• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Motorik Halus Anak

1. Pengertian Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini

Menurut Hurlock (1978: 150) perkembangan motorik berarti pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot terorganisasi. Sedangkan Saputra dan Rudyanto (2005; 114) mengatakan perkembangan motorik adalah suatu perubahan dalam perilaku motorik yang memperlihatkan interaksi dari kematangan makhluk dan lingkungannya.

Perkembangan motorik diawal kehidupannya terdiri dari perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Perkembangan motorik kasar yang melibatkan bagian badan yang luas yang digunakan dalam berjalan, berlari, melompat, berenang dan sebagainya. Sedangkan perkembangan motorik halus merupakan pengendalian koordinasi yang lebih baik yang melibatkan kelompok otot yang lebih kecil yang digunakan untuk meggenggam, melempar, menangkap bola, menulis, dan menggunakan alat. (Hurlock, 1978: 150)

Menurut Santrock (2007: 216) ketrampilan motorik halus merupakan keterampilan yang melibatkan gerakan yang lebih halus, yang melibatkan otot-otot halus. Menggemgam mainan, mengancingkan baju,

(2)

atau melakukan apapun yang memerlukan keterampilan tangan menunjukkan keterampilan motorik halus seorang anak.

Menurut Rahyubi (2012: 222-223) aktivitas motorik halus (fine motor activity) didefinisikan sebagai keterampilan yang memerlukan kemampuan untuk mengkoordinasikan atau mengatur otot-otot kecil/halus ketrampilan koordinasi mata dan tangan, misalnya gerakan mata dan tangan yang efisien, tepat dan adaptif.

Saputra dan Rudiyanto (2005: 118) juga mengatakan bahwa “motorik halus adalah kemampuan anak beraktivitas dengan menggunakan otot-otot halus (kecil) seperti menulis, meremas, menggenggam, menggambar, menyusun balok, dan memasukkan kelereng.”

Demikin juga menurut Sumantri (2005: 143)ketrampilan motorik halus adalah pengorganisasian penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti jari-jemari dan tangan sering membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata dengan tangan, ketrampilan yang mencakup pemanfaatan dengan alat-alat untuk bekerja dengan obyek yang kecil atau pengontrolan terhadap mesin misalnya mengetik, menjahit, dan lain-lain.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan dengan pengorganisasian otot-otot kecil yang berkoordinasi dengan mata dan tangan dan membutuhkan kecermatan. Motorik halus yang terlihat pada

(3)

setiap tahap perkembangannya membantu anak untuk berkreasi menurut imajinasinya, dalam melakukan motorik halus anak memerlukan dukungan ketrampilan fisik lain serta kematangan mental anak.

2. Tahap Perkembangan Motorik Halus Anak Secara Umum

Menurut Santrock (2007, 216: 218 ) tahap perkembangan motorik halus pada anak meliputi:

a. Umur 1-2 tahun

Seorang anak umur 1-2 tahun masih sedikit memiliki kemampuan kontrol terhadap keterampilan motorik halus yang akan menjadi gerakan lengan, tangan, dan jari yang terkoordinasi. Selama dua tahun bayi memperhalus tindakan meraih dan menggenggam. Pada awal mula tahap perkembangannya, anak belajar meraih dan menggenggam, hal ini sebagai prestasi yang paling penting dalam interaksi anak. Anak usia 4 bulan mulai belajar menggenggam menggunakan ibu jari dan jari telunjuk mereka. Menganjak usia 8 bulan, anak mulai menggenggam dengan menggunakan bantuan indera penglihatannya yang semakin berkembang.

b. Umur 3 tahun

Anak telah mampu mengambil objek terkecil diantara ibu jari dan jari telunjuk untuk beberapa waktu, tetapi dalam melakukannya masih belum baik. Anak usia 3 tahun dapat membangun menara yang terbuat dari balok yang tinggi, setiap balok diletakkan dengan

(4)

konsentrasi yang tinggi, terkadang anak memaksa meletakkan balok pada ruang kosong dan berusaha menekannya sekuat mungkin. Penyusunan menara tersebut belum berada pada garis lurus.

c. Umur 4-5 tahun

Anak merasa kesulitan ketika membangun sebuah menara tinggi dari balok-balok kayu, hal ini karena anak berulangkali membongkar menara tersebut. ketika beranjak usia 5 tahun perkembangan motorik halusnya sudah mulai meningkat, tangan, lengan, dan jari semua bergerak secara bersama sesuai denga perintah mata. Anak sudah mulai tidak tertarik untuk membuat sebuah menara dari balok.

d. Umur 6 tahun

Anak mulai memiliki ketrampilan memalu, mengelem, mengikat tali sepatu, dan merapikan baju.

e. Umur 7 tahun

Kemampuan tangan anak sudah mulai stabil, coretan-coretan yang di buat anak sudah mulai membentuk coretan kecil.

Hurlock (1978: 156) mengatakan masa kecil sangat ideal untuk mempelajari keterampilan motorik karena pertama,tubuh anak lebih lentur daripada tubuh remaja atau ornag dewasa, sehingga anak lebih mudaj untuk menerima semua pelajaran. Kedua,anak belum banyak mempunyai ketermpilan ang akan berbenturan dengan keterampilan yang baru dipelajarinya, maka bagi anak mempelajari keterampilan baru lebih

(5)

mudah. Ketiga, secara keseluruhan anak lebih berani pada waktu masih kecil dari pada ketika dia sudah dewasa. Keempat, anak tidak merasa bosan untuk melakukan pengulangan hingga pola otot terlatih untuk melakukannya secara efektif. Kelima, anak memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang lebih kecil dari pada ketika mereka dewasa sehingga mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk belajar menguasai keterampilan daripada orang dewasa.

Menurut Gasell, Ames dan Illingsworth ( dalam Suyanto, 2005: 51) mengatakan tahap perkembangan anak mengikuti delapan pola diantaranya: Pertama, Continuity (bersifat kontinyu) tahap yang dimulai dari sederhana ke kompleks sesuai dengan bertambahnya usia. Kedua, Uniform Sequence (memiliki tahapan yang sama) untuk semua anak meskipun kecepatan setiap anak untuk mencapai tahapannya berbeda. Ketiga, Maturity (kematangan) taitu tahap yang dipengaruhi oleh sel syaraf yang telah terbentuk saat anak lahir. Keempat, umum ke khusus yang dimulai dari gerak yang bersifat umum ke yang khusus menyeluruh dari badan terjadi terlebih dahulu sebelum kebagian-kebagian, yang disebabkan otot besar berkembang terlebih dulu dari otot-otot halus. Kelima, dimulai dari gerak refleks bawaan kearah gerak yang terkoordinasi. Keenam, bersifat chepalo-caudaldirection yang berarti bagian yang mendekati kepada perkembangan lebih dulu dari bagian yang mendekati kepada perkembangan lebih dulu dari bagian yang mendekati ekor. Ketujuh, bersifat proximo-distal yang berarti juga bahwa

(6)

bagian yang mendekati sumbu tubuh (tulang belakang) berkembang dulu dari bagian yang lebih jauh. Kedelapan, koordinasi bilateral menuju crosslatera yang berarti bahwa koordonasi sama berkembnag terlebih dahulu sebelum melakukan koordinasi bersilangan.

3. Tujuan dan Fungsi Pengembangan Kemampuan Motorik Halus Menurut Hurlock (1978: 150) kemampuan motorik halus anak diharapkan agar anak mmapu menyesuaikan diri terhadap tuntutan sekolah dan berperan serta dalam kegiatan bermain dengan teman sebaya. Sebagian tugas yang paling penting dalam masa prasekolah dan tahun pertama sekolah, terdiri atas perkembangan motorik yang didasarkan atas penggunaan kumpulan otot yang berbeda secara terkoordinasi.

Hurlock (1978: 150) juga mengatakan perkembangan motorik halus anak yang kurang berkembang secara baik, dapat mengakibatkan gangguan dalam melakukan penyesuaian diri dan social yang buruk. Perasaan tidak mampu akan berkembang dalam diri anak yang akan melemahkan semangat anak untuk mencoba sesuatu yang dilakukan oleh teman sebayanya.

Saputra dan Rudyanto (2005: 115) menjelaskan tujuan pengembangan motorik halus yaitu “mampu memfungsikan otot-otot kecil seperti gerakan jari tangan, mampu mengkoordinasikan kecepatan tangan dengan mata, dan mampu mengendalikan emosi”.

(7)

Saputra dan Rudyanto (2005: 116) mengatakan fungsi perkembangan motorik halus adalah sebagai alat untuk mengembangkan ketrampilan gerak kedua tangan, sebagai alat untuk mengembangkan koordinasi kecepatan tangan engan gerakan mata, dan sebagai alat untuk melatih penguasaan emosi.

Menurut Sumantri (2005: 16) tujuan pengembangan motorik halus di usia 4-6 tahun adalah mampu mengembangkan kemampuan motorik halus yang berhubungan dengan keterampilan gerak kedua tangan, mampu menggerakan anggota tubuh yang berhubungan dengan gerak jari jemari seperti kesiapan menulis, menggambar dan memanipulasi benda-benda, dan tujuan pengembangan motorik halus adalah mampu mengkoordinasikan indera mata dan aktivitas tangan, mampu mengendalikan emosi dalam beraktivitas motorik halus.

Menurut Hurlock (1978: 158) perkembangan motorik halus seorang anak yang semakin berkembang akan berpengaruh juga pada peningkatan kecepatan, akurasi, kekuatan, dan efisiensi gerakan. Peningkatan yang terjadi sejalan dengan bertambahnya usia anak yang semakin tahun semakin membaik.

Sedangkan menurut Suyanto (2005: 51) motorik halus berfungsi untuk melakukan gerakan-gerakan bagian-bagian tubuh yang lebih spesifik, seperti menulis, melipat, merangkai, mengancing baju, menali sepatu dan menggunting. Berbagai kegiatan seperti melipat, mengelem, menggunting kertas dapat melatih motorik halus pada anak.demikian pula

(8)

menggambar bebas dengan kuas besar, lalu kecil, dan mewarnai mengembangkan otot-otot halus pada jari tangan. Hal itu sangat bermanfaat untuk melatih jari anak agar bisa memegang pensil dan menulis kelak.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan motorik halus adalah untuk mengembangkan kemampuan motorik halus anak yang berhubungan dengan gerakan-gerakan yang mampu memfungsikan otot-otot kecil untuk menggerakkan anggota tubuh terutama koordinasi mata dengan tangan. Kemampuan motorik halus anak yang baik akan membantu anak untuk mudah menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya, terutama ketika anak bermain dengan teman sebayanya. Kemampuan motorik halus juga bermanfaat untuk anak mengembangkan daya kretifitasnya sesuai dengan daya eksplorasinya.

4. Metode Pengembangan Motorik Halus

Menurut Moeslihatoen (2004: 7) metode merupakan bagian dari strategi kegiatan, metode dipilih berdasarkan strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode merupakan cara, yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan.

Metode yang digunakan dalam pembelajaran di Taman Kanak-Kanak adalah untuk meletakkan dasar kearah perkembangan sikap bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan, pengetahuan,

(9)

keterampilan, melatih anak untk mengurus dirinya sehingga anak mampu menyesuiakan diri dengan lingkukannya. (Moeslihatoen, 2004: 9).

Menurut Moeslihatun (2004: 24-28) ada beberapa metode pengajaran yang sesuai dengan karakteristik anak usia TK yaitu pertama, Bermain yaitu merupakan kegiatan yang memberikan kepuasan bagi diri sendiri, melalui bermain anak memperoleh pembatasan dan memahami tentang dirinya. Kedua, Karyawisata yang berarti membawa nak TK ke objek-objek tertentu sebagai pengayaan, pengajaran, pengalaman belajar yang tidak mungkin diperoleh anak didalam kelas dan juga memberikan kesempatan anak untuk mengobservasi dan mengalami sendiri dari dekat. Ketiga, bercakap-cakap yaitu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara verbal atau mewujudkan kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Keempat, bercerita merupakan cara utnuk meneruskan warisan budaya dari satu generasi ke genari berikutnya. Kelima, Demonstrasi merupakan menunjukkan, mengerjakan dan menjelaskan cara-cara dalam mengerjakan sesuatu. Keenam, Proyek adalah metode untuk melatih kemampuan anak memecahkan masalah yang dialami anak dalam kehidupan sehari-hari. Ketujuh, Pemberian Tugas merupakan pekerjaan tertentu yang dengan sengaja harus dikerjakan oleh anak yang mendapat tugas.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Samsudin (2008: 33) mengatakan bahwa metode adalah cara yang dapat dilakuakn guru untuk

(10)

membelajarakan anak agar mencapai kompetensi yang ditetapkan. Metode yang digunakan antara lain adalah:

Pertama, metode bercerita yaitu cara bertutur kata dan penyampaian cerita atau memberikan penjelasan kepada anak secara lisan. Kedua, Bercakap-cakap merupakan metode yang berupa kegiatan bercakap-cakap antara anak ddengan guru atau antara anak dengan ank. Ketiga, Tanya Jawab metode ini dilaksanakan dengan cara mengajukan pertanyaan tertentu kepada anak. Keempat, Karyawisata metode ini dilakukan dengan mengajak anak mengunjungi objek-objek yang sesuai dengan tema. Kelima, Demonstrasi metodi ini dilakukan dengan cara mempertunjukkan atau memperagakan suatu cara atau suatu keterampilan. Keenam, Sosiodrama atau bermain peran adalah cara untuk memberikan pengalaman pada anak melalui kegiatan bermain peran. Ketujuh, eksperimen adalah cara memberikan pengalaman pada anak di mana anak memberi perlakuan terhadap sesuatu dan mengamati akibatnya. Kedelapan, proyek adalah metode yang memberikan kesempatan kepada anak untuk menggunakan alam sekitar dan kegiatan sehari-hari sebagai bahan pembahasan melalui berbagai kegiatan. Kesembilan, Pemberian Tugas adalah metode yang memberikan kesempatan kepada anak untuk melaksanakan tugas yang telah disediakan oleh guru.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan dua metode yaitu metode demonstrasi dan metode pemberian tugas karena dalam

(11)

pembelajaran ini peneliti akan memberikan penjelasan pada anak bagaimana cara menempel lidi berwarna pada garis yang ada di kertas setelah lidi ditempel sesuai dengan bentuk garis anak diberi tugas untuk meraba tempelan lidi tersebut, kemudian mereka diberi tugas untuk menebalkan garis putus-putus yang terdapat pada lembar kerja anak.

B. Kegiatan Bermain Lidi Warna 1. Pengertian Bermain Lidi Warna

Pada hakekatnya semua anak suka bermain, mereka menggunakan sebagian besar waktunya untuk bermain baik sendiri, dengan teman sebaya, maupun dengan orang yang lebih dewasa dimana bentuk permainan yang mereka lakukan beragam jenisnya.(Suyanto, 119:2005).

Setiap anak memiliki keterampilan motorik halus yang berbeda yang memungkinkan seorang anak memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap dirinya, keterampilan ini dapat dilatih melalui mengancing baju dan melukis gambar, keterampilan motorik halus (fine motor skill) melibatkan koordinasi mata-tangan dan otot kecil (Papalia dkk, 2010 316)

Sedangkan menurut Saprutra dan Rudyanto (2005: 120) keterampilan motorik halu sdi tandai dengan anak memiliki kemampuan untuk menempel, mengerjakan puzzle (menyusun potongan-potongan gambar), menjahit sederhana, mewarnai dengan rapi, mengisi pola

(12)

sederhana menggunakan sobekan kertas dan stempel, mengancingkan baju, menggambar dengan gerakan naik turun bersambung 9seperti gunung atau bukit), menarik garis (lurus, lengkung dan miring), melipat kertas.

Menurut Moeslichatoen (2004: 33),

“Dengan bermain anak akan memperoleh kesempatan memilih kegiatan yang disukainya, bereksperimen dengan bermacam bahan dan alat, berimajinasi, memecahkan masalah dan bercakap-cakap secara bebas, berperan dalam kelompok, bekerja sama dalam kelompok, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan.”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1976: 1044) menempel mempunyai arti melekatkan, dalam kegiatan ini berarti melekatkan lidi berwarna pada garis dengan media kertas.

Santrock (2007: 218) mengatakan perkembangan anak di usia 6 tahun, anak sudah mampu mengelem benda. Mengelem dengan cara menempelkan benda dengan media lem dan kertas. Suyanto (2005: 51) mengatakan mengelem merupakan salah satu kemampuan motorik harus yang dimiliki oleh anak. Dalam penelitian ini media yang digunakan untuk mengelem adalah lidi yang sebelumnya diwarnai agar lebih menarik minat anak.

Sumantri (2005: 143) ketrampilan motorik halus adalah pengorganisasian penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti jari-jemari dan tangan sering membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata dengan tangan. Agar koordinasi mata dengan tangan berjalan dengan baik, maka anak diberikan tugas untuk meraba hasil tempelan lidi

(13)

berwara. Ada beberapa bentuk garis yang ditempeli lidi berwarna, yaitu garis garis tegak, datar, miring dan lengkung. Seringkali anak sudah memahami tentang konsep garis tersebut, akan tetapi dalam pengaplikasikannya dalam mengerjakan tugas pembuatan garis seringkali tidak sesuai dengan konsep yang telah mereka miliki.

Permainan lidi warna merupakan permainan yang disesuaikan dengan konsep DAP, dimana permainannya sesuai dengan karakteristik anak dan memliki tahapan permainan yang sesuai untuk umurnya. Permainan lidi warna memiliki tahapan menempel, kemudian meraba hasil tempelan, kemudian baru membuat garis. Pada saat meraba tempelan akan melatih sensor anak mengenai bentuk garis yang ada pada konsep pemikirannya. Tahapan permainan ini mendukung perkembangan motorik halusnya melalui tahapan yang sesuai untuk anak, selain itu lidi yang sudah diberi warna akan lebih menarik untuk anak.

Berdasarkan dari beberapa pengertian dan pendapat di atas penulis menyimpulkan pengertian bermain lidi warna merupakan suatu permainan yang ditunjukan untuk anak usia dini dengan menggunakan media lidi yang telah diberi warna. Kegiatan bermain ini dilakukan dengan cara mengelem lidi sesuai dengan bentuk garis yang telah ditentukan, kemudian meraba bentuk garis tersebut, lalu anak di beri tugas untuk membuat garis sesuai dengan bentuk garis yang di raba.

(14)

2. Langkah-Langkah Bermain Lidi Warna

Kemampuan anak dalam membuat suatu garis sebelumnya melalui beberapa tahapan. Diawali dari seorang anak tidak terlepas dari daya tariknya untuk melakukan coretan-coretan, hal ini merupakan suatu tahapan menulis anak. Menebalkan garis tidak terlepas dari kegiatan menulis.

Menurut Buncil (2010) tahapan menulis anak usia dini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Creative Center for Childhood Research and Training, Inc. (CCCRT) adalah Pertama, coretan anak mulai membuat coretan; random scribbling; coretan awal; coretan acak; coretan-coretan seringkali digabungkan seolah-olah “krayon” tidak pernah lepas dari kertas. Warna-warna coretan dapat dikelompokkan bersama dan menyatu atau terpisah dalam kelompok-kelompok setiap halaman dimana coretannya satu warna atau beberapa warna. Kedua, coretan terarah, Coretan terarah dimunculkan dalam bentuk garis lurus ke atas atau mendatar yang diulang-ulang; garis-garis, titik-titik, bentuk lonjong, atau lingkaran (huruf tiruan) mungkin terlihat tidak berhubungan dan menyebar secara acak di seluruh permukaan kertas. Ketiga, garis dan bentuk khusus diulang-ulang atau menulis garis tiruan diwujudkan melalui bentuk, tanda, dan garis-garis yang terarah, dapat terlihat mengarah dari sisi kiri ke kanan halaman dengan huruf-huruf yang sebenarnya atau titik-titik sepanjang garis. Keempat, latihan huruf-huruf acak atau nama, huruf-huruf muncul berulang-ulang

(15)

diwujudkan dari namanya; beberapa dapat diakui dan lainnya sebagai simbol.

Kelima, menulis nama, nama mungkin yang pertama, terakhir atau gabungan dan tulisan dapat muncul berulang-ulang dalam berbagai warna alat-alat tulis (spidol krayon, pensil), nama dapat ditulis di depan atau sebagai cerminan pikiran, di dalam kotak dengan latar belakang atau bayangan berwarna. Keenam, mencontoh kata-kata di lingkungan, menulis kata-kata dari lingkungan secara acak dan diulang-ulang dalam berbagai ukuran, orientasi dan warna, termasuk nama anggota keluarga lainnya. Ketujuh, menemukan ejaan Usaha pertama untuk memeriksa dan mengeja kata-kata dengan menggabungkan huruf yang bermacam-macam untuk mewujudkan sebuah kata. Kedelapan, ejaan umum, usaha-usaha mandiri untuk memisahkan huruf dan mencatatnya dengan benar menjadi kata lengkap.

Coretan-coretan yang telah dibuat oleh anak, melalui tahap perkembangan dan diimbangi dengan stimulus yang tepat, maka coretan tersebut akan menajdi lebih terarah. Anak belajar melalui meniru, anak meniru membuat garis dengan menebalkan bentuk garis yang sebelumnya telah dibuat di lembar kerja anak.

Langkah-langkah kegiatan bermain lidi warna: a. Guru menyiapkan alat bahan

(16)

c. Anak melaksanakan tugas menempel lidi berwarna pada garis yang telah di bentuk sesuai kreativitasnya .

d. Guru memberi pujian pada anak yang berhasil dan memotivasi anak yang belum berhasil

e. Guru mengajak anak untuk meraba hasil tempelan lidi tersebut f. Guru menjelaskan cara menebalkan garis

g. Anak melaksanakan tugas menebalkan garis sesuai dengan kreativitasnya

h. Guru memberi pujian pada anak yang berhasil dan memotivasi anak yang belum berhasil

3. Media Pengembangan Motorik Halus a. Pengertian media

Secara umum media merupakan kata jamak dari medium yang berarti perantara atau pengantar. Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha seperti media dalam penyampaian pesan media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik. Istilah media digunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan, sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran.

Vernon S. Gerlach dan Donald P. Ely menyatakan bahwa secara umum media meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap. (Sanjaya, 2008: 163).

(17)

b. Nilai media pendidikan

Nilai media pendidikan adalah:

1) Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berpikir, sehingga mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme.

2) Memperbesar perhatian para siswa

3) Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, sehingga membuat pelajaran lebih mantap.

4) Memberikan pengalaman yang nyata, sehingga dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa.

5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu

6) Membantu tumbuhnya pengertian, sehingga membantu perkembangan kemampuan berbahasa

7) Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam belajar. (Hamalik, 1994: 15-16)

c. Media dalam pembelajaran motorik halus

Media yang peneliti persiapkan untuk pembelajaran adalah: 1) Lidi berwarna panjang ± 3 cm

2) Pensil 3) Lem 4) Kertas

(18)

Pada garis miring, media yang digunakan menggukan kertas karton yang d buat garis lengkung dicat warna biru. garis lengkung tidak bisa di buat dengan lidi, ketika d lengkungkan lidi akan kembali lurus.

C. Pedoman Penilaian Hasil Belajar Siswa 1. Pedoman Penilaian Hasil Belajar

Penilaian merupakan usaha mengumpulkan data dan menafsirkan berbagai informasi secara sistematis, berkala, berkelanjutan, menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran. Menurut Dimyati (2013:95) cara pencatatan hasil penilaian harian dilaksanakan sebagai berikut:

o : untuk anak yang perilakunya belum sesuai dengan apa yang diharapkan.

 : untuk anak yang berada pada tahap proses menuju apa yang diharapkan

: anak yang perilakunya melebihi dengan yang diharapkan dan sudah dapat menyelesaikan tugas melebihi yang direncakanan guru. Menurut Depdiknas (2006) cara penilaian hasil penilaian harian dilaksanakan sebagai berikut:

o : dapat digunakan juga untuk menunjukkan bahwa anak melakukan/menyelesaikan tugas selalu dengan bantuan guru. : dapat digunakan juga untuk menunjukkan bahwa anak mampu

(19)

 : artinya kemampuan anak cukup

Pedoman penilaian dalam penelitian ini menggunakan buku pedoman penilaian dari Kemendiknas ( 2010 ) pencatatan hasil penilaian harian dilaksanakan sebagai berikut :

a. Anak yang belum berkembang ( BB ) penilaian dituliskan nama anak dan diberi tanda satu bintang (  )

b. Anak yang sudah mulai berkembang ( MB ) sesuai dengan indikator RKH mendapatkan tanda dua bintang (  )

c. Anak yang sudah berkembang sesuai dengan harapan ( BSH ) pada indikator dalam RKH mendapatkan tanda tiga bintang ()

d. Anak yang berkembang sangat baik ( BSB ) melebihi indikator seperti yaang diharapkan dalam RKH mendapatkn tanda empat bintang ()

2. Kriteria dan Indikator Hasil Belajar

Hurlock (1978: 163) mengatakan bahwa pada tahun permulaan sekolah, sebagaian besar pekerjaan melibatkan keterampilan motorik seperti melukis, menulis, menggambar, membuat keramik, menari dan bertukang kayu. Semakin banyak kemampuan motorik halus yang dimiliki anak, maka akan mempermudah anak untuk melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan di sekolah. Selain itu kemampuan motorik halus anak membantu mereka menyelesaikan tugasnya sesuai indikator yang telah ditentukan dan menentukan prestasi belajarnya di sekolah.

Menurut Hidayat dan Badrujaman (2009: 3) indikator keberhasilan merupakan kriteria yang ditetapkan sebagai dasar menentukan apakah tindakan yang dilakukan berhasil atau tidak, mengacu pada proses

(20)

pelaksanaan tindakan serta sejauh mana peningkatan/penurunan variabel masalah. Dalam penelitian ini anak dikatakan berhasil ketika anak memperoleh bintang tiga (★★★) atau BSH. Penilain BSH dicapai minimal 3 indikator yang telah ditentukan.

Tabel 2.1 Indikator yang akan diteliti

No. Indikator Kriteria Penilaian ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★ 1. Kesiapan memegang pensil dengan benar

(antara ibu jari dan dua jari) 2. Keluwesan jari-jari tangan

3. Kelincahan dan kekuatan tangan ketika merekat/menempel sehingga lidi merekat dengan kuat

4. Koordinasi mata dengan tangan

5. Anak mampu membuat garis dengan garis yang rapi dan rigis/lurus

Sumber: Depdiknas (2010) D. Kerangka Berpikir

Menurut Suyanto (2005: 53) kegiatan yang dapat mengembangkan kemmapuan motorik halus, seperti menempel, menggunting, mengancing baju, menali sepatu, dan menggambar.

Sebelumnya guru menjelaskan kepada anak tentang konsep dan bentuk garis. Agar anak lebih matang dalam pemahaman tentang konsep garis, maka kegiatan dimulai dari menempel lidi berwarna pada kertas sesuai dengan bentuk garis yang teah ditentukan. Agar fisual motor anak berjalan dengan baik, maka anak diminta untuk meraba bagaimana bentuk garis lurus, miring, datar, tegak, dan lengkung tersebut. setelah itu anak di beri tugas untuk menebalkan garis.

Guru mengamati kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak. Setelah itu guru mencari solusi untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh

(21)

danak dan memotivasi mereka agar tetap berusaha menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Peningkatan motorik halus anak dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain lidi warna pada anak kelompok A2 TK IT Annida Sokaraja Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas disusun dalam bagan kerangka berfikir yang merupakan landasan pelaksanaan penelitian tindakan kelas.

Gambar 1.1 Keranngka Berfikir Kondisi awal

a. Minat siswa terhadap motorik halus masih rendah.

b. Motorik halus siswa masih rendah, cara memegang pensil masih salah

c. Guru menonton dalam mengajar Dilakukan upaya perbaikan dengan PTK Siklus 1 Metode kegiatan bermain lidi warna 3x pertemuan 1. Minat siswa sedikit

meningkat pada kegiatan motorik halus 2. Kemampuan motorik

halus ada peningkatan tapi belum maksimal 3. Guru sudah bervariasi

dalam menyampaikan materi Kondisi sudah meningkat, ada perbaikan tapi belum maksimal Siklus II Metode kegiatan berman lidi warna 3 x pertemuan a. Minat siswa meningkat pada kegiatan motorik halus b. Keampuan siswa dalam kegiatan motorik halus meningkat maksimal Terjadi perbaikan yang optimal dalam kemampuan motorik halus dan penelitian berhasil

(22)

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Melalui kegiatan bermain lidi warna dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak kelompok TK A2 di TK IT Annida Sokaraja Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas semester genap tahun ajaran 2012/2013”.

Gambar

Tabel 2.1 Indikator yang akan diteliti
Gambar 1.1 Keranngka Berfikir  Kondisi awal

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian Md Kamrul Islam Dan Sudipta Chawdhury dengan judul “Permintaan dan Analisis parkir ( Studi Kasus Probortak, Chittagong )” Metode yang di gunakan adalah

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar: (1) para jurnalis dan editor surat kabar harian Kedaulatan Rakyat lebih teliti dan cermat dalam menulis maupun

Penelitian ini dibuat untuk merancang sebuah sistem informasi pendukung keputusan dalam menentukan usulan kegiatan yang akan digunakan sebagai masukan utama

Metode penelitian ini meliputi ekstraksi pigmen fikosianin menggunakan aqua destilata, enkapsulasi ekstrak fikosianin dengan menggunakan alginat (alginat yang

Pembelajaran di kelas dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Ali Imron (1996) faktor-faktor tersebut meliputi faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik dan

komposisi tinggi tanaman, bentuk dari tajuk, ukuran dan kerimbunan daun, serta penerapan jarak tanam yang dilakukan akan menentukan jenis gulma yang mampu tumbuh dan bertahan

Bentuk dalam konsep Pei tidak seperti falsafah arsitektur modern “form follow function”. Jadi bagi Pei bentuk tidak selalu mengikuti fungsi tetapi bagi Pei bentuk dan

Kepulauan dari perairan Indonesia menjadi satu kesatuan, sedangkan laut yang menghubungkan pulau demi pulau merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari daratnya.. Mengacu pada