• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KETIDAKSESUAIAN PADA PERUBAHAN FISIK BANGUNAN (EKS.) HOTEL SURABAYA SETELAH RESTORASI TAHUN 2008 TERHADAP PEDOMAN KONSERVASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KETIDAKSESUAIAN PADA PERUBAHAN FISIK BANGUNAN (EKS.) HOTEL SURABAYA SETELAH RESTORASI TAHUN 2008 TERHADAP PEDOMAN KONSERVASI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KETIDAKSESUAIAN PADA PERUBAHAN FISIK

BANGUNAN (EKS.) HOTEL SURABAYA SETELAH RESTORASI

TAHUN 2008 TERHADAP PEDOMAN KONSERVASI

Ramadhan Adita Putra

Mahasiswa S1 Jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan

Abstract

(Ex.) Hotel Surabaya building in K ebon Jati, Bandung which is a herit age building that contributes to build the city's identity and undergo considerable changes due to the construction of a new building behind it. In the era of modernization such as this, economic factors such as the value of a building are much more to consider than maintain the historical and cultural value of the building itself. Now this is a manifestation of this building had started to fade as its authenticity, so the suspected presence of historic and cultural significanc e is lost. Thus the need for research to evaluat e the concordance bet ween the guidelines of conservation of the physical changes of the building after the restoration done in 2008.

The purpose of this study is to evaluate the compatibility of the guidelines for the conservation of the physical changes that occur in the building. This study used qualitative methods to collect dat a through literature studies and field observations. Basic theory used is the t heory of the conservation of heritage buildings with reference to the laws and regulations applicable region, supported by the theory of maintenance of buildings and variet y of architectural styles.

Through this study found that physical changes occur in the form of covering the demolition, replacement, and addition of building elements. After it was found that the Regional Regulation no.19 Bandung in 2009, the building (Ex.) Hotel Surabaya is severely degraded due to the reduced value of class A buildings as a result of physical changes that occur. Moreover, there is discrepancy bet ween the physical changes to the building Bandung City Regulation on the provision of restoration of cultural heritage buildings class A.

Key Words: Conservation, Cultural Heritage, Guidelines, Physical Changes, Incompatibility, (Ex.) Hotel Surabaya

Abstrak

Bangunan (eks.) Hotel S urabaya di daerah Kebon Jati, Bandung dimana merupakan bangunan cagar budaya yang memberikan andil dalam membangun identitas kota dan mengalami perubahan yang cukup besar karena dibangunnya bangunan baru di belakangnya. Pada era modernisasi seperti ini, faktor ekonomi seperti nilai guna suatu bangunan jauh lebih dipertimbangkan daripada mempert ahankan nilai sejarah dan budaya dari bangunan itu sendiri. Sekarang ini wujud bangunan ini seakan sudah mulai memudar keaslianny a, sehingga diduga adanya nilai sejarah dan budayany a yang hilang. Maka dari itu perlu adanya penelitian untuk mengevaluasi mengenai kesesuaian antara pedoman konservasi terhadap perubahan fisik bangunan setelah dilakukannya restorasi pada tahun 2008.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kesesuaian antara pedoman konservasi terhadap perubahan fisik yang terjadi pada bangunan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengumpulkan data melalui studi literatur dan observasi lapangan. Dasar teori yang digunakan adalah teori kons ervasi bangunan cagar

(2)

budaya dengan acuan undang-undang dan peraturan daerah yang berlaku, didukung dengan teori pemeliharaan bangunan dan ragam gaya arsitektur.

Melalui penelitian ini ditemukan bahwa terjadi perubahan fisik berupa meliputi pembongkaran, pergantian, dan penambahan elemen bangunan. Setelah itu ditemukan bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kot a Bandung no. 19 tahun 2009, bangunan (Eks.) Hotel S urabaya mengalami penurunan mutu golongan A karena berkurangnya nilai bangunan akibat perubahan fisik yang terjadi. Selain itu terjadi ketidak sesuaian antara perubahan fisik bangunan dengan P erda Kot a Bandung mengenai ketentuan pemugaran bangunan cagar budaya golongan A.

Kata Kunci: Konservasi, Cagar Buday a, Pedoman, Perubahan Fisik, ketidaksesuaian, (Eks.) Hotel Surabaya

1.

Pendahuluan

Aristektur turut andil bagian dalam membangun serta mengembangkan identitas kebudayaan manusia. Segala hal yang berhubungan dengan arsitektur akan berdampak besar pada perjalanan perubahan peradaban manusia, yang dimana nantinya akan menjadi nilai sejarah sesuai dengan kurun waktunya masing-masing. Sejarah suatu kota dapat ditelusuri dari perjuangan masyarakatnya serta kondisi fisik dan geologi perkotaannya. Salah satu contoh adalah Kota Bandung yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang luhur. Keragaman arsitektur menjadikan banyak bangunan cagar budaya yang hingga kini menjadi identitas Kota Bandung dan daya tarik bagi penduduk dalam maupun luar Bandung.

Identitas Kota Bandung tercipta dari nilai sejarah yang terdapat di dalam bangunan-bangunan cagar budaya tersebut. Namun seiring berkembangnya zaman, banyak bangunan-bangunan tua tersebut yang seakan tidak terurus. Bahkan banyak yang terancam lenyap karena demi keuntungan dari satu pihak semata. Kelestarian bangunan cagar budaya menjadi tidak begitu penting mengingat banyak perubahan dan pembongkaran bangunan tanpa adanya penyikapan khusus dari pihak pemerintah.

Bangunan (eks.) Hotel Surabaya di daerah Kebon Jati, Bandung merupakan bangunan cagar budaya yang memberikan andil dalam membangun identitas kota dan mengalami perubahan yang cukup besar karena dibangunnya bangunan baru di belakangnya. Setiap perubahan maupun pembongkaran yang terjadi pada banyak bangunan cagar budaya mengundang pro dan kontra baik itu di kalangan masyarakat umum dan kalangan perancang atau aristek.

Pada era modernisasi seperti ini, faktor ekonomi seperti nilai guna suatu bangunan jauh lebih dipertimbangkan daripada mempertahankan nilai sejarah dan budaya dari bangunan itu sendiri. Hingga pada akhirnya perubahan maupun pembongkaran yang terjadi pada bangunan bersejarah semata-mata untuk mencapai kemaksimalan penggunaan dan keuntungan bangunan.

Sekarang ini wujud bangunan seakan sudah mulai memudar keasliannya, sehingga diduga adanya nilai sejarah dan budayanya yang hilang. Maka dari itu perlu adanya evaluasi mengenai kesesuaian antara pedoman konservasi terhadap perubahan fisik yang terjadi pada bangunan (eks.) Hotel Surabaya, Kebon Jati, Bandung. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana kesesuaian antara pedoman konservasi pada perubahan fisik yang terjadi pada bangunan (eks.) Hotel Surabaya setelah restorasi tahun 2008?

(3)

Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi kesesuaian antara pedoman konservasi terhadap perubahan fisik yang terjadi pada bangunan. Manfaatnya adalah memberikan informasi mengenai betapa pentingnya menjaga kelestarian bangunan cagar budaya dan memberikan bahan pertimbangan perihal upaya restorasi bangunan ke depan untuk lebih baik sesuai dengan pedoman konservasi.

2. Kerangka Dasar Teori

2.1 Pengenalan Bangunan Cagar Budaya

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung BAB VII no. 19 tahun 2009, kriteria bangunan cagar budaya dapat ditentukan sebagai berikut:

- No.19 Ayat 1: Penentuan kawasan dan bangunan cagar budaya ditetapkan berdasarkan kriteria, yaitu:

o Nilai Sejarah

Segala sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa atau sejarah budaya, sejarah politik, sejarah ilmu pengetahuan, sejarah kawasan, sejarah bangunan, tokoh-tokoh yang berperan penting pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. o Nilai Arsitektur

Hal yang berkaitan dengan wajah bangunan, gaya arsitektur, dan bidang keteknikan. Layout, fasad, bentuk bangunan, warna, dan ornament yang dimiliki oleh bangunan termasuk dalam nilai arsitektur.

o Nilai Ilmu Pengetahuan

Bangunan yang memiliki andil dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

o Nilai Sosial Budaya

Berkaitan dengan hubungan antara masyarakat dengan bangunan.

o Umur

Jika bangunan telah berumur lebih besar atau sama dengan 50 tahun sesuai dengan Undang-Undang RI No. 10 tahun 2011.

- No.19 Ayat 3: Berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) bangunan cagar budaya terbagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu bangunan cagar budaya Golongan A (Utama), Golongan B (Madya), Golongan C (Pratama).

- No.19 Ayat 4: Bangunan cagar budaya Golongan A (Utama) adalah bangunan cagar budaya yang memenuhi 4 (empat) kriteria. - No.19 Ayat 5: Bangunan cagar budaya Golongan B (Madya)

adalah bangunan cagar budaya yang memenuhi 3 (tiga) kriteria. - No.19 Ayat 6: Bangunan cagar budaya Golongan C (Pratama)

adalah bangunan cagar budaya yang memenuhi 2 (dua) kriteria. Klasifikasi Bangunan Cagar Budaya

Bangunan atau lingkungan dapat dikelompokan dalam tiga klasifikasi, biasa dapat disebut DP. (Degree of Protection), dimana klasifikasi tersebut menentukan pengambilan tindakan yang harus dilakukan. (Dibyo Hartono, Ibid)

(4)

Bangunan lingkungan yang sangat istimewa, dimana bangunan dan lingkungan tidak diperbolehkan untuk berubah sama sekali. Apabila bangunan akan diubah fungsinya, maka perubahan fungsi harus dilaksanakan dengan metode pelestarian yang tepat.

Golongan A (DP. A)

Pemugaran bangunan cagar budaya Golongan A dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Bangunan dilarang dibongkar dan/atau diubah.

b. Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar, atau tidak layak tegak harus dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.

c. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama/sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.

d. Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian/perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya.

e. Di dalam lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama, dengan ketentuan penambahan bangunan hanya dapat dilakukan di belakang dan/atau di samping bangunan cagar budaya dan harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan.

2.2 Pengenalan Konservasi

Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dimilikinya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan kondisi setempat, dapat pula mencakup preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi, dan revitalisasi. Adapun pengertian dari beberapa tindakan pemeliharaan antara lain : Preservasi

Adalah pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpa ada perubahan, termasuk upaya mencegah penghancuran.

Restorasi

Adalah mengembalikan suatu tempat ke keadaan semula dengan menghilangkan tambahan-tambahan dan memasangkan komponen semula tanpa menggunakan material baru.

Revitalisasi

Adalah merubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai. Fungsi yang lebih sesuai diartikan sebagai kegunaan yang tidak menuntut perubahan drastis, atau yang hanya memerlukan sedikit dampak minimal. Revitalisasi tidak sekedar melestarikan fasad/wajah dari bangunan itu tersebut, tetapi yang penting adalah bagaimana fungsinya dapat menyesuaikan dengan konteks waktu untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan datang. 2.3 Pemeliharaan Bangunan

Definisi dari pemeliharaan bangunan adalah tindakan untuk menjaga performa suatu bangunan, baik lewat tindakan teknis dan administratif, agar

(5)

tetap dalam kondisi yang baik dan bangunan tersebut dapat berfungsi sesuai dengan yang dibutuhkan.

Bila dilihat dari segi nilai yang ingin ditampilkan dari sebuah bangunan, setiap fungsi pasti membutuhkan aspek pemeliharaan yang berbeda. Nilai tersebut berupa:

• Simbol kebudayaan

• Tempat untuk aktivitas manusia • Filter lingkungan

• Investasi ekonomi

Hal terpenting dari suatu konservasi yang arahnya lebih kepada restorasi pada bangunan hotel ini adalah bagaimana material dari bangunan ini dipelihara dari kerusakan yang terjadi akibat ketuaan bangunan tersebut. Beberapa bahan yang diangkat dan merupakan bahan yang terdapat pada bangunan (eks.) Hotel Surabaya ini adalah sebagai berikut :

Kaca

Kaca memiliki unsur kilau pada permukaannya. Biasanya kaca dapat dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Apabila jika kilau pada kaca sudah mulai berkurang, dapat ditambahkan cairan lain agar kembali berkilau. Kilau pada kaca dapat diatur untuk menyerap dan memantulkan cahaya matahari yang disesuaikan dengan kebutuhannya.

Kayu

Pendekatan tradisional untuk desain kayu mengandalkan pada pemilihan yang terlatih dan pemeriksaan, tapi prosedur jarang diuji. Persoalan-persoalan yang disebabkan oleh pergerakan, kebusukan dan serangan serangga diatasi dengan tukang-tukang yang terlatih yang sebagian besar menggunakan kayu keras dan kemungkinan kegagalan dihindari dengan pengalaman, kekuatan kayu yang sudah jadi sifatnya, dan menggunakan teknik sambungan yang tepat. Batu Bata

Pada umunya produk-produk tanah mengalami pemburukan dalam kualitas struktural atau penampilan karena kondisinya yang basah. Serangan pembekuan terjadi bila material yang jenuh dirusak oleh gaya-gaya yang keluar dari pembekuan. Adanya pori-pori struktur yang besar, tingkat kejenuhan yang besar, dan siklus pembekuan yang berulang adalah faktor bahaya pembekuan.

Atap dari sebuah bangunan merupakan komponen struktural yang kritis. Adanya keterkaitan antara teknologi pemasangan atap, perlakuan serta perawatan berkala sangat mempengaruhi umur atap sebagaimana yang diharapkan dari bangunan yang dinaunginya. Faktor penting dari pemilihan jenis atap adalah kemiringan / slope, yang memperngaruhi penampilan bangunan secara garis besar serta kempampuan atap untuk mengalirkan air, yang pada akhirnya mempengaruhi umur dari atap tersebut. Sinar matahari, hujan, perubahan temperatur yang ekstrim, angin, dan beban salju harus diperhitungkan secara cermat dalam menentukan sistem pengatapan.

Bangunan (eks.) Hotel Surabaya terletak di Jalan Kebon Jati yang memiliki iklim tropis. Iklim tropis terkenal memiliki 2 musim yaitu musim panas dan musim hujan. Pada waktu musim panas matahari bersinar sangat terik, sedangkan pada saat musim hujan dapat turun dengan derasnya dan biasanya disertai dengan angin. Selain itu, kelembaban udaranya juga relatif tinggi. Maka dari itu perlu ada penanganan khusus pada bangunan di iklim tropis, yaitu pemeliharaan material yang tepat yang tahan terhadap sinar matahari, tahan

(6)

terhadap besarnya angin, tahan terhadap kelembaban yang tinggi, dan tidak cepat lapuk karena air hujan.

Jika dilihat dari faktor ini, setiap bangunan yang satu dengan yang lain memiliki penanganan yang berbeda-beda. Hali ini disebabkan karena tiap tapak memiliki ciri khas dan spesifikasi yang berbeda-beda. Salah satunya faktor lingkungan di kawasan lalu lintas yang padat.

Kelembaban

Umumnya terjadi di dinding di sekitar lantai dasar juga pada plat lantai dasar, terutama pada sambungan dinding dengan dinding. Mekanisme kelembapanya bergerak menuju material yang berpori yang terjadi pada tanah lembab maupun tanah yang tidak lembab.

Pelapukan Biologis

Merupakan kelompok besar penyebab kerusakan mulai dari bakteri pada bagian terkecil hingga tumbuhan. Contohnya adalah karena bakteri dan jamur. Beberapa bakteri dapat berkembang pada kayu dengan kondisi anaerobic di dalam air. Mereka menyerang membrane dari lubang kayu antar sel kayu lalu menghancurkannya sehingga dapat dilakukan penetrasi air, menyebabkan kayu mengandung banyak air dan membuka peluang kerusakan lebih lanjut.

2.4 Gaya Arsitektur

Arsitektur Cina mengacu pada suatu gaya arsitektur yangtelah menjelma dan erwujudkan di Asia dalam berabad-abad yang lalu. Hal yang utama dalam gaya arsitektur ini adalah penekanannya pada simetri dan bidang horizontal, terutama pada panggung yang berat dan suatu atap yang luas dan terlihat mengapung di atas dasar tanah, dilengkapi dinding yang berpola vertikal. Atap bangunan seringkali berbentuk pelana dan terdapat courtyard di tengah-tengah bangunan.

Istilah Arsitektur Hindia Baru mengacu pada jenis arsitektur yang terdapat di Hindia Belanda pada tahun 1910-an. Elemen-elemen bangunan bercorak Belanda yang banyak digunakan dalam arsitektur kolonial Hindia Belanda antara lain adanya gevel (gable) pada tampak depan bangunan, tower, dormer,

windwijzer (penunjuk angin), nok acroterie (hiasan pada puncak atap), geveltoppen (hiasan kemuncak atap depan), ragam hias pada tubuh bangunan,

dan balustrade. (Handinoto, 1996)

Art Deco adalah gaya hias yang lahir setelah Perang Dunia I dan berakhir

sebelum Perang Dunia II yang banyak diterapkan dalam berbagai bidang, seperti eksterior, interior, mebel, patung, poster, pakaian, perhiasan, dan lainnya dari tahun 1920 hingga 1939. Ciri-ciri yang tampak pada gaya ini adalah tampilan bentuk didominasi bentuk masif, mulai menggunakan atap datar, banyak dijumpai perletakan-perletakan yang asimetris dari bentukan-bentukan geometris yang berirama

Pada tahun 1750 atau sekitar pertengahan abad XVIII di Eropa muncul suatu gerakan arsitektur yang dinamakan dengan gaya neo klasik. Ciri-ciri dan wujud arsitektur Neo Klasik yaitu terlihat pada penggunaan lantai marmer, tembok yang tebal, langit-langit yang tinggi, terdapat gevel, dan mahkota di atas beranda depan dan belakang.

Art Nouveau berasal dari bahasa Perancis yang artinya seni baru. Gaya

ini memiliki ciri khas pada highly style, bergelombang-gelombang, bentuk yang mengalun atau meliuk, desain melengkung-lengkung yang sering dipadukan dengan gambar flora ataupun motif-motif tumbuhan lainnya.

(7)

3. Hasil Pengamatan

3.1 Sejarah Bangunan (eks.) Hotel Surabaya

Hotel Surabaya terletak di Jalan Kebon Jati no. 71-75 Bandung. Kompleks bangunan Hotel ini didirikan sekitar tahun 1884. Hotel ini dinamakan Hotel Surabaya karena dibangun oleh seorang pengusaha keturunan Tionghoa asal Surabaya. Bangunan dibangun secara bertahap, awalnya bangunan ini berfungsi sebagai landhuis atau tempat tinggal. Bangunan rumah ini dibangun dengan gaya art-nouveau, dengan pintu dihiasi ukiran tanaman merambat dan langit-langit berbahan logam. Bangunan rendah ini memiliki atap menara yang curam yang diduga meniru desain arsitektur Belanda.

Dibyo Hartono, seorang pendukung Bandung Heritage, mengatakan bahwa Hotel Surabaya adalah fasilitas penginapan tertua di Kota Bandung yang dibangun sebagai respon terhadap pertumbuhan kota Bandung yang cukup pesat. Hotel ini berdiri di kawasan Pecinan dan lebih tua dibandingkan dengan Pasar Baru yang dibangun pada tahun 1906. Sejak tahun 1920, hotel ini mengalami dua kali perubahan nama, yaitu Hotel Sangkuriang pada tahun 1960, dan Hotel Surabaya pada tahun 1962. Akhir abad ke-20 selama lebih dari lima tahun, hotel ini memperoleh arahan pelestarian dan perawatan bangunan oleh Bandung Heritage. (Hartono, Dibyo, 2014)

Sejak awal abad ke-21, aktivitas yang terjadi di Hotel Surabaya ini menurun, dinilai dari jarangnya penghuni yang datang untuk menginap dan juga dilihat dari keadaan bangunan serta perawatannya yang kurang baik pada saat itu. Bangunan Hotel Surabaya tidak lagi bisa menampung kegiatan masyarakat atau pendatang yang datang ke Kota Bandung. Para wisatawan cenderung mencari hotel dan penginapan lain di sekitar Stasiun Bandung. Hotel Surabaya mengalami pemugaran pada tahun 2008. Pemugaran ini berupa restorasi yang diarahkan dan dijalani oleh Bandung Heritage guna mempertahankan nilai sejarah pada bangunan serta memperbaiki kerusakan yang terjadi.

Pada dasawarsa pertama abad ke-21, kompleks Hotel Surabaya mengalami peralihan kepemilikan dari Paramita ke pengembang Kagum Grup. Tanpa sepengetahuan Bandung Heritage sekitar tahun 2009, pengembang membongkar salah satu masa bangunan di belakang dengan alasan akan membangun 9 lantai di belakang kompleks.

Pada sekitar akhir tahun 2010, restorasi bangunan ini sudah selesai. Setelah itu muncul fungsi restoran pada bangunan lama ini dan juga fungsi hotel baru dengan gaya arsitektur modern yang pada saat itu bernama Hotel Carrcadin. Sekarang Hotel Carrcadin sudah dikenal dengan nama Hotel Gino Feruci Kebon Jati.

3.2 Lokasi Bangunan

Bangunan (Eks.) Hotel Surabaya terletak di Jalan Kebon Jati, Bandung. Jalan ini terletak di sebelah selatan Stasiun Kereta Api Kota Bandung. Di Jalan ini juga terletak beberapa fasilitas umum lainnya, seperti terminal St. Hall, Rumah Sakit Kebon Jati, Rumah Sakit Santosa, sekolah, Gereja Kristen Pasundan Jemaat Bandung, serta fasilitas umum lainnya. Jadi berdasarkan fungsinya, bangunan ini terletak di lokasi yang sangat strategis dan menguntungkan.

(8)

Zonasi Massa Bangunan terbagi dua, yaitu massa bangunan lama yaitu (Eks.) Hotel Surabaya terletak di depan, dekat dengan Jalan Kebon jati, dan massa bangunan tambahan yang bernama Hotel Gino Feruci terletak di belakang bangunan lama. Mudah membedakan kedua massa bangunan tersebut karena keduanya memiliki gaya arsitektur yang berbeda serta proporsi bentuk yang berbeda pula.

Zonasi ruang pada bangunan (eks.) Hotel Surabaya (Hotel Gino Feruci) terbagi menjadi 5 yaitu:

- zona ruang berkumpul jika ada acara tertentu, namun seringkali tidak ada aktivitas. Sekarang ini sedang direnovasi untuk dijadikan cafe.

- zona restoran untuk sarapan dan makan malam. - zona ruang pertemuan yang disewakan.

- zona servis seperti toilet, gudang, dan dapur. - zona Hotel Gino Feruci.

3.4 Data Gambar

Di bawah ini merupakan beberapa foto eksterior bangunan (Eks.) Hotel Surabaya sekarang yang saat ini bernama Hotel Gino Feruci Kebon Jati. Terlihat bangunan barat sedang dalam renovasi untuk dijadikan kafe dan bangunan timur yang digunakan sebagai ruang pertemuan sewa terlihat sepi karena jarang digunakan.

Di bawah ini merupakan beberapa foto interior bangunan (Eks.) Hotel Surabaya sekarang yang saat ini bernama Hotel Gino Feruci Kebon Jati. Foto-foto tersebut dibagi dua yaitu pada bangunan barat dan timur.

Figur 2. Eksterior bangunan timur (eks.) Hotel Surabaya

Figur 1. Eksterior bangunan barat (eks.) Hotel Surabaya

Figur 3. Interior 1 bangunan timur (eks.) Hotel Surabaya

Figur 4. Interior 2 bangunan timur (eks.) Hotel Surabaya

(9)

Figur 5. Interior 3 bangunan timur (eks.) Hotel Surabaya

Figur 6. Interior 4 bangunan timur (eks.) Hotel Surabaya

Figur 7. Interior 1 bangunan barat (eks.) Hotel Surabaya

Figur 8. Interior 2 bangunan barat (eks.) Hotel Surabaya

Figur 9. Interior 3 bangunan barat (eks.) Hotel Surabaya

Figur 10. Interior 4 bangunan barat (eks.) Hotel Surabaya

(10)

4. Analisis Kesesuaian Pedoman Konservasi Pada Perubahan Fisik Bangunan (eks.) Hotel Surabaya

4.1 Kajian Perubahan Fisik (eks.) Hotel Surabaya Akibat Perubahan Fungsi

Perubahan fungsi yang dilakukan oleh pihak pengembang, menyebabkan adanya perubahan kebutuhan-kebutuhan yang berpengaruh terhadap bentukan fisik bangunan. Oleh karena itu perlu dikaji secara rinci mengenai perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada bangunan (eks.) Hotel Surabaya. Perubahan tersebut dibagi berdasarkan kepala, badan, kaki, dan ruang luar bangunan.

Figur 12. Potongan bangunan barat (eks.) Hotel Surabaya

(11)

Figur 13. Penambahan atap bangunan barat (eks.) Hotel Surabaya

2008

2016

Figur 14. Pembongkaran plafon bangunan barat (eks.) Hotel Surabaya

2008

2016

Figur 15. Pembongkaran dinding bangunan barat (eks.) Hotel Surabaya

2008

2016

Figur 16. Pergantian pintu bangunan barat (eks.) Hotel Surabaya

2016

2008

(12)

Perubahan-perubahan fisik yang telah dijabarkan secara singkat dirangkum dan dievaluasi dalam tabel rangkuman kajian. Perubahan tersebut dibagi menjadi 4, yaitu elemen bangunan yang tetap, berubah, hilang, dan bertambah.

Elemen

Bangunan Tetap Berubah Hilang Bertambah Keterangan

2008

2016

Figur 18. Penambahan tangga bangunan timur (eks.) Hotel Surabaya

2008

2016

Figur 19. Pergantian lantai bangunan barat (eks.) Hotel Surabaya

2008

2016

Figur 20. Perubahan ruang luar antara bangunan barat dan timur (eks.) Hotel Surabaya

(13)

Atap √ √ √

Mayoritas tetap dari segi bentuk, material,

dan ornament. Mengalami perubahan

berupa penambahan atap meja di area

depan dan kiri bangunan barat serta di

antara bangunan barat dan timur.

Plafon √ √ √ √

Sebagian besar tetap dipertahankan, hanya mengalami perubahan

dengan dibongkarnya salah satu plafon di ruang berbentuk segi 8

pada bangunan barat dan penambahan elemen dekoratif pada ruang-ruang bangunan

timur.

Dinding √ √ √

Sebagian besar tetap sama namun ada perubahan dengan dibongkarnya dinding di

salah satu ruang bangunan timur dan

diubahnya dinding sebagai tampak depan

bangunan barat.

Pintu √ √

Semua pintu diubah tampilan warnanya, serta beberapa diganti

daun pintunya. Beberapa pintu pada

bangunan barat dihilangkan semenjak dibangunnya hotel baru di belakang bangunan.

Jendela &

Ventilasi √ √

Semua jendela diubah tampilan warnanya,

namun tetap mempertahankan ornamennya. Beberapa diganti daun jendelanya menjadi lebih modern pada bangunan timur dan bangunan barat.

Tangga √ √ √ √ Tangga bangunan

(14)

dipertahankan dan ada yang ditambahkan pada ruang depan. Tangga bangunan barat dihilangkan pada

area ruang segi 8.

Lantai √ √

Sebagian besar tetap dipertahankan jenis dan motifnya. Terdapat

perubahan dengan pergantian jenis lantai pada area depan dan

samping bangunan barat.

Ruang

Luar √ √ √

Pada bangunan timur sebagian besar tetap,

namun ada penambahan elemen

dekoratif. Pada bangunan barat terjadi

perubahan yang jelas terlihat dengan ditambahkannya kaca-kaca sebagai tampilan

bangunan. Pada area di antara bangunan

barat dan timur terdapat penambahan tanaman-tanaman dan adanya mesin ATM.

Mengacu pada rangkuman tabel di atas maka secara garis besar terjadi perubahan pada setiap elemen bangunan. Perubahan tersebut terjadi karena pergantian jenis bahan atau tampilan warna, penambahan elemen bangunan, dan hilang atau dibongkarnya elemen bangunan. Namun banyak juga elemen bangunan yang tetap dipertahankan sehingga nilai sejarah dan arsitekturnya masih terjaga.

4.2 Kajian Perubahan Fisik (eks.) Hotel Surabaya Terhadap Ketentuan Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Berdasarkan Perda Kota Bandung No.19 tahun 2009

Berdasarkan penjelasan di atas, bangunan (Eks.) Hotel Surabaya telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya kelas A karena telah memenuhi minimal 4 kriteria tersebut. Namun perlu dianalisa dahulu apakah setelah terjadi perubahan fisik sedemikian rupa bangunan ini mengalami penurunan mutu sebagai bangunan cagar budaya kelas A melalui tabel berikut:

No. Nilai

(15)

1. Nilai

Sejarah √

Menjadi bagian dari sejarah panjang kawasan Kebon Jati sebagai salah satu Hotel tertua

di Bandung.

2. Nilai

Arsitektur √

Beberapa elemen bangunan hilang seperti plafon, dinding,

pintu, dan tangga bangunan seiring dengan perubahan fungsi yang terjadi. Selain itu

juga adanya perubahan tampilan dan penambahan elemen yang mengakibatkan nilai arsitektur bangunan kurang

jelas terlihat. Ornamen bangunan yang menunjukkan ciri khas suatu gaya arsitektur

sebagian besar tetap dipertahankan. 3. Nilai Ilmu Pengetahua n √

Masih dapat dipelajari sebagai contoh arsitektur bangunan publik bergaya Art Deco dengan

sentuhan arsitektur kolonial, Cina, dan Art Nouveau.

4. Nilai Sosial

Budaya √

Perubahan fungsi yang berawal dari hotel lalu menjadi kafe dan sekarang telah menjadi ruang pertemuan sewa dan bangunan

yang sedang direnovasi mengakibatkan minimnya aktivitas sosial di bangunan

tersebut.

5. Umur √

Bangunan telah berumur 133 tahun dan masih dirawat

dengan baik.

Mengacu pada uraian kajian perubahan fisik bangunan terhadap ketentuan pemugaran bangunan cagar budaya diatas, berikut adalah tabel kesesuaian antara perubahan fisik bangunan (Eks.) Hotel Surabaya terhadap pedoman konservasi Perda Kota Bandung no. 19 tahun 2009 sesuai persyaratan bangunan cagar budaya kelas A.

No. Persyaratan Bangunan

Cagar Budaya Kelas A Sesuai

Tidak Sesuai Keterangan 1. Bangunan dilarang dibongkar dan/atau diubah √

Terjadi pembongkaran pada massa ketiga bangunan barat untuk dijadikan hotel baru. Hilangnya beberapa elemen bangunan seperti pintu, dinding, plafon, dan

(16)

2.

Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar, atau

tidak layak tegak harus dibangun kembali sama seperti

semula sesuai dengan aslinya

Bangunan tidak mengalami kondisi buruk, roboh, terbakar, atau tidak layak

tegak, melainkan hanya mengalami

kerusakan-kerusakan minor yang dapat diperbaiki tanpa menghilangkan wujud asli

bangunan. 3. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama/sejenis atau memiliki karakter yang

sama, dengan mempertahankan

detail ornamen bangunan yang telah

ada

Pemeliharaan bangunan menggunakan bahan yang sebisa mungkin sejenis dan

memiliki karakter yang sama. Mayoritas detail ornamen pada tiap elemen

bangunan seperti plafon, atap, jendela, dan pintu tetap dipertahankan namun

pada ornamen lantai dan dekoratif dinding yang bernilai tinggi, beberapa

telah diganti. 4. Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian/perubah an fungsi sesuai rencana kota yang

berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya

Pengalihan fungsi menjadi fungsi komersil berupa kafe

atau restoran lalu menjadi ruang pertemuan sewa

(bangunan timur) mengakibatkan adanya perubahan fisik pada tiap

elemen bangunan untuk menunjang ruang publik dan komersil. Namun

perubahan tersebut mengakibatkan berkurangnya bentuk asli

bangunan. 5. Di dalam lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh

dengan bangunan utama, dengan ketentuan penambahan bangunan hanya dapat dilakukan di belakang dan/atau di √

Bangunan baru dibangun di belakang bangunan cagar budaya. Bangunan tersebut

berfungsi sebagai hotel yang memunculkan nuansa baru dengan tampilan gaya

arsitektur modern. Bangunan hotel ini menampilkan kesan kontras

antara bangunan lama sehingga kurang terlihatnya

keserasian antara bangunan (Eks.) Hotel

(17)

samping bangunan cagar budaya dan harus sesuai dengan

arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan

kawasan sekitar.

5. Penutup

Perubahan fisik yang terjadi pada bangunan (Eks.) Hotel Surabaya terdiri dari penambahan, pergantian, dan pembongkaran. Penambahan terjadi pada elemen atap, plafon, tangga, dan ruang luar bangunan. Penambahan tersebut meliputi bertambahnya atap di area depan dan kiri bangunan barat serta diantara bangunan bart dan timur, bertambahnya elemen dekoratif pada plafon bangunan timur, bertambahnya tangga di area depan bangunan timur, dan terjadinya penambahan elemen dekoratif pada bangunan timur serta kaca-kaca sebagai tampilan bangunan barat. Pergantian elemen yang terjadi meliputi pada pergantian jenis pintu dan jendela, dan pergantian lantai pada sisi kiri bangunan barat. Pembongkaran yang terjadi meliputi hilangnya plafon pada bangunan barat, dibongkarnya salah satu dinding bangunan timur dan dinding depan bangunan barat, hilangnya beberapa pintu bangunan barat, dan hilangnya tangga di bangunan barat.

Bangunan (Eks.) Hotel Surabaya yang mengalami perubahan fisik disesuaikan dengan pedoman konservasi yaitu Peraturan Daerah Kota Bandung no.19 tahun 2009. Berdasarkan pedoman tersebut bangunan ini mengalami penurunan mutu golongan A karena berkurangnya nilai bangunan akibat perubahan fisik yang terjadi. Selain itu terjadi ketidak sesuaian antara perubahan fisik bangunan dengan Perda Kota Bandung mengenai ketentuan pemugaran bangunan cagar budaya golongan A.

Masih adanya tindakan yang belum sesuai dengan pedoman konservasi telah menyebabkan nilai-nilai yang dimiliki menjadi berkurang. Disarankan kedepannya agar pihak pengembang lebih memperhatikan pedoman mengenai konservasi dan tidak hanya mementingkan aspek ekonomi belaka karena bila tidak, bangunan-bangunan cagar budaya di Kota Bandung akan semakin kehilangan nilai sejarah dan arsitekturnya yang berakibat pada memudarnya identitas kota. Selain itu juga kedepannya nanti perlu untuk ditingkatkan dan dilakukan secara berkala dalam upaya menkonservasi bangunan.

Acuan

Bandung Heritage (1981). The Australia ICOMOS Charter (the Burra Chart er) for the Cons ervation of Places of Cultural Significance.

Dobby, Alan (1984). Conservation an Planning, London: Hutchinson.

Feilden, Bernard M. (1994). Conservation Of Historic Building, Boston: Oxford. Fitch, James M. (1990). Historic Preservation, London: University Press of Virginia. Hart ono, Dibyo (1997). Data Bangunan Bersejarah di Kota Bandung, Bandung: Bappeda

Daerah Tingkat II Kotamady a Bandung.

Hart ono, Dibyo (2014). Architectural Conservation A ward Bandung, Bandung: Remaja Rosdakarya.

How Son, Lee & George, C. S. (1993). Building Maint enance Technology, Hampshire: Macmillan

(18)

Saputra, Eko Nugraha (2011). Mengk aji Gaya Arsitek tur Pada Bangunan Tempo Dulu di Kawasan Alun-Alun Bandung, Bandung.

Samuel, David (2011). Kajian Konservasi Pada Bangunan (ek s.) Hotel Surabaya, Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan.

Syamsalam, Faizal (2004). Restorasi Gedung Arsip Nasional Sebagai Bangunan Cagar Budaya, Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan. Wulandari, Yulia (2011). Mak na dan Bentuk Arsitektur Hotel Carrcadin Dalam Kajian

Kontek stualisme, Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan.

Perda Kota Bandung No.18 dan 19 tahun 2008 tent ang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya.

D. H. , Harastoeti (2016). Slide Mata Kuliah Pemugaran Bangunan Universitas Katolik Parahnyangan, Bandung.

Undang-Undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2010. SITUS WEB

Creative Suite (n.d. ). Art Nouveau. Diakses tanggal 1 November 2016, dari

https://creative5uite.wordpress.com/art-nouveau/

Wikipedia Ensiklopedia Bebas (2016). Arsitek tur Hindia Baru. Diakses tanggal 1 November 2016, dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_Hindia_Baru

Iketsa’s Blog (2010). Karak teristik Arsitek tur Kolonial Belanda. Diakses tanggal 1 November 2016, dari

https://iketsa.wordpress.com/2010/ 05/29/karakteristik-arsitektur-kolonial-belanda/

Wikipedia Ensiklopedia Bebas (2016). Art Deco. Diakses tanggal 1 November 2016, dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Art_Deco

ImageBali (n.d.). Pengertian Arsitek tur Gaya Neo Klasik . Diakses tanggal 1 November 2016, dari

http://imagebali.net/detail-artikel/1253-pengertian-arsitektur-gaya-neoklasik.php

Rurucoret Blogspot (2009). Arsitek tur China. Diakses tanggal 1 November 2016, dari

(19)

CURRICULUM VITAE

RAMADHAN ADITA PUTRA

Alamat rumah : Perum. Griya Satwika Komp. Telkom blok A4 no. 7 Pisangan Ciputat, Tangerang Selatan Tempat/Tanggal lahir : Jakarta / 1 Februari 1994

Jenis kelamin : Laki-laki

No. Telepon/HP : (021)74702319 / 085701519273 Email : ramadhanadita@gmail.com RIWAYAT P ENDIDI KAN

Formal

2000 – 2002 : SD Guntur, Madiun

2002 – 2006 : SD Islam Harapan Ibu, Jakarta 2006 – 2009 : SMP Labschool Kebayoran, Jakarta 2009 – 2012 : SMA Labschool Kebayoran, Jakarta

2012 – sekarang : S1 Program Studi Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

PENGALAMAN ORGANISASI

2013-2014 : Anggota Magang Himpunan Divisi Kesejahteraan Mahasiswa Prodi Arsitektur, Bandung

2014-2015 : Anggota Himpunan Divisi Pembinaan Mahasiswa Prodi Arsitektur, Bandung

PRESTASI DAN P ENGHARGAAN

2014 : Best Design Parahyangan Bamboonation, house seedbed design competition, Bandung

PENGALAMAN KERJA

2014-2015 : Tenaga magang PT. HAW, Jakarta Selat an KEMAMP UAN

Bahasa

Indonesia – aktif & pasif Inggris – aktif & pasif Komputer

Ms.Office (Ms. Word, Ms. Excel, Ms. Power Point) Sketch-Up, AdobeP hotoshop, AutoCad, AdobeIllustrator

Pas foto terbaru

3 x 4

(20)

Bandung, 19 Des ember 2016

Gambar

Figur 2. Eksterior bangunan timur (eks.)  Hotel Surabaya
Figur 12. Potongan bangunan barat (eks.) Hotel  Surabaya
Figur 13. Penambahan atap bangunan barat (eks.) Hotel Surabaya
Figur 18. Penambahan tangga bangunan timur (eks.) Hotel Surabaya

Referensi

Dokumen terkait

Biji karet memiliki kandungan protein yang cukup besar tidak kalah dengan kedelai yang kita tahu sekarang sebagai bahan pokok dalam pembuatan tempe.. Padahal biji karet sekarang

Penelitian ini terbatas pada penerapan 2-tier multiple choice format untuk tes diagnosis kognitif fisika pada materi Gelombang dan Optik, yang sesuai dengan Standar

yang didapat diikuti dengan gejala perilaku neurologis yang munul sebagai konsekuensi dari edera kepala tertutup dengan tingkat keparahan yang ukup untuk

Kualitas hidup pada kelompok yang biasa sarapan cenderung lebih tinggi dibandingkan kelompok yang tidak biasa sarapan, namun tidak terdapat perbedaan signifikan secara

Gambar 3.1 Struktur Menu MENU UTAMA Bayi Pra Setahun Diare Pada Bayi Masalah Timbangan Menangis Berlebihan Anak Segala Usia Rambut, Kulit Kepala dan Kuku Masalah Pada

Setelah melewati fase anak-anak, seseorang memiliki bentuk pribadi, cara yang dapat diketahui bahwa pribadi seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitarnya

Pembelanjaan harta dalam Islam harus dilakukan sesuai petunjuk Allah, bahwa pertama-tama harta dibelanjakan untuk keluarga, kemudian untuk masyarakat.. Dalam hukum waris

Gambar 4.15 Tanggapan Responden terhadap Keberhasilan Peralatan Makan yang Digunakan di Rumah Makan Bu Mamah .... xix Dini