20
KARAKTERISASI 20 KULTIVAR PISANG BUAH DOMESTIK (Musa paradisiaca) DARI BANYUWANGI JAWA TIMUR
Anis Nur Khasanah1, Marsusi2
1 Mahasiswa Prodi Biosain Pascasarjana UNS
2 Dosen Pembimbing II Program Studi Biosain Pascasarjana UNS
( e-mail: anisharidwan@gmail.com )
ABSTRAK - Pisang (Musa sp.) adalah tanaman buah herba budidaya, monokarpik, dan
banyak tumbuh didaerah tropis dengan keragaman kultivar yang tinggi. Salah satu kota penghasil pisang terbesar di Indonesia adalah Banyuwangi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman pisang buah domestik (Musa paradisiaca) berdasarkan karakter morfologi.
Penelitian morfologi dilakukan di lapangan dengan observasi langsung, terdiri dari penelitian kualitatif, diantaranya meliputi pengamatan terhadap warna batang, bentuk penampang tangkai daun dan buah, serta bentuk bunga dan warna buah. Untuk penelitian kuantitatif diantaranya meliputi pengukuran terhadap tinggi batang, lebar dan panjang daun, serta panjang buah. Data yang diperoleh dianalisis Index Similarity untuk keseragaman dan dilanjutkan dengan uji clustering untuk kekerabatan dengan menggunakan software UPGMA-NTSYS.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 20 kultivar yang diteliti, terdapat variasi morfologi pada batang, daun, tandan bunga, serta buah. Berdasarkan data morfologi, kemiripan paling tinggi adalah kultivar Susu dengan Kapas dan kultivar Kayu dengan Lilin (80%), sedangkan kemiripan paling rendah adalah kultivar Kluthuk dengan Lemeneng (30%). Adapun kekerabatan terdekat dimiliki oleh kultivar Kayu dengan Susu dan kultivar Kepok dengan Kluthuk pada koefisien kemiripan 0.80, sedangkan kekerabatan terjauh ditempati oleh kultivar Kidang pada koefisien kemiripan 0.50 terpisah dari 19 kutivar lainnya.
Kata kunci: Karakteristik, Pisang Buah Domestik, Kemiripan, kekerabatan.
PENDAHULUAN
Pisang (Musa sp.) adalah tanaman buah yang banyak ditanam di daerah tropis. Pisang memiliki keragaman kultivar yang tinggi (Crouch et al, 1998). Tanaman ini berasal dari kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Salah satu kota penghasil pisang terbesar di Indonesia adalah Banyuwangi.
Tanaman pisang memiliki habitus
herba dan hanya berbuah sekali
(monokarpik) kemudian mati. Buah pisang mudah didapat karena daerah
distribusinya luas serta masa berbuahnya tidak mengenal musim sehingga harga-nya relatif murah. Selain itu, buah pisang banyak digemari karena rasanya yang manis dan sering digunakan sebagai makanan penutup.
Ashari (1995) menyebutkan bahwa kebanyakan buah pisang dimakan dalam keadaan segar, dimasak atau diolah lebih lanjut menjadi berbagai macam makanan kecil.
Saat ini keberadaan pisang buah (M.
21
tergusur dengan adanya pisang hasil persilangan yang terus-menerus ber-langsung dan buah-buahan impor lainnya yang bervariasi (Damayanti, 2007). Dari banyaknya jenis pisang yang ada, secara garis besar pengelompokannya didasar-kan pada taksonomi praktis mengenai manfaat pisang sebagai penghasil serat, tanaman hias, dan sebagai tanaman penghasil buah.
Ashari (1995) menyatakan bahwa setiap jenis pisang mengandung gizi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Rata-rata kandungan setiap 100 g daging pisang terdiri atas air 70 g, protein 1.2 g, lemak 0.3 g, pati 27 g dan serat 0.5 g. Selain itu, buah pisang juga mengandung potasium sebanyak 400 mg/100 g, lemak serta garam rendah. Buah pisang juga mengandung vitamin A, B, dan C. Energi yang terkandung setiap 100 g sebanyak 275-465 kJ.
Studi mengenai keragaman kultivar pisang buah domestik belum banyak dilakukan, untuk itu paper ini akan menjelaskan tentang keragaman kultivar pisang buah domestik di Banyuwangi berdasarkan karakter morfologinya.
A. METODE PENELITIAN
Penelitian ini didahului dengan
eksplorasi lapangan untu menentukan jumlah kultivar yang akan diteliti, dilanjutkan dengan penelitian mengguna-kan sampling bersyarat untuk tanaman yang sedang bebunga sebanyak 20
kultivar. Karakterisasi morfologi
dilakukan di lapangan dengan cara observasi langsung terdiri dari penelitian
kualitatif, diantaranya meliputi
pengamatan terhadap warna batang, bentuk penampang tangkai daun, bentuk bunga, dan warna buah. Untuk penelitian
kuantitatif diantaranya meliputi
pengukuran terhadap tinggi batang, lebar dan panjang daun, serta panjang buah. Penelitian dilakukan pada bulan April hingga Nopember 2013.
Data hasil karakterisasi morfologi dianalisis dengan menggunakan rumus
Index Similarity (IS) untuk keseragaman
dan dilanjutkan dengan uji clustering untuk kekerabatan dengan menggunakan software UPGMA-NTSYS.
B. HASIL DAN PEMBAHASAN
Terdapat 20 kultivar pisang buah domestik yang diteliti, yaitu kultivar Kayu, Barlin, Candi, Kidang, Kepok, Raja kol, Susu, Kapas, Raja nangka, Hong, Lilin, Awak, Morosebo, Sri nyonya,
Lemeneng, Usuk, Warangan, Byar,
Kluthuk, dan Emas (gambar 1),
sedangkan hasil uji morfologi
sebagaimana terlampir pada tabel 1.
Karakterisasi Morfologi
Di Banyuwangi, Jawa Timur tanaman pisang buah domestik dapat tumbuh dan dijumpai pada ketinggian 25-100 di atas permukaan laut (dpl). Pisang buah memiliki batang berair, dengan ukuran diameter, tinggi dan warna bervariasi dari hijau muda, hijau tua hingga hijau
22
kemerahan atau kehitaman pada masing-masing kultivar. Bagian atas batangnya terdapat batang semu yang merupakan
tumpukan beberapa pelepah. Pada
batangnya terdapat lapisan lilin dan bintik-bintik merah atau hitam dengan pola tak beraturan.
Tinggi dan diameter batang adalah bentuk habitus yang mudah teramati dari pohon. Batang tertinggi dimiliki oleh kultivar Kidang (382 cm), sedangkan
batang terpendek dimiliki kultivar
Morosebo (50 cm). Adapun diameter terbesar dimiliki kultivar Kepok (30.6 cm), sedangkan diameter batang terkecil dimiliki kultivar Kapas (5.6 cm).
Daun pada pisang buah domestik tersusun rapat dan teratur. Daun berkumpul pada bagian atas batang (roset
batang). Daun tersusun berseling dengan
2 daun muda berada di bagian tengah, daun muda keluar perlahan-lahan dengan cara menggulung, tumbuh memanjang,
dan selanjutnya membuka secara
bertahap.
Gambar 1. Beberapa contoh kultivar Musa
paradisiaca domestik yang tumbuh di daerah
Banyuwangi sebagai sampel uji karakter morfologi dan kandungan asam folat. Keterangan :
Kultivar Kayu (1), Barlin (2), Candi (3), Kidang (4), Kepok (5), Raja kol (6), Susu (7), Kapas (8), Raja nangka (9), Hong (10), Lilin (11), Awak (12), Morosebo (13), Sri nyonya (14), Lemeneng (15), Usuk (16), Warangan (17), Byar (18), Kluthuk (19), dan Emas (20).
23
Tabel 1. Karakterisasi morfologi dan manfaat dari 20 kultivar pisang buah domestik.
Keterangan : +: ada; -: tidak ada; #: hijau muda; *: hijau tua; ∂: tumpul; ∑: lancip; ˇ:membuka; ˆ:
menutup; †: merah muda; ‡: merah tua; o: bulat; ∆: segitiga; ◊: poligonal.
Jumlah daun yang membuka pada saat tandan bunga mulai muncul bervariasi pada tiap kultivar dari 6 – 22 helai. Jumlah daun yang membuka di-hitung pada saat pohon mulai berbunga, kemudian diambil 2 sampel daun, yaitu daun paling bawah dan daun paling atas yang telah membuka sempurna untuk dilakukan pengamatan terhadap warna pelepah, panjang tangkai daun, panjang daun, dan lebar daun.
Pada kebanyakan kultivar, warna daun mayoritas hijau muda. Bentuk ujung daun teramati dalam 2 macam bentuk, yaitu tumpul dan lancip. Ujung daun tumpul terdapat pada kultivar Candi, Kidang, Raja kol, Hong, Lilin,
Awak, Morosebo, Lemeneng, Usuk,
Warangan, Kluthuk, dan Emas. Untuk ujung daun lancip terdapat pada kultivar
Kayu, Barlin, Kepok, Susu, Kapas, Raja nangka, Sri nyonya, dan Byar.
Terdapat tipe tangkai daun yang berbeda pada masing-masing kultivar, yakni tipe membuka dan menutup. Semula diduga tipe pembukaan ini sebagai adaptasi untuk mempercepat penguapan atau metabolisme lainnya. Akan tetapi, diketahui pada kondisi lingkungan yang berbeda, tetap ditemu-kan tipe pembukaan tangkai yang sama dalam satu kultivar. Selain itu terdapat variasi pada warna, bentuk ujung, panjang tangkai, serta panjang dan lebar daun sebagaimana tertera pada tabel 1.
Sesuai dengan penjelasan Suranto (2001), bahwa apabila faktor lingkungan
lebih kuat memberikan pengaruh
daripada faktor genetic maka, tanaman ditempat yang berlainan dengan kondisi lingkungan yang berbeda akan memiliki
24
morfologi yang bervariasi. Sebaliknya apabila faktor lingkungan lebih lemah
daripada faktor lingkungan maka,
walaupun tanaman ditanam di tempat yang berlainan tidak akan terdapat variasi morfologi.
Bunga pisang adalah bunga tunggal yang keluar dari ujung batang satu kali (monokarpik). Bunga pisang terbentuk dalam tandan bunga (ontong), disebut sebagai bunga majemuk (influorecensia). Warna seludang bunga (spatha) bervariasi dari merah muda hingga merah tua keunguan. Terdapat 3 tipe pembukaan seludang bunga yang berbeda pada masing-masing kultivar. Sebagai ilustrasi, ditampilkan gambar 3 tipe pembukaan seludang bunga pada pisang buah domestik yaitu tipe AA, AB, dan BB (Gambar 2).
Gambar 2. Tipe pembukaan seludang bunga pisang domestik.
Adapun perbandingan diameter
dengan panjang tandan bunga terbesar terdapat pada kultivar Barlin, Sri nyonya, Lemeneng, dan Emas (1:3), sedangkan perbandingan terkecil terdapat pada kultivar Kayu (1:12). Lalu saat panen, dilakukan pengukuran pada diameter &
panjang tandan buah, rata-rata jarak antar sisir, jumlah sisir per tandan, jumlah buah per sisir, dan jumlah buah per tandan.
Bentuk buah pisang domestik
membengkok, pada bagian ujungnya meruncing atau membentuk leher botol. Dari luar, kulit buah nampak memiliki gurat sisi sebanyak 3-5. Selanjutnya juga dilakukan pengukuran terhadap panjang tangkai, diameter dan panjang buah. Buah terbesar diukur dari rata-rata
diameter dan panjangnya dimiliki
kultivar Byar (5.2;34 cm), sedangkan buah terkecil dimiliki kultivar Emas dan Kayu (3.3;7.6 cm).
Untuk kulit buah saat masih mentah, kebanyakan ditemukan berwarna hijau muda. Hanya pada kultivar Kidang yang memiliki warna kulit berbeda saat masih mentah, yaitu merah. Saat buah sudah masak warna kulit buah bervariasi dari hijau, cream, kuning hingga merah kekuningan.
Untuk ketebalan kulit buah dibagi dalam 3 macam yaitu berkulit tipis, sedang, dan tebal. Serat buah dibagi dalam 2 macam yaitu halus dan kasar, sedangkan penampang melintang buah pada seluruh kultivar yang ditemukan diketahui terdapat dalam 3 macam
bentuk yaitu bulat, segitiga, dan
poligonal.
Kebanyakan pisang buah tidak memiliki biji pada daging buahnya (bersifat partenokarpi). Namun ada juga kultivar yang memiliki biji, seperti pada
25
kultivar Kluthuk. Adapula yang
terkadang memiliki biji kecil-kecil lunak dan terkadang berbiji besar dan keras sebagaimana ditemukan pada kultivar Awak.
Daya simpan buah setelah panen bervariasi pada masing-masing kultivar. Ada yang cepat (2 hari) dan ada pula yang tahan hingga lebih dari 1 minggu. Daya simpan yang paling banyak ditemukan adalah 5-7 hari.
Daya simpan tergolong lama apabila buah setelah dipanen hingga siap makan membutuhkan waktu 10 hari atau lebih. Secara berurutan daya simpan buah tergolong lama dimiliki kultivar Kayu, Kidang, Byar, Emas, Hong, Lemeneng, Raja kol, Kapas, Susu, Lilin, dan Morosebo yaitu masing-masing selama 14, 13, 13, 12, 12, 12, 11, 11, 10, 10, dan 10 hari.
Daya simpan tergolong sedang jika buah siap makan setelah panen selama 7–9 hari, sebagaimana dimiliki kultivar Warangan, Sri nyonya, Kluthuk, Candi, Kepok, dan Raja nongko (9, 8, 8, 8, 8, dan 7 hari). Untuk daya simpan tergolong singkat apabila setelah dipanen hingga siap makan buah dapat bertahan kurang dari 5 hari sebagaimana ditemukan pada kultivar Barlin, Awak, dan Usuk (5, 2, dan 2 hari).
Keseragaman Karakter dan Kekerabatan Pisang Buah Domestik
Dari data morfologi yang didapat, selanjutnya data ditampilkan dalam
bentuk data binner. Dari matriks kemiripan 20 kultivar pisang buah domestik berdasarkan karakter morfologi yang terbentuk, indeks kemiripan paling tinggi adalah 0.80, pada kultivar Susu dengan Kapas dan Kayu dengan Lilin. Kedua kultivar ini memiliki 25 persamaan
karakter. Untuk indeks kemiripan
terendah (0.30) adalah kultivar Kluthuk dengan Lemeneng dengan 8 kesamaan karakter.
Kemudian untuk analisis kekerabatan
berdasarkan karakter morfologi
diperoleh dendogram kekerabatan
sebagaimana nampak pada gambar 3. Pada jarak kemiripan 0.53 atau 53% pisang buah domestik terbagi dalam 3 kelompok (tabel 2).
Gambar 3. Dendogram kekerabatan 20 kultivar pisang buah domestik berdasarkan karakter
morfologi. Keterangan :
(1) Kayu, (2) Barlin, (3) Candi, (4) Kidang, (5) Kepok, (6) Raja kol, (7) Susu, (8) Kapas, (9) Raja nangka, (10) Hong, (11) Lilin, (12) Awak, (13) Morosebo, (14) Sri nyonya, (15) Lemeneng, (16) Usuk, (17) Warangan, (18) Byar, (19) Kluthuk, (20) Emas.
26
Berdasarkan karakter morfologi,
pisang buah domestik yang memiliki kekerabatan paling dekat adalah kultivar Kayu dengan Susu dan Kepok dengan Kluthuk pada indeks kemiripan 0.80, sedangkan koefisien kemiripan kurang dari 0.53 adalah kultivar Kidang terpisah dari 19 kultivar lainnya. Berarti, kultivar Kidang memiliki kekerabatan paling jauh dari 19 kultivar lainnya.
Tabel 2. Pembagian kelompok 20 pisang buah domestik pada indeks kemiripan 0.53
No. Kelompok Individu/Populasi
1 2 3 I II III Kidang.
Raja kol, Usuk, Sri Nyonya, Raja nangka, Byar, Kluthuk, Kepok. Lemeneng, Emas, Hong, Kapas, Warangan, Morosebo, Barlin, Awak, Candi, Lilin, Susu, Kayu.
Menurut Cahyarini (2004) dalam Trimanto (2010), indeks kemiripan dikatakan jauh jika kurang dari 0.60. Indeks kemiripan mendekati angka 1 atau 1.00 adalah untuk yang mirip sepenuhnya, sedangkan jarak kemiripan mendekati angka 0 memiliki kekerabatan yang jauh.
Akan tetapi, menurut Purnomo (2005), jika dalam suatu populasi indeks
kemiripan kurang dari 0.60 bisa
dikatakan spesies tersebut memiliki kemungkinan sebagai kategori di atas spesies. Namun hal ini tidak bersifat mutlak.
Sebagaimana dalam penelitian ini, koefisien 0.50 yang ditempati oleh kultivar Kidang, maka kultivar Kidang belum bisa dikatakan berkerabat jauh dengan 19 kultivar lainnya. Mengingat, sekitar 52% karakter yang diteliti berupa
data kuantitatif. Data kuantitatif lebih akurat jika dibandingkan dengan data kualitatif, karena sifatnya terukur dalam bentuk deretan angka. Oleh sebab itu, untuk memisahkan kultivar Kidang dari spesies pisang buah (M. paradisiaca) masih diperlukan kajian lebih dalam lagi sebagaimana uji berat molekul isozim/ DNA.
C. SIMPULAN DAN SARAN
Pada 20 kultivar pisang buah domestik yang diteliti di Banyuwangi dijumpai adanya variasi yang terdapat pada batang, daun, tandan bunga, dan buah. Adapun berdasarkan data morfologi, kultivar yang memiliki kemiripan paling tinggi adalah kultivar Susu dengan Kapas dan Kayu dengan Lilin (80%), sedangkan kemiripan paling rendah adalah Kluthuk
dengan Lemeneng (30%). Untuk
kekerabatan terdekat adalah kultivar Kayu dengan Susu dan Kepok dengan Kluthuk pada koefisien kemiripan 0.80.
Adapun kultivar Kidang memiliki
kekerabatan terjauh dari 19 kultivar lainnya pada koefisien kemiripan 0.50.
DAFTAR PUSTAKA
Anggarini, C. 2004. Analisis Keragaman
dan Hubungan Kekerabatan Serta Korelasi Antar Karakter pada 20 Genotip Pisang berdasarkan Penanda Fenotip. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Ashari. 1995. Holtikultura Aspek Budaya. Universitas Indonesia Press.
27
Bathan, B.M., and Lantican, F.A. 2010. Factors Affecting Yield Performance of Banana Farms in Oriental Mindoro, Philippines. Journal ISSAAS. 16 (1):
110-120.
Crouch, J.H, Vuylsteke, Dirk., and Ortiz, Rodomiro. 1998. Perspectives on the application of Biotechnology to Assist The Genetic Enhancement of Plantain and Banana (Musa spp.). International Institute of Tropical Agriculture 1: 0717-3458.
Damayanti, Fitri. 2007. Analisis Jumlah Kromosom dan Anatomi Stomata pada Beberapa Plasma Nutfah Pisang (Musa sp.) Asal Kalimantan Timur. Jurusan Biologi FMIPA. Universitas Mulawarman. 4 (2): 53-61.
Hakkinen, Markku, and Meekiong, K. 2004. A New Spesies of Wild Banana
Genus, Musa (Musaceae), from
Borneo. Botanical Garden, University
of Helsinky, Finland Sarawak
Biodiversity Center. Kuching,
Sarawak, Malaysia. Systematics and
Biodiversity 2 (2): 169–173.
Harrison, J.S.H., and Schwarzacher. 2007. Domestikation, Genomics and The Future for Banana. US National
Library of Medicine National
Institutes of Health. Annals of
Botany. 100 (5).
Kusumawati, Aries and Syukriani, Lily. 2007. Identifikasi dan Karakterisasi
Morfologi Genotipe Pisang (Musa paradisiaca. L) di Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat. Universitas
Andalas. Working Paper. LP Unand. (Unpublished).
Purnomo, Asmarayani, R. 2005.
Hubungan Kekerabatan Antar Spesies
Piper Berdasarkan Sifat Morfologi
dan Minyak Atsiri Daun di
Yogyakarta. Biodiversitas. 6 (1): 12-16. Retnoningsih, A. 2009. Molecular Based
Classification and Phylogenetic Analysis of Indonesian Banana Cultivars. Bogor Agricultural University.
Setyawan, U. 2012. Skripsi. Persebaran
Kultivar Pisang (Musa sp.) Pada Daerah yang Mempunyai Ketinggian Tempat Berbeda di Kecamatan Pejagoan dan Sruweng Kabupaten
Kebumen. Universitas Negeri Yogyakarta.
Suranto. 2001. Pengaruh Lingkungan
Terhadap Bentuk Morfologi
Tumbuhan: Could The
Environmental Influences Determine The Plant Morphology. Enviro 1(2):
772 - 775.
Suranto. 2002. Cluster Analysis Of
Ranunculus sp.. Biodiversitas 3 (1): 201 – 206.
Trimanto, Sajidan, Sugiyarto. 2010. Characterisation of Taro (Colocasia
esculenta) Based on Morphological
and Isozymic Patterns Markers.
Bioscience. 2 (1): 7-14.
Yinli, L., Inosako, K., Yamada, S., Xingjun, L., Zexiu, W., and Inoue, M. 2001. The
Correlation Between
Microenvironment and Tomato Fruit Quality in Greenhouse. Institute of
soiland water conservation-China & Tottori university of Japan. IEEE publisher