SKRIPSI SKRIPSI Oleh Oleh TATIK NOERHAYATI TATIK NOERHAYATI G1D010040 G1D010040
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN PURWOKERTO PURWOKERTO 2014 2014
iv
ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras, serta mulut yang akan selalu berdo’a
Allah SWT , terimakasih untuk semua anugerah-Mu yang menjadikanku seperti sekarang ini
Dan untuk cahaya penuh kasih sayang & ketulusan, mamahku Ibu Sariningsih Untuk kekuatan penuh cinta & tanggungjawab, bapakku Bapak Darsim
Untuk semangat & harapanku, adikku Diaz Erlangga
Terimakasih selalu memberikan do’a &dukungan yang tak ternilai harganya
Untuk Ibu Eva Rahayu & Bapak Arif Zaenudin, terimakasih telah membimbing sepenuh hati hingga terselesainya skripsi ini. Untuk Bapak Endang Triyanto , terimakasih telah memberikan saran & dukungannya. Dan terimakasih untuk Ibu Luthfatul Latifah telah berkenan menjadi wakil
komisi.
Terimakasih teruntuk sixlable dan sahabat-sahabatku yang sampai saat ini selalu memberikan semangat, do’a, dan motivasi. Terimakasih juga untuk seseorang yang telah memberikan semangat tiada tara (mas Fahmi F Fiqi). Terimakasih untuk para responden penelitianku di wilayah kerja Puskesmas I
Kembaran
Dan terimakasih untuk keluarga besar KEPERAWATAN UNSOED 2010 dan UFC yang takkan terganti, perjuangan kita belum berakhir hanya di
skripsi ini.
Seluruh orang-orang yang mungkin belum tersebutkan diatas, saya ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.
Dalam hidup pasti ada yg datang dan pergi Memberi cinta atau menebus luka
Namun bukankah tuhan selalu punya rencana Setelah hujan selalu ada pelangi
Setelah luka pasti ada bahagia Setelah menunggu kan ada yang datang jika kau mau menunggu, berusaha, dan berdo’a.
v
Nama : Tatik Noerhayati
Alamat : Gembong Hilir RT 01 RW 06, Desa Malabar, Kecamatan
Wanareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah 53265 Tempat Tanggal Lahir : Cilacap, 09 September 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No Telp/Handphone : 085647866613
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 4 Malabar 2. SMP Negeri 1 Wanareja 3. SMA Negeri 1 Majenang
4. Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman
Riwayat Organisasi :
1. Bendahara I Unsoed Football Club (UFC) Tahun 2013 2. Divisi Basket NSC 2011
vi
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hubungan antara Sikap dan Perilaku Keluarga dengan Kualitas Hidup Penderita
Diabetes Mellitus tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran” yang penulis
ajukan pada Komisi Skripsi Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman. Terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Warsinah, MSi., Apt., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
2. Dr. Saryono, S.Kp., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
3. Yunita Sari, S. Kep., Ns., MHS., Ph.D., selaku Ketua Komisi Skripsi Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
4. Eva Rahayu, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing 1 skripsi, yang telah bersedia meluangkan waktu dan ketelatenannya dalam memberikan bimbingan sejak awal sampai akhir penulisan dan penyusunan skripsi ini.
5. Arif Zaenudin, S.Kep., Ns., selaku dosen pembimbing 2 skripsi, yang telah bersedia meluangkan waktu serta ketelatenannya dalam memberikan bimbingan
vii
7. Seluruh anggota keluarga, khususnya kedua orang tua, adikku tercinta atas semua
dorongan, kasih sayang, perhatian dan do’a dalam penulisan dan penyusunan
skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan hidayah dan karunia- Nya.
8. Teman-teman mahasiswa FKIK khususnya Keperawatan 2010 yang telah memberikan dukungan serta bantuan hingga dapat diselesaikannya skripsi ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan moral
maupun material dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam skripsi ini, oleh karena itu diharapkan kritik maupun saran demi hasil yang lebih baik, semoga skripsi ini mendapat ridho dari Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua.
Purwokerto, Januari 2014
Tatik Noerhayati G1D010040
viii 1
Mahasiswa Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman
2
Departemen Keperawatan Komunitas, Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman
3
Puskesmas II Sokaraja
ABSTRAK
Latar Belakang: Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena keadaan hiperglikemia (kadar gula dalam darah meningkat). DM dapat mengakibatkan komplikasi apabila tidak ditangani dengan tepat. Komplikasi tersebut akan memberikan efek terhadap kualitas hidup penderita. Kualitas hidup penderita DM mempunyai hubungan dengan peran keluarga. Sikap dan perilaku
keluarga dalam perawatan penderita DM juga merupakan komponen-komponen yang berasal dari keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan penderita DM.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sikap dan perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja
Puskesmas I Kembaran
Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional terhadap 50 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling .
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukan hubungan yang signifikan antara sikap
keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 ( p = 0,001), dan hubungan
antara perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 ( p = 0,000)
Kesimpulan: Ada hubungan antara sikap dan perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas I Kembaran
ix 1
Student of Nursing Majority, Faculty of Medical and Health Sciences Jenderal Soedirman University
2
Community Nursing Departement, Nursing Majority, Faculty of Medical and Health Sciences
Jenderal Soedirman University
3
Sokaraja II Comumunity Health Center
ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus (DM) is metabolic diseases that caused by condition in hiperglikemia (increased blood sugar levels). DM can lead to complications if not treated appropriately. These complications will give the effect on the quality of life patients. Quality of life patients with DM relates to family role. Attitude and behavior of families in the treatment of DM patients is also the components which
come from families to increase the health level of DM patients.
Purpose: The purpose of this research was to determine the relation between attitudes and behaviors of families with quality of life type 2 DM patients in the region work Kembaran I Community Health Center.
Method: This research used the analytic method correlation with the approach of cross sectional to 50 respondents which satisfies the criteria inclusion. The sample obtained with purposive sampling technique.
Result: Bivariat analysis results showed a significant relation between attitudes of families with quality of life type 2 DM patients (p = 0.001), and behavior of families with quality of life type 2 DM patients (p = 0.000).
Conclusion: There was a relationship between attitude and behavior of the family with quality of life type 2 DM patients in the region work Kembaran I community Health Center.
x
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v
PRAKATA ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
xi
E. Keaslian Penelitian ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 12
1. Diabetes Mellitus ... 12
2. Kualitas Hidup penderita Diabetes Mellitus ... 24
3. Keluarga ... 28
4. Sikap dan Perilaku ... 30
B. Kerangka Teori ... 40
C. Kerangka Konsep ... 41
D. Hipotesis Penelitian ... 42
BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 43
B. Populasi dan Sampel ... 44
C. Variabel Penelitian... 45
D. Definisi Operasional Variabel ... 46
E. Instrumen Penelitian ... 47
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 51
G. Jalannya Penelitian ... 55
H. Analisis Data ... 57
xii
C. Keterbatasan Penelitian ... 81 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 83 B. Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA
xiii
2.1 Kadar gula darah sewaktu dan puasa ... 13
2.2 Kriteria diagnosis ... 13
3.1 Definisi Operasional ... 46
3.2 Kisi-kisi kuesioner sikap ... 48
3.3 Kisi-kisi kuesioner perilaku ... 49
3.5 Kisi-kisi kuesioner kualitas hidup ... 50
3.6 Nilai korelasi butir pernyataan variabel sikap keluarga ... 53
3.7 Nilai korelasi butir pernyataan variabel perilaku keluarga ... 53
4.1 Distribusi responden berdasarkan usia ... 63
4.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ... 63
4.3 Distribusi responden berdasarkan pendidikan ... 64
4.4 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan ... 65
4.5 Distribusi kualitas hidup ... 65
xiv
4.8 Hubungan perilaku keluarga terhadap kualitas hidup
xv
2.2 Skema Perilaku ... 34
2.3 Kerangka Teori ... 40
xvi
Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4.
Surat Ijin Validitas dan Reliabilitas Surat Ijin Penelitian
Permohonan Menjadi Responden Lampiran 5. Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 6. Lembar Observasi
Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15.
Kuesioner Kualitas Hidup
Kuesioner Sikap dan Perilaku Keluarga Penderita DM
Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sikap dan Perilaku Keluarga Data Hasil Penelitian
Analisis Univariat Analisis Bivariat Jadwal Penelitian
Blangko Bimbingan/Konsultasi Skripsi Pembimbing I Blangko Bimbingan/Konsultasi Skripsi Pembimbing II
xvii
DM : Diabetes Mellitus
GODM : Gestasional Onset Diabetes Mellitus
IMT : Indeks Massa Tubuh
OHO : Obat Hipoglikemia Oral
TNM : Terapi Nutrisi Medis
IRT : Ibu Rumah Tangga
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMA : Sekolah Menengah Akhir
PT : Perguruan Tinggi
PNS : Pegawai Negeri Sipil
ADH : Anti Diuretic Hormone
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
IMT : Indeks Massa Tubuh
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronis yang menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Penyakit tersebut termasuk dalam gangguan metabolisme yang mempengaruhi produksi energi di dalam sel. Diabetes mellitus (DM) ditandai dengan hilangnya toleransi karbohidrat yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Price & Wilson, 2006).
Penyakit ini dibagi menjadi 4 tipe utama yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lain, dan DM gestasional. DM tipe 1 terjadi karena adanya proses autoimun yang menghancurkan sel-sel beta pankreas sehingga tidak mampu menghasilkan insulin (Ulbritch, 2009). DM tipe 2 terjadi karena tubuh tidak dapat memproduksi atau menggunakan insulin sebagaimana mestinya (Smeltzer & Bare, 2002). DM dengan keadaan atau sindrom terjadi karena adanya kelainan-kelainan lain seperti sindrom cushing dan akromegali. DM gestasional merupakan penyakit DM yang dialami pertama kali selama masa kehamilan (Price & Wilson, 2006).
Angka kejadian DM di dunia khususnya di negara berkembang pada tahun 2025 akan muncul 80% kasus baru (American Diabetes Federation, 2012). Saat ini, DM di tingkat dunia diperkirakan lebih dari 371 juta (American Diabetes Federation, 2012). Angka kejadian DM di Indonesia pada tahun 2000,
menempati urutan keempat yaitu 8,4 juta penduduk dengan DM, dan pada tahun 2030 diperkirakan akan mengalami peningkatan 2-3 kali lipat menjadi 21,3 juta penduduk dengan DM (Wild, 2004). Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukan bahwa angka kejadian DM di daerah urban Indonesia untuk usia 15 tahun mengalami peningkatan sebesar 5,7%. Angka kejadian terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012, terdapat penderita DM sebanyak 509.319 orang.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, pada tahun 2012 data kunjungan penderita DM di Wilayah Kabupaten Banyumas sebesar 6,91 % dengan DM tipe 2, dan 1,14% dengan DM tipe 1. Data kunjungan penderita di wilayah kerja Puskesmas I Kembaran pada tahun 2012 menduduki peringkat kedua diseluruh Puskesmas Kabupaten Banyumas, dengan data
kunjungan penderita sebanyak 120 orang.
Hasil studi pendahuluan penelitian di Puskesmas I Kembaran yang wilayah kerjanya meliputi Desa Tambaksari, Desa Bantarwumi, Desa Dukuhwaluh, Desa Karangsoka, Desa Karangsari, Desa Kembaran, Desa Purbadana, dan Desa Linggasari menunjukkan angka penderita DM tipe 2 tahun sejumlah 56 orang dengan kunjungan sebanyak 73 kali terhitung sejak bulan Maret hingga September tahun 2013. DM dapat mengakibatkan komplikasi apabila tidak ditangani dengan benar. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu nefropati, retinopati, penyakit arteri coroner, penyakit serebrovaskuler, dan
pembuluh vaskuler perifer (Smeltzer & Bare, 2002). Komplikasi penyakit DM tersebut akan memberikan efek pada kualitas hidup penderita. Kemudian kualitas hidup akan mempengaruhi kesehatan penderita secara umum (Odilli, 2010). Penurunan kualitas hidup mempunyai hubungan yang signifikan terhadap angka kesakitan dan kematian, serta mempengaruhi usia harapan hidup penderita DM (Isa & Baiyewu, 2006).
Kualitas hidup merupakan suatu kesejahteraan yang dirasakan oleh seseorang dan berasal dari kepuasan atau ketidakpuasan dengan bidang kehidupan yang penting bagi mereka. Persepsi subyektif tentang kepuasan terhadap berbagai aspek kehidupan dianggap penentu utama dalam penilaian kualitas hidup, karena kepuasan merupakan pengalaman kognitif yang menggambarkan penilaian terhadap kondisi kehidupan yang stabil dalam jangka waktu lama. Kualitas hidup yang baik pada penderita DM merupakan perasaan puas dan bahagia akan hidupnya secara umum khususnya hidup dengan DM
tersebut ( Kurniawan, 2008).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2013 pada 10 penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran, terdapat 80 % penderita DM tipe 2 yang menunjukan kurangnya kepuasaan hidup terhadap hal-hal penting seperti kesehatan fisik, kesehatan psikologis, tingkat aktifitas, hubungan sosial, dan lingkungan. Hal tersebut ditandai dengan pernyataan penderita bahwa tidak puas dengan pengobatan yang sudah dilakukan, sering merasa lelah, tidak dapat melakukan aktivitas sesuai apa yang diinginkan oleh penderita, dan sering takut mengalami komplikasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Karwaji (2013), memperlihatkan bahwa kualitas hidup penderita DM mempunyai hubungan dengan peran keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Steptoe et al. (2004) dalam Karwaji
(2013) menyatakan bahwa tanpa adanya peran keluarga dan kesendirian
merupakan faktor risiko terjadinya sakit mental dan fisik.
Keluarga akan mempengaruhi kualitas hidup pada penderita DM tipe 2. Terdapat hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya dimana peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga, mulai dari strategi-strategi pencegahan penyakit hingga fase rehabilitasi (Friedman, 1998 dalam Nadirawati, 2011).
Sikap dan perilaku keluarga dalam perawatan penderita DM juga
merupakan komponen-komponen yang berasal dari keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan penderita DM. Sikap merupakan sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2010). Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) sehingga sikap dikatakan sebagai reaksi tertutup
(Notoatmodjo, 2010). Sedangkan perilaku itu sendiri merupakan semua kegiatan
atau aktivitas manusia (Notoatmodjo, 2007). Sikap dan perilaku keluarga dimungkinkan dapat berhubungan dengan kualitas hidup pada penderita DM tipe 2.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 4 Oktober 2013 pada 10 keluarga penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran, terdapat 80 % keluarga penderita memiliki sikap keluarga yang kurang yaitu sering kali membiarkan penderita memilih makanan sesuka hati yang tidak sesuai terapi diit yang dilakukan, dan meyakini bahwa olahraga teratur tidak membawa pengaruh yang besar terhadap kesembuhan penderita. Keluarga penderita memiliki perilaku keluarga yang kurang yaitu keluarga tidak mengingatkan jika penderita tidak melakukan pengecekan kesehatan secara rutin ke pelayanan
kesehatan.
Keluarga merupakan sistem dasar dimana perilaku sehat dan perawatan kesehatan menjadi fokus utama untuk meningkatkan derajat kesehatan para anggotanya (Friedman, 2010). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang sikap dan perilaku keluarga terhadap kualitas penderita DM tipe 2.
B. Rumusan Masalah
Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit kronik yang sulit untuk disembuhkan secara total. Angka kejadian di setiap tahunnya mengalami peningkatan. Jika tidak ada penanganan pada penderita DM, maka akan
mengakibatkan terjadinya komplikasi seperti retinopati, neuropati, dan nefropati. Kualitas hidup penderita DM dapat mengalami penurunan akibat komplikasi tersebut. Sikap dan perilaku keluarga dimungkinkan dapat berhubungan dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah
“Apakah ada hubungan antara sikap dan perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran ?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara sikap dan perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja
Puskesmas I Kembaran. 2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan).
b. Mengetahui sikap keluarga penderita DM Tipe 2. c. Mengetahui perilaku keluarga penderita DM Tipe 2. d. Mengetahui kualitas hidup penderita DM Tipe 2.
e. Menganalisis hubungan sikap keluarga dengan kualitas hidup penderita DM Tipe 2.
f. Menganalisis hubungan perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM Tipe 2.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan memiliki manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut:
a. Bagi instansi pelayanan kesehatan
Sebagai pedoman bagi pengelolaan penderita DM tipe 2 agar melibatkan keluarga.
b. Bagi masyarakat
Sebagai informasi bahwa keluarga menjadi faktor penting dalam mengelola masalah DM tipe 2.
c. Bagi bidang penelitian
Sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian-penelitian untuk meningkatkan kualitas hidup penderita DM tipe 2.
d. Bagi pendidikan
Dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya dalam keperawatan keluarga untuk lebih memahami sikap dan perilaku keluarga terhadap penderita DM dalam peningkatan kualitas hidup penderita.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian tentang kualitas hidup penderita DM yang sudah dilakukan sebagai berikut:
1. Penelitian Yusra (2011), hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di poliklinik penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta, subyeknya yaitu penderita DM yang menjalani rawat jalan di RS Umum Fatmawati Jakarta. Penelitian menjelaskan bahwa dukungan keluarga diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM
tipe 2. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara dukungan keluarga ditinjau dari 4 dimensi (emosional, penghargaan, instrumental, informasi) dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Desain dalam penelitian ini adalah analitik crossectional dengan jumlah sampel 120 pasien DM tipe 2. Analisis data menggunakan koefisien korelasi pearson, uji t-independen dan regresi linier berganda. Hasil penelitian didapatkan variabel yang berkaitan dengan kualitas hidup yaitu
usia ( p value 0,034; α 0,05), pendidikan ( p value 0,001; α 0,05) dan komplikasi ( p value 0,001; α 0,05). Terdapat hubungan antara dukungan keluarga yang ditinjau dari empat dimensi dengan kualitas hidup ( p value 0,001; α 0,05). Peningkatan satu satuan dukungan keluarga akan meningkatkan kualitas hidupnya sebesar 35% setelah dikontrol oleh pendidikan dan komplikasi DM.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Yusra (2011) adalah penggunaan kualitas hidup penderita DM tipe 2 sebagai variabel terikat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yusra (2011) yaitu variabel bebas yang digunakan. Variabel bebas dalam penelitian Yusra (2011) yaitu dukungan keluarga, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini yaitu sikap dan perilaku keluarga. Perbedaan lainnya yaitu dalam hal tempat dan responden dalam penelitian.
2. Penelitian Nidya (2008) tentang hubungan antara sikap, perilaku, dan
PKU Muhammadiyah Yogyakarta bulan Januari-Juli 2008. Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran dari sikap, perilaku, dan partisipasi keluarga penderita DM tipe 2 terhadap penatalaksanaan kadar gula darah penderita DM tipe 2. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-analitik dan menggunakan rancangan dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian adalah pasien DM tipe 2 RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dari bulan Januari-Juli 2008 sebanyak 70 orang. Jumlah responden dalam penelitian sebanyak 35 orang. Pengumpulan data dengan kuesioner dan rekam medik. Analisa data menggunakan uji statistik Chi-Square dengan taraf signifikan p<0,05. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu sikap, perilaku, dan partisipasi keluarga menurut pasien. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar gula darah sewaktu menggunakan sampel darah kapiler penderita DM tipe 2. Cara pengumpulan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan metode kuesioner dan wawancara yang dilakukan terhadap penderita DM tipe 2. Kuesioner ini berisi sejumlah pertanyaan untuk mendapatkan data mengenai sikap, perilaku, dan partisipasi keluarga penderita DM tipe 2. Data sekunder dilakukan dengan cara mengutip dari status penderita pada catatan medik penderita untuk mendapatkan variabel kadar gula darah sewaktu penderita DM tipe 2. Kadar gula darah sewaktu penderita DM tipe 2 selama tiga bulan terakhir control diambil kemudian dihitung reratanya. Untuk menganalisis hubungan antara sikap, perilaku, dan partisipasi keluarga terhadap kadar gula darah penderita DM tipe 2 digunakan uji Chi-Square dengan α = 0,05 dan
tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji statistik Chi-Square yang menghubungkan antara sikap, perilaku, dan partisipasi keluarga penderita DM tipe 2 terhadap kadar gula darah, ternyata masing-masing memberikan hasil yang tidak bermakna. Pada tabel 8
diperoleh X2=3,157 dan p>0,05, pada tabel 9 diperoleh X2=1,446 dan p>0,05
dan pada tabel 10 diperoleh X2=2,485 dan p>0,05. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pengendalian kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 tidak dapat diprediksi berdasarkan sikap, perilaku, dan partisipasi keluarga. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Nidya (2008) adalah penggunaan sikap dan perilaku keluarga sebagai variabel bebasnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nidya (2008) yaitu variabel terikat yang digunakan. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kualitas hidup penderita DM tipe 2, sedangkan variabel terikat dalam penelitian Nidya (2008) adalah kadar gula darah penderita DM tipe 2. Perbedaan lainnya adalah tempat dan responden pada masing-masing penelitian.
3. Penelitian Karwaji (2013) tentang hubungan peran keluarga terhadap kualitas
hidup penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas Purwokerto II Utara. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan antara peran keluarga terhadap kualitas hidup pasien penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas Purwokerto Utara II. Dengan menggunakan desain crossectional , menggunakan purposive sampling , yaitu 34 keluarga dengan DM. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner Quality of Life (QoL) yaitu secara luas terpakai dan divalidasi kemudian dianalisis oleh WHO. Analisis data
menggunakan uji
menggunakan uji Chi-Square.Chi-Square. Hasil menunjukan bahwa karakteristik dari Hasil menunjukan bahwa karakteristik dari jenis
jenis kelamin kelamin adalah adalah perempuan, perempuan, rata-rata rata-rata 59,47 59,47 tahun tahun usia, usia, pekerjaan pekerjaan rata- rata-rata adalah ibu rumah tangga (35,3%), pendidikan rata-rata-rata-rata adalah sekolah rata adalah ibu rumah tangga (35,3%), pendidikan rata-rata adalah sekolah dasar (41,2), tidak ada komplikasi (79,4%), dan lama menderita DM 5,71 dasar (41,2), tidak ada komplikasi (79,4%), dan lama menderita DM 5,71 tahun, diketahui bahwa
tahun, diketahui bahwa ρ ρ valuevalue == 0,016 (ρ0,016 (ρ<0,05). Nilai<0,05). Nilai Chi-Square=Chi-Square=0,016,0,016, nilai signifikan=0,05, peran keluarga adalah 52,94% (buruk), kualitas hidup nilai signifikan=0,05, peran keluarga adalah 52,94% (buruk), kualitas hidup adalah 50% (baik). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada hubungan antara adalah 50% (baik). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada hubungan antara peran
peran keluarga keluarga terhadap terhadap kualitas kualitas hidup hidup penderita penderita DM DM tipe tipe 2, 2, sehingga sehingga untukuntuk meningkatkan kualitas hidup penderita sangat dibutuhkan peran keluarga. meningkatkan kualitas hidup penderita sangat dibutuhkan peran keluarga. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Karwaji (2013) yaitu kualitas Persamaan penelitian ini dengan penelitian Karwaji (2013) yaitu kualitas hidup penderita DM tipe 2 digunakan sebagai variabel terikat. Perbedaan hidup penderita DM tipe 2 digunakan sebagai variabel terikat. Perbedaan penelitian ini
penelitian ini dengan pendengan penelitian Karwaji (2013) elitian Karwaji (2013) adalah adalah dalam hal dalam hal penggunaanpenggunaan variabel bebas.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sikap dan perilaku variabel bebas.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sikap dan perilaku keluarga, sedangkan variabel bebas dalam penelitian Karwaji (2013) adalah keluarga, sedangkan variabel bebas dalam penelitian Karwaji (2013) adalah peran
peran keluarga. keluarga. Selain Selain itu, itu, perbedaan perbedaan lain lain dari dari masing-masing masing-masing penelitianpenelitian menggunakan tempat dan responden yang berbeda pula.
BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A.
A. Landasan TeoriLandasan Teori
1.
1. Diabetes MellitusDiabetes Mellitus a.
a. Definisi Diabetes MellitusDefinisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang disebabkan karena keadaan hiperglikemia (kadar gula metabolik yang disebabkan karena keadaan hiperglikemia (kadar gula dalam darah meningkat). Penyakit ini sendiri sering disebut sebagai
dalam darah meningkat). Penyakit ini sendiri sering disebut sebagai thethe
great
great imitator imitator , karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan (Sherwood, 2011).
dan menimbulkan berbagai macam keluhan (Sherwood, 2011).
DM disebabkan oleh kelainan sekresi insulin atau kerja insulin. DM disebabkan oleh kelainan sekresi insulin atau kerja insulin. Insulin adalah hormon atau cairan kimia yang mengatur dan Insulin adalah hormon atau cairan kimia yang mengatur dan mengendalikan fungsi tubuh tertentu. Insulin dihasilkan oleh pankreas, mengendalikan fungsi tubuh tertentu. Insulin dihasilkan oleh pankreas, sebuah kelenjar buntu yang kecil terdapat tepat di bawah lambung. Di sebuah kelenjar buntu yang kecil terdapat tepat di bawah lambung. Di dalam pank
dalam pank reas itu, terdapat “selreas itu, terdapat “sel--sel beta” yang khas disebut pulausel beta” yang khas disebut pulau-pulau-pulau
Langerhans mengeluarkan insulin langsung ke aliran darah
Langerhans mengeluarkan insulin langsung ke aliran darah
mengendalikan jumlah glukosa di dalam darah (Johnson, 1998). mengendalikan jumlah glukosa di dalam darah (Johnson, 1998).
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amin), namun pada penderita DM proses ini glukosa baru dari asam-asam amin), namun pada penderita DM proses ini akan menimbulkan hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa darah akan menimbulkan hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM penyaring dan diagnosis DM
(dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta : (dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2009)
Balai Penerbit FK UI, 2009)
Adanya kadar glukosa yang meningkat secara abnormal Adanya kadar glukosa yang meningkat secara abnormal merupakan kriteria yang menjadi penegakan diagnosis DM. Uji merupakan kriteria yang menjadi penegakan diagnosis DM. Uji diagnostik DM dilakukan pada individu yang menunjukkan gejala atau diagnostik DM dilakukan pada individu yang menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi pasien yang tidak bergejala yang mempunyai risiko DM mengidentifikasi pasien yang tidak bergejala yang mempunyai risiko DM (Smeltzer & Bare, 2002).
(Smeltzer & Bare, 2002).
Tabel 2.2 Kriteria diagnosis Diabetes Mellitus Tabel 2.2 Kriteria diagnosis Diabetes Mellitus
No.
No. Kriteria DiagKriteria Diagnosis nosis KeteranganKeterangan 1.
1. Gejala Gejala klasik klasik DM DM dandan glukosaplasma
glukosaplasma sewaktu ≥ 200 mg/dl sewaktu ≥ 200 mg/dl
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan
pemeriksaan sesaat sesaat pada pada suatu suatu hari hari tanpatanpa memperhatik
memperhatikan waktu an waktu makan terakhir.makan terakhir. 2.
2. Gejala Gejala klasik klasik DM DM dandan glukosa plasma puasa ≥ glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl
126 mg/dl
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
tambahan sedikitnya 8 jam
3.
3. Glukosa Glukosa plasma plasma 2 2 jamjam pada
pada TTGO TTGO ≥ ≥ 200200 mg/dl
mg/dl
TTGO dilakukan dengan standar WHO, TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
dilarutkan ke dalam air
(dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta : (dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2009).
Balai Penerbit FK UI, 2009).
Jenis
Jenis Pengukuran Pengukuran Jenis Jenis Sampel Sampel Darah Darah BukanBukan DM DM Belum Belum Pasti DM Pasti DM DM DM
Kadar glukosa darah Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) sewaktu (mg/dl) Plasma vena Plasma vena Darah kapiler Darah kapiler < 110 < 110 < 90 < 90 110-199 110-199 90-199 90-199 ≥ 200 ≥ 200 ≥ 200 ≥ 200
Kadar glukosa darah Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) puasa (mg/dl) Plasma vena Plasma vena Darah kapiler Darah kapiler < 110 < 110 < 90 < 90 110-125 110-125 90-105 90-105 ≥ 126 ≥ 126 ≥ 110 ≥ 110
Tanda dan gejala pada penyakit DM menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011 adalah sebagai berikut:
1) Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)
2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipotonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran Anti Diuretic Hormone (ADH) dan menimbulkan rasa
haus.
3) Polifagia (peningkatan rasa lapar)
4) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mucus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
5) Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul
Kelainan kulit berupa gatal-gatal, biasanya terjadi di lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.
6) Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati 7) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita DM bahan
protein
protein banyak banyak diformulasikan diformulasikan untuk untuk kebutuhan kebutuhan energi energi sel sel sehinggasehingga bahan
bahan yang yang dipergunakan dipergunakan untuk untuk penggantian penggantian jaringan jaringan yang yang rusakrusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita DM.
penderita DM. 8)
8) Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensiPada laki-laki terkadang mengeluh impotensi
Penderita DM mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat Penderita DM mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat kerusakan testoteron dan sistem yang berperan.
kerusakan testoteron dan sistem yang berperan. 9)
9) Mata kaburMata kabur
Disebabkan oleh katarak atau gangguan refraksi perubahan pada lensa Disebabkan oleh katarak atau gangguan refraksi perubahan pada lensa oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan pada korpus vitreum. oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan pada korpus vitreum. b.
b. Klasifikasi DMKlasifikasi DM
Menurut Smeltzer & Bare (2002), diabetes mellitus ini terdapat Menurut Smeltzer & Bare (2002), diabetes mellitus ini terdapat beberapa klasifikasinya yakni sebagai berikut:
beberapa klasifikasinya yakni sebagai berikut: 1)
1) DM tergantung insulin (DM tipe 1). Diabetes mellitus ini dikenalDM tergantung insulin (DM tipe 1). Diabetes mellitus ini dikenal sebagai tipe
sebagai tipe juvenileonist juvenileonist dan tipe dependen insulin yang dapat terjadi dan tipe dependen insulin yang dapat terjadi disembarang usia. DM tipe ini terjadi akibat tubuh tidak mampu disembarang usia. DM tipe ini terjadi akibat tubuh tidak mampu memproduksi insulin sama sekali. Hal tersebut dikarenakan adanya memproduksi insulin sama sekali. Hal tersebut dikarenakan adanya disfungsi proses autoimun dengan kerusakan sel-sel beta. Kemudian disfungsi proses autoimun dengan kerusakan sel-sel beta. Kemudian penyebab
penyebab lainnya lainnya yaitu yaitu idiopatik, idiopatik, tidak tidak ada ada bukti bukti adanya adanya autoimunautoimun dan tidak diketahui sumbernya.
dan tidak diketahui sumbernya. 2)
2) DM tak tergantung insulin (DM tipe 2). Dikenal sebagai tipe nonDM tak tergantung insulin (DM tipe 2). Dikenal sebagai tipe non dependen insulin. Dimana tubuh tidak dapat memproduksi insulin dependen insulin. Dimana tubuh tidak dapat memproduksi insulin
sebagaimana mestinya. Pada diabetes ini terdapat dua masalah utama sebagaimana mestinya. Pada diabetes ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan yang berhubungan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Insulin yang dihasilkan tidak terikat oleh reseptor sekresi insulin. Insulin yang dihasilkan tidak terikat oleh reseptor khusus pada permukaan sel. Pada tipe ini tidak terjadi ketoasidosis khusus pada permukaan sel. Pada tipe ini tidak terjadi ketoasidosis diabetikum karena masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat diabetikum karena masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
menyertainya. 3)
3) DM kehamilan atauDM kehamilan atau Gestasional Onset Diabetes Mellitus (GODM Gestasional Onset Diabetes Mellitus (GODM ).). GODM ini terjadi pada wanita yang tidak menderita DM sebelum GODM ini terjadi pada wanita yang tidak menderita DM sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Semua wanita hamil harus menjalani hormon-hormon plasenta. Semua wanita hamil harus menjalani skrining pada usia kehamilan 24 hingga 27 minggu untuk mendeteksi skrining pada usia kehamilan 24 hingga 27 minggu untuk mendeteksi kemungkinan diabetes. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah kemungkinan diabetes. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada
pada wanita wanita yang yang menderita menderita diabetes diabetes gestasional gestasional akan akan kembalikembali normal. Walaupun begitu, banyak wanita yang mengalami diabetes normal. Walaupun begitu, banyak wanita yang mengalami diabetes gestasional ternyata kemudian hari menderita diabetes tipe 2. Oleh gestasional ternyata kemudian hari menderita diabetes tipe 2. Oleh karena itu, semua wanita yang menderita diabetes gestasional harus karena itu, semua wanita yang menderita diabetes gestasional harus mendapatkan konseling guna mempertahankan berat badan idealnya mendapatkan konseling guna mempertahankan berat badan idealnya dan melakukan latihan secara teratur sebagai upaya untuk dan melakukan latihan secara teratur sebagai upaya untuk menghindari awitan diabetes tipe 2.
menghindari awitan diabetes tipe 2. 4)
4) DM tipe lain dapat disebabkan oleh sindrom atau kelainan lain,DM tipe lain dapat disebabkan oleh sindrom atau kelainan lain, infeksi, obat atau zat kimia, pankreatektomi, insufisiensi pankreas infeksi, obat atau zat kimia, pankreatektomi, insufisiensi pankreas akibat pankreatitis, dan gangguan endokrin.
c.
c. Faktor risiko terjadinya DMFaktor risiko terjadinya DM 1)
1) UsiaUsia
Penelitian antara umur terhadap kejadian DM menunjukan adanya Penelitian antara umur terhadap kejadian DM menunjukan adanya hubungan yang signifikan. Kelompok umur dibawah 40 tahun hubungan yang signifikan. Kelompok umur dibawah 40 tahun merupakan kelompok yang kurang berisiko menderita DM tipe 2. merupakan kelompok yang kurang berisiko menderita DM tipe 2. Risiko pada kelompok ini 72,0% lebih rendah dibandingkan Risiko pada kelompok ini 72,0% lebih rendah dibandingkan kelompok umur ≥40 tahun. Hal ini disebabkan adanya peningkatan kelompok umur ≥40 tahun. Hal ini disebabkan adanya peningkatan intoleransi glukosa. Selain itu pada individu usia lebih tua terdapat intoleransi glukosa. Selain itu pada individu usia lebih tua terdapat penurunan
penurunan aktivitas mitokondria aktivitas mitokondria di sel-sel di sel-sel otot sebesar otot sebesar 35,0%. Hal 35,0%. Hal iniini berhubungan
berhubungan dengan dengan peningkatan peningkatan kadar kadar lemak lemak di di otot otot sebesar 30,0sebesar 30,0%,%, dan memicu terjadinya resistensi insulin (Potter & Perry, 2006).
dan memicu terjadinya resistensi insulin (Potter & Perry, 2006). 2)
2) Jenis kelaminJenis kelamin
Berdasarkan penelitian
Berdasarkan penelitian Santono, Lian Santono, Lian & Yudi & Yudi (2006) dalam (2006) dalam KarwajiKarwaji (2013), angka kejadian DM tipe 2 pada wanita lebih tinggi dari (2013), angka kejadian DM tipe 2 pada wanita lebih tinggi dari laki-laki. Wanita lebih berisiko mengalami peningkatan indeks massa laki. Wanita lebih berisiko mengalami peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar. Selain itu pada perempuan memiliki tingkat tubuh yang lebih besar. Selain itu pada perempuan memiliki tingkat kecemasan atau stress yang lebih tinggi dari laki-laki. Pada kondisi kecemasan atau stress yang lebih tinggi dari laki-laki. Pada kondisi stres, hormon stres yang berada dalam tubuh akan dikeluarkan yang stres, hormon stres yang berada dalam tubuh akan dikeluarkan yang kemudian dapat mempengaruhi peningkatan kadar gula darah kemudian dapat mempengaruhi peningkatan kadar gula darah (Smeltzer & Bare, 2001).
(Smeltzer & Bare, 2001). 3)
3) PendidikanPendidikan
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian DM tipe 2. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian DM tipe 2. Orang dengan pendidikan yang tinggi biasanya akan memiliki Orang dengan pendidikan yang tinggi biasanya akan memiliki
pengetahuan tentang kesehatan yang memadai. Dengan adanya pengetahuan tersebut orang akan memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya. Penelitian yang dilakukan oleh Yusra (2011) mengatakan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku seseorang dalam mencari perawatan dan pengobatan penyakit yang dideritanya, serta memilih dan memutuskan tindakan terapi yang akan dijalani untuk mengatasi masalah kesehatannya. Dalam penelitian Gautam et al (2009) dalam Yusra (2011) juga didapatkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah berhubungan dengan kejadian DM. 4) Aktifitas
Menurut Trisnawati (2012), kurangnya aktifitas fisik juga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya DM tipe 2, dikarenakan aktifitas fisik yang rendah tidak dapat mengontrol gula darah dengan baik. Aktifitas fisik yang rendah dapat mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin, sehingga dapat meningkatkan kadar gula dalam darah yang nantinya dapat menyebabkan terjadinya DM (Kurniawan, 2010).
5) Obesitas
Menurut Wiardani (2007) menyatakan bahwa kelompok obesitas mempunya risiko DM lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang memiliki IMT normal.
d. Komplikasi kronik DM dapat menyerang semua sistem organ dalam tubuh. Kategori komplikasi kronik DM meliputi:
1) Mikrovaskuler a) Nefropati
Penyakit DM turut menyebabkan kurang lebih 25% dari pasien- pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang memerlukan dialisis atau transplantasi setiap tahunnya di Amerika Serikat. Penderita DM memiliki risiko sebesar 20% hingga 40% menderita penyakit ginjal. Penderita DM tipe 1 sering memperlihatkan tanda-tanda permulaan penyakit ginjal setelah 15 hingga 20 tahun kemudian, sementara pasien DM tipe 2 dapat terkena penyakit ginjal dalam waktu 10 tahun sejak diagnosis diabetes ditegakkan. Banyak pasien DM tipe 2 ini sudah menderita diabetes selama bertahun-tahun sebelum penyakit tersebut didiagnosis dan diobati. b) Retinopati
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata. Retina mata merupakan bagian yang menerima bayangan dan mengirimkan informasi tentang bayangan tersebut ke otak. Retinopati diabetik bukan merupakan satu-satunya komplikasi DM yang dapat mengganggu penglihatan. Katarak, hipoglikemia dan hiperglikemia, neuropati, dan glaukoma dapat mengganggu penglihatan juga.
c) Neuropati
Neuropati dapat menyerang semua tipe saraf bergantung pada lokasi sel saraf yang terkena. Dua tipe neuropati yang paling
sering dijumpai yaitu polineuropati sensorik (gejalanya rasa tertusuk, kesemutan, kaki terasa baal dan rasa terbakar) dan neuropati otonom (kardiovaskuler, gastrointestinal, urinarius, kelenjar adrenal, neuropati sudomotorik, dan disfungsi seksual). 2) Makrovaskuler
a) Penyakit arteri koroner
Penyakit DM cenderung untuk mengalami komplikasi akibat infark miokard. Penyakit arteri koroner menyebabkan 50% hingga 60% dari semua kematian pada pasien DM .
b) Penyakit Serebrovaskuler
Perubahan arterosklerosis dalam pembuluh darah serebral akan menimbulkan serangan iskemia dan stroke. Kesembuhan serangan stroke dapat menjadi hambatan pada pasien dengan kadar glukosa darah yang tinggi.
c) Pembuluh vaskular perifer
Tanda dan gejala penyakit ini seperti berkurangnya denyut nadi perifer dan nyeri pantat atau betis ketika berjalan (Smeltzer &
Bare, 2002).
Berbagai komplikasi dapat terjadi lebih buruk lagi jika tidak diberikan penanganan DM tersebut. Penanganan DM memiliki tujuan akhir yaitu turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
e. Penatalaksanaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemia oral (OHO), dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan (PERKENI, 2011).
Menurut PERKENI (2011), penatalaksanaan DM terdiri dari 4 pilar mencakup edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani, dan terapi
farmakologis. 1) Edukasi
DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang DM memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Edukasi yang dapat diberikan yaitu tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hiperglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri setelah mendapat pelatihan khusus.
2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)
TNM merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Setiap penyandang DM sebaiknya mendapat TNM sesuai kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang DM perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. 3) Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
jalan kaki, bersepeda santai, jogging , dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relative sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.
4) Terapi farmakologis
a) Berdasarkan cara kerjanya, obat hiperglikemia oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan yaitu pemicu sekresi insulin (insulin
secretagogue) : sulfoniurea dan ginid, peningkat sensitivitas
terhadap insulin : metformin dan tiazolidindion, penghambat gluconeogenesis: metformin, penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa, dan DPP-IV inhibitor.
b) Terapi insulin
Pada DM tipe 1, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin. Dengan demikian, insulin eksogenus harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada DM tipe 2, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan OHO tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien DM tipe 2 yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer
selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya.
Selain itu terdapat program dari Asuransi Kesehatan yang terbilang masih baru yang disebut Program Penanggulangan Penyakit Kronis (Prolanis) (PERKENI, 2011). Dalam program ini lebih berfokus dalam promotif dan preventif untuk pemeliharaan kesehatan. Pasien yang memenuhi kriteria akan menjalani pemeriksaan kesehatan (medical check-up) terseleksi. Semua penyakit, khusunya DM yang ditemukan pada peserta Asuransi Kesehatan akan ditata laksana. Untuk penanganan jangka panjang, peserta tersebut akan dialihkan ke dokter keluarga yang akan memberikan penyuluhan, memberikan obat yang efektif, memastikan pengobatan teratur, memberika informasi, serta melakukan pengawasan lebih lanjut.
2. Kualitas Hidup Penderita DM
Menurut WHO dalam Skevington (2004), kualitas hidup merupakan persepsi seseorang tentang posisinya dalam hidup dalam kaitannya dengan budaya dan sistem tata nilai dimana ia tinggal dalam hubungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal menarik lainnya. Selain itu, menurut WHO dalam Skevington (2004) juga mendefinisikan kualitas hidup sebagai suatu kesejahteraan yang dirasakan oleh seseorang dan berasal dari kepuasan atau ketidakpuasan dengan bidang kehidupan yang penting bagi mereka. Kualitas hidup yang baik pada penderita DM merupakan perasaan puas dan
bahagia akan hidupnya secara umum khususnya hidup dengan DM tersebut (Kurniawan, 2008).
Menurut Post, Witte, dan Schrijvers (1999), ada tiga cara yang dapat digunakan untuk mengoperasionalkan konsep dari kualitas hidup yaitu melihat kualitas hidup sebagai kesehatan, sebagai kesejahteraan, dan sebagai konstruk yang bersifat global ( superordinate construct ).
Secara umum terdapat 5 bidang (domain) yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO dalam Silitonga (2007), bidang tersebut adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologik, keleluasaan aktifitas, hubungan sosial dan lingkungan, sedangkan secara rinci bidang-bidang yang termasuk kualitas hidup adalah sebagai berikut:
a. Kesehatan fisik ( physical health): kesehatan umum, nyeri, energi dan vitalitas, aktifitas seksual, tidur dan istirahat.
b. Kesehatan psikologis ( psychological health): cara berpikir, belajar memori dan konsentrasi.
c. Tingkat aktifitas (level of independence): mobilitas, aktifitas sehari-hari, komunikasi, kemampuan kerja.
d. Hubungan sosial ( sosial relationship): hubungan sosial, dukungan sosial. e. Lingkungan (environment ), keamanan, lingkungan rumah, kepuasan
kerja.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita DM tipe 2 yaitu sebagi berikut:
a. Usia
DM tipe 2 merupakan jenis DM yang paling banyak jumlahnya yaitu sekitar 90-95% dari seluruh penyandang DM dan banyak dialami oleh dewasa diatas 40 tahun. Hal ini disebabkan resistensi insulin pada DM tipe 2 cenderung meningkat pada lansia 40-65, riwayat obesitas dan adanya faktor ketutunan. Setelah memasuki tahap usia pertengahan, lansia
mempunyai kebutuhan dalam menjaga kesehatan. Sehingga usia
mempengaruhi seseorang dalam menerima perubahan kondisi sakit dan datang ke pelayanan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Jenis kelamin
DM memberikan efek yang kurang baik terhadap kualitas hidup. Wanita mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dengan penderita laki-laki secara bermakna (Gutam et al, 2009 dalam Yusra 2011). Dalam penelitian Wu (2007) dalam Yusra (2011), penderita DM laki-laki lebih banyak mendapatkan dukungan dari keluarga, sehingga penderita DM laki-laki memiliki kualitas hidup yang lebih baik dari penderita wanita.
c. Tingkat pendidikan
Kualitas hidup yang rendah juga signifikan berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah dan kebiasaan aktifitas fisik yang kurang baik. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi penderita dalam mengatur dirinya sendiri (Gautman et al, 2009 dalam Yusra 2011).
d. Status sosial ekonomi
Menurut Isa & Baiyewu (2006), pendapatan yang rendah berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup penderita DM.
e. Lama menderita DM
Pada penelitian Fisher (2005) dalam Yusra (2011), responden yang baru menderita DM selama 4 bulan sudah menunjukan efikasi diri yang baik tentunya perawatan diri pasien juga akan baik sehinga mampu mempertahankan kualitas hidup yang lebih baik juga. Sedangkan penelitian Wu et al (2006) dalam Yusra (2011) menemukan bahwa pasien yang menderita DM ≥11 tahun memiliki efikasi diri yang baik daripada pasien yang menderita DM <10 tahun. Hal ini disebabkan karena pasien
telah berpengalaman mengelola penyakitnya dan memiliki koping yang baik.
f. Komplikasi DM
Komplikasi seperti halnya hipoglikemia merupakan keadaan gawat darurat yang dapat terjadi pada perjalanan penyakit DM. Isa & Baiyewu, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pada umumnya pasien DM tipe 2 menunjukan kualitas hidup yang cukup baik berdasarkan kuesioner WHO tentang kualitas hidup. Kualitas hidup yang rendah dihubungkan dengan berbagai komplikasi dari DM tipe 2 seperti gagal ginjal, katarak, penyakit jantung, gangren.
3. Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari setiap anggota keluarga. Peran keluarga diharapkan dapat meningkatkan perawatan bagi penderita DM memenuhi kebutuhannya sehari-hari
(Friedman, 2010).
Penggolongan keluarga didasarkan kepada pemenuhan kebutuhan primer, sekunder, dan tersier (Triyanto, 2011). Lebih jelasnya akan diuraikan berikut ini:
a. Keluarga Sejahtera
Keluarga yang dibentuk atas dasar perkawinan sah mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan serasi selaras, dan seimbang antaranggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Tujuan keperawatan pada keluarga ini adalah meningkatkan pengetahuan keluarga tentang masalah yang dihadapi, kemampuan keluarga dalam menganalisis potensi dan peluang yang dimilikinya, kemauan masyarakat dalam memecahkan masalahnya secara mandiri, kegotongroyongan dan kesetiakawanan sosial dalam membantu keluarga, khususnya keluarga prasejahtera untuk meningkatkan kesejahteraannya.
b. Keluarga Pra Sejahtera
Keluarga prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal. Pada keluarga prasejahtera, kebutuhan dasar belum sepenuhnya terpenuhi, yaitu melaksanakan ibadah menurut agamanya oleh masing-masing anggota keluarga, umumnya seluruh anggota keluarga dalam sehari makan dua kali atau lebih, seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas di rumah, bekerja, sekolah, dan berpergian, lantai rumah terluas lantai tanah, dan bila
ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke pelayanan kesehatan. c. Keluarga Sejahtera II
Keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, misalnya kebutuhan untuk menabung dan perolehan informasi.
d. Keluarga Sejahtera III
Keluarga sejahtera III adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumber yang teratur bagi masyarakat, misalnya
sumbangan materi dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. e. Keluarga Sejahtera III Plus
Keluarga sejahtera III plus adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan serta telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif
dalam kegiatan kemasyarakatan. Kebutuhan fisik, sosial psikologis, dan pengembangan telah terpenuhi, serta memiliki kepedulian sosial yang
tinggi.
4. Sikap dan Perilaku a. Sikap
Sikap manusia atau sikap telah didefinisikan dalam berbagai versi oleh para ahli. Berkowitz bahkan menemukan adanya lebih dari 30 definisi sikap. Puluhan definisi dan pengertian itu pada umumnya dapat dimasukkan ke dalam salah satu diantara tiga kerangka pemikiran (Azwar, 2007).
Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone (1928; salah seorang tokoh terkenal dibidang pengukuran sikap), Rensis Likert (1932; seorang pionir di bidang pengukuran sikap), dan Charles Osgood (Azwar, 2007). Menurut mereka, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak ( favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Azwar, 2007).
Kelompok pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli seperti Chave (1928), Bogardus (1931), LaPierre (1934), Mead (1934), dan Gordon Allport ( 1935), sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu (Azwar, 2007). Kelompok ketiga menurut Secord & Backman (1964), sikap sebagai
keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afektif), pemikiran (kognitif), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar, 2007).
Menurut Alloprt (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok yakni:
1). Kepercayaan atau keyakinan ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. Sikap orang terhadap penyakit DM misalnya, berarti bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit
DM.
2). Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. Seperti contoh, bagaimana orang menilai terhadap penyakit DM, apakah DM yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan.
3). Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya tentang contoh sikap terhadap penyakit DM di atas, adalah apa yang dilakukan seseorang jika ia menderita penyakit DM.
Gambar 2.1. Konsepsi Skematik Rosenberg & Hovland mengenai Sikap (diadaptasi dari Fishbein & Ajzen, 1975 hal 340 dalam Azwar, 2007)
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang di alami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Interaksi sosial yaitu meliputi hubungan antar individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya (Azwar, 2007).
Stimulus Sikap Afek Perilaku Kognisi Respon saraf simpatik Pernyataan lisan tentang afek Respon perseptual Pernyataan lisan tentang keyakinan Tindakan yang tampak Pernyataan lisan mengenai perilaku
Berbagai tingkatan sikap yaitu sebagai berikut :
a) Menerima (receiving ), diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
b) Merespon (responding ), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini, karena dengan suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan ini benar atau salah bahwa orang menerima ide tersebut. c) Menghargai (valuing ), mengajak orang lain untuk mengerjakan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.
d) Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap.
b. Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua mahkluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung (Notoatmodjo, 2007)
Faktor penentu perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor. Faktor-faktor yang
membentuk perilaku tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar. 2.2. Skema Perilaku (Notoatmodjo, 2010)
Faktor pengalaman, keyakinan, lingkungan fisik, sarana prasarana, dan sosio budaya akan menimbulkan pengetahuan, sikap, persepsi, keinginan, kehendak, dan motivasi yang pada gilirannya akan membentuk perilaku manusia (Notoatmodjo, 2010). Beberapa teori lain yang merupakan turunan dari konsep umum tersebut telah dicoba dikembangkan oleh para ahli lain, diantaranya yaitu:
Pengalaman Fasilitas Sosiobuda a EKSTERNAL INTERNAL Persepsi Pengetahuan Keyakinan Keinginan Motivasi Niat Sikap RESPONS PERILAKU
1). Teori ABC (Sulzer, Azaroff, Mayer, 1977 dalam Notoatmodjo, 2010) Teori ABC atau lebih dikenal dengan model ABC ini mengungkapkan bahwa perilaku adalah merupakan suatu proses dan sekaligus hasil
interaksi antara: Antacedent, Behaviour, Concequences. a) Antacendent
Merupakan suatu pemicu yang menyebabkan seorang berperilaku, yakni kejadian-kejadian dilingkungan kita.
b) Behavior
Reaksi atau tindakan terhadap adanya pemicu tersebut. c) Concequences
Kejadian selanjutnya yang mengikuti perilaku atau tindakan tersebut.
2). Teori Thoughs and Feeling
World Health Organization atau WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena 4 alasan pokok, yaitu:
a). Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
b). Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
c). Sikap
Sikap menggambarkan kesiapan seseorang dikarenakan suka atau tidak sukanya terhadap objek.
d). Orang penting sebagai referensi
apabila perilaku seseorang dianggap penting, maka apa yang ia katakan atau perbuatan cenderung untuk dicontoh.
e). Sumber-sumber lain
Sumber daya disini mencakup fasilitas, materiil, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku suatu kelompok masyarakat.
Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini dise but teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons. Skinner membedakan adanya dua respons:
1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons respons yang relative tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau
menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.
2. Operant respons dan instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation dan reinforce, karena memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit, dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.
Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu:
a) Perilaku pemeliharaan kesehatan ( Health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu perilaku pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit bila sakit, dan pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. Kemudian perilaku peningkatan kesehatan, apabila