• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I. Pendahuluan. Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab I. Pendahuluan. Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I

Pendahuluan

1.1.Latar Belakang Tesis

Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui.1 Pandangan yang demikian tentu diakui oleh berbagai kalangan pengusaha. Jika perusahaan-perusahaan berhasil membangun relasi yang baik dengan pelanggan, sehingga tercipta kepuasan tersebut, maka perusahaan dengan mudah meningkatkan angka penjualannya. Dalam dunia bisnis, dikenal sebuah istilah (sistem) untuk menata hubungan antara perusahaan dengan customer, tentu dalam rangka meningkatkan keuntungan bagi perusahaan, yaitu CRM

(Customer Relationship Management). Manajemen hubungan customer bahkan bukan lagi

kemewahan yang dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan besar dan terkemuka. Dewasa ini CRM sudah menjadi kebutuhan mutlak bagi semua perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya.

Memang, CRM adalah cara menjalankan bisnis yang rumit dan sulit. Hampir seperti sekarang yang diyakini oleh banyak pihak, aplikasi CRM tidak semudah menginstal perangkat lunak di komputer atau menerapkan otomatisasi data customer. CRM mengharuskan penataan ulang perusahaan sekaligus cara menghadapi dan memperlakukan customer. Pada intinya, CRM merupakan upaya yang dilakukan tanpa mengenal lelah agar perusahaan senantiasa berorientasi pada customer-customer atau customer-oriented.

       1

 Richard F. Gerson, Mengukur Kepuasan Pelanggan, Crisp Publication, hal 3 

MILIK

(2)

CRM ini adalah salah satu dari banyak strategi bisnis yang ada, untuk diterapkan oleh perusahaan. Hal ini menjadi ketertarikan bagi penulis, yaitu untuk mencoba menganalisa dan menerapkan strategi ini, mengaplikasikan dan mengadaptasikannya bagi kehidupan Gereja khususnya. Gereja, dapat dianalogikan dengan perusahaan, karena memperhatikan bahwa keduanya merupakan persekutuan manusia. Dewasa ini perusahaan bukan lagi sekedar organisasi yang semata-mata mengejar keuntungan. Tetapi di dalamnya terdapat relasi, komunikasi dan kebersamaan diantara para staf manajerial, buruh dan pekerja-pekerja, konsumen dan lainnya yang perlu diperhatikan keharmonisannya. Ada kehidupan bersama yang satu sama lain saling berinteraksi. Sama dengan kehidupan Gereja, yang didefinisikan sebagai persekutuan umat Allah. Ada kehidupan makhluk sosial di dalamnya yang saling berinteraksi satu sama lain.

Gereja dapat belajar dari manajemen perusahaan, karena pada hakekatnya Gereja melayani, sama seperti perusahaan yang pada hakekatnya melayani customer. Perlu ada hubungan yang baik, atau perlu diupayakan relationship management untuk mempertahankan dan meningkatkan relasi yang baik antara customer dan perusahaan. Customer merupakan bagian dari stakeholders di samping para pemangku kepentingan lainnya yaitu: karyawan, pemilik dan juga lingkungan (masyarakat) sekitar yang turut terpengaruh dan mempengaruhi aktivitas perusahaan. Tujuan tercapainya kepuasan pelanggan Gereja adalah bukan semata-mata customer tersebut telah memberikan keuntungan finansial, atau apapun bentuknya, bagi Gereja. Melainkan hal kepuasan tersebut berarti terwujudnya salah satu upaya untuk mendatangkan kerajaan Allah.

Dalam konsep CRM tekanannya adalah perilaku terhadap konsumen supaya mereka bisa sedemikian rupa bisa berelasi baik dengan perusahaan, yang tentunya mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Dalam kaitannya dengan stakeholders, CRM secara tidak langsung turut membangun keharmonisan relasi diantara stakeholders. Karena dalam konsep CRM segala

MILIK

(3)

upaya untuk membangun relasi yang baik dengan konsumen akan dilakukan. Demikianlah Gereja belajar dari perusahaan. Jika Gereja dianalogikan sebagai perusahaan, maka mereka yang menjadi customer, adalah mereka-mereka yang menjadi sasaran pelayanan dari Gereja, yaitu bukan hanya warga jemaat, tetapi juga warga yang ada di sekitar Gereja, di mana Gereja tersebut diutus. Tujuan utama Gereja belajar dari manajemen perusahaan adalah agar Gereja mampu merancang relationship management yang baik dengan para konsumennya.

Mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen adalah salah satu dari tugas paling mendasar tetapi menantang yang dihadapi oleh perusahaan.2 Dalam rangka Gereja belajar dari manajemen perusahaan, maka Gereja yang memiliki customer (masyarakat), mestinya melakukan penelitian melalui sebuah jaringan relasi dan komunikasi yang terpadu. Hasil penelitian ataupun observasi yang dilakukan perusahaan, ataupun Gereja, terhadap customer, merupakan perangkat yang penting untuk mengembangkan hubungan yang menguntungkan kedua belah pihak. Dalam konteks Gereja, Gereja diuntungkan karena melalui itu Gereja dimungkinkan semakin menghadirkan Kerajaan Allah bagi masyarakat. Bagi customer Gereja semakin diuntungkan karena mereka pada akhirnya bisa melayani dengan lebih maksimal. Enggel menyebutkan bahwa mengetahui bagaimana cara mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen merupakan salah satu dari ketrampilan yang berharga yang mungkin dimiliki oleh perusahaan.3 Sebutlah salah satu Gereja Indonesia yaitu Gereja Kristen Indonesia yang memandang Gereja sebagai persekutuan umat yang memahami kehadirannya selaku tubuh Kristus di dunia, khususnya di Indonesia. Gereja terpanggil untuk ikut serta mengerjakan misi Allah bagi manusia dan dunia.4 Dengan demikian Gereja tidak memandang dirinya sebagai Gereja yang hanya terjebak dengan rutinitas

       2  James F Engel, Roger Blackwell, Paul W. Minniard, Perilaku Konsumen, Binarupa Aksara, 1997, hal 82  3 Ibid hal 82  4 Visi dan Misi Gereja Kristen Indonesia 2002‐2010, Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Kristen Indonesia, 2004.  Hal 1 

MILIK

UKDW

(4)

bersekutu dengan warga jemaat dan simpatisannya belaka. Gereja bukan Gereja yang hanya terjebak pada aktivitas memberitakan Firman Tuhan saja. Gereja juga bukan Gereja yang kegiatan kemanusiaan yang ditujukan bagi para anggota diakonia, melainkan, Gereja adalah Gereja yang terpanggil untuk memperhatikan dengan seksama bagaimana konteks di mana Gereja tersebut ditempatkan. Oleh karena itu sudah semestinya, Gereja mengenal dengan siapa saja ia tinggal. Gereja mesti mengetahui apa yang menjadi pergumulan konteks di mana Gereja berada. Gereja yang memahami dirinya sebagai persekutuan yang Illahi, mesti bergerak kepada konteks untuk memberikan pelayanan dan sumbangsih yang berarti bagi pembangunan masyarakat.

Dalam upaya melaksanakan panggilan ini, Gereja menyusun visi dan misinya dengan mengacu kepada misi Allah serta mempertimbangkan konteks di mana ia hadir dan berkarya. Visi dan misi ini akan memberi arah kepada Gereja untuk menjadi Gereja Tuhan di masyarakat dan bagi masyarakat dalam kehidupan dan lingkungan yang terus menerus berubah. Mengacu pada visi dan misi ini Gereja pada setiap lingkupnya (Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah dan Sinode) merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program-program pelayanannya.5 Khususnya, dalam lingkup jemaat, yaitu lingkup terkecil, yang berada dalam wilayah dan konteks tertentu, Gereja terpanggil untuk memperhatikan di mana dan bagaimana ia berkarya. Visi dan misi yang dirumuskan secara global, oleh Gereja dalam lingkup jemaat mesti diterjemahkan sesuai dengan konteksnya sendiri. Tiap-tiap lingkup jemaat Gereja memiliki pergumulan konteks yang unik. Demikian juga untuk lingkup-lingkup lainnya. Bagaimanapun penerjemahan visi dan misi yang sesuai konteks tersebut, Gereja pada tiap lingkupnya akan tetap pada acuan visi dan misi Gereja yang sudah disepakati bersama dalam lingkup Sinode.

      

5 Visi dan Misi Gereja Kristen Indonesia 2002‐2010, Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Kristen Indonesia, 2004. 

Hal 1 

MILIK

(5)

Visi Gereja dipahami sebagai gambaran tentang Gereja yang diharapkan dan diyakini akan terjadi di masa depan sesuai dengan iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Misi Gereja dipahami sebagai apa yang Gereja yakini sebagai panggilan Tuhan Yesus Kristus untuk menjadi Gereja yang melaksanakan tugas panggilan di dunia dalam kurun waktu tertentu. Visi dan Misi Gereja disusun dengan memperhatikan berita Alkitab, kekayaan warisan historis teologis, potret diri dan konteks Gereja. Visi dan Misi Gereja mencerminkan pembersamaan pemahaman tentang jatidiri dan tugas panggilan Gereja dengan tetap memperhatikan kepelbagaian yang ada.6 Hal ini senada dengan Rob Van Kessel yang mengungkapkan bahwa Gereja berada dalam dan bagi dunia. Masa depan Gereja harus dilihat dalam rangka masa depan seluruh masyarakat. Pejabat dan awam tidak dapat dipisah-pisahkan, demikian pula Gereja dan dunia.7

Visi dan Misi Gereja Kristen Indonesia 2002 – 2010

Visi: GKI menjadi mitra Allah dalam mewujudkan damai sejahtera di dunia.

Misi:

1. Mengembangkan spiritualitas yang berpusat pada hubungan yang hidup dengan Allah. 2. Mewujudkan dan meningkatkan persekutuan orang – orang percaya tanpa memandang

perbedaan-perbedaan jenis kelamin, usia, suku bangsa, bahasa, budaya, kebangsaan, status pernikahan dan status sosial ekonomi.

3. Mengupayakan agar anggota-anggotanya hidup dalam kasih dan persaudaraan yang akrab dan hangat sebagai tubuh Kristus.

4. Melaksanakan kesaksian dan pelayanan dalam masyarakat.

5. Memperjuangkan perwujudan keesaan Gereja dan persaudaraan umat manusia.

       6 Ibid, hal 1  7  Rob Van Kessel, Enam Tempayan Air Pokok‐pokok Pembangunan Jemaat, Yogyakarta: Kanisius 1997, hal 2 

MILIK

UKDW

(6)

6. Meningkatkan kecintaan aggota-anggotanya terhadap GKI sebagai tubuh Kristus. 7. Meningkatkan pertumbuhan anggota.

Uraian mengenai visi dan misi tersebut tadi merupakan gambaran ideal tentang Gereja. Penulis memiliki asumsi sekilas bahwa strategi CRM yang diadaptasikan bagi kehidupan Gereja, bisa menolong Gereja untuk mewujudkan gambaran ideal tersebut. Strategi CRM ini, yang nantinya akan menjadi istilah baru ChRM (Church Relationship Management) ini bisa mendukung Gereja untuk menjalankan kesaksian, pelayanan dan misinya Gereja di mana pun diutus.

Dengan menerapkan metode ChRM yang diusulkan kelak dalam penulisan tesis ini, selain penulis berharap bahwa misi dan visi yang Gereja tersebut bisa terlaksana, tapi lebih dari itu Gereja bisa melaksanakan keunikan misi, berbeda dengan misi konvensional yang pada umumnya. Sejarah misi Kristen di Indonesia tidak terlepas dari misi Zending dari Belanda. Mereka selalu menggunakan istilah usaha pekabaran Injil. Perilaku-perilaku misi ditentukan dengan indikator jumlah para zendeling bertambah dan adanya pendidikan bagi para kaum pribumi. Sampai saat ini, misi konvensional para Gereja tidaklah jauh dengan hal demikian, yaitu mengabarkan Injil dan berupaya untuk membangun sektor-sektor sosial, seperti diantaranya sekolah Kristen, balai pengobatan dan sebagainya.

Hal unik yang ditawarkan dalam konsep ChRM ini adalah, bahwa Gereja justru berupaya memasuki sektor-sektor (disebut sebagai customer) yang sudah ada di dalam konteksnya, dan kemudian secara profesional, didukung dengan teknologi informasi, merancang sebuah sistem relasional kepada mereka. Bukan menciptakan customer baru, tetapi melayani customer yang sudah ada. Dalam sistem relasional tersebut terdapat sistem komunikasi yang memunGerejankan

MILIK

(7)

Gereja berelasi dengan customer. Dengan sistem komuniasi tersebut diharapkan Gereja dapat menerima data dan informasi terkait hal-hal apa yang bisa dilayankan Gereja bagi mereka.

Penulis prihatin mengenai kehidupan Gereja, yaitu bahwa Gereja hanya menjadi Gereja yang ada di Indonesia, bukannya menjadi Gereja Indonesia. Artinya Gereja hanya menumpang hidup di Indonesia, tetapi hanya hidup dari dan untuk dirinya sendiri. Gereja pun mungkin berada dalam keprihatinan yang demikian. Salah satu sejarah GKI, yaitu GKI Jabar misalnya, yang pada tahun 1920-an telah terdapat beberapa jemaat Tionghoa di Jawa Barat. Secara resmi bagian terbesar jemaat-jemaat itu masih berada di bawah perwalian Zending Belanda Nederlandsche Zendings-vereeniging (NZV) atau yang dikenal pula sebagai West Java Zending (WJZ). Jemaat-jemaat yang ada di bawah perwalian ini antara lain jemaat-jemaat Tionghoa Patekoan, Senen dan Bandung. Beberapa tokoh Kristen Tionghoa pada waktu itu ternyata sudah pula memikirkan bagaimana bergereja secara mandiri, tanpa perwalian. Untuk mewujudkan pemikiran itu, maka beberapa diantara mereka mendirikan Bond Kristen Tionghoa (BKT) pada 23-27 Nopember 1826 di Cipaku, Bogor, dengan tujuan untuk mendorong kemandirian jemaat-jemaat Tionghoa, khususnya yang ada di Jawa Barat. Pemikiran dan upaya kemandirian ini dipengaruhi oleh pendirian The National Christian Council in China (1922). Kemudian kehidupan BKT ini hanya berlangsung sampai tahun 1930.8 Itulah sekelumit catatan sejarah Gereja. Dari catatan sejarahnya saja sudah menunjukkan bahwa Gereja pada mulanya adalah bukan dari Indonesia, warga jemaatnya pun etnis minoritas, Kristen sendiri saat itu sampai saat ini berada dalam posisi minoritas.

      

8Th. Van End&J Weitjens, Ragi Carita II, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, hal 10 

MILIK

(8)

Keadaan yang demikian sedikit banyak akan membangun opini di mata masyarakat bahwa Gereja di Indonesia adalah kelompok asing yang berada di tengah-tengah Indonesia. Jika kelompok asing ini tidak segera berbaur atau menjadi berkat bagi masyarakat umum, maka kehadirannya bisa menjadi masalah bagi pribumi nya. Idealnya memang, Gereja bukan sekedar berada di wilayah Indonesia. Agaknya ini hampir terjadi di setiap Gereja yang ada di Indonesia. Merupakan sebuah kenyataan yang teramat perlu disadari oleh Gereja di manapun, bahwa komunitas mereka adalah komunitas yang pada awalnya asing dan sampai kini tetap minoritas. Gereja tidak mungkin hidup hanya membentuk kelompok kecil, minoritas, dan hanya berkumpul untuk memuaskan kelompoknya saja. Gereja dalam definisi yang utuh, justru Gereja yang membaur ke tengah masyarakat dan keberadaannya diterima dan dinantikan kiprahnya oleh masyarakat.

1.2.Permasalahan Tesis

Karena Gereja memang terpanggil untuk melayani, sudah selayaknya Gereja memberikan perhatian yang cukup berarti bagi kehidupan masyarakat di mana Gereja tersebut berada. Yang dimaksudkan adalah, segenap warga Gereja dan para pejabat Gerejawinya, bergerak untuk memperhatikan apa yang aktual sedang terjadi di kalangan masyarakat. Permasalahan apa yang melilit kehidupan masyarakat Gereja. Memperhatikan keadaan ataupun permasalahan yang terjadi di kalangan masyarakat di sekitar Gereja berarti membuat deskripsi tentang keadaan di sana dengan mencari data dan informasi, kemudian mengelola data dan informasi tersebut dan kemudian Gereja beraksi terhadap masyarakat untuk mengatasi permasalahannya. Dengan demikian Gereja melakukan tindakan pelayanan bagi masyarakat.

MILIK

(9)

Tindakan pelayanan tersebut tentu perlu diatur sedemikian rupa agar teratur, terarah dan tepat guna. Beberapa Gereja menjalankan tindakan kesaksian dan pelayanan berdasarkan program yang sudah disepakati bersama dan dijalankan oleh kelompok yang dibentuk oleh pejabat Gereja. Alokasi dana dipersiapkan, demikian juga dengan tenaga sukarelawan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tersebut. Tetapi hampir semua Gereja belum membangun manajemen relasi dengan baik kepada mereka yang dilayani. Belum membangun manajemen relasi seperti halnya perusahaan membangun manajemen relasi dengan para konsumennya agar mereka terlayani dengan baik. Padahal manajemen relasi sangat diperlukan untuk menemukan analisa yang tepat sasaran pelayanan, membangun relasi yang berkesinambungan dengan sasaran pelayanan dan membangun jaringan yang lebih luas lagi untuk mengembangkan pelayanan.

Pelayanan yang dilakukan Gereja tentu tidak boleh dilaksanakan dengan hanya menjalankan sesuatu yang diprogramkan saja. Tetapi mesti ada alasan yang sifatnya teologis dan realistis. Dari sisi teologis, Gereja terpanggil untuk pelopor kehadiran Kerajaan Allah bagi dunia, oleh karena itu Gereja beraksi dalam kehidupannya. Tetapi Gereja juga mesti menciptakan makna yang mendalam tentang pelayanannya agar pelayanan tersebut sungguh-sungguh menjadi berkat bagi masyarakat. Memaknai pelayanan adalah salah satunya dengan cara memberikan pelayanan dalam relasi yang yang dimanajemen dengan baik.

1.3.Kerangka Teoritis

Memperhatikan pada visi dan misi Gereja yang demikian, dalam proposal tesis ini, penulis bermaksud menyampaikan gagasan Church Relationship Management (ChRM) bagi Gereja. Istilah ini serupa dengan yang dikenal sebagai salah satu strategi bisnis, yaitu Customer

Relationship Management (CRM).CRM merupakan strategi komprehensif dari perusahaan untuk

MILIK

(10)

agar setiap proses dari daur hidup customer tersebut dapat dimanfaatkan dengan optimal. Aktivitas CRM pada intinya bertujuan agar perusahaan dapat mengenali customer secara lebih detil dan melayani mereka sesuai kebutuhannya.

CRM adalah kolaborasi dengan setiap konsumen yang mampu menciptakan keadaan yang tidak merugikan salah satu pihak, yaitu perusahaan menambah nilai pada kehidupan sehari-hari setiap konsumen, dan sebagai imbalannya, konsumen memberikan kesetiaan kepada perusahaan. Dengan demikian, CRM berorientasi pada pengenalan terhadap konsumen dan mempercayainya dengan meningkatkan pemahaman perusahaan akan kebutuhan mereka terhadap perusahaan dan membuat kehidupan konsumen berubah.9

ChRM yang penulis coba rumuskan bagi Gereja pada dasarnya bertujuan agar Gereja dapat mengenali customernya, yaitu masyarakat dan segala istitusi yang ada di dalamnya, lalu Gereja melayani mereka. Gereja yang dalamnya terdapat Majelis Jemaat, anggota jemaat dan simpatisan melakukan aksi–aksi tersebut untuk mewujudkan damai sejahtera. Dalam hal ini damai sejahtera diartikan sebagai keadaan masyarakat yang merasakan bahwa kehadiran Gereja menjadi persekutuan yang memperhatikan, dan menganalisa apa yang terjadi pada konteks di mana Gereja ditempatkan, dan bersikap untuk memberikan sumbangsih yang berarti terhadap fenomena atau permasalahan yang terjadi. Sehingga situasi dalam masyarakat bukan hanya dalam keadaan yang harmonis, minim konflik dan ketidak-adilan, tetapi juga masyarakat bergerak maju menuju taraf kehidupan yang semakin baik.

Dalam berita Alkitab, dikenal sebuah istilah, yaitu Kerajaan Allah. Urusan mengenai kerajaan Allah yang dicita-citakan oleh Yesus tidak hanya berhenti pada upaya mengadakan damai

       9

 Amin Tunggal, Dasar‐dasar Customer Relationship Management, Jakarta: Harvarindo, halaman 46. 

MILIK

(11)

sejahtera, keadilan dan cinta kasih yang harus diwujudkan. Kerajaan Allah juga berbicara tentang kehidupan umat manusia di masa yang akan datang, yang harus disiapkan dari sekarang, demi mewujudkan taraf kehidupan yang lebih layak, manusiawi dan lebih maju. Gereja, yang mengaku Yesus Kristus adalah kepala, terpanggil juga untuk mengusahakan terwujudnya konsep Kerajaan Allah yang demikian.

Secara umum, beberapa aktifitas utama dari konsep CRM, adalah sebagai berikut:

1.3.1. Membangun Database yang Kuat

Database yang kuat merupakan kunci utama pelaksanaan ChRM. Ada banyak alasan mengapa

Gereja pelu membangun database customer yang kuat. Pertama, database customer merupakan aset utama Gereja dalam melaksanakan ChRM. Dalam perusahaan-perusahaan yang bertujuan meningkatkan profit melalui transaksi dengan customer, keberadaan database juga dapat dihitung performannya sebagai performa financial yang lain. Dengan demikian database tidak bisa sembarangan diakses oleh pelaku organisasi perusahaan. Semakin banyak database yang dimiliki perusahaan, semakin besar pula kemungkinan tingkat transaksi dan profitabilitas perusahaan. Semakin berkurang atau sedikitnya database semakin mengurangi kemungkinan transaksi dan profitabilitas perusahaan. Dengan demikian, konsep ChRM, dalam rangka memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin, perlu didukung dengan database Gereja tentang konteks kota di mana Gereja tersebut berada. Kedua, database dapat dijadikan ukuran tentang “nilai Gereja sekarang” dan kemungkinan perfomannya di masa yang akan datang. Keberadaan Gereja dalam suau wilayah tentunya tidak mungkin terlepas dengan keberadaan institusi lain di mana Gereja tersebut berada. Makin banyak database yang dimiliki sebuah Gereja, menunjukan Gereja tersebut telah menjalin relasi yang banyak dengan institusi lain.

MILIK

(12)

Dalam konsep berbisnis perusahaan yang profit oriented, memiliki database dan menjalin relasi dengan berbagai intitusi, telah memenuhi dua tahapan utama dalam CRM, yaitu aquire dan

enhance.10

Pdt. Dr. Natan Setiabudi mengungkapkan bahwa tema pelayanan Gereja, “Tuhan Mencipta, Manusia Ikut Serta” mengatakan bahwa upaya menciptakan oikumene secara luas, yaitu mencipta kehidupan bersama sebagai tempat kediaman manusia dan Allah, dan upaya oikumene secara lebih sempit, yaitu memantapkan dan mengembangkan keesaan Gereja dalam bergereja dan berkomunitas sebagai partisipasi Gereja dalam mewujudnyatakan Gereja Kristen Yang Esa dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa yang berkeadilan, semua itu didasarkan pada keyakinan iman bahwa Tuhan sendiri yang bekerja mencipta semua itu dan bahwa Gereja, diikutsertaka dalam proses kreatif itu.

Refleksi teologis oleh Pdt. Natan tersebut menggambarkan pemikiran bahwa tiap-tiap Gereja yang semestinya sadar akan kehidupan bermasyarakat. Bahwa Gereja berada di tengah bangsa Indonesia yang belum kunjung mengatasi krisis yang begitu mendalam, menyeluruh dan berlarut-larut, sementara tugas besar reformasi tak kunjung menentu arahnya, cara mencapainya, tahap-tahapnya, agendanya karena tak terpupuk kesehatian dan kebersamaan minimal untuk itu semua. Hal ini pada dasarnya bisa saja menjadi senada dengan rumusan visi misi pada bagian terdahulu. Artinya, Gereja berkesempatan untuk melakukan karya besar bagi masyarakat.

Gereja memang bukanlah perusahaan profit oriented, tetapi Gereja pada prinsipnya adalah Gereja yang terpanggil untuk mewujudkan sikap bermasyarakatnya, minimal mulai dengan mengenal dan mengumpulkan semua data tiap-tiap institusi yang ada di sekitar Gereja setempat,

       10 Idris Gautama S, PEMBANGUNAN CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT (CRM)  BERBASIS WEB PADA PT. APP TOUR AND TRAVEL – JAKARTA, Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta, 24 – 25  Agustus 2004 

MILIK

UKDW

(13)

tentu dalam rangka mendukung gerakan oikumene tersebut, untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang semakin mencerminkan Kerajaan Allah.

1.3.2 Membuat Profile setiap Customer

Ini sebenarnya adalah proses pengembangan dari segmentasi konsumen yang sudah dilakukan Gereja. Profil customer menyangkut segala aktivitas yang dilakukan oleh customer mengenai pelayanan yang dapat diberikan oleh Gereja. Profil customer akan memberikan gambaran tentang kebutuhan, keinginan dan juga concern mereka tentang produk ataupun layanan Gereja.

Ada dua hal yang menjadi parameter Gereja dalam menentukan profiling customer: pertama adalah usage dan kedua adalah uses. Usage menyangkut seberapa banyak mereka menerima pelayanan Gereja, kapan menggunakannya, dan atau layanan apa saja yang digunakan. Sedangkan uses menyangkut bagaimana customer memakai pelayanan Gereja.

Digabungkan dengan data – data demografis dan psikografis dan data-data yang lain, profiling semacam ini akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kebutuhan dan keinginan customer. Profil inilah yang kemudian dapat dipakai oleh perusahaan untuk menentukan aktivitas pelayanan seperti apa yang cocok diaplikasikan kepada customer.

Fenomena dalam masyarakat ini bisa diidentifikasi oleh jemaat (Gereja) dengan komprehensif jika Gereja telah memiliki data yang telah diprofiling dengan baik. Niscaya, masyarakat, atau lembaga apapun, yang sejak tadi disebutkan sebagai customer Gereja dapat menerima pelayanan Gereja dalam bentuk layanan yang tepat sasaran dan tepat guna. Jika memperhatikan gambaran dalam Injil, di sana selalu dimunculkan cerita Yesus yang berkenan melakukan mujizat pada waktu dan bentuk mujizat yang tepat. Gereja bisa menjadi representasi Yesus, melakukan

MILIK

(14)

pertolongan atau tindakan yang tepat, bagi para customernya jika gereja memiliki profiling data yang baik.

1.3.3 Analisis Profitabilitas dari tiap-tiap Customer

Dalam analisa profitabilitas terdapat dua hal yang dinilai dari masing–masing customer, yaitu hasil atau dampak yang dihasilkan dari masing-masing customer ketika mereka menerima pelayanan dari Gereja, dan kedua adalah seberapa banyak biaya yang dikeluarkan oleh pihak Gereja dalam rangka memberikan pelayanan kepada customer.

Dampak dari customer dapat diindikasikan dengan hal-hal sebagai berikut: (1) mendata seberapa banyak pelayanan yang diterimanya sekarang (2) mendata seberapa banyak pelayanan yang kemuGerejanan Gereja berikan di masa yang akan datang (3) mendata kemungkinan bentuk layanan lainnya yang dibutuhkan dari Gereja. Sedangkan dalam hal biaya, perlu dihitung dari biaya akuisisi hingga biaya untuk mempertahankan customer dan biaya dari kesempatan yang hilang karena melayani customer. Artinya Gereja kehilangan kesempatan melayani customer yang lain demi melayani customer yang satu ini.

Dengan menghitung kedua aspek tersebut, yaitu “penerimaan” dan biaya. Maka Gereja dimungkinkan untuk menganalisa dan memutuskan untuk mempertahankan customer tersebut, untuk mendapatkan pelayanan Gereja, atau tidak. Hal ini tentu perlu dilakukan Gereja karena didasari pada kenyataan bahwa Gerejapun memiliki keterbatasan dalam hal finansial dan sumber daya manusia. Tidak semua bisa dilayani dengan maksimal. Oleh karena itu Gereja harus memiliki perhitungan pertimbangan untuk memberikan prioritas kepada customer mana yang harus didahulukan diberikan pelayanannya, selain aspek pertimbangan urgenitasnya.

MILIK

(15)

Analisa yang seperti ini pun bisa dipakai oleh Gereja untuk mengevaluasi program pelayanan bagi customer tertentu. Tujuannya adalah untuk mempertimbangkan apakah di waktu yang akan datang, atau program pelayanan Gereja periode berkutnya, apakah customer tersebut masih layak menerima pelayanan Gereja atau mesti dihentikan. Oleh karena Gereja bisa mengalokasikannya bagi customer yang lain, yang barangkali lebih membutuhkan.

1.3.4. Interaksi dengan customer yang lebih targeted dan costumized

Dengan profile yang lebih jelas, Gereja akan lebih mudah untuk melihat kebutuhan yang berbeda-beda dari setiap customer. Informasi ini tentu saja akan memudahkan Gereja untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh mereka. Dengan tingkat kebutuhan yang dipetakan, Gereja juga dapat memberikan komunikasi pemasaran terpadu yang lebih personal dan costumized. Customer akan lebih merasa diperlakukan secara individual yang tentu saja akan memberikan pengalaman yang lebih menarik dan mendukung proses kepuasan customer. Selain aktifitas komunikasi yang lebih targeted, Gereja juga dapat memberikan pelayanan yang secara khusus didesain berbeda untuk tiap customer.

1.3.5. Church Relationship Management

Gereja Kristen Indonesia tidak menekankan pertumbuhan jemaat pada aspek kuantitas (pertumbuhan jumlah anggota). Hal tersebut ditekankan dalam Tata Gereja Gereja Kristen Indonesia pasal tujuh, tentang pembangunan Gereja. Pembangunan Gereja adalah keseluruhan upaya yang dilakukan oleh Gereja untuk merencanakan dan melaksanakan proses-proses perubahan secara menyeluruh, terpadu, terarah dan bersinambung pada semua lingkupnya, yaitu Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah dan Sinode; dalam hubungan timbal balik dengan masyarakat di

MILIK

(16)

mana Gereja hidup dan berkarya.11 Pembangunan gereja justru menekankan persoalan bagaimana jemaat tersebut menjalani proses-proses yang menunjukan hubungan timbal balik dalam masyarakat. Dalam hal ini, tentu yang dimaksudkan adalah, Gereja yang berkarya bagi masyarakat.

Ada hal lain yang ditekankan dalam pembangunan jemaat Gereja, yakni soal spiritualitas. Yaitu sumber semangat untuk hidup di dunia ini dengan segala aspek dan cakupannya, baik secara pribadi, bersama sesama dan dalam relasi dengan Allah.12 Dengan penekanan pada pembangunan spiritual maka jelaslah bahwa pembangunan jemaat tidak melulu diarahkan untuk meraih tingkat pertumbuhan kuantitatif yang fantastis melainkan pertama-tama dan terutama memberi perhatian pada pertumbuhan kualitatif. Pertumbuhan kualitatif memang tidak akan menjadikan Gereja sebagai sebuah megachurch, melainkan memampukannya untuk berfungsi di tengah-tengah dunia ini.13

1.4 Rumusan Masalah

1. Nilai-nilai apa yang dapat diambil dari strategi CRM?

2. Salah satu strategi bisnis yang dijalankan perusahaan adalah customer relationship

management. Strategi tersebut dinilai ampuh dalam merealisasikan tujuan dari

perusahaan. Strategi ini mengandung konsepsi perlunya mengatur dengan baik relasi antara perusahaan dengan konsumen, supaya keuntungan perusahaan bertahan. Sejauh mana konsep CRM dapat diterapkan dalam pelaksanaan misi Gereja?

       11 Tata Gereja Gereja Kristen Indonesia Pasal 7, hal 18   12 Purboyo Susilaredaya, http://www.Gerejapi.org/files/teologi/060902.htm  13  Mungki A Sasmita, http://www.Gereja.or.id/content/doc.php?doctype=A&id=11 

MILIK

UKDW

(17)

1.5 Tujuan Penelitian

Menggali nilai-nilai teologis yang terdapat dalam strategi bisnis Customer Relationship

Management bagi kehidupan Gereja, khususnya dalam rangka Gereja membangun konsepsi

manajemen relasi yang terpadu dengan masyarakat yang ada di sekitar Gereja.

1.6 Judul yang Diajukan

Membangun Konsep Church Relationship Management dalam rangka Melayani Pelanggan Gereja

1.7 Batasan Penelitian

Dari banyak strategi bisnis yang ada, penulis memilih salah satu diantaranya yaitu: Customer

Relationship Management. Strategi ini akan diteliti lebih lanjut untuk kehidupan Gereja.

Penulisan akan mencakup hal-hal kritis jika terjadi optimis yang berlebihan terhadap strategi CRM. Objek yang diteliti adalah segala literatur mengenai teori CRM.

1.8 Hipotesis

1. Nilai utama yang terdapat dalam strategi CRM adalah adanya penekanan terhadap pentingnya relasi yang terjalin antara perusahaan dengan customer.

2 Konsep mengenai Customer Relationship Management (CRM) yang kemudian

diadaptasikan menjadi Church Relationship Managemen (Ch.RM), merupakan konsep relevan bagi kehidupan Gereja. Maksudnya adalah ada relevansi yang ideal dan dampak

MILIK

(18)

yang baik (dalam rangka menjalin relasi Gereja-Masyarakat). Namun demikian perlu ada penyesuaian tertentu mengingat perbedaan yang ada antara Gereja dengan Perusahaan. Salah satu perbedaan utama antara Gereja dengan perusahaan adalah mengenai orientasinya. Jika perusahaan memiliki orientasi keuntungan (profit), maka Gereja berorientasi pada misi Allah. Demikian juga antara CRM dan Ch.RM. Oleh karena perbedaan yang mendasar tersebut maka akan terdapat penyesuaian-penyesuaian supaya strategi CRM yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan menjadi relevan jika kemudian beradaptasi menjadi Ch.RM yang diterapkan oleh Gereja.

Menjalankan konsepsi Church Relationship Management dalam GEREJA perlu menciptakan struktur organisasi tersendiri yang menangangi bidang Church Relationship

Management yang dapat mencapai tiga hasil utama lewat fungsi pelayanan Gereja, yaitu

Pemerolehan customer yang telah dibidik dengan tepat; perawatan dan pengembangan

customer yang signifikan secara strategis; serta pengembangan dan penyampaian secara

terus-menerus proposisi nilai yang unggul di mata customer sasaran.

2.3 Kerangka Penulisan

Bab I: Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Tesis

Berisi mengenai deskripsi ketertarikan penulis pada strategi bisnis: Customer

Relationship Management” yang diduga berfaedah dan singkron dengan konteks

Gereja yang misioner.

MILIK

(19)

1.2. Permasalahan Tesis

Deskripsi mengenai Gereja yang missioner yang menurut dugaan penulis memerlukan sebuah strategi yang berbasiskan teori relasi untuk mengerjakan misinya dalam mendatangkan Kerajaan Allah bagi Masyarakat di mana Gereja tersebut berada

1.3 Kerangka Teoritis

Deskripsi mengenai langkah-langkah utama dalam strategi CRM, yaitu: Membangun Database yang Kuat, Analisa Profitabilitas dari tiap-tiap Customer, Interaksi dengan

Customer yang lebih Targeted dan Costumized, Church Relationship Management.

1.4. Judul Tesis

Studi Mengenai Nilai-nilai dalam strategi Church Relationship Management bagi kehidupan Gereja.

1.5. Batasan Penelitian

Deskripsi yang menegaskan bahwa dalam tesis ini menekankan pada studi literatur mengenai teori CRM, dan teori-teori terkait lain diantaranya: Customer Loyalty,

Customer Behaviour dan Customer Service.

1.6. Rumusan Masalah

Berisi mengenai tiga rumusan masalah yang diangkat dalam tesis ini. Rumusan masalah terutama berisi tentang pertanyaan untuk menggali kecocokan langkah-langkah dalam CRM untuk membangun relasi yang kuat dengan customer.

1.7. Tujuan Penelitian

Berisi mengenai tujuan penelitian yang diangkat dalam tesis ini. 1.8. Hipotesis

MILIK

(20)

Berisi mengenai hipotesis yang diangkat dalam tesis ini.

Bab II: Customer Relationship Management 2.1. Latar Belakang Strategi Bisnis CRM

Berisi uraian mengenai perusahaan dengan berbagai macam pilihan strateginya. Ada yang berorientasi pada produk, ada juga yang berorientasi pada penawaran atau iklan dan ada yang berorientasi pada customer. CRM merupakan sebuah istilah (sistem) untuk menata hubungan antara perusahaan dengan customer, tentu dalam rangka meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. CRM (Customer Relationship Management) merupakan strategi bisnis yang dilatarbelakangi oleh pendekatan perusahaan yang customer oriented.

2.2. Aktivitas Utama dalam CRM

Uraian langkah-langkah CRM untuk menata hubungan antara perusahaan dengan customer. 2.3. Peranan Software dalam CRM

Uraian mengenai sejauh mana pengaruh teknologi informasi dapat relevan dengan strategi bisnis CRM

Bab III: Kelemahan CRM

Menguraikan hal-hal yang perlu dikritisir dalam menerapkan strategi CRM. Uraian ini didasarkan pada hasil analisa penelitian yang pernah dilakukan oleh penulis dalam penyusunan skripsi.

Bab IV: Nilai-nilai Teologis dalam CRM bagi Kehidupan Gereja 4.1. Customer dalam Kehidupan Gereja

MILIK

(21)

Uraian mengenai siapakah yang dimaksud customer dalam kehidupan Gereja., yaitu Lembaga Pelayanan Masyarakat yang dinilai penulis merupakan representasi dari lembaga yang mengabdikan dirinya bagi Masyarakat. Dalam bagian ini diuraikan lebih alasan mengapa LPM tersebut layak dikategorikan sebagai customer. Gereja dalam berkarya bagi masyarakat, tidak sekedar berkarya, namun perlu memperhatikan aspek pemberdayaan. Dalam rangka pemberdayaan itulah Gereja perlu membangun Relasi dengan LPM. Sedangkan customer yang kedua, yang dimaksudkan oleh penulis adalah Agama-agama lain. Alasan yang mendasari adalah kenyataan bahwa Gereja berada di Indonesia yang majemuk. Oleh karena itu perlu dibangun relasi yang baik diantara agama-agama. Gereja berada dalam perspektif bahwa agama-agama juga merupakan agama yang missioner yang memiliki kerinduan untuk mengabdi kepada masyarakat.

4.2. Gereja yang Mengarahkan Dirinya pada Masyarakat

Uraian mengenai nilai positif mengenai pendekatan bisnis yang customer oriented. Pendekatan yang customer oriented merupakan hal terutama dalam strategi CRM. Dalam bagian ini memaparkan keprihatinan penulis memperhatikan kehidupan Gereja-gereja pada umumnya yang hanya berfokus pada produk-produk untuk kalangannya sendiri, yaitu untuk jemaat dan simpatisan. Gereja cenderung tidak memperhatikan bagaimana kebutuhan

customernya yang dinilai penulis teramat penting dalam membangun relasi dan berkarya bagi

masyarakat. Dengan menetapkan LPM dan agama-agama lain sebagai customer, dan menjalankan CRM dalam salah satu agenda Gereja, maka Gereja sesungguhnya mulai berkarya dan ambil bagian dalam pembangunan masyarakat.

MILIK

(22)

4.3. Sumbangsih CRM bagi Kehidupan Gereja

Uraian mengenai makna teologis dalam CRM. Salah satunya adalah penulis memaparkan bahwa dalam strategi inilah justru terdapat kesetaraan kedudukan antara perusahaan dengan

customer, merupakan pembelajaran yang berharga bagi Gereja agar memandang customernya adalah sejajar. Perusahaan tidak terjebak dalam pandangan klasik yang

mengatakan bahwa customer adalah raja. Tetapi customer juga tidak menganggap perusahaan adalah sosok yang kepadanya harus bergantung. Kesetaraan yang dihadirkan CRM justru memperlihatkan hilangnya pembatas-pembatas semacam kelas, ras, suku, agama dan sebagainya. CRM memperlihatkan relasi yang didalamnya penuh dengan kasih, penerimaan dan saling menolong. Hal yang identik dalam perumpamaan yang diajarkan Yesus: “Orang Samaria yang Murah Hati”. Teologi relasi yang diajarkan Yesus ini merupakan kritik terhadap mereka yang menekankan perbedaan identitas sebagai perbedaan jenjang status. Perusahaan kerap berpandangan demikian. Dalam CRM justru perusahaan memperlakukan customer seperti dirinya sendiri. Supaya terpuaskan juga.

Bab V: Kesimpulan

MILIK

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus karena skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan, Kompensasi, Corporate Governance terhadap Manajemen Laba (Studi

Dengan mengucapkan puji syukur Alhamdulilah, akhirnya saya dapat menyeleseikan proposal skripsi dengan judul “Studi Literatur : Intervensi Kontrol Glukosa Darah

Dalam rangka mendukung pencapaian prioritas nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang dijabarkan dalam RPJMN periode

Pengukuran persentase ionisasi di kedalaman dilakukan menggunakan dosimeter Wellhofer sedangkan pengukuran keluaran dilakukan menggunakan detektor ionisasi volume 0,6 ci:::di

Untuk memberikan kepuasan secara optimal kepada konsumen, semua elemen pemasaran yang ada harus diintegrasikan. Hindari adanya pertentangan antara perusahaan dengan pasarnya. Salah

1) Character, merupakan keadaan watak/sifat, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Ini dapat dilihat dengan meneliti riwayat hidup nasabah, reputasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pertumbuhan excess baggagee charge dengan pendapatan perusahaan pada Maskapai Garuda Indonesia rute

Menimbang, bahwa oleh karena pada waktu putusan perkara Nomor : 122/Pdt.G/2014/PN.Cbi dibacakan dipersidangan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibinong pada