i
GAMBARAN GANGGUAN TIDUR PADA REMAJA AWAL USIA 12-15 TAHUN DI TANGERANG SELATAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH:
TRI AYU PUTRI PURBASARI NIM: 1111104000035
HALAMAN JUDUL
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
iii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
Undergraduate Thesis, January 2016
Tri Ayu Putri Purbasari, NIM: 1111104000035
Descriptive of Sleep Disturbances in Early Adolescent 12-15 years at South Tangerang
xv + 48 pages + 6 tables + 3 schemes + 6 attachments
ABSTRACT
The impacts of sleep disturbance in early adolescent are decreased school performance and concentrate, and increase juvenile delinquency. Early detection of sleep disturbance is required for teens cause they rare to complain and considred it is not a matter. The purpose of this study was to get examinated describe of sleep disturbances in early adolescent at South Tangerang with stratified proportionate random sampling method. Data were obtained using a Sleep Disturbance Scale for Children questionnaire. Data analysis using a univariate. The result show that there is a sleep disturbance in adolescence (77,1%) with highest type of disruption is sleep-wake transition disorder (43,2%). This study suggested to adolescence to care and be aware of the importance of sleep needs to improve the quality of life.
Keywords: early adolescence, sleep disturbances
iv
Skripsi, Januari 2015
Tri Ayu Putri Purbasari, NIM: 1111104000035
Gambaran Gangguan Tidur pada Remaja Awal Usia 12-15 Tahun di Tangerang Selatan
xv+ 48 halaman + 6 tabel + 3 bagan + 6 lampiran
ABSTRAK
Dampak gangguan tidur pada remaja awal adalah penurunan prestasi akademis dan konsentrasi di sekolah, serta meningkatkan kenakalan remaja. Deteksi dini gangguan tidur perlu dilakukan karena remaja jarang mengeluh dan mengganggapnya bukan suatu masalah yang serius. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran gangguan tidur pada remaja awal di Tangerang Selatan dengan metode pengambilan sampel stratified proportionate random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner Sleep Disturbances Scale for Children. Analisis data yang digunakan yaitu univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat gangguan tidur pada remaja (77,1%) dengan jenis gangguan tidur yang paling tinggi adalah gangguan transisi tidur-bangun (43,2%). Disarankan kepada para remaja agar memperhatikan serta menyadari pentingnya kebutuhan tidur untuk meningkatkan kualitas hidup.
Kata kunci: remaja awal, gangguan tidur
viii
Nama : TRI AYU PUTRI PURBASARI
Tempat, Tanggal Lahir : Bontang, 29 Oktober 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Lele 5 RT 05 No. 4B
HP : 0857 1674 5650
E-mail : cavaluna29@gmail.com
Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan
Riwayat Pendidikan : TK Yayasan Pendidikan Vidya Dahana Patra (1996-1998)
SD Yayasan Pendidikan Vidya Dahana Patra (1998-2004)
SMP Yayasan Pendidikan Vidya Dahana Patra (2004-2007)
SMA Yayasan Pendidikan Vidya Dahana Patra (2007-2010)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (2011-sekarang)
ix
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT, Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan baginda nabi besar Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabat beserta pengikutnya hingga akhir zaman. Atas kekuasaan dan izin Allah SWT skripsi dengan judul “Gambaran Gangguan Tidur Pada Remaja Awal Usia 12-15 Tahun di Tangerang Selatan” telah selesai. Dalam penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Namun, dengan bantuan berbagai pihak proposal skripsi ini dapat terselesaikan, oleh karena itu tiada ungkapan yang lebih pantas diucapkan kecuali ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Arief Sumantri, S.KM., M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc selaku Kepala Program Studi dan Ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB.selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc selaku Dosen Pembimbing pertama dan Ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB. Selaku Dosen Pembimbing kedua yang senantiasa dengan sabar, tekun, tulus, dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran–saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi.
5. Ibu Nia Damiati, S.Kp., MSN. Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan saran dan masukan selama penulis melakukan studi di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
7. Ayah (Firdaus Abbas), ibu (Helmita) dan kakak–kakakku tersayang yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah, serta memberi nasehat dan motivasi yang sangat membantu.
8. Sahabat tersayang (Widiany Nurrahmah, Rizka Nazhriyah, Trisna Syafitri, Syahdah Dinuriah, Nadhia Elsa) yang telah banyak memberikan motivasi, dukungan, masukan kepada penulis baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT, penulis menyerahkan segalanya dengan harapan semoga amal baik yang telah dicurahkan guna membantu penyusunan skripsi ini mendapat balasan. Aamiin. Penulis menyadari bahwa penulisan proposal skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis menerima segala bentuk kritik, saran, dan masukan yang membangun demi perbaikan di masa mendatang.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Jakarta , Januari 2016
xi
LEMBAR PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Pertanyaan Peneliti ... 3 D. Tujuan Penelitian ... 4 E. Manfaat Penelitian ... 4
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. REMAJA AWAL ... 6
1. Definisi ... 6
2. Pola dan Waktu Tidur Remaja... 7
3. Faktor yang Mempengaruhi Tidur Remaja ... 8
4. Dampak Gangguan Tidur Remaja ... 13
B. KONSEP TIDUR ... 14
1. Definisi Tidur ... 14
2. Fungsi dan Tujuan Tidur ... 14
3. Fisiologi Tidur ... 15
4. Jenis dan Tahap Tidur ... 16
5. Faktor yang Mempengaruhi Tidur ... 19
6. Gangguan/Masalah tidur ... 21
7. Kualitas Tidur... 24
xii
B. Definisi Operasional ... 28
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 29
A. Desain Penelitian ... 29
B. Populasi dan Sampel ... 29
1. Populasi Penelitian ... 29
2. Sampel Penelitian ... 29
C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
1. Tempat Penelitian ... 32
2. Waktu Penelitian ... 32
D. Metode Pengumpulan Data ... 32
E. Instrumen Penelitian ... 34
F. Uji Validitas dan Reabilitas ... 35
G. Teknik Pengolahan Data ... 37
H. Metode Analisis Data ... 38
I. Etika Penelitian ... 39
BAB V HASIL PENELITIAN ... 40
A. Gambaran Tempat Penelitian ... 40
B. Karakteristik Responden ... 41
C. Prevalensi Gangguan Tidur ... 41
BAB VI PEMBAHASAN ... 43
A. Karakteristik Remaja Berdasarkan Demografi ... 43
B. Gambaran Gangguan Tidur Pada Remaja Awal Usia 12-15 Tahun di Tangerang Selatan... 44
1. Gangguan Tidur Berdasarkan Jenis Kelamin... 44
2. Jenis gangguan tidur pada remaja ... 44
C. Keterbatasan Penelitian ... 46
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
A. Kesimpulan ... 47
B. Saran ... 47
xiii
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Usia (N=96)
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karekteristik Jenis Kelamin (N=96)
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Gangguan Tidur (N=96)
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Gangguan Tidur Menurut Jenis Kelamin (N=96)
xiv
Bagan 2.1 Siklus Tidur Normal (Potter & Perry, 2005)
Bagan 2.2 Kerangka teori: Potter & Perry (2005), Alimul & Hidayat (2008), Ramdhani & Putra (2009)
xv
Lampiran 1. Permohonan Partisipasi Penelitian Lampiran 2. Informed Consent
Lampiran 3. Kuesioner
Lampiran 4. Skor SDSC dan Tipe Gangguan Tidur
1 A. Latar Belakang
Setiap orang memiliki kebutuhan mereka sendiri untuk tidur.
Kebutuhan ini dapat bervariasi dari satu orang ke orang lain. Remaja
berada pada tahap penting dari pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Karena itu, mereka membutuhkan lebih banyak tidur daripada orang
dewasa. Rata-rata remaja membutuhkan sekitar sembilan jam tidur setiap
malam untuk merasa siaga dan cukup istirahat.
Masalah tidur remaja dapat dimulai jauh sebelum mereka berusia
13. Kebiasaan tidur dan perubahan tubuh 10 sampai 12 tahun memiliki
hubungan erat dengan masa remaja. Pola tidur remaja juga secara kuat
diatur dalam hidup mereka. Hal ini tidak mudah bagi mereka untuk
mengubah cara mereka tidur. Dengan demikian masalah tidur remaja dapat
terus berlanjut ke tahun mereka sebagai orang dewasa.
Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan
mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya,
menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah
tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain (Potter &
Perry, 2005). Insomnia secara signifikan lebih umum di kalangan remaja
dari jenis kelamin perempuan dan di antara mereka melaporkan kesehatan
2
Faktor penyebab remaja mengalami gangguan tidur salah satunya
adalah bergesernya jam biologis (irama sirkadian, circadian rhythm) tubuh
(Owens, 2014). Remaja yang menunda tidur dan tidur lebih panjang di
akhir pekan dari pada hari biasa, membuat sinyal biologis malam (yaitu
produksi melatonin) tertunda dan menghilangkan residual tekanan tidur
(Owens, 2014). Penggunaan elektromedia (televisi dalam kamar, ponsel
selular, video games, music player, serta komputer), konsumsi kafein dan
waktu memulai sekolah juga merupakan salah satu penyebab gangguan
tidur pada remaja. Penyebab lainnya yaitu penyakit medis kronis (asma,
nyeri, dll), stress/cemas, gangguan psikologis, dan penggunaan obat
psikotropik (Owens, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian Ohida dkk (2004), terhadap siswa
SLTP dan SMU menunjukkan prevalensi gangguan tidur yang bervariasi
mulai dari 15,3% hingga 39,2%, bergantung pada jenis gangguan tidur
yang dialami. Penelitian yang dilakukan oleh Bruni dkk (1996), mengenai
gangguan tidur dengan menggunakan metode Sleep Disturbances Scale for
Children (SDSC) mendapatkan prevalensi gangguan tidur pada populasi kontrol 73,4%. Di Indonesia, prevalensi gangguan tidur pada remaja
mencapai 62,5% yang menderita gangguan tidur menurut SDSC dengan
jenis gangguan yang paling sering adalah gangguan transisi tidur-bangun
(25%) (Natalita dkk, 2011). Haryono (2009) mendapatkan prevalensi
gangguan tidur pada remaja didapatkan 62,9%, dengan gangguan transisi
tidur-bangun sebagai jenis gangguan yang paling sering ditemui. Separuh
libur, 72,9% memiliki perbedaan waktu tidur yang tidak signifikan.
Separuh subjek tidur cukup selama hari sekolah, dan 65% di hari libur.
Aktivitas yang menenangkan sebelum tidur dilakukan oleh 73,6% subjek
(Haryono, 2009).
Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh gangguan tidur,
angka insiden, fenomena jenis gangguan tidur, studi pendahuluan yang
dilakukan pada daerah tersebut dan belum ditemukannya penelitian terkait
hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian
tentang “Gambaran Gangguan Tidur pada Remaja Awal Usia 12-15 Tahun
di Tangerang Selatan”.
B. Rumusan Masalah
Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian epidemiologi
mengungkapkan bahwa jumlah anak remaja yang mengalami gangguan
tidur semakin meningkat (Liu X dkk, 2005). Namun, belum banyak
penelitian epidemiologi yang dilakukan untuk mengetahui gangguan tidur
pada remaja di Indonesia (Haryono, 2009). Berdasarkan uraian diatas
penulis membuat rumusan masalah bagaimana gambaran gangguan tidur
pada remaja awal usia 12-15 tahun di tangerang selatan?
C. Pertanyaan Peneliti
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka peneliti membuat
beberapa pertanyaan penelitian yaitu: Bagaimana gambaran gangguan
D. Tujuan Penelitian
1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana
gambaran gangguan tidur yang terjadi pada remaja usia 12-15 tahun.
2 Tujuan Khusus
Ada pun tujuan khusus pada penelitian ini yaitu meliputi:
1. Mengetahui gambaran karakteristik remaja berdasarkan
demografi
2. Mengetahui gambaran gangguan tidur pada remaja berdasarkan
jenis kelamin
3. Mengetahui jenis gangguan tidur pada remaja
E. Manfaat Penelitian 1 Bagi Peneliti
Mengetahui gambaran gangguan tidur, jenis gangguan tidur, serta
faktor gangguan tidur yang terjadi pada remaja usia 12-15 tahun.
2 Bagi Peneliti lain
Dapat menjadi sumber referensi mengenai gambaran gangguan
tidur remaja usia 12-15 tahun.
3 Bagi Profesi Keperawatan
Meningkatkan pelayanan kesehatan dalam keperawatan mengenai
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran gangguan
tidur remaja awal usia 12-15 tahun di Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Oktober-November 2015.
Penelitian ini termasuk dalam lingkup Keperawatan Jiwa dan
Keperawatan Anak. Penelitian dilakukan pada remaja yang bersekolah
SMP Negeri 03 Tangerang Selatan dan hanya sebatas pada gambaran
gangguan tidur pada remaja saat ini. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan pengambilan sampel secara stratified proportionate
random sampling, perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus Slovin.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. REMAJA AWAL 1. Definisi
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa
kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah 12
sampai 24 tahun. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada
diantara fase anak dan dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik,
perilaku, kognitif, biologis, dan emosi (Efendi & Makhfudli, 2009).
Definisi lain mengenai remaja Indonesia adalah mereka yang berusia
11-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan bahwa usia 11 tahun
adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual mulai muncul
(Sarwono, 2011).
Suatu analisis yang dikemukakan oleh Monks, Knoers, dan
Haditono (1996) mengenai semua aspek perkembangan dalam masa
remaja yang secara global berlangsung antara 12-21 tahun, yaitu:
a. Usia 12-15 tahun pada masa remaja awal; mencangkup
kebanyakan perubahan pubertas (Santrock, 2003)
b. Usia 15-18 tahun pada masa remaja madya (pertengahan)
c. Usia 18-21 tahun pada masa remaja akhir
Istilah adolescence biasanya menunjukkan maturasi psikologis
dapat terjadi. Perubahan hormonal pubertas mengakibatkan perubahan
penampilan pada orang muda, dan perkembangan mental mengakibatkan
kemampuan untuk menghipotesis dan berhadapan dengan abstraksi (Potter
& Perry, 2005).
2. Pola dan Waktu Tidur Remaja
Pola tidur remaja perlu perhatian lebih karena berhubungan pada
performa sekolah. Pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti mengenai tidur
menyadari perbedaan perubahan pola tidur pada remaja. Perubahan
tersebut ialah jam biologis remaja atau disebut irama sirkadian. Pada
permulaan masa pubertas, fase tidurnya menjadi telat. Untuk terjatuh tidur
menjadi lebih malam dan bangun tidur lebih telat pada pagi hari. Dan
remaja tersebut lebih waspada pada malam hari dan menjadi lebih susah
tidur (Kahn, 2004).
Pola tidur berkembang sesuai dengan usia. Bayi baru lahir akan
tidur hampir sepanjang waktu, tetapi setelah usia 6 bulan bayi tidur sekitar
13 jam per hari. Anak usia 2 tahun memerlukan tidur 12 jam termasuk
tidur siang, usia 4 tahun selama 10-12 jam, dan usia remaja sekitar 9 jam
per hari (P. Dawson, 2004). Pada hari sekolah umumnya remaja memiliki
waktu tidur lebih pendek sekitar 7,3 jam per hari (Chung & Cheung,
2008).
Menurut penelitian, remaja membutuhkan waktu 9 sampai 9.25
jam untuk tidur dalam sehari. Namun, pada kenyataannya sekitar 8 jam
berdasarkan waktu sekolah dan kehidupan sosial akan menkontribusi
pengurangan waktu tidur remaja (Zee, 2005). Remaja mulai merasa
mengantuk pada tengah malam, sedangkan mereka harus bangun pagi hari
untuk berangkat ke sekolah, sehingga setiap hari mereka mengalami
kekurangan waktu tidur (Natalia dkk, 2011). Penelitian yang dilakukan
oleh Iglowstein dkk (2003), terhadap anak di Swiss mendapatkan hasil
bahwa anak usia 12 sampai 15 tahun memiliki rata-rata jumlah waktu tidur
sebanyak 8,4 sampai 9,3 jam perhari.
3. Faktor yang Mempengaruhi Tidur Remaja a. Irama sirkadian
Salah satu perubahan dalam tubuh selama masa pubertas
berkaitan erat dengan bagaimana remaja tidur. Ada pergeseran
waktu ritme sirkadian pada remaja. Sebelum pubertas, tubuh
membuat remaja mengantuk sekitar 8:00 atau 9:00 malam. Ketika
pubertas dimulai, ritme ini bergeser beberapa jam kemudian. Lalu,
tubuh memberitahu remaja untuk pergi tidur sekitar pukul 10.00
atau 11.00 malam (UCLA Sleep Center, 2010).
Pergeseran alami dalam ritme sirkadian remaja ini disebut
"Penundaan Fase Tidur" (sleep phase delay). Kebutuhan untuk
tidur tertunda selama sekitar dua jam. Pada awalnya, remaja
mungkin tampak menderita insomnia. Mereka akan memiliki
waktu yang sulit jatuh tertidur pada waktu biasa. Ketika mereka
jam tidur di malam hari. Karena kebanyakan remaja harus bangun
pagi untuk sekolah, penting bagi mereka untuk pergi tidur tepat
waktu. Jika mereka pergi ke tempat tidur terlambat, mereka tidak
akan mampu untuk mendapatkan tidur yang mereka butuhkan.
Perubahan ini adalah bagian normal dari tumbuh dewasa. Dengan
perhatian ekstra, remaja akan dengan cepat menyesuaikan diri
dengan jadwal tidur yang baru bagi tubuh mereka (UCLA Sleep
Center, 2010).
Jika remaja menolak atau mengabaikan perubahan ini, mereka
akan membuat masa transisi yang sangat berat bagi tubuh mereka.
Mereka hanya akan menyakiti diri dengan begadang terlalu larut
malam untuk mengerjakan PR atau berbicara dengan teman-teman.
Menggunakan banyak kafein atau nikotin juga akan membuat sulit
bagi remaja untuk mendapatkan istirahat yang berkualitas. Pada
akhir pekan sekolah, banyak remaja yang merasa lelah dari waktu
tidur yang mereka lewatkan. Mereka berpikir bahwa tidur lebih
banyak di kemudian hari pada akhir pekan akan membantu mereka
untuk memuaskan hasrat tidur yang tidak terpenuhi. Ini hanya
membuat jam tubuh mereka kurang bahkan lebih. Ini akan lebih
sulit bagi mereka untuk jatuh tertidur dan bangun pada saat hari
b. Stress
Banyak hambatan yang menghalangi remaja untuk
mendapatkan kebutuhan tidur, dimulai dari bergesernya jam tidur,
kemudian mereka menghadapi tekanan baru di sekolah, rumah,
pekerjaan, dan dengan teman-teman. Mereka dihadapkan dengan
keputusan tidak harus mereka buat sebelumnya. Semua ini datang
pada saat mereka juga memiliki banyak perubahan lain dalam
tubuh mereka, termasuk perubahan emosi, perasaan, dan suasana
hati. Mereka perlu untuk mendapatkan banyak tidur selama
perubahan ini, karena hal itu akan membantu mereka mengenali
diri mereka sendiri dan memaknai kehidupan lebih baik lagi.
Kurangnya kualitas tidur hanya akan membuat tahap kehidupan
menjadi sulit bagi mereka (UCLA Sleep Center, 2010).
Tekanan teman sebaya juga dapat menyebabkan remaja untuk
membuat keputusan yang salah, yang akan mempengaruhi tidur
mereka. Mereka dapat keluar rumah dengan pulang terlambat,
minum minuman beralkohol, merokok, atau menggunakan
obat-obatan. Semua hal ini dapat mengganggu pola tidur mereka.
Mereka jarang mempertimbangkan kebutuhan mereka untuk tidur
dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi semua yang mereka
lakukan (UCLA Sleep Center, 2010).
Beban tuntutan ini mengkombinasikan perubahan dalam tubuh
yang sesuai. Hal ini menyebabkan mereka untuk melawan
serangan kantuk harian. Mereka kesulitan untuk bangun dan
membuatnya sampai ke sekolah tepat waktu. Kebutuhan jam alarm
untuk bangun adalah tanda bahwa mereka tidak mendapatkan
cukup tidur di malam hari. Mereka dapat tertidur selama di kelas,
atau tertidur melalui kegiatan keluarga pada akhir pekan.
Mengantuk juga membuat mereka menggerutu dan lebih mudah
marah. Perasaan depresi juga bisa disebabkan atau ditingkatkan
dengan sulit tidur. Remaja tidak dapat berpikir dengan jelas atau
melakukan yang terbaik di sekolah, olahraga, atau di tempat kerja
ketika mereka lelah. Kurangnya tidur juga akan menempatkan
mereka pada risiko yang lebih besar berada di kecelakaan di mobil
atau di tempat kerja (UCLA Sleep Center, 2010).
c. Merokok
Pengaruh nikotin dalam rokok dapat membuat seseorang
menjadi pecandu atau ketergantungan pada rokok. Remaja yang
sudah kecanduan merokok tidak dapat menahan keinginan untuk
tidak merokok, mereka cenderung sensitif terhadap efek dari
nikotin (Parrot, 2007). Ketergantungan nikotin menyebabkan
seorang perokok harus menghisap rokok terus-menerus dan
menimbulkan berbagai akibat terhadap tubuh, salah satunya adalah
insomnia (Markou, 2011).
Menurut dr.Surya dan Lucia (2010), merokok membuat tubuh
stimulan. Subandi (2008) mengatakan bahwa kandungan nikotin
dalam rokok dapat mengusir rasa kantuk dan menjauhkan individu
dari tidur nyenyak. Rokok akan meningkatkan tekanan darah dan
kecepatan denyut jantung, sehingga inilah yang menyebabkan
tubuh tidak dapat rileks.
Berdasarkan penelitian Dewi dkk (2014), sebanyak 85,2%
responden remaja mengalami insomnia akibat merokok. Dari hasil
penelitian ini juga didapatkan 58% remaja yang mengalami
insomnia merokok 10-20 batang atau lebih dalam sehari.
d. Kafein
Kafein masuk ke dalam sirkulasi darah melalui lambung dan
usus halus, serta dapat menstimulasi dampaknya paling cepat 15
menit setelah dikonsumsi. Sekali masuk dalam tubuh, kafein akan
bertahan selama beberapa jam, dibutuhkan sekitar 6 jam untuk satu
setengah kafein untuk dihilangkan dalam tubuh. Ada banyak
penelitian untuk mendukung argument bahwa kafein menyebabkan
ketergantungan fisik (Sleep Health Foundation, 2013).
Kafein dapat ditemukan pada banyak jenis minuman dan
makanan yang umumnya dalam kehidupan sehari-hari. Ini
termasuk the, kopi, minuman cola, dan berbagai jenis ekspreso.
Banyak orang tidak menganggapnya sebagai obat. Hal ini dapat
berakibat buruk bagi tidur seseorang dalam 3 jalur. Pertama, kafein
akan membuat seseorang sulit untuk memulai tidur. Kedua, kafein
sering di malam hari. Ketiga, kafein dapat membuat seseorang
harus terbangun untuk ke toilet saat malam hari (Sleep Health
Foundation, 2013).
e. Faktor lingkungan
Kualitas tidur juga dapat dipengaruhi berbagai hal di
lingkungan sekitar. Rangsangan sensorik dari lingkungan seperti
bunyi, cahaya, pergerakan, dan bau dapat mempengaruhi inisiasi
dan kualitas tidur. Lokasi tidur juga mempengaruhi kualitas tidur
seperti di kamar atau pada transportasi umum. Hal lain juga perlu
dipertimbangkan adalah keadaan sosial ekonomi dan lingkungan
sekitas seperti kelembapan, suhu dingin, kumuh, kepadatan dan
bising (National Sleep Disorders Research Plan, 2011).
f. Jenis Kelamin
Anak perempuan mengalami gangguan tidur dan kelelahan di siang
hari lebih tinggi dari laki-laki. Hal ini diperkirakan karena perempuan
memilih risiko tinggi dalam mengalami kelelahan terkait pubertas,
prevalensi gangguan mental yang lebih tinggi serta lebih sensitif terhadap
masalah keluarga, dan tingginya tuntutan dalam kehidupan keluarga dan
pergaulan (Vallido, 2009).
4. Dampak Gangguan Tidur Remaja
Dampak kekurangan tidur pada remaja adalah meningkatkan angka
meningkatkan penggunaan alkohol dan rokok, meningkatkan risiko
obesitas, dan menurunkan daya tahan tubuh (Liu X, 2010). Gangguan
pola tidur berupa pola tidur yang berlebihan dapat menimbulkan efek
negatif pada performa di sekolah, fungsi kognitif, dan mood sehingga
dapat menimbulkan konsekuensi serius lainnya seperti peningkatan
angka kejadian kecelakaan mobil dan motor.
B. KONSEP TIDUR 1. Definisi Tidur
Tidur didefinisikan sebagai suatu kondisi tidak sadar di mana
individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensori yang sesuai
(Guyton, 1997). Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang
terjadi berulang-ulang selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005).
Menurut Alimul dan Hidayat (2008), tidur merupakan suatu keadaan tidak
sadarkan diri yang relative; bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa
kegiatan, tetapi lebih kepada suatu urutan siklus yang berulang.
2. Fungsi dan Tujuan Tidur
Fungsi dan tujuan masih belum diketahui secara jelas. Meskipun
demikian, tidur diduga bermanfaat untuk menjaga keseimbangan mental,
emosional, dan kesehatan. Selain itu, stress pada paru-paru, sistem
kardiovaskuler, endokrin, dan lain-lainnya juga menurunkan aktivitasnya.
Energi yang tersimpan selama tidur diarahkan untuk fungsi-fungsi seluler
efek pada sistem saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan
normal dan keseimbangan di antara berbagai sususan saraf. Kedua, efek
pada struktur tubuh yang dapat memulihkan kesegaran dan fungsi organ
dalam tubuh, karena selama tidur telah terjadi penurunan aktivitas
organ-organ tubuh tersebut (Alimul & Hidayat, 2008).
3. Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang
melibatkan hubungan mekanisme serebral secara bergantian agar
mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk dapat tidur dan bangun.
Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis.
Sistem tersebut mengatur seluruh tingkatan kegiatan sususan saraf pusat,
termasuk pengaturan kewapadaan dan tidur. Pusat pengaturan aktivitas
kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons.
Dalam keadaan sadar, neuron dalam reticular activating system (RAS)
akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Selain itu, RAS yang
dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan,
juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan
emosi dan proses pikir. Pada saat tidur, terdapat pelepasan serum serotonin
dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu bulbar
synchronizing regional (BSR) (Potter & Perry, 2005). Sedangkan saat bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak
dan sistem limbik. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang
mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Alimul
4. Jenis dan Tahap Tidur
Berdasarkan prosesnya, terdapat dua jenis tidur. Pertama jenis tidur
yang disebabkan oleh menurunnya kegiatan di dalam sistem pengaktivasi
retikularis. Jenis tidur tersebut disebut dengan tidur gelombang lambat
karena gelombang otaknya sangat lambat, atau disebut tidur non-rapid eye
movement (NREM). Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran isyarat-isyarat abnormal dari dalam otak, meskipun kegiatan otak mungkin
tidak tertekan secara berarti. Jenis tidur yang kedua disebut dengan jenis
tidur paradoks atau tidur rapid eye movement (REM) (Alimul & Hidayat,
2008).
Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus
dalam semalam (Potter & Perry, 2005).
a. Tidur gelombang lambat (slow wave sleep)/ non-rapid eye
movement (NREM).
Jenis tidur ini dikenal dengan tidur yang dalam, istirahat
penuh, dengan gelombang otak yang lebih lambat, atau juga
dikenal dengan tidur nyenyak. Ciri-ciri tidur nyenyak adalah
menyegarkan, tanpa mimpi, atau tidur dengan gelombang delta.
Ciri lainnya adalah individu berada dalam keadaan istirahat penuh,
tekanan darah menurun, frekuensi napas menurun, pergerakan bola
mata melambat, mimpi berkurang, dan metabolism turun (Alimul
& Hidayat, 2008).
Perubahan selama proses NREM tampak melalui
berada pada setiap tahap tidur NREM. Tahap tersebut, yaitu:
kewaspadaan penuh dengan gelombang beta yang berfrekuensi
tinggi dan bervoltase rendah; istirahat tenang yang dapat
diperlihatkan pada gelombang alfa jenis beta atau delta yang
bervoltase rendah; dan tidur nyenyak gelombang lambat dengan
gelombang delta bervoltase tinggi dan berkecepatan 1-2 per detik
(Alimul & Hidayat, 2008).
Tahapan tidur jenis NREM:
Tahap I
Tahap ini adalah tahap transisi antara bangun dan tidur
dengan ciri sebagai berikut: rileks, masih sadar dengan lingkungan,
merasa mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke samping,
frekuensi nadi dan napas sedikit menurun, serta dapat bangun
segera selama tahap ini berlangsung sekitar 5 menit (Potter &
Perry, 2005).
Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh
terus menurun dengan ciri sebagai berikut: mata pada umumnya
menetap, denyut jantung dan frekuensi napas menurun,
temperature tubuh menurun, metabolisme menurun, serta
berlangsung pendek dan berakhir 10-15 menit.
Tahap III
Tahap ini merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi,
disebabkan oleh adanya dominasi sistem saraf parasimpatis
sehingga sulit untuk bangun.
Tahap IV
Tahap ini merupakan tahap tidur yang dalam dengan ciri
kecepatan jantung dan pernapasan turun, jarang bergerak, sulit
dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambung menurun,
dan tonus otot menurun.
b. Tidur paradox/tidur rapid eye movement (REM)
Tidur jenis ini dapat berlangsung pada tidur malam yang terjadi
selama 5-20 menit rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama
terjadi selama 80-100 menit. Namun, apabila kondisi orang sangat
lelah, maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada.
Ciri tidur REM adalah sebagai berikut:
a. Biasanya disertai dengan mimpi aktif.
b. Lebih sulit dibangunkan dari pada selama tidur nyenyak
NREM.
c. Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan
inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktivasi
retikularis.
d. Frekuansi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur.
e. Pada otot perifer, terjadi beberapa gerakan otot yang tidak
f. Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular,
tekanan darah meningkat atau fluktuasi, sekresi gaster
meningkat, dan metabolism meningkat.
g. Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga
berperan dalam belajar, memori, dan adaptasi.
Secara umum, siklus tidur normal adalah sebagai berikut:
5. Faktor yang Mempengaruhi Tidur
Menurut Alimul dan Hidayat (2008), kualitas dan kuantitas tidur
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan
adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat
sesuai dengan kebutuhannya. Berikut ini merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur, antara lain:
a. Penyakit b. Stres psikologis c. Obat Mengantuk NREM I NREM II
NREM III NREM IV
NREM III NREM IV
REM
Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis
obat yang mempengaruhi proses tidur, seperti jenis golongan obat
diuretik yang daoat menyebabkan insomnia; antidepresan yang
menekan REM; kafein yang dapat meningkatkan saraf simpatis
sehingga menyebabkan kesulitan untuk tidur; golongan beta bloker
dapat berefek pada timbulnya insomnia; dan golongan narkotik
dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk.
d. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi dapat mempercepat proses
tidur. Konsumsi protein yang tinggi dapat menyebabkan individu
tersebut akan mempercepat proses terjadinya tidur karena
dihasilkan triptofan. Triptofan merupakan asam amino hasil
pencernaan protein yang dapat membantu kemudahan dalam tidur.
Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga
mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.
e. Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman, dan nyaman bagi
seseorang dapat mempercepat proses terjadinya tidur. Sebaliknya,
lingkungan yang tidak aman dan nyaman bagi seseorang dapat
menyebabkan hilangnya ketenangan sehingga mempengaruhi
proses tidur.
Krucik (2012) berpendapat bahwa penyebab gangguan tidur pada
a. Penuaan
b. Stimulasi berlebihan sebelum jadwal tidur (seperti menonton
televisi, bermain video game, atau beraktivitas berat)
c. Menkonsumsi terlalu banyak kafein
d. Adanya suara bising yang mengganggu
e. Ruangan tidur yang tidak nyaman
f. Terlalu banyak tidur dalam sehari
g. Nyeri fisik
h. Stress dan kegelisahan
i. Jadwal kerja atau sekolah
j. Depresi
k. Resep obat-obatan seperti obat tiroid dan obat yang
mengandung ephedrine atau phenylpropanolamine
6. Gangguan/Masalah tidur a. Insomnia
Insomnia merupakan suatu keadaan yang menyebabkan
individu tidak mampu mendapatkan tidur yang adekuatm baik
secara kualitas maupun kuantitas, sehingga individu tersebut hanya
tidur sebentar atau susah tidur. Insomnia terbagi menjadi tiga jenis,
yaitu inisial insomnia, intermiten insomnia, dan terminal insomnia.
Inisial insomnia merupakan ketidakmampuan individu untuk jatuh
tidur atau mengawali tidur. Intermiten insomnia merupakan
hari. Sedangkan terminal insomnia merupakan ketidakmampuan
untuk tidur kembali setelah bangun tidur pada malam hari. Proses
gangguan tidur ini kemungkinan besar disebabkan adanya rasa
khawatir dan tekanan jiwa.
b. Hipersomnia
Hipersomnia merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur
berlebihan. Pada umumnya, lebih dari Sembilan jam pada malam
hari, yang disebabkan oleh kemungkinan adanya masalah
psikologis, depresi, kecemasan, gangguan susunan saraf pusat,
ginjal, hati, dan gangguan metabolisme.
c. Parasomnia
Parasomnia merupakan kumpulan beberapa penyakit yang
dapat mengganggu pola tidur. Misalnya, somnambulisme
(berjalan-jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak,
yaitu pada tahap III dan IV dari tidur NREM. Somnambulime ini
dapat menyebabkan cedera.
d. Enuresis
Enuresis merupakan buang air kecul yang tidak disengaja
waktu tidur atau disebut juga dengan istilah mengompol. Enuresis
ada dua macam, yaitu enuresis nocturnal dan enuresis diurnal.
Enuresis nocturnal merupakan mengompol pada waktu tidur.
NREM. Sedangkan enuresis diurnal merupakan mengompol pada
saat bangun tidur.
e. Apnea dan mendengkur
Pada umumnya, mendengkur tidak termasuk gangguan dalam
tidur, tetapi mendengkur yang disertai dengan keadaan apnea dapat
menjadi masalah. Mendengkur disebabkan oleh adanya rintangan
dalam pengaliran udara di hidung dan mulut pada waktu tidur.
Rintangan tersebut seperti adanya adenoid, amandel, atau
mengendurnya otot di belakang mulut. Terjadinya apnea dapat
mengacaukan saat bernapas dan bahkan bisa menyebabkan henti
napas. Apabila kondisi ini berlangsung lama, maka dapat
menyebabkan kadar oksigen dalam darah dapat menurun dan
denyut nadi menjadi tidak teratur.
f. Narkolepsi
Narkolepsi merupaka keadaan tidur yang tidak dapat
dikendalikan, seperti saat seseorang tidur dalam keadaan berdiri,
mengemudi kendaraan, atau di tengah suatu pembicaraan. Hal ini
merupakan suatu gangguan neurologis.
g. Mengigau
Mengigau merupakan suatu gangguan tidur bila terjadi terlalu
sering dan di luar kebiasaan menyebabkan kualitas dan kebutuhan
tidur berkurang sehingga dapat mengganggu fungsi organ dalam
psikologis. Hasil pengamatan dapat menunjukkan bahwa hamper
semua orang pernah mengigau dan terjadi sebelum tidur REM.
h. Gangguan pola tidur secara umum
Suatu keadaan ketika individu mengalami atau mempunyai
risiko perubahan jumlah dan kualitas pola istirahat yang
menyebabkan ketidaknyamanan atau mengganggu gaya hidup yang
diinginkan (Carpenito, 1995). Gangguan ini terlihat pada pasien
menunjukkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu
dan apatis, kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata
bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah,
sakit kepala, serta sering menguap atau mengantuk. Penyebab dari
gangguan pola tidur ini antara lain adalah kerusakan transport
oksigen, gangguan metabolisme, kerusakan eliminasi, pengaruh
obat, immobilitas, nyeri pada kaki, taku operasi, terganggu oleh
kawan sekamar, dan lain-lain.
7. Kualitas Tidur
Kualitas adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga
seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah
terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman disekitar mata,
kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian
terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk
(Hidayat, 2006). Seseorang dikatakan memenuhi kualitas tidur bila
seseorang tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur
kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda
psikologis.
1. Tanda fisik
a. Ekspresi wajah (area gelap disekitar mata, bengkak dikelopak
mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung).
b. Kantuk yang berlebihan (sering menguap).
c. Tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian).
d. Terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur,
mual dan pusing.
2. Tanda psikologis
a. Menarik diri, apatis dan respons menurun.
b. Merasa tidak enak badan.
c. Malas berbicara.
d. Daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi
penglihatan atau pendengaran.
e. Kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan
C. KERANGKA TEORI
Kerangka teori berisi prinsip-prinsip teori yang mempengaruhi
dalam pembahasan. Prinsip-prinsip teori itu berguna untuk membantu
gambaran langkah dan arah kerja (Arifin, 1997). Oleh karena itu,
kerangka teori ini adalah:
Bagan 2.2 Kerangka Teori: Potter & Perry (2005), Alimul & Hidayat (2008), Ramdhani & Putra (2009) Remaja
mengantuk
NREM I NREM II NREM III NREM IV
REM
Faktor Lingkungan: Bising
Cahaya
Televisi di kamar tidur
pergeseran ritme irama sirkadian
Gangguan memulai & Mempertahankan tidur
Gangguan transisi tidur-bangun
Faktor individu Stres Jenis Kelamin Konsumsi kafein, rokok, alkohol Kebiasaan/pola tidur terganggu, penggunaan obat tidur, obat lain yg mengandung sedative
Gangguan somnolen berlebihan
Keterangan:
Siklus berulang Gangguan tidur
27
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian diperlukan sebagai landasan berpikir dalam
melaksanakan suatu penelitian yang dikembangkan dari tinjauan teori yang telah
dibahas sebelumnya, sehingga mudah dipahami dan dapat menjadi acuan peneliti
(Dahlan, 2010). Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, peneliti ingin menjelaskan kerangka konsep yang akan dilakukan
saat penelitian.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Pada bagan diatas, peneliti hanya ingin mengetahui variabel gangguan tidur pada
remaja mengenai gangguan tidur berdasarkan jenis kelamin dan jenis gangguan
tidur.
Gangguan tidur
- Jenis kelamin - Jenis gangguan tidur
B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No. Variabel Definisi
Operasional
Skala ukur
Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur 1. Jenis Kelamin Perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir
Nominal Kuesioner Mengisi kuesioner yang dibagikan. 1 = laki-laki 2 = perempuan 2. Gangguan tidur Kumpulan kondisi yang dicirikan dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada responden. Ordinal Kuesioner Sleep Disturbances Scale for Children (SDSC) Hitung total skor 26 pertanyaan dengan cut off point score = 46 Ada gangguan tidur = skor >46 Tidak ada gangguan tidur = skor < 46
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan
desain deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang
didalamnya tidak ada analisis hubungan antara variabel, tidak ada variabel
bebas dan terikat, bersifat umum yang membutuhkan jawaban dimana,
kapan, berapa banyak, siapa dan analisis statistik yang digunakan adalah
deskriptif (Morton, 2008). Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk
memperoleh informasi tentang gambaran gangguan tidur pada anak remaja
awal usia 12-15 tahun di Tangerang Selatan.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti
(Sastroasmoro & Ismael, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah
1370 remaja yang bersekolah di SMP Negeri 03 Tangerang Selatan.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiono, 2005). Dalam penelitian ini teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan
jenis ini digunakan apabila dalam suatu populasi memiliki beberapa
kelompok yang karakteristiknya berbeda (Irfan dkk, 2014). Pada
penelitian ini populasi memiliki tingkat pendidikan yang berbeda.
Agar sampel yang digunakan sesuai, peneliti menentukan kriteria
inklusi:
a. Remaja usia 12-15 tahun.
b. Remaja yang memiliki teman sekamar atau keluarga yang
mengetahui kebiasaan tidurnya
c. Remaja yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian.
d. Remaja yang mengumpulkan dan mengisi data kuesioner
lengkap.
Kriteria eksklusi:
a. Remaja yang sakit dan mengkonsumsi obat yang menyebabkan
kantuk
b. Remaja yang merupakan anak tunggal
Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin lalu
di stratifikasi dengan rumus pengambilan sampel stratifikasi, yaitu:
( ) Keterangan: N = Populasi n = sampel
Tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 90% dan tingkat
ketepatan relatif adalah sebesar 10% (Budiharto, 2008). Jumlah
sampel yang diperoleh dengan memakai rumus tersebut adalah
sebanyak 93 orang. Keterangan:
Mengantisipasi terjadinya sampel yang drop out, dan sebagai
cadangan maka peneliti menambahkan 10% dari total sampel: 10% x 93 = 9,3 ≈ 9 responden. Jadi, total sampel dalam penelitian ini adalah 93 + 9 = 102 responden.
N = Total populasi
n = sampel yang di inginkan Ni = Populasi per kelas n1 = sampel kelas 1 n2 = sampel kelas 2 n3 = sampel kelas 3
C. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di sekolah SMP Negeri 03 Tangerang
Selatan. Lokasi ini dipilih berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti bahwa fenomena gangguan tidur yang terjadi
pada daerah tersebut belum diketahui. Wilayah Tangerang Selatan juga
merupakan wilayah yang belum pernah dilakukan penelitian terkait
gangguan tidur pada remaja.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama 13 bulan, sejak peneliti
menentukan judul, menulis proposal, mengumpulkan data hingga
seminar hasil, yang berlangsung sejak bulan Oktober 2014 hingga
November 2015.
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian
(Nursalam, 2008). Metode pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari responden dimana pengumpulan data dilakukan dengan
metode angket atau kuesioner yang dibagikan kepada responden untuk
mendapatkan jawaban pertanyaan (Morton, 2008). Tahapan pengumpulan
1. Peneliti meminta surat pengantar dari institusi untuk studi
pendahuluan di SMP 03 Negeri Tangerang Selatan.
2. Peneliti mengajukan surat ijin dari institusi kepada kepala sekolah
untuk melakukan studi pendahuluan dan penelitian di tempat
tersebut.
3. Sebelum dilakukan wawancara, terlebih dahulu peneliti
memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian, manfaat
penelitian, menjelaskan cara mengisi kuesioner, dan menjamin
kerahasiaan jawaban yang diberikan dalam kuesioner kepada calon
responden.
4. Peneliti bertanya kepada responden yang bersedia apakah ada
orang yang mengetahui kebiasaan tidurnya atau teman sekamar
dalam tidur
5. Peneliti menjelaskan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang
akan di isi bersama orang tua atau orang lain serta pertanyaan yang
di isi oleh remaja sendiri.
6. Setelah itu responden mengisi formulir persetujuan atau informed
consent. Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya tentang hal–hal yang tidak dipahami dan tidak jelas di
dalam kuesioner.
7. Peneliti memberikan kuesioner kepada responden dan
mempersilahkan untuk membawanya untuk dijawab bersama
lembar kuesioner diisi oleh responden kemudian dikumpulkan dan
dianalisis oleh peneliti.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data (Ahmad, 2007). Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner Sleep Disturbances Scale
for Children (SDSC) dan kuesioner data penunjang berupa faktor-faktor yang mempengaruhi tidur serta Perceived Stress Scale (PSS).
1. Sleep Disturbances Scale for Children (SDSC)
SDSC merupakan suatu kuesioner yang disusun dalam rangka
standarisasi penilaian terhadap gangguan tidur pada anak dan remaja
melalui sistem scoring tidur yang mudah digunakan, menciptakan basis
data dari populasi besar untuk mendapatkan standar nilai normal,
mengidentifikasi anak dengan gangguan tidur spesifik (Bruni O, 1996).
Kuesioner SDSC memiliki enam faktor gangguan tidur, yaitu
gangguan memulai dan mempertahankan tidur, gangguan kesadaran,
gangguan transisi tidur-bangun, gangguan pernapasan, gangguan
somnolen berlebihan, dan gangguan hiperhidrosis (Bruni, 1996).
Pada pertanyaan nomor 6, 7, 15, 17, 18, 19, 20, dan 21 merupakan
pertanyaan yang membutuhkan observasi dari orang tua atau teman
sekamar tidur. Oleh karena itu remaja disarankan untuk mengisi 8
kebiasaan tidurnya. 18 pertanyaan lainnya dapat di isi oleh remaja itu
sendiri berdasarkan apa yang dialami saat menjelang tidur atau saat tidur
malam.
Penilaian SDSC menggunakan Angka 1-5. Dua pertanyaan pertama
berdasarkan skala intensitas sementara, 24 pertanyaan lainnya
menggunakan skala kekerapan. Skala kekerapan yang dimaksud adalah
1=tidak pernah; 2=jarang (1-2 kali perbulan); 3=kadang-kadang (1-2 kali
seminggu); 4=sering (3-5 kali seminggu); 5=selalu (setiap hari). Setelah
itu nilai dijumlahkan dan didapatkan penilaian adanya gangguan tidur
pada anak (Bruni, 1996).
Total skor gangguan tidur didapatkan dengan menjumlahkan seluruh
nilai faktor tidur. Standarisasi digunakan untuk menghitung angka T
(M=50, SD=10), dengan angka T lebih besar dari 70 maka dinyatakan
terdapat gangguan tidur (Schurman dkk, 2012).
Pada penelitian ini menggunakan cut off point yang lebih tinggi yaitu
skor total 46 (T skor > persentil 64) karena pada penelitian Natalita dkk
(2011) terdapat 29% responden dengan skor total < 39 (T skor > persentil
55) tetapi memiliki skor subtipe > 60 (mengalami gangguan tidur).
F. Uji Validitas dan Reabilitas
Salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Kuesioner tersebut harus diuji validitas dan reabilitas untuk
yang menunjukkan alat ukur itu benar – benar mengukur apa yang diukur.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam
hal ini digunakan beberapa item pertanyaan yang dapat secara tepat
mengungkapkan variabel yang diukur tersebut. Uji ini dilakukan dengan
menghitung korelasi antara masing – masing skor item pertanyaan dari
tiap variabel dengan total skor variabel tersebut. Perhitungan uji validitas
ini dilakukan dengan menggunakan SPSS (Statistical Products and
Service Solutions) ( Hidayat, 2008).
Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti
menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu
tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap
gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama
(Notoatmodjo, 2010).
Teknik pengujian pada penelitan menggunakan teknik Alpha
Crombach ( a ), dalam uji reabilitas r hasil adalah alpha. Ketentuannya apabila r alpha > r tabel maka pertanyaan tersebut reliable sebaliknya bila r
alpha < r tabel maka pertanyaan tersebut tidak reliabel.
Kuesioner SDSC merupakan alat ukur yang sudah baku dan telah
dimodifikasi berupa terjemahan bahasa Indonesia yang sudah divalidasi
dan dinilai reabilitasnya, yaitu r=0,71 (Haryono, 2009). Sensitivitas pada
Uji penelitian Natalita dkk (2011) mengenai spesifisitas dan sensitivitas
SDSC terhadap pemeriksaan wrist actigraphy menunjukkan hasil
kemampuan SDSC mendeteksi gangguan tidur sebesar 71,4%, dengan
probabilitas responden menderita gangguan tidur sebesar 75%.
G. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan suatu proses untuk memperoleh data
atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan
menggunakan rumusan tertentu sehingga menghasilkan informasi yang
diperlukan (Setiadi,2007). Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh
peneliti dalam pengolahan data dibagi menjadi enam tahap, yaitu
Editing(pemeriksaan data) yaitu data yang diperoleh berupa daftar pertanyaan, pada kegiatan ini peneliti memeriksa data dengan cara
mengumpulkan atau menjumlahkan dan melakukan koreksi pada hasil
kuesioner (Budiharto, 2008). Langkah pertama yang perlu dilakukan
adalah memeriksa kembali kuesioner dengan maksud mengecek, apakah
semua kuesioner telah diisi sesuai dengan petunjuk sebelumnya (Mardalis,
2008).
Coding(pemberian kode) mengklasifikasi jawaban dari responden kedalam kategori, biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi
tanda atau kode berbentuk angka pada masing–masing jawaban
(Budiharto, 2008). Kode yang digunakan untuk penilaian stress dengan
3=1, 4=0) terhadap empat soal yang bersifat positif (pertanyaan nomor 4,
5, 7 & 8).
Sortir atau mensortir adalah dengan memilih atau
mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki. Langkah
selanjutnya Entry data pada tahap ini jawaban–jawaban yang sudah diberi
kode kategori kemudian dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung
frekuensi data.
Cleaning data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan ke dalam komputer untuk memastikan data telah bersih
dari kesalahan sehingga data siap dianalisis (Hidayat, 2008).
H. Metode Analisis Data
Analisis univariat adalah analisa yang menganalisis tiap variabel
dari hasil penelitian. Setelah dilakukan pengumpulan data kemudian data
dianalisa menggunakan statistik deskriptif untuk disajikan dalam bentuk
tabulasi, minimum, maksimum dan mean dengan cara memasukkan
seluruh data kemudian diolah secara statistik deskriptif untuk melaporkan
hasil dalam bentuk distribusi dari masing-masing variabel (Notoatmodjo,
2010). Analisa univariat juga digunakan untuk menggambarkan nilai mean
yang digunakan untuk data yang tidak dikelompokkan ataupun data yang
sudah dikelompokkan, nilai median yang merupakan nilai yang berada di
tengah dari suatu nilai atau pengamatan yang disusun, serta nilai modus
yang digunakan untuk menyatakan fenomena yang paling banyak terjadi
I. Etika Penelitian
Inform consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden peneliti dengan memberikan lembaran persetujuan. Informed
consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
informed consent adalah agar responden mengerti maksud dan tujuan
penelitian serta mengetahui dampaknya. Jika responden bersedia, maka
mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak
bersedia, maka peneliti harus menghormati hak klien.
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden (Anonymity) pada
lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan
data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
Confidentiality merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini akan memaparkan secara lengkap hasil penelitian
gambaran gangguan tidur pada remaja berdasarkan jenis kelamin, dan
jenis gangguan tidur di Tangerang Selatan. Penelitian dilaksanakan dengan
menyebarkan kuesioner secara langsung kepada anak yang bersekolah di
SMP Negeri 03 Tangerang Selatan. Pemilihan responden dengan
menggunakan sistem random berdasarkan kocokan nomor absen yang
keluar dan melakukan penelitian pada responden yang telah ditentukan
berdasarkan hasil kocokan.
Pengumpulan data menghasilkan 96 responden yang memenuhi
kriteria insklusi. Enam responden tidak bersedia dalam penelitian dengan
alasan tidak merasa bahwa dirinya tidak mengalami gangguan tidur.
A. Gambaran Tempat Penelitian
Sekolah SMP Negeri 03 Tangerang Selatan merupakan salah satu
sekolah yang terdapat di Jalan IR. H. Juanda, Ciputat Timur. Sekolah ini
berdiri sejak tahun 1977 dengan pergantian nama sebanyak dua kali
berdasarkan peraturan daerah setempat. Sejak berdirinya SMP Negeri 03
Tangerang Selatan, telah dipimpin oleh 7 orang kepala sekolah. Sekolah
ini memiliki beberapa kategori kelas, yaitu CI-BI Akselerasi, Bilingual
B. Karakteristik Responden
Berikut adalah distribusi frekuensi karakteristik data demografi responden:
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Usia (N=96)
n Mean Median Min. Maks.
Remaja 96 12,97 13 12 15
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa rata-rata usia remaja
ialah 12-13 tahun dengan usia minimal 12 tahun dan maksimal 15 tahun.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Jenis Kelamin (N=96)
Karakteristik n ̅ %
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
27 69
- 28,1
71,9 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan jenis kelamin yang paling
dominan yaitu jenis kelamin perempuan (71,9%) dari pada laki-laki
(28,1%).
C. Prevalensi Gangguan Tidur
1. Gangguan tidur
Berikut adalah distribusi frekuensi gangguan tidur remaja:
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Gangguan Tidur (N=96)
Hasil SDSC n %
Tidak Ada Gangguan Tidur 22 22,9
Ada Gangguan Tidur : 74 77,1
Berdasarkan tabel diatas, remaja yang mengalami gangguan tidur
sebanyak 74 orang (77,1%) dan yang tidak mengalami gangguan tidur
adalah 22 orang (22,9%)
Berikut adalah distribusi frekuensi gangguan tidur menurut jenis
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Gangguan Tidur Menurut Jenis Kelamin (N=96)
Hasil SDSC Jenis Kelamin
L (%) P (%)
Tidak Ada Gangguan Tidur 6 22,2 16 23,1
Ada Gangguan Tidur 21 80,7 53 76,8
Berdasarkan tabel diatas, remaja laki-laki yang mengalami
gangguan tidur sebesar 80,7%, sedangkan remaja perempuan 76,8%.
Berikut adalah distribusi frekuensi jenis gangguan tidur remaja:
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Gangguan Tidur (N=74)
Hasil SDSC n %
Gangguan Memulai dan Mempertahankan Tidur 30 40,5
Gangguan Pernapasan 2 2,7
Gangguan Kesadaran 4 5,4
Gangguan Transisi Tidur-Bangun 32 43,2
Gangguan Somnolen Berlebihan 6 8,1
Hiperhidrosis - -
Berdasarkan tabel diatas, jenis gangguan tidur yang sering dialami
remaja yaitu gangguan transisi tidur-bangun pada 32 anak remaja
(43,2%) serta gangguan memulai dan mempertahankan tidur pada 30
anak remaja (40,5%). Tidak ditemukan remaja yang mengalami
BAB VI
PEMBAHASANA. Karakteristik Remaja Berdasarkan Demografi
Berdasarkan hasil penelitian menggambarkan bahwa terdapat 96 anak
remaja, diantaranya remaja perempuan sebanyak 69 (71,9%) dan remaja
laki-laki sebanyak 27 (28,1%). Hal ini disebabkan oleh lokasi tempat
penelitian, SMP Negeri 03 Tangerang Selatan, memiliki siswi remaja
perempuan lebih banyak di bandingkan remaja laki-laki. Purnama (2009)
menyimpulkan pada hasil hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan
tidur tidak memiliki hubungan bermakna. Prasadja (2009) mengatakan
bahwa gangguan tidur dapat terjadi pada siapapun, baik laki-laki maupun
perempuan.
Gambaran usia remaja bervariasi dari 12-15 tahun. Remaja dalam hal
ini berusia 12 tahun lebih dominan dari usia lainnya. Pada penelitian ini
faktor usia tidak dipertimbangkan dalam gangguan tidur. Hal ini disebabkan
karena rentang usia 12-15 tahun merupakan tahap remaja awal dalam
tumbuh kembangnya. Purnama (2009) mengemukakan pada penelitiannya
mengenai gangguan pola tidur terhadap usia remaja awal, bahwa faktor usia
B. Gambaran Gangguan Tidur Pada Remaja Awal Usia 12-15 Tahun di Tangerang Selatan
1. Gangguan Tidur Berdasarkan Jenis Kelamin
Terdapat banyak pendapat mengenai gangguan tidur pada remaja
berdasarkan jenis kelamin. Pada penjelasan mengenai penelitian yang
dilakukan oleh Purnama (2009), mengatakan bahwa jenis kelamin tidak
mempengaruhi gangguan tidur. Secara teori, belum ada kejelasan mengenai
perbedaan jenis kelamin.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 76,8% remaja perempuan
yang mengalami gangguan tidur, 16,9% diantaranya mengalami gangguan
patologis. Pada remaja laki-laki yang mengalami gangguan tidur lebih tinggi
yaitu 80,7%, tidak ditemukan gangguan tidur patologis. Prasadja (2009),
mengatakan bahwa remaja perempuan tidur lebih lama dan juga lebih
mengantuk disiang hari dibanding laki-laki. Sementara remaja laki-laki
cenderung tidur lebih sedikit.
2. Jenis gangguan tidur pada remaja
Gangguan transisi tidur-bangun merupakan klasifikasi dari gangguan
tidur parasomnia (Bruni et all, 1996). Gangguan ini berupa gerakan-gerakan
involunter saat tidur, halusinasi hypnagogic dan mengigau atau berbicara
ketika tidur (Marcdante, 2014). Gangguan transisi tidur-bangun bersifat
tidak berbahaya, peristiwa yang sangat umum yang terjadi selama transisi
dari keadaan tidur-bangun atau sebaliknya. Hal ini dapat dianggap sebagai
Kadang-kadang peristiwa ini dapat terjadi cukup sering yang menyebabkan
terganggunya siklus tidur normal dan membuat ketidaknyamanan. Kasus
ringan biasanya tidak diobati, namun kasus yang parah memerlukan
penanganan segera. Gangguan ini lebih sering terjadi pada anak remaja dan
biasanya sembuh secara spontan (Carney dkk, 2001).
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan dari 77,1% remaja yang
memiliki gangguan tidur, 43,2% diantaranya mengalami jenis gangguan
tidur transisi tidur-bangun. Auliyanti (2015) mendapatkan jenis gangguan
tidur transisi tidur-bangun sebesar 56,5%. Auliyanti mengatakan bahwa
jenis gangguan transisi ini mempengaruhi prestasi akademik.
Gangguan memulai dan mempertahankan tidur dapat berupa durasi
tidur yang tidak tetap, periode waktu untuk tertidur yang lama, sulit untuk
tertidur, tidak ingin atau enggan untuk tidur, cemas ketika ingin tidur,
terbangun kembali ketika tidur malam, dan kesulitan tertidur setelah
terbangun di malam hari. Kesulitan memulai tidur berarti latensi tidur
seseorang lebih besar sekitar 20-30 menit. Kesulitan mempertahankan tidur
adalah terbangunnya seseorang setelah onset tidur lebih lama dari 20-30
menit. Patogenesis gangguan ini kurang didefinisikan, peristiwa pertama
sering terjadi pada masa anak-anak atau remaja. Hal ini dikaitkan dengan
perubahan gaya hidup dan penyelesaian pencetus tidak diatasi dengan baik.
Pada remaja yang mengalami gangguan tidur jenis ini lebih sering dipicu