• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEBERADAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU DI KECAMATAN SUNGAYANG. merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KEBERADAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU DI KECAMATAN SUNGAYANG. merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Barat."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEBERADAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU DI KECAMATAN SUNGAYANG

A. Deskripsi Kecamatan Sungayang

Kecamatan Sungayang, terletak di Kabupaten Tanah Datar, yang merupakan pusat kerajaan Minangkabau, hal ini terbukti dengan adanya istana Pagaruyuang, yang saat ini merupakan salah satu cagar budaya masyarakat Minangkabau. Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Barat.

Kecamatan Sungayang yang daerahnya berada di kaki gunung Merapi, memiliki cuaca yang cukup dingin, sehingga tanahnya subur, berbagai jenis tanaman bisa tumbuh, dan bertani merupakan mata pencaharian sebagian dari masyarakatnya. Selain bertani, masyarakatnya juga berdagang. Tapi kebanyakan dari masyarakatnya juga suka merantau, dimana dengan merantau diharapkan bisa meningkatkan atau membantu perekonomian keluarga. Selain itu tidak sedikit dari anak-anak muda yang merantau yang bertujuan untuk menuntut ilmu.

Kecamatan Sungayang terdiri dari 5 (lima) Nagari yaitu : a. Nagari Minangkabau

b. Nagari Sungayang c. Nagari Sungai Patai d. Nagari Tanjung

e. Nagari Andaleh Baruh Bukik

Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang tidak dapat diabaikan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Untuk terpelihara kedudukan, fungsi dan peranan Nagari di daerah Sumatera Barat selama ini telah diatur dengan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 1983. Kemudian dengan Peraturan Daerah

(2)

Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari, yang telah disempurnakan dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007, keberadaan Nagari sebagai Pemerintah terendah dikukuhkan kembali. Pemerintah dari nagari selalu didasarkan kepada musyawarah yang dinamakan rapek (rapat), dan dalam rapat inilah segala sesuatu diperbincangkan semasak-masaknya sebelum roda pemerintahan dijalankan.28

Persyaratan fisik keberadaan sebuah nagari adalah:29 1. Basosok Bajurami,

Artinya, Nagari harus mempunyai daerah asli atau asal yang akan dijaga dan dilindungi oleh anak kemenakan serta pemangku adat di nagari yang bersangkutan. Seperti pepatah adat: Adaik Salingka Nagari (Adat Selingkup Nagari), yang artinya aturan-aturan hukum adat dalam sebuah nagari bersifat otonom dan diakui di Alam Minangkabau ini, tanpa campur tangan dari nagari-nagari lain. Pentingnya batas-batas nagari adalah untuk menentukan batas ulayat nagari yang satu dengan yang lainnya. Pembagian tanah ulayat dapat dibedakan:

a. Ulayat Nagari, yaitu yang tidak termasuk ulayat suku, ulayat kaum dan milik pribadi. b. Ulayat Suku, yaitu yang dimiliki, dikuasai atau hak kepunyaan suku.

c. Ulayat kaum, yaitu tanah-tanah yang dimiliki oleh masing-masing kaum.

d. Milik perorangan, dalam nagari milik perorangan sangat terbatas sekali, dan disebahagian besar nagari milik perorangan ini tidak ada.

2. Balabuah Batapian,

28

Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum adat Minangkabau, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 25

29

Nasrun Dt. Marajo Sungut , Tambo Minangkabau : Budaya dan Hukum Adat di

Minangkabau, (Bukittinggi : Alam Minangkabau, 2010), hlm. 157

(3)

Artinya, Nagari harus mempunyai prasarana jalan lingkungan dan jalan antar nagari sebagai sarana perhubungan dan transportasi untuk komunikasi dengan nagari lainnya.

3. Barumah Tangga,

Artinya, Nagari harus mempunyai rumah untuk tempat tinggal. Dan yang terpenting adalah Rumah Gadang (Rumah adat masyarakat Minangkabau).

4. Bakorong Bakampuang,

Artinya, Nagari harus mempunyai Korong yaitu bagian dalam nagari yang ditempati oleh orang-orang yang berlainan suku, dan Kampuang yaitu suatu daerah yg juga dalam nagari tetapi ditempati oleh orang satu suku saja.

5. Basawah Baladang,

Artinya, Nagari harus mempunyai daerah persawahan dan perladangan sebagai lambang ekonomi masyarakat untuk kelangsungan hidupnya.

6. Babalai Bamusajik,

Artinya, Nagari harus mempunyai balai adat tempat untuk bermusyawarah dan mesjid tempat untuk ibadah.

7. Bapandam Pakuburan,

Artinya, Nagari harus mempunyai tanah tempat pusara perkuburan. Setelah terpenuhinya syarat fisik keberadaan sebuah nagari Artinya, Nagari harus mempunyai tanah tempat pusara perkuburan.

Setelah terpenuhinya syarat fisik keberadaan sebuah nagari, harus dipenuhi pula syarat berdirinya sebuah nagari, yaitu:30

Nagari ba kaampek suku (Nagari punya empat suku)

30

Dina Amanda, Penyelesaian Sengketa Gadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Minangkabau Kasus Putusan

(4)

Dalam suku babuah paruik (Dalam suku ada keluarga) Kampuang nan ba tuo (Kampung punya pemimpin)

Rumah nan ba tungganai (Rumah tangga punya penanggung jawab) Dari kata-kata adat tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut:31

1. Kaampek suku

Artinya bahwa suatu pemukiman baru boleh disebut nagari bila penduduk didaerah tersebut telah tersusun sekurang-kurangnya empat kelompok suku, yang masing-masingnya sudah mempunyai penghulu atau mamak kepala kaum.

2. Buah Paruik

Pengertian suku harus memenuhi syarat tersendiri pula, yaitu dalam suku babuah paruik. Yang disebut saparuik terdiri dari sekurang-kurangnya seorang anak, seorang ibu, seorang nenek, seorang gaek (Ibunya nenek), dalam arti kata sekurang-kurangnya terdiri dari empat generasi. Dalam lingkungan saparuik itu harus ada mamak yang dituakan, yang lazim juga disebut dengan Tuo Kampuang. Orang seniniak disebut orang sesuku, orang yang segaek disebut juga orang seperut, orang-orang yang senenek disebut juga orang-orang yang sajurai, dan orang-orang yang seibu disebut juga samande. Pada umumnya pengertian istilah-istilah tersebut:

a. Samande yaitu anak-anak yang lahir dari seorang ibu. Mande artinya Ibu, atau disebut juga dengan amak, amai, biyai, bundo, mandeh, mama, ummi, induak.

b. Sajurai artinya sama berasal dari satu perut seorang nenek.

c. Saparuik artinya sama berasal dari perut seorang gaek (Ibunya nenek). d. Sasuku artinya sama berasal dari seorang niniak yang sama. Niniak inilah

menempati jenjang tertinggi dari susunan sesuku. Dari niniak inilah suku itu bermula.

e. Sapayuang ini lebih berorientasi kepada kepemimpinan. Bila kelompok itu ada pelindung atau tetuanya, maka kelompok itu disebut Sapayuang.

f. Sakampuang ini lebih berorientasi kepada lokasi pemukiman. Bila kelompok ini bertempat tinggal atau bertetangga dengan kelompok suku lain, maka himpunan kelompok ini disebut sakampuang atau sekampung.

g. Saparinduan artinya sama dengan samande namun orientasinya

lebih mencerminkan satu garis keturunan matrilineal. Di Minangkabau orang bisa saja saparinduan namun tidak sebapak, misalnya karena ibunya menikah dua kali dan melahirkan anak-anak dari suami yang berbeda. 3. Tuo Kampuang

Bila kumpulan saparuik telah bertambah banyak jumlah keluarganya, maka untuk setiap kelompok yang seperut diangkat salah seorang mamak yang tertua atau yang dituakan sebagai Tuo Kampuang. Dengan tugas antara lain mengawasi dan mengurus harta pusaka dibawah pengawasan Penghulu Suku atau mamak kepala kaum. Jadi Tuo Kampuang semacam pembantu penghulu suku tetapi tanpa gelar Datuak.

31 Ibid.

(5)

4. Tungganai

Semua saudara laki-laki dari ibu disebut mamak rumah dan saudara lelaki tertua dari ibu disebut Tungganai. Tungganai ini lebih dikenal dengan Mamak Kepala Waris. Peranannya dalam pengurusan harta pusaka tinggi sangat penting, karena dia lebih mengetahui seluk beluk harta pusaka dan dianggap orang yang pintar dalam hal asal-usul harta yang dimiliki kaumnya.

Pemerintahan Nagari diatas, di kepalai oleh seorang Wali Nagari di tiap-tiap Nagari tersebut. Seorang Wali Nagari dalam masyarakat Minangkabau sama kedudukannya dengan Kepala Desa, diluar Sumatera Barat. Wali Nagari mempunyai peranan penting untuk mengatur, mengawasi, melindungi dan memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya, dan diberikan kebebasan bagi Wali Nagari untuk menjalankan tugasnya dan mengambil kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk keamanan, ketentraman, kesejahteraan masyarakatnya asal tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Keberadaan Gadai Tanah dalam Masyarakat di Kecamatan Sungayang 1. Pengertian Gadai Tanah

Istilah jual gadai pada orang Minangkabau disebut “Manggadai” pada orang Jawa disebut “adol sende” pada orang Sunda disebut “ngajual akad” gade, pada orang Batak disebut “dondon atau sindor”. Istilah-istilah ini dulu oleh orang Belanda diterjemahkan dengan istilah: verkoop met beding van werder inkoop” (menjual dengan syarat untuk membeli kembali), istilah ini muncul karena salah pengertian tentang istilah jual dalam kata jual gadai menurut hukum adat.32

Perkataan jual menurut hukum adat berarti menyerahkan (over dragen) jadi tidak identik dengan perkataan verkoop dalam bahasa Belanda. Dalam perkataan verkoop tersinggung pengertian berpindahnya hak milik. Dilain pihak istilah verkoop seolah-olah pihak pertama terikat pada suatu jangka waktu, yang berarti bilamana jangka waktu telah lewat maka pihak

32

(6)

kedua menjadi pemilik tanah yang bersangkutan, sedang dalam lembaga jual gadai tidaklah demikian halnya.33

Menurut J.C.T. Simorangkir dan Wiryono Sastro Pranto jual gadai yaitu: penyerahan tanah dengan pembayaran kontan dengan syarat bahwa penjual setelah waktu yang ditentukan oleh kedua belah pihak berhak mengembalikan tanah tersebut.34 Sedangkan menurut S.A. Hakim jual gadai adalah penyerahan tanah dengan pembayaran sejumlah uang secara kontan demikian rupa sehingga yang menyerahkan tanah itu masih mempunyai hak untuk mengembalikan tanah itu kepadanya dengan pembayaran kembali sejumlah uang yang tersebut.35

Sedangkan Menurut Boedi Harsono gadai adalah : 36

“Hubungan hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang telah menerima uang-gadai dari padanya. Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh “pemegang gadai”. Selama itu hak tanah seluruhnya menjadi hak pemegang gadai. Pengembalian uang gadai atau yang lazim disebut “penebusan”, tergantung pada kemauan dan kemampuan pemilik tanah yang menggadaikan. Banyak gadai yang berlangsung bertahun-tahun, bahkan sampai puluhan tahun karena pemilik tanah belum mampu melakukan penebusan.”

Gadai tanah adalah merupakan pranata yang muncul dari realisasi kehidupan sosial, Yang mengandung nilai hukum dan akan tetapi berada dalam kehidupan manusia yang menggunakannya.37 Dalam sistem hukum adat Minangkabau telah lama dikenal adanya gadai tanah atau pagang gadai, hal ini disebabkan karena untuk menjual lepas dari tanah itu dalam pewarisan dan sistem matrilineal sangatlah dilarang, karena tanah adalah salah satu identitas sebagai orang Minang asli.

33 Ibid. 34

J.C.T. Simorangkir dan Wiryono Sastro Pranto, Pelajaran Hukum Indonesia, (Jakarta: Gunung Agung, 1962), hlm. 83

35

S.A. Hakim, Jual Lepas, Jual Gadai dan Jual Tahunan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1965), hlm. 30 36

Boedi Harsono, Hukum agraria Indonesia, (Jakarta: Jambatan , 2002), hlm. 394 37

Muhammad Yamin, Gadai Tanah Sebagai Lembaga Pembiayaan Rakyat Kecil, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2004), hlm. 66

(7)

Sistem matrilinial adalah suatu prinsip struktur sosial Nagari yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:38

a. Keturunan dan pembentukan kelompok berpusat disekitar garis keturunan ibu/mande/wanita : kelompok geneologis ini disebut suku.

b. Payuang atau jurai dan kaum atau paruik adalah kelompok keturunan matrilinial yang dikepalai oleh laki-laki dan memiliki harta bersama (komunal kolektif). Harta pusaka itu dalam teorinya tidak dapat di ganggu gugat, tetapi digunakan untuk kaum perempuan karena perempuan yang akan memberikan keturunan. Sedangkan harta pusaka non matrilineal termasuk kedudukan adat, gelar diperlambangkan dan diperuntukan bagi kaum laki-laki yang bertindak sebagai penjaga kelompok matrilineal tersebut.

Gadai adalah perpindahan tanah dengan pembayaran sejumlah uang yang dijual secara tunai, dan orang yang memindahkan hak tanah itu, jika mendapatkan tanah itu uang sebanyak yang telah diterimanya dahulu.39 Aspek yang penting dalam gadai adalah uang gadai, perlu diketahui bahwa uang yang diberikan kepada pemberi gadai bukanlah hutang, dimana pemegang gadai tidak bisa menagih kembali uang gadai tersebut.40

Gadai adalah suatu transaksi antara penggadai dengan penerima gadai, dimana penerima gadai berhak untuk mengelola dan memanfaatkan objek dari transaksi gadai tersebut, selama gadai tersebut belum di tebus oleh penggadai.

Dalam masyarakat hukum adat Minangkabau, maka hak-hak atas tanah akan meliputi : 41 1. Hak ulayat nagari, yaitu hak nagari atas tanah yang dipergunakan untuk kepentingan

umum atau untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yang dikuasai oleh penghulu-penghulu nagari secara bersama-sama seperti tanah untuk tempat ibadah, balai adat dan lain sebagainya.

2. Hak ulayat suku, yaitu hak yang dimiliki dan dikelola oleh suatu suku secara turun temurun, yang dikuasai oleh penghulu - penghulu dalam persekutuannya untuk kepentingan suku tersebut dan hanya anggota suku itu saja yang dapat mempergunakannya.

38

Hasan Basri Dt. Maharajo, Pemanfaatan tanah ulayat sebagai jalan pemecahan masalah tanah ulayat di

Sumatera Barat, (Padang: Makalah, 2007), hlm. 3 39

Nico Ngani, Perkembngan Hukum Adat Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka yustisia, 2012), hlm. 51 40

Ibid. 41

Alisman, Pelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau dinagarai campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal 7 uu, no.56.prp1960, (Semarang : universitas diponegoro, 2005), hlm. 43

(8)

3. Hak atas tanah pusaka tinggi, yaitu hak atas tanah yang dimiliki oleh suatu kaum yang merupakan milik bersama (komunal) dari seluruh anggota kaum yang diperoleh secara turun temurun dan selalu berada di bawah kekuasaan penghulu pucuk atau Datuk sebagai “Mamak Kepala Waris” atau Mamak pemegang waris, yang ditujukan untuk kepentingan kaum.

Menurut Anwar42 bagi harta pusaka tinggi berlaku ketentuan adat dimana harta pusaka tinggi tidak boleh dijual.

4. Hak atas pusaka rendah, yaitu hak atas tanah yang diperoleh seseorang atau suatu “paruik” (Perut) berdasarkan pemberian hibah maupun yang dipunyai oleh suatu keluarga berdasarkan pencariannya , pembelian, “taruko” (pembukaan tanah baru), dan lain sebagainya yang telah diwariskan.

5. Hak atas tanah harta pencarian yaitu hak atas tanah yang diperoleh seseorang dengan pembelian, “taruko”, atau berdasarkan hasil usahanya sendiri dengan tanpa melalui pewarisan terlebih dahulu.

Di masyarakat hukum adat Minangkabau yang berkuasa atas tanah adalah mamak. Mamak bertugas dan bertanggung jawab di dalam memelihara, mengurus, dan mempertahankan tanah yang dikuasasi kaumnya, dan jika perlu menambah dari hasil-hasil pencarian (usaha pribadi mamak). Bertanggung jawab disini bukanlah berarti bahwa mamak sebagai pemiliknya, yang berstatus sebagai pemilik atas tanah di dalam masyarakat hukum adat Minangkabau adalah wanita, sehingga pewarisannya pun dilakukan menurut garis keturunan wanita. Proses pemindahan kekuasaan atas harta pusaka ini dari mamak kepada kemenakannnya disebut juga dengan “pusako basalin”43

Gadai tanah dalam masyarakat Minangkabau timbul dari suatu perjanjian yang sifatnya tolong menolong, dimana penggadai dan pemegang gadai adalah yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan, sekaum, sesuku, senagari dan ada juga berbeda nagari. Dan gadai tanah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat, yang tidak bisa dihapus begitu saja, karena gadai tanah tersebut adalah salah satu cara yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang dianggap sangat penting.

42

Anwar Chaidir, Hukum Adat Indonesia : Meninjau Hukum Adat Minangkabau, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hlm. 187

43

Amir, M.S, Pola dan Tujuan Hidup Orang Minangkabau, (Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya, 2013), hlm. 45

(9)

Aturan mengadaikan harta pusaka itu adalah :44

1. Apabila orang hendak mengadaikan harta pusakanya kerena alasan yang benar sepanjang adat, terlebih dahulu dia wajib memberitahukan kepada kaumnya yang sama-sama serumah, kalau ada diantara mereka yang bisa membeli atau memegang harta itu.

2. kalau dari yang serumah tidak ada yang bisa, baru boleh kepada yang sebuah perut, lepas dari yang sebuah perut baru kepada yang sekampung, lepas sekampung kepada sesuku, lepas dari sesuku baru beralih ke dalam nagari dan seterusnya.

3. Apabila tidak dilakukan yang seperti itu, maka transaksi itu boleh dibatalkan oleh orang yang berhak memegang harta itu, menurut jenjang masing-masing tadi. Kalau belum lepas dari yang serumah, harta telah digadaikan begitu saja kepada orang yang sekampung maka transaksi itu salah, sepanjang adat dan boleh dibatalkan oleh orang yang serumah tadi.

4. Sekali-kali dilarang orang yang sekampung atau yang lainnya itu melampui orang serumah itu, meskipun uang orang itu sudah diterima, dia wajib mengembalikan uang itu kembali dan menyerahkan kepada orang yang serumah yang sanggup memegang harta tadi.

5. Jadi transaksi gadai tersebut harus bajanjang naiak batanggo turun, maksudnya harus sesui dengan urutan yang ada seperti yang di jelaskan diatas, tidak boleh lampau melampaui, harus sesuai dengan urutan sesuai dengan aturan adat.

2. Objek gadai

Selama gadai berlangsung, penambahan uang gadai juga dimungkinkan apabila disepakati oleh kedua belah pihak, dalam istilah masyarakat Minangkabau dikenal dengan istilah “ mampadalam gadai”.dalam penambahan gadai ini biasanya tidak boleh lebih besar dari harga gadai yang pertama, karena dalam transaksi gadai tersebut, tidak bisa sesuai keinginan dari penggadai saja, dimana penerima gadai juga memperhitungkan luas dari objek gadai tersebut, yaitu uang gadai tidak boleh melebihi harga jual dari objek gadai tersebut, tergantung dari objek gadai tersebut.

Pada dasarnya yang dapat menjadi objek gadai adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ter Haar sebagai berikut :45

1. Tanah

44

Ibrahim Dt. Sangguno Dirajo, uraian Adat minangkabau, (Bukittinggi 1987), hlm. 201 45

Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan oleh K. Ng. SoebaktinPoesponoto, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), hlm. 86

(10)

Baik itu dalam bentuk perkebunan maupun sawah, yang paling digemari dan banyak di lakukan oleh masyarakat sebagai objek gadai.

2. Empang-empang ikan 3. Pohon-pohon

Saat ini yang menjadi objek gadai bukan hanya tanah, empang ikan atau pohon saja, namun telah mengalami perkembangan dimana, yang menjadi objek gadai adalah: 46

1. Sawah

Jika objek gadai adalah sawah, maka biasanya tidak ada jangka waktu gadai, dan dalam penebusannya boleh dilakukan yaitu tahun kedua atau ketiga setelah gadai disepakati, dan dalam hal harga gadainya tergantung luas dari sawah tersebut, semakin luas sawah tersebut, jadi harga gadainya bisa besar juga, namun harga gadai biasanya maksimal dibawah harga jual dari sawah yang digadaikan, dan biasanya penerima gadai juga memperhatikan tingkat kesuburan tanah sawah tersebut, karena jika tanahnya tersebut luas namun kurang subur dan hasil panen pun tidak terlalu banyak, maka uang gadainya bisa lebih kecil. Karena rata-rata penerima gadai lebih suka47 jika objeknya sawah, dari pada yang lain, karena jauh lebih menguntungkan dari objek gadai lainnya.

2. Ladang/Kebun

Jika objek gadai adalah kebun, maka hal yang pertam dilihat oleh penerima gadai adalah isi tanaman yang ada dikebun, selanjutnya luas dan letak kebun tersebut, karena berdasarkan pertimbangan tersebut, maka harga gadai yang bisa diberikan oleh penerima gadai tidak akan sama. Selain itu, penerima gadai lebih suka jika dibuatkan jangka waktu gadai, misalnya 20 tahun, karena rata-rata gadai dengan objek kebun di

46

Hasil wawancara dengan YM. DT. Sari Marajo, Wali Nagari Minangkabau pada tanggal 12 Mei 2013. 47

(11)

Kecamatan Sungayang, terutama di Nagari Sungayang, penerima gadai lebih suka jangka waktu gadai tersebut diatas 10 tahun, dengan demikian penerima bisa menikmati hasil dari ladang tersebut, termasuk menanam tumbuhan yang menghasilkan.

Namun ada juga waktunya dibawah 10 tahun, apabila kebun tersebut letaknya strategis, luas tanah dan tanaman yang ada didalamnya menghasilkan, tanpa perlu ditanami lagi, seperti pohon kelapa, atau buah-buahan lain seperti pisang, coklat, alpukat, cengkeh, durian, sawo.

3. Tanaman

Jika yang menjadi objek gadai adalah tumbuh-tumbuhan seperti, pohon kelapa dan sawo, maka jangka waktunya adalah dibawah sepuluh tahun. Dimana dalam surat gadai dijelaskan tumbuhan yang mana yang digadaikan, dimana letaknya, berapa jumlah pohonnya dan selama gadai berlangsung maka penerima gadai berhak untuk mengambil hasil dari pohon tersebut sampai gadai tersebut di tebus oleh penggadai, dan dalam pelaksanaannnya, rata-rata masyarakat membuat surat gadai tersebut.

4. Kolam Ikan

Jika objeknya adalah kolam ikan, maka uang gadai tergantung kepada besarnya kolam dan sumber perairan kolam, karena dengan demikian akan menguntungkan bagi penerima gadai. Minimal sekali panen ikan, maka gadai baru bisa ditebus oleh penerima gadai, kecuali diperjanjikan lain, dimana kapanpun sipenggadai bisa menebus gadai tersebut.

(12)

Dimana saat ini kendaraan bermotor juga bisa menjadi objek gadai, baik itu sepeda motor maupun mobil, dimana selama gadai berlangsung, pemegang gadai berhak untuk memakai dan memanfaatkan kendaaraan bermotor tersebut.

6. Mesin untuk membajak sawah

Saat ini dalam membajak sawah, masyarakat sudah memakai alat yang disebut mesin bajak, karena dianggap lebih cepat dan efektif, dan juga bisa dijadikan sebagai objek gadai.

Objek gadai pada saat ini bukan hanya tanah, tanaman ataupun kolam ikan, tetapi khususnya di Nagari Minangkabau, kendaraan bermotor sama mesin bajak bisa menjadi objek gadai atau di Nagari Minangkabau menyebutnya pinjam meminjam, karena istilah gadai diganti dengan pinjam meminjam, namun maksud dan tujuannya sama dengan transaksi gadai. Hal ini dikarenakan48 Untuk menghindari ketentuan dari Pasal 7 Undang-Undang No. 56/Prp/1960, yang mana dijelaskan bahwasanya transaksi gadai tanah maksimal berlangsung 7 tahun, apabila lebih dari 7 tahun maka transaksi berakshir, sehingga penerima gadai harus mengembalikan objek gadai kepada penggadai tanpa adanya uang tebusan. Jadi untuk itu, dibuatlah surat pinjam meminjam. Isinya selama transaksi berlangsung, yang meminjamkan berhak untuk memakai/mengelola atau mengusahakan objek gadai, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat dalam surat pinjam meminjam yang dibuat oleh pihak peminjam dan yang meminjamkan.

Walaupun bentuk transaksinya sama, namun memiliki perbedaan yang bisa dilihat dari sifat transaksi tersebut, dimana jika transaksi gadai, sifatnya bukan utang piutang, dimana kapanpun bisa ditagih oleh yang memegang hutang, sedangkan dalam transaksi gadai, pemegang gadai tidak bisa memaksa penggadai untuk menebus gadai tersebut, dan kalaupun pemegang

48

(13)

gadai membutuhkan uang , penerima gadai bisa mengalihkan gadai ke pihak ketiga dengan sepengetahuan dan persetujuan penggadai. Kalau pinjam meminjam lebih bersifat hutang piutang, dimana peminjam bisa meminta kembali pinjaman tersebut apabila ia membutuhkan, jadi pinjam meminjam sama dengan hutang piutang. Untuk itu, telah terjadi kesalah pahaman penerapan gadai tersebut dalam masyarakat, dengan membuat surat transaksi pinjam meminjam. Untuk itu penerapan transaksi pinjam meminjam ini perlu di pahami dan dimengerti oleh masyarakat, jangan hanya karena untuk menghindari ketentuan yang ada, sehingga nilai transaksi gadai tersebut berubah maksud dan tujuannya.

3. Ciri-Ciri Gadai Tanah.

Ciri-ciri gadai tanah pada umumnya antara lain:49

a. Hak gadai umurnya terbatas, artinya pada sewaktu-waktu akan berakhir atau hapus. Hak gadai akan berakhir apabila dilakukan dengan penebusan oleh pemiliknya dan tidak dapat dipaksa oleh pemegang gadai. Hak untuk menebus tidak akan hilang karena daluwarsa ataupun meninggal dunia pemiliknya dan menebus beralih kepada ahli warisnya.

b. Hak gadai dapat dibebani dengan hak tanggungan lainnya, seperti pemegang gadai menyewakan tanah/sawah itu untuk memperduai kepada pihak lain. Pihak lain itu boleh pihak ketiga atau orang yang menggadaikan tanah/sawah tersebut atau menganak gadaikan (underverponden) kepada pihak lain seizin pemilik tanah / sawah itu yang mengakibatkan putusnya hubungan gadai tersebut.

c. Hak gadai dapat pula dipindahkan kepada pihak ketiga seizin pemilik yang disebut “memindahkan gadai” (doorverpoden)

d. Selama gadai berlangsung, maka uang gadainya dapat ditambah yang disebut dengan “mendalami gadai”.

e. Hak gadai termasuk hak yang harus didaftarkan menurut pasal 19 PP No. 10 tahun 1960 f. Pengambilan benda gadai kalau tanah pertanian setelah dilakukan panen dan paling lama 7

tahun tanpa tebusan.

Namun ciri-ciri gadai tanah yang dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut:50 a. Transaksi gadai seringkali dilakukan antara kerabat keluarga.

49

Syamsul Bahri Dt. Saripado, Hukum Agraria Indonesia Dulu dan Kini II, ( Padang, 1987), hlm. 153 50

Hasil wawancara dengan Hamyar, Wali Nagari Sungai Patai di Kecamatan Sungayang, Pada tanggl 20 Mei 2013

(14)

b. Transaksi gadai berdasarkan harga emas. Sehingga jumlah saat menggadai dan pada saat penebusan harga emas bisa jauh lebih tinggi.

c. Gadai akan hapus bila dilakukan penebusan oleh penggadai.

d. Jika pemegang gadai meninggal dunia, maka gadai tersebut bisa diwariskan kepada ahli warisnya.

e. Selama gadai berlangsung, maka atas persetujuan kedua belah pihak, uang gadainya dapat ditambah.

f. Transaksi gadai dilakukan secara lisan maupun tulisan.

g. Tidak adanya jangka waktu transaksi gadai, sehingga ada transaksi yang berjalan puluhan tahun.

4. Syarat-syarat Gadai Tanah

Untuk dapat melaksanakan transaksi gadai tanah, haruslah dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:51

a. Gadai dianggap sah apabila semua ahli waris telah menyetujuinya. Dan apabila masih ada salah seorang saja yang berkeberatan, gadai dianggap tidak sah

b. Jangka waktu perjanjian gadai sekurang-kurangnya sampai si pemegang gadai telah memetik hasil dari objek gadai yaitu minimal satu kali panen

c. Penerima gadai tidak boleh menggadaikan lagi tanah atau sawah yang menjadi objek gadai kepada pihak ketiga tanpa persetujuan penggadai pertama, sebaliknya penggadai pertama wajib menyetujui pengoperan gadai ke pihak ketiga, bila penerima gadai memerlukan uangnya dan si penggadai belum dapat menebus. Dalam hal ini, pengggadai pertama atau ahli warisnya dapat menebus gadai tersebut langsung kepada pihak ketiga.

d. Penggadai boleh meminta tambahan harga gadai dalam masa perjanjian gadai tanah berjalan, sebaliknya penebusan tidak bisa dilakukan dengan cicilan.

e. Jika salah satu pihak yang membuat perjanjian gadai tanah meninggal dunia atau keduanya meninggal maka hak gadai atau hak tebus diwariskan kepada ahli warisnya masing-masing.

f. Jika dalam masa perjanjian gadai itu telah terjadi kerusakan terhadap harta gadaian, umpamanya karena bencana alam, kedua belah pihak tidak terikat pada masalah ganti

51

(15)

rugi. Pemegang berhak memperbaiki kerusakan itu serta menggarapnya terus sebagaimana biasa.

g. Jika yang digadaikan itu tanaman keras seperti kelapa atau cengkeh, pemegang berhak mengambil hasilnya, tetapi tidak boleh menebang pohonnya.

5. Alasan Gadai Tanah

Pada umumnya tanah di Minangkabau adalah tanah pusaka (pusaka tinggi atau pusaka rendah). Maka untuk menggadaikan tanah tersebut harus mendapat persetujuan dan kesepakatan dari semua ahli waris tanah itu, disamping harus pula mendapat persetujuan dari atau disaksikan oleh kepala suku atau penghulu. Berdasarkan adat Minangkabau Ada 4 alasan gadai itu bisa dilakukan yaitu :52

a. Rumah gadang katirisan, artinya rumah adat sudah rusak perlu di perbaiki.

b. Gadih gadang alun balaki, artinya ada gadis yang sudah patut dikawinkan, tetapi ongkos tidak ada untuk mengisi adat dan untuk perhelatan perkawinan.

c. Maik tabujua ditangah rumah, artinya, tanah boleh digadaikan, untuk menutupi biaya kematian, penguburan.

d. Adat tidak berdiri, artinya pada kaum atau rumah itu itu sudah perlu didirikan penghulu atau atau sudah lama pusaka penghulu terbenam saja, karena biaya untuk mengisi adat pada nagari tidak cukup.

Namun dalam kenyataannya sekarang, sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat, ada masyarakat yang menggadaikan tanahnya bukan karena 4 (empat) alasan diatas, tetapi alasan menggadai adalah untuk :53

a. Untuk menutupi ketekoran dagang b. Untuk biaya pengobatan

c. Untuk biaya pendidikan anak-anak

d. Karena kaumnya punah atau hampir punah

52

Mochtar Naim, Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris Minangkabau, (Padang : Sri Darma, 1968), hlm. 30

53

(16)

Alasan masyarakat untuk melakukan transaksi gadai adalah suatu keterpaksaan yang tidak bisa di tunda, dimana hal ini dilakukan karena tidak ada lagi jalan lain yang bisa ditempuh oleh masyarakat, kalaupun diusahakan dengan jalan meminjam uang kepada saudara, sahabat maupun tetangga tidak akan bisa di peroleh, karena selain keadaan perekonomian masyarakatnya yang sederhana, dilain pihak juga ketakutan bagi masyarakat, jika meminjamkan sejumlah uang yang cukup besar tanpa adanya jaminan, sulit untuk di tagih dan masyarakat takut uang tersebut tidak dikembalikan. Jika di tempuh dengan melakukan pinjaman ke Bank, hal pertama yang terpikir oleh masyarakat adalah Jaminan yang tidak ada, selain itu prosedur yang cukup banyak yang membutuhkan waktu yang lama, selain itu angsuran yang harus dibayar perbulannya dianggap memberatkan, belum lagi ketakutan masyarakat untuk berurusan dengan Bank adalah penyitaan objek pinjamn jika tidak bisa membayar pinjaman dan ditambah lagi rasa malu kepada tetangga dan saudara atas penyitaan tersebut, untuk itu transaksi gadai merupakan cara yang dianggap lebih cepat

6. Penebusan Gadai

Penebusan gadai oleh penggadai kepada pemegang gadai, walaupun tidak diperjanjikan, namun berdasarkan kebiasaan dari masyarakat, jika objek gadainya adalah sawah, maka penebusannya hanya bisa dilakukan pada tahun kedua atau ketiga. Maksud tahun kedua atau ketiga adalah dimana paling cepat gadai tersebut boleh ditebus setelah 2 tahun tanah tersebut dikelola oleh penerima gadai, baru gadai tersebut boleh ditebus54. Hal ini tidak di tuliskan dalam surat gadai, kecuali diperjanjikan lain, dimana dalam surat gadai tersebut dijelaskan bahwa penggadai boleh membayar/ menebus gadai tersebut, kapanpun juga, maka ketentuan tahun ke dua dank ke tiga tidak berlaku, yang berlaku adalah ketentuan dalam surat gadai tersebut.

54

(17)

Dalam penebusan gadai yang ada didalam masyarakat, bersifat tunai dan untuk itu pembayaran gadai tersebut haruslah dibayar tunai seluruhnya, dimana menurut Ter Haar :

”Pembayaran sebagian …...sangat jarang terjadi, karena penghulu-penghulu masyarakat menuntut pembayaran penuh dari uang harga yang telah disepakati sebagai syarat untuk memberikan bantuannya. Dalam hal pembayaran dilakukan sebagian dilakukan oleh pemegang gadai,….apabila timbul perselisihan akibat tidak dibayarnya sisa uang gadai, menurut hukum adat perkara ini harus ditinjau dari sudut perbuatan tunai sepenuhnya. Jadi uang tunggakan tersebut seharusnya dianggap sebagai suatu pinjaman uang biasa, seakan-akan sesudah ‘perbuatan tunai’ penuh tadi, sebagian uang pembayaran dipinjamkan kembali kepada si pembayar uang yaitu sipenerima tanah”55

Rata-rata yang melakukan gadai tanah adalah masyarakat yang mata pencahariannya bertani, selain itu, yang menerima gadai adalah masyarakat yang perekonomiannya tergolong menengah keatas, dan sebagian besar ada gadai yang di kuasai oleh satu orang, sehingga, tujuan awal dari gadai untuk menolong yang membutuhkan, berubah menjadi tempat untuk mendapatkan keuntungan dan mengumpulkan harta. Sehingga gadai tersebut dimanfaatkan untuk hal yang tidak baik, karena gadai tersebut saat ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat yang sesama satu Nagari, bisa juga antara masyarakat yang beda Nagari.

Untuk itu, kebiasaan masyarakat di Kecamatan Sungayang, dalam melakukan transaksi gadai dapat dilihat berdasarkan kebiasaan di tiap-tiap Nagari yang ada, yaitu:

1. Nagari Minangkabau

Nagari Minangkabau jumlah penduduknya adalah ±2927 orang, yang rata-rata mata pencahariannya adalah bertani. Luas daerahnya ± 845 hektar, luas perkebunan ±165 hektar dan luas sawahnya± 223 hektar. 56 Namun sebagian dari sawah-sawah yang ada di nagari

55

Ter Haar, op cit, hlm. 110 56

Hasil wawancara dengan YM. DT. Sari Marajo, Wali Nagari Minangkabau, pada tanggal 15 Mei tahun 2013

(18)

minangkbau, bukanlah milik dari masyarakat Nagari Minangkabau, sehingga masyarakatnya sebagian kecil yang tidak mempunyai tanah pertanian, bekerja sebagai penggarap saja57.

Saat ini Nagari minangkabau, merupakan Nagari terbaik di Kecamatan Sungayang, hal ini bisa dilihat dari kehidupan masyarakatnya yang aman, tentram dan sejahtera, hal ini tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Wali Nagari Minangkabu, yaitu YM. DT. Sari Marajo. Karena loyalitasnya yang begitu besar, dan semakin berkembangnya kehidupan masyarakat, sehingga pada saat ini, jabatan Wali Nagari merupakan periode kedua. Semasa jabatannya, Nagari Minangkabau pernah mendapat juara pertama dalam perlombaan kategori nagari terbersih di Kabupaten Tanah Datar, selain itu terbentuknya kelompok tani, sehingga memberikan tambahan pengetahuan masyarakat tentang bertani dan adanya pembagian pupuk gratis buat petani-petani yang ada di nagari minangkabau.

Berdasarkan keterangan dari upik58, gadai tanah yang telah berlangsung ±20 tahun tersebut dengan objek gadainya adalah sawah, gadai tanah tersebut awalnya dilakukan oleh orang tuanya, dengan alasan untuk membiayai rumah sakit ayahnya, yang menderita penyakit struk berat, dan membutuhkan biaya yang cukup besar, dan uang gadai yang disepakati adalah sebesar 2 piah.59 Dan gadai tersebut dipegang oleh tetangga upik, yang masih mempunyai hubungan keluarga, dan gadai tersebut belum bisa ditebus oleh upik, dikarenakan tidak adanya biaya untuk menebus, karena upik dan suami yang berprofesi sebagai petani, yang hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sekolah anaknya.

Menurut upik, gadai tanah yang masih merupakan suatu kebutuhan masyarakat disekitarnya, dimana saat ini gadai tersebut dilakukan untuk biaya pendidikan kuliah

57 Ibid. 58

Hasil wawancara dengan Upik, masyarakat Nagari Minangkabau pada tanggl 17 Mei 2013 59

1 (satu) piah sama dengan 7 emas, dan 1 emas sama dengan 2,5 (dua setengah) gram jadi kalau 2 piah sama dengan 14 emas atau 35 gram. Jika saat ini harga 1 gram emas adalah Rp 450.000 (empat ratus lima puluh ribu), maka 35 gram × Rp. 450.000 = 15.750.000,-

(19)

anaknya, hal ini bisa dilihat dari beberapa saudara dari upik, selain sawah, ada juga yang menggadaikan kolam ikan. Selain itu, dengan adanya kebijakan dari Wali Nagari, yaitu istilah gadai tanah tersebut diganti dengan pinjam meminjam, sehingga cakupannya lebih luas, sehingga bukan hanya pertanian, tumbuhan ataupun kolam ikan yang bisa mmenjadi objek pinjam meminjam, kendaraan seperti sepeda motor, mobil, atau mesin yang menghasilkan bisa dijadikan objek g adai.

Kebijakan lain yang tidak jauh pentingnya yang dibuat oleh Wali Nagari Minangkabau adalah masalah Gadai tanah, dengan adanya pemahaman dan pengetahuan tentang hukum, sehingga Wali Nagari mengeluarkan suatu kebijakan tentang masalah gadai tanah yang dilakukan masyarakat di Nagari Minangkbau. Dimana dalam hal menggadai, istilahnya diganti dengan pinjam-meminjam, walaupun sebenarnya masyarakat masih menyebutnya dengan gadai, dan dalam pelaksanaannya tidak hanya dalam bentuk tanah sebagi objeknya, bisa juga dalam bentuk barang bergerak seperti mobil, sepeda motor, kolam ikan, tanaman60, setelah itu masyarakat disarankan untuk membuat surat pinjam-meminjam, jika objeknya adalah sawah, maka isinya menjelaskan bahwa:

” dengan ini A meminjamkan uang sebesar Rp. …… atau …….emas/emas murni USA polos/ emas murni USA bekas kepada B, dan selama B belum melunasi pinjamannya, maka A berhak untuk mengelola dan memungut hasil dari sawah milik B, yang terletak di……sebelah utara berbatasan dengan, sebelah selatan berbatasan dengan………”61

Jika objek gadai seperti kendaraan maka penerima gadai berhak untuk memakai atau memanfaatkan kendaraan tersebut, selama gadai berlangsung, hal ini bila penggadai tidak mau menjual lepas kendaraannya untuk kepentingan yang mendesak, untuk itu, bukan hanya

60

Hasil wawancara dengan YM. DT. Sari Marajo, Wali Nagari Minangkabau, pada tanggal 15 Mei tahun 2013

61 Ibid.

(20)

surat bukti kepemilikan kendaraan saja yang di pegang oleh penerima gadai, namun penerima gadai berhak untuk memakai atau memanfaatkan kendaraan tersebut. Dimana jika sepeda motor bisa dijadikan untuk ojek atau dipakai sendiri oleh penerima gadai. maka bunyi surat pinjam meminjamnya adalah :

“dengan ini A meminjamkan uang sebesar Rp. …… atau …….emas/emas murni USA polos/ emas murni USA bekas kepada B, dan selama B belum melunasi pinjamannya, maka A berhak untuk menggunakan dan memanfaatkan kendaraan mobil/sepeda motor milik B, dengan merek……..BA……warna……jenis….atas nama....”62

Sebagian besar sawah yang ada di Nagari Minagkabau sudah menjadi milik masyarakat sungayang, sehingga masyarakat setempat hanya sebagai penggarap saja. Sehingga selain sawah, yang bisa menjadi objek gadai oleh masyarakat adalah kolam ikan, seperti pinjam meminjam yang dilakukan oleh Mawan, dimana objeknya adalah kolam ikan, yang terletak tidak jauh dari rumahnya, yang telah berlangsung ±5 tahun, dengan pinjaman sebesar 10 emas, untuk membiayai anaknya masuk Perguruan Tinggi, dimana dalam surat pinjam meminjam dijelaskan bahwasanya, selama pinjaman belum dibayar, maka kolam ikan tersebut boleh dikelola oleh yang meminjamkan uang, dan dalam pinjam meminjam ini tidak ada batasan waktunya. Bagi masyarakat gadai tanah merupakan satu-satunya cara yang paling cepat untuk mendapatkan uang, apalagi keadaan masyarakat yang saat ini tidak mau membantu atau memijamkan uang dalam jumlah besar jika tidak ada jaminannya, sehingga gadai tersebut terpaksa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak tersebut.

62 Ibid.

(21)

Apa yang telah diuraikan tersebut diatas dapat dilihat secara tabel dibawah ini: Tabel 1. Gambaran transaksi gadai di Nagari Minangkabau.

NO Keterangan Objek Jumlah uang

gadai

Lamanya gadai

Bentuk transaksi

1. Upik/Penggadai Sawah 2 piah ±20 tahun Tertulis

2. Mawan/Penggadai Kolam ikan

10 emas ±5 tahun Tertulis

3. Irad/Pagang gadai Sawah - - Tertulis

Sumber : Hasil wawancara yang telah diolah, pada bulan Mei 2013

Setelah membuat surat pinjam meminjam, maka surat tersebut ditandatangi, oleh para pihak dan jika yang menjadi objek gadai adalah tanah pusako tinggi, maka harus diketahui dan ditanda tangani oleh mamak kepala waris, dan berserta ahli waris lainnya, tapi jika harta pusako rendah maka seluruh ahli waris harus menandatangani, dihadiri dua orang saksi yang ikut menandatangani, dan yang terakhir diketahui dan ditanda tangani oleh Wali Nagari, dan didaftarkan di kantor Wali Nagari.

Dengan didaftarkannya ke kantor Wali Nagari, bertujuan :

a. Sebagai bukti jangka panjang, jika surat tersebut, ilang/terbakar maka bisa diminta fotocopynya di kantor Wali Nagari Minangkabau

b. Untuk melindungi kepentingan para pihak

Sistem pinjam meminjam yang diterapkan oleh Wali Nagari Minangkabau ini, mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat, hal ini tidak terlepas dari cara pendekatan atau sosialisai yang baik yang dilakukan oleh Wali Nagari terhadap masyarakat Nagari Minangkbau, yaitu: mulai dari obrolan di warung, atau himbauan-himbauan dalam setiap acara yang dilaksanakan di Nagari Minangkabau.

Istilah pinjam-meminjam ini, telah diterapkan oleh Wali Nagari sejak awal pengangkatannya yaitu pada tahun 2004, dan dengan adanya perubahan yang dilakukan oleh Wali Nagari tersebut, sampai pada saat penelitian ini dilakukan tidak ada lagi persoalan yang

(22)

timbul atas gadai tanah di Nagari Minangkabau. Dan adanya kesadaran masyarakat untuk memperbaharui surat gadai yang telah berlangsung puluhan tahun, dimana dengan adanya pembaruan surat yang dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu untuk menghindari sengketa, dengan lebih menjelaskan dengan rinci isi dari surat yang telah ada, atau membuat surat bukti gadai karena selama ini gadai tersebut berlangsung secara lisan.

2. Nagari Sungayang

Nagari yang berbatasan dengan Nagari Minangkbau ini, jumlah penduduknya ± 2809 orang, luas daerahnya ± 8 km, luas perkebunan ± 275 hektar dan luas sawah ± 202 hektar. Pendidikan rata-rata masyarakatnya adalah tamatan SMA (sekolah menengah Atas), mata pencaharian rata-rata penduduknya adalah bertani dan wiraswasta. Dan sebagian besar penduduknya merantau, sehingga di Nagari Sungayang banyak sekali rumah-rumah yang tidak dihuni, dan masalah tanah pertanian biasanya diserahkan pengelolaan terhadap saudara yang berdomisili di Nagari Sungayang, dan ada juga yang disewakan atau pengelolaan dengan bagi hasil.

Wali Nagari Sungayang, yang bernama Izhar Rasyid, dimana baru menjabat ± 6 bulan, sehingga belam banyak kebijakan-kebijakan yang dibuat, selain itu, selama 2 tahun terkahir ada sedikit perubahan kebiasaan masyarakat dalam melakukan gadai tanah, dimana adanya kesadaran masyarakat untuk memberitahukan atau melaporkan atas transaksi gadai tanah dilakukan, sehingga akan lebih memberikan perlindungan atas kepentingan antara penggadai dan penerima gadai tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan beberapa masyarakat di Nagari Sungayang, gadai tanah masih dilakukan dan merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihilangkan

(23)

dalam kehidupan masyarakat Nagari Sungayang saat ini. hal ini disebabkan adanya kebutuhan yang mendesak yaitu :

a. Kebutuhan untuk pesta perkawinan

b. Kebutuhan untuk biaya kuliah anak/cucu/kemenakan

c. Kebutuhan untuk biaya pengobatan yang sangat besar jumlahnya

Gadai tanah yang dilakukan oleh masyarakat saat ini sudah mengalami perkembangan yang cukup baik, dimana bagi masyarakat yang mengerti akan kerugian yang disebabkan gadai yang terlalu lama, maka dalam menggadai dibuatlah surat perjanjian gadai, dan salah satu klausulanya menetapkan batas waktu gadai berlangsung, biasanya paling lama 10 tahun, dan surat gadainya diketahui oleh Wali Nagari Sungayang.63 Namun sebgaian masyarakat masih banyak yang melakukan transaksi gadai tanah atas dasar kepercayaan dan tanpa membuat surat bukti gadai tersebut, seperti yang dilakukan oleh Suma, dimana gadai tersebut telah berlangsung selama ±8 tahun, dimana Suma menggadaikan sawahnya kepada seseorang yang telah dikenal lama, karena letak sawahnya yang berdekatan, dimana sawah tersebut terletak di Nagari Minangkabau, dan penerima gadai tersebut berdomosili di Sungai Tarab yang bersebelahan dengan Nagari Minangkabau, sehingga Suma dan penerima gadai hanya berlandaskan kepercayaan saja, tanpa membuat surat bukti gadai, dan hal ini ditakutkan akan menimbulkan masalah, dan setelah adanya penelitian ini, dan dari hasil wawancara langsung, maka penggadai yaitu Suma berniat untuk membuat surat gadai tersebut, untuk menghindari konflik dikemudian hari.

Bagi masyarakat yang membuat surat gadai pun tidak mencantumkan jangka waktu gadai, yang dijelaskan dalam surat gadai adalah :64

63

Hasil wawancara dengan Nofri Nofrizar, Sekretaris Wali Nagari Sungayang. Pada tanggal 17 Mei 2013 64

(24)

1. Pihak penggadai dan penerima gadai

2. Berapa jumlah/total gadai yang disepakati, baik dalam bentuk uang atau emas 3. Apa yang menjadi objek gadai dan alamat objek tersebut

4. Bagaimana penebusan gadai

5. Apabila objeknya sawah, maka paling cepat boleh di lunasi gadai tersebut tahun kedua atau ketiga setelah gadai berlangsung

Selain sawah, Tanaman buah seperti kelapa dan buah sawo, juga digadaikan oleh masyarakat, dan biasanya maksimal 10 tahun65 tergantung jumlah uang gadai yang diberikan dan rata-rata memakai surat gadai. Dan bagi masyarakat yang tidak mau berlalurut dengan hutang piutang yang dibuat dalam bentuk gadai, ada juga yang melakukan gadai tersebut memakai jangka waktu, seperti dilakukan oleh sutan66, baginya, gadai jika tidak memakai jangka waktu maka, akan menyulitkannya untuk menebusnya kembali, untuk itu, gadai tanah yang dilakukan hanya selama 5 tahun, jadi sebelum waktu gadai habis, Sutan sudah mulai mengumpulkan uang untuk menebus gadai tersebut. Menurut Sutan, gadai yang tidak memakai jangka waktu, akan menyulitkan bagi masyarakat untuk menebusnya, selain itu masyarakat akan lalai untuk membayarnya, karena tidak adanya keharusan untuk membayar cepat, sehingga motifasi untuk mengumpulkan uang untuk menebuspun berkurang.

Namun kendala dalam lapangan, dimana penerima gadai, tidak mau jika gadai tersebut hanya dihitung berdasarkan jumlah uang yang dipinjam, kebanyakan penggadai lebih suka jika dalam penebusan tersebut dihitung berdasarkan harga emas pada saat penebusan, dengan demikian penerima gadai akan lebih mendapatkan keuntungan yang besar, karena kalau

65 Ibid. 66

Hasil wawancara dengan Sutan, Masyarakat Nagari Sungayang, pada tanggal 18 Mei 2013

(25)

seandainya tidak menguntungkan maka penerima gadai juga tidak mau melakukan transaksi gadai tersebut.67

Pemegang gadai yang palaing dikenal di kecamatan sungayang adalah Irad, karena banyak gadai yang dipegang oleh Irad, baik itu di Nagari Minangkabau, Nagari Sungayang, dan Nagari Tanjung, hal ini mengakibatkan banyak sekali gadai yang dipegang oleh Irad, dan rata-rata objek gadainya adalah sawah, dan tidak ada jangka waktu dalam gadai yang dilakukan serta dalam penebusan pun berdasarkan besarnya harga emas ketika penebusan berlangsung. Dan transaksi ini telah dilakukan oleh Irat sudah belasan tahun lamanya.

Di Nagari Sungayang, saat ini masih banyak tanah-tanah yang tergadai yang telah berlangsung puluhan tahun, dan hal ini disebabkan karena belum mampunya penggadai untuk menebus uang gadai tersebut, selain itu, adanya tanah yang digadaikan oleh salah satu anggota keluarganya secara diam-diam tampa sepengetahuan ahli waris lainnya. Contohnya ada sebuah kasus yang dialami oleh ibu Nurleli, umur 54 tahun yang berdomisili di Nagari Sungayang, dimana saat ini ibu tersebut tinggal seorang diri, karena tidak punya anak, dan suaminya baru saja meninggal karena sakit-sakitan bertahun-tahun sehingga untuk membiayai pengobatan suaminya ia menggadaikan perkebunannya untuk 20 tahun kedepan dengan uang gadai sebesar 2 (dua) piah emas, yang saat ini gadai tersebut baru berlangsung satu tahun, selain itu ada tanah perkebunan yang digadaikan oleh saudara laki-lakinya, yang telah berlangsung 20 tahun, tanpa diketahui oleh ibu Nurleli dan ahli waris lainnya, setelah saudaranya meninggal barulah diketahui bahwasanya tanah tersebut sudah tergadai, selain itu ada juga sawahnya yang digadaikan saat ini sudah berlangsung ± 30 tahun, namun karena faktor ekonomi, ibu tersebut tidak sanggup untuk membayar atau menebus gadai tersebut, sehingga saat ini ibu tersebut Cuma bisa pasrah, dan yang bisa ia lakukan saat ini adalah menyimpan dan mengirim bukti gadai yang

67

(26)

ada ke sanak saudara yang semuanya merantau di pulau jawa, sehingga apabila ada familinya yang mau membantu menebus gadai tersebut baik ibu tersebut masih hidup atau meninggal, sehingga Warisan orang tuanya tidak hilang begitu saja.

Apa yang telah diuraikan tersebut diatas dapat di lihat berdasarkan tabel dibawah ini : Tabel 2. Gambaran transaksi gadai di Nagari Sungayang.

NO Keterangan Objek Jumlah uang

gadai

Lamanya gadai

Bentuk transaksi 1. Suma/Penggadai Sawah 1 ringgit ±8 tahun Tidak tertulis

2. Nelly/Penggadai Kebun 2 piah ±20 tahun Tertulis

3. Sutan/Penggadai Sawah 10 juta ±3 tahun Tertulis

4. Irad/Pagang gadai Sawah - - Tertulis

5. Fajri/Pagang gadai Sawah - - Tertulis

Sumber : Hasil wawancara yang telah diolah, pada bulan Mei 2013 3. Nagari Sungai Patai

Luas daerah Nagari Sungai Patai adalah ± 1400 hektar, jumlah penduduknya ± 2080 orang, luas sawah ± 210 hektar, luas tanah perkebunannya ± 180 hektar dan luas hutannya 800 hektar. Rata-rata pendidikan masyarakatnya adalah tamatan SLTA (Sekolah Lanjut Tinggkat Atas). Nagari yang rata-rata mata pencaharian masyarakatnya adalah bertani, selain itu masyarakat juga memanfaatkan hasil dari hutan yang jaraknya sangat dekat dengan pemukiman masyarakat. Kehidupan masyarakat Nagari Sungai Patai saat ini semakin berkembang, yaitu semakin banyaknya indutri rumahan, yang mengelola singkong menjadi keripik, yang saat ini pemasarannya tidak hanya di Kecamatan Sungayang. Namun sudah mulai menyebar kedaerah-daerah lain yang ada di Sumatera Barat.68

Wali Nagari Sungai Patai bernama Hamyar, selama menjabat sebagai Wali Nagari, belum ada permasalahan yang rumit yang terjadi didalam masyarakat, disebabkan kehidupan

68

(27)

masyarakatnya yang rata-rata menengah kebawah ini aman dan tentram, saling menghormati dan menghargai satu sama lain, selain itu selalu dijaganya rasa kebersamaan dalam lingkungan masyarakat. Pagi sampai sore hari masyarakatnya beraktifitas mencari nafkah, dan sore sampai malam masyarakatnya baru bisa bersosialisasi dengan sesama masyarakat Nagari Sungai Patai.

Kehidupan yang aman dan tentram, mengakibatkan 5 (lima) tahun terakhir, tidak ada permasalahan atau perselisihan yang terjadi dalam masyarakatnya, terutama tentang gadai tanah yang sampai saat ini merupakan suatu kebutuhan tertentu bagi masyarakat, terutama alasan menggadai adalah untuk biaya pesta perkawinan anak atau kemenakannya, selain itu adalah untuk membiayai uang kuliah anaknya.

Sistem gadai di Nagari Sungai Patai masih memakai sistem gadai yang mengutamakan kepercayaan, antara penggadai dengan penerima gadai, sehingga rata-rata gadai tersebut hanya secara lisan saja tanpa adanya surat bukti gadai. Hal ini di karenakan transaksi gadai tersebut dilakukan antara dengan seseorang yang masih mempunyai hubungan darah atau hubungan karena perkawinan dan ada juga yang dilakukan antara masyarakat Nagari Sungai Patai. Karena jarang dari masyarakat yang mau menggadaikan kepada orang yang diluar Nagari.

Bahwasanya masih ada gadai tanah yang berlangsung puluhan tahun, dimana gadai tersebut awalnya dilakukan oleh orang tua Yeni, hal ini dilakukan untuk membiayai pesta pernikahan Yeni, saat itu sawah yang menjadi objek gadai tersebut digadaikan sebesar 1 ringgit saja, dan beberapa tahun kemudian, sebelum gadai pertama ditebus, dilakukanlah penambahn gadai 1 ringgit sehingga, beberpa tahun kemudian, orang tua Yeni sakit-sakitan, sehingga membutuhkan biaya untuk berobat maka gadai ditambah lagi I ringgit, sehingga total gadainya adalah 3 ringgit USA, sampai saat ini, setelah orang tua Yeni meninggal gadai tersebut belum bisa ditebus, dan dalam gadai yang dilakukan oleh Yeni, tanpa memakai surat gadai, hanya

(28)

berdasarkan lisan saja, dan samapai penelitian ini dilakukan, belum ada permaslahan yang timbul tentang gadai ini di Nagari Sungai Patai.

Begitu juga dengan gadai yang dilakukan oleh Rizal dan Leli, tanpa adanya surat gadai, hanya berdasarkan kepercayaan saja, karena rata-rata gadai tersebut tidak memakia surat, dalam hal ini penggadai maupun penerima gadai tidak merasa khawatir atas transaksi lisan ini, karena gadai itu sendiri dilakukan masih di lingkungan tempat tinggal dan masih adanya hubungan keluarga, sehingga menurut Rizal, saat ini, saling percaya yang ada dikehidupan masyarakat merupakan nilai yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat, walaupun sifat gadai ini diam-diam, namun di masyarakat transaksi gadai ini, cepat menyebar, sehingga, secara tidak langsung masyarakatnya pun telah menjadi saksi dari transasksi gadai tersebut, sehingga pemegang gadai atau penggadaipun tidak bisa atau takut berbuat curang, sehingga timbulnya sengketa bisa dihindari. Namun walaupun demikian, peneliti tetep menyarankan untuk membuat surat bukti gadai tersebut, untuk menghindarkan sengketa dikemudian hari, dan sebagai bukti bagi ahli waris, dan adanya kejelasan tentang transaksi yang dilakukan, baik itu dalam objeknya maupun cara penebusannya dikemudian hari. Dan supaya lebih rinci dan jelas surat tersebut kalau bisa dibuat dihadapan notaris sehingga lebih memilki kekuatan hukum yang kuat bagi para pihak.

Selain tanah pertanian yang menjadi objek gadai, kolam ikan maupun pohon kelapa juga bisa digadaikan, hal ini tergantung berapa besar gadai yang disepakati, dan dalam menggadai hitungannya atau patokan harganya adalah harga emas, baik itu emas perhiasan atau emas Amerika asli, tergantung kesepakatan ketika menggadai. Begitu juga dalam menebusan tidak ada batasan waktu, namun ada beberapa hal yang menjadi ketentuan penebusan yang sudah menjadi kebiasaan dan selalu diterapkan oleh masyarakat yaitu :69

a. Penebusan objek sawah minimal tahun ke dua atau ketiga setelah gadai disepakati

69 Ibid.

(29)

b. Penebusan objek pertanian, tergantung kepada pengelolaan lahan tersebut, misalnya sejak gadai berlangsung, penerima gadai hanya mengambil hasil dari lahan tersebut, maka kapanpun bisa ditebus oleh penggadai, namun apabila diatas tanah tersebut penerima gadai menanam tanaman ubi, jagung, atau kacang, maka penebusan dilakukan setelah tanaman tersebut dipanen oleh penerima gadai.

c. Penebusan objek kolam ikan, minimal satu kali panen ikan.

d. Penebusan objek pohon kelapa, dalam kebiasaan masyarakat tidak ada batasan waktunya.

Dengan sistem gadai, yang ada di masyarakat Nagari Sungai Patai, dan kurangnya pemahaman dari masyarakat tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengakibatkan sistem gadai yang diterapkan tidak memberikan perlindungan bagi para pihak yang menggadai, apalagi gadai tersebut terjadi puluhan tahun, Untuk itu diperlukan peran Wali Nagari untuk memberikan pemahaman dan penyuluhan tentang perlu adanya bukti gadai dalam bentuk surat dan diketahui oleh Wali Nagari, sehingga bukti gadai juga bisa disimpan diarsip Kantor Wali Nagari, untuk menghindarkan konflik di kemudian hari.

Apa yang telah diuraikan tersebut diatas dapat di lihat berdasarkan tabel dibawah ini : Tabel 3. Gambaran transaksi gadai di Nagari Sungai Patai

NO Keterangan Objek Jumlah

uang gadai

Lamanya gadai

Bentuk transaksi 1. Yeni/Penggadai Sawah 3 ringgit ±35 tahun Tidak tertulis

2. Rizal/Penggadai Kolam ikan 1 piah ±8 tahun Tidak tertulis 3. Leli/Penggadai Kebun 20 emas ±30 tahun Tidak tertulis

(30)

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwasanya, transaksi yang dilakukan oleh masyarakat di Nagari Sungai Patai, masih secara lisan/tidak tertulis dan berdasarkan prinsip kepercayaan saja.

4. Nagari Tanjung

Luas Nagari adalah ± 13 Kilometer, jumlah penduduknya ±2083 orang dan rata-rata pendapatan masyarakatnya adalah bertani. Kehidupan masyarakatnya masih sangat sederhana, mengakibatkan kebutuhan atas gadai tanah masih sangat dibutuhkan, apalagi rata-rata tanah yang ada di Nagari adalah tanah harta pusako tinggi.70 Dimana harta pusako tinggi hanya bisa digadaikan, bagai masyarakat harta pusako tinggi tidak boleh diperjuabelikan, karena selain mata pencaharian masyarakat juga sebagai warisan untuk kedepannya bagi anak cucu mereka.

Pemerintahan Wali Nagari Tanjung, ± 2 tahun ni yang beroperasi secara efektif. Sehingga belum banyak kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Wali Nagari untuk kesejahteraan masyarakatnya. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan dari Bapak Paze Andrif selaku Wali Nagari Tanjung, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu dengan adanya pelatihan atau penyuluhan tentang pertanian, kewirausahaan dan tentang pertanahan dan yang lebih penting masalah gadai tanah, untuk mengantisipasi permasalahan yang timbul dikemudian hari.

Masih banyaknya masyarakat yang tergantung terhadap gadai tanah, disebabkan kebutuhan yang mendesak, seperti biaya kuliah anak, biaya pesta atau untuk biaya pengobatan. Rata-rata yang menjadi objek gadai adalah sawah, hal ini dikarenakan, bagi penerima gadai, sawah lebih menghasilkan dari pada menerima gadai tanah perkebunan. Selain itu kondisi dari Nagari Tanjung ini memang daerahnya banyak diusahakan untuk sawah, sehingga gadai tanahpun objeknya rata-rata adalah sawah. Menurut Nurteti, gadai tersebut tidak bisa dihilangkan dalam kehidupan masyarakat, hal ini dikarena kebanyakan cuma itulah satu-satunya cara yang

70

(31)

dapat dilakukan oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak, apalagi untuk biaya pesta anak dan biaya kuliah anak, yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bila dibandingkan dengan pendapatan masyarakatnya sendiri. Selain itu kebiasaan masyarakatnya yang membuatkan pesta untuk anak gadisnya, membuat gadai tersebut terpaksa dilakukan, bagi masyarakat, tidak bisa membuatkan pesta pernikahan buat anak gadisnya, merupakan suatu yang dianggap tidak wajar atau memalukan bagi diri pribadi orang tua perempuan. Sehingga dengan adanya gadai, bisa membantu biaya pesta tersebut, yang sesuai kemampuan dari penggadai itu sendiri.

Selain karena pesta, dengan kemajuan teknologi sekarang, memberikan semangat yang positif buat masyarakat untuk memberikan pendidikan yang lebih baik kepada anaknya, dengan harapan bisa merubah perekonomian yang lebih baik, sehingga untuk memenuhi pendidikan dari anak-anaknya sampai ke perguruan tinggi, maka gadaipun salah satu cara yang ditempuh oleh masyarakat di Nagari Tanjung.71

Dan apabila penerima gadai tersebut adalah masih kerabat keluarga, maka gadai tersebut jarang yang membuat surat gadai, hanya secara lisan saja dan ada yang diketahui oleh mamak kepala waris, beberapa gadai di Nagari Tanjung juga ada yang dipegang oleh Irad, yang berasal dari Nagari Sungayang, dan objek yang selalu dipegang irad adalah sawah, karena hal ini dianggap lebih mudah dikelola, dan hasilnyapun lebih cepat dan menguntungkan bagi pemegang gadai.

Saat ini ada beberapa kasus tentang gadai tanah ini, hal ini dikarena tidak jelasnya seberapa gadai yang telah berlangsung puluhan tersebut, dikarenakan tidak adanya bukti tertulis, yang saat ini prosesnya tengah berjalan di Pengadilan Negeri Batusangkar, selain itu ada juga permasalahan yang sedang mencari kesepakatan memalui musyawarah mufakat yang mana ahli

71

(32)

waris penerima gadai tidak mau menyerahkan sawah yang menjadi objek gadai yang telah berlangsung puluhan tahun, dikarenakan ketidak tahuan ahli waris, selain itu tidak adanya bukti tertulis dari gadai tersebut.

Apa yang telah diuraikan tersebut diatas dapat di lihat berdasarkan tabel dibawah ini : Tabel 4. Gambaran transaksi gadai di Nagari Tanjung.

NO Keterangan Objek Jumlah

uang gadai

Lamanya gadai

Bentuk transaksi 1. Nurteti/Penggadai Sawah 10 emas ±10 tahun Tertulis

2. Rosma/Penggadai Sawah 2 piah ±2 tahun Tidak tertulis

3. Irad/Pagang Gadai - - - Tertulis

Sumber : Hasil wawancara yang telah diolah, pada bulan Mei 2013

Dengan adanya beberapa kasus diatas, dibutuhkan peran aktif dari Wali Nagari Tanjung untuk mensosialisasikan secara baik, bahwa pentingnya untuk membuat surat bukti gadai, diketahui semua mamak kepala waris, ahli waris dan diketahui oleh Wali Nagari, untuk menghindari sengketa, apabila ada perselisihan karena surat tersebut ilang, dapat diselesaikan berdasarkan data yang ada di kantor Wali Nagari Tanjung.

5. Nagari Andaleh Baruh Bukik

Nagari Andaleh Baruh Bukit merupakan Nagari paling ujung di Kecamatan Sungayang, yang berbatasan dengan Kecamatan Lintau Buo, daerahnya yang berada diperbukitan membuat daerah ini berada didaratan tinggi, sehingga kehidupan masyarakatnya rata-rata bertani dan membuka lahan di hutan. Hasil pertaniannya adalah kulit manis, kopi,

(33)

tomat, coklat dan padi. Luas Nagari adalah ± 3820 Hektar, pertanian ± 1120 hektar, dan luas sawah ± 260 Hektar.72

Jumlah penduduknya ± 4577 orang, hal ini tidak lepas dari kehidupan masyarakatnya yang suka menikah diusia yang masih muda dibawah umur 20 tahun. Rata-rata masyarakatnya tamatan SMA (Sekolah Menengah Atas), kehidupannya sehari-hari adalah berkebun dan memanfaatkan hasil dari hutan yang jaraknya tidak jauh dari pemukiman masyarakat, peminkiran masyarakatnya yang masih sederhana, membuat kehidupannya tergolong unik, dimana dari pagi sampai sore, kehidupan masyarakatnya dihabiskan untuk bekerja mencari penghasilan, tapi jika sore sampai malam, maka barulah nagari ini terlihat sangat rame, dimana bagi masyarakat, siang hari untuk mencari nafkah dan malamnya adalah untuk menikmati hasil jerih payah, hal ini bisa dilihat dari banyaknya pedagang yang menawarkan bermacam jenis makanan. Jadi tidak heran bila sore sampai malam hari nagari ini ramai dengan bermacam aktifitas masyarakat.

Menurut masyarakat Nagari Andaleh Baruh Bukik, bahwasanya jika tidak ada gadai maka, mereka tidak tahu bisa mendapatkan uang dari mana, jika meminjam di Bank, kendala pertama bagi masyarakat adalah jaminan yang akan diberikan, selain itu tidak mampunya masyarakat untuk mencicil tagihan perbulannya, selain itu, adanya ketakutan tersendiri bagi masyarakat jika berurusan dengan Bank, sehingga gadai tanahlah yang menjadi solusi kebutuhan akan uang dalam keadaan yang mendesak, selain itu, keaadaan tanah yang rata-rata adalah harta pusako Tinggi, dan masyarakatnya masih banyak yang tidak mau membuat sertifikatnya, karena hal tersebut ditakuti akan merusak hubungan antara keluarga, untuk menghindari perselisihan perebutan hak atas tanah tersebut.

72

(34)

Menurut keterangan Rasyid, yang mana menggadaikan sawahnya yang telah berlangsung selama ± 9 tahun, dan dalam transaksinya Rasyid membuat surat gadai, karena sebagai bukti transaksi gadai, dan untuk melindungi isi dari perkebunan yang digadaikan tersebut. Dan sebagaian besar masyarakat di Nagari Baruh Bukik, dalam transaksi gadainya telah membuat surat gadai.

Namun berbeda dengan Minah, dimana transaksi gadai yang telah berlangsung ±14 tahun, dimana gadai tersebut dulu dilakukan untuk membiayai pengobatan almarhum anaknya, yang menderita sakit kuning, sehingga gadai yang dilakukannya karena kepada masih keluarga dekat, transaksi tersebut hanya secara lisan saja, namun dengan adanya penelitian ini, Minah berkeinginan untuk membuat surat gadai, sehingga kepentingannya bisa terlindungi dan terutama untuk menghindari sengketa keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian, saat ini masyarakatnya masih mengandalkan gadai tanah untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak, seperti biaya pesta pernikahan, maupun pesta sunatan, selain itu untuk membiayai kuliah anak dan kemenakannya. Dan saat ini dalam melakukan gadai tanah tersebut jarang dilaporkan ke Kantor Wali Nagari Baruh Bukik, namun ada juga beberapa masyarakat yang sudah melaporkan transaksi tersebut, walupun sudah berlangsung bertahun-tahun, hal ini merupakan hasil dari sosialisasi yang dilakukan oleh Wali Nagari Bapak Danusril.

Walaupun tanah yang ada di Nagari tersebut adalah harta pusako tinggi, dengan adanya penyuluhan yang dilakukan oleh Wali Nagari dan adanya program PRONA dari pemerintah, sehingga menimbulkan kesadaran masyarakat untuk membuat sertifikat tanahnya, hal ini adalah untuk kepastian bagi kaum yang memilki tanah tersebut dan menghindari dari konflik tanah dikemudian hari.

(35)

Objek gadai tanah yang dilakukan oleh masyarakat rata-rata adalah sawah dan tanah perkebunan saja, dan dalam transaksi tanah tersebut tidak dijelaskan berapa jangka waktu gadai, dahulu gadai tersebut tidak dibuat secara tertulis, hanya secara lisan saja, namun saat ini sebagain besar sudah ada kesadaran masyarakat untuk membuat surat gadai, walaupun gadai tersebut sudah berlangsung puluhan tahun. Dengan demikian ada bukti yang jelas atas transaksi tanah tersebut. Berdasarkan keterangan dari Wali Nagari, dimana dalam 5 tahun terakhir ini belum ada permasalahan yang terjadi dalam masyarakat tentang gadai tanah.

Walaupun demikian, bukan berarti, di Nagari Andaleh Baruh Bukik ini tidak pernah terjadi sengketa gadai tanah, namun seringkali bila adanya sengketa, bisa diselesaikan secara musyawarah antara pihak yang bersengketa, walaupun ada beberapa sengketa yang diselesaikan oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN). Dan belum ada sengketa gadai yang tidak bisa diselesaikan di KAN, sehingga sengketa gadai tersebut belum pernah sampai ke tahap Pengadilan.

Apa yang telah diuraikan tersebut diatas dapat di lihat berdasarkan tabel dibawah ini :

Tabel 5. Gambaran transaksi gadai di Nagari Baruh Bukik

NO Keterangan Objek Jumlah

uang gadai

Lamanya gadai

Bentuk transaksi 1. Rasyid/Penggadai Kebun 1 Ringgit ±9 tahun Tertulis

2. Minah/Penggadai Sawah 2 Ringgit ±14 tahun Tidak tertulis

3. Nuradia/Pagang Gadai - - - Tertulis

Gambar

Tabel 1.  Gambaran transaksi gadai di Nagari Minangkabau.
Tabel 5.  Gambaran transaksi gadai di Nagari Baruh Bukik

Referensi

Dokumen terkait

Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengeolaan, tanah wakaf, hak milik atas

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan praktik gadai tanah pada masyarakat Kota Baru Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung

Keputusan Kerapatan Adat Nagari (KAN) menjadi pedoman bagi Wali Nagari dalam rangka menjalankan pemerintahan Nagari dan wajib ditaati oleh seluruh masyarakat dan

Dalam skema di atas menurut Muhammad Yamin gadai tanah menurut hukum adat dilakukan secara terang dan tunai, malu kalau disaksikan pihak ketiga dalam melakukan pinjaman,

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris yaitu dengan mengadakan kajian hukum terhadap hukum adat mengenai gadai tanah dalam masyarakat hukum adat Semendo

Berdasarkan definisi yang peneliti paparkan di atas, makna judul penelitian “Persepsi Petani Terhadap Transaksi Gadai Lahan Persawahan di Desa Temuasri Kecamatan

Perjanjian gala (gadai) tanah telah begitu melembaga dikalangan masyarakat Kecamatan Meurah Mulia Kabupaten Aceh Utara dan tidak dapat dipisahkan lagi dengan masyarakatnya4. Ada

Keputusan Kerapatan Adat Nagari (KAN) menjadi pedoman bagi Wali Nagari dalam rangka menjalankan pemerintahan Nagari dan wajib ditaati oleh seluruh masyarakat dan