• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kampus Marine Centar Tembalang Semarang telp (024) Sekertariat : Jl. Gondang Barat III NO 5 RT 03 RW 01 Website : mdc.undip.ac.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kampus Marine Centar Tembalang Semarang telp (024) Sekertariat : Jl. Gondang Barat III NO 5 RT 03 RW 01 Website : mdc.undip.ac."

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Taman Nasional Komodo terletak di bagian ujung barat dari provinsi Nusa Tenggara Timur. Terdiri dari tiga pulau besar yaitu pulau Komodo, pulau Rinca dan pulau Padar serta 26 pulau kecil lainnya dengan total luas keseluruhan 1.817 km2 dengan Luas Taman Daratan sekitar 603 km2 (60,300 ha) dan luas taman laut sekitar 1.214 km2 (121,400 ha).

Pada tahun 1980 Taman Nasional ini didirikan untuk melindungi komodo dan habitatnya. Selain komodo yang merupakan hewan reptil peninggalan masa purba juga terdapat 277 spesies hewan perpaduan yang berasal dari Asia dan Australia terdiri dari 32 spesies mamalia, 128 spesies burung, dan 37 spesies reptilia. Bersama dengan komodo, setidaknya 25 spesies hewan darat dan burung termasuk hewan yang dilindungi, karena jumlahnya yang terbatas atau terbatasnya penyebaran mereka.

Selain memiliki keanekaragaman tersebut, Taman Nasional Komodo termasuk dalam salah satu alam laut terkaya di dunia. Kehidupan laut di taman nasional ini memiliki 259 jenis hewan karang, ascidian, cacing laut, moluska, echinoderm, udang-udangan, 1.000 jenis ikan seperti barakuda, marlin, ekor kuning, kakap merah, baronang, cartilaginous, reptil laut, dan mamalia laut seperti lumba-lumba, paus, dan dugong. Beberapa spesies penting yang bernilai komersil adalah timun laut (Holothuria), Napoleon wrasse (Cheilinus undulates), dan ikan-ikan yang berkelompok seperti sarden.

Pengawasan dan pemantauan terhadap pemanfaatan sumberdaya laut yang baik menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam menjaga keberlangsungan disektor pariwisata dan perikanan di Taman Nasional Komodo.Berdasarkan hal tersebut perlu adanya kajian terhadap tingkat pemanfaatan perikanan terhadap kondisi sumberdaya laut khususnya pada ekosistem terumbu karang dengan memperhatikan dari aspek ekologi, dan sosial ekonomi nelayan setempat. Marine Diving Club (MDC) sebagai Unit Kegiatan Kemahasiswan (UKK) di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Semarang telah lama berperan aktif dalam berbagai kegiatan yang terkait dengan aktivitas konservasi lingkungan, penyelaman ilmiah, dokumentasi bawah air, serta melaksanakan berbagai kajian yang berhubungan dengan identifikasi potensi ekosistem terumbu karang.

Survey monitoring kesehatan karang Taman Nasional Komodo telah dilaksanakan pada 4 April s.d. 10 April 2013 pada 16 lokasi dengan penyelaman bawah air.Hasil pengamatan dan

(3)

analisa data-data menunjukkan kesehatan ekosistem terumbu karang Taman Nasional Komodo pada kondisi yang mengkhawatirkan.Rendahnya persentase tutupan karang hidup sebagai indikator utama kesehatan terumbu karang tergambar dengan jelas.Ditambah lagi dengan fakta bahwa Penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan Bom, Potas, dan Pukat pada tahun-tahun sebelumnya dan mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu karang.Akan tetapi setelah melakukan monitoring kesehatan terumbu karang pada 4 April s.d. 10 April 2013 ditemukan beberapa site yang sudah mulai recovery salah satunya di tatawa kecil.

Hal-hal yang direkomendasikan dalam laporan ini diharapkan mampu menggugah semua pihak untuk lebih memprioritaskan kebijakan yang diarahkan kepada perbaikan kondisi lingkungan laut dan pesisir.

Marine Diving ClubTaman Nasional Komodo Project mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada Balai Taman Nasional Komodo dan semua pihak yang telah berperan serta secara aktif didalam melaksanakan survey monitoring kesehatan karang dan penyusunan laporan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan dan memperkuat alas an untuk mengambil kebijakan di Taman Nasional Komodo.

Labuhan bajo, 11 April 2013.

Marine Diving Club Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Taman Nasional Komodo Project

(4)

RINGKASAN EKSKLUSIF

Pada tanggal 5 – 10 April 2013, Marine Diving Club Taman Nasional Komodo Project bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Komodo telah melaksanakan monitoring kesehatan terumbu karang dengan materi penelitian adalah terumbu karang, ikan ekonomis tinggi, ikan herbivora, invertebrata, dan dampak. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 16 titik yang disurvey sebagian besar diantaranya telah mengalami degradasi dan sebagian lagi telah mengalami perubahan ekosistem yang baik.Untuk memperkuat data yang sudah ada, sangat penting untuk dilakukan monitoring yaitu survey kesehatan karang untuk mengetahui kondisi terkini perairan Taman nasional Komodo.

Hasil analisa data dan pengkategorian berdasarkan keempat faktor (persentase karang keras hidup, persentase karang mati, ketidakstabilan substrat/persentase mobile substrate dan ketersediaan substrat/persentase available substrate), dijumpai bahwa sebagian besar site berada dalam kondisi tutupan karang keras hidupdibawah 50 % dan Di beberapa site ditemukan tingginya kemunculan patahan-patahan karang, yang umumnya disebakan oleh aktifitas fisik seperti penangkapan ikan dengan bom dan pengguunaan jangkar. Meskipun demikian, dilihat dari ketersedian dan kestabilan substratnya, site-site ini dapat pulih kembali (recovery).Kecuali di Di pulau kambing yang memiliki 80% susbstrat tidak stabil, site-site lainnya seharusnya dapat pulih secara alami jika didukung dengan ketersediaan rekrutmen karang yang baru

Sementara itu, dari sisi biomassa dan kepadatan ikan, dengan melihat hasil analisa total ikan ekonomis hanya 2 lokasi yang memiliki kepadatan dan biomassa yang konstan dan 14 lokasi lain menunjukkan hasil yang tidak merata perbedaan disini diakibatkan berbagai faktor baik itu karena arus, aktifitas nelayan bentuk morfologi terumbu karang itu sendiri. Begitu pula dengan kategori ikan herbivora, 3 lokasi mempunyai kelimpahan dan biomassa tertinggi

(5)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN 1.1. Kondisi Umum 1.2. Tujuan 1.3. Target

2. MATERI DAN METODE

2.1. Deliniasi Area Cakupan Survey 2.2. Seleksi Site

2.3. Presedur Lapangan

2.3.1. Komunitas bentik dan Dampak 2.3.1.1 Point Intercept Transect 2.3.1.2 Estimasi Tutupan 2.3.1.3 Belt Transect

2.3.2. Komunitas ikan ekonomis penting dan Herbivora 2.3.3 Pendataan parameter oseanografi

2.3.3.1 Arus 2.3.3.2 Suhu 2.3.3.3 Salinitas 2.3.3.4 Kecerahan 2.4. Pengolahan Data

2.4.1. Komunitas bentik dan Dampak 2.4.1.1 Point Intercept Transect 2.4.1.2 Estimasi Tutupan 2.4.1.3 Belt Transect

2.4.2. Komunitas ikan ekonomis tinggi dan ikan herbivora 2.4.3 Parameter oseanografi

(6)

2.4.3.1 Arus 2.4.3.2 Suhu 2.4.3.3 Salinitas 2.4.3.4 Kecerahan 3. PEMBAHASAN

3.1. Deskripsi Lokasi Pengambilan Data 3.2. Analisa Komunitas Bentik dan Dampak

3.2.1. Analisa Tutupan Karang Keras Hidup

3.2.2. Analisa Bentuk Pertumbuhan Karang Keras Hidup

3.2.3.Analisa Tutupan Karang Lunak dan Komunitas Biota Bentik Lainnya 3.2.4. Analisa Invertebrata Indikator Laut

3.2.5.Analisa Dampak

3.2.6. Analisa Ketersediaan substrat penempelan 3.2.7. Analisa Stabilitas substrat

3.3. Analisa Komunitas Ikan Karang Penting 3.3.1. Kelimpahan dan Biomassa Total

3.3.2. Kelimpahan dan Biomassa Ikan Herbivora 3.3.3. Kelimpahan dan Biomassa Ikan Konsumsi 3.4 Parameter Oseanografi

3.4.1 Arus 3.4.2 Suhu 3.4.3 Salinitas 3.4.4 Kecerahan

4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan

4.2. Rekomendasi UCAPAN TERIMA KASIH

(7)

1. PENDAHULUAN 1.1. Kondisi Umum

Manggarai Barat merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten Manggarai, Provinsi NTT dengan luas wilayah daratan 2927,50 km2 dan wilayah laut sebesar 7.052,97 km2 , dimana terdapat sekitar 264 pulau baik itu besar maupun itu kecil. Perairan di Kab. Manggarai Barat terbagi dalam dua kawasan. Total luas keseluruhan 1.817 km2 dengan Luas Taman Daratan sekitar 603 km2 (60,300 ha) dan luas taman laut sekitar 1.214 km2 (121,400 ha) termasuk dalam kawasan yang di kelola oleh Taman Nasional Komodo.

Secara geografis, Manggarai Barat terletak diantara 8’LU – 8.30’

LS dan 119.30’ BT – 120.30’ BT. Batas wilayah sebelah barat berbatasan dengan provinsi NTB, sebelah timur berbatasan dengan Kab.Manggarai, Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Sawu, dan Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores.

Taman Nasional Komodo merupakan daerah pesisir dan kepulauan yang mempunyai karakteristik laut yang unik berupa selat-selat kecil yang berarus kuat, dengan kekayaan sumberdaya perairan yang tinggi.Namun, dalam beberapa tahun terahir ini kekayaan sumberdaya perairan Taman Nasional Komodo mulai terancam karena adanya praktek -praktek pemanfaatan perikanan yang tidak ramah lingkungan.

Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk mempertahankan kekayaan keanekaragaman hayati terutama sektor perikanan di Taman Nasional Komodo, Efektifitas pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) bisa diukur melalui monitoring. Monitoring sumberdaya alam termasuk kegiatan koleksi dan analisis terhadap hasil pengamatan atau pengukuran yang diambil secara berulang-ulang untuk mengevaluasi perubahan kondisi dan kemajuan ke arah pencapaian tujuan (Elzinga et al., 1998:1).

Pada Bulan April 2013, Marine Diving Club Taman Nasional Komodo Project bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Komodo telah melaksanakan monitoring kesehatan terumbu karang dengan materi penelitian adalah terumbu karang, ikan ekonomis tinggi, ikan herbivora, invertebrata, dan dampak. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 16 titik yang disurvey sebagian besar diantaranya telah mengalami degradasi dan sebagian lagi telah mengalami perubahan ekosistem yang baik.Untuk memperkuat data yang sudah ada, sangat

(8)

penting untuk dilakukan monitoring yaitu survey kesehatan karang untuk mengetahui kondisi terkini perairan Taman nasional Komodo.

1.2. Tujuan

Secara khusus kegiatan survei kesehatan terumbu karang ini bertujuan untuk :

1. melakukan penilaian terhadap kondisi terumbu karang di Perairan Taman Nasional Komodo berdasarkan struktur bentik (karang, invertebrata lainnya ).

2. Melakukan pendataan mengenai komunitas ikan ekonomis tinggi dan ikan herbivora. 3. memberikan suatu penilaian kuantitatif bagi efektivitas rencana pengelolaan Kawasan

Perairan dalam upaya melindungi kesehatan dan keanekaragaman hayati komunitas bentik dan juga jenis perikanan yang penting pada ekosistem terumbu karang.

4. memberikan informasi mengenai efektivitas pengelolaan kawasan di masa yang akan datang.

1.3. Target

Target dari hasil kegiatan survei kesehatan terumbu karang ini, yaitu :

1. pihak pengelola kawasan perairan yaitu Balai Taman Nasional Komodo yang membuat pengelolaan pada kawasan wilayah perairan Komodo.

2. Masyarakat sekitar Labuan bajo dan Pulau komodo sebagai warga asli yang menghuni dan merasakan dampak secara langsung atas segala yang terjadi pada wilayah perairan komodo.

3. Wisatawan sebagai pengunjung yang diharapkan dapat membantu pihak pengelola untuk melakukan efektivitas pengelolaan kawasan yang adaftif.

(9)

2. MATERI DAN METODE 2.1. Deliniasi Cakupan Area Survei

Cakupan area survei secara keseluruhan berada di kawasan perairan Taman nasional Komodo

(10)

2.2. Seleksi Site

Seleksi site dilakukan dengan cara membagi menjadi 3 Pulau yang mewakili Perairan Taman nasional Komodo.

Tabel 1. Daftar Site Monitoring

Total titik yang dihasilkan kemudian diambil sebanyak 16 site dan dipilih secara acak dengan metode stratified random sampling untuk dijadikan site survei. Seleksi site juga memperhatikan wilayah terumbu karang yang terbuka (exposed), atau terlindungi (sheltered). Pada titik yang sudah pernah dilakukan pendataan yaitu sejumlah 185 titik (Status of coral reefs

in and around Komodo National Park 2005) tidak dilakukan pendataan lagi. Jumlah titik yang

terpilih menjadi site survei adalah 16 titik yang mewakili 3 pulau yang berbeda.Namun dalam survei ini jumlah titik yang disurvei hanya sejumlah 16 titik yang masuk ke dalam kawasan Taman nasional Komodo.

Nomer Pulau Site Koordinat

Latitude Longitude 1 Komodo Crystal Rock -8,26187 119,34008 Shootgun -8,46067 119,56396 Karang Makasar -8,54774 119,59823 Tatawa Besar -8,51065 119,64245 Batu Bolong -8,53731 119,61422 Tatawa Kecil -8,53018 119,62714 Pantai Merah -8,60065 119,51707 Loh Namo -8,60259 119,52013 Manta alley -8,73718 119,41157 Toro Jerman -8,74046 119,42973 2 Rinca

Ngarai Lili Laut -8,80476 119,67396 Canibal Rock -8,80280 119,67336 Bongkahan Batu -8,78994 119,66922 Pulau Kambing -8,62777 119,70485

3 Padar Padar Kecil -8,68925 119,53288

(11)

2.3. Prosedur lapangan

Pengambilan data berdasarkan modifikasi dari Anton et al (2007) dan Wilson and Green (2009) dan disesuaikan dengan ketersedian sumberdaya manusia yang ada. Pengambilan data dilakukan oleh 3 tim yang terdiri dari 12 penyelam dengan spesialisasi yang berbeda. Mulai dari pecatat ikan, substrat, invertebrata dan dampak, parameter oseanografi,dokumentasi, dan Dive

master Balai Taman Nasional Komodo yang mendampingi

2.3.1 Komunitas Bentik

2.3.1.1 Point Intercept Transect

Pengamat berenang di sepanjang transek pertama berukuran 3 x 50m dan mencatat dengan segera kategori bentuk pertumbuhan di bawah meteran pada interval 0,5 m sepanjang transek, dimulai pada 0,5 m dan berakhir pada 50 m (100 titik per meteran = total 300 titik). Jika meteran tidak berada tepat pada atau langsung di atas karang, maka dapat dipilih titik yang berada pada lereng terumbu pada kedalaman yang sama dan segera disesuaikan dengan posisi titik pada meteran yang ada di lereng terumbu (dengan menutup mata anda dan menggunakan sebuah penggaris untuk memilih titiknya).

Code Description Category

ACB Acropora Branching Hard Coral

ACE Acropora Encrusting Hard Coral

ACS Acropora Submassive Hard Coral

ACT Acropora Tabulate Hard Coral

CB Hard Coral Branching Hard Coral

CE Hard Coral Encrusting Hard Coral

CF Hard Coral Foliose Hard Coral

CM Hard Coral Massive Hard Coral

CS Hard Coral Submassive Hard Coral

CMR Mushroom Coral Hard Coral

CTU Tubipora (hard coral) Hard Coral

CME Millepora (fire coral) Hard Coral

CHL Heliopora (blue coral) Hard Coral

SC Soft coral Soft Coral

XN Xenia Soft Coral

HA Halimeda spp. Algae

(12)

Tabel 2.Life code Point Intercept Transect 2.3.1.2 Estimasi Tutupan

Semua situs survei menampilkan beberapa bentuk pertumbuhan karang (terumbu, karang di bebatuan, rubble dll)dan berkisar di kedalaman dari empat sampai 12 meter. Pada semua site, pengamat mengamati kondisi tutupan bawah air secara visual.Cakupan persentase dinilai dalam empat kategori (Tabel 3). di strip memanjang 2,5 m dari kedua sisi jalan yang diambil oleh pengamat. Penilaian dilakukan dengan satu strata kedalaman : antara kedalaman8 - 12 m kedalaman dengan menyelam.Pengamat membuat empat kali berenang setiap lima menit, mencakup jarak sekitar 50-100m tergantung pada kemampuan berenang pengamat menyesuaikan kondisi arus di lapangan pada saat survey. Setelah masing-masing pengamat berenang selamalima menit, pengamat mencatat perkiraan untuk cakupan persentase setiap kategori benthos, mengestimasikan empat cakupan perkiraan pada satu site dan per site survei (Gambar 1).

TA Turf algae Algae

FA** Filamentous algae Algae

CA Coralline algae Available substrate

RCK Rock Available substrate

DC Dead coral Available substrate

R Rubble Mobile substrate

S Sand Mobile substrate

SI Silt Mobile substrate

SP Sponge Other

HY Hydroid Other

ZO** Zooanthid Other

OT Other Other

BC Bleach coral Bleach Coral

(13)

Kategori Akronim

Deskripsi

Hard coral life HCL Semua karang pembentuk terumbu(scleractinian), serta organisme yang memiliki bentuk mirip dengan pertumbuhan karang pembentuk karang seperti karang renda(Stylasteridae), karang api (Milleporidae), dan karang lunak dengan kerangka keras seperti organ pipa karang Tubiporamusica, karang biru (Helioporidae), gorgonians (Gorgoniidae) dan sea fan (Ellisellidae)

Soft coral SC Semua karang lunak (oktokoral).

Other OT Apa pun yang bukan merupakan salah satu kategori, seperti batu, pasir, ganggang, crinoid, echinodermata dll. Alga yan gtumbuh pada karang keras mati TIDAK termasuk dalam kategori ini.

Rubble RB Karang yang rusak baik oleh faktor alami maupun factor manusia umumnya terdegredasi menjadi pecahan karang. Pecahan karang ini bersifat dinamis, mudah tergeser/dipindahkan oleh gelombang dan arus

Tabel 3. Kategori untuk menilai cakupan tutupan terumbu karang. Semua kategori diperkirakan sebagai cakupan persentase.

(14)

Gambar 2.Diagram metodologi survei yang digunakan dalam program pemantauan tutupan karang di Taman nasional Komodo. Cakupan diperkirakan untuk masing-masing lima bagian transek, yang masing-masing pemantauan dilakukan dengan cara berenang (SCUBA) selama limamenit.

2.3.1.3 Belt Transect

Pengambilan data invertebrata indikator menggunakan belt transek. Yaitu transek garis dengan dimensi pengamatan 2,5 meter ke kanan dan ke kiri. Kemudian mencatat semua jenis invertebrata indikator berdasarkan metode Reef Check Ecodiver yang terdapat dalam transek.Jumlah Transek 3 X 50 meter sehingga terbagi 3 segmen dan jarak setiap transek nya 5 meter agar ada jeda sehingga terbagi 3 segmen. Panjang garis transek mengikuti transek pada karang. Indikator invertebrata yang di ambil datanya meliputi invertebrata Banded Coral Shrimp,

Diadema Urchin, Pencil Urchin, Collector Urchin, Edible Sea Cucumber, Crown of Thorns, Triton, Lobster, Giant Clam.(S. English, C. Wilkinson and V. Baker, 1994).

(15)

2.3.2. Komunitas ikan ekonomis penting dan Herbivora

Pengambilan data ikan karang menggunakan belt transek. Yaitu transek garis dengan dimensi pengamatan 2,5 meter ke kanan dan ke kiri serta 5 meter ke atas. Kemudian mencatat kepadatan jenis ikan tingkat spesies dan ukurannya dengan metode “Visual Census” dengan cara mencacah seluruh objek di sepanjang garis transek tersebut. Panjang garis transek mengikuti transek pada karang (S. English, C. Wilkinson and V. Baker, 1994).

Transek sabuk digunakan karena memiliki ketelitian yang tinggi, dan sesuai untuk pemantauan dengan berbagai tujuan (perikanan dan ketangguhan) dan karenatransek ini dapatdilewati berkali-kali untuk menghitung jenis yang berbeda (Greendan Bellwood, in press).Metode ini merupakan teknik yang paling efektif untuk memantau sebagian besar ikan-ikan karang yang sesuai dengan teknik sensus visual. Walaupun demikian, transek harus dikombinasikan dengan metode long swim,Pada saat kedua pengamat ikan telah mencapai bagian yang paling akhir dari meteran transek 5 x 50 m pada kedalaman 10 m, mereka akan melanjutkan dalam arah yang sama untuk melakukan long swim untuk survei ikan karang target dan

herbivora besar dan rentan sesuai daftar seperti dijelaskan oleh Choat dan Spears (2003). Metode long swim terdiri dari 20 menit berenang pada kecepatan berenang standar (sekitar 20 m per

menit) secara paralel dengan tubir terumbu (reef crest) pada kedalaman sekitar 3-5 m di depan terumbu (di bawah tubir, sehingga memungkinkan untuk memantau secara serempak di daerah tubir, rataan dan lereng terumbu di mana jenis yang lebih besar muncul di situ). Semua individu jenis yang berukuran besar (>35 cm TL).dihitung dan ukuran mereka diestimasi di sepanjang areal 20 m di lereng terumbu (masing-masing 10 m ke kiri dan kanan observer). Ukuran transek yang optimal adalah 400 m x 20 m. Dalam menggunakan metode ini, hal yang sangat penting adalah jarak yang dilalui dicatat secara akurat dan minimal panjangnya adalah 400 m.

Metode memberikan hasil yang lebih teliti untuk mengestimasi kelimpahan dan biomassa jenis-jenis yang besar, yang memiliki tingkat mobilitas yang tinggi dan distribusinya cenderung jarang dan berkelompok (khususnya hiu, ikan kerapu besar, ikan napoleon dan ikan kakatua) (Choat dan Pears 2003). Pengambilan data dibagi kedalam tiga katagori, yakni Ikan Target, dan Ikan Herbivora.

a. Ikan Target : adalah kelompok ikan yang menjadi target nelayan, umumnya merupakan

(16)

b. Ikan Herbivora : adalah kelompok ikan karang yang dijadikan sebagai indicator kesehatan terumbu karang. Dalam penelitian ini kelompok ikan indicator diwakili oleh suku

scarini, achanturidae, siganidae, kyiposidae . Kelimpahannya dihitung secara kuantitatif

Gambar 4. Metode Visual census 2.3.3 Pendataan parameter oseanografi

2.3.3.1 Arus

Pengukuran arus dengan metode lagrange yang kita lakukan dengan prinsipnya adalah mengikuti jejak partikel air laut yang digerakan oleh arus. Peralatan pengukur yang diperlukan berupa pelampung dan alat penentu arah seperti theodolit atau plane table.Pengukuran biasanya dilakukan dari dua tempat di pantai yang berbeda posisinya sudah diketahui, sementara itu pelampung dilepaskan ditengah laut.Untuk interval waktu tertentu posisi pelampung diukur dari kedua waktu tersebut sehingga pergerakan dapat diamati dan dicatat.

Gambar 5. Skema Metode lagrange.

(17)

2.3.3.2 Suhu

Pengukuran suhu permukaan dilakukan dengan cara insitu menggunakan termometer yang dicelupkan ke permukaan perairan dan dilakukan 3 kali pengulangan.

Pada materi dan metodi ini mengapa suhu dijadikan sebagai salah satu parameter oseanografi karena karang sangat tergantung pada kondisi suhu untuk terus dapat hidup. Dengan kondisi perubahan iklim yang semakin meningkat akhir-akhir ini. Perlu diketahui suhu perairan untuk dapat dianalisa apakah suhu berpengaruh dan berperan besar pada kerusakan dan kematian karang yang ditemukan nantinya.

Suhu optimum untuk pertumbuhan hewan karang adalah berkisar 25-29O C sedangkan suhu minimal 20°C dan suhu maksimum 36°C. Kisaran suhu yang relatif sempit ini (stenotermal), menyebabkan penyebaran karang hanya pada daerah tropik.

2.3.3.3 Salinitas

Pengukuran salinitas permukaan perairan dilakukan dengan menggunakan alat

refraktometer dengan mengkalibrasi terlebih dahulu dengan aquades. Setelah itu kemudian ambil

sampel air laut dengan menggunakan pipet dan teteskan di tempat sample nya kemudian cari tempat yang kondisi cahayanya cerah untuk b isa membaca kadar salinitas di skala refraktometer, dan dilakukan 3 kali pengulangan kemudian di rata-rata kan untuk mendapatkan nilai salinitas.

Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 32-35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.

perubahan pada salinitas juga akan mempengaruhi terumbu karang. Hal ini sesuai dengan penjelasan McCook (1999) bahwa curah hujan yang tinggi dan aliran material permukaan dari daratan (mainland run off) dapat membunuh terumbu karang melalui peningkatan sedimen dan terjadinya penurunan salinitas air laut. Efek selanjutnya adalah kelebihan zat hara (nutrient

overload) berkontribusi terhadap degradasi terumbu karang melalui peningkatan pertumbuhan

(18)

2.3.3.4 Kecerahan

Pengukuran kecerahan perairan dilakukan dengan alat secchi disk dengan yang di beri pemberat agar jatuh ke perairan tegak lurus. Catat kedalaman total terlebih dahulu. Kemudian catat H total nya. H1 didapatkan dari pecelupan secchi disk awal dan amati sampai secchi disk itu sudah tak terlihat kemudian catat panjang tali dari permukaan air ke secchi disk. Tarik kembali secchi disk ke atas hingga terlihat kembali dan catat panjangnya sebagai nilai H2.H2 di hitung agar mengurangi tingkat eror pada pengamat. Kemudaian hitung kecerahannya dengan rumus :

Karang yang bersimbiosis dengan zooxanthelae jelas membutuhkan cahaya matahari untuk zooxanthelae melakukan fotosintesis. Sebab itu data kecerahan perairan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa suplai cahaya matahari yang masuk kedalam laut tercukupi untuk zooxanthelae melakukan fotosintesis. Selanjutnya hasil fotosintesis ini akan menjadi makanan untuk karang. hasil penelitian menunjukan bahwa 90% makanan karang berasal dari hasil fotosisntesis dari zooxanthelae.

Cahaya dan kedalaman saling berkaitan satu sama lain dalam proses pertumbuhan dan pola hidup karang.Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.

2.4. Pengolahan Data

2.4.1. Komunitas bentik dan Dampak 2.4.1.1 Point Intercept Transect

Tutupan setiap kategori bentuk pertumbuhan, begitu pula semua karang yang digabungkan, semua alga makro yang digabungkan dan invertebrata bentik yang digabungkan, dihitung dengan mengkonversi jumlah titik-titik yang dicatat ke persentase setiap kategori bentuk pertumbuhan pada setiap transek. Dalam mendapatkan persentase tutupan terumbu karang digunakan rumus:

(19)

Jumlah titik dalam kategori

% Tutupan = --- x 100% Total jumlah titik dalam transek

Keluaran dari pengolahan data yang diambil adalah data persentase (%) 1) penutupan karang keras hidup, 2) penutupan bentuk pertumbuhan karang keras hidup, 3) penutupan bentik lainnya, 4) ketersediaan substrat penempelan dan 5) stabilitas substrat.Untuk keperluan rencana pengelolaan, dalam hal ini memilih lokasi-lokasi yang terbaik, maka dilakukan klasifikasi kelas melibatkan semua lokasi pengamatan kesehatan karang di kawasan yang disurvey.Metode ini dapat menjadi opsi jika dari seluruh lokasi pengamatan tidak dijumpai tutupan karang memuaskan ataupun baik.Sehingga opsi bagi pengelola dan otoritas kawasan ialah memilih lokasi yang terbaik dari antara pilihan-pilihan yang ada.Keluarannya ialah pembagian lokasi-lokasi menjadi lokasi-lokasi. Dengan mengikuti standar pengkatogerian persen tutupan karang hidup berdasarkan KEP04/MENLH/02/2001,yaitu 0-24,9% = buruk, 25-49,9% = sedang, 50-74,9% = baik, dan 75-100% = sangat baik.

2.4.1.2 Estimasi Tutupan

Estimasi tutupan substrat yang terbagi dari Hard coral life, Soft Coral, Other dan Rubble yang terbagi 4 segmen kemudian diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Segmen 1 + Segmen 2 + Segmen 3 + Segmen 4 % Tutupan = --- 4

Rumus diatas digunakan untuk menentukan kategori presentase tutupan substrat baik Hard coral life, Soft Coral, Other dan Rubble di site yang telah dilakukan monitoring dengan menggunakan metode estimasi tutupan

(20)

2.4.1.3 Belt Transect

Pengambilan data invertebrata indikator menggunakan belt transect. Yaitu transek garis dengan dimensi pengamatan 2,5 meter ke kanan dan ke kiri. Kemudian mencatat semua jenis invertebrata indikator dan kemudian dimasukan dengan rumus sebagai berikut :

Segmen 1 + Segmen 2 + Segmen3

Rata – rata kemunculan = --- 3

Dengan begitu dapat diketahui rata-rata kemunculan invertebrata di setiap site yang telah dilakukan pendataan dengan metode belt transect.

2.4.2. Komunitas ikan ekonomis tinggi dan ikan herbivora

Keluaran dari pengolahan data ikan karang target meliputi nilai rata-rata kepadatan dan biomassa di setiap lokasi pengamatan.

Nilai rata-rata kepadatan (per hektar atau ha) menggunakan rumus: Jumlah individu per unit sampling

Kepadatan per hektar = --- x 10.000 Luasan unit sampling dalam m2

Nilai biomassa dilakukan melalui perhitungan hubungan panjang-berat yang diketahui untuk setiap jenis ikan dengan menggunakan rumus: W = aLb( Kulbickiet al, 2005) Di mana: W = berat ikan dalam gram (g); L = panjang ikan (fork length) dalam cm; a dan b = nilai konstanta setiap jenis Nilai rata-rata biomassa dihitung untuk setiap metode menggunakan rumus:

W1 + W2 + ... + Wn

Biomassa per hektar = --- x 10.000 Unit sampling dalam m2

Dimana W1,2,n adalah biomassa per 1 ekor ikan target

Untuk keperluan rencana pengelolaan dilakukan perbandingan antar lokasi survey. Perbandingan ini menggunakan sistem penilaian (scoring) –sama dengan komunitas bentik--. Variabel yang digunakan yaitu kelimpahan dan biomassa dari :

(21)

1. Ikan target total/ secara keseluruhan, meliputi semua ikan target yang didata

2. Ikan herbivora, hanya meliputi ikan-ikan yang berasal dari famili Acanthuridae, Scaridae, dan Siganidae, Kyiposidae.

3. Ikan konsumsi hanya meliputi ikan-ikan yang berasal dari famili Carangidae, Haemulidae, Lethrinidae, Lutjanidae, Labridae (khusus ikan Napoleon, Scombridae, Serranidae, Acanthuridae dan Siganidae.

Analisa menggunakan descriptive statistic kelimpahan dan biomassa ikan total, herbivore, dan konsumsi.

2.4.3 Parameter oseanografi 2.4.3.1 Arus

Data arus yang diambil dengan menggunakan Bola duga sesuai metode Lagrange terbagi menjadi 3 kedalaman 0.2d (permukaan) , 0.6d (medium) , dan 0.8d (dalam). Data yang di dapat setiap site dilakukan pengolahan datanya. Dengan rumus

Kecepatan =

Jarak : jarak dari posisi 1 ke posisi 2.

Waktu : Waktu yang ditempuh dari posisi 1 ke posisi 2. 2.4.3.2 Suhu

Data suhu setiap site yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan kemudian di cari rata-rata untuk mendapatkan nilai suhu.3 kali pengambilan data dilakuakan untuk mengurangi index

eror. Rumus yang diugunakan adalah :

T= 2.4.3.3 Salinitas

Data salinitas setiap site yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan kemudian di cari rata-rata untuk mendapatkan nilai suhu.3 kali pengambilan data dilakuakan untuk mengurangi index eror. Rumus yang diugunakan adalah :

(22)

2.4.3.4 Kecerahan

Data kecerahan setiap site yang dilakukan dengan alat secchi disk dengan menggunakan rumus :

Kecerahan =

H1: pengukuran pertama H2: pengukuran kedua

(23)

3. PEMBAHASAN 3.1. Deskripsi Lokasi Pengambilan Data

Monitoring Kesehatan Terumbu Karang dilakukan di 16 (enam belas) site pengamatan. Tipe terumbu yang didapati pada site penelitian terdiri dari tipe terumbu miring (slope), dataran (flat), dan dinding (wall). Tipe terumbu miring(slope)ditemukan di site Crystal Rock, Shootgun, Loh Namo, Padar Kecil, Canibal Rock, Bongkahan Batu, dan Pulau Kambing. Tipe terumbu dataran (flat) ditemukan di site Karang Makasar, Tatawa Kecil, Pantai Merah, Manta alley, Toro Jerman, dan Padar Selatan. Sedangkan tipe terumbu dinding (wall) ditemukan di site Tatawa Besar, Batu Bolong, dan Ngarai Lili Laut.

Tipe komunitas ekosistem dibagi 2 Tipe yaitu terlindung (sheltered) dan Terumbu terbuka (exposed).Pada Terumbu terbuka (exposed) ditemukan padasite Tatawa Besar, Batu Bolong, Tatawa Kecil, Loh Namo, Toro Jerman, Padar Selatan sedangkan pada terumbu tipe terlindung

(Sheltered)ditemukan di sitePantai Merah, Manta alley, Padar Kecil ,Ngarai Lili Laut, Canibal

Rock, Bongkahan Batu dan Pulau Kambing

3.2. Analisa Komunitas Bentik

Berdasarkan metode pengamatan komunitas bentik dengan menggunakan 2 metode yaitu Time Swim selama 5 menit pertransect dan PIT (Point Intercept Transect), hasil pengamatan komunitas bentik ditampilkan dalam tabel dan grafik berikut:

Tabel 4. Tutupan karang dengan menggunakan estimasi penutupan

Site ID Site Name HCL SC OT RB

1001 Cristal Rock 29,50% 7,50% 39,75% 23,25% 1002 Shot Gun 31,25% 20,00% 40,00% 11,25% 1005 Batu Bolong 72,50% 16,25% 6,25% 5,00% 1006 Tatawa Kecil 30,00% 30,00% 27,50% 12,50% 1008 Loh Namo 27,50% 25,00% 37,50% 10,00% 1009 Manta Alley 12,50% 31,25% 31,25% 25,00% 1010 Toro Jerman 9,25% 27,00% 62,50% 1,25% 1011 Padar Kecil 11,25% 60,00% 22,50% 8,75%

1012 Ngarai Lili Laut 16,75% 7,75% 66,25% 9,25%

1013 Canibal Rock 13,75% 8,75% 61,25% 16,25%

1014 Bongkahan Batu 13,00% 19,33% 45,67% 22,00%

(24)

Gambar 6. Grafik Tutupan karang dengan menggunakan estimasi penutupan

Pada indeks kehadiran susbtrat dengan menggunkan metode time swim ditemukan bahwa pada site Batu Bolong masih memiliki tutupan HCL paling banyak dengan presentase 72% dan pada site Padar selatan memiliki tutupan paling kecil dengan presentase 2,33%.

Site ID Site Name HCL SC OT MOBILE

SUBSTRATE 1003 Karang Makassar 37,000 49,333 2,000 11,667 1004 Tatawa Besar 47,667 7,667 21,333 23,333 1007 Pantai Merah 5,000 53,333 9,333 32,333 1014 Pulau Kambing 4,667 4,333 10,333 80,667

(25)

Gambar 6. Indeks kehadiran substrat dengan metode PIT

Tutupan karang dengan menggunakan metode Point Intercept Transect ditemukan tutupan paling tinggi pada site Tatawa Besar dan Karang Makassar dan tutupan yang lumayan buruk pada site Pantai Merah dan Pulau kambing.

Dari kedua metode tersebut akan dijelaskan secara terperinci kategori umum dengan kedua metode tersebut

3.2.1. Analisa Tutupan Karang Keras Hidup

Tutupan karang keras hidup merupakan indikator utama monitoring kesehatan karang.Dapat diartikan bahwa semakin tinggi tutupan karang keras hidup maka kondisi kesehatan karang semakin baik.Namun demikian, perlu dilihat kembali apakah tingginya tutupan karang keras hidup tersebut sangat didominasi oleh salah satu bentuk pertumbuhan saja atau beragam.Selain itu perlu diperhatikan juga mengenai kondisi perikanannya.

Dari 16 site yang di amati menggunakan metode time swim di 12 site. Dengan mengikuti standar pengkatogerian persen tutupan karang hidup berdasarkan KEP-04 /MENLH/02/2001, yaitu 0-24,9% = buruk, 25-49,9% = sedang, 50-74,9% = baik, dan 75-100% = sangat baik. Dari 12 titik yang di survey, 12 site mendapat kategori buruk yaitu Manta Alley, Toro Jerman, Padar Kecil, Ngarai Lili Laut, Canibal Rock, Bongkahan Batu, Padar Selatan, sedangkan 4 site

Karang Makassar Tatawa Besar Pantai Merah Pulau Kambing

HCL 37.000 47.667 5.000 4.667 SC 49.333 7.667 53.333 4.333 OT 2.000 21.333 9.333 10.333 MOBILE SUBSTRATE 11.667 23.333 32.333 80.667 0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 Frek w en si

(26)

dikategorikan sedang yaitu Cristal Rock, Shot Gun, Tatawa Kecil, Loh Namo, dan 1 site dikategorikan baik yaitu batu bolong.

No Nama Site Persentase Cover

1 Batu Bolong 72,50%

2 Shot Gun 31,25%

3 Tatawa Kecil 30,00%

4 Crystal Rock 29,50%

5 Loh Namo 27,50%

6 Ngarai Lili Laut 16,75%

7 Canibal Rock 13,75% 8 Bongkahan Batu 13,00% 9 Manta Alley 12,50% 10 Padar Kecil 11,25% 11 Toro Jerman 9,25% 12 Padar Selatan 2,33%

Ket : : baik : sedang c : buruk

(27)

Gambar 7. Peta kondisi Terumbu karang

Pada 5 site (Batu Bolong, Shot Gun, Tatawa Kecil, Crystal Rock dan Loh Namo) dengan persen tutupan karang tertinggi terletak pada tipe terumbu terbuka (exposed), yang artinya bahwa sirkulasi air laut pada tempat tersebut cenderung baik yang memungkinkan banyaknya suplai nutrien. Pada tutupan karang tertinggi yaitu batu bolong (72,50%) tidak di temukan aktivitas perikanan dengan menggunakan bom maupun aktivitas pariwisata (jangkar).

Sedangkan Pada 7 lokasi lainnya yang berkategori buruk, 5 di antaranya adalah tipe terumbu tertutup (shelter), dapat dikatakan bahwa asupan nutriennya sedikit. Pada 2 lokasi yang lain yaitu, toro jerman dan padar selatan adalah tipe terumbu terbuka (exposed), akan tetapi di temukan adanya indikasi aktivitas nelayan yang menggunakan bom, hal itu dapat di lihat dari hasil pengamatan impact (dampak).

(28)

No Nama Site Persentase Cover

1 Karang Makassar 37,00%

2 TatawaBesar 47,667%

3 Pantai Merah 5,00%

4 Pulau Kambing 4,667%

Tabel 7. Persentase tutupan karang dengan menggunakan Point intercept transect

Untuk 4 site lain yang diamati, digunakan metode PIT (Point Intercept Transect) pada 4 lokasi yaitu karang Makassar, tatawa besar, pantai merah, dan pulau kambing. Dari keempat site tersebut 2 diantaranya dapat dikategorikan sedang yaitu karang Makassar (37%) dan tatawa besar (47,6%). Hal tersebut dikarenakan dua site tersebut merupakan lokasi terbuka (exposed). Pada lokasi karang Makassar di temukan aktivitas pariwisata (jangkar) tingkat medium. Dua lokasi lainnya yaitu pantai merah (5%) dan pulau kambing (4,6%) masuk kedalam kategori buruk karena pada 2 lokasi tersebut selain lokasinya yang tertutup (shelter) banyak di temukan aktivitas pariwisata (jangkar), perikanan (bom dan pukat harimau) hal tersebut di buktikan dengan penemuan bekas jaring nelayan.

Dari keseluruhan site dapat disimpulkan bahwa daerah terumbu terbuka (exposed) lebih baik daripada daerah terumbu tertutup (shelter). Selain dari kedua kondisi tersebut disimpulkan juga daerah utara memiliki tutupan karang yang lebih baik dari selatan, hal ini disebabkan karena adanya aktivitas nelayan yang menggunakan bom

Kawasan Penutupan Karang Keras (%)

Pulau Rinca 12

Pulau Komodo 30,2

Pulau Padar 6,79

(29)

3.2.2. Analisa Bentuk Pertumbuhan Karang Keras Hidup

Pengambilan data bentuk pertumbuhan karang dimaksudkan untuk melihat tingkat kesehatan karang selain dari persen tutupan karang hidupnya.Bentuk pertumbuhan karang merupakan respon adaptasi ekologis biota karang dari parameter lingkungan.Bentuk pertumbuhan karang berkaitan dengan struktur terumbu karang serta kelimpahan dan keanekaragaman ikan karangnya.Bentuk pertumbuhan bongkahan (massive) memberikan perlindungan kepada terumbu dari aktivitas fisik, yaitu gelombang dan arus. Bentuk pertumbuhan bercabang (branching), meja (tabulate), dan lembaran (foliose) memberikan tempat perlindungan atau persembunyian untuk ikan dan biota lain. Sedangkan bentuk pertumbuhan merayap (encrusting) mempunyai kecenderungan untuk menyatukan substrat yang tidak stabil.

Monitoring bentuk pertumbuhan karang keras hidup dilakukan di 4 site, yaitu karang Makassar, tatawa besar, pantai merah, dan pulau kambing.

(30)

Gambar 9. Grafik bentuk pertumbuhan karang di Tatawa Besar

(31)

Gambar 11. Grafik bentuk prtumbuhan karang di Pulau Kambing

Dari 5 lokasi tersebut, site karang Makassar dan tatawa besar memiliki persentase cover yang paling besar, dimana site karang Makassar memiliki persentase cover yang didominasi oleh bentuk pertumbuhan (life form) acropora tabulate (berbentuk meja) yang dimana acropora tabulate tersebut merupakan bentuk pertumbuhan yang digunakan oleh ikan sebagai tempat perlindungan, sehingga banyak di temukan ikan karang di site tersebut, selanjutnya site karang Makassar juga di dominasi oleh bentuk pertumbuhan coral encrusting (merayap) yang berfungsi untuk menyatukan mobile substrat sehingga nilai mobile substrate di site tersebut tergolong rendah yaitu hanya 11,667%.

Berbeda dengan site pulau kambing yang banyak di temukan coral mushroom (berbentuk jamur).Coral mushroom ini hanya hidup dalam satu koloni dan hidup tidak menempel pada substrate (nomaden) sehingga keberadaannya tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan sekitar.Pada site pulau kambing juga tidak ditemukan coral encrusting (merayap) sehingga tidak ada mediasi untuk menyatukan antar mobile substrat, hal ini mengakibatkan persentase mobile substrat (pecahan karang) tinggi yaitu 80,667%.

(32)

3.2.3. Analisa Tutupan Karang Lunak dan Komunitas Biota Bentik Lainnya

Keanekaragaman karang lunak dan biota bentik lainnya merupakan salah satu indikator kesehatan karang.Namun demikian, terlalu mendominasinya kategori ini bisa jadi indikator yang kurang bagus. Perlu diketahui bahwa karang lunak dan biota bentik lain bisa menjadi kompetitor pertumbuhan karang keras hidup. Lokasi dengan tutupan karang lunak dan biota bentik lainnya yang terlalu tinggi biasanya menjadi indikasi degradasi atau suatu lokasi sedang mengalami pemulihan.

Secara keseluruhan dari monitoring 16 site, site padar kecil di dominasi oleh pertumbuhan karang lunak (soft coral) yaitu 60%. Dapat di simpulkan disini bahwa site padar kecil merupakan site yang paling besar melakukan pemulihan lokasi. Apabila hal ini terus terjadi maka pertumbuhan karang keras akan kalah berkompetisi dan site padar kecil akan di dominasi oleh pertumbuhan karang lunak sehingga kelimpahan ikan di site tersebut akan kecil karena tidak ada tempat pelindungan untuk ikan.

Berbeda dengan site yang sudah di dominasi oleh pertumbuhan karang keras yaitu batu bolong, dengan pertumbuhan karang keras 72,50% dan pertumbuhan karang lunak 16,25% hal tesebut menjadikan site tersebut memiliki ikan yang melimpah, dengan banyaknya pertumbuhan karang keras maka banyak pula tempat perlindungan bagi ikan karang.

3.2.4. Analisa Biota Invertebrata

Keberadaan biota invertebrate penting kesehatan terumbu karang.Untuk Monitoring kali ini, 9 indikator invertebrata global sudah diseleksi sebagai indikator adanya dampak manusia.Indikator dipilih berdasarkan nilai ekologis atau ekonomisnya.Tidak ditemuinya keberadaan mereka di banyak terumbu adalah indikasi adanya penangkapan berlebih.

Organisme ini juga dipilih karena pada umumnya mereka memiliki kelimpahan cukup, yang perubahannya dapat dideteksi secara berkala dan lebih mudah diamati.Namun demikian beberapa invertebrate apabila ditemukan berlebihan pada suatu perairan malah menjadi indicator tercemarnya perairan yang biasanya disebabkan oleh aktivitas manusia.

(33)

Untuk indicator invertebrate antara lain terdiri dari :

 Banded coral shrim : Merupakan salah satu udang pembersih yang memakan parasit yang hidup pada organisme terumbu lainnya.

 Diadema urchin : Dalam komposisi yang normal di perairan kehadirannya bagus untuk mengontrol keberadaan makroalga. Disamping itu kehadiran Diadema penting bagi rekruitmen karang. Hal ini karena calon karang memerlukan permukaan batu yang bersih untuk melekatkan diri mereka. Terumbu yang ditutupi oleh makro alga tidak sesuai untuk kesuksesan rekruitmen karang. Namun blooming Diadema dapat merupakan indikator tercemarnya perairan yang biasanya disebabkan oleh aktivitas manusia.

 Pencil urchin : Bulu Babi Pensil juga penting untuk mengontrol alga. Namun, kelimpahan mereka cenderung tidak sebanyak Diadema. Mereka tidak termasuk dalam spesies kunci dalam hal mengontrol alga. Pencil urchin biasanya ditangkap untuk keperluan koleksi  Collectror urchin : Sama seperti Pencil urchin, Collector urchin biasanya ditangkap untuk

kepentingan koleksi

 Teripang konsumsi : Teripang berperan sebagai biota pembersih terumbu. Ada 3 jenis teripang konsumsi yang didata yaitu

o Thelenota ananas (prickly redfish)

o Stichopus chloronotus (prickly greenfish) o Holothuria edulis (pinkfish)

 Clown Of Thorn (COT) : Clown Of Thorn atau bulu seribu merupakan biota pemakan karang hidup. Jadi ledakan populasi mereka merupakan ancama bagi Terumbu karang.  Giant Clam (Kima) :Kima merupakan sumber makanan penting di banyak negara tropis.

Tidak hanya itu, cangkang mereka juga dimanfaatkan untuk suvenir. Kelimpahan mereka di terumbu berkurang karena penangkapan berlebih.

 Triton : keberadaan triton penting untuk mengontrol populasi bulu seribu karena Triton merupakan pemangsa bulu seribu

 Lobster :Lobsters adalah pemakan bangkai yang keluar di malam. Mereka merupakan sumber makanan.

(34)

Tabel 9. Tabel kemunculan Invertebrata di semua site

Gambar 12. Grafik kemunculan Invertebrata di semua site

Banded coral shrimp 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Diadema urchin 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 3,00 0,33 1,67 Pencil urchin 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Collector urchin 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Sea cucumber 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 3,00 0,00 Crown-of-thorns 0,00 0,00 0,00 2,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Triton 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Lobster 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 clam 0,33 0,67 0,67 0,67 0,00 0,00 0,33 0,33

Banded coral shrimp 3,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Diadema urchin 6,67 9,00 5,67 0,67 2,00 2,00 50,67 1,67 Pencil urchin 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Collector urchin 2,33 2,67 0,00 0,00 1,67 0,00 0,67 0,00 Sea cucumber 0,00 0,00 0,67 0,00 2,67 1,00 2,33 0,00 Crown-of-thorns 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 Triton 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Lobster 0,00 0,00 0,00 0,67 0,00 0,00 1,67 1,00 clam 0,33 0,00 0,67 0,67 0,00 0,67 0,33 0,33

(35)

Dari 16 site yang dimonitoring kelimpahan invertebrate terbanyak adalah di site Padar Selatan dimana terjadi blooming bulu babi (Diadema urchin) yang berjumlah 50,67 per-transek. Diadema urchin menjadi indicator tercemarnya suatu perairan diduga disebabkan oleh aktivitas manusia baik secara kimia maupun fisis, seperti pembuangan sampah sembarangan. Pengaruhnya dapat dilihat pada rendahnya presentase tutupan karang hidup (hard coral life) di Padar Selatan yang dikategorikan buruk (2,33%). Selain itu lobster dan sea cucumber juga ditemukan lumayan banyak di Padar selatan, dengan jumlah masing – masing 2,33 dan 1,67 per-transek, merupakan indikasi yang bagus untuk pemulihan terumbu.

Sedangkan untuk site Cristal rock dan Batu Bolong tidak ditemukan adanya keberadaan invertebrate diduga karena adanya penangkapan berlebih di kedua site ini. Selain penangkapan berlebih, juga diduga karena karakteristik arus yang lumayan kuat sehingga invertebrate tidak mampu bertahan di area tersebut.

Untuk keseluruhan site, tidak ditemukan adanya Banded coral shrimp, Triton, maupun pencil urchin.Ketiga biota ini bukan merupakan spesies kunci, namun ketiadaan mereka diduga karena penangkapan berlebih dan juga tipe arus di beberapa site yang amat kuat sehingga mereka tidak dapat bertahan.

3.4.5. Analisa Dampak (Impact)

Dampak/impact yang terjadi di terumbu karang disebabkan oleh berbagai aktivitas baik alami maupun disebabkan oleh aktivitas manusia.Dampak yang ditimbulkan dari aktivitas tersebut kebanyakan bersifat merusak sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem terumbu karang. Dampak yang ditimbulkan secara alami antara lain coral disease dan bleaching. Sedangkan dampak yang ditimbulkan oleh manusia antara lain coral damage yang disebabkan oleh jangkar kapal, aktivitas pengeboman, aktivitas pukat yang merusak terumbu karang, serta pembuangan sampah ke laut baik itu sampah yang umum (plastic, kayu dll) maupun yang spesifik (jaring nelayan, benang pancing dll).

(36)

Tabel 10. Dampak kerusakan di setiap site

Gambar 13. Grafik Dampak Kerusakan di semua site monitoring

Coral damage: Boat/Anchor 0,00 0,00 2,00 0,67 0,00 0,00 1,33 0,00

Coral damage: Dynamite 0,00 2,00 0,33 2,00 0,00 1,67 1,00 1,67

Coral damage: Other 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 1,33 0,00

Trash: Fish nets 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Trash: General 0,67 1,67 0,00 0,67 0,00 0,00 0,00 0,00

Bleaching (% of coral population) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Bleaching (% of colony) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 1,00 0,00

Coral Disease (% of coral affected if yes) 0,00 0,33 2,00 2,00 0,00 2,00 0,00 2,33

Coral damage: Boat/Anchor 0,33 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 1,33

Coral damage: Dynamite 2,33 2,00 0,67 1,67 2,00 0,67 1,00 0,00

Coral damage: Other 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 2,33

Trash: Fish nets 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,33

Trash: General 0,00 0,00 1,00 0,33 0,00 0,33 0,00 2,00

Bleaching (% of coral population) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Bleaching (% of colony) 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00

(37)

Dari 16 site monitoring, dengan indeks kerusakan terparah dinilai dengan angka 3, impact yang paling parah terdapat di pulau Kambing dengan tingkat kerusakan karang akibat jangkar (1,33), akibat penggunaan pukat yang merusak (2,33), juga ditemukan sampah general disekitar site (2), jaring nelayan (0,33), dan ditemukan juga coral disease (0,67). Akibat impact yang parah ini menyebabkan tutupan karang hidup di pulau Kambing menjadi rendah (4,67%). Meskipun begitu, dengan keberadaan makroalgae yang melimpah menyebabkan banyak ditemukan ikan herbivore (277,33 biomass/ha (kg)) dan ditemukan juga ikan ekonomis seperti Kerapu Bebek dan Kerapu macan.

Untuk indeks impact yang paling rendah terdapat di Batu Bolong yaitu hanya mengalami bleaching (0,33). Dengan sehatnya terumbu karang, di Batu Bolong dapat ditemukan hewan – hewan yang jarang terlihat seperti penyu yang berukuran sekitar 1,2 meter sedang mencari makan di sela – sela terumbu.

Tabel 11. rata – rata dampak kerusakan karang

Dari semua site monitoring, hampir semua site monitoring pernah mengalami pemboman (13 site). Jika dirata – rata dampak kerusakan karang disebabkan oleh dinamit 1,19. Indeks kerusakan akibat bom merupakan paling besar jika dibandingkan dengan dampak kerusakan yang lain.

Impact Rata - rata

Coral damage: Boat/Anchor 0,38

Coral damage: Dynamite 1,19

Coral damage: Other 0,27

Trash: Fish nets 0,06

Trash: General 0,42

Bleaching (% of coral population) 0,00

Bleaching (% of colony) 0,13

(38)

3.2.6. Analisa Ketersediaan substrat penempelan

Substrat tersedia (Available substrate) sangat penting untuk keberadaan jangka panjang komunitas karang karena merupakan substrat tersedia untuk penempelan anakan karang baru. Lokasi-lokasi yang memiliki banyak tipe substrat ini, jika dikelola dengan baik dengan faktor-faktor lainnya, dimasa depan dapat kembali pulih karena memiliki ketersediaan substrat yang tinggi.

Dari 16 site yang di monitoring, hanya 4 site yang menggunakan metode PIT yaitu karang Makassar, tatawa besar, pantai merah, dan pulau kambing, sehingga hanya 4 site ini yang dapat dilakukan analisa ketersediaan substrat penempelan

Gambar 14. Grafik ketersediaan substrat penempelan di Pulau Kambing

(39)

Gambar 16. Grafik ketersediaan substrat penempelan di Karang Makassar

Gambar 17. Grafik ketersediaan substrat penempelan di Tatawa Besar

Dari 4 site yang di monitoring, tidak ada site yang memiliki nilai ketersediaan substrate diatas 20%, secara keseluruhan site memiliki nilai ketersediaan substrate di bawah 20%. Dengan melihat hasil tersebut dapat disimpulkan, diperlukan penambahan substrat untuk mediasi karang bereproduksi

Pada siklus reproduksi karang, pergerakan air/arus menentukan penyebaran rekrutmen karang baru.Namun, kesuksesannya ditentukan oleh ketersediaan substrat yang sesuai. Hayward

et. al(2011) menjelaskan keberhasilan metamorfosis karang dari fase planktonik larva hingga fase

(40)

Analisa ketersediaan substrat dimaksudkan untuk melakukan pengelolaan pada lokasi-lokasi yang masih tinggi ketersediaan substratnya dengan menjaga kelimpahan ikan-ikan herbivore.Jenis ikan herbivore membantu membersihkan substrat penempelan dari alga epifit yang menghalangi larva karang menempel pada substrat.

3.2.7. Analisa Stabilitas substrat

Mobile Substrate merupakan indikator stabilitas substrat dasar perairan. Dimana

keberadaan substrat ini tidak baik bagi proses rekrutmen karang, karena cenderung tidak stabil. Sifatnya yang selalu bergerak menjadikan tipe substrat ini tidak cocok untuk penempelan planula (anakan) karang.Subtrat ini ditunjukkan dengan persentase dari lumpur, pasir dan pecahan karang mati.

Sama seperti analisa ketersediaan substrate, analisa stabilitas substrate dilakukan monitoring di 4 site yang menggunakan metode PIT yaitu karang Makassar, tatawa besar, pantai merah, dan pulau kambing.

(41)

Gambar 19. Analisa stabilitas Substrat di Pantai Merah

(42)

Gambar 21. Analisa stabilitas Substrat di Tatawa Besar

Dari 4 site tersebut, memiliki nilai mobile substrate tinggi yang berarti kecil kemungkinan untuk karang melakukan pemulihan.Meskipun penempelan pada patahan karang dan mobile

substrate lainnya dapat terjadi, namun planula cenderung gagal tumbuh dengan maksimal karena

ketidakstabilan substrat tersebut.Bahkan dalam berbagai kasus, patahan karang bersama dengan pasir maupun lumpur menjadi ancaman bagi rekrutmen karena dapat mengakibatkan kematian pada karang baru baik karena tertutup, terkubur maupun patah (Clark and Edwards, 1999) Hayward et. al(2011) menjelaskan keberhasilan metamorfosis karang dari fase planktonik larva hingga fase penempelan polip dipengaruhi oleh kondisi substrat yang pada akhirnya terjadi kalsifikasi.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan Proses alami pemulihan kondisi lingkungan di lokasi-lokasi tersebut sudah dipastikan akan berlangsung lama dengan alasan seperti yang sudah dijelaskan. Sangat diperlukan upaya khusus untuk membantu mempercepat pemulihan terutama dengan penyediaan substrat stabil.Upaya-upaya terstrukstur jangka panjang untuk mengeliminasi akar permasalahan penyebab degradasi lingkungan harus sudah mulai direncanakan dan diaplikasikan secepatnya.roses alami pemulihan kondisi lingkungan di lokasi-lokasi tersebut sudah dipastikan akan berlangsung lama dengan alasan seperti yang sudah dijelaskan. Sangat diperlukan upaya khusus untuk membantu mempercepat pemulihan terutama dengan penyediaan

(43)

substrat stabil.Upaya-upaya terstrukstur jangka panjang untuk mengeliminasi akar permasalahan penyebab degradasi lingkungan harus sudah mulai direncanakan dan diaplikasikan secepatnya.

3.3. Analisa Komunitas Ikan Karang Penting 3.3.1. Kepadatan dan Biomassa Total

Populasi ikan difokuskan pada jenis perikanan ekonomis tinggi dan ikan herbivora yang disurvey dengan mengggunakan metode sensus visual di bawah air. Jenis-jenis ikan target dan herbivora dipilih berdasarkan jenis yang menjadi target nelayan lokal/komersial, jenis yang dapat diidentifikasi secara akurat oleh pengamat, jenis yang sesuai untuk penghitungan menggunakan sensus visual di bawah air yaitu jenis yang terlihat sangat jelas (mencolok), jenis ikan karang yang umum ditemukan di lokasi tersebut dan di tipe ikan ekonomis tinggi yang hidup di daera pelagis yang.

Total kelimpahan ikan ekonomis tinggi dan ikan herbivora di 16 site yang memiliki tingkat kepadatan paling tinggi yaitu 3476,136364 density/ha di site bongkahan batu dan tingkat kepadatan terendah di site toro jerman dengan nilai 1,94552529density/ha sedangkat tingkat biomassa tertinggi di bongkahan batu dengan nilai 3476,136364 kg/ha dan tingkat biomassa ikan terndah di toro jerman dengan nilai 1,68727113 kg/ha.

(44)

SITE Biomass/ha (kg) Density/ha Crystal Rock 269,9312814 45,45454545 Shootgun 103,6981482 58,3501006 Karang Makasar 127,7437392 800 Tatawa Besar 636,1919652 464,4444444 Batu Bolong 105,2501486 70,90909091 Tatawa Kecil 525,9601758 92 Pantai Merah 271,2600565 720,8415842 Loh Namo 70,65221518 33,33333333 Manta alley 70,13458772 31,25 Toro Jerman 1,687271134 1,945525292 Padar Kecil 46,60868663 33,41288783

Ngarai Lili Laut 189,1694875 170,781893

Canibal Rock 3,714682358 18,33333333

Bongkahan Batu 822,8251752 3476,136364

Padar Selatan 232,7614954 1768,235294

Pulau Kambing 300,1325983 658,0906149

RATA-RATA 236,1076071 527,7199382

Keterangan : Diatas Rata-rata Dibawah Rata-rata

Tabel 12. Total biomassa dan keapadatan

Gambar 22. Grafik Total biomassa dan kepadatan 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Total Kepadatan dan biomassa Ikan Ekonomis

Tinggi dan Ikan Herbivora di 16 site

Density/ha Biomass/ha (kg)

(45)

Gambar 23. Peta total Biomassa ikan ekonomis dan ikan herbivora

(46)

Dari hasil perhitungan jumlah kepadatan ikan dan biomassa ikan per site di dapatkan nilai rata-rata dari kepadatan dan biomassa ikan di 16 site. Dari 16 site tersebut ditemukan baik ikan karang yang melimpah tapi ikan tersebut tidak dicatat oleh pengamat dikarenakan ikan-ikan tersebut tidak termasuk dalam daftar ikan-ikan yang dicatat.Dari 16 site yang memiliki tingkat kepadatan di atas rata-rata hanya 3 site yaitu di site Bongkahan batu, padar selatan dan pulau Kambing hal ini disebabkan melimpahnya asupan makanan bagi ikan herbivora yang diperoleh dari ketersediaan makro alga yang melimpah sedangkan pada kepadatan yang paling rendah yaitu disite toro jerman disebabkan oleh tingkat sedimentasi yang tinggi sehingga terumbu karang sangat sulit untuk tumbuh pada daerah ini dan menyebabkan jumlah keapadatan ikan herbivora sangat sedikit. Sedangkan untuk ikan-ikan ekonomis lebih dipengeruhi oleh arus yang membawa asupan nutrienlain bagi ikan-ikan tersebut.

Selanjutnya, upaya peningkatan kondisi perikanan dengan melindungi sebagian daerah dengan kelimpahan ikan yang cukup tinggi ditindak lanjuti untuk melihat kemungkinan lokasi tersebut menjadi daerah pemijahan ikan. Dengan melindungi daerah-daerah yang menjadi daerah pemijahan ikan memungkinkan pemulihan kondisi perikanan dengan mekanisme spill over dan

transport larvae.

3.3.2. Kelimpahan dan Biomassa Ikan Herbivora

Ikan-ikan herbivora merupakan kelompok ikan fungsional karena herbivora memainkan peran yang sangat penting bagi kesehatan dan daya pulih karang.Kehadiran ikan herbivora membantu membersihkan substrat karang penempelan bagi anakan dari alga epifit. Selain itu 2 dari 3 famili jenis ikan herbivora (Acanthuridae dan Siganidae) juga merupakan ikan target konsumsi.

Dari 16 lokasi pengamatan, bongkahan batu merupakan site yang memiliki tingkat kepadatan dan biomassa ikan herbivora yang paling tinggi dikarenakan pada daerah ini banyak sekali makro alga yang tumbuh disekitar daerah terumbu karang dan untuk arus sendiri tidak terlalu kuat karena pada daerah ini merupakan daerah tertutup (Shelter). Sedangkan untuk tingkat kepadatan dan biomassa ikan herbivora terendah berada di site shootgun hal ini disebabkan pada daerah tersebut merupakan daerah terbuka (Expose).

(47)

SITE Biomass/ha (kg) Density/ha Crystal Rock 19,76282265 9,090909091 Shootgun 0 0 Karang Makasar 65,44622694 400 Tatawa Besar 188,6698759 130 Batu Bolong 34,19493799 36,36363636 Tatawa Kecil 75,98251459 40 Pantai Merah 17,30809042 8,663366337 Loh Namo 66,20196322 29,33333333 Manta alley 66,67253353 29,01785714 Toro Jerman 0 0 Padar Kecil 39,09440405 31,02625298

Ngarai Lili Laut 78,50495094 119,3415638

Canibal Rock 0 0

Bongkahan Batu 77,15109312 1145

Padar Selatan 118,0477468 212,9411765

Pulau Kambing 277,3366697 563,236246

Rata-rata 70,27336436 172,1258963

keterangan : Dibawah Rata-rata

Diatas Rata-rata

Tabel 13. Total biomassa dan kepadatan ikan herbivora

Gambar 25. Grafik biomassa dan kepadatan ikan herbivora 0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Kelimpahan dan Biomassa Ikan herbivora

Density/ha Biomass/ha (kg)

(48)

Gambar 26. Peta Biomassa ikan herbivora

(49)

Dengan setengah lokasi terumbu karang yang diamati memiliki kepadatan dan biomassa ikan herbivora yang rendah, tampak bahwa penangkapan ikan yang berlebih tidak hanya mentarget ikan ekonomis, namun juga herbivora. Kondisi dimana herbivora yang rendah merupakan hal tidak menguntungkan bagi proses rekrutmen dan pemulihan lokasi yang mengalami kerusakan karang. Herbivora berperan penting dalam menyediakan substrat bagi penempelen karang baru dengan mengkonsumsi alga yang menutupi permukaan substrat.Herbivora juga mengontrol pertumbuhan alga sehingga populasi alga tidak meningkat dan menjadi kompetitor bagi karang.

3.3.3. Kelimpahan dan Biomassa Ikan Ekonomis

Ikan konsumsi mencakup hampir semua ikan yang menjadi target pencatatan. Kelimpahan ikan kelompok ini untuk memberikan gambaran produktivitas ekosistem terumbu karang dari sisi perikanan untuk menyokong penghidupan masyarakat.

Gambar 28. Grafik total kelimpahan dan biomassa ikan ekonomis 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 C rys ta l R o ck Sho o tg un K ar ang M akas ar Tat aw a B es ar Bat u Bol o ng Tat aw a K ec il P an ta i Me rah Lo h N am o Ma nt a al ley Tor o Je rm an P ad ar K ec il Ng ar ai L ili L aut C ani ba l R o ck B ong ka han B at u P ad ar S el at an P ul au K am bi ng

Total Kelimpahan dan Biomassa ikan ekonomis

Density ikan ekonomis/ha Biomass ikan ekonomis/ha (kg)

(50)

Gambar 29. Peta Biomassa ikan ekonomis

(51)

Tabel 14. Biomassa dan Keapdatan ikan ekonomis

Jumlah biomassa dan kepadatan ikan ekonomis paling tinggi adalah pada site Bongkahan batu dan yang paling rendah terdapat pada site Loh namo.Sebagian besar site memiliki jumlah ikan ekonomis yang sedikit dan cenderung berukuran kecil yang diakibatkan aktifitas penangkapan yang merusak dan kemungkinan menjadi penyebab utama. Hal ini diperparah dengan rusaknya substrat yang menjadi habitat ikan

Dari data diatas perlu diadakan kegiatan untuk menindak lanjuti untuk melihat kemungkinan lokasi tersebut menjadi daerah pemijahan ikan. Dengan melindungi daerah-daerah yang menjadi daerah pemijahan ikan memungkinkan pemulihan kondisi perikanan dengan mekanisme spill over dan transport larvae.

Site Biomass ikan ekonomis/ha (kg) Density ikan ekonomis/ha Crystal Rock 250,1684588 36,36363636 Shootgun 103,6981482 58,3501006 Karang Makasar 62,29751223 400 Tatawa Besar 447,5220893 334,4444444 Batu Bolong 71,05521065 34,54545455 Tatawa Kecil 449,9776612 52 Pantai Merah 253,9519661 712,1782178 Loh Namo 4,450251961 4 Manta alley 3,462054187 2,232142857 Toro Jerman 1,687271134 1,945525292 Padar Kecil 7,514282583 2,386634845

Ngarai Lili Laut 110,6645365 53,49794239

Canibal Rock 3,714682358 18,33333333

Bongkahan Batu 745,6740821 2331,136364

Padar Selatan 114,7137486 1555,294118

Pulau Kambing 22,79592858 94,85436893

Rata-rata 165,8342428 355,7226427

keterangan Dibawah Rata-rata Diatas Rata-rata

(52)

3.4 Parameter Oseanografi 3.4.1 Arus

Arus sangat mempengaruhi penyebaran ikan, hubungan arus terhadap penyebaran ikan adalah arus mengalihkan telur-telur dan anak-anak ikan pelagis dan daerah pemijahan ke daerah pembesaran dan ke tempat mencari makan. Migrasi ikan-ikan dewasa disebabkan arus, sebagai alat orientasi ikan dan sebagai bentuk rute alami; tingkah laku ikan dapat disebabkan arus, khususnya arus pasut, arus secara langsung dapat mempengaruhi distribusi ikan-ikan dewasa dan secara tidak langsung mempengaruhi pengelompokan makanan.(Lavastu dan Hayes 1981).

Gambar 31. Grafik Kecepatan Arus

Dari data arus yang di ambil daerah yang terbuka (expose) memiliki kecenderungan lebih kencang arus nya dibandingkan dengan daerah yang terlindung (shelterd) dikarenakan site monitoring tersebut berhadapan langsung dengan laut lepas, akan tetapi ditempat yang terbuka (expose) banyak ditemukan ikan pelagis seperti Giant Travelly, Blue Fin Travelly, Napoleon,dsb yang diduga memiliki banyak makanan dan tempat yang cocok untuk habitatnya.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Kecepatan Arus m/s

Shallow Medium Deep

(53)

Site Shallow (m/s) Medium (m/s) Deep (m/s) Cristal Rock 0,5 0,5 0,3125 Shootgun 0,160410651 0,120627262 0,095822154 Karang Makasar 0,244618395 0,096655712 0,352858151 Tatawa besar 0,051020408 0,101419878 0,112107623 Batu Bolong 0,079365079 0,131578947 0,094339623 Tatawa kecil 0,2 0,294117647 0,5 Pantai Merah 0,034722222 0,01 0,128205128 Loh Namo 0,043103448 0,0625 0,108695652 Manta alley 0,15625 0,1 0,108695652 Toro Jerman 0,5 0,025641026 0,076923077 Padar Kecil 0,384615385 0,222222222 0,3125

Ngarai Lili Laut 0,112637982 0,125786164 0,22675737

Canibal Rock 0,032467532 0,042857143 0,147058824

Bongkahan Batu 0,080645161 0,057692308 0,068493151

Padar Selatan 0,161290323 0,136363636 0,151515152

Pulau

Kambing 0,5 0,423076923 0,452054795

Tabel 15. Kecepatan Arus 3.4.2 Suhu

Nontji (1987) menyatakan suhu merupakan parameter oseanografi yang mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan khususnya dan sumber daya hayati laut pada umumnya.

Hela dan Laevastu (1970), hampir semua populasi ikan yang hidup di laut mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya, maka dengan mengetahui suhu optimum dari suatu spesies ikan, kita dapat menduga keberadaan kelompok ikan, yang kemudian dapat digunakan untuk tujuan perikanan.

Nybakken (1988), sebagian besar biota laut bersifat poikilometrik (suhu tubuh dipengaruhi lingkungan) sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme

(54)

Gambar 32. Grafik suhu

Organisme perairan seperti ikan maupun udang mampu hidup baik pada kisaran suhu 20-30°C. Perubahan suhu di bawah 20°C atau di atas 30°C menyebabkan ikan mengalami stres yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya cerna (Trubus Edisi 425, 2005).

Site T(˚C) Cristal Rock 28 Shootgun 31 Karang Makasar 31 Tatawa besar 32 Batu Bolong 30 Tatawa kecil 29 Pantai Merah 29 Loh Namo 29 Manta alley 28 Toro Jerman 28 Padar Kecil 27

Ngarai Lili Laut 28

Canibal Rock 29 Bongkahan Batu 28 Padar Selatan 28 Pulau Kambing 28 Tabel 16. Suhu 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Te m p ra tu re site T(˚C)

(55)

Data suhu yang di ambil diambil di 16 site monitoring yang memiliki tingkat suhu tertinggi di tatawa besar dan range suhu pada saat monitoring dilakukan berkisar 28 – 32 ˚C range suhu di taman nasional komodo ini masih bisa di toleransi.

Suharsono (1998) mengemukaan bahwa kisaran suhu yang masih dapat ditoleransi oleh karang berkisar antara 26–34° C. Nontji (1987) menjelaskan bahwa pertumbuhan karang akan mencapai puncaknya pada rentang suhu antara 25–30° C, namun pada keadaan ekstrem tertentu, dapat ditoleransi sampai kisaran suhu 36° C walau harus dalam waktu yang singkat saja

3.4.3 Salinitas

Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan hidup. (Andrianto, 2005).

Gambar 33. Grafik Salinitas 29 30 31 32 33 34 35 36 C ri sta l R o ck Sho o tg un K ar an g Mak as ar Tetawa B es ar Bat u Bol o ng Tetaw a K ec il P an ta i Me rah Lo h N am o Mant a al ley To ro J er m an P ad ar K ec il Ng ar ai L ili L aut C ani ba l R o ck B ong kahan B atu P ad ar S el at an P ul au K am bi ng sa lin it as (p p m ) Site Salinitas (ppm)

Gambar

Tabel 2.Life code Point Intercept Transect  2.3.1.2 Estimasi Tutupan
Tabel 3. Kategori untuk menilai cakupan tutupan terumbu karang. Semua kategori diperkirakan   sebagai cakupan persentase
Gambar 6. Grafik Tutupan karang dengan menggunakan estimasi penutupan
Gambar 6. Indeks kehadiran substrat dengan metode PIT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tidaklah mengherankan jika Bhiksu-Bhiksu penghuni biara pada saat itu dapat terdiri dari berbagai macam orang dengan berbagai macam latar belakang, dari orang-orang yang

Sebagai Partai Politik, Partai Golkar berkewajiban untuk menyerap, menyalurkan, dan memperjuangkan aspirasi masyarakat, melakukan rekrutmen politik dan mengembangkan

dengan kaidah ilmiah, maka kegiatan Program Hibah Penelitian tersebut dinyatakan batal dan PIHAK KEDUA wajib mengembalikan dana Program Hibah Penelitian Tahun 2014

Tahap berikutnya adalah pelatihan sekaligus praktek membuat kemasan, merk dan label bagi produk-produk UMKM, sehingga para pelaku UMKM dapat ketrampilan tentang bagaimana

Dengan Balanced Scorecard , tujuan suatu perusahaan tidak hanya dinyatakan dalam ukuran keuangan saja, melainkan dinyatakan dalam ukuran dimana perusahaan tersebut menciptakan

Purpose and significance: The aim of the study is to examine the effects of Montessori approach on children’s concept acquisition such as school readiness,

Dalam menjalankan tugasnya seorang auditor dituntut untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik terutama dalam mendeteksi kecurangan seperti yang tertera dalam

Pembimbingan, pembinaan dan pendampinganm oleh supervisor sebaiknya dilakukan secara kolaboratif dan berdasarkan asas sejawat ( partnership ), sehingga mereka tidak