BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangDewasa ini implementasi suatu sistem informasi dapat dianggap sebagai suatu proses penyampaian sebuah sistem kepada operasi perusahaan, dalam hal ini adalah operasional kerja sehari-hari. Keberhasilan implementasi sistem informasi diyakini dapat mendorong kekuatan organisasi dan efisiensi dalam bekerja. Menurut DeLone & McLean [1], penerapan teknologi sistem informasi dapat digunakan untuk memperbaiki operasi internal sehingga dapat menghemat waktu dan sumber daya yang dibutuhkan dalam pekerjaan sehari-hari. Sedangkan menurut O‟Brien & Marakas [2], teknologi informasi dapat membantu semua jenis usaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses bisnis mereka, seperti pengambilan keputusan manajerial, dan kolaborasi workgroup, yang memperkuat posisi kompetitif mereka di pasar yang berubah dengan cepat. Sistem informasi secara langsung dapat memberikan manfaat bagi manajemen dan karyawan sehingga mereka mempunyai kesempatan lebih banyak dalam menyelesaikan masalah-masalah strategis untuk mencapai hal yang lebih baik.
Implementasi e-Audit pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang selanjutnya disebut BPK diharapkan akan mendukung proses bisnis utama di bidang pemeriksaan, pengelolaan, dan tanggung jawab keuangan negara, sesuai amanat UUD 1945 pasal 23 E, 23F dan 23G, UU Nomor 15 Tahun 2004 dan UU Nomor 15 tahun 2006. E-Audit diharapkan memicu proses perencanaan pemeriksaan yang lebih matang, pelaksanaan uji petik (sampling) pemeriksaan yang lebih luas dan terarah, serta pelaporan pemeriksaan yang lebih cepat dan akurat sehingga memacu peningkatkan mutu pemeriksaan oleh BPK. Peningkatan mutu pemeriksaan ini akan berimbas pada peningkatan mutu pengelolaan keuangan negara yang tertib, taat pada peraturan perundangan, ekonomis, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Sebagai salah satu lembaga negara yang telah menerapkan teknologi informasi dibidang audit (e-Audit). BPK telah mengembangkan beberapa sistem informasi lain, seperti Sistem Manajemen Pemeriksaan (SMP), Database Entitas Pemeriksaan (DEP), Sistem Aplikasi Pemeriksaan Laporan Keuangan Daerah (SiAP LKPD), Manajemen Kinerja Individu (MAKIN) dan sistem informasi lainnya (Lampiran 1). Hingga tahun 2012 tercatat 58 (lima puluh delapan) aplikasi sistem informasi telah dibangun oleh Biro Teknologi Informasi (Biro TI). BPK melaksanakan uji coba implementasi sistem terhadap hasil pengembangan sistem informasi yang baru tersebut pada beberapa satker dengan metode percontohan yang selanjutnya disebut pilot project.
Dengan dilakukannya piloting, penerapan e-Audit akan dapat dievaluasi jika menghadapi kendala. Dengan dievaluasi maka dilakukan penyempurnaan sebelum BPK menerapkan e-Audit secara penuh. Selain itu, dengan dilakukannya piloting, maka untuk pemeriksaan sementara laporan keuangan akan merevitalisasi mandatori audit BPK melalui dukungannya terhadap penerapan Risk Based Audit, cakupan pemeriksaan yang lebih tinggi, sampel yang lebih representatif, penggunaan sumber daya pemeriksaan (pemeriksa, anggaran, dan waktu) yang lebih efisien dan simpulan audit yang lebih andal dan akurat. Di sisi lain, data yang terbangun dari proses piloting ini sebagian besar merupakan data posisi keuangan dan realisasi anggaran entitas dari satker/cabang, wilayah/regional hingga ke tingkat kantor pusat, sehingga dapat digunakan untuk mempertajam proses perencanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dan Pemeriksaan Kinerja [3].
BPK terdiri atas 35 (tiga puluh lima) satker pusat dan 33 (tiga puluh tiga) satker perwakilan yang berada di setiap provinsi di Indonesia. Oleh sebab itu, dengan sumber daya yang terbatas pelaksanaan uji coba tersebut tidak dapat dilaksanakan secara serentak di seluruh satker melainkan menggunakan proyek percontohan (pilot project). Definisi pilot project merujuk pada pelaksanaan kegiatan proyek percontohan yang dirancang sebagai pengujian atau trial dalam rangka untuk menunjukkan keefektifan suatu pelaksanaan program, mengetahui
dampak pelaksanaan program dan keekonomisannya [4].
Sistem informasi pemeriksaan berbasis elektronis (e-Audit) merupakan bagian integral dari implementasi e-government di lingkungan BPK. Pada tahun 2011, BPK telah melaksanakan pilot project terhadap implementasi e-Audit yang terdiri dari pemeriksaan interim laporan keuangan pada 17 entitas pemeriksaan yang terdiri atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), 6 (enam) Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKKL), 8 (delapan) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dengan disertai dukungan dari dua Laporan BUMN terkait laporan Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU) dan Laporan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PPBKB). Sesuai dengan roadmap pengembangan
e-Audit, pada tahun 2012 kembali dilakukan piloting e-Audit namun pada jenis
pemeriksaan dengan tujuan tertentu dan kinerja yang dilaksanakan di 10 (sepuluh) unit kerja, yaitu pada BPK RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Lampung, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Jawa Barat, Gorontalo, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan [5]. Hingga saat ini BPK belum memiliki metode yang baku dalam penentuan prioritas pelaksana pilot
project implementasi e-Audit tersebut.
Penentuan prioritas pada satker tertentu dalam pilot project sangat penting dilakukan agar dapat tercapainya suatu optimalisasi dan tujuan organisasi dalam pemanfaatan sistem, seperti menurut para peneliti bidang Management
Information System (MIS), Stewart [6] mengemukakan bahwa keberhasilan
implementasi dan inovasi Teknologi Informasi (TI) dan Sistem Informasi (SI) dalam konstruksi memerlukan pengembangan implementasi rencana strategis sebelum dimulainya proyek SI/TI tersebut. Sedangkan menurut Bassi [7] piloting dari sebuah proyek TI didefinisikan sebagai penerapan teknologi ICT, software, atau proyek terkait yang dikontrol dalam skala kecil yang memungkinkan berdampak penuh, manfaat dan kelemahan dapat dievaluasi terlebih dahulu sebelum pelaksanaan secara nasional maupun regional.
Penentuan prioritas merupakan proses mengidentifikasi aktivitas yang paling penting dalam sebuah organisasi. Penentuan prioritas dikembangkan sebagai dasar
pembuatan keputusan. Penentuan prioritas perlu dikembangkan dengan memahami ketersediaan sumber daya yang bermanfaat dan tingkat kebutuhan disesuaikan dengan visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai untuk mencapai hasil (outcomes) dan pengaruh/dampak (impact) yang diharapkan [8].
Menurut Turban [9], sistem pendukung keputusan merupakan suatu pendekatan untuk mendukung pengambilan keputusan. Sistem pendukung keputusan menggunakan data, memberikan antarmuka pengguna yang mudah, dan dapat menggabungkan pemikiran pengambil keputusan. Sistem pengambilan keputusan juga membutuhkan teknologi informasi, hal ini dikarenakan adanya era globalisasi yang menuntut sebuah organisasi untuk bergerak cepat dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan.
Faktor-faktor yang harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut seringkali terdiri dari berbagai macam aspek, seperti: aspek teknis, ekonomi, sosial, psikologis dan sebagainya, yang tentu saja memiliki dimensi yang saling berbeda satu dengan lainnya, serta memiliki sifat yang obyektif-kuantitatif maupun subyektif-kualitatif. Pada hakikatnya, pengambilan keputusan yang ideal harus mengikut sertakan semua faktor secara simultan dan terintegrasi, serta yang lebih penting lagi mempunyai keterkaitan dengan sasaran yang ingin dicapai.
Pengambilan keputusan penentuan prioritas satker sebagai pilot project pada implementasi sistem e-Audit ini bukanlah hal yang mudah karena terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi penentuan prioritas tersebut, dan faktor-faktor tersebut lebih bersifat subyektif. Dengan adanya banyak kriteria dan alternatif yang harus dipikirkan, maka akan menyulitkan bagi pengambil keputusan dalam menentukan keputusan yang paling tepat bagi masalah ini sehingga dibutuhkan alat bantu pengambilan keputusan agar implementasi sistem informasi ini tepat sasaran dan sesuai dengan harapan, khususnya peningkatkan mutu pemeriksaan oleh BPK.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Ketidaktepatan sasaran dalam menentukan satker pelaksana pilot project implementasi sistem e-Audit saat menggunakan metode konvensional dalam hal ini metode penunjukan langsung.
2. Belum ada standar kriteria dalam menentukan prioritas satker pelaksana pilot
project implementasi sistem e-Audit.
1.3 Keaslian penelitian
Penelitian mengenai penerapan pengambilan keputusan dengan multi kriteria dan topik terkait telah banyak dilakukan. Sebagai pembanding dikemukakan beberapa hasil penelitian terdahulu yang menjadi ide dasar dan referensi penelitian ini, yaitu:
1. Wirdianto, et al. [10] melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan kriteria yang dapat digunakan PT. X dalam menilai supplier, yang dapat menambah current dan future values serta menghitung bobot setiap kriteria tersebut sesuai dengan klasifikasi supplier. Perhitungan bobot kriteria menerapkan metode AHP, sedangkan pengklasifikasian supplier didasarkan pada tingkat kepentingan barang yang dipasok dan tingkat kesulitan mendapatkan barang tersebut. Dari hasil penelitian diperoleh 6 kriteria penilaian supplier yang dapat digunakan PT. X, yaitu kondisi perusahaan, kelengkapan dokumen, harga, pengiriman, kualitas, dan pelayanan.
2. Wibisono [11] melakukan penelitian tentang sistem pendukung keputusan untuk Pemilihan Proyek Pengembangan Sistem Informasi. Dalam penelitian ini ada beberapa kriteria yang dipertimbangkan dalam penyusunan prioritas pengembangan area bisnis, kriteria-kriteria tersebut adalah: benefit (pencapaian faktor kunci keberhasilan, pencapaian sasaran, solusi terhadap masalah), permintaan (tekanan permintaan dari pimpinan, kebutuhan),
dampak organisasional, kesuksesan (derajat kompleksitas, panjang proyek, resiko), kebutuhan sumber (kebutuhan dana, ketersediaan analis).
3. Gunadi [12] melakukan penelitian tentang penentuan prioritas program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan di Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah Tahun 1999-2007. Dalam penelitian ini tujuan utamanya adalah menentukan implementasi program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan yang paling tepat, kriterianya adalah pemenuhan kebutuhan dasar, kemandirian, partisipasi aktif dan keberlanjutan program dan alternatif programnya adalah P2KP, PPK, PPIP, Desa MAPAN dan SANIMAS.
4. Latif [13] melakukan penelitian tentang penilaian e-Audit dengan pendekatan
STOPE framework pada BPK RI Perwakilan Provinsi Banten. Penilaian e-Audit readiness pada penelitian ini menggunakan STOPE framework
(strategy, technology, organization, people, and environment). Penilaian dilakukan dengan mengevaluasi 5 domain, 14 domain (isu), dan 60 sub-sub-domain (faktor) berdasarkan STOPE framework tersebut.
Penelitian mengenai penentuan prioritas dengan pendekatan AHP juga telah banyak dipaparkan. Seperti yang dipaparkan oleh ZiaeiPour, et al. [14] dalam penelitiannya mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan (regional dan internasional) apakah sebagai penghalang atau enabler, dan faktor internal (nasional, industri, bisnis dan individu) sebagai prasyarat. Hal ini jelas bahwa dengan pengelolaan yang baik pada faktor internal dapat membawa dampak yang baik pada e-services. Umumnya adopsi dan penyebaran e-service di satu sisi pada segmen sektoral seperti individu, bisnis dan pemerintah memberikan hasil dan di lain sisi masyarakat membawa dampak yang muncul sebagai value dalam tingkatan nasional.
Godse, et al.[15] melakukan penelitian tentang sebuah pilihan layanan web yang sesuai dapat dilihat sebagai multi-kriteria masalah pengambilan keputusan yang melibatkan proses seleksi kandidat layanan yang multi-atribut dari satu set layanan yang tersedia. Seleksi ini tidak harus didasarkan pada intuisi tetapi
membutuhkan pemahaman menyeluruh tentang masalah keputusan dan prosesnya untuk memprioritaskan fitur dan layanannya. Studi ini mengusulkan AHP sebagai pendekatan hirarki untuk fitur memprioritaskan layanan web, sehingga membantu proses pengambilan keputusan dalam cara yang kuantitatif. Kriteria yang digunakan antara lain Security of service, Quality of service dan Bussiness
Agreement yang diantaranya terdiri dari beberapa sub kriteria.
Angelou, et al. [16] juga membahas tentang penggabungan analisis Real
Option (RO) dan metode AHP dalam kerangka analisis keputusan yang umum,
menyediakan multi-obyektif yang terintegrasi, model multi-kriteria yang terpadu tersebut dinamakan ROAHP untuk memprioritaskan portfolio investasi TIK saling tergantung. Model yang diusulkan telah diterapkan pada studi kasus dan menunjukkan hasil bagaimana TIK dapat dirumuskan dan dipecahkan.
Selain itu, penelitian terkait pilot project implementasi sistem juga telah dilakukan oleh Bansler and Havn [17] dalam penelitiannya menggunakan pendekatan studi kasus interpretatif dalam upaya untuk menyoroti alasan mengapa implementasi pilot project terkadang gagal. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengeksplorasi isu-isu dan tantangan yang terlibat dalam perancangan dan pengorganisasian implementasi pilot project sistem informasi kesehatan (HIS).
Hertzum [18] dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan pilot
project mendapatkan sedikit minat penelitian, oleh karena itu sedikit pula hal yang
dapat diketahui tentang bagaimana melakukan dan menggunakan pilot project sebagai kendaraan untuk belajar dalam proyek Information System Development (ISD).
Berdasarkan beberapa referensi yang telah dipaparkan di atas, hampir sebagian penelitian tersebut menggunakan alat analisis berupa AHP. Di samping itu, terdapat juga hasil penelitian yang telah dikemukakan oleh Latif [13], STOPE
framework tersebut digunakan untuk alat bantu penilaian kesiapan e-Audit, namun STOPE framework tidak mendukung pengambilan keputusan dalam kelompok
dan tidak dapat menjamin konsistensi dari setiap bobot yang diberikan oleh responden. Oleh sebab itu, berdasarkan hasil survei pendahuluan dengan metode
wawancara maka diperoleh usulan bahwa beberapa domain dan sub-domain dari
STOPE framework tersebut dapat digunakan sebagai usulan kriteria penilaian
terhadap satker pelaksana pilot project implementasi sistem e-Audit. Sedangkan penelitian terkait pengambilan keputusan dengan metode AHP dan penelitian terkait yang lain akan dijadikan bahan referensi dalam menentukan metode penelitian dan tahapan menentukan kriteria serta pembobotan.
1.4 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada penggunaan metode AHP untuk mendapatkan bobot dari tiap kriteria, sehingga menunjuk pada satu alternatif yang menjadi prioritas, simulasi penyelesaian permasalahan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice® 11. Pembobotan kriteria dalam proses penentuan
prioritas satker pelaksana pilot project implementasi sistem menjadi fokus pembahasan yang dilakukan.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan prioritas satker pelaksana pilot
project pada implementasi sistem e-Audit dengan menggunakan metode
terstruktur. Sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi
decision maker dalam mengambil keputusan untuk menentukan prioritas satker
pelaksana pilot project pada implementasi sistem e-Audit.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk BPK RI, sebagai masukan kepada pihak manajemen mengenai kriteria apa saja yang sebaiknya digunakan sebagai landasan untuk menetapkan satker sebagai pilot project implementasi sistem di BPK, sehingga pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan secara teknis.
b. Referensi penelitian pada pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang sistem pendukung keputusan (SPK).