• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBEBASAN UTANG PAJAK DALAM RANGKA PENGAMPUNAN PAJAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBEBASAN UTANG PAJAK DALAM RANGKA PENGAMPUNAN PAJAK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBEBASAN UTANG PAJAK

DALAM RANGKA PENGAMPUNAN PAJAK Dwi Widia Astuti

Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Email : dwidia08@gmail.com

Abstraksi: Peranan pajak sangat penting dalam keuangan negara. Pajak menjadi

dibutuhkan dalam membiayai pengeluaran negara, khususnya pengeluaran rutin negara. Namun, tidak jarang terdapat tindakan wajib pajak yang mengakibatkan kerugian negara. Kondisi tersebut disadari oleh pemerintah sehingga pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Namun, dengan terbitnya Undang-Undang Pengampunan Pajak mengakibatkan timbulnya berbagai pandangan di masyarakat karena untuk beberapa wajib pajak yang patuh, menganggap bahwa para pelanggar pajak diberikan kemudahan atas kesalahan mereka. Sehingga hal tersebut tidak mencerminkan keadilan sebagaimana yang termasuk salah satu tujuan hukum. Berdasarkan hal tersebut penulis akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai legalitas pembebasan utang pajak dalam rangka pengampunan pajak dan urgensi penetapan aturan pengampunan pajak. Penelitian ini dikualifikasikan sebagai penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe penelitian hukum doctrinal research yang menggunakan pendekatan undang-undang, dan pendekatan konseptual. Dari penelitian ini diharapkan penulis dapat menganalis terkait legalitas pembebasan utang pajak dalam rangka pengampunan pajak dan urgensi penetapan aturan pengampunan pajak.

Kata Kunci: pengampunan pajak, pembebasan utang, keadilan

Abstract: The role of taxes is very important in the state finances. Taxes become necessary in financing

the expenditures of the state, especially the routine state expenditures. However, not infrequently there are taxpayer actions that cause in State losses. The condition is realized by the government so that the government issued Law Number 11 Year 2016 on Tax Amnesty. However, with the issuance of the Tax Forgiveness Law, it has resulted in various views in the community because for some obedient taxpayers, it is assumed that taxpayers are granted the convenience of their mistakes. So that does not reflect justice as one of the objectives of the law. Based on the issue, the authors will conduct further research on the legality of tax debt relief in the framework of tax forgiveness and the urgency of determining the tax forgiveness rule. This study is qualified as a normative juridical legal research with a type of legal research doctrinal using a statutory approach, and a conceptual approach. From this research, it is expected that the writer can analyze related to the legality of tax debt relief in the framework of tax forgiveness and the urgency of determining tax forgiveness rule.

Keywords: tax forgiveness, debt relief, justice.

(2)

Suatu negara terbentuk didasarkan karena adanya manusia yang tidak dapat hidup sendiri dan selalu mengelompok.1 Agar terciptanya masyarakat yang sejahtera di dalamnya

tentu dibutuhkan peraturan untuk mengatur sikap dan tindakan manusia, oleh karena itu terbentuklah hukum yang bertujuan agar terciptanya keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan di dalam masyarakat.

Negara melakukan dua tugas yaitu tugas rutin negara serta tugas pembangunan. Terealisasinya tugas tersebut membutuhkan sumber pembiayaan.2 Pembiayaan tugas rutin

negara diperoleh dari penerimaan rutin negara, yaitu dari sektor dalam negeri, antara lain hasil perusahaan-perusahaan negara, denda-denda, hak waris atas peninggalan terlantar, pungutan-pungutan pajak. Pembiayaan tugas pembagunan diperoleh dari sisa penerimaan rutin dan pembiayaan berupa bantuan luar negeri.3

Dalam keuangan negara peranan pajak sangat penting. Pajak menjadi dibutuhkan dalam membiayai pengeluaran negara, khususnya pengeluaran rutin negara. Dapat dikatakan hampir tidak ada negara yang tidak memberlakukan pajak, sehingga pemerintah dalam melaksanakan pemungutan pajak harus berdasarkan pada asas keadilan serta memberikan kepastian hukum bagi para wajib pajak.4 Namun, tidak jarang terdapat

tindakan wajib pajak yang mengakibatkan kerugian negara. Bentuk tindakan wajib pajak yang mengakibatkan kerugian pada sektor pajak adalah terdapatnya wajib pajak yang tidak membayar pajak dengan benar, kegiatan ekonomi yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dengan maksud menghindari pembayaran pajak, serta wajib pajak menanamkan modal di luar negeri dengan pertimbangan lebih menguntungkan dibandingkan di dalam negeri. Keuntungan yang dimaksud dapat berupa kerahasiaannya lebih terjamin atau sistem perpajakan di luar negeri lebih menguntungkan seperti tarif yang lebih rendah dan sebagainya.5 Tindakan tersebut tentunya akan merugikan penerimaan negara dari sektor

pajak. Kerugian negara dari sektor pajak akan menyebabkan rendahnya penerimaan pajak. Sebenarnya dari segi peraturan perundang-undangan perpajakan telah diatur secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

1 Tunggul Anshari Setia Negara, Ilmu Hukum Pajak, Setara Press, Malang, 2017, 2. 2 Ibid.

3 Ibid.

4 Abdul Asri Harahap, Paradigma Baru Perpajakan Indonesia Perspektif Ekonomi Politik, Integrita

Dinamika Press, Jakarta, 2004, 3.

(3)

Perpajakan (selanjutnya disebut KUP) dengan diberlakukannya sanksi yang dapat dikenakan kepada wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya, baik dari segi sanksi pidana maupun sanksi administrasi. Namun, penerapan sanksi ternyata tidak dapat dijadikan ukuran agar telaksananya keberhasilan pemungutan pajak, karena pada dasarnya membutuhkan kesadaran dari diri wajib pajak sendiri. Sehingga, apabila terdapat kesalahan, masyarakat berharap agar diberikan keringanan atas sanksi perpajakan yang dikenakan kepadanya. Undang-Undang pengampunan pajak dilaksanakan berdasarkan beberapa asas, yaitu:6

a. Kepastian hukum, yaitu pelaksanaan pengampunan pajak harus dapat mewujudkan ketertiban di masyarakat melalui jaminan kepastian;

b. Keadilan, yaitu pelaksanaan pengampunan pajak menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap pihak yang terlibat;

c. Kemanfaatan, yaitu seluruh pengaturan kebijakan pengampunan pajak bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, dan khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum; dan

d. Kepentingan nasional, yaitu pelaksanaan pengampunan pajak mengutamakan kepentingan bangsa, negara dan masyarakat di atas kepentingan lain.

Pengampunan pajak yang diberikan adalah berupa pembebasan pajak atas pajak-pajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakan/dipunguti pajak-pajak menurut peraturan perundang-undangan. Adanya pengampunan pajak diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak pada tahun diterimanya uang tebusan yang berguna untuk membiayai program pemerintah yang direncanakan, serta negara akan mendapatkan penerimaan pajak dari tambahan aktivitas ekonomi yang berasal dari harta yang dialihkan dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 UU Pengampunan Pajak menyatakan bahwa: “Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.” Wajib pajak yang berhak mengikuti pengampunan pajak harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain yaitu membayar uang tebusan. Uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak tanpa dikenai

(4)

sanksi pidana maupun sanksi administrasi namun harus mengungkapkan harta. Berarti atas tindakan dan kesalahan yang telah dilakukan wajib pajak diberikan kemudahan dengan tidak mendapatkan sanksi baik administrasi maupun pidana melainkan hanya ditebus dengan nilai yang jauh dibawah kewajiban pajak yang seharusnya sebagaimana yang diatur dalam KUP.7

Ketentuan pada Pasal 1 Angka (1) UU Pengampunan Pajak tersebut dianggap tidak sejalan dengan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) yang menyebutkan bahwa: “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Maka yang harus tercermin dalam pemberian pengampunan pajak adalah keadilan karena salah satu tujuan dari hukum adalah memberikan keadilan bagi masyarakat.

Sebelumnya pengampunan pajak pernah diberikan pada tahun 1984, namun belum berhasil mendongkrak tingkat kepatuhan wajib pajak. Disebabkan karena tidak dibarengi perbaikan administrasi menyeluruh. Keadaan seperti ini menimbulkan berbagai pandangan di masyarakat terutama wajib pajak yang patuh sebagian merasakan diperlakukan dengan tidak adil karena mengakibatkan pemikiran bahwa pemerintah tidak tegas terhadap mereka yang tidak membayar pajak.8

Disisi lain pengampunan pajak dibutuhkan untuk dapat meningkatkan pendapatan negara dalam jangka pendek dan mengatasi pertumbuhan ekonomi yang lambat. Selain itu, pengampunan pajak merupakan hak mutlak atau hak prerogratif Presiden sebagai Kepala Negara, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14 Ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa: “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian Latar Belakang tersebut, maka rumusan masalahnya adalah a. Legalitas pembebasan utang pajak dalam rangka pengampunan pajak. b. Urgensi penetapan aturan pengampunan pajak.

PEMBAHASAN

1. Legalitas Pembebasan Utang Pajak Dalam Rangka Pengampunan Pajak.

7 Tyas Dian Anggraeni, “Keterpenuhan Prinsip Keadilan Dalam UU Pengampunan Pajak”, Jurnal

Rechtsvending Media Pembinaan Hukum Nasional, Pusat Perencanaan Hukum Nasional, Jakarta, 2016, 169.

(5)

Terdapat 2 (dua) pilihan yang diberikan kepada para wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak, yaitu:

a. Wajib pajak patuh terhadap kewajibannya di bidang perpajakan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang perpajakan dan aturan pelaksanaannya dalam kata lain adalah wajib pajak yang taat hukum.

b. Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya di bidang perpajakan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang perpajakan dan pelaksanaannya dengan kata lain yaitu wajib pajak yang tidak taat hukum.

Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya atau tidak patuh terhadap aturan perpajakan memiliki resiko. Resiko yang harus dipikul oleh wajib pajak yang tidak patuh yaitu dikenakannya sanksi di bidang perpajakan. Sanksi tersebut dapat dikenakan pada masa sekarang ataupun masa yang akan dating. Tentunya hal ini dapat merugikan diri sendiri maupun usaha yang dijalankan.

Pada dasarnya di dalam KUP telah diatur beberapa bentuk sanksi perpajakan sebagai bentuk pencegahan agar peraturan perundang-undangan perpajakan dituruti sehingga semua wajib pajak tidak ada yang melakukan pelanggaran. Dalam undang-undang perpajakan dikenal 2 (dua) macam sanksi, yaitu:

a. Sanksi Administrasi

Sanksi ini ditetapkan bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban. Sanksi ini berupa denda, bunga, maupun kenaikan pajak.

b. Sanksi Pidana

Sanksi ini ditetapkan bagi wajib pajak yang melakukan tidak pidana dibidang perpajakan. Sanksi ini berupa kurungan, denda. Kategori tindak pidana dalam bidang perpajakan yaitu alpa, sengaja, pengulangan, percobaan. Sanksi pidana dapat berupa siksaan atau penderitaan yang menjadi alat terakhir atau benteng hukum agar peraturan perundang-undangan perpajakan dipatuhi oleh para wajib pajak. Ada 3 macam sanksi pidana, yaitu: a. Pidana Kurungan

Pidana kurungan diberikan pada tidak pidana berupa pelanggaran. b. Pidana Penjara

Pidana penjara diberikan terhadap kejahatan dibidang perpajakan. c. Denda Pidana

(6)

Dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan. Tindak pidana perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

Diberlakukannya sanksi perpajakan tersebut tetap tidak dapat meningkatkan kepatuhan para wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak, masih saja terdapat banyak wajib pajak yang melakukan berbagai macam pelanggaran perpajakan. Sedangkan, negara membutuhkan pemasukan dari bidang perpajakan, agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mengalami krisis dari tahun 2008. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk menerbitkan Undang Pengampunan Pajak. Namun, Undang-Undang Pengampunan Pajak menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan beberapa menganggap dengan diberikannya pengampunan pajak maka diberikan kemudahan bagi para pelanggar pajak. Sehingga menurut mereka hal ini tidak mencerminkan salah satu tujuan dari hukum yaitu keadilan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Pengampunan Pajak menyatakan bahwa: “Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.” Adanya pengampunan pajak mengakibatkan penghapusan pajak terutang serta tidak dikenai sanksi, hal ini dapat dilakukan dengan cara membayar uang tebusan.

Konsep dan definisi dari keadilan sendiri sangat beraneka ragam. Berbagai pandangan diungkapkan oleh para ahli, namun pada intinya keadilan berpatokan pada nilai yang diyakini oleh suatu kelompok tertentu. Keadilan hukum tidak hanya sebatas pada hak dan kewajiban yang ditentukan dalam suatu aturan maupun dari konsep keadilan yang dikenal dalam hukum pajak yaitu keadilan vertikal dan horizontal. Banyak faktor yang dapat menjadi tolak ukur dari suatu keadilan.

Pada dasarnya dengan diterbitkannya Undang-Undang Pengampunan pajak adalah hal yang dapat dibenarkan dikarenakan telah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Pengampunan Pajak merupakan suatu bentuk pembebasan utang pajak yang mana dalam hal pembebasan, tindakan pembebasan utang merupakan suatu perbuatan atau pernyataan suatu kehendak dari kreditur yang mana ingin membebaskan debitur dari perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitur. Dalam hal ini, negara

(7)

sebagai kreditur ingin membebaskan para wajib pajak yang tidak patuh sebagai debitur dari utang-utang mereka yang dituangkan dalam bentuk Undang-Undang Pengampunan Pajak. Ketentuan semacam ini dibenarkan.

Keadilan dari segi pembebasan sanksi administrasi lebih ditekankan pada kepentingan umum dibanding kepentingan uang bersifat individual. Dengan adanya pembebasan administrasi maka pemasukan yang akan diterima oleh negara pada masa yang mendatang pasti akan lebih besar dan dapat memudahkan penigkatan pertumbuhan ekonomi yang dapat mensejahterahkan rakyat. Pengenaan denda administrasi hanya akan dapat menimbulkan utang pajak yang sangat besar dan mengakibatkan penolakan dari wajib pajak yang tidak patuh tersebut. Hal tersebut tidak memberikan manfaat yang berguna bagi pertumbuhan ekonomi negara, sehingga dengan diberikannya penghapusan terhadap sanksi administrasi merupakan suatu tindakan yang adil karena hal ini untuk kepentingan orang banyak.

Pengenaan sanksi pidana terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran pidana sebenarnya tidak lebih menguntungkan daripada pengenaan sanksi administrasi dikarenakan sanksi pidana berupa kurungan maupun penjara tidak menghasilkan penerimaan negara. Malahan hanya akan menambah beban negara untuk mengurusi wajib pajak yang dipenjara. Penghapusan sanksi pidana mampu memberikan dorongan bagi wajib pajak untuk ikut serta dalam program pengampunan pajak sehingga mengakibatkan penerimaan negara dan hal ini menunjukkan adanya keadilan untuk masyarakat karena dengan banyaknya wajib pajak yang ikut dalam program Pengampunan Pajak tentunya akan mengakibatkan perbaikan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang semakin baik mengakibatkan kesejahteraan dalam masyarakat.

Selain itu, apabila dikatakan bahwa dengan diberikannya pengampunan pajak kepada wajib pajak yang tidak patuh mencerminkan ketidakadilan terhadap wajib pajak yang memiliki kekurangan dalam perekonomian namun tetap taat membayar pajak, atas hal tersebut harus diketahui bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah sebesar Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah)/tahun. Di bawah penghasilan tersebut tidak diwajibkan untuk membayar pajak penghasilan. Pengampunan pajak tidak merugikan seluruh wajib pajak baik yang patuh maupun yang tidak patuh karena dengan adanya pengampunan pajak dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat yang kurang

(8)

mampu atau berpenghasilan rendah. Keuntungan diperoleh karena uang repatriasi yang masuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, uang tebusan dapat langsung digunakan untuk kesejahteraan rakyat, dalam masa yang akan datang akan menjamin penerimaan negara.

Undang-Undang Pengampunan Pajak pun pernah diajukan uji materil kepada Mahkamah Konstitusi namun putusan menetapkan agar tetap memberlakukan Undang-Undang Pengampunan Pajak hal ini berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 63/PUU-XIV/2016. Dalam putusan tersebut menyatakan bahwa Undang-Undang Pengampunan Pajak akan menambah wajib pajak baru sehingga memperluas keadilan distributif pembangunan. Jumlah wajib pajak akan meningkat sehingga program pengampunan pajak dapat membuat beban negara yang saat ini menggantungkan hanya kepada wajib pajak yang telah taat menjadi berkurang karena akan dibagi dengan wajib pajak baru yang mengikuti program pengampunan pajak.

2. Urgensi Penetapan Aturan Pengampunan Pajak

Masih terdapat banyak hal yang perlu dilakukan negara untuk mensejahterakan rakyat yaitu dalam hal kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan masih banyak lagi. Namun, pertumbuhan ekonomi dunia mengalami perlambatan, hal ini mengakibatkan perlambatan perekonomian di Indonesia karena sebagai negara pengekspor komoditas terjadi penurunan jumlah ekspor sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi lambat.

Sektor kebijakan fiskal memegang peranan penting di setiap negara, sehingga persaingan kebijakan fiscal menjadi salah satu isu hangat di tingkat internasional. Berbagai kebijakan ekonomi yang diterapkan di banyak negara untuk mengantisipasi krisis ekonomi, sebagian besar didominasi oleh kebijakan fiskal. Agar pertumbuhan ekonomi yang melambat dapat diatasi maka diperlukan sumber pertumbuhan baru yang pembiayaannya dapat dipenuhi dari sektor publik.

Sumber pembiayaan sektor publik dapat diperoleh dari pajak yang memegang peranan penting. Adapun beberapa faktor yang mendukung pernyataan hal tersebut, yaitu : a. Berkurangnya ketergantungan terhadap sumber pembiayaan yang selama ini digunakan

sebagai sumber penerimaan negara.

b. Sumber pendanaan pembangunan negara melalui utang ataupun opsi hibah semakin sulit untuk digunakan, disebabkan karena krisis ekonomi secara global.

(9)

c. Korelasi antara perpajakan dengan apa yang disebut dengan state building

d. Indonesia terlibat dalam komitmen mencapai suatu ambang batas pembiayaan untuk pembangunan.

Namun dalam beberapa tahun terakhir ini pertumbuhan ekonomi nasional mengalami perlambatan, sehingga semakin menurun penerimaan negara dari sector perpajakan. Sedangkan di sisi lain, banyak harta warga negara Indonesia yang ditempatkan di luar negeri dan belum dilaporkan oleh si pemilik harta. Padahal, apabila harta tersebut dialihkan ke dalam negeri dapat menambah likuiditas dalam negeri. Sehingga, apabila likuiditas bertambah maka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu terobosan baru agar dapat mendorong serta meningkatkan pengungkapan harta di dalam negeri yang sekalugus dapat memberikan perlindungan keamanan bagi warga negara yang ingin mengalihkan maupun mengungkapkan hartanya ke dalam negeri. Sehingga pemerintah menerbitkan serta menetapkan Undang-Undang Pengampunan pajak. Selain itu yang menjadi pertimbangan adalah pengampunan pajak diberikan pada saat sekarang ini karena minimnya kemungkinan dari para pemilik harta untuk menyembunyikan hartanya di luar negeri dan di dalam negeri disebabkan semakin meningkatnya intensitas pertukaran informasi antar negara.

Dalam hal pemberian pengampunan pajak dikenal namanya uang tebusan, dengan memberikan uang tebusan maka wajib pajak mendapatkan pengampunan pajak. Uang tebusan dibagi atas beberapa jenis sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Pengampunan Pajak. Penerimaan uang tebusan merupakan penerimaan pajak penghasilan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. Adanya uang tebusan dapat meningkatkan penerimaan pajak pada tahun diterimanya atau dalam jangka pendek dapat membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat karena dapat langsung digunakan pemerintah untuk membiayai berbagai program yang telah direncanakan. Sedangkan dalam jangka panjang, negara akan mendapatkan penerimaan pajak dari tambahan aktivitas ekonomi yang berasal dari harta yang telah dialihkan dan diinvestasikan di dalam negeri.

Pentingnya kebijakan pengampunan pajak tidak hanya dilihat dari sisi penerimaan pajak, namun juga karena menyangkut perekonomian nasional dan reformasi pajak yang jauh lebih komprehensif untuk jangka pendek hingga panjang. Pelaksanaan kebijakan pengampunan pajak memiliki peranan yang strategis dan manfaat terhadap pembangunan,

(10)

dapat digunakan sebagai sarana untuk menghimpun pendapatan atau penerimaan negara dalam jangka waktu yang relatif singkat.

Manfaat dari pengampunan pajak yang lebih filosofis adalah akan dimulainya suatu hubungan yang baru antara fiskus dengan wajib pajak, sehingga dapat memperluas basis data perpajakan dan memberikan manfaat yang luas baik sebagai penerimaan, media pembaharuan sosial, administrasi perpajakan, atau bahkan rekonsiliasi perpajakan nasional.

Undang-Undang Pengampunan Pajak lebih mengutamakan kepantingan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian negara. Selanjutnya, pengampunan pajak merupakan tonggak reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi dengan pertama-tama memberikan wajib pajak jembatan untuk kembali patuh.

Kebijakan pengampunan pajak merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan amanat Pembukaan UUDNRI 1945 dan merupakan pelaksanaan dari Pasal 28I ayat (4) UUD NRI 1945, karena dari pengampunan pajak ini ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang telah diamanatkan oleh UUD NRI 1945. Yang mana pemerintah negara harus bertanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Selain itu, Pasal 28I ayat 4 UUD NRI 1945 juga telah mengamanatkan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah mempunyai kewajiban untuk berusaha secara sungguh-sungguh dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk menjamin dan menyelenggarakan keselamatan, kesejahteraan, dan penghidupan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk dapat mewujudkan secara nyata maka pemerintah melaksanakan program-program seperti antara lain program pembangunan infrastruktur, pendidikan bantuan sosial, jaminan kesehatan dan jaminan sosial lainnya. Selain itu, untuk menggerakkan sektor perkonomian serta penyerapan tenaga kerja, maka sangat dibutuhkan para investor baik dari dalam negeri maupun dari luar.

PENUTUP

Diterbitkannya Undang-Undang Pengampunan pajak adalah hal yang dapat dibenarkan dikarenakan telah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Pengampunan Pajak merupakan suatu bentuk pembebasan utang pajak, dimana

(11)

pembebasan utang ialah perbuatan atau pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan debitur dari perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitur. Dalam hal ini, negara sebagai kreditur ingin membebaskan para wajib pajak yang tidak patuh sebagai debitur dari utang-utang mereka yang dituangkan dalam bentuk Undang-Undang Pengampunan Pajak. Ketentuan semacam ini dibenarkan. Mengenai keadilannya, konsep dan definisi dari keadilan sendiri sangat beraneka ragam. Berbagai pandangan diungkapkan oleh para ahli, namun pada intinya keadilan berpatokan pada nilai yang diyakini oleh suatu kelompok tertentu. Keadilan hukum tidak hanya sebatas pada hak dan kewajiban yang ditentukan dalam suatu aturan, banyak faktor yang dapat menjadi tolak ukur dari suatu keadilan. Pengampunan pajak tidak merugikan pihak manapun karena dengan adanya pengampunan pajak dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat yang kurang mampu atau berpenghasilan rendah. Keuntungan yang diperoleh dari pengampunan pajak dapat dirasakan dalam masa sekarang maupun mendatang karena uang repatriasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, serta uang tebusan dapat langsung digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Pajak yang memegang peranan penting, hal ini dikarenakan beberapa alasan yaitu berkurangnya ketergantungan terhadap sumber pembiayaan yang selama ini digunakan sebagai sumber penerimaan negara, sumber pendanaan pembangunan negara melalui utang ataupun opsi hibah semakin sulit untuk digunakan, disebabkan karena krisis ekonomi secara global, korelasi antara perpajakan dengan apa yang disebut dengan state building, Indonesia terlibat dalam komitmen mencapai suatu ambang batas pembiayaan untuk pembangunan. Apabila harta para wajib pajak yang disembunyikan di luar negeri dan tidak dilaporkan, dialihkan ke dalam negeri dapat menambah likuiditas dalam negeri. Sehingga, apabila likuiditas bertambah maka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, dapat dimulainya suatu hubungan yang baru antara fiskus dengan wajib pajak, sehingga dapat memperluas basis data perpajakan dan memberikan manfaat yang luas baik sebagai penerimaan, media pembaharuan sosial, administrasi perpajakan, atau bahkan rekonsiliasi perpajakan nasional.

DAFTAR BACAAN

(12)

Harahap, Abdul Asri, Paradigma Baru Perpajakan Indonesia Perspektif Ekonomi Politik, Integrita Dinamika Press, Jakarta, 2004.

Muttaqin, Zainal, Tax Amnesty di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2013 Negara, Tunggul Anshari Setia, Ilmu Hukum Pajak, Setara Press, Malang, 2017.

Siahaan, Marihot Pahala, Tax Amnesty di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2017. Tyas Dian Anggraeni, “Keterpenuhan Prinsip Keadilan Dalam UU Pengampunan Pajak”,

Jurnal Rechtsvending Media Pembinaan Hukum Nasional, Pusat Perencanaan Hukum Nasional, Jakarta, 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Djamil, Penyelesaian Pembiayaan …, hal.. sampai dengan 180 hari, penyampaian laporan keuangan tidak teratur dan meragukan, dokumentasi perjanjian piutang kurang

Penelitian ini melihat seperti apa perkembangan visual komik strip unggahan ulang dari komunitas Komikin Ajah yang muncul di Instagram dalam kurun waktu tahun 2014

melakukan eksperimen fisika karena sangat tidak mungkin untu mengukur tumbukan secara langsung. Oleh karena itulah penulis terdorong untuk melakukan analisis tumbukan

(3) Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, Perturan Bupati Cilacap Nomor 48 Tahun 2017 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran dalam Anggaran Pendapatan

Banyak wisatawan yang ingin berkunjung kebingungan untuk memilih objek wisata mana yang akan mereka tujuh, karena banyaknya obyek wisata yang ada, sehingga objek

FM dan depresi jelas terkait pada perobaan dan tingkat pengukuran.+enilaian terhadap kuesioner depresi mengungkapkan berbagai item somatik pada pasien yang menderita

2. Menjamin ketersediaan pedoman pengembangan kurikulum yang memuat: 1) Profil lulusan, capaian pembelajaran yang mengacu kepada KKNI,bahan kajian, struktur

 Impor Papua pada periode Jan-Nov 2015 senilai US$677,12 juta atau 28,23 persen lebih rendah dibandingkan impor kumulatifnya pada periode yang sama tahun 2014..  Pada November