• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017

T

INGKAT

K

ETIMPANGAN

P

ENGELUARAN

P

ENDUDUK

N

USA

T

ENGGARA

B

ARAT

M

ARET

2017

M

ENIN

G

KAT

GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371

1.

Perkembangan Gini Ratio Tahun 2010 – Maret 2017

Salah satu ukuran ketimpangan yang sering digunakan adalah Gini Ratio. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi.

Gini Ratio Nusa Tenggara Barat pada tahun 2010 tercatat sebesar 0,396 dan menurun menjadi 0,363

pada Maret 2011. Gini Ratio naik pada September 2011 menjadi 0,366. Pada periode Maret 2012 (0,348) hingga September 2014, nilai Gini Ratio berfluktuasi dan mencapai angka tertinggi pada September 2014 yaitu sebesar 0,391. Pada Maret 2015 Gini Ratio mulai turun menjadi 0,368 dan terus menurun hingga mencapai angka 0,365 pada September 2016. Gini Ratio pada Maret 2017 naik kembali menjadi 0,371.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,413. Angka ini meningkat sebesar 0,022 poin dibanding Gini Ratio Maret 2016 yang sebesar 0,391 dan meningkat sebesar 0,003 poin dibanding Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,391. Untuk daerah perdesaan Gini Ratio Maret 2017 tercatat sebesar 0,314. Angka ini menurun sebesar 0,003 poin dibanding Gini Ratio Maret 2016 yang sebesar 0,317 dan meningkat 0,008 poin dibanding

Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,306.

Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Nusa Tenggara Barat yang diukur oleh Gini Ratio tercatat sebesar 0,371. Angka ini meningkat sebesar 0,006 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,365. Sementara itu jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2016 yang sebesar 0,360,

Gini Ratio Maret 2017 naik sebesar 0,012 poin.

Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,413 naik dibanding Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,410 dan Gini Ratio Maret 2016 yang sebesar 0,391. Gini Ratio di daerah perdesaan pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,314 pun naik dibanding Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,306 dan turun dibanding Gini Ratio Maret 2016 yang sebesar 0,317.

 Pada Maret 2017, distribusi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah adalah sebesar 18,00 persen. Artinya pengeluaran penduduk masih berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 15,79 persen yang artinya berada pada kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk daerah perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,40 persen, yang berarti masuk dalam kategori ketimpangan rendah.

BADAN PUSAT STATISTIK

(2)

Gambar 1.

Perkembangan Gini Ratio, 2010

Maret 2017

2.

Perkembangan Distribusi Pengeluaran Maret 2016 – Maret 2017

Selain Gini Ratio ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran ketimpangan Bank Dunia. Berdasarkan ukuran ini tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya di bawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12-17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen. Pada Maret 2017, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 18 persen yang berarti Nusa Tenggara Barat berada pada kategori ketimpangan rendah. Persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah pada bulan Maret 2017 sebesar 18 persen, relatif sama jika dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 18 persen. Namun, menurun jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2016 yang sebesar 18,26 persen.

Sejalan dengan informasi yang diperoleh dari Gini Ratio, ukuran ketimpangan Bank Dunia pun mencatat hal yang sama yaitu ketimpangan di perkotaan lebih parah dibandingkan dengan ketimpangan di perdesaan. Persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perkotaan pada Maret 2017 adalah sebesar 15,79 persen atau tergolong ketimpangan sedang. Sementara itu, persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perdesaan pada Maret 2017 adalah sebesar 20,40 persen yang berarti berada pada kategori ketimpangan rendah.

0,444 0,380 0,396 0,390 0,389 0,398 0,398 0,426 0,446 0,399 0,376 0,3910,410 0,413 0,328 0,336 0,313 0,291 0,312 0,323 0,281 0,307 0,306 0,333 0,342 0,317 0,306 0,314 0,396 0,363 0,366 0,348 0,354 0,364 0,349 0,377 0,391 0,3680,360 0,359 0,365 0,371 0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200 1,400 K D K+D

(3)

Gambar 2.

Persentase Pengeluaran Kelompok Penduduk

40 Persen terbawah Maret 2016, September 2016 dan Maret 2017

Tabel 1

Distribusi Pengeluaran Penduduk di Nusa Tenggara Barat Maret 2016, September 2016, dan Maret 2017 (Persentase) Daerah/Tahun Penduduk 40

persen Terbawah

Penduduk 40 persen Menengah

Penduduk 20

persen Atas Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) Perkotaan Maret 2016 16,44 38,22 45,34 100 September 2016 15,81 37,00 47,18 100 Maret 2017 15,79 36,60 47,61 100 Perdesaan Maret 2016 20,15 40,28 39,56 100 September 2016 20,49 41,33 38,18 100 Maret 2017 20,40 40,36 39,24 100 Perkotaan+Perdesaa n Maret 2016 18,26 38,74 43,00 100 September 2016 18,00 38,46 43,54 100 Maret 2017 18,00 37,55 44,45 100 18,60 20,19 19,46 15,81 20,49 18,00 15,79 20,40 18,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00

Perkotaan Perdesaan Perkotaan +Perdesaan Maret 2016 September 2016 Maret 2017

(4)

3.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Meningkatnya Tingkat Ketimpangan di NTB

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap meningkatnya tingkat ketimpangan pengeluaran selama periode September 2016

Maret 2017 diantaranya adalah:

a. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), tercatat bahwa menurunnya pengeluaran perkapita per bulan penduduk kelompok 40 persen terbawah dan 40 persen menengah menurun dibanding pengeluaran perkapita per bulan penduduk kelompok 20 persen teratas. Penurunan/stagnannya pengeluaran perkapita September 2016

Maret 2017 untuk kelompok penduduk 40 persen terbawah dan 40 persen menengah, berturut-turut adalah sebesar 0,00 persen dan 0,91 persen. dan meningkatnya pengeluran untuk kelompok penduduk 20 persen teratas sebesar 0,91 persen.

b. Sektor perekonomian di NTB masih di topang oleh sektor pertanian. Pada bulan Maret 2017 Harga gabah mengalami penurunan. Biaya produksi yang tinggi dinilai tak sebanding dengan harga Rp 3.500/Kg yang dipatok para pengepul. Padahal pertengahan Februari 2017 lalu harga gabah kering sawah berkisar Rp 4.100 – Rp.4.300/Kg. Harga tersebut jauh melampaui Harga Pokok Penjualan (HPP) yang hanya Rp 3.700/Kg. Turunnya harga gabah ini menyebabkan lemahnya daya beli petani di NTB terutama yang tinggal di daerah pedesaan.

c. NTP pada bulan Maret 2017 tercatat 112,81 mengalami penurunan 0,48 persen dibandingkan bulan Februari 2017 dengan Nilai Tukar Usaha Pertanian 113,35. kesejahteraan petani menurun dibanding Februari 2017

d. Terlambatnya penyaluran Raskin/Rastra berakibat terjadinya penurunan pengeluaran secara umum di NTB. Tidak adanya penyaluran raskin dapat menaikkan kemiskinan sebesar 0,9 persen. Padahal penduduk miskin mengeluarkan 74,50 persen untuk kebutuhan makanan (GKM =Rp 257,263, GKNM= Rp 88.078, GK = 345.341).

4.

Gini Ratio Menurut Provinsi pada Maret 2017

Pada Maret 2017, provinsi yang mempunyai nilai Gini Ratio tertinggi tercatat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 0,432 sementara yang terendah tercatat di Provinsi Bangka Belitung dengan Gini Ratio sebesar 0,282 (Gambar 3).

Gambar 3.

Gini Ratio menurut Provinsi Maret 2017

0,282 0,371 0,393 0,432 B ang ka Be lit u ng Kal im an tan U tara Sumatera Ut ar a Ma lu ku U ta ra Sum ate ra B arat Ria u Kal im an tan B arat Aceh Kali m ant an Ti m ur La mp ung Ke pulaua n R iau Ja m bi Kal im an tan Te ng ah Ma lu ku Kali m ant an S ela ta n B engkulu Sul awes i B arat Sul awes i Te ng ah Nusa Te ng gar a Timu r Sum ate ra Se lat an Ja w a T enga h Nusa Te ng gar a Bar at B ant en Bali Pa pua B ar at Indon e si a Sul awes i Te ng gar a Sul awes i U ta ra Ja w a T im ur Papua Ja w a Bar at Sul awes i S ela tan DKI J ak arta Gor ont alo DI Yog yak ar ta

(5)

Dibanding dengan Gini Ratio nasional yang sebesar 0,393, terdapat sembilan provinsi dengan angka Gini Ratio lebih tinggi, yaitu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (0,432), Gorontalo (0,430), DKI Jakarta (0,413), Sulawesi Selatan (0,407), Jawa Barat (0,403), Papua (0,397), Jawa Timur (0,396), Sulawesi Utara (0.396), dan Sulawesi Tenggara (0.394). Angka Gini Ratio Maret 2016 – Maret 2017 menurut Provinsi dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 3.

Tabel 3

Gini Ratio menurut Provinsi,

Maret 2016, September 2016, dan Maret 2017

PROVINSI

Maret 2016 September 2016 Maret 2017

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 11 Aceh 0.343 0.288 0.333 0.362 0.296 0.341 0.347 0.293 0.329 12 Sumatera Utara 0.334 0.282 0.319 0.333 0.270 0.312 0.342 0.256 0.315 13 Sumatera Barat 0.353 0.288 0.331 0.323 0.267 0.312 0.336 0.276 0.318 14 Riau 0.369 0.309 0.347 0.368 0.309 0.347 0.353 0.289 0.325 15 Jambi 0.377 0.313 0.349 0.403 0.292 0.346 0.384 0.284 0.335 16 Sumatera Selatan 0.373 0.293 0.348 0.397 0.306 0.362 0.384 0.317 0.361 17 Bengkulu 0.385 0.302 0.357 0.405 0.296 0.354 0.390 0.305 0.351 18 Lampung 0.393 0.330 0.364 0.384 0.311 0.358 0.364 0.297 0.334 19 Bangka Belitung 0.289 0.240 0.275 0.318 0.239 0.288 0.303 0.219 0.282 21 Kepulauan Riau 0.351 0.284 0.354 0.346 0.264 0.352 0.327 0.279 0.334 31 DKI Jakarta 0.411 - 0.411 0.397 - 0.397 0.413 - 0.413 32 Jawa Barat 0.423 0.317 0.413 0.412 0.310 0.402 0.412 0.324 0.403 33 Jawa Tengah 0.381 0.323 0.366 0.382 0.313 0.357 0.386 0.327 0.365 34 DI Yogyakarta 0.423 0.334 0.420 0.423 0.343 0.425 0.435 0.340 0.432 35 JawaTimur 0.423 0.333 0.402 0.433 0.313 0.402 0.418 0.326 0.396 36 Banten 0.402 0.264 0.394 0.399 0.248 0.392 0.381 0.267 0.382 51 Bali 0.369 0.329 0.366 0.378 0.335 0.374 0.382 0.325 0.384

52 Nusa Tenggara Barat 0.391 0.317 0.359 0.410 0.306 0.365 0.413 0.314 0.371

53 Nusa Tenggara Timur 0.330 0.281 0.336 0.344 0.317 0.362 0.362 0.311 0.359

61 Kalimantan Barat 0.373 0.296 0.341 0.361 0.275 0.331 0.356 0.274 0.327 62 Kalimantan Tengah 0.359 0.296 0.330 0.364 0.326 0.347 0.370 0.310 0.343 63 Kalimantan Selatan 0.346 0.297 0.332 0.363 0.298 0.351 0.365 0.292 0.347 64 Kalimantan Timur 0.314 0.288 0.315 0.314 0.313 0.328 0.323 0.298 0.330 65 Kalimantan Utara 0.304 0.268 0.300 0.308 0.280 0.305 0.298 0.268 0.308 71 Sulawesi Utara 0.386 0.355 0.386 0.388 0.350 0.379 0.405 0.355 0.396 72 Sulawesi Tengah 0.387 0.320 0.362 0.372 0.308 0.347 0.379 0.309 0.355 73 Sulawesi Selatan 0.422 0.367 0.426 0.409 0.340 0.400 0.410 0.348 0.407 74 Sulawesi Tenggara 0.407 0.367 0.402 0.395 0.352 0.388 0.403 0.358 0.394 75 Gorontalo 0.414 0.392 0.419 0.402 0.397 0.410 0.417 0.403 0.430 76 Sulawesi Barat 0.393 0.347 0.364 0.441 0.341 0.371 0.424 0.323 0.354 81 Maluku 0.327 0.313 0.348 0.338 0.303 0.344 0.333 0.312 0.343 82 Maluku Utara 0.295 0.249 0.286 0.326 0.251 0.309 0.322 0.265 0.317 91 Papua Barat 0.326 0.376 0.373 0.357 0.394 0.401 0.349 0.392 0.390 94 Papua 0.312 0.383 0.390 0.318 0.392 0.399 0.322 0.395 0.397 INDONESIA 0.410 0.327 0.397 0.409 0.316 0.394 0.407 0.320 0.393

(6)

BADAN PUSAT STATISTIK

Informasi lebih lanjut hubungi: Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi NTB

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan minimum attractive rate of return (MARR), yang digunakan sebagai acuan untuk menetapkan apakah suatu investasi jalan tol layak atau tidak layak

Di Wilayah Kecamatan Sako yang merupakan daerah endemis DBD dengan angka kejadian DBD tertinggi pertama pada tahun 2019 terjadi 26 kasus penyakit dan tahun 2018 terjadi

Etnobotani adalah penelitian ilmiah murni yang mengunakan pengalaman pengetahuan tradisional dalam memajukan dan improvisasi kualitas hidup, tidak hanya bagi manusia tetapi

Walaupun dalam penelitian ini menunjukkan hasil peningkatan yang signifikan antara permainan halang rintang terhadap kemampuan gerak dasar lokomotor anak autis,

و .سدنهم وه .ميهاربا ديسلا هسْا ،بِأ اذه .ةيربكلا ترسأ هذه و م دآ يسْا ةغللا :تاغللا ثلاثب م لكتت نأ يمأ عيةتست .ايكرت نم يه .يرام اهسْا ،يمأ هذه نجلإا كِلا

Muntinghe yang dianggap sebagai orang yang memiliki pengetahuan dan kemampuan di bidang hukum diangkat sebagai sekretaris Dewan Hindia, yang bertugas mendampingi Gubernur

Dalam sambutannya Wakil Bupati Yuli Hastuti mengatakan, pelajar merupakan bagian yang potensial di bidang pembangunan olahraga, sehingga penyelenggaraan POPDA merupakan