• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan yang menyatakan bahwa, ”Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota’’.Sedangkan berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan yang menyatakan bahwa, ”dalam menunjang pencapaian maksud dan tujuan tersebut yayasan diperkenankan melakukan kegiatan usaha dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha’’.

Kegiatan usaha dari badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, antara lain :1

1. Hak Asasi Manusia. 2. Kesenian 3. Olah raga 4. Perlindungan Konsumen 5. Pendidikan 6. Lingkungan Hidup 7. Kesehatan 8. Ilmu Pengetahuan 1

(2)

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas tentang kegiatan usaha yayasan, maka dapat dilihat bahwa yayasan tersebut dapat melakukan kegiatan usaha di bidang pendidikan atau dengan kata lain yayasan pendidikan. Terhadap yayasan pendidikan ini, maka pengaturannya tidak hanya berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, tetapi juga berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan di Indonesia, berbagai masalah timbul terutama dalam hubungan antara Yayasan dan satuan pendidikan, atau dengan lebih gamblang umpamanya dalam hubungan antara yayasan dan rektor. Konflik ini, antara lain tergambar dalam berbagai kasus akhir-akhir ini. Dalam hubungan ini antara lain perlu diciptakan suatu badan hukum pendidikan.2

Satuan pendidikan yang berbentuk badan hukum dapat diperuntukkan bagi pendidikan formal dan pendidikan non formal, yang bertujuan mencerdaskan spiritual, emosional, intelektual, sosial, dan psikomotorik. Selanjutnya, yayasan pendidikan tersebut bergerak berdasarkan prinsip-prinsip nirlaba, otonom, akuntabel, transparan, penjamin mutu, layanan prima, non diskriminasi, keberagamaan, keberlanjutan dan partisipatif 3.

Salah satu amanah reformasi yang masuk dalam substansi Undang-Undang

2

Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan, PT. Citra Aditya Bakti, Edisi Revisi, Bandung, 2006, hlm.183.

3

(3)

Sistem Pendidikan Nasional, adalah tentang Badan Hukum Pendidikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu ”penyelenggaraan dan/ atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk Badan Hukum Pendidikan, yang berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik, berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan”.4

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang dikelola oleh pihak swasta atau masyarakat berlandaskan badan hukum yayasan atau yang biasa disebut dengan yayasan pendidikan. Namun setelah disahkannya Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan pada 16 Januari 2009 yang menyatakan bahwa,” Yayasan, Perkumpulan, atau Badan Hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/ atau pendidikan tinggi, diakui sebagai Badan Hukum Pendidikan Penyelenggara”.

Lahirnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang berlaku pada tanggal 16 Januari 2009 menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Ketentuan Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional yang seolah-olah mengharuskan status badan hukum pendidikan bagi yayasan penyelenggara pendidikan dan keluarnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan berpotensi melanggar hak asazi kebebasan berserikat dan mendapatkan pendidikan yang diatur dalam Bab

4

(4)

XA, Pasal 28E ayat (3) dan pasal 31 Undang – Undang Dasar 1945.5

Kebebasan berserikat untuk mendirikan yayasan menjadi tidak terpenuhi . Selain itu, dengan mengubah status yayasan menjadi badan hukum pendidikan, akan memutar balikkan dan menghilangkan pengalaman, suasana kerja, tata kelola, dan tata kerja yang sudah dikembangkan puluhan tahun. Hal ini ditakutkan akan mengancam Kelancaran penyelenggaraan pendidikan.6

Namun demikian, jika dilihat dengan cermat, esensi dari Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan adalah untuk memberikan kebebasan yang hakiki bagi penyelenggara pendidikan dan adanya badan hukum pendidikan digunakan untuk mencegah dualisasi kepemimpinan antara ketua yayasan dengan rektorat.7

Namun pada tanggal 31 Maret 2010 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dengan putusan nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009, telah memutuskan antara lain:

a. Menyatakan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003, nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4301) Konstitusional sepanjang frasa ”Badan Hukum Pendidikan” di maknai sebagai sebutan fungsi penyelenggaraan pendidikan dan bukan bentuk badan hukum tertentu.

b. Menyatakan Penjelasan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003, nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4301) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5

Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum,Op.Cit., hlm.66.

6

Ibid.

7

(5)

c. Menyatakan Penjelasan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003, nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4301) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

d. Menyatakan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009, nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4965) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

e. Menyatakan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009, nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4965) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.8

Putusan Mahkamah Kostitusi dengan jelas menyatakan bahwa Undang-undang Badan Hukum Pendidikan merupakan produk hukum yang inkonstitusional sehingga perlu di batalkan karena tidak sesuai dengan konstitusi yang ada di Indonesia.

Dalam salah satu amar putusan tersebut, Mahkamah Konsitusi Republik Indonesia telah memberikan penafsiran tersendiri mengenai Badan Hukum Pendidikan, yaitu diputuskan bahwa istilah ”Badan Hukum Pendidikan ” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bukanlah nama dan badan hukum tertentu, melainkan sebutan fungsi penyelenggaraan pendidikan dan bukan sebagai badan hukum tertentu.9

Amar putusan ini mempunyai arti yang tegas jika dikaitkan dengan salah satu Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ketika memutuskan gugatan tersebut ditegaskan bahwa suatu lembaga pendidikan harus dikelola oleh

8

Habib Adjie,”Pasca Putusan MKRI: Penyelenggaraan Pendidikan Formal oleh Swasta

Kembali ke Yayasan”Renvoi ,12.84.VII (Mei,2010), hlm.67.

9

(6)

suatu badan hukum.

Pasca pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi menutup eksistensi atau riwayat segala hal mengenai badan hukum pendidikan sebagai Badan Hukum Pendidikan yang dikonstruksikan sebagai lembaga penyelenggara pendidikan formal. 10

Menteri Pendidikan Nasional menjelaskan, solusi untuk mengusulkan Undang-Undang baru sebagai pengganti Undang-Undang-Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan bisa saja dilakukan, namun untuk jangka pendek pihaknya akan mencari payung hukum dalam menyelenggarakan pendidikan. Membuat Undang-Undang baru cukup lama, sekarang yang dipikirkan adalah penyelenggaraan pendidikan memiliki payung hukum yang jelas. Kepastian payung hukum itu harus cepat sehingga ada kejelasan status hukum bagi perguruan tinggi negeri yang menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional harus berjalan. Seperti masalah gaji dosen yang jika pembayarannya masih memakai standar yang dipergunakan perguruan tinggi itu akan menjadi masalah. Semua masalah yang timbul dari dicabutnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan harus segera diselesaikan. Sejak ditolaknya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, muncul berbagai komplikasi di lapangan, terutama di perguruan tinggi atau yayasan pendidikan milik swasta. Awalnya, pengelolaan lembaga pendidikan swasta akan diubah dalam Badan Hukum Pendidikan milik masyarakat (BHPM). Namun, karena Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan sudah tidak ada, maka Kemendiknas harus mencari

10

Habib Adjie,”Pasca Putusan MKRI: Penyelenggaraan Pendidikan Formal oleh Swasta

(7)

solusi baru.11

Pasca pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ternyata mempunyai implikasi hukum tertentu, seperti bagaimana status Badan Hukum Yayasan Pendidikan pasca pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, kemudian apabila ternyata telah ada yang mendirikan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM) dan mendapatkan pengesahan dalam masa berlakunya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (16 Januari 2009 – 31 Maret 2010 ) bagaimana Kedudukan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (akta dan pengesahannya), Bagaimana kedudukan hukum akta/pengesahannya tersebut pasca putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai ”Status Badan Hukum Yayasan Pendidikan Pasca Pembatalan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan (Studi Kasus Putusan No 11-14-21-126-136/PUU/VII/2009).

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan diatas maka dapat diidentifikasikan permasalahan utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana status Badan Hukum Yayasan Pendidikan pasca pembatalan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan oleh

11

.Kominfo-Newsroom, Presiden : Kemendiknas Harus Cari Solusi Baru Pasca-Pembatalan

UU BHP, http:// www .depkominfo.go.id /berita/bipnewsroom/presiden-kemendiknas-harus-cari-solusi-pasca-pembatalan-uu-bhp-2/ .Diakses tanggal 2 September 2010, jam 07.30 WIB

(8)

Mahkamah Konstitusi?

2. Bagaimana Kedudukan hukum akta/ pengesahan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat pasca pembatalan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi?

3. Bagaimana pendirian dan penyesuaian yang dilakukan Yayasan Pendidikan pasca pembatalan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi di Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan mengkaji status Badan Hukum Yayasan Pendidikan pasca pembatalan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji kedudukan hukum akta dan pengesahan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat pasca pembatalan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi. 3. Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana pendirian dan penyesuaian yang

dilakukan Yayasan Pendidikan pasca pembatalan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi.

D. Manfaat Penelitian

(9)

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan untuk penambahan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang hukum pada umumnya dan ilmu hukum dibidang kenotariatan pada khususnya yaitu memberikan gambaran yang jelas mengenai status badan hukum yayasan pendidikan, kedudukan hukum badan hukum pendidikan masyarakat, kedudukan hukum akta dan pengesahan badan hukum pendidikan masyarakat dan proses penyesuaian yayasan pasca pembatalan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi . 2. Manfaat Praktis

a. Manfaat praktis bagi masyarakat adalah memberikan pengetahuan yang jelas mengenai payung hukum dalam penyelenggaraan pendidikan formal pasca pembatalan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.

b. Manfaat praktis bagi kalangan Notaris adalah memberikan pengetahuan yang jelas agar tidak terjadi kekeliruan dalam memberikan infomasi dan pelayanan kepada masyarakat dalam pembuatan akta-aktanya.

c. Manfaat praktis bagi pengurus yayasan adalah memberikan pengetahuan yang jelas mengenai status badan hukum yayasan pendidikan pasca pembatalan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009.

(10)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pascasarjana, maka penelitian dengan judul ” Status Badan Hukum Yayasan Pendidikan Pasca Pembatalan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi No.11-14-21-126-136/PUU-VII/2009)”, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya.

Pernah ada penelitian sebelumnya terkait dengan Yayasan Pendidikan yang dilakukan oleh:

1. Rosniaty Siregar, Mahasiswa Program Studi Magister Kenotriatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2010, dengan judul ”Kewajiban yuridis menyesuaikan akta Yayasan Pendidikan dengan berlakunya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan” dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu bagaimana ketentuan, proses dan hambatan tentang penyesuaian akta Yayasan Penyelenggara pendidikan setelah berlakunya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan.

2. Saadah, Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2006, dengan judul ”Pertanggung-jawaban pengurus Yayasan dalam penyelenggaraan pendidikan menurut Undang-Undang Yayasan nomor 28 Tahun 2004”.

3. Irma Fatmawati, Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2007, dengan judul ”Analis hukum prinsip

(11)

transparansi pengelolaan kegiatan usaha Yayasan menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 (Studi pada Yayasan Prof.dr.H. Khadirun Yahya)

Namun jika dihadapkan penelitian yang telah dilakukan tersebut dengan penelitian ini, maka berbeda materi dan pembahasan yang dilakukan.

Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan dari segi isinya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.12

Menurut M. Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang djadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang merupakan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.13

Menurut Mukti Fajar teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm.6.

13

(12)

simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.14 Sedangkan suatu kerangka teori bertujuan menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasi dan menginterpretasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu15. Oleh karena itu dalam meneliti tentang status Badan Hukum Yayasan Pendidikan pasca pembatalan Undang-undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan menggunakan teori sebagai pisau analisis untuk menjelaskan permasalahan yang ada yaitu dengan teori negara hukum (rechtstaat).

Teori negara hukum yaitu suatu teori mengenai sistem kenegaraan yang diatur berdasarkan hukum yang berlaku yang berkeadilan yang tersusun dalam suatu konstitusi, dimana semua orang dalam negara tersebut, baik yang diperintah maupun yang memerintah, harus tunduk hukum yang sama, sehingga setiap orang yang sama diperlakukan sama dan setiap orang berbeda diperlakukan berbeda diperlakukan berbeda dengan dasar pembedaan yang rasional, tanpa memandang perbedaan warna kulit, ras, gender, agama, daerah dan kepercayaan, dan kewenangan pemerintah dibatasi berdasarkan suatu prinsip distribusi kekuasaan, sehingga pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang dan tidak boleh melanggar hak-hak rakyat, karenanya kepada rakyat diberikan peran sesuai kemampuan dan perananya secara demokratis.16

Putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 31 Maret 2010 dengan putusan

14

Mukti Fajar et al ., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm.134.

15

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum,Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm.19.

16

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), PT. Refika Aditama, Bandung, 2009 hlm.3.

(13)

nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 yang menyatakan ”bahwa Undang-undang Badan Hukum Pendidikan bertentangan dengan Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga Mahkamah Konstitusi menafsirkan bahwa Badan Hukum Pendidikan konstitusional sepanjang dimaknai sebagai sebutan fungsi penyelenggaraan pendidikan dan bukan badan hukum tertentu”.

Agar tidak terjadi kekosongan hukum yang bisa menyebabkan ketidakpastian hukum atau ketidakpastian peraturan perundang-undangan mengenai badan hukum penyelenggara pendidikan di Indonesia pasca putusan tersebut, maka berdasarkan pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ketika memutuskan gugatan tersebut bahwa suatu lembaga pendidikan harus dikelola oleh suatu badan hukum, dimana bentuk badan hukum yang dikenal dalam perundang-undangan adalah yayasan, perkumpulan, perserikatan, badan wakaf dan lain sebagainya.

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final untuk :

a Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c Memutus pembubaran partai politik ; dan

d Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.17

Tugas yang paling utama dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah

17

(14)

melakukan judicial review18, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24C dari Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang-Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi.19

Pasca pembatalan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia maka penyelenggaraan pendidikan formal oleh swasta kembali menggunakan badan hukum yang sudah ada yaitu yayasan atau perkumpulan, dengan demikian segala aturan tentang Yayasan tetap berlaku yaitu :

a Undang-Undang nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

b Undang-Undang nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

c Peraturan Pemerintah nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan.

Putusan Mahkamah konstitusi tersebut besifat final dan mengikat kepada seluruh warga negara Indonesia ,hal ini merupakan bentuk dari negara hukum yang dianut di Indonesia, sehingga keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut menjadi hukum positif yang menciptakan pengharmonisasian peraturan perundang-undangan dengan Undang-Undang Dasar, sehingga terwujudnya kepastian hukum dalam penyelenggaraan

18

Judicial review adalah suatu pranata dalam ilmu hukum yang memberikan kewenangan kepada badan pengadilan umum, atau badan pengadilan khusus, ataupun lembaga khusus untuk melakukan peninjauan ulang, dengan jalan menerapkan atau menafsirkan ketentuan dan semangat dari konstitusi, sehingga hasil dari peninjauan ulang tersebut dapat menguatkan atau menyatakan batal atau membatalkan, atau menambah atau mengurangi terhadap suatu tindakan berbuat atau tidak berbuat dari aparat pemerintah (eksekutif) atau dari pihak-pihak lainnya (termasuk prlemen).

19

(15)

pendidikan di Indonesia.

Berbicara mengenai badan hukum, maka berhubungan dengan subjek hukum. Menurut R.Soeroso,” subjek hukum adalah :

a sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk bertindak dalam hukum.

b sesuatu pendukung hak yang menurut hukum berwenang/ berkuasa bertindak menjadi pendukung hak (Rechtsbevoegheid).

c segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban.20 Bentuk dari subjek hukum tersebut ada 2 (dua ) macam , antara lain : 1). Manusia (persoon)

Manusia dalam hukum positif merupakan persoon (natuurlijke persoon).

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa adalah makhluk yang sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa lainnya, seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan, karena manusia mempunyai roh atau jiwa dan pikiran yang tidak dimiiki oleh makhluk lainnya.

2). Badan Hukum (recht persoon)

Menurut Wirjono Projodikoro sebagaimana yang dikutip oleh Sutarno, badan hukum adalah suatu badan disamping manusia perorangan juga dapat bertindak dalam hukum dan mempunyai hak dan kewajiban serta kepentingan-kepentingan terhadap orang lain atau badan lain.21

Untuk keikutsertaanya dalam pergaulan hukum maka suatu badan hukum harus mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :

a). Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya.

20

R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum ,Sinar Grafika ,Jakarta, 2009, hlm.227-228.

21

(16)

b). Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggota-anggotanya.22

Menurut Hikmahanto Juwana 23, adapun jenis Badan Hukum yang selama ini dikenal yaitu :

(1). Perseroan Terbatas (2). Koperasi

(3). Yayasan

(4). Perusahaan Umum (5). Badan Layanan Umum (6). Perhimpunan

(7). Badan Hukum Milik Negara

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.28 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 menyatakan bahwa,”Yayasan adalah Badan Hukum yang terdiri atas kekayaan yang terpisah dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota”. Selain dari pada itu ,” yayasan baru dianggap sah sebagai badan hukum apabila telah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Terhadap kekayaan yang terpisah adalah merupakan suatu konsekuensi logis dari suatu badan hukum yayasan. kekayaan yayasan merupakan ”Kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat

22

Ibid.,hlm.238.

23

(17)

dan kekayaan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.24

Pada prinsipnya kekayaan suatu badan hukum sudah terikat dengan tujuan dan maksud tertentu dari badan hukum yang bersangkutan. Dengan kata lain kekayaan tersebut adalah milik ” tujuan dan maksud” dari sebuah badan hukum. Disinilah tampak hubungan antara teori kekayaan bertujuan dengan badan hukum yayasan. Telah diketahui bahwa yayasan memiliki tujuan yag idealistis ,bersifat sosial dan kemanusiaan .Maka dari itu, kekayaan sebuah yayasan adalah alat yang seharusnya hanya digunakan untuk mencari tujuan dan maksud yayasan itu sendiri.25Kekayaan yayasan tersebut semata-mata digunakan untuk mencapai tujuan ideal yaitu,” di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan atau dengan kata lain yayasan didirikan tidak untuk diperuntukkan semata-mata untuk mencari keuntungan atau komersial (didasari prinsip Filantropis atau organisasi Nirlaba)”.26

Dalam rangka tercapainya maksud dan tujuan, Yayasan memerlukan kegiatan usaha, agar yayasan bisa melakukan kegiatan usaha Yayasan memerlukan wadah atau sarana.

Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuan dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan

24

Pasal 26 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.

25

Rita M, Resiko Hukum Bagi Pembina,Pengawas dan Pengurus Yayasan , PT Penebar Swadaya, 2009, hlm.47-48.

26

Omica,analisis Pemberlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Yayasan di Bidang

Pendidikan,Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara : Medan, 2005, hlm 29-30.

(18)

usaha.27Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.28serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.29

Pasca pembatalan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan terhadap kedudukan Badan Hukum Pendidikan Masyarakat yang telah mendapatkan pengesahan dalam masa berlaku Undang-undang Badan Hukum Pendidikan maka digunakan kaidah hukum ex nunc, yang berarti bahwa perbuatan dan akibat dari akta/surat tersebut dianggap ada sampai saat dilakukan pembatalan.

Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Abdul Kadir Mappong mengatakan ada dua macam pembatalan sebuah peraturan dalam putusan uji materi di Mahkamah Agung. Ada pembatalan secara ex tunc dan secara ex nunc. Ia menjelaskan bila sebuah peraturan dibatalkan secara ex tunc maka semua akibat hukumnya batal juga, dicabut sampai ke akar-akarnya. Sedangkan pembatalan secara

ex nunc bersifat prospektif (berlaku ke depan). Kalau ex tunc bersifat retroaktif

(berlaku surut) sedangkan ex nunc hanya sejak pembatalannya saja.30

Dalam ilmu perundang-undangan, jika suatu Undang-Undang telah diputuskan seperti tersebut diatas, maka Mahkamah Konstitusi akan mengembalikannya kepada pemerintah untuk dibuat Undang-Undang baru untuk

27

Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

28

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

29

Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

30

(19)

mengatur hal yang sama dengan substansi yang berbeda.31

2. Kerangka Konsepsi

a Yayasan adalah ,

”Badan Hukum yang terdiri atas kekayaan yang terpisah dan diperuntukkan untuk tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota”.32

b Pendidikan formal adalah

”jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang yang meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.”33

c Masyarakat adalah

”kelompok Warga Negara Indonesia non-pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.”34

d Satuan Pendidikan adalah ,

”Kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal.”35 e Mahkamah Konstitusi adalah,

”Salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”36

31

Ibid.,hlm 67.

32

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan .

33

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No.9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan.

34

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No.9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan.

35

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No.9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan.

36

(20)

G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian dalam bahasa Inggris disebut research, adalah suatu aktivitas ”pencarian kembali” pada kebenaran (truth).37Pencarian kebenaran yang dimaksud adalah upaya-upaya manusia untuk memahami dunia dengan segala rahasia yang terkandung didalamnya untuk mendapat solusi atau jalan keluar dari setia masalah yang dihadapinya.38

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah ”mengambarkan semua gejala dan fakta yang terjadi di lapangan serta mengkaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan yang terjadi di lapangan”39.Dalam hal ini diarahkan untuk menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai badan hukum penyelenggaraan pendidikan formal, khusunya Pendidikan Tinggi yang dikelola oleh masyarakat (swasta), sehingga diharapkan dapat diperoleh penjelasan bagaimana Status badan hukum yayasan pendidikan, Kedudukan badan hukum pendidikan masyarakat, pendirian badan hukum Pendidikan yang baru untuk pengelolaan pendidikan formal dan proses penyesuaian yayasan pasca pembatalan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009

37

Sutandyo Wigyosubroto, Hukum, Paradigma,Metode dan Dinamika masalahnya, Huma, 2002, hlm 139.

38

Mukti Fajar et al ., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Op.Cit, hlm 20.

39

(21)

tentang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi dan sebagai hasilnya diharapkan dapat menjelaskan bagaimana status badan hukum bagi penyelenggaraan pendidikan formal oleh masyarakat (swasta) di Indonesia.

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian hukum normatif, yaitu meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.40Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji41 memberikan pendapat penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data sekunder) yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum.

Dilihat dari pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan analitis yuridis (law Analytical Approach) yaitu pendekatan ini dilakukan dengan mencari makna pada istilah-istilah hukum yang terdapat di dalam perundang-undangan, dengan begitu peneliti memperoleh pengertian atau makna baru dari istilah-istilah hukum dan menguji penerapannya secara praktis dengan menganalisa putusan-putusan hukum. Pendekatan analitis ini digunakan oleh peneliti dalam rangka melihat suatu fenomena kasus yang telah diputus oleh pengadilan dengan cara melihat analisis yang dilakukan oleh ahli hukum yang dapat digunakan oleh hakim dalam pertimbangan putusannya.42Sehingga pengkajian dan analisa dilakukan terhadap norma-norma hukum atau kaidah-kaidah hukum dikaitkan dengan pertimbangan putusan oleh Mahkamah

40

Mukti Fajar et al ., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,Op.Cit, hlm 34.

41

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji , Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo, 1995, hlm.15.

42

(22)

Konsitusi terhadap pembatalan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian Hukum Normatif atau kepustakaan, Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer , bahan hukum sekunder, maupun bahan non hukum. 43

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni: 1). Undang-Undang Dasar 1945.

2). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 4). Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.

5). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.

6). Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan. 8). Undang-Undang nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi 9). Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

10).Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang Yayasan.

11).Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan

43

(23)

Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

12).Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009. b Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian.

c. Bahan non hukum adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan masalah penelitian ini.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yang dipergunakan adalah dengan cara : a. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara untuk mendapatkan data primer dari informan yang telah ditentukan yaitu :

1.) Notaris di Kota Medan, sebanyak 5 (lima) orang.

2.) Ketua Yayasan / Pengelola Yayasan Pendidikan di Kota Medan, sebanyak 2 (dua) orang.

3.) Kepala sub bagian Akreditasi dan Publikasi Kopertis Wilayah I NAD-SUMUT. 4.) Kepala Sub Direktorat Badan Hukum Jenderal Administrasi Hukum Umum

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

(24)

kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan, dilaksanakan 2 (dua) tahap penelitian antara lain :

a Penelitian Lapangan.

Dilakukan penelitian ke lapangan untuk memperoleh bahan hukum primer dengan melalui pengumpulan data yang merupakan bahan utama penelitian.

b Penelitian Kepustakaan.

Penelitian Kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder baik yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Setelah diinventarisir dilakukan penelaahan untuk membuat intisari dari setiap peraturan yang bersangkutan.

5. Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori –teori yang telah didapatkan sebelumnya .Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah, atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang telah

(25)

dikuasainya.44

Bahan Hukum sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library

research) dan bahan hukum primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field

research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis

dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang bersifat umum untuk selanjutnya menuju kepada hal-hak yang bersifat khusus dalam menjawab segala permasalahan yang ada dalam suatu penelitian, sehingga memungkinkan menghasilkan kesimpulan yang menjawab permasalahan yang telah ditetapkan.

44

Referensi

Dokumen terkait

Karena tujuan penelitian ini adalah untuk memahami peranan aspek lingkungan dalam Manjemen Aset Infrastruktur, penelitian ini dilakukan dengan menguraikan pengertian aspek dan

Apa yang Ibnu Arabi kupaskan tentang berat manusia amat menarik; kita bukan sahaja lambat kerana kita ini berat, tetapi juga kerana asal-usul kejadian kita ini adalah lebih

Konduksi adalah proses dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah didalam suatu medium ( padat, cair, gas ) tau antara medium – medium

Dengan adanya penambahan fasilitas ini mengakibatkan bertambahnya jumlah pengunjung yang menuju Kawasan Wisata Pantai Muaro Lasak Kota Padang, hal ini mendorong

Ekstrak metanol, fraksi n-heksan, dan fraksi etil asetat ternyata memiliki kemampuan untuk menghambat pembentukan warna pada pengujian dengan metode FTC, yang

Pada nomor perlombaan renang gaya dada, gaya kupu-kupu, dan gaya bebas, perenang melakukan posisi start... Di atas balok

Berdasarkan kasus diatas, dpat disimpulkan bahwa sumber pencemarnya adalah logam berat arsen yang berasal dari air tanah pada mineral sulfida yang dibawah permukaan

Dalam makin turunnya kepala janin dalam jalan lahir, kepala janin akan berputar sedemikian rupa sehingga diameter terpanjang kepala janin akan bersesuaian