebesar 500 – 600 kgf.cm. Untuk mempercepat proses pada saat nut tightening, digunakan air impact
gun. Sebagai pembeda cap gear sebelah kiri (LH) dengan cap gear sebelah kanan (RH),
dilakukan pula marking dengan punch pada cap gear dan carrier. Hal ini bertujuan agar
cap gear tidak tertukar antara LH dan RH pada saat proses assy di customer (Plant
Gambar 4.25 Install Cap Gear To Diff Carrier 5. Operation 50A/B
Khusus pada operation ini, menggunakan 2 mesin dan 2 table untuk masing-masing mesin. Hal ini dikarenakan machine time yang cukup lama terdapat pada proses ini. Dengan adanya total 4 table, bottleneck dapat diatasi.
Gambar 4.26 ID Roughing dan OD Fine
Gambar 4.27 Chamfering
Gambar 4.29 ID Rough
Gambar 4.30 Tapping
Gambar 4.31 ID Fine
Diagram aliran proses dari Op10-50 digambarkan sebagai berikut :
o K l d b Untu operator dap Keterangan = Sta line untuk m = Ce dengan peng = Saf bila tidak dil
uk melakuka pat dilihat pa Gamba : andar Stok D menunggu pr ek Kualitas gecekan kual fety (berkait lakukan pen an Op10-50, ada gambar s ar 4.33 Pemb Dalam Prose oses selanju (dalam pro litas) tan dengan s ngecekan efe ditetapkan d standar kerja bagian Kerja es (menyatak utnya) oses tersebu safety prose knya bisa be dua orang op a berikut : a Operator pa kan banyakn ut terdapat es yang terka erbahaya) perator. Pem ada Op10-50
nya part yan
kegiatan ya ait dengan i mbagian kerj 0 g boleh bera ang berhubu item check k a dari ada di ungan kritis,
Untuk memperjelas supplier, input, process, output, dan customer per tahapan pada setiap proses yang dilalui dalam proses produksi Diff Carrier CJ, dibuat sebuah
SIPOC diagram.
Tabel 4.9 SIPOC Diagram
SUPPLIER INPUT PROCESS OUTPUT CUSTOMER
PT. ATI Material CJ Quality Inspection Blank Part Incoming Warehouse Incoming
Warehouse Blank Part
Distribution to
Supply Area Blank Part Supply Area Supply Area Blank Part Carrier Turning Face Op10 WIP Op10 WSP-0014
WSP-0014 WIP Op10 Drilling & Tapping Op20 Op20A WIP WMA-0501 Supply Area Blank Part Cap Gear Drilling & Tapping Op30 WIP Op30 WMA-0501 WMA-0501 WIP Op20 & WIP Op30 Carrier Assy Op40 WIP Op40 0502/WSP-0501
WSP-0502/WSP-0501 WIP Op40 Op50 Borring, Champhering, Tapping Finish Good PDC (Pre-Delivery Check) Area PDC (Pre-Delivery Check) Area
Finish Good PDC (Pre-delivery Check)
Finish Good Checked Delivery Warehouse IGP 2.5
Selama proses pembuatan produk, dilakukan sebuah sistem pengendalian kualitas untuk pengecekan kualitas produk. Berikut ini diagram alir proses pengendalian kualitas dari penerimaan material sampai delivery produk jadi.
Gambar 4.34 Diagram Alir Proses Pengendalian Kualitas Dari Penerimaan Material Sampai Delivery Produk Jadi
Pertama-tama, blank part masuk ke bagian penerimaan material. Di bagian penerimaan tersebut dilakukan inspeksi kualitas material dengan sampling. Jika blank
part ok maka akan disimpan di bagian penyimpanan material. Jika blank part not ok
maka akan mengalami proses penanganan material NG. Selanjutnya, dari penyimpanan material, blank part tersebut akan mulai diproses dari Op10 sampai Op50. Pada gambar diperlihatkan proses yang terjadi apabila ditemukan masalah pada mesin atau alat yang
terkait pada setiap operasi. Misalnya pada Op10, setelah produk selesai diproses maka akan melalui inspeksi kualitas produk. Jika produk tersebut ok, maka akan berlanjut ke
operation berikutnya, yaitu Op20, Op30, dan seterusnya. Jika produk tidak ok, dan
sekiranya masalah terletak pada mesin yang memprosesnya, maka proses akan dihentikan sementara. Bagian produksi akan membuat dokumen line stop process untuk mencatat waktu, masalah yang terjadi, dan lama penanganan oleh bagian engineering atau maintenance. Setelah masalah tersebut diatasi, akan dilakukan pengujian dengan melakukan sampling proses produk. Jika proses dan mesin terkait telah dapat beroperasi dengan seharusnya, maka proses akan berlanjut ke operasi berikutnya. Jika hasil sampling proses produk belum ok, maka proses akan diberhentikan lagi dan akan dilakukan perbaikan lainnya lagi. Setelah selesai menjalani seluruh operasi, akan dilakukan inspeksi finish good sebelum berlanjut ke area delivery produk. Jika masih ada produk yang ternyata ditemukan tidak ok, maka akan dilanjutkan ke penanganan
finish good yang pending. Jika ok, maka akan dilanjutkan ke proses delivery produk.
Jika ditemukan produk NG atau NC (not good atau non conforming), terdapat suatu prosedur QC yang diikuti untuk menangani produk tersebut. Berikut ini diagram alir produk jika ditemukan NG/NC.
Gambar 4.35 prosedur QC Pada Not Good Atau Non Conforming
Jika ditemukan produk yang non conforming, maka produk akan dibawa oleh operator ke suspect area yang letaknya tidak jauh dari line produksi dan diletakkan di rak merah. Dari produk yang tergolong suspect tersebut, bagian Quality Control akan melakukan klasifikasi lebih lanjut. Hasilnya adalah penggolongan part suspect menjadi tiga kriteria.
1. Alternatif pertama, yaitu Repair. Part yang bisa di-repair biasanya adalah part yang mengalami pergeseran center, dan syarat-syarat lainnya yang masih masuk dalam kategori bisa di-repair. Part yang masih bisa di-repair ini akan diletakkan di rak hijau untuk selanjutnya diproses ulang oleh bagian produksi.
2. Alternatif kedua, yaitu Reject. Part yang dikategorikan reject biasanya adalah karena kesalahan ukuran setelah diproses dan dianggap tidak bisa diperbaiki lagi. Part yang
3. Alternatif ketiga, yaitu Claim. Part yang dikategorikan claim adalah part yang mengalami reject tetapi bukan karena masalah ukuran, tetapi part yang mengalami masalah pada materialnya. Biasanya, setelah mengalami tahap operasi mesin, bisa terlihat bahwa part tersebut ternyata keropos atau materialnya telah berkarat. Part yang mengalami reject karena material ini kemudian dikumpulkan di rak biru, yang selanjutnya akan diproses oleh QC bagian receiving untuk dapat di claim ke
supplier.
Part yang telah selesai mengalami repair kemudian kembali melewati tahap recheck, jika sudah dikategorikan ok maka langsung dilanjutkan ke proses berikutnya,
jika not ok maka proses pengklasifikasian setelah recheck akan berjalan seperti proses
recheck yang telah dipaparkan sebelumnya.
4.1.2 Measure
Pada tahap define telah dilakukan penetapan fokus penelusuran akar permasalahan yaitu produk DIFF CARRIER CJ (MB393290). Flow process dari sistem juga telah disajikan. Selanjutnya, sebelum dapat menganalisa kondisi yang terjadi, perlu diketahui baseline kinerja sistem saat ini. Baseline kinerja dapat menjadi titik acuan kondisi awal sistem. Kondisi awal sistem yang masih tidak sesuai dengan harapan inilah yang akan meyakinkan perlunya dilakukan analisa lebih lanjut demi mencapai perbaikan dari segi kualitas.
Sebagai pengukuran baseline kinerja dapat digunakan pengukuran kapabilitas
sigma. Pengukuran kapabilitas sigma terkait dengan perkiraan besarnya DPMO (Defect per Million Opportunities) yang juga memperhitungkan faktor jumlah CTQ (Critical-to-Quality) yang mungkin terjadi dalam proses.
Data yang digunakan dalam menghitung kapabilitas sigma produksi DIFF
CARRIER CJ adalah data atribut. Data atribut ini dinyatakan dengan adanya produk
reject (produk yang tidak memenuhi kriteria/di luar batas toleransi standar yang ditentukan). Dari data banyaknya reject dibandingkan dengan banyaknya produksi, kemudian dihitung kapabilitas sigma proses produksi dari produk DIFF CARRIER CJ. Berikut data banyaknya reject produk selama bulan Mei s/d Juli 2011 beserta perhitungan kapabilitas sigma per bulan terkait.
Tabel 4.10 Jumlah Produk Reject Dari Bulan Mei 2011
Tanggal Produksi Reject
1-May-11 67 - 2-May-11 39 - 3-May-11 269 - 4-May-11 289 1 5-May-11 282 - 6-May-11 76 - 7-May-11 270 - 8-May-11 276 1 9-May-11 111 - 10-May-11 78 - 11-May-11 235 4 12-May-11 293 1 13-May-11 282 - 14-May-11 287 1 15-May-11 291 1 16-May-11 18 - 18-May-11 127 1 19-May-11 289 1 20-May-11 285 -
Tabel 4.10 Jumlah Produk Reject Dari Bulan Mei s/d Juli 2011 (lanjutan)
Tanggal Produksi Reject
21-May-11 235 - 23-May-11 107 - 24-May-11 288 3 25-May-11 283 1 26-May-11 284 1 27-May-11 35 - 28-May-11 236 5 29-May-11 282 - 30-May-11 297 1 31-May-11 30 9 Total 5941 31
Ratio cacat bulan May 2011 = 31 5941⁄ =0.52%
Defect per unit (DPU) =D
U= 31
=0.0052
Total Opportunities (TOP) =U×OP=5941×23=136643
Defect per Million Opportunities (DPMO) = D
TOP×1000000= 31
136643×1000000=226.8686
Kapabilitas sigma=normsinv(1000000-DPMO
1000000 )+1.5
Kapabilitas sigma=normsinv(1000000-226.86861000000 )+1.5=5.0067
Ratio standar yang diinginkan = 0.20%
Target cacat yang diperbolehkan untuk mencapai ratio standar =0.002×5941=14.8820≈11 pcs
Defect per unit (DPU) target=D
U= 11
5941=0.0019
Defect per Million Opportunities (DPMO)
target = D
TOP×1000000= 11
136643×1000000=80.5017
Kapabilitas sigma target=normsinv(1000000-DPMO
1000000 )+1.5
Kapabilitas sigma target=normsinv(1000000-80.5017
1000000 )+1.5=5.2753
Tabel 4.11 Jumlah Produk Reject Dari Bulan Juni 2011
Tanggal Produksi Reject
1-Jun-11 18 1 2-Jun-11 278 6 3-Jun-11 228 - 4-Jun-11 6 - 5-Jun-11 291 - 6-Jun-11 307 - 7-Jun-11 94 2 8-Jun-11 299 1 9-Jun-11 143 2 10-Jun-11 65 1 11-Jun-11 271 1 12-Jun-11 167 2 13-Jun-11 190 2 14-Jun-11 73 - 15-Jun-11 312 11 16-Jun-11 322 1 17-Jun-11 315 4 18-Jun-11 211 3 19-Jun-11 49 - 20-Jun-11 328 6 21-Jun-11 162 2
Tabel 4.11 Jumlah Produk Reject Dari Bulan Juni 2011
Tanggal Produksi Reject
23-Jun-11 259 - 24-Jun-11 318 3 25-Jun-11 41 - 26-Jun-11 148 1 27-Jun-11 345 22 28-Jun-11 84 - 29-Jun-11 5 1 30-Jun-11 314 2 Total 74 5643
Ratio cacat bulan Jun 2011 = 74 5643⁄ =1.31%
Defect per unit (DPU) =D
U= 74
=0.0131
Total Opportunities (TOP) =U×OP=5643×23=129789
Defect per Million Opportunities (DPMO) = D
TOP×1000000= 74
129789×1000000=570.1562
Kapabilitas sigma=normsinv(1000000-DPMO1000000 )+1.5 Kapabilitas sigma=normsinv(1000000-570.1562
1000000 )+1.5=4.7534
Ratio standar yang diinginkan = 0.20%
Target cacat yang diperbolehkan untuk mencapai ratio standar =0.002×5643=11.2860≈11 pcs
Defect per unit (DPU) target=D
U= 11
5643=0.0019
Total Opportunities (TOP) target =U×OP=23×5643=129789 Defect per Million Opportunities (DPMO)
target =TOPD ×1000000=12878911 ×1000000=84.7529 Kapabilitas sigma target=normsinv(1000000-DPMO
1000000 )+1.5
Kapabilitas sigma target=normsinv(1000000-84.7529
1000000 )+1.5=5.2606
Tabel 4.12 Jumlah Produk Reject Dari Bulan Juli 2011
Tanggal Produksi Reject
1-Jul-11 344 4 2-Jul-11 332 4 3-Jul-11 212 4 4-Jul-11 209 2 5-Jul-11 164 4 6-Jul-11 369 3 7-Jul-11 165 0 8-Jul-11 41 - 9-Jul-11 368 2 10-Jul-11 322 - 11-Jul-11 65 - 12-Jul-11 303 2 13-Jul-11 342 3 14-Jul-11 168 1 15-Jul-11 29 6 16-Jul-11 377 2 17-Jul-11 348 1 18-Jul-11 291 1 20-Jul-11 256 2 21-Jul-11 206 - 22-Jul-11 95 3 23-Jul-11 144 - 24-Jul-11 311 1
Tabel 4.12 Jumlah Produk Reject Dari Bulan Juli 2011
Tanggal Produksi Reject
25-Jul-11 389 1 26-Jul-11 374 - 27-Jul-11 218 1 29-Jul-11 299 2 30-Jul-11 387 4 31-Jul-11 197 1 7325 54
Ratio cacat bulan Januari 2011 = 54 7325⁄ =0.74%
Defect per unit (DPU) =D
U= 54
7325=0.007372014
Total Opportunities (TOP) =U×OP=7325×23=168475
Defect per Million Opportunities (DPMO) = D
TOP×1000000= 54
168475×1000000=320.5223
Kapabilitas sigma=normsinv(1000000-DPMO1000000 )+1.5 Kapabilitas sigma=normsinv(1000000-320.522333
1000000 )+1.5=4.9136
Ratio standar yang diinginkan = 0.20%
Target cacat yang diperbolehkan untuk mencapai ratio standar =0.002×7325=14.65≈14 pcs
Defect per unit (DPU) target=D
U= 14
7325=0.0019
Total Opportunities (TOP) target =U×OP=7325×23=168475
Defect per Million Opportunities (DPMO)
Target = D
TOP×1000000= 14
Kapabilitas sigma target=normsinv(1000000-DPMO
1000000 )+1.5
Kapabilitas sigma target=normsinv(1000000-83.0984
1000000 )+1.5=5.2655
Dari reject yang dihasilkan per bulan dibandingkan dengan jumlah produksi keseluruhan, didapatkan nilai kapabilitas sigma dari kondisi saat ini. Diketahui pula target reject ratio yang diharapkan oleh perusahaan sebesar 0.2%. Dari target tersebut, dilakukan perkiraan jumlah reject yang boleh dihasilkan agar tetap mencapai target reject 0.2%. Perkiraan jumlah target reject tersebut kemudian digunakan untuk memperkirakan rata-rata target kapabilitas sigma yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Tabel 4.13 Rata-Rata Kabilitas Dari Bulan Mei s/d Juli 2011
Bulan DPMO Kapabilitas
Sigma
DPMO
Target Kapabilitas Sigma Target
May-11 226.8686 5.0067 80.5017 5.2753
Jun-11 570.1562 4.7534 84.7529 5.2606
Jul-11 320.5223 4.9136 83.0984 5.2655
Adanya gap antara DPMO dan kapabilitas sigma saat ini dengan DPMO dan kapabilitas sigma target dilihat dengan lebih jelas pada grafik berikut :
Gambar 4.36 Perbandingan DPMO Sekarang dan Target Periode Mei-Juli 2011
Gambar 4.37 Perbandingan Kapabilitas Sekarang dan Target Periode Mei-Juli 2011
Dari grafik terlihat bahwa kapabilitas sigma yang dihasilkan dari kondisi sekarang ini masih belum konsisten, masih bervariasi naik-turun sepanjang periode produksi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa proses produksi pembuatan produk belum dikelola secara tepat. Apabila suatu proses dikendalikan dan ditingkatkan terus-menerus, maka akan menunjukkan pola kapabilitas sigma yang terus meningkat. Sebagai
226.8686
570.1562
320.5223
372.5157 372.5157 372.5157
82.7844 82.7844 82.7844
May‐11 Jun‐11 Jul‐11
DPMO Rata‐Rata DPMO Rata‐Rata DPMO Target
5.0067
4.7534
4.9136
5.2665 5.2665 5.2665
May‐11 Jun‐11 Jul‐11
Kapabilitas Sigma
Rata‐Rata Kapabilitas Sigma Target Rata‐Rata Kapabilitas Sigma
baseline kinerja saat ini, digunakan rata-rata kapabilitas sigma saat ini, yaitu sebesar 4.8912 (rata-rata 372.5157 DPMO) untuk menuju target reject ratio 0.2% atau dapat diperkirakan sesuai dengan produksi yang telah terjadi sebesar 5.2665 (perkiraan 82.7844 DPMO).
4.1.3 Analyze
Setelah melalui tahap define dan measure, berikutnya penelusuran akar masalah akan dilanjutkan ke tahap analisa. Sehubungan dengan CTQ yang telah ditentukan pada tahap Define, kemudian disusun data reject dan jumlah produksi selama bulan Mei s.d Juli 2011.
Data reject yang telah disajikan sebelumnya berupa total jumlah reject dari total jumlah produksi. Seperti yang telah dikemukakan pada tahap Define, pembuatan produk
Diff Carrier CJ berkaitan dengan lima jenis operasi, yaitu Op10 sampai dengan Op50.
Dari data reject total setiap bulan, diperhatikan lebih lanjut mesin terkait yang menyebabkan produk menjadi reject. Karena data mesin yang berkaitan dengan penyebab reject akhirnya dinilai kurang valid, kemudian dilakukan klasifikasi berdasarkan penyebab produk menjadi reject.
Masing-masing penyebab reject terkait dengan di operasi manakah dapat terjadi
reject tersebut. Setiap operasi mempunyai faktor-faktor yang berbeda bila tidak sesuai
dengan standar akan menyebabkan kemungkinan terjadinya reject. Untuk itu, sesuai dengan hasil diskusi dengan perusahaan, dari data reject yang ada dibuat suatu grafik statistik guna menentukan operasi manakah yang paling menyumbangkan jumlah reject terbesar. Berikut disajikan jumlah reject yang diklasifikasikan sesuai dengan operasi yang terkait dimana reject tersebut terjadi.
1. Bulan Mei 2011
Tabel 4.14 Klasifikasi Jumlah Reject Berdasar Operation Bulan Mei 2011 Operation Jumlah Reject
Op.10 0 Op.20 3 Op.30 0 Op.50A 15 Op.50B 13 Total 31
Gambar 4.38 Grafik Klasifikasi Jumlah Reject Berdasar Operation Bulan Mei 2011
0 2 4 6 8 10 12 14 16
2. Bulan Juni 2011
Tabel 4.15 Klasifikasi Jumlah Reject Berdasar Operation Bulan Juni 2011
Operation Jumlah Reject
Op.10 0 Op.20 2 Op.30 0 Op.50A 57 Op.50B 15 Total 74
Gambar 4.39 Grafik Klasifikasi Jumlah Reject Berdasar Operation Bulan Juni 2011
0 10 20 30 40 50 60
3. Bulan Juli 2011
Tabel 4.16 Klasifikasi Jumlah Reject Berdasar Operation Bulan Juli 2011
Operation Jumlah Reject
Op.10 1 Op.20 8 Op.30 0 Op.50A 31 Op.50B 14 Total 54
Gambar 4.40 Grafik Klasifikasi Jumlah Reject Berdasar Operation Bulan Juli 2011 Op50A berarti op50 yang proses produksinya dilakukan di mesin WSP 0501. Op50B berarti op50 yang proses produksinya dilakukan di mesin WSP 0502. Mesin tersebut mempunyai fungsi yang sama dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil machiningnya adalah sama. Dari hasil klasifikasi penyebab reject berdasarkan operasi terkait, didapatkan kesimpulan bahwa operasi yang menyumbangkan reject terbesar adalah op50. 0 2 4 6 8 10 12 14 16
Selanjutnya, setelah memutuskan bahwa op50 merupakan penyumbang reject terbanyak, dibuat pengelompokkan reject berdasarkan penyebabnya. Dari klasifikasi tersebut, disusun Diagram Pareto.
1. Klasifikasi Problem Mei 2011
Tabel 4.17 Klasifikasi Problem di Op50 bulan Mei 2011
Problem Jumlah Reject Persentase Pareto
ID Bearing 64 (18 Over,0 Minus) 18 58.06% ID Bearing 76 (9 Over,1 groove) 10 90.32% ID SBN (ID Cap Gear) Over 0 100.00% Thread Size (Ulir Cap Gear NG) 0 100.00% ID Oil Seal 65 (0 Over, 0 Minus) 0 100.00% Total 28
Gambar 4.41 Pareto Klasifikasi Problem di Op50 bulan Mei 2011
0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 ID Bearing 64 (18 Over,0 Minus) ID Bearing 76 (9 Over,1 groove) ID SBN (ID Cap Gear) Over Thread Size (Ulir Cap Gear NG) ID Oil Seal 65 (0 Over, 0 Minus)
2. Klasifikasi Problem Juni 2011
Tabel 4.18 Klasifikasi Problem di Op50 bulan Juni 2011
Problem Jumlah Reject
Persentase Pareto
ID Bearing 64 (35 Over, 0 Minus) 35 47.30% ID Bearing 76 (28 Over, 0 groove) 28 85.14% ID Oil Seal 65 (4 Over, 1 Minus) 5 95.95% Thread Size (Ulir Cap Gear NG) 1 100.00%
ID SBN (ID Cap Gear) Over 0 100.00% Total 69
Gambar 4.42 Pareto Klasifikasi Problem di Op50 bulan Juni 2011
0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% 0 5 10 15 20 25 30 35 40 ID Bearing 64 (35 Over, 0 Minus) ID Bearing 76 (28 Over, 0 groove) ID Oil Seal 65 (4 Over, 1 Minus) Thread Size (Ulir Cap Gear NG) ID SBN (ID Cap Gear) Over
3. Klasifikasi Problem Juli 2011
Tabel 4.19 Klasifikasi Problem di Op50 bulan Juli 2011
Problem Jumlah Reject Persentase Pareto
ID Bearing 64 (21 Over,1 Minus) 22 40.74% ID Bearing 76 (18 Over, 1 Groove) 19 75.93% ID SBN (ID Cap Gear) Over 2 94.44% Thread Size (Ulir Cap Gear NG) 2 98.15% ID Oil Seal 65 (0 Over, 0 Minus) 0 100.00%
Total 45
Gambar 4.43 Pareto Klasifikasi Problem di Op50 bulan Juli 2011
Setelah dibuat pareto berdasarkan penyebab reject yang terjadi di op50, ditemukan bahwa penyebab reject terbanyak yang terjadi adalah ID Bearing 64 over atau minus. Proses pembentukan produk dengan spesifikasi ukuran inner diameter 64 dilakukan dengan proses machining.
Untuk dapat menelusuri faktor-faktor apa saja yang terkait selama proses produksi di op50 khususnya yang berkaitan dengan penyebab terjadinya ID Bearing 64
0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% 0 5 10 15 20 25 ID Bearing 64 (21 Over,1 Minus) ID Bearing 76 (18 Over, 1 Groove) ID SBN (ID Cap Gear) Over Thread Size (Ulir Cap Gear NG) ID Oil Seal 65 (0 Over, 0 Minus)
over atau minus, disusun diagram sebuah diagram identifikasi penyebab ID Bearing 64 over atau minus.
Untuk mengelompokkan akar penyebab biasanya dibuat sebuah diagram sebab akibat, atau yang biasa disebut dengan fishbone diagram. Fishbone diagram mengkategorikan sumber penyebab menjadi tujuh, yaitu manpower, machines, methods,
materials, media, motivation, dan money. Tujuh kategori tersebut merupakan
pengkategorian akar penyebab secara umum.
Sebelum membuat diagram sebab akibat, berdasarkan hasil diskusi dengan pihak perusahaan, ditentukan manakah kategori faktor yang mungkin berpengaruh sebagai penyebab ID Bearing 64 over atau minus ini. Karena operasi terkait merupakan proses
machining, maka ditentukan tiga kategori faktor yang akan ditelusuri, yaitu faktor manpower, machines, dan methods.
Keempat faktor lainnya dianggap tidak berpengaruh pada penyebab reject tersebut. Alasannya dikemukakan sebagai berikut. Dari segi materials, pihak manajemen perusahaan telah membuat perjanjian dengan supplier material berkenaan dengan penalti yang harus diberikan apabila ditemukan material yang tidak sesuai dengan standar perusahaan. Detail dari perjanjian tidak akan dibahas lebih lanjut pada kasus ini. Jadi, segala bentuk reject yang dinilai berhubungan dengan adanya penyebab material tidak akan diklasifikasikan sebagai reject. Untuk itu, dalam penelusuran akar permasalahan yang ada berdasarkan data statistik yang telah disajikan, faktor material tidak diperhitungkan.
Dari segi media, perusahaan telah menetapkan standar-standar yang berkaitan dengan kebaikan media produksi. Secara rutin dilakukan maintenance dan standardisasi dari manajemen pusat berkenaan dengan media produksi. Dengan alasan tersebut,
penyebab masalah yang berkaitan dengan media diasumsikan tidak ada. Faktor
motivation dan money juga tidak akan dibahas lebih lanjut dalam penelusuran akar
permasalahan.
Faktor 3 M yang diputuskan untuk ditelusuri lebih lanjut sudah ditetapkan, yaitu
machine, method, dan man. Dari faktor machine, ditelusuri faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja mesin dan ditelusuri lebih lanjut kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya faktor tersebut.
Hasil penelusuran faktor-faktor yang dibicarakan sebelumnya disampaikan pada diagram berikut:
1. Faktor Machine
Gambar 4.44 Diagram Identifikasi Penyebab Material Goyang
Material yang goyang pada saat diproses dengan mesin menjadi salah satu faktor bagi kemungkinan penyebab cacat pada ID 64. Kondisi material yang goyang ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu kemampuan cekam jig yang menurun, tidak adanya work support, dan tidak adanya supporting jig. Rigiditas jig yang
menurun ini sendiri disebabkan oleh kondisi jig yang sudah aus karena jig memang sudah mencapai lifenya. Pengecekan kondisi jig dilakukan dengan cek visual. Penanganannya adalah dengan mengganti jig dengan jig baru yang sesuai.
Tidak adanya work support, berdasarkan diskusi dengan pihak perusahaan, disebabkan karena kondisi work support yang rusak dan belum diganti. Tidak adanya penggantian work support dan tidak adanya supporting jig yang seharusnya digunakan pada mesin di Op50 disebabkan karena belum ada work support dan
supporting jig yang sesuai dengan spesifikasi mesin. Penanganan akan tidak adanya work support dan supporting jig adalah dengan melakukan pengadaan komponen
tambahan mesin tersebut dengan melakukan pemesanan ke supplier yang terkait. Faktor terakhir yang disampaikan pada poin ini merupakan faktor yang tidak dapat dihindari. Peningkatan permintaan akan mendorong keharusan peningkatan
volume produksi. Yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalisasi
kemungkinan kejadian faktor lainnya yang sekiranya dapat dilakukan.
Clamp pada dasarnya merupakan sebuah penjepit. Pada saat dilakukan proses
pemesinan, dilakukan juga clamping yang bertujuan untuk menyangga posisi produk agar tetap kokoh dan mengurangi kondisi produk mungkin mengalami guncangan pada saat diproses dengan mesin. Guncangan yang terjadi misalnya karena posisi produk yang kurang kokoh pada saat disangga oleh jig, ketika insert pada spindle mulai digerakkan untuk melakukan cutting produk.
Kondisi clamping yang kendor ini dapat disebabkan oleh kurangnya tekanan hidrolik dari dari piston, terjadinya kebocoran pada karet clamp, atau clamping grip aus. Tekanan hidrolik dapat menjadi kurang apabila hidroliknya mengalami kebocoran akibat selang hidrolik yang bocor. Sedangkan kebocoran pada karet
clamp dapat terjadi apabila seal nya bocor atau rusak. Seal yang dimaksud disini
adalah seal yang terletak pada silinder piston. Seal karet ini dapat mengalami bocor atau rusak apabila seal sudah mencapai life nya.
Kebocoran selang hidrolik dan seal pada karet clamp memiliki peluang untuk terjadi dan tidak dapat dieliminasi kemungkinannya. Karena itu, untuk membantu menyelesaikan hal ini, disetting sebuah alarm sebagai indikator pada mesin. Apabila selang hidrolik mengalami kebocoran, maka alarm mesin akan menyala dan berbunyi, dan mesin tidak dapat memproses lebih lanjut sebelum masalah diselesaikan. Penanganan dari kebocoran selang dan karet clamp ini adalah dengan menggantinya dengan komponen yang baru. Setiap tiga bulan dijadwalkan schedule
check untuk memeriksa komponen-komponen mesin dengan cek visual.
Clamping grip adalah komponen yang membantu menyangga posisi produk
telah mencapai lifenya. Pengecekan kondisi clamping grip dilakukan dengan cek
visual.
Gambar 4.46 Diagram Identifikasi Penyebab Masalah Spindle
Mesin di Op50 juga dapat mengalami beberapa permasalahan yang digolongkan menjadi masalah spindle. Masalah spindle ini dapat disebabkan karena tool clamp kendor dan run out spindle over. Tool clamp yang dimaksud disini adalah bagian spindle yang posisinya menyangga komponen holder saat digerakkan. Pengecekan kondisi tool clamp dapat dilakukan dengan alat yang bernama clamping
force, atau dapat diukur bersama dengan kondisi run out spindle. Tool clamp kendor
dapat disebabkan oleh spring tool clamp yang sudah rusak karena sudah mencapai
lifenya. Life dari tool spring tool clamp ini biasanya 3-4 tahun. Penanganan akhirnya
adalah dengan mengganti dengan tool clamp (springnya) yang baru.
Run out spindle over berarti posisi perputaran dari spindle sudah tidak stabil.
Pengecekan run out spindle dilakukan dengan menggerakkan tool dan mengukur posisi keovalannya ketika mesin spindle sudah dihentikan dengan dial indicator. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kondisi bearing yang rusak, karena bearing sudah mencapai life counter atau bearing mengalami overheat. Bearing berfungsi sebagai bantalan tool clamp pada spindle. Life bearing sekitar 3 tahun. Kemungkinan
bearing rusak dapat dideteksi dengan adanya noise atau bising pada mesin ketika
melakukan proses cutting. Bearing dapat mengalami overheat apabila sistem penetralan suhu oli (pendinginan) rusak. Jika terjadi kondisi overheat, alarm akan berbunyi dan mesin akan dihentikan sementara sampai suhu pada bearing netral kembali. Penanganan masalah bearing dilakukan dengan mengganti bearing dengan
bearing yang baru.
Gambar 4.47 Diagram Identifikasi Penyebab Masalah Axis dan Center Drilling Berubah Dua faktor kemungkinan penyebab cacat ID 64 ini saling berhubungan. Kedua faktor tersebut adalah masalah axis dan center of drilling yang berubah. Kedua kondisi ini dapat dipengaruhi karena terjadinya backlash atau yang disebut
clearance. Backlash dapat terjadi apabila ballscrew telah aus sehingga proses
penggerakan posisi axis tidak dapat berjalan dengan tepat. Akurasi slide yang telah berkurang dapat diakibatkan oleh karena kondisi slide yang sudah aus. Kondisi
ballscrew dan slide yang aus dapat disebabkan karena ballscrew atau slide memang
sudah mencapai life nya, sekitar delapan tahun, atau karena proses lubrikasi (pelumasan) yang kurang bagus.
Cek pelumasan dilakukan secara rutin setiap dua hari. Dalam kondisi normal, oli akan berkurang setiap beberapa hari. Jika oli berkurang terlalu cepat atau tidak berkurang seperti seharusnya, kemungkinan terjadi kondisi ada kebocoran di dalam
mesin atau di dalam tangki. Untuk menghindari masalah ini, setiap tiga bulan dilakukan pengecekan terhadap selang pelumasan, dengan cek visual saat mesin dibuka. Penanganan akhirnya adalah dengan mengganti ballscrew atau slide.
Gambar 4.48 Diagram Identifikasi Penyebab Tool Acak
Kemungkinan berikutnya adalah terjadinya tool acak. Tool acak dapat terjadi apabila terjadi kesalahan pergerakan magazine. Salah pergerakan motor magazine ini merupakan faktor tak terduga yang dapat terjadi dalam proses pemesinan dan tidak dapat dihindari. Magazine digerakkan oleh oli yang mengalami tekanan kea rah
magazine kemudian kembali ke tangki lagi. Solenoid valve berfungsi seperti katup
yang menentukan arah oli yang nantinya akan menggerakkan magazine. Dengan
solenoid valve ini magazine dapat ditentukan untuk bergerak searah jarum jam atau
berlawanan dengan arah jarum jam. Salah pergerakan motor dipengaruhi oleh
solenoid value yang salah perintah. Solenoid value dapat salah perintah apabila relay
sudah rusak, yang dapat disebabkan karena relay sudah mencapai life nya atau terjadi overload arus. Penggantian relay biasanya dilakukan setiap delapan tahun atau jika relay gosong karena arus listrik yang terlalu besar. Penanganan relay rusak adalah menggantinya dengan relay yang baru.
Gambar 4.49 Diagram Identifikasi Penyebab Tool Pecah
Kemungkinan berikutnya adalah terjadinya kondisi tool pecah. Tool yang pecah ini dapat disebabakan karena tool memang sudah mencapai lifenya dan bila terjadi gesekan antara material dan tool yang terlalu panas. Tool life yang digunakan di Op50 ini telah ditetapkan pada awal projek, yaitu sebanyak 50 kali cutting. Apabila sudah 50 kali cutting maka mesin akan membunyikan alarm yang menandakan operator harus melakukan penggantian insert. Beberapa kali terjadi juga kondisi di mana tool life tidak mencapai 50 kali operasi. Hal ini disebabkan karena gesekan antara material dan tool yang terlalu panas. Gesekan antara material dan
tool yang terlalu panas dapat terjadi karena arah coolant salah, konsentrasi coolant
kurang, atau flow coolant yang kurang sempurna.
Coolant merupakan campuran antara air dan oil cutting, yang disemprotkan
ke arah tool yang sedang melakukan cutting produk. Arah coolant dapat salah disemprotkan apabila posisi selangnya kurang tepat. Penanganannya adalah dengan memperbaiki posisi selang coolant. Konsentrasi coolant dicek setiap hari dengan dengan mengambil sample setetes dari coolant dan mengukur konsentrasinya dengan refraktometer. Flow coolant yang kurang sempurna dapat disebabkan karena filter
pada differential pressure yang memompa coolant sudah kotor, sehingga penyemprotan coolant mampet. Penanganannya adalah dengan membersihkan filter pada tangki coolant.
Gambar 4.50 Diagram Identifikasi Penyebab Tool Tumpul
Dapat juga terjadi kondisi dimana tool tumpul karena aus, yang disebabkan kembali karena tool sudah mencapai lifenya. Tool life pada Op50 ini ditetapkan sebanyak 50 kali proses. Banyaknya proses yang telah dilakukan terdapat pada layar mesin. Jika tool telah tumpul dan tidak diganti, maka proses cutting tidak akan berjalan sesuai standar sehingga produk not good.
Gambar 4.51 Diagram Identifikasi Penyebab Referensi Axis Berubah
Kondisi berikutnya, mungkin terjadi referensi axis yang berubah. Setiap pergerakan tool yang akan memotong spindle mengikuti suatu referensi aksis yang telah disetting pada mesin. Referensi axis yang berubah ini dapat disebabkan oleh karena data di memori hilang, yang disebabkan karena terjadinya power failure. Untuk menghindari power failure ini, perusahaan telah bekerja sama dengan daerah setempat, misalnya dengan memberitahu terlebih dahulu apabila terjadi pemadaman lampu. Tetapi kadang terjadi, pemadaman terjadi di luar perkiraan. Hal inilah yang
menyebabkan power failure. Power failure dapat dipicu oleh faktor battery yang sudah tidak stabil atau apabila terjadi lonjakan listrik di mana aliran listrik mendadak mati. Kedua faktor ini sebenarnya memiliki hubungan. Sebagai penanganan mendadak akibat adanya lonjakan listrik, sebenarnya digunakanlah battery tersebut. Tetapi kadang terjadi bahwa kondisi battery-nya sendiri pun sudah tidak stabil. Kondisi battery yang tidak baik akan membunyikan alarm pada mesin. Penanganan faktor battery ini adalah dengan mengganti battery dengan yang baru.
2. Faktor Man
Gambar 4.52 Diagram Identifikasi Penyebab Pergeseran Offset
Setting offset dilakukan jika produk yang dihasilkan semakin bergeser
ukurannya dan telah hampir keluar dari standar yang ditetapkan. Jika hasil cutting mengalami pergeseran tetapi tool belum mencapai titik penggantian, maka akan dilakukan setting offset ulang untuk menyesuaikan posisi insert. Jika operator salah memasukkan perintah saat setting offset ini, maka akan berakibat proses cutting tidak berjalan seperti seharusnya.
Sebelum produk dimasukkan ke mesin, kondisi produk dan jig harus bersih. Setiap setelah melakukan satu kali pemesinan produk, operator diharuskan untuk melakukan penyemprotan dengan air gun, baik penyemprotan terhadap produk dan
jig, tempat menaruh produk ketika diproses. Apabila terdapat scrap pada produk
ataupun jig, scrap ini dapat mengganjal posisi produk dan menyebabkan posisi produk saat diproses kurang baik. Kemungkinan kesalahan akibat faktor ini dapat terjadi apabila operator lupa melakukan penyemprotan ini, atau proses penyemprotannya kurang bersih. Kesalahan akibat scrap yang masih menempel dihindari dengan cara melakukan penyemprotan produk dan jig dengan lebih teliti dan training operator.
Gambar 4.54 Diagram Identifikasi Penyebab Kesalahan Pengukuran
Kemungkinan juga terjadi salah pengukuran, disebabkan oleh karena operator salah membaca alat ukur atau operator lupa untuk memaster alat ukur. Salah pembacaan alat ukur tidak dapat dideteksi sebelumnya, karena itu penanganannya adalah dengan mengecek kemampuan operator mengenai ketepatannya dalam pembacaan alat ukur. Pengecekan kemampuan operator ini biasanya dilakukan setiap enam bulan sekali, dengan menggunakan MSA (Measurement System Analysis).
Dalam beberapa kondisi, karena produksi yang semakin meningkat, MSA ini tidak sempat untuk dilakukan. Faktor kedua yang dapat menyebabkan kesalahan pengukuran adalah, bila operator lupa untuk memaster alat ukur. Untuk kemudahan pengukuran, sebelumnya alat ukur disesuaikan terlebih dahulu agar mudah untuk mengetahui ukuran sesuai standar. Misalnya, target ukuran 64.292 dijadikan titik 0. Jika terdapat toleransi -2mm, maka dari titik 0 tersebut akan lebih mudah dilihat -2, daripada 64.292 dari titik 0 sesungguhnya. Setiap awal shift, alat ukur tersebut di master ulang (di set lagi titik 0 nya). Tindakan memaster ulang ini kadang terlewatkan oleh operator. Penanganan dari faktor ini adalah melakukan training operator dan memastikan kondisi alat ukur juga baik. Selain itu, kualitas alat ukur juga harus dilakukan pengecekan setiap jangka waktu tertentu untuk memastikan kestabilan alat ukur yang akan berhubungan dengan hasil pengukuran dan kualitas produk.
3. Faktor Method
Kesalahan setting awal setelah ganti
tool Posisi insert kurang tepat Pemasangan insert kurang kencang Operator kurang mengenal karakter mesin Adjust setting awal
Belum ada metode verifikasi yang
benar
Gambar 4.55 Diagram Identifikasi Penyebab Kesalahan Setting Awal Setelah Ganti Tool Kondisi yang dapat mengakibatkan cacat berikutnya, misalnya kesalahan setting awal setelah ganti tool. Salah cutting ini dapat terjadi apabila posisi insert
kurang tepat atau pemasangannya kurang kencang. Pemasangan kurang kencang dapat ditangani dengan himbauan kepada operator. Sedangkan posisi insert yang kurang tepat juga dapat disebabkan adjust cartridge yang kurang tepat. Adjust
cartridge dapat menjadi kurang tepat apabila operator kurang mengenal karakter
mesin dan belum ada standar work instruction pada saat penggantial tool insert. Faktor yang pertama dapat ditangani dengan sharing knowledge secara langsung dari pihak yang lebih mengenal karakter mesin kepada operator, misalnya bagian
machining atau group leader yang telah ditunjuk sebelumnya. Belum adanya work instruction dapat ditangani dengan pembuatan work instruction mengenai setting dan
penggantian tool. Penggantian tool ini dikategorikan sebagai masalah metode karena penggantian tool sebelumnya belum diperhatikan sebagai faktor tahapan proses yang harus distandardisasikan lebih lanjut.
4.1.3.1 Uji Korelasi
Penelusuran akar penyebab permasalahan didukung dengan uji-uji statistik. Berangkat dari salah satu faktor yang ditemukan dalam penelusurusan diagram identifikasi penyebab, ditemukan salah satu kenyataan tidak dapat dihindari dalam produksi. Hal ini berkaitan dengan peningkatan volume produksi sehubungan dengan meningkatnya permintaan.
Berdasarkan diskusi lebih lanjut, faktor peningkatan volume produksi ini kemungkinan akan mempengaruhi faktor lainnya sehubungan dengan proses produksi yang dilakukan. Faktor-faktor ini misalnya adalah breakdown waktu breakdown mesin. Setiap bulan, bagian machining telah merencanakan waktu perbaikan mesin melalui plan