• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS. Populasi pada Masyarakat Menteng VII Medan, Sampel Lubis menggunakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS. Populasi pada Masyarakat Menteng VII Medan, Sampel Lubis menggunakan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian Arifin Lubis (2006) yang berjudul “Identifikasi Tipe Perilaku Konsumen, Studi Kasus Produk Sabun Kecantikan. Dimana Lubis mengambil Populasi pada Masyarakat Menteng VII Medan”, Sampel Lubis menggunakan sampel Purposive sampling, dengan metode analisis Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian menyatakan bahwa Keterlibatan Konsumen dalam Proses pengambilan keputusan membeli produk sabun kecantikan dibenak konsumen signifikan, dan perbedaan antar merek sabun kecantikan di benak konsumen adalah signifikan dan tipe perilaku pembelian sabun kecantikan pada masyarakat menteng VII termasuk tinggi dan signifikan yaitu jenis Tipe Pembelian Kompleks.

Penelitian Asri Pasaribu (2006) yang berjudul ” Analisis Keterlibatan Konsumen Dan Perbedaan Antar Merek Terhadap Keputusan Membeli Mie Goreng Instan Pada Mahasiswi Manajemen Ekstensi Fakultas Ekonomi USU Medan”. Hasil penelitian menyatakan bahwa secara parsial variabel keterlibatan konsumen dan perebedaan antar merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan membeli mie goreng instant pada Mahasiswa Manajemen Ekstensi Fakultas Ekonomi USU Medan dan variabel keterlibatan konsumen adalah yang paling dominan mempengaruhi keputusan membeli mie goreng instant. Secara serentak varabel keterlibatan konsumen dan perbedaan antar merek berpengaruh

(2)

positif dan signifikan terhadap keputusan membeli mie goreng instant pada Mahasiswa Manajemen Ekstensi Fakultas Ekonomi USU Medan.

B. Definisi Perilaku Konsumen

Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan ( 2003:25) menyebutkan perilaku konsumen sebagai yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Engel et.al dalam Mangkunegara (2002:3) menyebutkan perilaku konsumen sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomi termasuk proses dalam pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.

The American Marketing Association dalam Setiadi (2003:3) menyebutkan

perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Defenisi di atas terdapat 3 (tiga) ide penting, yaitu :

1. Perilaku konsumen adalah dinamis

2. Hal tersebut melibatkan interaksi antara afeksi dan kognisi, perilaku dan sekitarnya

3. Melibatkan pertukaran.

Perilaku dinamis berarti bahwa perilaku seorang konsumen, grup konsumen, atau masyarakat luas selalu berubah dan bergerak selama sepanjang waktu. Hal ini memiliki implikasi terhadap studi perilaku konsumen, demikian

(3)

pula pada pengembangan strategi pemasaran. Perilaku konsumen yang melibatkan pertukaran merupakan hal terakhir yang ditekankan dalam defenisi perilaku yaitu pertukaran di antara individu. Hal ini membuat defenisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan defenisi pemasaran yang sejauh ini menekankan pertukaran.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Engel et.al (2001:31) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen terhadap proses keputusan, yakni :

1. Faktor budaya

Budaya adalah susunan nilai-nilai dasar, keinginan perilaku yang dipelajari anggota suatu masyarakat dari keluarga dari instansi penting lainnya.

Faktor budaya terdiri dari : a. Sub kebudayaan

Yaitu sekelompok orang dengan system nilai bersama berdasarkan pengalaman dan situasi hidup yang sama.

b. Kelas sosial

Yaitu bagian masyarakat yang relatif permanen dan tersusun rapi yang anggota-anggotanya mempunyai nilai kepentingan dan perilaku yang sama.

2. Faktor pribadi

Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti :

(4)

b. Pekerjaan c. Situasi ekonomi d. Gaya hidup

e. Kepribadian dan konsep diri 3. Faktor sosial

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor sosial seperti : kelompok, dalam hal ini terdiri dari dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai susunan individu maupun kelompok.

Kelompok ini terdiri dari atas :

a. Kelompok keanggotaaan, adalah kelompok yang secara langsung mempengaruhi dan dimiliki seseorang.

b. Kelompok acuan, adalah kelompok yang berfungsi sebagai titik banding, baik secara langsung maupun tidak langsung yang membentuk sikap dan perilaku seseorang.

4. Faktor-faktor psikologis

Pilihan seseorang dalam membeli dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor psikologis penting, yaitu :

a. Motivasi

Motivasi adalah kebutuhan yang cukup merangsang untuk membuat seseorang mencari kepuasan atas kebutuhannya.

(5)

Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengukur dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambaran yang berarti mengenai dunia.

c. Pembelajaran

Pembelajaran (learning) menggambarkan perubahan perilaku individu yang muncul karena pengalaman, proses belajar berlangsung melalui :

1. Drive (dorongan)

2. Stimulation (rangsangan) 3. Clues ( petunjuk ) 4. Responses (tanggapan) 5. Reinforcement (penguatan)

D. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian berikut : Pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Tugas pemasar adalah memahami perilaku pembeli pada tiap-tiap tahap dan pengaruh apa yang bekerja pada tahap-tahap itu Setiadi (2003:16).

Secara umum proses itu dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut :

Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Sumber : Setiadi (2003:16) Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Membeli Perilaku Setelah Pembelian

(6)

Gambar 2.1 menyiratkan bahwa konsumen melewati kelima tahap tersebut pada setiap pembelian. Adapun dalam pembelian yang lebih rutin, konsumen seringkali melompati atau membalik beberapa tahap ini. Seseorang wanita yang membeli pasta gigi dari merek yang sudah biasa dipergunakannya akan mengenali kebutuhan dan langsung kepada keputusan pembelian, meliputi pencarian informasi dan evaluasi. Model tersebut menunjukkan bahwa semua pertimbangan akan muncul ketika konsumen menghadapi situasi pembelian yang kompleks dan baru.

Secara rinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pengenalan Masalah

Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal dalam kasus pertama dari kebutuhan normal seseorang atau rangsangan eksternal seseorang.

2. Pencarian Informasi

Seseorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Salah satu faktor kunci bagi pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang dipertimbangkan oleh konsumen dan pengaruh relatif dari masing-masing sumber terhadap keputusan pembelian. Sumber-sumber informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :

(7)

b. Sumber Komersil : Iklan, tenaga penjual, penyalur, kemasan, pameran c. Sumber Umum : Media massa, organisasi konsumen

d.Sumber Pengalaman : Pernah menangani, menguji, menggunakan produk 3. Evaluasi Alternatif

Ada beberapa proses evaluasi alternatif keputusan. Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu mereka memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk terutama berdasarkan pertimbangan yang sadar dan rasional.

4. Keputusan Membeli

Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli. Faktor yang pertama adalah sikap atau pendirian orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif pilihan seseorang akan tergantung pada 2 (dua) hal yaitu :

a. Intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan konsumen.

b. Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut.

Faktor yang kedua adalah situasi yang tidak dapat diantisipasi. Konsumen membentuk suatu maksud pembelian, atas dasar faktor-faktor seperti pendapatan keluarga yang diharapakan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Ketika konsumen akan bertindak, faktor situasi yang tidak diantisipasi mungkin terjadi unutk mengubah maksud pembelian tersebut.

(8)

5. Perilaku Pasca Pembelian

Pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pemasar. Pekerjaan pemasar tidak akan berakhir pada saat suatu produk dibeli, tetapi akan terus berlangsung hingga periode sesudah pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas produk tersebut dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut. Jika daya guna produk produk tersebut dibawah harapan pelanggan, pelanggan tersebut akan merasa dikecewakan. Tetapi, jika memenuhi harapan, pelanggan tersebut akan merasa puas, dan jika melebihi harapan, maka pelanggan tersebut akan merasa sangat puas.

E. Keterlibatan Konsumen

Istilah ini pertama kali dipopulerkan di dalam lingkungan pemasaran oleh Krugman pada tahun 1965 dan mampu membangkitkan minat yang besar pada saat itu. Keterlibatan adalah tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan dan atau minat yang dibangkitkan oleh stimulus dalam situasi spesifik hingga jangkauan kehadirannya, konsumen bertindak dengan sengaja untuk meminimumkan resiko dan memaksimalkan manfaat yang di peroleh dari pembelian dan pemakaian.

Keterlibatan diaktifkan ketika objek (produk, jasa atau pesan promosi) dirasakan membantu dalam memenuhi kebutuhan, tujuan dan nilai yang paling

(9)

penting. Namun seperti yang kita lihat, pentingnya pemenuhan kebutuhan yang dirasakan dari objek akan bervariasi dari satu situasi ke situasi berikutnya.

Relevansi – pribadi intrinsik (intrinsic self – relevance) mengacu pada pengetahuan arti – akhir konsumen yang disimpan dalam ingatan. Konsumen mendapatkan pengetahuan arti – akhir ini melalui pengalaman masa lalu mereka terhadap suatu produk.

Relevansi pribadi situasional (situational self – relevance) yang ditentukan oleh aspek lingkungan fisik dan sosial di sekitar kita yang dengan segera mengaktifkan konsekuensi dan nilai penting, sehingga membuat produk dan merek yang terlihat secara pribadi relevan.

Relevansi pribadi situasional selalu berkombinasi dengan relevansi pribadi intrinsik konsumen untuk menciptakan tingkat keterlibatan yang benar-benar dialami konsumen selama proses pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa konsumen biasanya mengalami beberapa tingkat keterlibatan ketika membuat pilihan pembelian, bahkan untuk produk yang relatif tidak penting Setiadi (2003:115-120).

Konsumen dimotivasi untuk mencari informasi yang relevan dan mengolahnya secara lebih tuntas apabila keterlibatan tersebut tinggi. Begitu pula merek mereka dipengaruhi oleh kekuatan argumentasi sebagaimana berlawanan dengan cara dimana daya tarik diekspresikan dan divisualisasikan, yang digambarkan sebagai keterlibatan pesan.

Perilaku konsumen dapat dilihat dengan produk suatu merek yang dipilih untuk digunakannya. Mereka akan lebih melihat perbedaan dalam sifat yang

(10)

ditawarkan oleh berbagai produk dalam berbagai macam merek, apa keunggulan atau kelebihan-kelabihan dari masing-masing merek tersebut, dan hasilnya yang lazim adalah kesetiaan dan loyalitas yang lebih besar.

Akhirnya terdapat kemungkinan yang lebih besar dari pemecahan masalah yang diperluas apabila tingkat keterlibatan tinggi, sementara keterlibatan yang relatif rendah akan menyebabkan taktik atau teknik pilihan yang lebih disederhanakan dari pemecahan masalah yang relatif terbatas. Hal ini diekspresikan dalam jumlah upaya yang dikerahkan dalam proses pencarian informasi dan evaluasi alternatif Setiadi (2003:123-124).

F. Faktor Anteseden dari Keterlibatan

Menurut Engel et.al (1995) ada 3 (tiga) faktor-faktor yang mempengaruhi atau menghasilkan keterlibatan konsumen Simamora (2003:263-265) adalah: 1. Faktor pribadi

Tanpa pengaktifan kebutuhan dan dorongan, maka tidak akan ada keterlibatan, dan ini paling kuat apabila produk atau jasa dipandang sebagai citra diri yang mempertinggi. Bila demikian halnya, maka hal ini mungkin langgeng, sebagaimana berlawanan dengan situasional atau temporer.

2. Faktor produk

Produk ini menimbulkan keterlibatan dalam dan diri sendiri. Sepertinya cara konsumen merespon suatu produk, itulah yang akan menentukan tingkat keterlibatan mereka. Meskipun begitu, karakteristik produk dapat membentuk keterlibatan konsumen. Secara umum, keterlibatan lebih besar keterlibatan

(11)

lebih besar untuk produk yang memenuhi kebutuhan dan nilai yang penting. Keterlibatan dapat meningkat karena alternatif pilihan dipandang secara lebih, dibedakan di dalam penyajian mereka.

Perilaku konsumen melibatkan resiko dalam pengertian bahwa setiap tindakan konsumen akan menimbulkan akibat yang tidak dapat diantisipasi dengan yang mendekati kepastian dan sebagian mungkin tidak menyenangkan. Banyak jenis resiko yang disadari telah teridentifikasi, termasuk resiko fisik (resiko yang membahayakan tubuh), resiko psikologis (khususnya efek negatif pada citra diri), untuk kerja (takut bahwa produk tidak akan bekerja sebagaimana yang diharapkan), dan keuangan (resiko bahwa hasil akan menyebabkan hilangnya pendapatan). Sebagaimana orang akan mengharapkan secara logis, semakin besar resiko yang disadari atau dihadapi, maka semakn besar kemungkinan adanya keterlibatan yang lebih tinggi. Apabila resiko yang disadari menjadi lebih tinggi, maka akan ada motivasi entah untuk menghindari pembelian dan pemakaian sama sekali atau meminimumkan resiko melalui pencarian dan tahap evaluasi alternatif di dalam pemecahan masalah yang lebih luas.

Nilai akhir dari produk juga merupakan faktor yang menentukan, yaitu daya tarik emosionalnya dan kemampuannya yang disadari untuk memberikan kesenangan yang terlepas dari manfaat objektifnya. Hingga tingkat dimana pertimbangan subjektif ini penting, maka keterlibatan akan terus meningkat.

(12)

3. Faktor situasi

Keterlibatan yang langgeng dapat mempertimbangkan sebagai ciri yang stabil, keterlibatan situasi (instrumen) akan berubah sepanjang waktu. Keterlibatan situasi juga bersifat operasional atas dasar temporer dan akan memudar segera setelah hasil pembelian terpecahkan Setiadi (2003:121-123).

G. Merek

Merek (Brand) telah menjadi elemen penting yang berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik perusahaan bisnis maupun nirlaba, pemanufakturan maupun penyedia jasa, dan organisasi lokal maupun global. Menurut UU Merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah ”tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa”. Tjiptono ( 2005:2).

Nama merek bisa didasarkan pada sejumlah aspek, diantaranya :

1. Nama orang, misalnya pendiri, pemilik, manajer, mitra bisnis atau orang lain yang diasosialisasikan dengan merek produk.

2. Nama tempat, baik asal ditemukannya, dikembangkannya maupun tempat dijualnya produk atau jasa bersangkutan, misalnya : Hotel Solo, Jakarta Post. 3. Nama ilmiah yang diciptakan, biasanya dari bahasa Yunani atau Latin,

misalnya : Cuticura soap (artinya perawatan kulit) 4. Nama ”status”, misalnya : crown piano, diamond dies

(13)

5. ”Good associations”names, misalnya Ivory Soap, Quaker Oats, Sunlight Soap (semuanya berasosiasi positif dengan kemurnian, kehalusan dan kesehatan) 6. Artificial names, yang bisa jadi tidak mengandung khusus, misalnya kodak,

Uneeda Biscuit

7. Descriptive names, yaitu merek yang menggambarkan manfaat atau aspek kunci produk, misalnya Obat Gosok Tjap Onta.

8. Alpha-numeric brand names, yaitu merek yang mengandung unsur angka, baik dalam bentuk digit maupun tertulis, misalnya Obat Nyamuk tiga Roda. Tjiptono (2005:4).

Merek bermanfaat bagi produsen dan Konsumen. Bagi produsen merek berperan penting sebagai :

1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi.

2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama merek bisa diproteksi melalui merek terdaftar, proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta dan desain. 3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa

dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain waktu.

4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing.

(14)

5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. Tjiptono ( 2005:20-21).

Sedangkan bagi konsumen, merek bisa memberikan beraneka macam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial, misalnya mengklasifikasikan dimensi manfaat atau utilitas merek ke dalam sembilan kategori : utilitas fungsional produk, pilihan, inovasi, trustworthiness, emosional, estetis, novelty, identifikasi sosial, dan identifikasi personal.

Ada enam (6) tahap utama dalam proses evolusi branding menurut McEnally dan De Chernatony Tjiptono ( 2005 :26-27), yaitu :

1. Unbranded goods

Dalam tahap ini, barang diperlakukan sebagai komoditas dan sebagian besar diantaranya tidak diberi merek. Tahap ini biasanya bercirikan situasi permintaan jauh melampaui penawaran.

1. Merek sebagai referensi / acuan

Dalam tahap ini, tekanan persaingan menstimulasi para produsen untuk mendifrensiasikan produknya dari output produsen produsen lain. Difrensiasi diwujudkan terutama melalui penyediaan atribut fungsional yang unik atau perubahan atribut produk fisik.

2. Merek sebagai kepribadian

Dalam tahap ini, konsumen menghadapi begitu banyak merek yang semuanya menyampaikan janji fungsional. Konsekuensinya, setiap merek yang bersaing dalam kategori produk yang sama cenderung menjadi serupa atau mirip dalam

(15)

hal fungsionalitas. Dalam rangka menciptakan difrensiasi, pemasar mulai berfokus pada upaya menyertakan nilai emosional pada mereknya dan mengkomunikasikannya lewat metafora kepribadian merek.

4. Merek sebagai ikon.

Pada tahap ini, makna berbagai merek telah berkembang sedemikian rupa sehingga merek telah menjadi simbol tertentu bagi konsumen. Melalui pemahaman dan pengalaman tertentu dengan merek spesifik, konsumen merasa sangat dekat dengan merek tersebut dan bahkan merasa bahwa merek tersebut telah menjadi bagian dari dirinya.

5. Merek sebagai perusahaan

Pada tahap ini, merek memiliki identitas kompleks dan banyak point kontak antara konsumen dan merek. Karena merek sama dengan perusahaan, maka konsumen akan mempersepsikan merek (perusahaan) dengan cara yang sama.

Perbedaan antar merek mengacu pada persepsi konsumen yang akan lebih mungkin untuk melihat perbedaan dalam sifat yang ditawarkan oleh berbagai merek suatu produk dan hasilnya yang lazim adalah kesetiaan atau loyalitas yang lebih besar ketika preferensi didasarkan atas keterlibatan yang dirasakan tinggi.

Gambar

Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Referensi

Dokumen terkait

Tersangka/terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses

Menyatakan bahwa laporan Karya Tugas Akhir berjudul “Perancangan Buku Digital Cerita Bergambar ‘Trapsila’ Sebagai Media Pembelajaran Untuk Berpendapat Berdasarkan

Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsumsi zat gizi bagi manula, konsumsi zat gizi rata-rata, status gizi manula melalui BB dan TB,

Setelah daripada itu, merujuk pula kepada keterangan yang dinyatakan oleh Sheikh Daud al- Fatani khususnya keterangan daripada nas al-Qur'an dan hadith,

Di antara keutamaan bersedekah adalah bahwa apabila sedekah tersebut dari harta yang halal dan dikeluarkan karena Allah semata maka Allah akan menerimanya dengan

Penelitian bertujuan untuk:1) mengetahui karakteristik modul berbasis GIL; 2) menguji kelayakan modul pembelajaran berbasis GIL; dan 3) menguji keefektivan modul

Etilen oksida bereaksi dengan asetil klorida pada suhu yang sedikit ditinggikan dengan adanya hidrogen klorida untuk memberi asetat dari etilen kloridrin.

Dalam penyusunannya tertuang kinerja utama dari Pengadilan Agama Banggai yang didukung oleh Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2020, dimana kinerja tersebut