IMPLEMENTASI FITUR GEOMETRI DAN K-MEANS
PADA PERHITUNGAN DAN SEGMENTASI
SEL DARAH MERAH BERTUMPUK
Faried Effendy
1),
Chastine Fatichah
2), Diana Purwitasari
3),
1) Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya
2,3)Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya Email : faried_effendy99@yahoo.com1), chastine@cs.its.ac.id2) , diana@if.its.ac.id2)
ABSTRAK
Segmentasi terhadap sel darah merah bertumpuk bertujuan untuk meningkatkan akurasi perhitungan sel darah merah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mensegmentasi sel darah merah bertumpuk menggunakan morfologi, fitur geometri dan k-means. Morfologi digunakan untuk preprocessing yakni memisahkan sel darah merah dengan background yang tidak diperlukan seperti sel darah putih dan platelet, fitur geometri berupa eksentrisitas dan luasan digunakan sebagai pendeteksi sel darah merah bertumpuk, sedangkan proses segmentasi dilakukan oleh k-means. Akurasi hasil segmentasi dari metode yang diusulkan mencapai 96,31%, sedangkan error perhitungan sel darah merah setelah dilakukan segmentasi berkisar 2,43%
.
Kata Kunci : sel darah merah, segmentasi,morfologi, fitur geometri, k-mean.
PENDAHULUAN
Sel darah merah (eritrosit) mempunyai komposisi terbanyak dalam darah[5]. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat metabolisme makanan untuk dapat menghasilkan energi serta
mengangkut O2(oksigen) dan CO2(karbon
dioksida)[5]. Berdasarkan American Cancer Society (2009) sel darah merah normal pada tubuh kita dibagi menjadi 4 kategori umur yaitu : bayi, anak-anak, wanita dan pria. Rata-rata jumlah sel darah merah pada setiap kategori adalah 4,8-7,2 juta/kubik mm untuk bayi, 3,8-5,5 juta/kubik mm pada anak-anak, 4,2-5 juta/kubik mm pada wanita dan 4,6-6 juta/kubik mm pada pria. Jumlah sel darah merah berpengaruh terhadap kesehatan manusia[5].Pada penyakit kronis seperti penyakit hati, anemia dan leukimia ditemui penurunan jumlah sel darah merah, sedangkan peningkatan sel darah merah ditemukan pada dehidrasi berat, diare, luka bakar, maupun perdarahan berat[5].
Akurasi perhitungan sel darah merah merupakan faktor yang sangat penting, karena akan mempengaruhi proses diagnosis maupun tindakan medis yang akan dilakukan[5]. Penghitungan sel darah merah di laboratorium dapat dilakukan secara manual menggunakan alat yang dinamakan Haemocytometer dan bantuan mikroskop serta hand
tally counter maupun secara otomatis dengan mesin hematology analyzer [2]. Dari segi keakuratan,
penghitungan dengan mesin memiliki keakuratan
yang lebih baik dibanding cara manual[2]. Namun sel darah merah bertumpuk dapat mengakibatkan ketidakakuratan kedua metode diatas [2]. Disamping itu penghitungan manual membutuhkan proses laboratorium yang panjang, serta harus melibatkan orang yang ahli dibidangnya [1][3][5][9].
Permasalahan sel bertumpuk harus diatasi untuk meningkatkan akurasi perhitungan sel darah merah. Metode untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah segmentasi, sehingga diperlukan pemilihan metode segmentasi sel bertumpuk yang tepat. Penelitian segmentasi sel bertumpuk masih berkembang dan merupakan tantangan bagi peneliti yang berkecimpung dibidang segmentasi sel[3]. Telah banyak penelitian dan metode yang
dikembangkan untuk mensegmentasi sel
bertumpuk[3].Penelitian yang telah dilakukan untuk mensegmentasi sel bertumpuk, diantaranya Xiadong Yang, dkk (2006) yang memperkenalkan teknik
condition-erosion (C_E) watershed, Jierong Cheng,
dkk (2009) menggunakan metode yang mirip dengan Xiadong Yang, dkk (2006) untuk memisahkan sel bertumpuk pada sel neuronal dan drosophila, serta Chanho Jung, dkk (2010) menggunakan metode
unsupervised bayesian classification untuk
mengatasi masalah sel bertumpuk pada sel serviks. Pada penelitian ini diusulkan segmentasi pada sel bertumpuk menggunakan fitur geometri berupa luasan dan eksentrisitas, penggunaan fitur ini
didasarkan pada karakteristik sel bertumpuk yang berukuran lebih besar dan lebih lonjong dibanding rata-rata sel normal. Formulasi pemisahan sel bertumpuk sebagai analisis klaster diadaptasi dari penelitian Jung(2010) karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan mampu mensegmentasi sel bertumpuk dengan baik .Sedangkan K-mean merupakan metode klastering sederhana dan mudah diimplementasikan, mampu mengelompokkan data yang berukuran besar serta menghasilkan klaster dengan cepat.
LANDASAN TEORI Sel Darah Merah
Sel darah merah (eritrosit) mempunyai komposisi terbanyak dalam darah[5]. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat metabolisme makanan untuk dapat menghasilkan energi serta
mengangkut O2(oksigen) dan CO2(karbon
dioksida)[5]. Sel darah merah normal pada tubuh kita dibagi menjadi 4 kategori umur yaitu : bayi, anak-anak, wanita dan pria. Rata-rata jumlah sel darah merah pada setiap kategori adalah 4,8-7,2 juta/kubik mm untuk bayi, 3,8-5,5 juta/kubik mm pada anak-anak, 4,2-5 juta/kubik mm pada wanita dan 4,6-6 juta/kubik mm pada pria[5]. Citra sel darah merah seperti yang terlihat pada gambar 1 memiliki bentuk yang beragam, ada yang tunggal namun tidak sedikit pula yang bertumpuk. Sel bertumpuk seperti inilah yang akan dideteksi dan diestimasi jumlah selnya.
Gambar 1. Citra sel darah merah. Fitur Geometri
Fitur merupakan suatu deskriptor yang menggambarkan karakteristik dari suatu obyek. Pada penelitian ini fitur yang digunakan untuk mengidentifikasi sel bertumpuk adalah eksentrisitas dan luasan. Eksentrisitas merupakan atribut dari elips yang didapatkan dari rasio antara titik fokus terhadap panjang sumbu utama pada citra. Sedangkan luasan merupakan jumlah piksel pada suatu wilayah/ region pada citra.
Morfologi
Operasi morfologi memandang citra sebagai himpunan, secara umum, pemrosesan citra secara morfologi dilakukan dengan cara mem-passing sebuah structuring element terhadap sebuah citra. Pemrosesan citra secara morfologi biasanya dilakukan terhadap citra biner (hanya terdiri dari 0
dan 1), walaupun tidak menutup kemungkinan dilakukan terhadap citra dengan skala keabuan 0-255.
Pada penelitian ini operasi morfologi digunakan untuk menghilangkan background yang tidak diinginkan seperti sel darah putih dan platelet. Operasi morfologi yang digunakan adalah dilasi, erosi, dan open.
Analisis Klaster
Analisis klaster adalah teknik yang digunakan untuk menggabungkan observasi ke dalam kelompok atau klaster [6], sedemikian sehingga:
1. Setiap kelompok atau klaster homogen mempunyai karateristik tertentu. Hal ini berarti bahwa observasi dalam setiap kelompok sama dengan observasi lain dalam satu kelompok yang sama;
2. Setiap kelompok seharusnya berbeda dari kelompok lain dengan karateristik yang sama. Hal ini berarti bahwa observasi dalamkelompok yang satu seharusnya berbeda dari observasi dalam kelompok lain.
Analisis klaster digunakan untuk mengelompokkan data observasi yang hanya berdasarkan pada informasi yang ditemukan dalam data, di mana data tersebut harus menggambarkan observasi dan hubungannya. Oleh karena itu, tujuan dari analisis ini adalah obsevasi dalam satu kelompok mirip satu sama lain dan berbeda dari observasi dalam kelompok lain. Semakin besar kemiripan (homogenitas) dalam kelompok dan semakin besar perbedaan (heterogenitas) antar kelompok maka klastering akan lebih baik atau lebih berbeda [7].
Dalam analisis klaster, pengelompokan observasi ke dalam klaster dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik yang berawal dari
kemiripan antar semua pasangan
observasi.Kemiripan ini didasarkan pada beberapa ukuran jarak. Metode lain dalam pengelompokan dapat menggunakan pilihan awal sebagai pusat klaster atau perbandingan di dalam dan antar variabilitas klaster. Selain itu, pengelompokan juga dapat menggunakan variabel klaster yang kemiripannya didasarkan pada matriks korelasi [8].
Pada prinsipnya analisis klaster merupakan proses untuk mereduksi sejumlah objek yang besar menjadi lebih sedikit yang disebut klaster. Analisis klaster digunakan oleh peneliti yang belum mengetahui anggota dari suatu kelompok.Analisis klaster disebut juga Q-analysis, classification
analysis, pengenalan pola (pattern recognition),
analisis segmentasi (numerical taxonomy).
Berdasarkan paparan tersebut, terdapat dua langkah utama dalam analisis klaster yaitu memilih ukuran kemiripan dan memilih algoritma dalam pembentukan klaster.
Metode K-means
Metode K-Means diperkenalkan oleh James B MacQueen pada tahun 1967 dalam proceedings of
the 5th berkeley symposium on Mathematical Statisticsand Probability Dasar pengelompokan
dalam metode ini adalah menempatkan objek berdasarkan rata-rata (mean) klaster terdekat.Oleh karena itu, metode ini bertujuan untuk meminimumkan error akibat partisi _ objek ke dalam _ klaster.Error partisi disebut juga sebagai fungsi objektif.
Misalkan
X
=
{
x
i}
i
=
1
,
2
...,
n
merupakan titik-titik dalam ruang berdimensin
(
R
n)
dan titik tersebut dikelompokkan ke dalam i klaster, Ci,i=1,2,..,K. Misalkan ci centroid dari klaster Ci sehingga jumlah kuadrat antara ci dan titik di dalam klaster yaitu xi, didefinisikan sebagai:
2
)
(
)
(
∑
∈−
=
i i C x i i kc
x
c
J
(1)Prinsip dasar metode K-Means adalah
meminimumkan jumlah kuadrat error dari seluruh i klaster, yaitu: 2 1
)
(
∑
∑
∈ =−
=
i i C x i i K ix
c
SSE
(2) RANCANGAN SISTEMRancangan sistem untuk segmentasi sel darah merah bertumpuk ditunjukkan dengan diagram blok sistem pada Gambar 2. Sistem yang dibangun meliputi preprocessing, ekstraksi sel darah merah, identifikasi sel bertumpuk, pengelompokan dengan k-means, dan rekonstruksi citra.
Preprocessing
Preprocessing bertujuan memperbaiki kualitas
citra, dimana citra yang dihasilkan dapat memberikan informasi secara jelas. Proses
preprocessing diawali dengan memproses citra awal
pada komponen Green (hijau) karena objek White
Blood Cells (WBC) terlihat lebih terang sehingga
akan lebih mudah dibedakan dengan Red Blood
Cells (RBC). Setelah itu dilakukan filter terhadap noise dengan menggunakan Median Filter. Global
gray level thresholding digunakan untuk
memisahkan antara obyek dan latar belakang. Setelah itu citra grayscale akan dikonversi menjadi citra biner dengan mengacu nilai treshold(batas) proses Global gray level thresholding. Citra biner hasil konversi terkadang memiliki bentuk lubang seperti yang terlihat pada Gambar 4(d), yang disebabkan karena iluminasi citra yang terjadi saat pengcapture-an citra sehingga pada proses berikutnya daerah tersebut dianggap sebagai
background..
Ada dua jenis lubang seperti yang terlihat pada Gambar 3(d) yang harus diperbaiki pada citra biner, yaitu :
a. Bentuk lubang tetutup seperti cincin b. Bentuk lubang terbuka
Untuk memperbaiki citra kasus pertama dapat digunakan operasi flood-fill, sedangkan untuk memperbaiki citra kasus kedua digunakan operasi
merging canny edge detection dan citra biner hasil graythresholding. Hasil akhir dari proses ini adalah
citra biner yang lebih sempurna (tanpa lubang). Ekstraksi Sel Darah Merah
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi sel bertumpuk, sementara hampir semua citra sel darah merah mengandung background yang tidak dibutuhkan seperti sel darah putih dan platelet. Oleh karena itu background yang tidak dibutuhkan tersebut harus dihilangkan/ dipisahkan. Pada proses ini citra WBC dihilangkan dengan operasi masking.
Citra WBC dikenali dengan cukup mudah karena memiliki ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan RBC tunggal, juga memiliki warna yang kontras yakni biru keunguan. Sedangkan citra platelet memiliki ukuran yang relatif lebih kecil sehingga untuk menghilangkannya cukup dengan menggunakan operasi morfologi open. Hasil akhir dari proses ini adalah citra biner tanpa WBC dan platelet.
Gambar 2. Diagram blok sistem segmentasi sel darah merah bertumpuk.
PreProcessing Ekstraksi sel darah merah Identifikasi sel bertumpuk Overlap RBC Non Overlap RBC Pengelompok an k-means Hasil segmentasi
sel darah merah Citra sel darah merah
Identifikasi dan Estimasi Sel Bertumpuk
Setelah sel darah merah dipisahkan dari
background yang tidak diperlukan, langkah
selanjutnya adalah deteksi sel darah merah bertumpuk.
Identifikasi sel bertumpuk pada penelitian ini merupakan kombinasi pendekatan boundary based dan region based yakni menggunakan fitur geometri berupa luasan dan eksentrisitas.
Pemilihan fitur eccentricity atau eksentrisitas didasarkan pada analisa yang telah dilakukan bahwa RBC tunggal dan RBC bertumpuk memiliki perbedaan eksentrisitas yang cukup signifikan, yakni pada RBC tunggal memiliki nilai eksentrisitas antara 0 – 0.7 sedangkan RBC bertumpuk memiliki eksentrisitas diatas 0.7.
Pemilihan fitur luasan didasarkan pada analisa yang telah dilakukan bahwa RBC bertumpuk memiliki luasan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan rata-rata RBC tunggal. Sehingga berdasarkan analisa tersebut dapat dibuat suatu threshold (batas) untuk mendeteksi region yang termasuk RBC bertumpuk. Batas atau
threshold didefinisikan sebagai berikut :
a. Region yang memiliki eksentrisitas > 0.7
b. Region yang memiliki Area > batasArea, dengan batasArea = mean (Area)- (0.5*Standard Deviasi(Area)).
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sel bertumpuk merupakan sel berukuran normal yang saling berimpit/ bertumpuk satu sama lain, sehingga untuk menentukan jumlah sel dalam sel bertumpuk berdasarkan asumsi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
Deviasi Standard STD Tunggal RBC Ukuran Rerata Bertumpuk RBC Ukuran STD(B)) (0.5 -B A = = = × = B A JmlSel (3)
Setelah teridentifikasi dan terestimasi jumlah sel bertumpuk, agar dapat dibandingkan akurasinya maka dilakukan perhitungan secara menyeluruh terhadap region yang diproses oleh metode yang diusulkan, yakni dengan menambahkan jumlah region yang tidak teridentifikasi sebagai sel bertumpuk dengan jumlah estimasi tiap region yang teridentifikasi sebagai sel bertumpuk.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 3. Contoh citra RBC proses preprocessing (a) citra awal (b) citra komponen green (c) citra hasil median filter (d) Citra hasil merging graytresholding + Cany
Gambar 4. Contoh Citra RBC biner tanpa WBC dan platelet
Desain pemisahan sel darah merah bertumpuk Setelah ditentukan sel darah merah bertumpuk, langkah berikutnya adalah memisahkan sel darah merah bertumpuk tersebut dengan metode k-means. Pemisahan sel darah merah bertumpuk diawali dengan proses klasterisasi piksel sel darah merah bertumpuk dengan menggunakan metode k-means, secara garis besar proses klasterisasi dilakukan dengan menggunakan matriks data X={xij} yang merupakan koordinat piksel sel darah merah bertumpuk. Untuk mendapatkan jumlah klaster sebagai input awal metode k-means, diasumsikan bahwa RBC bertumpuk terdiri dari beberapa RBC tunggal dengan ukuran yang beragam, dirumuskan:
Deviasi Standard STD Tunggal RBC Ukuran Rerata Bertumpuk RBC Ukuran (4) STD(B)) (0.5 -B A = = = × = B A JmlKlaster
Gambar 6 dan 7 memperlihatkan hasil deteksi RBC bertumpuk dan perhitungan jumlah klaster dalam RBC bertumpuk serta hasil segmentasi yang dilakukan oleh k-means
Gambar 6. Contoh Perhitungan Jumlah Klaster Pada RBC Bertumpuk
Gambar 7. Contoh Hasil Klastering RBC Bertumpuk Oleh K Means
HASIL UJI COBA DAN ANALISIS
Untuk data uji coba digunakan 10 citra mikroskopik sel darah merah, dengan asumsi bahwa tiap citra terdiri dari sel darah merah bertumpuk maupun tidak bertumpuk. Citra mikroskopik yang
dipilih tersebut masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, dengan tujuan agar pola hasil uji coba yang dihasilkan dapat lebih mempresentasikan keadaaan yang sebenarnya. Detail karakteristik dari 10 citra tersebut ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Citra Sel Darah Merah
Citra Karakteristik Memuat sel darah putih Memuat platelet Memuat sel bertumpuk Citra01 Ya Ya Ya Citra02 Ya Ya Ya Citra03 Ya Ya Ya Citra04 Ya Ya Ya Citra05 Ya Ya Ya
Citra06 Tidak Tidak Tidak
Citra07 Tidak Ya Tidak
Citra08 Tidak Ya Ya
Citra09 Ya Tidak Tidak
Citra10 Tidak Ya Ya
Skenario Uji Coba
Pengujian dari kinerja metode ini dilakukan dengan menerapkan skenario uji coba perbandingan sebagai berikut :
a. Skenario uji coba perbandingan dengan segmentasi citra manual. Segmentasi pada tahap ini adalah melakukan pemisahkan sel darah merah dengan background yang tidak diperlukan seperti sel darah merah dan platelet. Citra hasil segmentasi manual akan dianggap sebagai hasil segmentasi yang benar. Sehingga akurasi segmentasi dari metode yang diusulkan dapat dibandingkan b. Skenario uji coba perbandingan dengan
beberapa metode lain, yaitu metode
watershed, metode condition erosion dan
teknik circular hough transform. Skenario ini bertujuan untuk membandingkan akurasi segmentasi sel bertumpuk antara metode yang diusulkan dengan metode
classicalwatershed, metode condition erosion watershed melalui perhitungan
jumlah klaster oversegmentation,
undersegmentation serta correctly
segmented. Selain itu akan dibandingkan
akurasi perhitungan sel darah merah secara keseluruhan serta waktu komputasi antara metode yang diusulkan dengan metode
classicalwatershed, metode condition erosion (C-E) watershed dan teknik circular hough transform (CHT).
Uji Coba Perbandingan Akurasi dengan Segmentasi Citra Manual
Akurasi hasil segmentasi dihitung dengan membandingkan metode yang diusulkan dengan segmentasi manual. Segmentasi manual dilakukan dengan menandai/ mewarnai area sel darah merah pada citra. Metriks untuk mengevaluasi akurasi segmentasi menggunakan Akurasi, False Positive (FP) rate, dan False Negative (FN) rate, Akurasi dihitung sebagai rasio jumlah piksel yang diidentifikasi dengan benar oleh metode yang diusulkan (True Positive (TP)) dan jumlah piksel
background (True Negative (TN)) terhadap jumlah
piksel ground truth. FP rate dihitung sebagai rasio jumlah piksel yang teridentifikasi sebagai citra oleh metode yang diusulkan namun tidak teridentifikasi sebagai citra oleh segmentasi manual terhadap jumlah piksel ground truth. FN rate dihitung sebagai rasio jumlah piksel teridentifikasi sebagai citra oleh segmentasi manual namun tidak teridentifikasi sebagai citra oleh metode yang diusulkan terhadap jumlah piksel ground truth.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan terhadap 10 citra uji didapatkan rata-rata akurasi metode yang diusulkan mencapai 97,33% dengan rata-rata error FP dan FN masing-masing sebesar 1,28% dan 1,39%.
Uji Coba Perbandingan Akurasi dengan Metode Lain.
Uji perbandingan akurasi dengan metode lain ini terdiri dari 2 proses pengujian, proses pertama adalah uji akurasi segmentasi sel bertumpuk antara metode yang diusulkan dengan metode watershed danC-E. Kedua adalah uji akurasi perhitungan antara metode yang diusulkan dengan metode watershed, CHT dan C_E watershed.
a. Untuk menguji akurasi segmentasi sel bertumpuk digunakan metriks corrrectly
segmented, oversegmentation dan
undersegmentation. Correctly segmented
dihitung berdasarkan jumlah klaster (sel bertumpuk) yang di segmentasi dengan benar, Oversegmentation dihitung berdasarkan jumlah klaster yang disegmentasi berlebih, sedangkan
undersegmentation dihitung berdasarkan
jumlah klaster yang disegmentasi kurang dari seharusnya.
b. Akurasi segmentasi sel bertumpuk berkorelasi positif dengan akurasi perhitungan sel, pada proses segmentasi inilah sel akan dikenali sebagai sel tunggal atau bertumpuk dan sekaligus melakukan pemisahan secara visual. Tabel 4
menampilkan hasil perbandingan
perhitungan dan jumlah error antara metode manual dengan metode classical watershed, C_E, dan CHT untuk tiap citra uji.
Segmentasi manual Segmentasi otomatis Hasil evaluasi
Gambar 8. Citra proses evaluasi segmentasi sel darah merah
Tabel 2. Perhitungan akurasi, FP rate dan FN rate segmentasi sel darah merah
Citra Akurasi (%) FP rate (%) FN rate (%)
Citra01 98.32 0.77 0.90 Citra02 97.77 1.03 1.19 Citra03 98.46 0.73 0.80 Citra04 97.31 1.34 1.34 Citra05 98.42 0.80 0.77 Citra06 96.86 1.28 1.85 Citra07 97.74 0.93 1.32 Citra08 98.55 0.59 0.85 Citra09 94.29 2.86 2.84 Citra10 95.62 2.39 1.98
a b c d
Gambar 9. Contoh citra mengandung klaster (a) klaster awal (b) oversegmentation (c) undersegmentation (d) correctly segmented
a b
c d
Gambar 10. Contoh hasil segmentasi yang memuat correctly segmented, undersegmentation dan
oversegmentation (a) citra asli (b) hasil segmentasi dengan watershed (c) hasil segmentasi dengan C_E
watershed (d) hasil segmentasi dengan metode yang diusulkan.
Tabel 3. Perbandingan akurasi segmentasi sel antara metode yang diusulkan dengan metode classical
watershed dan condition erosion
Citra Jml
Klaster
Metode yg diusulkan Classical Watershed Condition Erosion
Watershed
Correct Under Over Correct Under Over Correct Under Over
Citra01 75 73 2 0 59 2 14 61 14 0 Citra02 66 65 1 0 58 0 8 60 6 0 Citra03 52 50 2 0 40 0 12 39 13 0 Citra04 63 56 6 1 40 2 21 45 17 1 Citra05 76 75 1 0 57 0 19 69 6 1 Citra06 31 31 0 0 23 0 8 31 0 0 Citra07 24 24 0 0 21 0 3 23 1 0 Citra08 35 33 1 1 30 0 5 33 2 0 Citra09 91 89 2 0 87 0 4 90 1 0
Tabel 4. Perbandingan error perhitungan antara metode yang diusulkan dengan metode classical watershed dan condition erosion
Nama Citra Manual
Metode yang diusulkan CHT Watershed Condition Erosion
Jml Error Jml Error Jml Error Jml Error
Citra01 93 90 3 74 19 116 23 78 15 Citra02 75 74 1 62 13 86 11 68 7 Citra03 71 70 1 60 11 94 23 56 15 Citra04 95 90 5 77 18 140 45 72 23 Citra05 82 81 1 30 52 124 42 79 3 Citra06 33 33 0 35 2 45 12 35 2 Citra07 24 24 0 14 10 34 10 27 3 Citra08 37 92 1 25 12 52 15 34 3 Citra09 96 94 2 73 23 102 6 97 1 Citra10 89 33 0 67 22 112 23 71 18 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: fitur geometri berupa luasan dan eksentrisitas dapat digunakan untuk mendeteksi sel bertumpuk pada citra sel darah merah. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, ambang batas (threshold) untuk mendeteksi sel bertumpuk yaitu :
- Region (eksentrisitas) > 0,7 dan - Region (area) >mean (Region (area))-
(0.5*STD(Region (area))).
Jumlah sel pada sel bertumpuk didapat dengan membagi luasan region yang dideteksi sebagai sel bertumpuk dengan rerata luasan seluruh region.
Metode k means dapat digunakan untuk memisahkan area yang bertumpuk. Rerata akurasi segmentasi metode yang diusulkan mencapai 96,64%, lebih tinggi dibandingkan rerata akurasi segmentasi metode classical watershed dan
condition erosion yang masing-masing sebesar
79,87% dan 87,22%.
Akurasi segmentasi sel bertumpuk berkorelasi positif terhadap akurasi perhitungan sel darah merah. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan didapat bahwa rerata error perhitungan metode yang diusulkan sebesar 1,79%, lebih rendah dibanding metode classical watershed dan condition erosion
yang masing-masing sebesar 32,10% dan 12,24%. Untuk menguji kehandalan, metode yang diusulkan juga dibandingkan dengan metode Circular Hough
Transform (CHT) dan didapat rerata error
perhitungan metode CHT sebesar 26,44%.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Cheng, J & Rajapakse, J.C. (2009),
”Segmentation of Clustered Nuclei With Shape Markers and Marking Function”, IEEE
Transactions on Biomedical Engineering, Vol.
56, No. 3, hal. 741-748. [2] Greer, J.P., Foerster, J.,Lukens,
J.N.(2003).”Wintrobe’s Clinical Hematology, 11th Ed”, Lippincott Williams & Wilkins Publisher, Philadelphia.
[3] Jung, C., Kim, C., Chae, S.W., Oh, S.,(2010), ”Unsupervised Segmentation of Overlapped Nuclei Using Bayesian Classification”, IEEE
Transactions on Biomedical Engineering, Vol.
57, No. 12, hal. 2825-2831.
[4] Jung, M., Shim, J., Ko, B. Nam, J.(2008), ”Automatic Cell Segmentation and
Classification using Morphological Features and Bayesian Network”, Image Processing : Machine Vision Applications, Proc. Of
SPIE-IS&T Electronic Imaging, SPIE Vol.683, 6830G.
[5] Mahmood, N.H.,Mansor, M.A.(2012), ”Red Blood Estimation Using Hough Transform Technique”, Signal& Image Processing: An International Journal(SIPIJ), Vol.3, No. 2, hal 53-64.
[6] Sharma, S.(1996),”Applied Multivariate Techniques”, John Wiley & sons, New York [7] Tan, et al.(2006),”Introduction To Data
Mining”, Addison-Wesley, USA
[8] Rencher,A.C.(2002),”Methods of Multivariate Analysis”, John Wiley, Canada
[9] Yang, X., Li, H., Zhou, X.(2006), ”Nuclei Segmentation Using Marker-Controled Watershed, Tracking Using Mean-Shift, and Kalman Filter in Time-Lapse Microscopy”,
IEEE Transaction on Cicuits and Systems: Regular Papers, Vol. 53, No. 11, hal.