• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN SAWAH DI KABUPATEN MAROS SELAMA 20 TAHUN KEDEPAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN SAWAH DI KABUPATEN MAROS SELAMA 20 TAHUN KEDEPAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN SAWAH DI KABUPATEN MAROS

SELAMA 20 TAHUN KEDEPAN

Suryawati dan Roy Efendi Balai Penelitian Tanaman Sereali, Maros

ABSTRAK

Daya dukung lahan ditentukan oleh banyak faktor baik biofisik maupun sosial-ekonomi-budaya yang saling mempengaruhi. Daya dukung suatu wilayah dapat naik atau turun tergantung dari kondisi biologis, ekologis dan tingkat pemanfaatan manusia terhadap sumberdaya alam. Daya dukung lahan sawah di Kabupaten Maros untuk 20 tahun (tahun 2012 – 2032) menunjukkan kecenderungan menurun. Penurunan daya dukung lahan sawah pada tahun 2012 – 2027 masih dalam status aman, dimana nilai daya dukung lahan > 2 yaitu 3,16 – 4,18 atau lebih besar dari kepadatan penduduk yaitu 2,02 – 2,61, namun pada tahun 2032 daya dukung lahan sawah menunjukkan status di ambang batas tidak aman dimana nilai daya dukung lahan yaitu 2,88 sama dengan kepadatan penduduk yaitu 2,84. Terdapat beberapa faktor yang menjadi ancaman penurunan daya dukung lahan sawah di Kabupaten Maros seperti pertumbuhan pendukuk yang tinggi dan letak Kabupaten Maros yang strategis yang dekat dengan Makassar sehingga memicu urban dan pengembangan kota “Mamminasata” (Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar) akan berdampak langsung terhadap alih fungsi lahan sawah serta kegiatan pertambangan di kawasan hutan karst jika salah dalam pengelolaannya akan menimbulkan dampak negatif terhadap daya dukung lahan sawah. Diperlukan implementasi pengendalian alih fungsi lahan sawah produktif dengan penetapan peraturan perundang-undangan, penetapan zonasi perlindungan lahan sawah abadi dan pemeliharaan dan pengawasan hutan oleh pemerintah, masyarakat dan LSM serta pelaku pertambangan di kawasan hutan agar daya dukung lahan sawah dapat memenuhi kebutuhan karbohidrat yang layak untuk penduduk Kabupaten Maros.

Kata Kunci: daya dukung lahan, kabupaten Maros, padi, sawah

PENDAHULUAN

Sektor pertanian mempunyai peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional dimana lahan pertanian menjadi faktor produksi pertanian yang utama dan unik karena tidak dapat digantikan dalam sebuah proses usaha pertanian. Lahan pertanian merupakan salah satu unsur sumberdaya alam dimana sifat fisik maupun kimia tanah akan turut menentukan keberhasilan di bidang pertanian, disamping faktor iklim, air irigasi, teknologi, aktivitas manusia, dan faktor produksi lainnya.

Di Indonesia lahan sawah memegang peranan besar dalam penyediaan pangan khususnya beras untuk pemenuhan karbohidrat yaitu sebesar 90% (Suryana, 2005). Sebagai produsen beras, sumberdaya lahan sawah berperan strategis dalam menjaga ketahanan pangan nasional karena beras merupakan makanan pokok bagi

(2)

sebagian besar rakyat Indonesia. Oleh karena itu daya dukung lahan sawah perlu dikelola dengan baik agar dapat berproduksi padi secara berkelanjutan. Menurut Soemarwoto (2001) daya dukung lingkungan pada hakekatnya adalah daya dukung lingkungan alamiah, yaitu berdasarkan biomas tumbuhan dan hewan yang dapat dikumpulkan dan ditangkap per satuan luas dan waktu di daerah itu.

Daya dukung lahan ditentukan oleh banyak faktor baik biofisik maupun sosial-ekonomi-budaya yang saling mempengaruhi. Daya dukung suatu wilayah dapat naik atau turun tergantung dari kondisi biologis, ekologis dan tingkat pemanfaatan manusia terhadap sumberdaya alam. Daya dukung suatu wilayah dapat menurun diakibatkan kegiatan manusia dan bencana alam, namun dapat dipertahankan dan bahkan dapat ditingkatkan melalui pengelolaan wilayah secara tepat (Dahuri 2001 dalam Auhadilla 2009).

Untuk mengetahui apakah daya dukung lahan sawah di suatu wilayah telah terlampaui, dapat dilihat dari suplai beras yang diproduksi di setiap lahan sawah dibandingkan dengan kebutuhan beras yang diperlukan penduduk di setiap wilayah setiap tahun. Rasio antara suplai beras dari lahan sawah terhadap kebutuhan pangan (beras) yang diperlukan penduduk di suatu wilayah mencerminkan status (tingkat) daya dukung lahan sawah. Informasi tentang status daya dukung lahan sawah ini berperan penting untuk mengetahui tingkat tekanan penduduk terhadap sumberdaya lahan sawah. Semakin tinggi tingkat tekanan penduduk semakin besar tekanan yang diterima oleh agroekosistem lahan sawah. Tertekannya agroekosistem lahan sawah pada suatu daerah mencerminkan terancamnya keberlanjutan lahan sawah karena pertambahan jumlah penduduk.

Secara umum terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi lahan pertanian khususnya lahan sawah yaitu laju pertambahan jumlah penduduk yang besar dan kompetisi pemanfaatan ruang dari berbagai sektor non pertanian dan rencana alih fungsi lahan sawah akibat pemekaran kota. Makalah ini secara khusus menganalisis daya dukung lahan sawah di Kabupaten Maros untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat penduduk selama 20 tahun kedepan.

Gambaran Umum Kabupaten Maros

Kabupaten Maros terletak di bagian barat Sulawesi Selatan antara 40º45‟-50º07‟ Lintang Selatan dan 109º205‟-129º12‟ Bujur Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Pangkep sebelah Utara, Kota Makassar dan Kabupaten Gowa sebelah Selatan, Kabupaten Bone disebelah Timur dan Selat Makassar di sebelah Barat. Luas wilayah Kabupaten Maros 161.912 ha yang secara administrasi pemerintahnya

(3)

menjadi 14 kecamatan dan 103 desa atay kelurahan. Secara geografis daerah ini terdiri dari 10% adalah pantai, 5% adalah kawasan lembah, 27% adalah lereng atau bukit dan 58% adalah dataran. Iklim Kabupaten Maros tergolong iklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata sekitar 331.9 mm setiap bulan dengan rata-rata hari hujan per bulan berkisar 15 hari selama Tahun 2011 dan suhu udara minimum 23.9°C dan maksimal rata-rata perbulan 31.2°C. Kondisi topografi tersebut di atas sangat mendukung pengembangan komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura, termasuk posisinya yang berbatasan dengan ibu kota propinsi (Kota Makassar) sehinga memudahkan pemasaran hasil-hasil pertanian.

Jumlah penduduk Kabupaten Maros pada Tahun 2011 berjumlah 322.212 jiwa, yang tersebar di 14 Kecamatan, dengan jumlah penduduk terbesar yakni 41.735 jiwa yang mendiami Kecamatan Turikale. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ditemukan di Kecamatan Turikale 13,8 jiwa/ha, sedangkan yang terendah di Kecamatan Mallawa yaitu 0.45 jiwa/ha (BPS Maros 2012). Rata-rata laju pertumbuhan penduduk dari mulai 2008 – 2011 sebesar 1,70% dan kepadatan penduduk pada tahun 2011 adalah 1,99 jiwa/ha (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah, pertumbuhan dan kepadatan penduduk Kabupaten Maros dari Tahun 2008 – 2011

Tahun 2011 2010 2009 2008

Jumlah Pria (jiwa) 157.543 155.965 147.212 145.832

Jumlah Wanita (jiwa) 164.699 163.037 159.484 157.379

Total (jiwa) 322.212 319.002 306.696 303.211

Pertumbuhan Penduduk (%) 1,70

Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) 1,99 1,97 1,89 1,87 Sumber: BPS Kabupaten Maros (2012)

Berdasarkan persentase bidang tenaga kerja menunjukkan bahwa bidang pertanian menyerap tenaga kerja yang besar yaitu 25,38 % diikuti bidang jasa 24,81%, perdagangan, rumah makan dan hotel sebesar 23,16% dan industry pengolahan sebesar 9,5% dan lain-lain sebesar 17,4%.

(4)

25,38% Pertanian 24,81% Jasa 23,16% Perdagang an, rumah makan & hotel 9,50% Industri pengolahan 17,14% lain-lain

Gambar 1. Persentase persentase bidang tenaga kerja di Kabupaten Maros

Luas Lahan Sawah Dan Produksi Padi

Kabupaten maros memiliki lahan sawah seluas seluas 52.004 ha, namun hanya 28,7% lahan sawah irigasi dengan luas 14.924 ha dan 71,3% belum berigasi dengan luas 37.080 ha (Tabel 2). Dari 52.004 ha luas lahan sawah hanya hanya 50% yang dibudidayakan untuk tanaman padi yaitu seluas 26.015 ha (BPS Sulawesi Selatan, 2011). Berdasarkan luas panen padi sebesar 46.492 ha (Tabel 3) dan bila diasumsikan luasan tersebut merupakan hasil dua kali panen dalam setahun maka 23.246 ha lahan yang ditanami padi.

Meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan dukungan dinamika dan kebutuhan pembangunan di setiap daerah secara langsung atau tidak langsung „memaksa‟ terjadinya perubahan penggunaan lahan-lahan pertanian, khususnya sawah, semakin tinggi. Hal ini terjadi di Kabupaten Maros dimana alih fungsi lahan pada tahun 2011 sebesar 85 ha (Tabel 2).

Tabel 2. Luas dan alih fungsi lahan sawah Luas lahan

sawah irigasi

Luas lahan sawah belum irigasi

Jumlah luas lahan sawah

luas alih fungsi l ahan sawah (ha)

14,924 37,080 52,004 85

(28,7%) (71,3%) (100%) (0,16%)

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Sealatan (2012)

Sebagian besar produksi padi di Kabupaten Maros dihasilkan oleh jenis padi sawah. Jenis padi ini menyumbang 99,68% dari seluruh produksi padi atau sebesar 291.723,20 ton. Sedangkan sisanya dihasilkan oleh padi ladang 0,32%. Produksi

(5)

terbesar diperoleh dari kecamatan Bantimurung dengan produksi 61.083 t dari 9.255 ha luas panen (Tabel 3).

Tabel 3. Luas panen dan produktifitas padi di beberapa kecamatan di kabupaten Maros tahun 2011

Kecamatan Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (t/ha) Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (t/ha) Mandai 2,365 14,663 6.2 - - - Moncongloe 1,786 10,895 6.1 22 132 6.0 Maros Baru 2,125 13,175 6.2 - - - Marusu 1,630 9,943 6.1 - - - Turikale 1,968 12,202 6.2 - - - Lau 4,526 28,514 6.3 - - - Bontoa 3,860 23,546 6.1 - - - Bantimurung 9,255 61,083 6.6 - - - Simbang 4,324 28,106 6.5 - - - Tanralili 3,491 21,295 6.1 100 600 6.0 Tompobulu 2,736 16,690 6.1 32 192 6.0 Camba 2,139 13,262 6.2 - - - Cenrana 3,487 21,271 6.1 - - - Mallawa 2,800 17,080 6.1 - - - Jumlah 46,492 291,723 6.2 154 924 6.0

Sumber: BPS Kabupaten Maros (2012)

Berdasarkan Tabel 4 menunjukan bahwa rata-rata tahun 2009 – 2011 produktivitas padi di Kabupaten Maros 5,6 t/ha dengan luas panen 43.323 ha maka rata-rat produksi padi dalam satu tahun sebesar 242.312 t/tahun.

Tabel 4. Luas panen dan produktifitas padi pada tahun 2009-2011 di Kabupaten Maros

satuan 2009 2010 2011 Rata-rata

Luas Panen Ha 41,785 44,571 43,339 43,232

Produksi Ton 218,135 250,219 258,581 242,312

Produktivitas t/ha 5.22 5.61 5.97 5.60

Sumber: BPS Kabupaten Maros, 2012

BAHAN DAN METODE Penilaian daya dukung lahan sawah di kabupaten maros.

Perhitungan daya dukung lahan sawah untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat dari padi untuk penduduk Kabupaten Maros selama 20 tahun kedepan berdasarkan perbandingan antara ketersediaan padi dan kebutuhan bagi penduduk Kabupaten

(6)

Maros. Nilai daya dukung lahan sawah didefinisikan sebagai rasio antara produksi beras dan kebutuhan beras yang dikonsumsi penduduk di suatu wilayah. Penghitungan nilai daya dukung lahan sawah dirumuskan sebagai berikut (Baja 2012):  DDLS (daya dukung lahan sawah) = Produklsi Netto (kkal/tahun) / Konsumsi Aktual

(kkal/tahun)

o Produklsi Netto (kkal/tahun) = luas lahan sawah (ha) x produktivitas padi (ton/ha)x 1000 x 3600 (1 kg beras setara dengan 3600 kkal)

o Konsumsi beras aktual (kkal/tahun)= Konsumsi rata-rata (kkal/orang/tahun) x jumlah penduduk

o Konsumsi rata-rata (kkal/orang/tahun) = kebutuhan kalori/orang yaitu 2200 kalori kkal/orang/hari x tingkat konsumsi minimum yaitu 85% kkal/thn x 365 hari

Penilaian status daya dukung lahan sawah (DDLS) adalah jika Nilai DDLS > 2.0 maka secara ekologis aman namun jika nilai DDLS < 2.0 maka secara ekologis tidak aman, atau membandingkan nilai DDSL dengan kepadatan penduduk. Lingkungan aman apabila nilai DDLS lebih besar dari nilai kepadatan penduduk.

Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui apakah pemanfaatan lahan sawah pada setiap tingkat konsumsi beras di Kabupaten Maros telah melampaui daya dukungnya. Penilaian daya dukung lahan sawah pada skenario tingkat konsumsi beras menggunakan data jumlah penduduk di Kabupaten Maros dari tahun 2012, 2017, 2022, 2027, dan 2032 (Tabel 5). Data tersebut diperoleh dari hasil perhitungan proyeksi pertumbuhan penduduk menggunakan data jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Maros mulai tahun 2008 – 2011 adalah 1,7% (Tabel 5 ).

Rumus proyeksi penduduk: Pn =Po (1 + r)n dimana: Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n;

Po = jumlah penduduk pada tahun dasar (2011 sebesar 322.212 orang; r = laju pertumbuhan penduduk (1,7%)

n = jumlah interval tahun

Penghitungan daya dukung lahan sawah menggunakan beberapa asumsi: (1) tidak ada bencana alam yang besar seperti gempa bumi, banjir besar dan kekeringan yang sangat panjang, (2) tidak terjadi degradasi lahan sawah dan lingkungan, dan (3) tingkat produktivitas lahan mendekati levelling off.

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis daya dukung lahan sawah di Kabupaten Maros untuk 20 tahun kedepan yaitu tahun 2012 – 2032 menunjukkan kecenderungan menurun. Penurunan daya dukung lahan sawah pada tahun 2012 – 2027 masih dalam status aman, dimana nilai daya dukung lahan > 2 yaitu 3,16 – 4,18 atau lebih besar dari kepadatan penduduk yaitu 2,02 – 2,61, namun pada tahun 2032 daya dukung lahan sawah menunjukkan status di ambang batas tidak aman dimana nilai daya dukung lahan yaitu 2,88 sama dengan kepadatan penduduk yaitu 2,84 (Tabel 5).

Tabel 5. Perhitungan daya dukung lahan sawah pada tahun 2012 – 2032 di Kabupaten Maros Tahun Luas Wilayah (ha) Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) Luas Total Lahan Pertanian (ha) Produk-tivitas (ton/ha) Total Produksi (ton) Produklsi Netto (kkal/tahun) 2012 161,912 327,690 2.02 46,407 5.60 259,879 935,565,120,000 2017 161,912 356,506 2.20 45,982 5.60 257,499 926,997,120,000 2022 161,912 387,857 2.40 45,557 5.60 255,119 918,429,120,000 2027 161,912 421,966 2.61 45,132 5.60 252,739 909,861,120,000 2032 161,912 459,073 2.84 44,707 5.60 250,359 901,293,120,000 Lanjutan Tabel 5. Tahun Tingkat Konsumsi Minimum (% kkal/thn) Konsumsi rata-rata (kkal/orang/tahun) Konsumsi Aktual (kkal/tahun) Daya Dukung Status DD 2012 0.85 682,550 223,664,539,210 4.18 Aman 2017 0.85 682,550 243,333,497,921 3.81 Aman 2022 0.85 682,550 264,732,135,991 3.47 Aman 2027 0.85 682,550 288,012,560,642 3.16 Aman 2032 0.85 682,550 313,340,255,339 2.88 Ambang batas tidak aman

Tantangan utama dalam penyediaan pangan khususnya padi di Kabupaten Maros dihadapkan pada ketersediaan sumber daya lahan yang semakin langka akibat ahli fungsi lahan sawah, baik luas maupun kualitas serta konflik penggunaan (conflict of interest). Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut adalah laju pertumbuhan penduduk, pengembangan kota, dan kegiatan industry.

(8)

ANCAMAN TERHADAP DAYA DUKUNG LAHAN SAWAH Laju Pertumbuhan Penduduk dan Letak Wilayah

Laju pertumbuhan penduduk maros cukup tinggi yaitu 1,7% tahun (Tabel 1) Laju pertumbuhan di Kabupaten Maros selain dipacu angka kelahiran juga adanya urban. Letak Kabupaten Maros dinilai sangat strategis karena merupakan jalur lintas utama ke wilayah Sulawesi Selatan bagian utara lewat darat, dan juga karena letaknya yang bersebelahan dengan Kota Makassar. Kapasitas daya tampung Kota Makassar yang semakin berkurang namun angka pertumbuhan penduduk terus bertambah, sehingga secara otomatis mendorong masyarakat untuk mulai tinggal di daerah sub urban, sehingga Maros akan menjadi tempat permukiman, industri dan infrastruktur pendukung lainnya, yang memacu percepatan alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Menurut Iqbal dan Sumaryanto (2007) secara empiris lahan sawah termasuk lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi baik untuk lokasi perumahan, perkantoran, perdagangan, serta industri. Mustari et al. (2005) menyatakan bahwa dengan meningkatnya kepadatan penduduk akan membuat daya dukung lahan pada akhirnya akan terlampaui.

Pengembangan kota Mammininasata

Pengembangan Kota Baru Metropolitan Mamminasata memiliki nilai strategis terhadap Wilayah Kabupaten Maros, dimana sebagian wilayah Kabupaten Maros termasuk dalam rencana pengembangan kota baru tersebut. Pengembangan kota baru tersebut merupakan salah satu arahan dari rencana Tata Ruang Wilayah Metropolitan Mamminasata yang dimaksudkan untuk mengarahkan rencana pengembangan kota untuk menghindari beban kota lama yang makin besar. Wilayah Kabupaten Maros yang menjadi bagian kawasan pengembangan tersebut adalah 1.039 km2 (103.900 ha) atau 42,2% dari luas wilayah pengembangan Kawasan Metropolitan Mamminasata sebesar 2.462 km2 atau 246.200 ha (BKPRN 2011). Rencana kawasan Metropolitan Mamminasata selain berdampak positif terhadap perkembangan ekonomi, penyediaan dan pembangunan infrastruktur, lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan asli daerah di Kabupaten Maros, namun kawasan tersebut secara langsung akan memicu alih fungsi lahan sawah yang akan digunakan untuk perkembangan jalan, perumahan, industri dan lain sebagainya.

(9)

Kegiatan Pertambangan Dan Kerusakan Ekosistem Hutan atau Karst

Kabupaten Maros sebagian dari wilayahnya merupakan ekosistem karst yang memiliki potensi batugamping besar. Kawasan ini diperkirakan memiliki potensi batu gamping yang mencapai 39.131.718.750 ton dan marmer mencapai 8.539.974.500 ton (Pemerintah Daerah Kab. Maros 2006). Salah satu kawasan yang terdapat dalam bentang alam Karst Maros adalah Hutan Lindung (HL) Bulusaraung. Menurut Taslim (2007), sejak tahun 2000 terdapat 13 perusahaan industri penambangan marmer yang berada di dalam kawasan HL Bulusaraung. Selain industri marmer, beberapa jenis industri tambang di Kabupaten Maros seperti potensi tambang batu bara, bahan baku semen. Potensi tambang saat ini yang telah dieksplorasi adalah semen yang dikelolah oleh investor dalam negeri (PT. Semen Bosowa). Potensi tambang tersebut memiliki prospek pengembangan dan pangsa pasar yang luas baik pasar lokal, regional, nasional maupun ekspor.

Menurut Prawitosari (2011), akibat kegiatan industri pertambangan di kawasan kars di Kabupaten Maros akan mengganggu sistem hidrologi seperti: a) peningkatan aliran permukaan, karena hilangnya tanaman penutup lahan, b) penurunan debit sebagai sumber air, c) perusakan sistem air pada dasar gua/danau dalam tubuh batuan kars, dan d) terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Ancaman banjir atau kekeringan diperparah oleh adanya perubahan iklim global yang meningkatkan resiko terjadinya banjir dan kekeringan (Susandi, 2009). Kabupaten Maros termasuk daerah yang sering mengalami banjir pada musim hujan dan longsor, pada 2005 Kabupaten Maros mengalami bencana banjir di 26 kelurahan dan desa dengan jumlah keluarga yang tertimpa bencana tersebut adalah 4.531 keluarga dan longsor terjadi di 4 lokasi yang menimpa 124 keluarga (Rahayu et al. 2012). Hasil penelitian Guritno (2006) menunjukkan bahwa kejadian bencana longsor dan banjir yang semakin marak di Jawa mengindikasikan pemanfaatan lahan telah melampaui daya dukungnya.

STRATEGI PENGENDALIAN PENURUNAN DAYA DUKUNG LAHAN SAWAH Dalam upaya pengendalian dan perlindungan lahan sawah di Kabupaten Maros agar daya dukungnya tetap menunjung pemenuhan kebutuhan karbohidat secara berkelanjutan dibutuhkan kebijakan dan implementasi penting yaitu menekan alih fungsi lahan sawah produktif dan menjaga kawasan hutan sebagai penjangah kehidupan dan kebutuhan air.

(10)

Strategi pengendalian alih fungsi lahan sawah produktif adalah dengan penetapan peraturan perundang-undangan penetapan zonasi perlindungan lahan sawah abadi berikut kebijakan pengelolaannya dan implementasi peraturan dan zonasinya dalam RTRW Kabupaten Maros.

Pemerintahan Kabupaten Maros telah menetapkan kawasan hutan lindung dan pertambangan. Dalam implementasi kebijakan tersebut harus terus dimonitor dan diawasi baik oleh pemerintah, masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat. Kawasan hutan dan karst merupakan reservoir air raksasa yang sangat strategis kedudukannya dalam menunjang berbagai kepentingan. Kemampuan bukit karst dan mintakat epikarst pada umumnya mam pu menyimpan air selama tiga hingga empat bulan setelah berakhirnya musim penghujan, sehingga sebagian besar sungai bawah tanah dan mata air di kawasan karst mengalir sepanjang tahun dengan kualitas air yang baik. Dengan formasi geologi utama berupa batuan kapur, kawasan Taman Nasional Bantimurung merupakan catchment area bagi beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan. Sungai Bantimurung adalah merupakan sumber pengairan persawahan di Kabupaten Maros serta dimanfaatkan untuk pemenuhan air bersih bagi masyarakat Kota Maros. Disamping itu, juga ditemukan beberapa mata air dan sungai-sungai kecil, terutama di wilayah karst, serta aliran air bawah tanah/danau bawah tanah pada sistem perguaan. Mata air berdebit besar dijumpai pada batu gamping pejal dengan debit 50 - 250 l/dtk, sedang mata air yang muncul di batuan sedimen terlipat dan batuan gunung api umumnya kurang dari 10 l/dtk. Fluktuasi debit air sungai-sungai besar dari dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sampai saat ini masih relatif stabil sepanjang tahun (Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, 2008).

Tabel 6. Luas kawasan hutan di Kabupaten Maros

Kawasan Luas Persentase

Hutan Lindung 13.657,32 20,90

Hutan Produksi 16.747,22 25,63

Hutan Produksi Terbatas 6.309,55 9,66

Taman Nasional 28.620,21 43,81

Jumlah 65.334,30 100

(11)

KESIMPULAN

Daya dukung lahan sawah di Kabupaten Maros untuk 20 tahun (tahun 2012 – 2032) menunjukkan kecenderungan menurun. Penurunan daya dukung lahan sawah pada tahun 2012 – 2027 masih dalam satatus aman, dimana nilai daya dukung lahan > 2 yaitu 3,16 – 4,18 atau lebih besar dari kepadatan penduduk yaitu 2,02 – 2,61, namun pada tahun 2032 daya dukung lahan sawah menunjukkan status di ambang batas tidak aman dimana nilai daya dukung lahan yaitu 2,88 sama dengan kepadatan penduduk yaitu 2,84.

Terdapat beberapa faktor yang menjadi ancaman penurunan daya dukung lahan sawah seperti pertumbuhan pendukuk yang tinggi dan letak Kabupaten Maros yang strategis yang dekat dengan Makassar sehingga memicu urban dan pengembangan kota “Mamminasata” (Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar) akan berdampak langsung terhadap alih fungsi lahan sawah. Kegiatan pertambangan di kawasan hutan karst jika salah dalam pengelolaannya akan menimbulkan dampak yang cukup besar. Kejadian bencana longsor dan banjir yang semakin sering terjadi mengindikasikan mulai terganggunya fungsi dan luasan hutan lindung sebagai reservoir air dalam menunjang berbagai kepentingan seperti pemenuhan air bersih bagi masyarakat, penyedia air irigasi pertanian dan mencegah banjir.

Diperlukan implementasi pengendalian alih fungsi lahan sawah produktif dengan penetapan peraturan perundang-undangan, penetapan zonasi perlindungan lahan sawah abadi dan pemeliharaan dan pengawasan hutan oleh pemerintah, masyarakat dan LSM serta pelaku pertambangan di kawasan hutan agar daya dukung lahan sawah dapat memenuhi kebutuhan karbohidrat yang layak untuk penduduk Kabupaten Maros .

DAFTAR PUSTAKA

Atmarita FTS. 2004. Analisis situasi Gizi dan kesehatan masyarakat. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII [17 – 19 Mei 2004]. Jakarta: LIPI hlm 149.

Auhadilla. 2009. Analisis Keterkaitan Daya Dukung Ekosistem Terumbu Karang Dengan Tingkat Kesejahteraan Nelayan Tradisional (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta).Thesis. Fakultas Pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Diakses 19-1-2013. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/41068

(12)

Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. 2012. Penduduk dan Tenaga Kerja. Diakses 20-12-2012. http://maroskab.bps.go.id/index.php/penduduk-dan-tenaga-kerja dan http://maroskab. bps.go.id/images/dokument/subjek%20statistik/bab% 203%20(52-60).pdf

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Periode 2008 – 2027 Kabupaten Maros Dan Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan. P 168. Diakes 15-1-2013. www.tnbabul.org.

Baja S. 2012. Metode Cepat Penghitungan Daya Dukung Lahan. Materi Latihan perhitungan daya dukung lahan. Universitas Hasanuddin

Bapenas. 2006. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Direktorat Pangan Dan Pertanian. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. BAPPENAS. Diakses 17-1-2012. http://www.bappenas.go.id/get-file-server/ node/539/

BKPRN. 2011. OptimalisasiPenyelenggaraan Penataan Ruang untuk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan. Edisi khusus Rakernas BKPRN 2011. Buletin Tataruang. November - Desember 2011. P 44. Diakses. 17 – 1- 2013.http://www.pu.go.id/uploads/services/ infopublik20120511114128. pdf

Daryanto A. dan Oktariadi O. 2009. Klasifikasi Kawasan Kars Maros, Sulawesi Selatan Untuk Menentukan Kawasan Lindung Dan Budidaya. Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology), Vol. 19 No, 2, Agustus 2009: 67-81

Menata Kawasan Hutan dan Mempertahankan Lahan Pertanian.Buletin Tataruang. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional. MARET - APRIL 2012. Diakses 16-1-2013. http://bulletin.penataanruang.net/upload/ dataartikel/potensi% 20tiga%20kawasan.pdf

Pemerintah Daerah Kabupaten Maros. 2006. Data Pertambangan Kabupaten Maros. Diakse 15-1-2012. http://maros.go.id/index.php?option=com_content&task= view&id=307&Itemid=64.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2011. Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, Dan Takalar.

Diakses

16-1- 2013.http://landspatial.bappenas.go.id/komponen/peraturan/the_file/Perpres55-2011.pdf

Prawitosari T. 2011. Dampak Penambangan Di Kawasan Kars Maros Terhadap Lingkungan. Disajikan pada Workshop Lembaga Kars Indonesia. Bogor. 19 Oktober 2011. 11 hal.

Rahayu S, Zubair H. dan Barkey R. A. 2012. Strategi Pengelolaan Kawasan Lindung di Kabupaten Maros. Diakses 18-1-2013. http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/ b9d58636e65bcf1f263747e1f4568e2a.pdf

Soemarwoto, O, 2001. Atur Diri Sendiri. Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta. hal. 219-229.

(13)

Suryana, A. 2005. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Andalan Pembangunan Nasional. Makalah pada Seminar Sistem Pertanian Berkelanjutan untuk Mendu-kung Pembangunan Nasional, 15 Pebruari 2005 di Universitas Sebelas Maret Solo.

Taslim, RSA. 2007. Hentikan Izin Pertambangan di Taman Nasional. Diakses 14-1-2013. http://www.fwi.or.id/ indexasli.php?link=news&id=1022.

Gambar

Tabel 1. Jumlah, pertumbuhan dan kepadatan  penduduk Kabupaten Maros dari                    Tahun 2008 – 2011
Gambar 1. Persentase persentase bidang tenaga kerja                                              di Kabupaten Maros
Tabel 4. Luas panen dan produktifitas padi pada tahun 2009-2011 di Kabupaten Maros
Tabel 5.  Perhitungan daya dukung lahan sawah pada tahun 2012 – 2032                            di Kabupaten Maros  Tahun  Luas  Wilayah  (ha)  Penduduk (jiwa)  Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)  Luas Total Lahan Pertanian  (ha)  Produk-tivitas  (ton/ha)  Total

Referensi

Dokumen terkait

1) Prosedur atau tahapan yang dilakukan dalam pengembangan media pembelajaran berbasis aplikasi Videoscribe Sparkol pada mata pelajaran ekonomi di SMK Batik

lingkungan kabupten, kota dan propinsi dengan materi perkembangan teknologi. Metode Explicit Intructions ini untuk meningkatkan hasil belajar IPS yang dapat

Indikator pertama yaitu prosedur identifikasi, identifikasi dari para pembayar retribusi Izin Mendirikan Bangunan idealnya harus sudah terorganisir dengan baik,

O1 x O2.. Setelah tahap pembuatan selesai, menyerahkan media pembelajaran MMI, perangkat pembelajaran, dan instrument kepada ahli meteri, ahli pendidikan, dan ahli

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan mahasiswa program studi pendidikan matematika dalam menyiapkan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan

Di dalam motivasi positif produsen tidak saja memberikan dalam bentuk sejumlah uang tapi bisa juga memotivasi (merangsang konsumen) dengan memberikan diskon, hadiah, pelayanan

“Memandang Lautan” adalah serial karya seni lukis yang menjadi cara penulis untuk melihat permasalahan mengenai batas diri yang penulis alami dari berbagai sudut pandang,

Pendidikan yang tidak sesuai dengan standar internasional tidak lagi cocok pada saat ini, apalagi bagi masyarakat yang sedang menghadapi persaingan bebas.. Pendidikan yang