• Tidak ada hasil yang ditemukan

BROMHIDROSIS PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BROMHIDROSIS PENDAHULUAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BROMHIDROSIS PENDAHULUAN

Bromhidrosis adalah bau yang tidak sedap yang dihasilkan oleh kelenjar keringat yang terjadi pada usia pasca pubertas. Hiperhidrosis adalah suatu kondisi dimana seseorang berkeringat secara berlebihan melebihi volume yang dibutuhkan untuk untuk termoregulasi tubuh.1 Bromhidrosis dapat dibagi menjadi bromhidrosis apokrin dan bromhidrosis ekrin. Bromhidrosis yang paling banyak terjadi adalah bromhidrosis apokrin. Bromhidrosis apokrin biasa terjadi diaksila, kulit kelamin dan payudara. Sekresi kelenjar apokrin berupa cairan berminyak diuraikan oleh bakteri sehingga menghasilkan E-3-methly-2-hexonic acid (E-3M2H) yang mempunyai bau khas. Sedangkan bromhidrosis ekrin dapat terjadi diseluruh permukaan kulit, yang dapat disebabkan oleh konsumsi beberapa jenis makanan seperti bawang putih, alkohol dan gangguan metabolik.1,2

Penatalaksanaan bromhidrosis yaitu dengan konservatif dan tindakan pembedahan. 1,7,10

ETIOPATOGENESIS

Kelenjar sekretori manusia terdiri dari apokrin dan ekrin. Kelenjar apokrin menghasilkan sejumlah kecil cairan berminyak yang tidak berbau saat mencapai permukaan kulit. Bau khas dihasilkan akibat penguraian oleh bakteri terhadap cairan berminyak.1 Aroma tubuh manusia dihasilkan dari kelenjar apokrin walaupun dapat berasal dari sumber lain. Sekresi kelenjar sebasea dan penguraian produk dari keratinisasi, terutama pada hiperhidrosis, dapat menghasilkan bau tidak sedap. Kelenjar apokrin banyak ditemukan di daerah aksila dan genital tetapi juga dapat ditemukan di dada, telinga (kelenjar seruminous), dan area periorbital (kelenjar Moll). Sekresi apokrin berpengaruh terhadap produksi bau melalui aktivitas bakteri terhadap komponen yang dihasilkan. Host di daerah aksila terdiri dari berbagai bakteri, kebanyakan berupa bakteri Gram positif. Beberapa Penelitian menyatakan ada beberapa mikroorganisme yang merupakan flora normal aksila, seperti

(2)

menyebabkan patogenesis dari bromhidrosis apokrin. Penguraian bakteri terhadap sekresi kelenjar apokrin menghasilkan amonia dan asam lemak rantai pendek yang memiliki bau khas yang tajam. Asam yang paling banyak adalah

(E)-3-methyl-2-hexanoic acid (E-3M2H) akan dibawa ke permukaan kulit oleh dua protein pengikat,

yaitu apocrine secretion binding proteins (ASOB 1 dan ASOB 2). Apocrine secretion

binding protein 2 (ASOB 2) merupakan apolipoprotein D yang berfungsi membawa

feromon, (E)-3-methyl-2-hexanoic acid (E-3M2H) dan

(RS)-3-hydroxy-3-methlyhexanoic acid (HMHA) dihasilkan melalui aktivitas spesifik zinc-dependent

N-alpha-acyl-glutamine aminoacylase (N-AGA) dari Corynebacterium species.1,3,6,8,9

Kelenjar ekrin tersebar hampir diseluruh permukaan tubuh dan berhubungan dengan proses termoregulasi dengan menghasilkan keringat sedangkan kelenjar apokrin menyebabkan bau khas feromon. Sekresi kelenjar ekrin biasanya tidak berbau tetapi berbagai subtansi dapat diekskresikan, seperti bawang putih dan arsen. Karakteristik bau bisa berhubungan dengan berbagai amino–aciduria. Keringat dapat memiliki bau khas seperti pada penyakit gout, diabetes, scurvy, dan penyakit lain. Beberapa pasien yang mengeluh bau badan dapat mengalami fobia atau paronia.3,4 Pada situasi tertentu, sekresi dari kelenjar ekrin yang tidak berbau dapat menghasilkan bau tidak sedap dan menyebabkan bromhidrosis ekrin. Ketika keringat yang dihasilkan kelenjar ekrin melembutkan keratin, degradasi bakteri terhadap keratin dapat menghasilkan bau tidak sedap.3,5

Mengkonsumsi beberapa makanan, seperti bawang putih, kari, alkohol, dan beberapa obat (penisilin dan bromida) dapat menyebabkan bromhidrosis ekrin. Bawang putih mengandung senyawa alicin yang dilepaskan oleh bawang putih ketika dipotong atau dihancurkan, akan berubah menjadi senyawa lain didalam tubuh yang menyebabkan bakteri bercampur dengan keringat yang menghasilkan bau yang tidak sedap dan sangat menyengat. Selain itu, bromhidrosis ekrin dapat disebabkan oleh gangguan metabolik.3,5

Selain itu, pengaruh hiperhidrosis pada bromhidrosis belum jelas. Beberapa pendapat mengatakan bahwa keringat yang dihasilkan kelenjar ekrin memperberat bromhidrosis apokrin dengan mendorong penyebaran lokal dari komponen keringat

(3)

yang dihasilkan kelenjar apokrin dan meningkatkan kelembaban lingkungan untuk bakteri berkembang biak.1

Gambar 1. Patofisiologi bromhidrosis6

PENATALAKSANAAN Terapi Umum

Menjaga hygiene dan kebersihan dengan cara sering mencuci daerah aksila, Mencukur rambut ketiak dapat membantu mengurangi bau badan sehingga mengurangi akumulasi bakteri dan keringat pada rambut. Mengurangi makan makanan yang dapat menjadi faktor pencetus timbulnya bau seperti bawang, kari dll.1 Terapi Khusus

Antiprespirant untuk mengurangi keluarnya keringat dengan cara mengecilkan pori-pori kulit. Bahan yang biasa digunakan adalah Alumunium Chlorohydrate (ACH) dan Alumunium Zirconium Tetrachlorohydrex Gly. Deodoran adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap atau mengurangi bau menyengat. Deodorant memiliki bentuk padat dan ccair. Jenis deodorant antara lain bedak, stick biasa, aerosol, roll-on,

(4)

stick powder dan lotion. Dalam deodorant umumnya terdapat Alumunium Chlorohydrate yang bekerja mengendalikan keringat dengan cara menutup atau menyempitkan pori-pori. Antibakterial yang dapat digunakan antara lain Clindamycin (Cleocin, clindagel) dan eritromisin topikal yang dapat menghambat bakteri dengan cara mengikat subunit 50S dan menghalangi disosiasi peptidil t-RNA , menangkapa sintesis protein RNA-dependent.1

Terapi non-bedah

Injeksi toksin botulinum A dilaporkan dapat memperbaiki bromhidrosis aksila dan genital. Toksin botulinum A menghambat pengeluaran asetilkolin dari membran presinaps neuromuscular junction. Hal ini dapat mencegah rangsangan transmisi kolinergik neuroreseptor postganglion. Oleh karena, kelenjar apokrin dan ekrin dipengaruhi oleh rangsangan kolinergik sehingga injeksi toksin botulinum A pada area hiperhidrosis dapat menghentikan produksi keringat yang dihasilkan kelenjar. Terapi frequency-doubled, Q-switched Nd:YAG laser juga efektif untuk mengatasi bromhidrosis aksila. Laser ini memancarkan sinar hijau berkekuatan tinggi. Gelombang energi yang dihasilkan akan diserap melanin dan hemoglobin kemudian ditransmisikan ke kelenjar apokrin dan menyebabkan kerusakan pada kelenjar dan mikrosirkulasi.1,2,7

Terapi pembedahan

Beberapa pemeriksaan sebelum pembedahan untuk tatalaksana bromhidrosis apokrin perlu dilakukan. Penilaian pasien penting dilakukan karena berhubungan dengan pembentukan skar setelah operasi, waktu penyembuhan lama, infeksi, dan komplikasi lain. Upper thoracic sympathectomy telah berhasil menangani bromhidrosis apokrin. Operasi pembuangan kelenjar apokrin dapat dilakukan melalui pembuangan jaringan subkutan atau sampai kulit aksila. Walaupun operasi eksisi memiliki efektifitas tinggi tetapi hal ini juga tergantung dari kedalaman jaringan yang dibuang, teknik operasi yang digunakan, regenerasi, dan kembalinya fungsi apokrin.

(5)

Baik superficial liposuction dan ultrasound assisted liposuction efektif untuk penatalaksanaan bromhidrosis.1

KESIMPULAN

Bromhidrosis atau bau badan adalah suatu kondisi kronis di mana munculnya bau akibat produksi oleh sekresi kelenjar apokrin yang berlebihan. Bromhidrosis dibagi menjadi bromhidrosis apokrin dan bromhidrosis ekrin. Gejala bromhidrosis berupa riwayat bau badan tidak sedap sedangkan pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorik tidak didapatkan temuan yang spesifik. Penatalaksanaan bromhidrosis yaitu memcuci daerah aksila, penggunaan deodorant atau

antiperspirant (alumunium klorida) dan parfum, injeksi toxin botulinum A, terapi

laser dan terapi pembedahan. DAFTAR PUSTAKA

1.

Wiseman MC. Disorder of apocrine sweat glands. In: Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, Editor. Fitzpatrick’s Dermatology in general Medicine. New York: McGraw – Hill; 2012. p. 731-2 .

2.

Coulson IH. Disorder of sweat glands. In : Wilkinson SM, Beck MH. Rook’s Texbook of Dermatology. Massachusetts: Blackwell Publishing. 2010.

3.

James WD, Berger Timoty, Elson Dirk. Disease of the skin Clinical Dermtology. Philadelphia: Elsevier. 2010. p. 777-9.

4.

Wasitatmadja SM. Dermatologi Kosmetik. Badan Penerbit Fakultas Kedoktean Universitas Indonesia. Jakarta: 2011. hal. 250-1.

5.

Mao GY, Yang SL, Zheng JH. Etiology and management of axillary bromhidrosis, brief review. Int J Dermatol. 2008. 47: 1063-8.

6.

Natsch A, Derrer S, Flachsmann F, Schmid J. A broad diversity of volatile carboxylic acids, released by a bacterial aminoacylase from axilla secretions, as candidate molecules for the determination of human-body odor type. Chem Biodivers. 2006; 3 (1): 1-20.

(6)

7.

Dearborn FM. Disease of The Skin. New Delhi: B. Jain Publisher; 2002. p. 457–8.

8.

Heckman M, Ceballos AO, Plewig G. Botulinum toxin A for axillary hyperhidrosis. N Engl J Md. 2001. 334:448-93.

9.

Lee Jae, Byung Kim, Kim MB. A case of foul genital odor treated with botulinum toxin A. Dermatol Surg. 2004; 30: 1233-35.

10.

Kunachak S, Wongwaisayawan S, Leelaudomlipi P. Noninvasive treatment of bromidrosis by frequency-doubled Q-switched Nd:YAG laser. Aesth. Plast. Surg. 2000; 24: 198-201.

Gambar

Gambar 1. Patofisiologi bromhidrosis 6

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “ Pengaruh Suplementasi Jahe Emprit (Zingiber Officinale Var. Rubrum) Terhadap Karakteristik Fisik

Berasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat kenyamanan penggunaan kontrasepsi non IUD responden terbanyak pada penelitian ini adalah menyatakan nyaman yaitu

BATAN telah menetapkan prinsip yang harus dijadikan landasan pada semua tindakan dan pelaksanaan kegiatan, yaitu bahwa: Segenap kegiatan iptek nuklir dilaksanakan

Atau dengan kata lain bahwa semakin tinggi kualitas SDM aparat Pemerintah Desa, maka akan semakin tinggi pula keberhasilan pembangunan yang dapat dicapai. Demikian

Penyebab kontaminasi pada makanan adalah cemaran mikroba, cemaran mikroba merupakan penyebab utama tidak terpenuhinya syarat pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS)

atau seseorang dalam waktu tertentu atau beban kerja dapat dilihat pada. sudut pandang obyektif

salina lebih lambat daripada kontrol karena adanya sejumlah Ni 2+ yang diserap oleh mikroalga sehingga mengganggu proses pertumbuhan akibat sistem perlindungan organisme