• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH : PUJI UTAMI G2A008109

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OLEH : PUJI UTAMI G2A008109"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA

DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD

KOTA SEMARANG

Manuscript

OLEH : PUJI UTAMI

G2A008109

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2012

(2)
(3)

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RSUD KOTA SEMARANG

Puji Utami1, H. Edy Wuryanto, M.Kep2, Ns. Sri Widodo,S.Kep3.

ABSTRAK

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai seorang pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara–cara tertentu. Kepemimpinan transformasional akan membuat bawahan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya sehingga bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan. Pemimpin transformasional menggunakan karisma, pertimbangan individual, dan stimulasi intelektual untuk menghasilkan upaya yang lebih besar, efektivitas, dan kepuasan bagi bawahannya. Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan kepemimpinan transformasional kepala ruang dengan kinerja perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Jenis penelitian ini adalah correlation study. Dengan pendeketan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang yang berjumlah 116 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah 90 orang. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui dari hasil olah data dengan korelasi Pearson didapat nilai r hitung sebesar 0,561 dengan p value 0,000 < 0,05 (taraf signifikan) maka ada hubungan antara kemimpinan transformasioal kepala ruang dengan kinerja perawat pelaksana di RSUD kota Semarang tahun 2012. Saran penelitian ini diharapkan dapat sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam membuat aturan atau kebijakan untuk meningkatkan kinerja perawat dalam meningkatkan pelayanan keperawatan.

Kata kunci : Kepemimpinan Transformasional dan Kinerja Perawat

ABSTRACT

Transformational leadership is defined as a leader who has power to influence his subordinate by using certain ways. Transformational leadership will make his subordinate is believed, honored, loyal and respect to his leader, so the subordinate will be motivated to do more than expected. Transformational leader will use charisma, individual consideration, and intellectual stimulation to get greater effort, effectivity, and satisfaction for his subordinate. The objective of this research is to find out the relationship between transformational leadership of the chief room and the implementer nurse performance in giving nursing care in staying care room of RSUD Semarang city. The type of this research is correlation study with cross sectional approach. Populations of this research are all the implementer nurses who work in staying care room of RSUD Semarang city who consist of 116 people. Sampling technique used is purposive sampling consist of 90 people. Based on the result of this research, it can be found out from the result of data processing by using Pearson correlation, it is found that r calculation value is 0,561 with p value is 0,000 < 0,05 (significant level) so there is relationship between transformational leadership of the chief room and the implementer nurse performance in RSUD Semarang city year 2012. Suggestion, this research is hopefully can be used as information and consideration matter in making role or policy to improve nurse performance in improving nursing treatment.

(4)

PENDAHULUAN

Perawat merupakan “The Caring Profession” mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibanding pelayanan lainnya. Oleh karena itu, rumah sakit haruslah memiliki perawat yang berkinerja baik yang akan menunjang kinerja rumah sakit sehingga dapat tercapai kepuasan pelanggan atau pasien (Arofiati dan Wahyuni, 2011).

Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam mengimplementasikan sebaik– baiknya suatu wewenang, tugas dan tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi. Kinerja perawat sebenarnya sama dengan prestasi kerja diperusahaan. Perawat ingin diukur kinerjanya berdasarkan standar obyektif yang terbuka dan dapat dikomunikasikan. Jika perawat diperhatikan dan dihargai sampai penghargaan superior, mereka akan lebih terpacu untuk mencapai prestasi pada tingkat lebih tinggi (Faizin dan Winarsih, 2008).

Rendahnya kinerja perawat terlihat dimana ia selalu bertanya kepada dokter mengenai tindakan keperawatan padahal semestinya ia memiliki kesempatan untuk dapat merubah dan mengambil keputusan sendiri dalam hal asuhan keperawatannya sesuai kebutuhan pasien berdasarkan standar operasional pekerjaannya yang juga merupakan batasan otonomi seorang perawat yaitu standar pengkajian, standar diagnosa keperawatan, standar perencanaan, standar pelaksanaan, dan standar evaluasi (Lumbanraja dan Nizma, 2010).

Kinerja perawat akan dipengaruhi oleh karakteristik seorang perawat baik dari segi umur, jenis kelamin, lama bekerja, pendidikan serta status perkawinan (Isesreni, 2009). Faktor–faktor motivasi seperti insentif, kondisi kerja, hubungan interpersonal, kebijakan dan administrasi rumah sakit, penghargaan, tanggung jawab, sikap pimpinan atau supervisor dalam memberikan bimbingan dan

(5)

pembinaan serta pengembangan potensi juga merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap (Lupiah, Upa dan Muntasir; 2009).

Penelitian terkait pelayanan keperawatan di provinsi Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan DKI Jakarta telah dilakukan oleh Direktorat Pelayanan Keperawatan Depkes bekerja sama dengan WHO tahun 2000 menunjukkan hasil 70,9% perawat selama 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan, 39,8% perawat masih melakukan tugas–tugas non keperawatan, 47,4% perawat tidak memiliki uraian tugas secara tertulis, belum dikembangkannya monitoring dan evaluasi kinerja perawat secara khusus (Dirjen YanMed, 2010).

Peningkatan pelayanan keperawatan dapat diupayakan dengan meningkatkan kinerja perawat yaitu dengan peningkatan pengetahuan melalui pendidikan keperawatan berkelanjutan dan peningkatan keterampilan keperawatan sangat mutlak diperlukan. Penataan lingkungan kerja yang kondusif perlu diciptakan agar perawat dapat bekerja secara efektif dan efisien. Menciptakan suasana kerja yang dapat mendorong perawat untuk melakukan yang terbaik, diperlukan seorang pemimpin. Pemimpin tersebut harus mempunyai kemampuan untuk memahami bahwa seseorang memiliki motivasi yang berbeda–beda (Sugijati, Sajidah, dan Dramawan; 2008).

Mulia Nasution (1994 dalam Riyadi, 2011) mengemukakan bahwa seorang pemimpin harus mengembangkan suatu sikap dalam memimpin bawahannya. Suatu sikap kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu pola perilaku yang dibentuk untuk diselaraskan dengan kepentingan–kepentingan organisasi dan karyawan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan. Kepemimpinan yang baik maka akan berdampak pada kinerja karyawan yang tinggi. Kepemimpinan merupakan kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain

(6)

untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok agar dapat mencapai suatu tujuan umum (Suarli dan Bahtiar, 2009). Banyak penelitian mengenai kepemimpinan yang telah dilakukan. Salah satu bentuk kepemimpinan yang diyakini dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma baru dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai kepemimpinan transformasional. (Munawaroh, 2011).

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai seorang pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara–cara tertentu. Kepemimpinan transformasional akan membuat bawahan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya. Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan. Pemimpin transformasional menggunakan karisma, pertimbangan individual, dan stimulasi intelektual untuk menghasilkan upaya yang lebih besar, efektivitas, dan kepuasan bagi bawahannya (Bass & Avolio, 1990 dalam Sulieman, Hussein dan Batayneh; 2011).

Kepemimpinan transformasional sangat baik diterapkan dalam keperawatan karena kualitas kepemimpinan dapat meningkatkan kinerja karyawan. Karyawan dengan pemimpin transformasional akan menunjukkan karakteristik seperti kebanggaan, kepuasan dalam bekerja, antusiasme, semangat tim, dan rasa keberhasilan (Huber, 2006). Berbagai penelitian tentang kepemimpinan transformasional telah dilakukan seperti yang dijelaskan oleh Temalagi (2010) bahwa kepemimpinan transformasional lebih dominan diterapkan oleh manager Rumah Sakit di Kota Malang. Humairah (2005) menunjukkan kepemimpinan transformasional lebih berpengaruh terhadap efektivitas kinerja perawat di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. Hal ini diperkuat oleh peneliti Andira dan Budiarto (2010) bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada kinerja karyawan lini depan pada perusahaan jasa. Berbagai hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional menjadi faktor penentu dalam menciptakan kinerja organisasi yang positif tanpa terbatasi oleh budaya dan jenis organisasi (Walumbwa dkk, 2007; Dharmayanti, 2009).

(7)

Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari Bidang Keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang, jumlah perawat seluruhnya 206 orang dengan kualifikasi pendidikan S1 Keperawatan 29 orang, D4 Keperawatan 4 orang, D3 Keperawatan 165 orang, D1 Keperawatan 2 orang dan SPK 6 orang. Sementara itu sebuah studi yang dilakukan oleh Mayasari (2009) tentang pelaksanaan penerapan Standar Asuhan Keperawatan RSUD Kota Semarang tahun 2007 menunjukkan bahwa perawat melakukan pengkajian sebesar 56,97%, perumusan diagnosa 70,50%, perumusan rencana keperawatan 67,29%, melakukan tindakan keperawatan 62,10%, dan perawat yang melakukan evaluasi 57,20%.

Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang, hasil penilaian kinerja rumah sakit akhir tahun 2011 dan awal bulan Januari 2012 masih belum optimal. Bed Occupation Rate (BOR) merupakan rata-rata tingkat penggunaan tempat tidur dari bulan November (61,5%), Desember (65,2%) dan Januari (66,7%) masih jauh dari indikator Depkes yaitu > 75%. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa hampir setengah kapasitas rawat atau hunian untuk pasien tidak terisi. Sedangkan data Length Of

Stay (LOS) pada akhir tahun 2011 dan awal bulan Januari 2012. Length Of Stay

merupakan rata-rata lama rawatan pasien bulan November (3,85), Desember (3,95), Januari (2,12) masih jauh dari indikator Depkes yaitu 5–12 hari.

Hasil wawancara penulis dengan 10 perawat pelaksana mengenai kepemimpinan kepala ruang belum menunjukkan dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional seperti belum memotivasi perawat dan jarang menstimulasi intelektual para perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk meningkatkan kinerja perawat. Sementara penyebabnya adalah ketidakpuasan pasien yang salah satunya adalah kinerja perawat yang kurang memuaskan. Kinerja perawat yang kurang memuaskan salah satunya dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala ruang.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana masih perlu ditingkatkan secara maksimal dalam memberikan pelayanan keperawatan, karena

(8)

kinerja merupakan bagian penting yang mempengaruhi mutu pelayanan keperawatan. Sementara itu kemampuan pemimpin memiliki keterbatasan menerapkan kepemimpinan transformasional dalam memimpin stafnya untuk dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan tugasnya masing – masing. Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah correlation study yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan korelasi/hubungan antara kepemimpinan transformasional kepala ruang dan kinerja perawat pelaksana dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu saat itu juga (Notoatmodjo, 2010). Sampel adalah perawat pelaksana di ruang rawat inap yang berjumlah 90 responden, penelitian dilakukan di ruang rawat inap RSUD Kota Semarang. Alat pengumpul data dengan kuesioner yang telah dilakukan uji coba sebelumnya di RSUD Tugurejo Semarang. Proses penelitian berlangsung pada tanggal 10 – 23 Juli 2013. Data dianalisis secara univariat, bivariat (Korelasi Product Moment Pearson).

HASIL

Hasil penelitian diperoleh umur rata–rata perawat pelaksana di RSUD Kota Semarang adalah 33,68 tahun dengan median 33,50 dan standart deviasi sebesar 4,741. Adapun umur termuda perawat pelaksana adalah 25 tahun dan umur tertua perawat pelaksana adalah 45 tahun. Perawat pelaksana di RSUD kota Semarang berpendidikan D3 keperawatan sebanyak 44 responden (48,9%) sedangkan pendidikan Ners sebanyak 3 orang responden (3,3%). Jenis kelamin perempuan sebanyak 46 responden (51,1%) dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 44 responden (48,9%). Status sebagai pegawai PNS sebanyak 77 responden (85,6%) dan status sebagai pegawai kontrak sebanyak 13 responden (14,4%). Perawat

(9)

yang sudah menikah sebanyak 78 responden (86,7%) dan janda sebanyak 2 responden (2,2%). Penghasilan lebih dari 2 juta sebanyak 80 responden (88,9%) dan sebagian kecil mempunyai penghasilan 1–2 juta sebanyak 10 responden (11,1%). Lama kerja rata-rata perawat pelaksana adalah 7,91 tahun dengan median 8,00 dan modus 8,00. Adapun lama kerja terendah adalah 3 tahun dan lama kerja tertinggi adalah 12 tahun. Sebagian besar perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Semarang menilai kepemimpinan transformasional kepala ruang adalah baik sebanyak 41 responden (45,6%) dan sebagian kecil menilai kurang sebanyak 14 responden (15,6%). Sebagian besar perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Semarang mempunyai kinerja yang cukup sebanyak 44 responden (48,9%) dan sebagian kecil mempunyai kinerja yang kurang sebanyak 18 responden (20%).

Berdasarkan hasil uji Korelasi Product Moment Pearson didapatkan nilai korelasi sebesar 0,561 dengan nilai p = 0,000 (< 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kepemimpinan transformasional kepala ruang dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah kota Semarang. Grafik juga menunjukkan bahwa arah hubungan linear positif. Artinya semakin baik kepemimpinan transformasional kepala ruang maka kinerja perawat pelaksana akan semakin baik.

Tabel 4.1 Distribusi Umur Perawat Pelaksana di RSUD Kota SemarangTahun 2012 (n=90)

Mean Median Std deviasi Min Max

Umur 33,68 33,50 4,741 25 45

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi Pendidikan Perawat Pelaksana di RSUD Kota Semarang Tahun 2012 (n=90)

Pendidikan Frekuensi % D3 keperawatan D4 keperawatan S1 keperawatan Ners 44 19 24 3 48,9 21,1 26,7 3,3 Jumlah 90 100

(10)

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi Jenis Kelamin Perawat Pelaksana di RSUD Kota Semarang Tahun 2012 (n=90)

Jenis kelamin Frekuensi %

Laki-laki Perempuan 44 46 48,9 51,1 Jumlah 90 100

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi Status Pegawai Perawat Pelaksana di RSUD Kota Semarang Tahun 2012 (n=90)

Status pegawai Frekuensi %

PNS Kontrak 77 13 85,6 14,4 Jumlah 90 100

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi Status Pernikahan Perawat Pelaksana di RSUD Kota Semarang Tahun 2012 (n=90)

Status pernikahan Frekuensi %

Menikah Belum menikah Janda/duda 78 10 2 86,7 11,1 2,2 Jumlah 90 100

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi Penghasilan Perawat Pelaksana di RSUD Kota Semarang Tahun 2012 (n=90)

Penghasilan Frekuensi % 1 – 2 juta Lebih 2 juta 10 80 11,1 88,9 Jumlah 90 100

Tabel 4.7 Distribusi Lama Kerja Perawat Pelaksana di RSUD Kota Semarang Tahun 2012 (n=90)

Mean Median Modus Std

deviasi Min Max

Lama Kerja

(11)

Grafik 4.1 Grafik Pencar

Hubungan Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang dengan Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Kota Semarang (n=90)

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat pelaksana menilai baik kepemimpinan transformasional kepala ruang di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang sebanyak 41 responden (45,6%). Hal ini menunjukkan bahwa kepala ruang telah mendapatkan apresiasi yang baik dari perawat pelaksana. Kepala ruang sebagai orang yang dihormati telah memberikan contoh yang baik bagi perawat pelaksana sehingga membuat kesan yang baik bagi perawat pelaksana.

Berdasarkan hasil sebaran pernyataan kuesioner kepemimpinan transformasional kepala ruang yang baik ditunjukkan sebesar 28 responden (31,1%) menilai kepala ruang selalu memberikan banyak bantuan kepada orang baru, 54 responden (60%) menilai kepala ruang kadang-kadang mendorong perawat untuk bekerja keras. Hal ini menunjukkan bahwa kepala ruang sudah menerapkan dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional yang kurang ditunjukkan dengan 21 responden (23,3%) kepala ruang tidak pernah r = 0,561, p value 0,000

(12)

memberitahu tentang harapan-harapan kinerja yang tinggi kepada perawat, hal ini menunjukkan bahwa kepala ruang belum memahami dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Temalagi (2010) bahwa kepemimpinan transformasional lebih dominan diterapkan oleh manager Rumah Sakit di Kota Malang. Humairah (2005) menunjukkan kepemimpinan transformasional lebih berpengaruh terhadap efektivitas kinerja perawat di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. Hal ini diperkuat oleh peneliti Andira dan Budiarto (2010) bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada kinerja karyawan lini depan pada perusahaan jasa. Berbagai hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional menjadi faktor penentu dalam menciptakan kinerja organisasi yang positif tanpa terbatasi oleh budaya dan jenis organisasi (Walumbwa dkk, 2007; Dharmayanti, 2009).

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai seorang pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Kepemimpinan transformasional akan membuat bawahan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya. Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan. Pemimpin transformasional menggunakan karisma, pertimbangan individual, dan stimulasi intelektual untuk menghasilkan upaya yang lebih besar, sehingga kepemimpinan transformasional sangat baik diterapkan dalam keperawatan karena kualitas kepemimpinan dapat meningkatkan kinerja karyawan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat pelaksana mempunyai kinerja yang cukup dalam memberikan asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang sebanyak 44 responden (48,9%). Hal ini ditunjukkan oleh perawat pelaksana dalam melakukan pekerjaan yang cukup baik, tanpa harus menerima perintah sudah cukup mengerti dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai perawat pelaksana.

(13)

Berdasarkan hasil sebaran pernyataan kuesioner kinerja perawat yang baik ditunjukkan dengan 29 responden (32,2%) perawat selalu melakukan pengkajian keperawatan secara bio-psiko-sosio-spritual, 32 responden (35,6%) kadang-kadang perawat merumuskan diagnosa keperawatan yang terdiri dari masalah, penyebab, dan tanda/gejala dari pasien. Hal ini menujukkan bahwa perawat pelaksana sudah memahami dan menerapkan asuhan keperawatan dengan baik. Kinerja perawat yang kurang ditunjukkan dengan masih adanya 10 responden (11,1%) tidak pernah melakukan pengkajian keperawatan secara bio-psiko-sosio-spiritual, hal ini menunjukkan bahwa masih ada perawat yang belum melakukan proses keperawatan secara baik dan sempurna.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil uji korelasi Pearson

Product Moment didapatkan nilai korelasi sebesar 0,561 dengan nilai p 0,000 (p <

0,05) yang menunjukkan ada hubungan antara kepemimpinan transformasional kepala ruang dengan kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang tahun 2012.

Hal ini menunjukkan bahwa kepala ruang yang berpedoman nilai–nilai dengan bertindak sebagai pelatih, guru, atau mentor. Kepala ruang mencoba untuk memberi kekuasaan dan meninggikan para pengikutnya. Kepala ruang telah menciptakan suatu visi organisasi secara dinamis yang dibutuhkan untuk menciptakan inovasi. Kepala ruang telah memulai segala sesuatu dengan visi, yang merupakan suatu pandangan dan harapan ke depan yang akan dicapai bersama dengan memadukan semua kekuatan, kemampuan dan keberadaan perawat pelaksana. Mungkin saja bahwa sebuah visi ini dikembangkan oleh para pemimpin itu sendiri atau visi tersebut memang sudah ada secara kelembagaan yang sudah dibuat dirumuskan oleh para pendahulu sebelumnya dan masih selaras dengan perkembangan kebutuhan dan tuntutan pada saat sekarang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Victor, Sudarma dan Sutrisno, (2011) mengemukakan kepemimpinan transformasional

(14)

berpengaruh positif terhadap kinerja pelayanan. Hal ini menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional yang bercirikan dengan pengaruh ideal, motivasi inspirasi, stimulasi intelektual dan pertimbangan individu yang diterapkan oleh pemimpin organisasi rumah sakit berperan besar dalam mencapai sasaran dan tujuan kerja, dimana terhadap pelayanan yang diberikan.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan masalah sebagian besar perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang menilai kepemimpinan transformasional kepala ruang adalah baik sebanyak 41 responden (45,6%), cukup 35 responden (38,8%) dan sebagian kecil menilai kurang sebanyak 14 responden (15,6%). Sebagian besar perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang mempunyai kinerja baik sebanyak 28 responden (31,1%), kinerja cukup sebanyak 44 responden (48,9%) dan sebagian kecil mempunyai kinerja yang kurang sebanyak 18 responden (20%). Ada hubungan antara kemimpinan transformasional kepala ruang dengan kinerja perawat pelaksana di RSUD kota Semarang tahun 2012 dengan p value = 0,000 (p < 0,05).

Mengingat hasil penelitian ini masih mempunyai keterbatasan diharapkan Instansi RSUD Kota Semarang dapat digunakan sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam membuat aturan atau kebijakan untuk meningkatkan kinerja perawat dalam meningkatkan pelayanan keperawatan dan diharapkan mampu memfasilitasi kegiatan pelatihan yang berkaitan dengan kepemimpinan dan pengelolaan bangsal keperawatan maupun meningkatkan pelayanan keperawatan. Bagi Profesi Keperawatan diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan tentang mutu pelayanan keperawatan, khususnya tentang hubungan kepemimpinan transformasional kepala ruang dengan kinerja perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan dan diharapkan mampu mendorong organisasi keperawatan untuk mengadakan pelatihan yang berkaitan dengan kepemimpinan dan kinerja perawat. Bagi Kepala Ruang perlu mengembangkan kepemimpinan transformasional dalam memimpin

(15)

bangsal keperawatan. Dengan mengembangkan kepemimpinan transformasional akan berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan memberitahu mengenai harapan-harapan kinerja yang tinggi kepada perawat pelaksana, agar perawat lebih termotivasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Bagi Perawat diharapkan mampu menjadi motivator bagi perawat untuk meningkatkan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan standar operasional prosedur dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan pengkajian secara bio-psiko-sosio dan spiritual terhadap pasien karena ini merupakan hal dasar dalam proses keperawatan. Bagi Peneliti Lain dapat dilakukan penelitian dengan melakukan observasi dan wawancara mendalam untuk mengeksplorasi persepsi perawat tentang kepemimpinan transformasional kepala ruang dan kinerja perawat dan membahas lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan kepemimpinan transformasional kepala ruang dengan kinerja perawat pelaksana.

1

Puji Utami: Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes Universitas Muhammadiyah Semarang

2

H. Edy Wuryanto, M.Kep: Dosen Kelompok Keilmuan Manajemen Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang

3 Ns. Sri Widodo,S.Kep: Dosen Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang

KEPUSTAKAAN

Andira dan Budiarto Subroto. (2010). Pengaruh Perilaku Kepemimpinan dan

Transaksional terhadap Kinerja Karyawan Lini Depan Perusahaan Jasa.

Tesis Tidak dipublikasikan: Malang. Ilmu Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.

Arofiati, Fitri dan Wahyuni. (2011). Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Kode Etik Keperawatan dan Hukum Kesehatan dengan Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di RS. PKU

(16)

Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2009. Jurnal Kesehatan Suara

Forikes. Vol 11 (No. 2) Hal 117.

Dharmayanti, Elmasari. (2009). Kepemimpinan Transformasional dan Minat Kerja sebagai Prediktor Komitmen Organisasi pada Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Riau. Jurnal Psikologi. Vol 5 (No. 2) Hal 201.

Dirjen YanMed. (2010). Pengembangan Manajemen Kinerja (PMK) Perawat dan Bidan, Sejarah dan Perkembangannya. Warta Yanmed Edisi XXII hal 53.

Faizin, Achmad dan Winarsih. (2008). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja Perawat dengan Kinerja Perawat di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979 – 2697. Vol 1 (No. 3) hal 138.

Huber, D, L. (2006). Leadership and Nursing Care Management Third Edition. Philadelphia. Saunder Elsevier.

Humairah. (2005). Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional dan

Transaksional terhadap Efektifitas Kinerja Perawat di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Tesis Tidak dipublikasikan. Yogyakarta: Program

Pascasarjana Universitas Gajah Mada.

Lumbanraja, Prihatin dan Cut Nizma. (2010). Pengaruh Pelatihan dan Karakteristik Pekerjaan Terhadap Prestasi Kerja Perawat di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa. Jurnal

Manajemen dan Kewirausahaan. Vol 12 (No. 2) hal 143.

Lupiah, L, dkk. (2009). Hubungan Faktor-Faktor Motivasi dengan Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

(17)

RSUD Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara. Jurnal Kesehatan

Masyarakat hal 13.

Munawaroh. (2011). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional terhadap Kinerja Guru. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Th. 16 (No 2) Hal 137.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Riyadi, Slamet. (2011). Pengaruh Kompensasi Finansial, Gaya Kepemimpinan, dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Timur. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol 13 (No. 1) Hal 45.

Suarli dan Bahtiar. (2009). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis. Jakarta: Erlangga.

Sugijati, dkk. (2008). Analisis Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Mataram. Jurnal Kesehatan Prima. Vol 2 (No 2) Hal 329.

Temalagi, S. (2010). Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap

Penerapan Good Corporate Governance dengan Budaya Organisasi sebagai Variabel Intervening (Studi pada RS di Kota Malang). Tesis Tidak

dipublikasikan. Malang: Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Universitas Brawijaya.

Victor, dkk. (2011). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap

Kinerja Pelayanan dengan Budaya Kerja dan Good Corporate Governance sebagai Variabel Moderasi (Studi pada RS di Kota Ambon).

(18)

Tesis Tidak dipublikasikan. Malang: Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Universitas Brawijaya.

Isesreni, Yeni Warni. (2009). Hubungan Karakteristik Perawat dengan Kinerja Perawat di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang Tahun 2008. MNM volume 1 (No. 1).

Sulieman, et all. (2011). The Relationship Between Transformational Leadership and Employees Saticfaction at Jordanian Private Hospitals. Journal

Gambar

Grafik 4.1 Grafik Pencar

Referensi

Dokumen terkait

Make corporate information available Information requests Executive database Corporate database Electronic mailboxes Software library Current news, explanations External data

Dengan pendekatan Scientific dan Model Pembelajaran Problem Based Learning serta menggunakan Metode pembelajaran Cooperative Learning (Think-Pair Share) melalui

Berdasarkan keterangan di atas maka unsur khusus yang memberatkan yang terdapat di dalam Pasal 374 KUHP telah terpenuhi karena terdakwa dengan menggunakan jabatan yang dimiliknya

KPU Kabupaten Bangka Tengah telah menetapkan Sasaran Strategis Meningkatnya Kapasitas Lembaga Penyelenggara Pemilu/Pemilihan yang diukur melalui Persentase

Untuk mengetahui pengaruh kecambah biji P.amabilis dengan variasi konsentrasi air kelapa terhadap besarnya rerata jumlah kecambah pada masing- masing perlakuan

Alat ini dapat mengubah obat cair menjadi uap ( aerosol ) untuk dihirup menggunakan masker sehingga obat langsung masuk ke paru - paru. Tujuan dari pembuatan alat ini

Jika Bapak / Ibu/ Kakak/ Adik/ Saudara/i mengeluhkan sesuatu akibat kerokan kulit dan kuku tersebut seperti rasa nyeri yang tidak dapat ditahan, atau terdapat bintik-bintik

TOKYO,KYOTO,