• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dinyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dinyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan nasional dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dinyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mewujudkan tujuan nasional, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Sebagaimana dalam Pasal 31 UUD 1945 dinyatakan bahwa:1

1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;

2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;

3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang;

4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan

1

(2)

5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pendidikan sebagai salah satu amanat UUD 1945 diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang dalam visinya untuk mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah yang berdasarkan kepada Pancasila.2

Sementara itu kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia dalam pembangunan nasional pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia harus dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang baik dan bermutu.3 Oleh karena itu, kedudukan Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional.4 Sebagaimana dalam Pasal 39 Ayat (2) UU Sisdiknas disebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Pendidik yang dimaksud adalah Guru yang menurut UU Sisdiknas memiliki visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan

2

Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdikans).

3

M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hal. 67-68.

4

Sahala Aritonang, Hak-Hak Guru dan Dosen Swasta Jika Diberhentikan, Ternyata Guru

(3)

prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.5

Profesionalisme berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat modern. Dimana dituntut beraneka ragam spesialisasi yang sangat diperlukan dalam masyarakat yang semakin kompleks. Spesialisasi yang sangat diperlukan dalam masyarakat adalah profesi Guru.6 Andi Saondi dan Aris Suherman menyebutkan bahwa keberadaan Guru di tengah-tengah masyarakat diakui sebagai suatu hal yang fundamental dan penting guna meningkatkan kualitas pendidikan nasional.7 Sehubungan dengan itu, disebutkan pula oleh Oemar H. Malik, bahwa:8

Masyarakat merasakan perlunya suatu lembaga pendidikan Guru yang khusus berfungsi mempersiapkan tenaga Guru yang terdidik dan terlatih dengan baik. Implikasi dari gagasan tersebut adalah perlunya dikembangkan program pendidikan guru yang serasi dan memudahkan pembentukan Guru yang berkualifikasi profesional, serta dapat dilaksanakan secara efisien dalam kondisi sosial kultural masyarakat Indonesia.

Pada prinsipnya Guru memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berkreasi sebagai upaya meningkatkan kinerjanya. Namun, potensi yang dimiliki Guru untuk berkreasi sebagai upaya meningkatkan kinerjanya tersebut, tidak selalu berkembang secara wajar dan lancar disebabkan adanya pengaruh dari berbagai faktor baik yang muncul dari dalam pribadi Guru itu sendiri maupun dari faktor luar. Oleh sebab itu, pada tanggal 30 Desember 2005, Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan

5

Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Pengembangan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Gaung Persada, 2009), hal. 98-99.

6

Oemar H. Malik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 1.

7

Ondi Saondi dan Aris Suherman, Etika Profesi Keguruan, (Bandung: Refika Aditama, 2010), hal. 1.

8

(4)

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), dimana bahwa dalam UUGD tersebut Guru dituntut bekerja secara profesional, berstandar kompetensi, dan memperhatikan kesejahteraan Guru tersebut.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa kedudukan Guru mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama. Sedangkan misinya adalah untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut:9

1. Mengangkat martabat Guru;

2. Menjamin hak dan kewajiban Guru; 3. Meningkatkan kompetensi Guru; 4. Memajukan profesi serta karir Guru; 5. Meningkatkan mutu pembelajaran; 6. Meningkatkan mutu pendidikan nasional;

7. Mengurangi kesenjangan ketersediaan Guru antar daerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi;

8. Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah; dan 9. Meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.

Sebagaimana misi dalam UUGD di atas, Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus juga menyebutkan bahwa:10

Kedudukan Guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan perannya sebagai agen pembelajaran dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional. Kedudukan Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung program pemerintah mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (goog governance).

Sehubungan dengan itu, Guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

9

Penjelasan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD).

10

(5)

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, inovatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.11

Kedudukan Guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja Guru. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan Guru sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, Guru harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya sebagai tenaga pendidik. Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis Guru yang meliputi hak dan kewajiban Guru sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi Guru, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja Guru tersebut.

Kedudukan Guru sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah. Berdasarkan hal tersebut di atas perlu dilakukan langkah sebagaimana disebutkan dalam UUGD yakni

11

(6)

menyelenggarakan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi.12

Penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai salah satu dari langkah-langkah pemerintah dalam pembangunan sistem pendidikan nasional, bertujuan untuk:13

1. Menentukan kelayakan Guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional;

2. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan; 3. Meningkatkan martabat Guru; dan

4. Meningkatkan profesionalitas Guru.

12

Lihat penjelasan UUGD. Strategi dalam pembangunan sistem pendidikan nasional adalah: a. Penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi; b. Pemenuhan hak dan kewajiban Guru dan Dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai

dengan prinsip profesionalitas;

c. Penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian Guru dan Dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;

d. Penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi Guru dan Dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para Guru dan Dosen;

e. Peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap Guru dan Dosen dalam pelaksanaan tugas profesional;

f. Peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat Guru dan Dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;

g. Penguatan kesetaraan antara Guru dan Dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan Guru dan Dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;

h. Penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban Guru dan Dosen sebagai tenaga profesional; dan

i. Peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban Guru dan Dosen.

13

H. Muhammad Zen, Kiat Sukses Mengikuti Sertifikasi Guru, (Malang: Cakrawala Media Publisher, 2010), hal. 14.

(7)

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru dan Dosen.14 Dalam perspektif Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud adalah Guru. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru disebut sertifikasi Guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada Guru yang telah memenuhi standar profesional Guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Sertifikasi merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah agar para Guru di berbagai daerah di tanah air dapat bekerja secara profesional dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai berkas portofolio yang terdiri bukti-bukti prestasi, hasil kinerja dan berbagai hal yang terkait dengan kiprah Guru tersebut.15

Guru merupakan profesi seperti profesi lain yaitu: dokter, akuntan, pengacara, sehingga proses pembuktian profesionalitasnya perlu dilakukan. Seseorang yang akan menjadi akuntan harus mengikuti pendidikan profesi akuntan terlebih dahulu. Begitu pula untuk profesi lainnya termasuk profesi Guru. Dasar hukum dalam pelaksanaan sertifikasi Guru adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD). Selain UUGD, landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan

14

UUGD, Pasal 1 ayat (11).

15

H. Muhammad Zen, Op. cit., hal. 10. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.

(8)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.

Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 UUGD disebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam Pasal 11 ayat (1) disebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam Pasal 8 diberikan kepada Guru yang telah memenuhi persyaratan.

Guru merupakan salah satu komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan nasional. Peran, tugas, dan tanggung jawab Guru sangat bermakna dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia, meliputi kualitas iman/taqwa, akhlak mulia, dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, adil, makmur, dan beradab. Untuk menjalankan fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis tersebut, diperlukan Guru yang profesional.16 Oleh sebab itu, maka sertifikasi Guru dimaksud untuk pengakuan kedudukan Guru melalui penilaian profesionalisme Guru, guna meningkatkan mutu pendidikan dalam sistem pendidikan nasional yang dinyatakan dalam bentuk pemberian sertifikat pendidik.17

16

Buku II Penyusunan Portofolio Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Mei 2008, hal. 1.

17

Buku I Naskah Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Mei 2008, hal. 3. Lihat juga, http://www.scribd.com/doc/6195422/BUKU-PEDOMAN-SERTIFIKASI-GURU-Buku-1, diakses tanggal 7 Januari 2011.

(9)

Lembaga penyelenggara sertifikasi Guru adalah Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Perguruan Tinggi atau Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.18 Salah satu lembaga penyelenggara sertifikasi khusus Guru di Provinsi Sumatera Utara adalah Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).

Sebagai lembaga penyelenggara seritikasi Guru, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Sumatera Utara melakukan sertifikasi berdasarkan portofolio Guru dalam jabatan dengan kualifikasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (3) Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan, terdiri dari: Kualifikasi akademik; Pendidikan dan pelatihan; Pengalaman mengajar; Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; Penilaian dari atasan dan pengawas; Prestasi akademik; Karya pengembangan profesi; Kekutsertaan dalam forum ilmiah; Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. 19

Berdasarkan data dan wawancara dilakukan di LPMP dan LPTK bahwa peserta sertifikasi Guru untuk tahun 2010 berjumlah 4728 orang terdiri dari: jalur langsung 1 orang; jalur portofolio (lulus) 684 orang; tidak lulus (masuk PLPG) 4041 orang; dan 2 orang didiskulifikasi. Terjadi penurunan tingkat kelulusan secara tajam

18

Hoyyima Khoiri, Jitu dan Mudah Lulus Sertifikasi Guru, (Jogjakarta: Bening, 2010), hal. 63.

19

Muhammad Zen, Op. cit., hal. 52-53. Lihat juga: Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan (Permendiknas No.18 Tahun 2007). Portofolio adalah kumpulan prestasi selama menjalankan tugas sebagai tenaga pendidik (Guru dan Dosen).

(10)

peserta portofolio pada tahun 2010 yakni sekitar 20%. Jumlah peserta yang tidak lulus di tahun 2010 yakni 4041 orang direkomendasikan untuk masuk PLPG sehingga peserta yang lulus 3861 orang dan tidak lulus 26 orang serta 154 orang tidak menghadiri PLPG sama sekali.20

Keadaan demikian menggambarkan bahwa pelaksanaan sertifikasi Guru berbasis portofolio dilakukan semakin ketat dengan memperhatikan aspek data portofolio Guru yang dilampirkan. Sebab, masalah yang sering muncul di LPMP adalah mengenai kelengkapan data peserta (Guru).21 Oleh karena itu, maka perlu untuk dilakukan penelitian tentang, “Analisis Yuridis Terhadap Sertifikasi Guru Berbasis Portofolio (Studi Pada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Sumatera Utara)”, sebagai judul dalam penelitian ini.

B. Perumusan Masalah

Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang diteliti adalah:

1. Bagaimanakah pengaturan sertifikasi Guru berdasarkan peraturan perundang-undangan nasional?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian sertifikasi Guru berbasis portofolio di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Sumatera Utara?

20

Wawancara dengan Bagian Data Sertifikasi Guru di LPMP tanggal 15 Juni 2011.

21

(11)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam melakukan penelitian ini sebagaimana permasalahan di atas adalah:

1. Untuk memahami dan mendalami pengaturan sertifikasi Guru berdasarkan peraturan perundang-undangan nasional.

2. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan pemberian sertifikasi Guru berbasis portofolio di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Sumatera Utara.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan sejumlah manfaat kepada para pihak, baik secara teoritis maupun secara praktis, manfaat tersebut adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat membuka wawasan dan paradigma berfikir dalam memahami dan mendalami permasalahan hukum khususnya pemahaman tentang aspek hukum pemberian sertifikasi Guru berbasis portofolio. Selain itu, menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutannya, dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan serta sebagai kontribusi bagi penyempurnaan perangkat peraturan mengenai sistem pendidikan nasional khususnya pemberian sertifikasi Guru.

2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi kalangan Guru-Guru, lembaga penyelenggara sertifikasi seperti Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPK), Dinas Pendidikan Provinsi dan

(12)

Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Perguruan Tinggi Penyelenggara yang telah ditetapkan Pemerintah (LPTK), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Sumatera Utara, agar dapat lebih mengetahui dan memahami tentang peranannya sebagai institusi/lembaga yang diharapkan dalam menyelenggarakan program sertifikasi Guru meliputi pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya.

E. Keaslian Penulisan

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama dengan permasalahan di atas, maka sebelumnya, peneliti telah melakukan penelusuran di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan di Perpustakaan Program Studi Magister Ilmu Hukum USU. Namun, berdasarkan penelusuran tidak ditemukan judul penelitian/tesis yang memiliki kemiripan judul dan permasalahan yang sama dengan penelitian ini. Oleh karena itu, judul dan permasalahan di dalam penelitian ini, dinyatakan asli dan jauh dari unsur plagiat.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Pekerjaan Guru dan Dosen sebagai tenaga pendidik merupakan suatu jabatan profesional yang memiliki peranan dan kompetensi. Guru dan Dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan, sehingga perlu dikembangkan profesionalisme yang

(13)

bermartabat.22 Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang manandai atau melukiskan corak suatu profesi. Selain itu profesionalisme juga mengandung pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan.23

Profesi pada hakikatnya adalah suatu janji terbuka bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan tersebut.24 Menurut Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, profesi lebih dipusatkannya pada keahlian dimana bahwa profesi menurutnya merupakan suatu jenis pekerjaan yang berkaitan dengan bidang keahlian tertentu, semakin ahli di bidangnya, maka semakin profesional pekerjaannya.25

Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan yang diharuskan dalam profesi, tetapi dalam arti ”profession” terpaku juga suatu ”panggilan”. Dengan demikian, arti ”profession” mengandung dua unsur yaitu keahlian dan panggilan. Sehingga seorang yang profesional harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi profesional melainkan bahwa kedua-duanya harus menyatu. Berkaitan dengan profesionalisme ini, ada dua pokok yang

22

Oemar H. Malik, Op. Cit., hal. 8.

23

Ondi Saondi dan Aris Suherman, Op. cit., hal. 109.

24

Oemar H. Malik, Op. cit., hal. 1-2.

25

(14)

menarik perhatian mengenai profesi dan profesionalisme. Pertama, bahwa manusia-manusia profesional tidak dapat digolongkan sebagai kelompok kapitalis atau kelompok kaum buruh. Juga tidak dapat dimasukkan sebagai kelompok administrator atau birokrat. Kedua, bahwa manusia-manusia profesional merupakan suatu kelompok tersendiri yang bertugas memutarkan roda lembaga/instansi/perusahaan melalui suatu status dalam kepemimpinan di segala tingkat mulai dari atasan, menengah sampai ke bawah.26 Dengan demikian, jika berbicara tentang profesionalisme, tidak dapat dilepaskan dari masalah kepemimpinan dalam arti yang luas.

Profesionalisme merupakan suatu proses yang tidak dapat ditahan-tahan dalam perkembangannya. Talcott Parsons, tidak tahu arah lanjut proses profesionalisasi itu nantinya, tapi menurutnya keseluruhan kompleks profesionalisme itu tidak hanya tampil ke depan sebagai sesuatu terkemuka melainkan juga sudah mulai mendominasi situasi sekarang.27

Menurut Soegito Reksodihardjo, arti kata ”profesi” adalah suatu bidang suatu kegiatan yang dijalankan oleh seseorang dan merupakan sumber nafkah bagi dirinya. Meskipun lazimnya profesi dikaitkan dengan taraf lulusan akademi/universitas, suatu profesi tidak mutlak harus dijalankan oleh seorang sarjana. Dalam masyarakat Indonesia pun telah dikenal berbagai profesi non-akademik, seperti pemain sepak bola, dan petinju profesional. Walaupun objek yang ditangani dapat berupa orang

26

Ondi Saondi dan Aris Suherman, Op. cit., hal. 109-110.

27

(15)

atau benda fisik, yang menjadi penilaian orang tentang suatu profesi ialah hasilnya, yaitu tentang mutu jasa atau baik buruknya penanganan fungsi dimaksud. Dalam situasi yang penuh tantangan dan persaingan ketat seperti sekarang ini, kunci keberhasilan profesi terletak pada taraf kemahiran orang yang menjalankannya. Taraf kemahiran demikian hanya dapat diperoleh melalui proses belajar dan berlatih sampai tingkat kesempurnaan yang dipersyaratkan tercapai bukan melalui jalan pintas.28

Atasan dalam suatu jabatan seharusnya dalam menilai kemampuan orang lain bukan semata-mata atas dasar gelar akademik (diploma, sarjana, megister), akan tetapi atas dasar kesanggupannya mewujudkan prestasi berupa kemajuan nyata dengan modal pengetahuan yang dimiliki. Dalam praktik, dijumpai bahwa tidak semua orang mampu mendayagunakan pengetahuannya dalam pekerjaan. Tidak jarang dijumpai seorang sarjana yang mampu bekerja secara rutin. Sebaliknya, seorang non-sarjana yang kreatif ternyata mampu memberi bukti kesanggupan berkembang dan menambah aneka bentuk faedah baru dengan dasar pengetahuannya yang relatif masih terbatas.

Gelar akademik bukan jaminan prestasi seseorang melainkan prestasi harus diukur di satu pihak dengan hasil yang diperoleh dari seseorang dan di lain pihak dengan tolak ukur yang dikaitkan dengan kemampuan semestinya ada pada orang itu. Misalnya Diploma hanya memberi harapan tentang adanya kemampuan itu, tetapi kemampuan nyata harus dibuktikan melalui hasil penerapan pengetahuan yang ditandai dengan diploma tadi dalam pekerjaannya.

28

(16)

Dalam memperoleh kemampuan demikian, pengalaman merupakan guru terbaik. Tanpa kesanggupan untuk menarik pelajaran dari pengalamannya, seseorang tidak mengalami proses kemajuan dan pematangan dalam pekerjaan. Orang yang sudah puas dengan perolehan tanda lulus atau gelar saja dan tidak meneruskan proses belajarnya dari praktik bekerja akan mengalami kemunduran dalam dunia yang dinamis dan akan tertinggal dari yang lain. Berikut ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme:29

1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil sehingga dituntut untuk selalu mencari peningkatan mutu;

2. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan;

3. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas atau putus asa sampai hasilnya tercapai;

4. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh keadaan terpaksa atau godaan iman, seperti harta dan kenikmatan hidup; dan 5. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan pikiran dan perbuatan

sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.

Berdasarkan ciri-ciri di atas, dapat dipahami bahwa tidak mudah menjadi seorang pelaksana profesi yang profesional, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Kriteria di atas, tentu harus didasarkan kepada kompetensi. Tjerk Hooghiemstra, mengemukakan bahwa seorang yang dikatakan profesional adalah mereka yang sangat kompoten atau memiliki kompetensi-kompetensi tertentu yang mendasari kinerjanya. Kompetensi menurut Tjerk Hooghiemstra, pada tulisannya yang berjudul Integrated Management of Human Resources, disebutkan bahwa, kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan unjuk

29

(17)

kerja yang efektif atau superior pada jabatan tertentu. Kompetensi dapat berupa motif, sifat, konsep diri pribadi, attitude atau nilai-nilai, pengetahuan yang dimiliki, keterampilan dan berbagai sifat-sifat seseorang yang dapat diukur dan dapat menunjukkan perbedaan antara rata-rata dengan superior.30

Sehubungan dengan itu, Lyle M. Spencer dalam bukunya berjudul

Competence at Work, tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Tjerk

Hooghiemstra sebelumnya. Kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan atau menghasilkan untuk kerja yang efektif dan atau superior pada jabatan tertentu atau situasi tertentu sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Karakteristik pokok mempunyai arti kompetensi yang sangat mendalam dan merupakan bagian melekat pada pribadi seseorang dan dapat menyesuaikan sikap pada berbagai kondisi atau berbagai tugas pada jabatan tertentu. Maka, ada lima karakteristik kompetensi yaitu: motif; sikap; konsep diri (attitude, nilai-nilai atau imajinasi diri), pengetahuan atau keterampilan.31

Kompetensi lebih dititik beratkan pada apa yang diharapkan dikerjakan oleh pekerja di tempat kerja. Dengan perkataan lain, kompetensi menjelaskan apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang bukan latihan apa yang seharusnya diikuti. Kompetensi juga harus dapat menggambarkan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan keterampilan pada situasi dan lingkungan yang baru. Karena itu, uraian kompetensi harus dapat menggambarkan cara melakukan sesuatu dengan

30

Tjerk Hooghiemstra, dalam Ondi Saondi dan Aris Suherman, Ibid., hal. 112.

31

(18)

efektif bukan hanya mendata tugas. Melakukan sesuatu dengan efektif dapat dicapai dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Sikap kerja atau attitude sangat memengaruhi produktivitas.

Pekerjaan manusia yang paling terpandang dan dihormati adalah Guru. Apabila dibandingkan dengan Raja, Presiden, Gubernur, Pejabat, orang kaya, bos, direktur, dan status sosial ekonomi lainnya, maka pekerjaan tersebut tidak semulia Guru.32 Oemar Hamalik, dalam bukunya berjudul ”Pendekatan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi”, disebutkannya bahwa hingga sampai saat ini, pekerjaan Guru sebagai tenaga pendidik masih diperdebatkan apakah termasuk profesi atau bukan. Sebab sering terjadi seorang Guru gagal dalam mendidik muridnya/siswanya sementara Guru tersebut telah memiliki gelar akademik walaupun ada juga Guru yang berhasil mendidik. Ada pula orang tua berhasil dalam medidik anak-anaknya akan tetapi orang tua tersebut tidak pernah sekalipun mengikuti pendidikan Guru dan mempelajari ilmu mengajar. Oleh sebab itu, dalam melihat hal tersebut, maka profesi Guru hendaknya dipahami dalam hubungannya yang luas sebagai berikut:33

1. Peranan pendidikan harus dilihat pembangunan secara menyeluruh yang bertujuan untuk membentuk manusia sesuai dengan cita-cita bangsa. Pembangunan tidak mungkin berhasil jika tidak dilibatkan kemampuan yang dimiliki manusianya. Untuk menyukseskan pembangunan perlu ditata sistem pendidikan yang relevan. Sistem pendidikan dirancang dan dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya. Tanpa keahlian yang memadai, maka pendidikan sulit berhasil. Keahlian yang dimiliki oleh tenaga pendidik, tidak dimiliki oleh warga (masyarakat) pada umumnya, melainkan hanya dimiliki

32

Zainal Aqib, Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional, (Bandung: Yrama Widya, 2009), hal. 5.

33

(19)

oleh orang-orang tertentu yang telah menjalani pendidikan Guru secara berencana dan sistematik;

2. Hasil pendidikan memang tidak mungkin dilihat dan dirasakan dalam waktu singkat, melainkan diperlukan jangka waktu yang lama. Itulah sebabnya proses pendidikan tidak boleh keliru atau salah. Kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang bukan ahli di bidang pendidikan dapat merusak generasi seterusnya. Oleh sebab itu, tangan-tangan yang mengelola sistem pendidikan mulai dari atas samapi ke tingkat bawah harus terdiri dari tenaga-tenaga profesional dalam bidang pendidikan;

3. Sekolah adalah suatu lembaga profesional. Sekolah bertujuan membentuk peserta didik menjadi manusia dewasa yang berkpribadian matang dan tangguh dapat dipertanggungjawabkan dalam masyarakat dan terhadap dirinya. Dimana orang tua peserta didik telah mempercayakan anak-anaknya dididik di sekolah. Tanggung jawab peserta didik tersebut terletak pada Guru-Guru dan tenaga kependidikan lainnya. Oleh karena itu, para Guru-Guru harus dididik dalam profesi kependidikan, agar memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efisien dan efektif. Hal ini dapat dilakukan jika kedudukan, fungsi, dan peran Guru diakui sebagai suatu profesi;

4. Sesuai dengan hakikat dan kriteria profesi, jelas bahwa pekerjaan Guru harus dilakukan oleh orang yang bertugas sebagai Guru. Pekerjaan Guru adalah pekerjaan yang penuh pengabdian kepada masyarakat dan perlu ditata berdasarkan kode etik tertentu. Kode etik tersebut mengatur bagaimana seorang Guru harus bertingkah laku sesuai dengan norma-norma pekerjaannya, baik dalam hubungan dengan anak didiknya maupun dalam hubungannya dengan teman sejawat; dan

5. Sebagai konsekuensi logis dari pertimbangan tersebut, maka setiap Guru harus memiliki kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan. Dengan demikian Guru memiliki kewenangan mengajar untuk diberikan imbalan secara wajar sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Tentunya seorang calon Guru harus pula menempuh program pendidikan Guru pada suatu lembaga pendidikan Guru tertentu.

Guru harus bekerja secara profesional karena sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), pekerjaan Guru dijadikan sebagai profesi layaknya profesi dokter, pengacara, dan lain-lain. Dalam hal

(20)

ini, E. Mulyasa, menyatakan bahwa Guru harus profesional dengan memposisikan dirinya sebagai:34

1. Orang tua yang penuh kasih sayang terhadap peserta didiknya;

2. Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik; 3. Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta

didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya;

4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan sarana pemecahannya; 5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab;

6. Membiasakan peserta didik untuk saling berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain secara wajar;

7. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya;

8. Mengembangkan kreativitas; dan 9. Menjadi pembantu ketika diperlukan.

Dalam memenuhi tuntutan di atas, Guru harus mampu memaknai pembelajaran dan menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Maka terhadap Guru tersebut harus pula memiliki kompetensi profesional.35 Menurut konsep Jerman digunakan istilah kompetensi profesional. Kompetensi profesional mencakup kumpulan beberapa kompetensi yang berbeda satu sama lain seperti ditunjukkan di bawah ini:36

1. Kompetensi spesialis, yaitu kemampuan untuk keterampilan dan pengetahuan dalam menggunakan alat-alat yang ada dengan sempurna, mengorganisasikan dan menangani masalah;

2. Kompetensi metodik, yaitu kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisa informasi, mengevaluasi informasi, orientasi tujuan kerja, dan bekerja secara sistematis;

3. Kompetensi individu, yaitu kemampuan untuk inisiatif, dipercaya, motivasi, kreatif; dan

34

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 36.

35

Ibid., hal. 37.

36

(21)

4. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan untuk berkomunikasi, kerja kelompok, keja sama.

Sehubungan dengan kompetensi profesional tersebut, Guru profesional adalah Guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi dimaksud meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Kompetensi profesional merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh Guru.37

Kompetensi profesional sebagaimana dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Indonesia, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Berkenaan dengan kompetensi profesionalisme Guru tersebut, dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), Bab III Pasal 7 ayat (1), profesi Guru harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

2. Memiliki Komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;

37

(22)

7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Kompetensi Guru dapat diukur dari berbagai aktifitasnya secara aktif, inovatif dalam kegiatan ilmiah untuk dapat berhak sebagai penerima sertifikat dalam sertifikasi Guru. Sertifikasi Guru dimaksud diperhatikan dari portofolio Guru selama melaksanakan tugasnya. Dimana bahwa portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai Guru dalam interval waktu tertentu.38 Oleh karena itu, terhadap Guru yang merupakan tenaga profesional di bidang pendidikan dalam perspektif Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), Guru dituntut untuk bekerja secara profesional yang didasarkan kepada kompetensi Guru yang memadai dan memperhatikan kepada kesejahteraan Guru tersebut melalui sertifikasi.

2. Landasan Konsepsional

Landasan konsepsional digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa istilah untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman atau perbedaan penafsiran mengenai definisi atau pengertian. Landasan konsepsional dimaksud adalah sebagai berkut:

38

(23)

a. Pendidikan adalah mencakup pada pendidikan formal terdiri dari SD/MI, SMP/MTs, dan SMU yang merupakan kumpulan dari semua proses yang memungkinkan seseorang mampu mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang dimilikinya, sikap-sikap dan bentuk perilaku yang bernilai positif di masyarakat tempat yang bersangkutan berada.39

b. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.40

c. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru.41

d. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada Guru sebagai tenaga profesional.42

e. Portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai Guru dalam interval waktu tertentu.43

f. Kompetensi Guru adalah sejumlah kemampuan yang harus dimiliki Guru untuk mencapai tingkatan Guru profesional.44

g. Guru profesional adalah Guru yang memenuhi persyaratan kompetensi untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.45

39

M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, Op. cit., hal. 8-9.

40

UUGD, Pasal 1 angka 1.

41

Ibid., Pasal 1 angka 11.

42

Ibid., Pasal 1 angka 12.

43

Muhammad Zen, Op. cit., hal. 52.

44

(24)

h. Profesi adalah spesialisasi kerja yang membutuhkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berdasarkan intelektualitas diperoleh melalui studi dan pelatihan yang bertujuan untuk menciptakan keterampilan dan keahlian dalam memperoleh imbalan berupa pembayaran upah atau gaji (payment).46

i. Profesionalitas adalah kualitas suatu profesi atau pekerjaan sesuai dengan standar yang diinginkan dan mendapat pengakuan secara positif dari klien/masyarakat atas hasil yang dicapai dari profesi yang dilakukannya.47 j. Profesionalisme Guru adalah kegiatan dan/atau usaha meningkatkan

kompetensi Guru ke arah yang lebih baik dilihat dari berbagai aspek demi terselenggaranya suatu optimalisasi pelayanan kegiatan atau pekerjaan profesi Guru yang memiliki makna penting.48

k. Kualifikasi akademik yaitu tingkat pendidikan formal yang telah dicapai sampai dengan Guru mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S1, S2, dan S3) maupun non gelar (D4 atau Post Graduate diploma), baik di dalam maupun di luar negeri. Bukti fisik yang terikat dengan komponen ini dapat berupa ijazah atau sertifikat diploma.49

l. Pendidikan dan pelatihan yaitu pengalaman dalam mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan/atau peningkatan

45

Ibid., hal. 29.

46

Dadi Permadi dan Daeng Arifin, The Smilling Teacher Perubahan Motivasi dan Sikap

Dalam Mengajar, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010), hal. 11.

47

Ibid., hal. 13.

48

M. Surya, Kecenderungan Peranan Guru di Masa Depan, (Bandung: Pikiran Rakyat, 2005), hal. 48.

49

(25)

kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Bukti fisik komponen ini dapat berupa sertifikat, piagam, atau surat keterangan dari lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan (diklat).50

m. Pengalaman mengajar yaitu masa kerja Guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan surat tugas dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah, dan/atau kelompok masyarakat penyelenggara pendidikan). Bukti fisik dari komponen ini dapat berupa surat keputusan/surat keterangan yang sah dari lembaga yang berwenang.51

n. Perencanaan pembelajaran yaitu persiapan mengelola pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam kelas pada setiap tatap muka. Perencanaan pembelajaran ini paling tidak memuat perumusan tujuan/kompetensi, pemilihan sumber/media pembelajaran, skenario pembelajaran, dan penilaian proses hasil belajar. Bukti fisik dari sub komponen ini berupa dokumen pembelajaran (RP/RPPSP/RPI) yang disahkan oleh atasan.52

o. Penilaian dari atasan dan pengawas yaitu penilaian atasan terhadap kompetensi kepribadian dan sosial, yang meliputi aspek-aspek: ketaatan menjalankan ajaran agama, tanggung jawab, kejujuran, kedisiplinan, etos

50 Ibid. 51 Ibid., hal. 53-54. 52 Ibid., hal. 54.

(26)

kerja, inovasi dan kreativitas, kemampuan menerima kritik dan saran, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan berkejasama.53

p. Prestasi akademik yaitu prestasi yang dicapai Guru, utamanya yang terkait dengan bidang keahliannya yang mendapat pengakuan dari lembaga/panitia penyelenggara, baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Komponen ini meliputi lomba dan karya ilmiah.54 q. Karya pengembangan profesi terdiri dari 5 (lima) macam kegiatan, yaitu: (1)

menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI), (2) menemukan Teknologi Tepat Guna, (3) membuat alat peraga/bimbingan, (4) menciptakan karya seni, dan (5) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. Namun, dengan berbagai alasan, antara lain karena belum jelasnya petunjuk operasional pelaksanaan dan penilaian dari kegiatan selain menyusun KTI, maka pelaksanaan kegiatan pengembangan profesi, sebagian terbesar dilakukan melalui KTI. KTI adalah laporan tertulis tentang (hasil) suatu kegiatan ilmiah. Karena kegiatan ilmiah banyak macamnya, maka laporan kegiatan ilmiah (KTI) juga beragam bentuknya. Ada yang berbentuk laporan penelitian, tulisan ilmiah populer, buku, diktat dan lain-lain.55

53 Ibid., hal. 55. 54 Ibid. 55

Suhardjono, “Peningkatan Karir Tenaga Kependidikan, khususnya dalam hal pembuatan Karya Tulis Ilmiah sebagai Kegiatan Pengembangan Profesi”, Makalah disampaikan pada Temu Konsultasi dalam Rangka Koordinasi dan Pembinaan Kepegawaian Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional, Biro Kepegawaian, Griya Astuti Nopember 2006, hal. 3.

(27)

r. Keikutsertaan dalam forum ilmiah adalah kegiatan-kegiatan Guru yang mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah dapat berupa panitia atau sebagai peserta seminar, lokakarya, dan lain-lain.56

s. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial yaitu kegiatan-kegiatan yang diikuti melalui organisasi kependidikan misalnya pengalaman dalam bidang pembina pramuka, pembina Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), dan lain-lain. Dokumen ini dibuktikan dengan surat keterangan dari atas yaitu Kepala Sekolah.57

t. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan yaitu penghargaan yang diperoleh karena Guru menunjukkan dedikasi yang baik dalam melaksanakan tugas dan memenuhi kriteria kuantitatif (lama waktu, hasil, lokasi/geografis), kualitatif (komitmen, etos kerja), dan relevansi (dalam bidang/rumpun bidang), baik pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Bukti fisik yang dilapirkan berupa fotokopi sertifikat, piagam, atau surat keterangan.58

56

Muhamad Zen, Op. cit., hal. 56.

57

Ibid.

58

(28)

G. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran penelitian dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.59 Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.60 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.61 Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan atau disebut juga sebagai penelitian doktrinal.62 Alasan penggunaan penelitian hukum normatif ini didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori, konsep-konsep, dan data

59

Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Indonesia Hillco, 1990), hal. 106.

60

Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), hal. 1.

61

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 6.

62

Bismar Nasution, ”Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum”, Makalah, disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003, hal. 1. Penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in

the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process. Penelitian

(29)

yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan. Wawancara terhadap pihak terkait (informan) juga dilakukan sebagai data pendukung dalam penelitian ini.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder sebagai data pokok yang meliputi:

1. Bahan hukum primer bersifat mengikat yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional (PP SPN), Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan, dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 022/P/2009 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan;

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, makalah hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari internet, surat kabar, dan majalah mingguan sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini;63

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk

63

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hal. 24.

(30)

dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum dan kamus bahasa Indonesia (ensiklopedia).64

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library

research) terhadap dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di

perpustakaan dengan melakukan identifikasi data yang ada. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh pasal-pasal dalam undang-undang terkait dengan sertifikasi Guru yang mengandung kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan. Kemduian melakukan sistematika data sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini.65

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan membuat sistematika dari data sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data. Data diseleksi dan diolah kemudian disimpulkan secara deduktif, sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan.

64

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hal. 14-15.

65

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 195-196.

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Pengadaan Pokja II Jasa Konsultansi berdasarkan SK Nomor : 11/KPTS/ULP/2012, tanggal 12 Januari 2012, telah melakukan penutupan pemasukan/ upload dokumen

Dengan kata lain kompetensi kepribadian guru memang mempunyai korelasi yang sangat kuat dalam merangsang minat juga aktivitas belajar siswa dalam proses

Hasil dari analisis aplikasi SDM adalah berupa desain perancangan baru dari aplikasi absensi pegawai karena aplikasi ini masih terdapat kekurangan pada proses pengiriman laporan

To answer the second research question or problems of the study about some major factors that causing students’ writing anxiety in proposal writing course, the researcher

PPK masing-masing satker melakukan pengisian capaian output dalam aplikasi SAS dengan berpedoman kepada Manual Modul Capaian Output yang disertakan satu paket dengan

Bahkan membentuk solidaritas dengan Allies (Negara-negara Anti Jerman), membiayai tentara- tentara Amerika di Eropa, pemberian hadiah” pada Common Market

PENGUSAHA-PENGUSAHA PEREMPUAN INDONESIA UNJUK GIGI DALAM MEMASARKAN PRODUKNYA DALAM PAMERAN BERTAJUK CITRA KARYA PENGUSAHA PEREMPUAN INDONESIA/ YANG BERTEMPAT DI JOGJA EXPO

Apabila perlu dan mendesak membuat surat perintah penggeledahan dan surat perintah penyitaan barang bukti kepada PPNS KI, apabila tidak mendesak membuat surat ijin penggeledahan