• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Nasution (2010) memaparkan bahwa belajar terjadi jika ada hasilnya yang dapat diperlihatkan. Belajar terjadi hanya dapat diketahui jika ada sesuatu yang dingat dari apa yang dipelajari.

Bloom dalam Sudjana, (2010) mengklasifikasi hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ranah afektif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan empat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranaf afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak, terdiri dari enam aspek yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif serta interpretatif. Diantara ketiga ranah tersebut ranah kognitif yang paling banyak dinilai oleh guru di sekolah berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan ajar.

Dipaparkan pula oleh Yamin (2003) bahwa hasil belajar dapat diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, tentunya perubahan tersebut merupakan perubahan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Sudjana (2010), proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita.

(2)

Masing-6

masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) ketrampilan motoris.

Menurut Glaser ada dua macam penilaian hasil belajar yaitu referenced dan criterion-referenced. Penilaian

norm-referenced didasarkan pada penilaian murid yang dibandingkan

dengan hasil keseluruhan kelas, yang diutamakan disini adalah perbedaan individu. Penilaian criterion-referenced yaitu penilaian hasil belajar berdasarkan standar atau kriteria tertentu, yaitu yang ditentukan oleh tujuan belajar, dalam penilaian ini yang perlu diketahui adalah sampai dimana siswa telah mencapai tujuan tersebut, sehingga tujuan harus dirumuskan secara spesifik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian dengan criterion-referenced yaitu: Soal harus berhubungan langsung dengan rumusan tujuan pelajaran; Murid harus diberitahukan dengan jelas hasil apa yang diharapkan pada akhir pelajaran; Pertanyaan hendaknya jangan mengenai hal-hal yang dapat dihafal, kecuali sesuatu memang harus dihafal sebagai hasil belajar yang diharapkan. Siswa yang gagal memenuhi standar yang ditentukan menurut tujuan, maka siswa tersebut harus mengulang pelajaran agar dapat menguasai materi, sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dalam pelajaran selanjutnya (Nasution, 2010).

Sabri (2007) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari lingkungan dan faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengarunya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti yang dikemukakan oleh Clark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada dua jenis yaitu yang bersumber dari dalam diri manusia (faktor internal) dan faktor yang bersumber dari luar diri manusia (faktor eksternal). Faktor internal dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis

(3)

7

yaitu usia, kematangan, dan kesehatan. Lain halnya dengan faktor psikologis yaitu kelelahan, suasana hati, motivasi, minat, dan kebiasaan belajar. Faktor eksternal juga diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu faktor manusia (human) dan non manusia seperti alam benda, hewan, dan lingkungan (Arikunto, 1990).

Berdasarkan pengertian-pengertian yang sudah dipaparkan oleh pakar tersebut penelitian ini sejalan dengan pendapat Sudjana (2010), yang menyebutkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa dapat dilihat dari kemampuannya setelah siswa mempelajari suatu materi tertentu.

b. Tujuan dan Fungsi Penilaian Hasil Belajar

Menurut Hamdani (2011) menyebutkan tujuan dan fungsi penilaian hasil belajar. Tujuan itu sendiri dibagi menjadi dua yaitu tujuan penilaian secara umum dan khusus. Tujuan umum penilaian hasil belajar yaitu: Menilai pencapaian kompetensi siswa; Memperbaiki proses pembelajaran; Sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa. Tujuan khusus penilaian hasil belajar yaitu: Mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa; Mendiagnosis kesulitan belajar; Memberikan umpan balik atau perbaikan proses belajar mengajar; Menentukan kenaikan kelas; Memotivasi belajar siswa dengan cara mengenal dan memahami diri serta merangsang untuk melakukan usaha perbaikan.

Fungsi penilaian hasil belajar, yaitu meliputi: Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas; Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar; Meningkatkan motivasi siswa; dan Evaluasi diri terhadap kinerja siswa.

2. Modul

a. Pengertian

Hamdani (2011) memaparkan bahwa modul merupakan sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis atau cetak yang disusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran,

(4)

8

metode, tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan belajar mandiri (self instructional) dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan yang disajikan dalam modul.

Pengertian modul juga dikemukan oleh Nasution (2010), modul merupakan suatu kesatuan yang bulat dan lengkap yang terdiri atas serangkaian kegiatan belajar yang secara empirik telah terbukti memberi hasil belajar yang efektif untuk mencapai tujuan yang dirumuskan secara jelas dan spesifik. Sejalan dengan pengertian tersebut, Sabri (2007) juga mengemukakan pengertian modul yaitu modul merupakan suatu unit yang lengkap yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Modul merupakan suatu paket kurikulum yang disediakan untuk dapat digunakan siswa belajar sendiri, sehingga tanpa kehadiran guru siswa dapat belajar secara mandiri.

Menurut Winkel (2004) modul merupakan satuan program belajar mengajar terkecil, yang dipelajari oleh siswa sendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh siswa kepada dirinya sendiri (self instructional), setelah siswa menyelesaikan satuan yang satu, siswa akan mempelajari satuan berikutnya.

Berdasarkan pengertian di atas maka penelitian akan menggunakan teori modul dari Nasution (2010) yaitu bahwa modul merupakan suatu kesatuan yang bulat dan lengkap yang terdiri atas serangkaian kegiatan belajar yang secara empirik telah terbukti memberi hasil belajar yang efektif untuk mencapai tujuan yang dirumuskan secara jelas dan spesifik. b. Tujuan Pembelajaran Modul

Menurut Sabri (2007) sistem pembelajaran modul dipandang lebih efektif karena pembelajaran modul merupakan salah satu bentuk pembelajaran mandiri yang dapat membimbing siswa untuk belajar sendiri mengenai materi pembelajaran tanpa adanya campur tangan guru atau dosen. Tujuan dari pembelajaran modul adalah sebagai berikut: Siswa

(5)

9

dapat belajar sesuai dengan cara mereka masing-masing; Siswa mempunyai kesempatan untuk belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing; Siswa dapat memilih topik pembelajaran yang diminati, karena siswa tidak mempunyai pola minat yang sama untuk mencapai tujuan yang sama; Siswa diberi kesempatan untuk mengenal kelebihan dan kekurangannya dan memperbaiki kelemahannya melalui program remidial.

Tujuan pembelajaran modul juga dipaparkan oleh Nasution (2010) tujuan dengan penggunaan modul yaitu: Memberi kesempatan siswa untuk memilih diantara banyak topik dalam rangka suatu program; Mengadakan penilaian yang sering mengenai kemajuan dan kelemahan siswa; Memberikan modul remidial untuk mengolah kembali seluruh bahan yang telah diberikan untuk pemantapan dan perbaikan atau mengulang bahan dengan metode cara lain untuk mempermudah siswa dalam memahami materi.

c. Kelebihan dan Kekurangan Pengajaran Modul

Hamdani (2011) memaparkan manfaat modul bagi siswa dan bagi guru. Manfaat modul bagi siswa yaitu: Siswa memiliki kesempatan melatih diri belajar secara mandiri; Belajar menjadi lebih menarik karena dapat dipelajari di luar kelas dan di luar jam pelajaran; Berkesempatan mengekspresikan cara-cara belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya; Berkesempatan menguji kemampuan diri sendiri dengan mengerjakan latihan yang disajikan dalam modul; Mampu membelajarkan diri sendiri; Mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi langsung dengan sumber belajar yang lainnya.

Manfaat modul bagi kepentingan guru yaitu: Mengurangi kebergantungan terhadap ketersediaan buku teks; Memperluas wawasan karena disusun dengan menggunakan berbagai referensi; Menambah khazanah pengetahuan dan pengalaman dalam menulis bahan ajar; Membangun komunikasi yang efektif antara dirinya dan siswa karena pembelajaran tidak harus berjalan secara tatap muka; Menambah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.

(6)

10

Menurut Nasution (2010) modul memiliki keuntungan baik untuk siswa maupun guru. Keuntungan penggunaan modul bagi siswa adalah: Modul memberikan feedback, sehingga siswa dapat mengetahui tingkat hasil belajarnya, dengan demikian kesalahan dapat segera diperbaiki; Setiap siswa mendapat kesempatan untuk mencapai angka/nilai tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas, dengan demikian diharapkan siswa memperoleh dasar yang lebih mantap untuk memulai materi yang baru; Tujuan modul harus jelas, spesifik, dan dapat dicapai oleh murid; Memotivasi siswa untuk lebih memahami materi dengan langkah-langkah yang teratur; Penggunaan modul bersifat fleksibel, dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa baik dari kecepatan belajar, cara belajar, atau pun bahan belajar; Timbul rasa kerjasama baik antar murid maupun guru dengan murid; Memberi kesempatan untuk pelajaran remidial. Pembelajaran dengan menggunakan modul juga mempunyai keuntungan bagi guru, yaitu: Rasa puas dari guru karena kesuksesan yang dicapai oleh siswa; Penggunaan modul dapat memberikan kesempatan lebih banyak bagi guru untuk memberi bantuan dan perhatian kepada siswa; Guru lebih mempunyai banyak waktu untuk memberi ceramah dan pelajaran tambahan sebagai pengayaan; Guru terbebas dari rutinitas yaitu melakukan persiapan pelajaran karena semuanya sudah tersedia di modul; Antar sekolah maupun perguruan tinggi dapat bertukar modul; Mendorong guru lebih bersikap ilmiah tentang profesinya; Evaluasi formatif lebih mudah dilakukan.

Penggunaan modul juga mempunyai kelemahan, menurut Nasution (2010) meskipun terdapat banyak keuntungan dari penggunaan modul namun ada kelemahan yang ada baik bagi guru, siswa, maupun administrator. Kesulitan bagi siswa yaitu siswa tidak terbiasa dengan metode belajar yang baru seperti modul karena siswa terbiasa dengan metode mastery learning yaitu guru sebagai pusat pengetahuan sehingga metode baru sulit diterima oleh siswa. Kesulitan bagi pengajar yaitu: Pada saat menyiapkan modul, yaitu untuk modul yang baik dibutuhkan banyak waktu, keahlian dan keterampilan yang

(7)

11

cukup; Guru merasa kehilangan gengsi karena kedudukan guru yang tinggi yaitu sebagai pusat pengetahuan akan banyak berkurang dengan pengajaran modul; Tidak semua siswa mempelajari bahan yang sama sehingga guru harus menjawab pertanyaan siswa yang berbeda-beda. Kesulitan yang dialami oleh administrator yaitu dengan menggunakan modul membutuhkan lebih banyak biaya dan tenaga.

d. Langkah-Langkah Penyusunan Modul

Langkah-langkah dalam penyusunan modul adalah sebagai berikut (Sabri, 2007): Merumuskan tujuan secara jelas dan spesifik dalam bentuk mengamati kelakuan siswa; Urutan tujuan-tujuan yang menentukan langkah-langkah yang harus diikuti dalam modul; Tes diagnostik untuk mengukur pengetahuan dan kemampuan siswa serta latar belakang mereka sebagai prasyarat untuk menempuh modul; Menyusun alasan pentingnya modul ini bagi siswa; Kegiatan belajar direncanakan untuk membantu dan membimbing siswa dalam mencapai kompetensi-kompetensi dan merumuskan dalam tujuan; Menyusun posttes untuk mengukur hasil belajar siswa; Menyiapkan sumber-sumber berupa bacaan yang dibutuhkan siswa.

Dipaparkan pula oleh Hamdani (2011) tentang urutan penyusunan sebuah modul: Menetapkan judul modul yang akan disusun; Menyiapkan buku-buku sumber dan buku referensi lainnya; Melakukan identifikasi terhadap kompetensi dasar, melakukan kajian terhadap materi pembelajaran, serta merancang bentuk kegiatan pembelajaran yang sesuai; Mengidentifikasi indikator pencapaian kompetensi dan merancang bentuk dan jenis penilaian yang disajikan; Merancang format penulisan modul; Penyusunan draf modul; Melakukan validasi dan finalisasi terhadap draf modul;

e. Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Menggunakan Modul Langkah-langkah belajar menggunakan modul menurut Suryosubroto (1983) sebagai berikut: Langkah pertama yaitu pada saat akan dimulainya penggunaan modul. Sebelum modul

(8)

12

digunakan dalam pembelajaran di kelas guru harus terlebih dahulu mempelajari bahan modul atau materi yang disajikan dalam modul. Guru juga harus mempelajari alat-alat dan sumber belajar yang harus disediakan agar modul tersebut dapat digunakan secara maksimal. Langkah kedua yaitu pada saat berlangsungnya proses belajar. Guru harus kreatif dalam pembelajaran dengan menggunakan modul, guru sebaiknya melaksanakan pembelajaran berdasarkan pada pedoman guru, selain itu guru juga menjelaskan kepada siswa jika ada hal-hal penting yang harus diperhatikan di dalam modul. Guru juga menegaskan kepada siswa bahwa siswa tidak perlu tergesa-gesa dalam menyelesaikan modul namun yang lebih penting adalah siswa menguasai materi yang terdapat di dalam modul. Saat pembelajaran menggunakan modul siswa boleh bertanya kepada guru atau teman yang dianggap lebih tahu tentang hal-hal yang belum jelas. Guru juga harus berkeliling kelas untuk mengecek seberapa jauh siswa memahami petunjuk di dalam modul, kesulitan yang dialami siswa, serta seberapa jauh siswa memahami dan mengerjakan tugas-tugas atau lembar kerja yang terdapat di dalam modul. Materi boleh dijelaskan di depan kelas jika semua siswa dirasa mempunyai kesulitan yang sama dalam mempelajari materi di dalam modul.

Langkah ketiga yaitu pada saat siswa selesai mengerjakan seluruh lembaran kegiatan siswa dan lembaran kerja. Siswa baru boleh mengambil tes jika sudah benar-benar menguasai modul yang dipelajari, untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai modul atau belum dapat dilihat dengan memeriksa lembaran kerja siswa. Tes diberikan jika siswa benar-benar telah menyelesaikan Lembaran Kegiatan dan Lembaran Kerja dengan baik. Langkah keempat yaitu pada saat siswa telah menyelesaikan lembaran tes. Siswa yang telah mencapai sekor 75% guru harus segera memberikan tugas-tugas pengayaan atau memberika modul baru sebagai kelanjutan modul yang diteskan. Siswa yang belum mencapai sekor 75% guru harus segera mengadakan identifikasi terhadap bagian-bagian yang membuat siswa salah dan memberikan bimbingan khusus kepada siswa

(9)

13

yang masih belum paham atau mempelajari latar belakang kesulitan siswa tersebut sebelum mengambil suatu keputusan. f. Unsur-Unsur Administrasi Sistem Modul

Menurut Nasution (2010) administrasi dengan menggunakan modul ada tiga unsur yaitu pengembangan modul, pelaksanaan, dan biaya. Hal-hal yang termasuk dalam pengembangan modul yaitu: Memilih bahan pelajaran dan alat-alat pelajaran; Menyusun bahan dalam satuan-satuan untuk setiap modul; Merumuskan tujuan setiap modul; Menyesuaikan tujuan dengan proses belajar; Merencanakan cara memonitor dan mencatat kemajuan serta hasil belajar siswa; Merencanakan evaluasi akhir hasil belajar. Unsur yang kedua yaitu pelaksanaan, hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan yaitu: Penyebaran dan penyampaian modul kepada siswa; Mencatat hasil belajar siswa; Memonitor kemajuan belajar siswa; Memberi balikan kepada siswa; dan menilai hasil belajar akhir. Unsur ketiga dalam administrasi sistem modul yaitu biaya. Dibandingkan dengan pengajaran konvensional, pengajaran dengan menggunakan modul pada umumnya memakan biaya yang lebih banyak. Biaya yang dimaksud antara lain: Masalah waktu, pengajar membutuhkan banyak waktu untuk menyusun modul; Biaya alat audio-visual, pegawai administrasi, dan alat laboratorium; Biaya untuk memperbanyak modul, buku bimbingn belajar, dan komponen yang lain; dan Biaya ruang belajar.

g. Komponen Modul Pembelajaran

Menurut Sabri (2007) Modul pembelajaran merupakan satuan yang terdiri dari komponen utama sebagai berikut: Rumusan tujuan pengajaran yang eksplisit dan spesifik; Petunjuk untuk guru; Petunjuk untuk siswa; Lembaran kegiatan siswa yang memuat materi pembelajaran yang harus dikuasai siswa; Lembaran kerja; Kunci evaluasi.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Winkel (2004) komponen-komponen pada modul adalah: Pedoman guru/Petunjuk guru, yaitu menguraikan peran guru dalam kegiatan belajar mengajar, mendiskripsikan unit yang dipelajari,

(10)

14

kegiatan-kegiatan siswa, alat-alat pelajaran yang digunakan, dan alat evaluasi; Lembar Kegiatan Siswa, yaitu berisi rumusan tujuan instruksional yang akan dicapai, kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan, alat-alat pelajaran yang digunakan, dan tugas-tugas yang harus diselesaikan; Lembar Kerja, yaitu menyertai Lembar Kerja Siswa berisi pertanyaan-pertanyaan dan tugas-tugas yang harus dikerjakan; Kunci Lembar Kerja, yaitu berisi jawaban-jawaban atas pertanyaan atau tugas yang ada dalam Lembar Kerja sehingga siswa dapat mencocokkan sendiri; Lembar Tes, yaitu berisi soal-soal yang harus dikerjakan untuk mengukur tingkat keberhasilan/penguasaan setelah modul dipelajari, ini berisi tes formatif; Kunci Lembar Tes, yaitu berisi jawaban-jawaban atas soal-soal dalam Lembar Tes, sehingga siswa dapat mencocokannya sendiri.

h. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Modul

Prinsip pembelajaran dengan menggunakan modul dipaparkan oleh Sabri (2007) pembelajaran modul memiliki karakteristik tersendiri yang luas dan berbeda dengan pembelajaran individual lainnya, yaitu: Prinsip fleksibilitas, yakni prinsip menyesuaikan perbedaan siswa; Prinsip feed-back; Prinsip penguasaan tuntas (mastery learning), artinya siswa belajar tuntas; Prinsip remidial, memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki kesalahan atau kekurangannya; Prinsip motivasi dan kerjasama; Prinsip pengayaan.

i. Tahap-Tahap Pengembangan modul

Banyak pendapat ahli mengenai aspek yang harus diperhatikan dalam pengembangan modul. Menurut Rowntree ada 9 aspek dalam pengembangan modul yaitu (Setiawan, 2007): Membantu pembaca untuk menemukan cara mempelajari modul, misalnya dengan mengulangi bagian-bagian yang sulit; Menjelaskan apa yang perlu pembaca persiapkan sebelum mempelajari modul; Menjelaskan apa yang diharapkan dari pembaca setelah mereka selesai mempelajari modul; Memberi pengantar tentang cara pembaca ‘menghadapi’

(11)

15

modul, misalnya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bagian tertentu atau bagaimana mempersiapkan diri untuk mengerjakan tugas yang diminta dalam modul; Menyajikan materi sejelas mungkin sehingga pembaca dapat mengaitkan materi yang dipelajari dari modul dengan dengan apa yang sudah diketahui sebelumnya; Memberi dukungan pada pembaca agar berani mencoba langkah yang diperlukan untuk memahami materi modul; Melibatkan pembaca dalam latihan dan kegiatan yang akan membuat mereka berinteraksi dengan materi yang sedang dipelajari. Sebisa mungkin menghindari agar pembaca tidak hanya sekedar membaca materi; Memberikan umpan balik pada latihan dan kegiatan yang dilakukan pembaca. Hal ini penting bagi pembaca untuk menilai tingkat keberhasilannya dalam memahami materi dalam modul; Membantu pembaca untuk meringkas dan merefleksikan apa yang sudah dipelajari setelah mempelajari modul.

Menurut Nasution (2010) langkah-langkah penyusunan atau pengembangan modul adalah sebagai berikut: Merumuskan tujuan secara jelas, spesifik, dalam bentuk sikap siswa yang dapat diamati dan diukur; Mengurutkan tujuan-tujuan tersebut yang menentukan langkah-langkah yang diikuti dalam modul; Tes diagnostik untuk mengukur latar belakang siswa, pengetahuan, dan kemampuan yang telah dimilikinya sebagai prasyarat untuk menempuh modul; Menyusun alasan pentingnya modul ini bagi siswa; Kegiatan-kegiatan belajar dirancang untuk membantu dan membimbing siswa agar mencapai kompetensi yang telah dirumuskan dalam tujuan; Menyusun posttest untuk mengukur hasil belajar siswa dan sampai dimana siswa telah menguasai tujuan modul; Menyiapkan sumber bacaan bagi siswa jika siswa memerlukannya.

j. Format Modul

Menurut Hamdani (2011) format dalam penyusunan modul adalah: Halaman sampul berisi judul pokok bahasan dan logo. Halaman sampul ini juga berisi nama penulis, nama mata pelajaran, dan keterangan yang dianggap perlu ditambahkan;

(12)

16

Pokok bahasan, berisi seperti yang tertulis pada Standar Kompetensi; Pengantar berisi kedudukan modul dalam suatu mata pelajaran, ruang lingkup materi modul, serta kaitan antar pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan; Kompetensi Dasar dikutip dari standar isi (kurikulum). Satu kompetensi dasar biasanya dirancang menjadi beberapa kegiatan belajar, tergantung pada keluasan dan kedalaman materi; Kompetensi Dasar dikutip dari standar isi kurikulum, satu kompetensi dasar biasanya dibuat untuk satu kegiatan belajar; Tujuan pembelajaran yaitu merupakan rumusan gambaran tentang kemampuan tertentu yang harus dicapai oleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajar tertentu.

Selanjutnya yaitu kegiatan belajar, dalam satu modul biasanya terdiri dari satu sampai tiga kegiatan belajar atau bahkan lebih, sesuai dengan silabus dan RPP; Judul kegiatan belajar ditulis secara singkat, tetapi menggambarkan keseluruhan isi materi pembelajaran; Uraian dan contoh, pada bagian ini sebelum menuliskan uraian dan contoh harus ditulis judul dan sub unit kecil terlebih dahulu. Uraian materi ditulis dengan bahasa sederhana, tetapi tidak mengurangi substansi materi, uraian disampaikan dalam bentuk bertutur sehingga memberi kesan seolah-olah guru berada di depan siswa. Contoh juga harus disertakan secara lengkap dan jelas sehingga dapat membantu siswa dalam memahami materi; Latihan dalam modul merupakan alat untuk menguji diri sendiri bagi siswa. Mengerjakan tugas dan soal-soal dalam latihan, siswa dapat mengukur seberapa besar kemampuannya menguasai pokok-pokok materi. Hendaknya latihan juga disertai dengan petunjuk-petunjuk praktis dan jelas; Bagian rangkuman, ditulis pokok-pokok materi yang telah disajikan dalam uraian dan contoh.

Tes formatif dalam modul dibuat untuk mengukur kemajuan belajar siswa dalam satu unit pembelajaran. Tes formatif biasanya dibuat dalam bentuk tes objektif (benar salah, pilihan ganda, isian/melengkapi kalimat, menjodohkan atau memasangkan sesuatu); Umpan balik dan tindak lanjut yaitu memberikan rumus yang dapat digunakan untuk memaknai pencapaian hasil belajar siswa sehingga dapat

(13)

17

diberikan umpan balik dan tindak lanjut yang harus digunakan; Kunci jawaban, diberikan pada halaman yang berbeda dengan maksud agar siswa dapat mengukur kemampuan diri sendiri; Daftar pustaka, mencantumkan daftar kepustakaan yang dijadikan sumber dalam penyusunan modul.

Berdasarkan pengertian, tujuan, kelemahan, keuntungan, serta langkah-langkah penyusunan modul penelitian ini sejalan dengan pendapat Nasution (2010), yaitu bahwa modul merupakan suatu kesatuan yang bulat dan lengkap yang terdiri atas serangkaian kegiatan belajar yang secara empirik telah terbukti memberi hasil belajar yang efektif untuk mencapai tujuan yang dirumuskan secara jelas dan spesifik.

3. Miskonsepsi

a. Pengertian Konsep

Menurut Winkel (2004) konsep merupakan satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang mempunyai ciri-ciri yang sama dalam bentuk lambang mental yang penuh gagasan. Belajar konsep merupakan salah satu cara belajar dengan pemahaman dan kerap dikenal dengan concept information. Orang yang mempunyai konsep mampu melakukan abstraksi terhadap obyek-obyek yang dihadapinya sehingga obyek tersebut ditempatkan dalam golongan atau klasifikasi tertentu. Sejalan dengan pengertian konsep, Berg dalam Widiawati (2010) menyebutkan bahwa konsep adalah abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir.

Edwardes (dalam Bintoro, 2010) menyebutkan bahwa konsep merupakan golongan benda, simbol, atau peristiwa tertentu yang digolongkan berdasarkan sifat yang dimiliki masing-masing dan dapat diberikan nama yang khusus atau dapat diperlihatkan dengan sebuah simbol khusus. Konsep dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: Object concept (konsep benda) yaitu konsep yang dapat ditunjukkan dengan gambar, foto atau model. Misalnya gambar lampu, gambar pohon, foto rumah, dll; Symbol concept (konsep simbol atau lambang) yaitu

(14)

18

konsep yang dapat ditunjukkan melalui jenis kata yang khusus, bilangan, tanda, atau bisa dengan hal lain yang merupakan benda-benda, peristiwa, atau merupakan hubungan antarnya. Misalnya kuadrat, akar kuadrat, dll; Event concept (konsep peristiwa) yaitu konsep yang menunjukkan interaksi antara benda-benda yang hidup dengan yang mati. Misalnya percepatan, pertumbuhan, dll.

Cara seseorang memperoleh konsep menurut Dahar ada dua cara yaitu (Mulyati, 2005): Cara Formasi konsep yaitu konsep diperoleh anak sebelum masuk sekolah atau dapat dikatakan belajar konsep konkret dari pengalaman. Pengalaman konsep dapat terjadi dengan proses induksi, belajar penemuan, dan mengikuti pola eg-rule atau pola contoh. Misalnya konsep ayam, anjing, kucing, bola, dll; Cara Asimilasi konsep yaitu konsep diperoleh selama atau sesudah anak belajar di sekolah, pada umumnya anak belajar konsep abstrak. Konsep diperoleh dengan proses deduktif, belajar sajian, dan belajar konsep sebagai aturan atau contoh rule-eg.

b. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi berarti kesalahpahaman (misconception) tentang suatu konsep ilmu, kadang-kadang disebut pula teori siswa, kesalah pengertian (misunderstanding), salah konsep atau salah alternatif (alternative concept). Miskonsepsi juga menyangkut pra konsep (pra conception) yang tidak cocok dengan segi ilmu (Tunu, 2010). Sejalan dengan pengertian tersebut Mu’Awinah (2010) memaparkan pula bahwa miskonsepsi menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima pakar dalam bidang itu.

Menurut Suparno dalam penelitian Widiawati (2010) mengidentifikasi ada lima sebab utama miskonsepsi dan masing-masing ditimbulkan oleh sebab kusus yaitu yang berasal dari siswa, guru, buku teks, konteks, dan cara mengajar. Penyebab-penyebab tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

(15)

19

Tabel 1 Sebab Utama Miskonsepsi

Sebab Utama Sebab Kusus

1. Siswa a. Prakonsepsi. b. Pemikiran asosiatif. c. Pemikiran humanistik.

d. Reasoning yang tidak lengkap. e. Intuisi yang salah.

f. Tahap perkembangan kognitif siswa. g. Kemampuan siswa.

h. Minat belajar siswa. 2. Guru a. Tidak menguasai bahan.

b. Bukan lulusan dari bidangnya. c. Tidak mengungkapkan prakonsepsi

siswa.

d. Relasi guru dan siswa tidak baik. 3. Buku teks a. Penjelasan keliru.

b. Salah tulis terutama dalam rumus. c. Tingkat kesulitan penulisan buku terlalu

tinggi bagi siswa.

d. Siswa tidak tahu teknik membaca buku teks.

e. Kartun yang sering membuat miskonsepsi. 4. Konteks a. Pengalaman siswa.

b. Bahasa sehari-hari berbeda. c. Teman diskusi yang salah. d. Keyakinan dan agama.

e. Penjelasan orang tua dan orang lain yang keliru.

f. Konteks hidup siswa (TV, radio, film) yang keliru.

g. Perasaan senang dan tidak senang. h. Bebas dan tertekan.

5. Cara mengajar

a. Hanya berisi ceramah dan menulis. b. Langsung ke dalam bentuk matematika. c. Tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa. d. Tidak mengoreksi PR yang salah.

e. Model praktikum. f. Model diskusi.

Menurut Sleeman tipe kesalahan dikelompokkan ke dalam tiga tipe kesalahan Tunu (2010) dan Widiawati (2010): Tipe kesalahan I (Precenden Errors) yaitu kesalahan siswa dalam menerapkan konsep-konsep dasar pada bilangan berpangkat seperti menjumlahkan bilangan berpangkat, menjumlahkan

(16)

20

koefisien dan variabel, mengabaikan simbol (tidak memperhatikan tanda kurung) dan tidak memperhatikan letak pangkat. Tipe kesalahan II (Sustitution Errors) yaitu kesalahan siswa yang tidak dapat mengingat konsep yang telah diajarkan seperti mengkalikan pangkat ketika soal menyebutkan perkalian bilangan berpangkat dan membagi pangkat ketika soal menyebutkan pembagian pada bilangan berpangkat. Tipe kesalahan III (Non Modeled Errors) yaitu kesalahan yang tidak dapat didiagnosa seperti siswa menjawab secara langsung dan kesalahan karena kecerobohan menjumlahkan, mengurangi, mengkalikan, dan membagi, serta kecerobohan siswa dalam penulisan huruf.

4. Materi Ajar

a. Bilangan Pangkat

1. Pangkat Bulat Positif

𝑎𝑛 = 𝑎 × 𝑎 × 𝑎 × … × 𝑎 × 𝑎 × 𝑎

Sifat-sifat pangkat:

Sifat-sifat bilangan berpangkat bulat positif adalah sebagai berikut, jika a dan b bilangan real serta n, p, dan q bilangan bulat positif maka berlaku:

a) 𝑎𝑝 × 𝑎𝑞 = 𝑎𝑝+𝑞 b) 𝑎𝑝 ∶ 𝑎𝑞 = 𝑎𝑝−𝑞 dengan 𝑝 > 𝑞 c) 𝑎𝑝 𝑞 = 𝑎𝑝 ×𝑞 d) 𝑎 × 𝑏 𝑛 = 𝑎𝑛 × 𝑏𝑛 e) 𝑎𝑏 𝑛 = 𝑎𝑛 𝑏𝑛, dengan b  0

2. Pangkat Bulat Negatif

Misal 𝑎 ∈ 𝑹 dan 𝑎 ≠ 0, maka 𝑎−𝑛 adalah kebalikan dari 𝑎𝑛 atau sebaliknya, secara matematis dapat ditulis: 𝑎−𝑛 = 1 𝑎𝑛 atau 𝑎𝑛 = 1 𝑎−𝑛 n faktor

(17)

21 B. Penelitian yang Relevan

Harahap (2010) penelitiannya tentang Efektifitas Penggunaan Modul Matematika Pokok Bahasan Fungsi, Persamaan dan Pertidaksamaan Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas X SMA di Kabupaten Katingan. Berdasarkan penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika pada siswa yang diberikan pembelajaran matematika dengan menggunakan modul matematika dan tidak menggunakan modul matematika pada pokok bahasan fungsi, persamaan dan pertidaksamaan. Siswa yang menggunakan modul matematika memperoleh hasil yang lebih baik daripada siswa yang tidak menggunakan modul matematika

Penelitian yang dilakukan oleh Citrawathi (2006) yang berjudul Pengembangan Pembelajaran Biologi Dengan Menggunakan Modul Berorientasi Siklus Belajar dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Siswa di SMA. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan pendekatan konstruktivistik dengan modul berorintasi siklus belajar lebih baik dibandingkan dengan menggunakan cara konvensional, dan secara umum respon siswa dan guru terhadap pembelajaran biologi menggunakan modul berorientasi siklus belajar adalah positif atau baik. Pujani (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Kualitas Perkuliahan Termodinamika dengan Mengintensifkan Penggunaan Tes Formatif Melalui Pembelajaran Kooperatif Bermodul, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kualitas proses pembelajaran membaik, hasil belajar mengalami peningkatan, dan respon mahasiswa terhadap strategi perkuliahan yang diterapkan positif.

Hasil penelitian Mardana (2007) yang berjudul Pembelajaran Modul Eksperimen Berbasis ICT Dengan Model Cognitive Apprenticeship dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika dan Literasi Komputer Mahasiswa menunjukkan bahwa pembelajaran modul eksperimen berbasis ICT dapat menurunkan miskonsepsi, meningkatkan aktivitas belajar, hasil belajar, dan respon mahasiswa

C. Kerangka Berfikir

Keberhasilan proses belajar mengajar khususnya pada pembelajaran matematika dapat dilihat dari tingkat pemahaman dan penguasaan materi. Keberhasilan pembelajaran matematika dapat diukur

(18)

22

dari kemampuan siswa dalam memahami dan menerapkan berbagai konsep untuk memecahkan masalah. Siswa dikatakan paham apabila indikator pemahaman tercapai. Mengacu pada indikator-indikator tersebut berarti jika siswa dapat mengerjakan soal-soal yang diberikan dengan baik dan benar maka siswa dikatakan paham.

Pembelajaran matematika disekolah terutama di SMP kelas IX dalam materi Bilangan Berpangkat menjadi suatu masalah jika siswa salah dalam pemahaman dan akan sangat sulit untuk memperbaikinya. Oleh karena itu penelitian akan mencoba untuk merancang modul dalam pembelajaran untuk melakukan remidiasi atau menanamkan konsep yang benar terhadap materi tersebut. Modul ini diharapkan dapat digunakan dalam pembelajaran dikelas agar siswa dapat memahami materi dengan tepat.

Penelitian ini merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi miskonsepsi siswa yang menyebabkan siswa salah dalam memahami konsep pada pembelajaran matematika. Prosedur penelitian ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari penelitian sebelumnya.

Gambar 1 Kerangka Berpikir Materi Ajar

Siswa Tidak Paham Siswa Paham

Melanjutkan Materi Terjadi Miskonsepsi

Remidiasi Menggunakan

Modul

Miskonsepsi Berkurang

(19)

23 D. Hipotesis

Berdasarkan hasil kajian teori dan kerangka berpikir maka dirumuskan hipotesis yaitu penggunaan modul pada materi bilangan berpangkat dapat mengurangi miskonsepsi, sehingga ada perbedaan rata-rata jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi sebelum dan sesudah penggunaan modul.

Hipotesis nol (Ho) : Tidak terjadi pengurangan miskonsepsi siswa pada materi Bilangan Berpangkat. Hipotesis alternatif (H1) : Terjadi pengurangan miskonsepsi siswa

Gambar

Tabel 1 Sebab Utama Miskonsepsi
Gambar 1 Kerangka Berpikir Materi Ajar

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “AKTIVITAS EKSTRAK KOMBINASI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi Lin) DAN

IMAM AL FAQIH, 2015, Implementasi Bantuan Langsung Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) - Mandiri) Di Desa Sapeken, Kecamatan

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan jenis asam yang berbeda untuk menganalisis kadar Cu total dan Zn total dalam lumpur limbah industri pelapisan

a. Pembangunan komitmen Bupati, Perangkat Daerah Lintas Sektor, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Pati, Camat,

Kehutanan (JPIK) sebagai pemantau independen memandang perlu adanya suatu diskusi lebih lanjut antara berbagai pihak mengenai evaluasi dan tantangan penguatan lisensi FLEGT

Tidak buta warna (termasuk parsial) bagi yang memilih kompetensi keahlian Teknik Elektronika Daya dan Komunikasi, Teknik Mekatronika, Teknik Otomasi Industri serta

Safety riding dipilih dalam penelitian ini sebagai salah satu kegiatan CSR yang dilakukan oleh PT XYZ karena program tersebut sudah disesuaikan dengan situasi yang

Berdasarkan Gambar 2 tentang distribusi frekuensi responden tentang tingkat pengetahuan ibu tentang proses pembelajaran dalam membantu perkembangan psikoseksual fase