• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLAKUAN KORBAN DAN TERSANGKA DALAM HUB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLAKUAN KORBAN DAN TERSANGKA DALAM HUB"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PERLAKUAN KORBAN DAN TERSANGKA DALAM HUBUNGAN TINDAK PIDANA YANG DITINJAU LANGSUNG DARI HAK ASASI

MANUSIA

TUGAS KULIAH : KEBIJAKAN KRIMINAL

DISUSUN OLEH

SIGIT ATMO ARWENDO, S.STP

NIM : 091414453005

PROGRAM STUDI

MAGISTER SAINS HUKUM DAN PEMBANGUNAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(2)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hukum dengan tegas telah mengatur perbuatan-perbuatan manusia yang bersifat lahiriyah, dan hukum mempunyai sifat untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan para warga masyarakat. Dengan demikian hukum mempunyai sifat memaksa dan mengikat, walaupun unsur paksaan bukanlah merupakan unsur yang terpenting dalam hukum, sebab tidak semua perbuatan atau larangan dapat dipaksakan. Dalam hal ini, memaksakan diartikan sebagai suatu perintah yang ada sanksinya apabila tidak ditaati, dan sanksi tersebut berwujud sebagai suatu

penderitaan yang dapat memberikan penjeraan bagi si pelanggar hukum.

Di dalam suatu negara hukum atau Rule of law sesungguhnya mempunyai sendi-sendi yang sifatnya universal dan bahkan cukup fundamental, seperti pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi, adanya aturan hukum yang mengatur tindakan negara atau pemerintah dalam arti tindakan aparatur negara tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam hal ini tentunya, akan membawa konsekuensi pada hukum pidana khususnya.1

Negara Indonesia, dalam menjalankan kehidupan bernegara, memerlukan adanya hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat, sehingga segala bentuk kejahatan dapat diselesaikan dengan seadil-adilnya. Dengan adanya hukum dapat menghindarkan pelanggaran yang dapat dilakukan oleh masyarakat ataupun penegak hukum itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kaidah-kaidah hukum yang dapat dipergunakan oleh negara Indonesia dalam mengatur tatanan kehidupan dalam masyarakat.

(3)

sebagai negara hukum dalam arti yang sesungguhnya. Dalam melindungi hak warga negara dan menciptakan proses hukum yang adil mencakup sekurang-kurangnya :2

a. Perlindungan dari tindakan sewenang-wenang dari pejabat negara; b. Pengadilan yang berhak menentukan salah tidaknya tersangka/terdakwa; c. Sidang Pengadilan harus terbuka untuk umum (tidak boleh bersifat

rahasia);

d. Tersangka dan terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela diri sepenuhnya.

Konsep negara berdasarkan hukum di Indonesia mengandung prinsip-prinsip yang mencakup unsur-unsur perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), pemisahan kekuasaan, setiap tindakan pemerintahan harus didasarkan pada peraturan Undang-Undang dan adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri.3

Negara Republik Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), penghayatan, pengamalan dan pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kewajiban warga negara untuk keadilan tidak boleh diabaikan oleh setiap warga negara, penyelenggara negara, lembaga negara dan lembaga

kemasyarakatan di pusat dan di daerah yang perlu terwujud pula dalam dan dengan hukum acara pidana.

Termasuk korban kejahatan dan tersangka/terdakwa, dimana mereka berdua juga mendapatkan hak asasi manusia yang harus diberikan oleh hukum dalam menyidik. Seperti korban kejahan mendapatkan hak seperti keamanan, keselamatan dan rahasia korban oleh pihak penyidik harus bisa menjaganya agar tidak di interprendesi agar tidak mendapat ancaman dari pihak luar.

Sedangkan tersangka adapun asas yang mengatur tentang perlindungan terhadap hak asasi atau keluhuran harkat dan martabat manusia telah

2 Mien Rukmini, Perlindungan HAM melalui Asas Praduga tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan dalam Hukum pada Peradilan Pidana Indonesia. Bandung : ALUMNI. 2003. Hal 32

(4)

dituangkan/diaturan dalam KUHAP dan dijabarkan menjadi 10 asas sebagai berikut :

a. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan perbedaan perlakuan

b. Penagkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang dibari wewenang oleh Undang-Unadang

c. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan di muka hukum sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

d. Keadan seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadilin tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya, atau hukum yang diterapkan wajib diberikan ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidik dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilarang, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukum adminitrasi.

e. Peradilan yang dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara kosenkuen dalam seluruh tingkat peradilan.

f. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.

g. Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penagkapan dan atau penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberikan haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan meminta batuan penasehat hukum

h. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa i. Sideng pemeriksaan pengadilan adalah sidang terbuka untuk umum

(5)

j. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik unuk melakukan penulisan makalah ilmiah ini dengan judul “Perlakuan Korban Dan Tersangka Dalam Hubungan Tindak Pidana Yang Ditinjau Langsung Dari Hak Asasi Manusia”

1.2. Masalah Pokok

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka yang menjadi pokok dalam makalah ilmiah ini adalah :

1. Apakah hak-hak yang dimiliki tersangka dan terdakwa dalam hak asasi manusia

2. Apakah ada pelindungan bagi saksi dan korban kejahatan dalam hak-haknya dalam ringkup hak asasi manusia

(6)

PENDAHULUAN 2.1. Hak Tersangka Dan Terdakwah

Semenjak tergulingnya Orde Baru dan bergantinya era perubahan atau yang sering dikenal dengan Reformasi pada tahun 1998 dan serta berganti Demokrasi pada tahun 2000 di Indonesia, membuat masyarakat bebas berpendapat dan pemerintah wajib menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dinegara ini, termasuk hak dari pelaku (tersangka dan terdakwah) dari tindak pelanggaran hukum di Indonesia. Apalagi yang dikatakan negara hukum seperti Indonesia harus menjunjung tinggi Hak dari setiap tersangka/terdakwa antara lain:4

1. Hak Untuk Segera Mendapatkan Pemeriksaan

Tersangka berhak untuk segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya segera diajukan kepada penuntut umum dan oleh penuntut umum segera diajukan ke pengadilan untuk segera diadilkan (pasal 50 KUHAP);

Dalam penjelasan pasal 50 KUHAP diterangkan bahwa diberikan hak kepada tersangka atau terdakwa dalam pasal ini adalah untuk menjauhkan kemungkinan terkantung-kantungnya nasib seseorang yang disangka

melakukan tindak pidana terutama mereka yang dikenakan penahanan, jangan sampai lama tidak mendapatkan pemeriksaan sehingga dirasakan tidak adanya kepastian hukum, adanya perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar.

Untuk mempersiapkan membelaan, tersangka/terdakwah berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa mengerti olehnya tentang apa yang disangkakan dan didakwakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai (pasal 51 KUHAP).5

4 HMA Kuffal. Penyerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang ; KDT, 2011 hal. 134

(7)

Dalam penjelasaan pasal 51 huruf a KUHAP diterapkan bahwa dengan diketahui serta dimengerti oleh orang yang disangka melakukan tindakan pidana tentang perbuatan apa yang sebenarnya disangka telah dilakukan olehnya maka ia akan merasa terjamin kepentingannya untuk mengadakan persiapan dalam usaha pembelaan.

Dengan demikian ia akan mengetahui berat ringannya sangkaan terhadap dirinya sehingga selanjutnya ia akan dapat mempertimbangkan pembelaan yang dibutuhkan, misalnya perlu atau tidaknya ia mengusahakan bantuan hukum untuk pembelaan itu tersebut.

2. Hak Memberikan Keterangan Secara Bebas

Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwah berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim. Dalam penjelasan pasal 52 KUHAP diterangkan bahwa supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang dari yang sebenarnya maka tersangka atau terdakwah harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh kerena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa. Ketentuan pada pasal 52 KUHAP tersebut

merupakan penjabaran dari asas fair play/kewajaran dalam proses peradilan (beginsel van fair play in het proses).

Berdasarkan pasal 422 KUHP perbuatana memaksa orang/ tersangka/ terdakwa secara fisik atau psikis untuk memberikan pengakuan/keterangan diancam dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun.

Keterangan/pengakuan yang diperoleh secara paksa merupakan

keterangan/ pengakuan yang tidak sah dan karena itu menurut hukum tindak mempunyai kekuatan pembuktian.

3. Hak Untuk Mendapatkan Bantuan Juru Bahasa

Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidik dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu (waktu jam kerja kantor) mendapatkan bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 177 KUHAP. Dan dalam hal tersangka atau terdakwa bisu atau tuli diberlakuakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada 178 jo pasal 53 KUHAP.

(8)

yang sebenarnya disangkakan/ didakwakan. Untuk itu maka tersangka/ terdakwa berhak mendapatkan bantuan juru bahasa.

4. Hak Mendapat Bantuan Penasehat Hukum

Guna kepentingan pembelaan, terdakwa/tersangka berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang (pasal 54 KUHAP). Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya (pasal 56 KUHAP).

Ketentuan yang diatur dalam pasal 54 dan 55 KUHAP merupakan jaminan bagi tersangka/terdakwa untuk setiap waktu ia memerlukan bantuan ia berhak memilih sendiri penasihat hukum sesuai dengan yang ia kehendaki pada setiap tingkat pemeriksa. Akan tetapi untuk pemeriksaan pada tingkat penyidik penasehat hukum tersangka belum dapat melakukan pembelaan seperti yang terjadi pada tingkat pemeriksaan disidang pengadilan, karena pada pemeriksaan penyidikan Penasehat Hukum hanya dapat mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif dalam arti hanya boleh mendamping tersangka dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan (within sight and within hearing). Dan untuk tidak pidana terhadap keamanan negara Panasehat Hukum dapat melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka within sight but not within hearing (Pasal 115 KUHAP).

5. Hak Menghubungi Penasehat Hukum

Tersangka/terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dan bagi tersangka/terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya (pasal 57 KUHAP).

Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal 71 ayat 1 KUHAP

hubungan tersangka/terdakwa dengan penasehat hukum sesuai dengan tingkat pemeriksaan diawasi oleh penyidik, penuntut umum atau petugas LP/RUTAN tanpa mendengar isi pembicaraannya. Dalam hal kejahatan terhadap

(9)

tersangka/terdakwa dengan penasehat hukum dapat mendengar isi pembicaraan (pasal 71 ayat 2 KUHAP).

6. Hak Mendapatkan Kunjungan Dokter Pribadi

Tersangka/terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak (pasal 58 KUHAP), serta berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilannya, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka/terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka/terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya (pasal 59 KUHAP).

Disamping hak tersangka/terdakwa sebagaimana diatur dalam pasal 59 KUHAP, berdasarkan pasal 21 ayat 3 KUHAP kepada para pejabat penegak hukum (penyidik, penuntut umum dan hakim) yang melakukan tindakan penahanan, diwajibkan mengirim/memberikan tembusan surat perintah/ penetapan penahanan kepada keluarga tersangka/terdakwa dan bagi

tersangka/terdakwa warga negara asing tembusan surat perintah/penetapan penahanan dikirimkan dialamatkan kepada perwakilan negaranya.

7. Hak Menerima Kunjungan Keluarga

Menghubungi dan menerima kunjungan keluarga dari pihak yang

mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk mendapatkan bantuan hukum. (pasal 60 KUHAP)

Secara langsung atau melalui perantaran penasehat hukumnya

menghubungi dan menerima kunjungan keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka/terdakwah untuk kepentingan

perkerjaan atau kepentingan kekeluargaan. (pasal 61 KUHAP). 8. Hak Menerima Dan Mengirim Surat

(10)

Surat menyurat antara tersangka/terdakwa dengan penasehat hukumnya atau keluarganya tidak diperiksa penyidik/ penuntut umum/ hakim atau pejabat rutan, kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat itu disalah gunakan

Dalam hal surat menyurat untuk tersangka/terdakwa itu diperiksa oleh penyidik/ penuntut umum/ hakim/ pejabat rutan , hal ini diberitahu dengan tersangka/terdakwa dan surat tersebut dikirim kembali kepada pengirimnya setelah dibubuhi cap yang berbunyi “telah ditilik” (pasal 62 KUHAP) 9. Hak Menerima Kunjungan Rohaniwan Dan Diadili Secara Terbuka

Untuk Umum.

 Tersangka/terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan (pasal 63 KUHAP)

 Terdakwa berhak diadali di sidang pengadilan terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).

10. Hak Mengajukan Saksi Yang Menguntungkan

Tersangka/terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seorang yang memiliki keahlian khusus guna meberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya (pasal 65 KUHAP).

Saksi yang diajukan oleh tersangka/terdakwa disebut dalam bahasa Prancis saksi a de charge yaitu saksi yang meringankan/ menguntungkan

tersangka/terdakwa, sebagai lawan dari saksi a charge yang diajukan oleh penuntut umum, yaitu saksi yang keterangannya memberatkan/merugikan tersangka/terdakwa.

Dalam pemeriksaan penyidik keterangan saksi a charge maupun a de charge oleh penyidik harus dituangkan dalam BAP yang selanjutnya dihimpun dalam satu berkas perkara hasil penyidik untuk diserang kepada penuntu umum guna dipertimbangkan apakah telah memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke PN atau dihentikan penuntutannya.

Permintaan tersangka untuk pemeriksaan saksi a de charge dalam praktik hukum tidak selalu dikabulkan oleh penyidik kalau dinilai dapat menghambat pemeriksaan dan atau bertentangan dengan asas pemeriksaan cepat, sederhana dan biaya ringan.

(11)

tercantum dalam surat perlimpahan perkara dan atau yang dimintak oleh terdakwa atau penasehat hukum atau penuntut umum selama persidangan berlangsung atau sebelum dijatuhkannya putusan hakim ketua sidang wajib mendengarkan keterangan saksi tersebut.

11. Hak Meminta Banding

Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk meminta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama (PN) kecuali terhadap putusan bebas (vrijspraak), atau lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechts vervolging) yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat (pasal 67 KUHAP).

Berdasarkan pasal 67 KUHAP tedakwa atau penuntut umum tidak dapat (tidak berhak) meminta pemeriksaan banding terhadap putusan pengadilan negeri (pengadilan tingkat pertama) yang bentuk keputusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan dalam acara cepat.

Sesuai dengan ketentuan tersebut, maka terhadap putusan lepas dari segala tuntutan hukum (LDSTH) yang tidak menyangkut masalah kurang tepat penerapan hukum, misalnya putusan lepas dari segala tuntutan hukum karena terbukti perbuatan terdakwa bukan meruapakan tindakan pidana, penuntut umum dapat meminta pemeriksaan banding.

Adapun yang dimaksud dengan putusan LDSTH yang menyangkut masalah kurang tepatnya penetapan hukum, misalnya dalam pemeriksaan di muka sidang Pengadilan Negeri terbukti bahwa terdakwa melakukan tindak pidana khusus (misalnya tindak pidana korupsi), sedangkan dalam surat dakwaan terdakwa didakwa melakukan tindak pidana umum (penggelapan). Terhadap putusan LDSTH yang demikian penuntut umum tidak dapat meminta banding. Demikian pula terhadap putusan pengadilan negeri dalam acara pemeriksaan cepat (pemeriksaan tindak pidana ringan) terdakwa atau Penuntu Umum tidak dapat memintak banding kalau pidana yang dijatuhkan berbentuk benda. Akan tetapi kalau pidana yang dijatuhkan berbentuk pidana badan/perampasan kemerdekaan, maka terdakwa dapat meminta banding (pasal 205 ayat 3 KUHAP).

(12)

Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitas sebagaimana diatur dalam pasal 95 s/d 97 KUHAP. Tersangka, terdakwa/ terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan dan diadili atau dikenakan tindakan lain ( pemasukan rumah, pengeledahan, dan penyitaan) yang sah menurut hukum/tanpa alasan berdasarkan undang-undang, termasuk penahanan yang lebih lama daripada pidana yang dijatuhkan.

Apabila penangkapan, penahanan, dan tindakan lain sebagaimana dimaksud pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan perkerjaan atau mati, besar ganti kerugian maksimal Rp. 30.000.000 tuntutan ganti rugi tersebut hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 3 bulan sejak pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila perkara dihentikan penyidikannya atau penuntutannya, maka jangka 3 bulan tersebut dihitung sejak saat pemberitahuan berlakunya surat ketetapan penghentian penyidikan/ penuntutan atau penetapan praperadilan.

13. Hak Memperoleh Rehabilitas

Tersangka/terdakwa berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh

pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 97 ayat 1

KUHAP)

Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasrkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan kepengadilan negara diputuskan oleh hakim praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 jo pasal 97 ayat 3

KUHAP. Putusan Hakim praperadilan berbentuk Penetapan KUHAP pasal 96 jo PP nomor 27 tahun 1983 pasal 13 jo 14 ayat 2

Ketentuan mengenai Rehabilitasi yang diatur dalam pasal 97 KUHAP dijabarkan lebih lanjut dalam PP no 27 tahun 1983 BAB V pasal 12 s/d 15.

(13)

“memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya”.

 Amar penetapan dari praperadilan mengenai rehabilitasi berbunyi sebagai berikut :

“memilihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya”.

Pembahasan lebih lanjut mengenai rehabilitasi diuraikan dalam bab tentang rehebilitasi.

14. Asas Praduga Tidak Bersalah

Tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP). Ketentuan ini merupakan penjelmaan dari asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) yang merupakan salah satu asas dalam KUHAP, yaitu seperti orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan yang menyatakan kesalahannya acara pidana

dikenakan asas siapa yang menyangka/mendakwa diwajibkan membuktikan kebenaran dari dakwaannya.

Karena dalam proses pemeriksaan perkara pidana yang membuat/ menyampaikan dakwaan adalah jaksa penuntut umum, maka yang dibebani kewajiban untuk membuktikan kesalahan terdakwa adalah jaksa PU (burden of proof is always on the prosecutor). Akan tetapimenutut ketentuan yang diatur dalam KUHAP dan dalam pratik proses pengadilan perkara pidana pada umumnya Majelis Hakim dalam sidang pengadilan secara aktif juga membuktikan kesalahan terdakwa berdasarkan surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum.

2.2. Hak bagi Saksi atau Korban Kejahatan

RUU KUHAP, dengan melihat landasan dan tujuan penyusunannya, mengarah pada:6

(14)

1. penghormatan nilai-nilai HAM (non diskriminasi, persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

2. supremasi hukum dengan adanya sistem peradilan pidana yang terpadu; 3. adanya kepastian, ketertiban, perlindungan hukum, dan HAM serta

keadilan masyarakat bagi semua pihak baik tersangka terdakwa, saksi maupun korban; dan

4. menyesuaikan dengan berbagai instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Sekalipun demikian, tidak sedikit korban ataupun keluarganya

mempergunakan hak-hak yang telah disediakan. Ada beberapa hak umum yang disediakan bagi korban atau keluarga korban kejahatan, yang meliputi:7

a. Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang dialaminya. Pemberian ganti kerugian ini dapat diberikan oleh pelaku atau pihak lainnya, seperti negara atau lembaga khusus yang dibentuk untuk menangani masalah ganti kerugian korban kejahatan.

b. Hak untuk memperoleh pembinaan dan rehabilitasi;

c. Hak untuk memperoleh perlindungan dari ancaman pelaku; d. Hak untuk memperoleh bantuan hukum;

e. Hak untuk memperoleh kembali hak miliknya; f. Hak untuk memperoleh akses atas pelayanan medis;

g. Berhak menolak menjadi saksi bila hal ini akan membahayakan dirinya. h. Berhak mempergunakan upaya hukum

i. Hak untuk diberitahu bila pelaku kejahatan akan dikeluarkan dari tahanan sementara, atau bila pelaku buron dari tahanan;

j. Hak untuk memperoleh informasi tentang penyidikan polisi berkaitan dengan kejahatan yang menimpa korban;

k. Hak atas kebebasan pribadi / kerahasiaan pribadi, seperti merahasiakan nomor telepon atau identitas korban lainnya.

Setelah sekian lama banyak pihak menunggu lahirnya undang-undang yang secara khusus mengenai perlindungan saksi dan korban, akhirnya pada tanggal 11 agustus 2006, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban, disahkan dan diberlakukan. Sekalipun beberapa

(15)

materi dalam undangundang ini masih harus dilengkapi dengan peraturan

pelaksananya, berlakunya undang-undang ini cukup memberikan angin segar bagi upaya perlindungan korban kejahatan

Dasar pertimbangan perlunya undang-undang yang mengatur perlindungan korban kejahatan (dan saksi) untuk disusun dengan jelas dapat dilihat pada bagian menimbang daripada undang-undang ini, yang antara lain menyebutkan: penegak hukum sering mengalami kesukaran dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku karena tidak dapat

menghadirkan saksi dan atau korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu. Padahal kita tahu bahwa peran saksi atau korban dalam suatu proses peradilan pidana menempati posisi kunci dalam upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku

Keberadaan seorang saksi dan korban sebelum tahun 2006 merupakan suatu hal yang kurang diperhitungkan. Didalam KUHAP sendiri, sebagai suatu bentuk Hir/Rbg, memiliki kecenderungan dalam melindungi hak-hak warga negara yang berstatus tersangka, terdakwa, dan terpidana.8

Namun sering kita lupa bahwa proses pembuktian membutuhkan

keterangan saksi atau saksi korban (korban yang bersaksi). Keberadaan keduanya sering kali tidak dihiraukan oleh aparat penegak maupun hukum di Indonesia. Keselamatan,baik diri sendiri maupun keluarganya pada kasus-kasus tertentu menjadi taruhannya, atas kesaksiannya.

Pada tahun 2003, good will (itikad baik) dari pemerintah untuk melakukan perlindungan terhadap saksi dan korban mulai tampak, tetapi baru sebatas pada kasus- kasus tertentu. Perlindungan hukum yang diberikannya pun hanya dalam peraturan pemerintah (PP) yaitu:

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang tata cara Perlindungan terhadap saksi, penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara Tindak Pidana Terorisme.

(16)

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus bagi Pelapor dan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang.

Baru pada tahun 2006, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan peraturan perundang-undangan berupa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.9 Dimaksud

dengan perlindungan dalam undang-undang ini adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan atau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai

ketentuan undangundang.

Keberadaan saksi dan atau korban memang sangat diperlukan dan

merupakan suatu hal yang harus diperhatikan sebagai satu kesatuan dalam proses pemeriksaan dalam peradilan pidana. Saksi sebagai alat bukti utama ditegaskan dalam Pasal 184 KUHAP, yang menyebutkan: Alat bukti yang sah yaitu:

1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat;

4. Petunjuk;

5. Keterangan terdakwa.

Urutan tersebut bukan hanya urutan, tetapi juga menggambarkan tingkat kekuatan pembuktian, sehingga saksi merupakan alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian utama (nomor satu). Pada prinsipnya perlindungan akan hak-hak seseorang sebagai saksi telah diakomodasikan dalam KUHAP, tetapi mengingat jenis tindak pidana yang semakin beragam dan menimbulkan efek atau akibat bagi keselamatan jiwa dari saksi/korban atau keluarganya, sehingga ada hal-hal khusus yang diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 13 Tahun 2006 tersebut. Hal-hal yang diatur diluar KUHAP sebagai berikut:

1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.

(17)

2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk bentuk perlindungan dan dukungan keamanan.

3. Memberikan keterangan tanpa tekanan. 4. Mendapat penerjemah.

5. Bebas dari pertanyaan yang menjerat

6. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus. 7. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan 8. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan

9. Mendapatkan identitas baru

10. Memperoleh penggantian biaya trasportasi sesuai dengan kebutuhan 11. Mendapatkan nasihat hukum

12. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir.

13. Mendapatkan tempat kediaman baru.

Sementara itu, untuk korban atas pelanggaran HAM Berat, selain berhak atas hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak untuk mendapatkan bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psiko-sosial.10 Perlindungan dan hak saksi

dan korban diberikan sejak tahap penyelidikan dimulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Bahkan, dalam memberikan

kesaksian didepan persidangan, jika karena kehadirannya membuat jiwanya terancam, undang-undang dalam memberikan perlindungan terhadap saksi atau korban atau pihak keluarga dengan cara melakukan kesaksian tanpa kehadirannya di pemeriksaan depan persidangan. Atau seperti contoh dalam Kasus Nazaruddin dengan saksi Terpidana kasus suap Wisma Atlet Mindo Rosalina Manullang ketika ia dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan ia dikawal atau dijaga ekstra oleh pihak keamanan karena dikatakan bahwa Rosa mendapat ancaman atau teror dari anak buah Nazarudin diluar.11

Hal ini merupakan salah satu perwujudan dari lahirnya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 dimana keselamatan dari seorang saksi menjadi prioritas

10 Rocky Marbun, Op.Cip. hal. 88

(18)

dari lembaga yang dibentuk oleh Undang-undang tersebut atau sering disebut dengan LPSK. Bahkan pada saat Rosa bersaksi dia memakai rompi anti peluru sebagai bentuk upaya perlindungan.

keselamatan atas dirinya dari ancaman yang walaupun menurut penulis ini sedikit berlebihan mengingat sudah banyak aparat keamanan yang berjaga diluar pengadilan. Akan tetapi jika hal tersebut membuat seorang saksi nyaman maka tidak ada salahnya diberikan perlindungan yang seperti itu. Pasal 10 UU Nomor 13 Tahun 2006 memberikan jaminan kepada warga masyarakat yang memiliki itikad baik untuk melaporkan tindak pidana dan juga saksi yang memberikan kesaksiannya bahwa berdasarkan kesaksiannya tersebut ia tidak dapat dapat dituntut, baik secara pidana maupun gugatan secara perdata dan seorang saksi yang juga tersangka untuk kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam

meringankan pidana yang akan dijatuhkan.12 Ini merupakan perlindungan hak

asasi seorang saksi yang diharapkan dapat memberikan keterangan sehingga terjadi kejelasan dalam suatu perkara serta menjauhkannya dari perasaan tertekan dan takut.

Dalam melakukan perlindungan atas hak-hak saksi dan korban,

pemerintah membentuk suatu lembaga yang disebut Lembaga Perlindungan Saksi dan korban (LPSK) seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Lembaga ini bertanggung jawab langsung kepada presiden. Permohonan agar terlindunginya hak-hak saksi atau korban dapat diajukan kepada LPSK tersebut. Namun, tidak serta merta permohonan tersebut disetujui, karena berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 13 Tahun 2006, ketua LPSK melakukan penelitian terhadap kasus tertentu dan dituangkan dalam keputusan LPSK.13

Pada pasal 44 undang-undang nomor 13 tahun 2006 menyatakan bahwa pada saat undang-undang ini diundangkan, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan terhadap saksi dan atau korban dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.14

12 H.R. Abdussalam, Kriminologi, Jakarta: Restu Agung, 2007, hlm 147

13 Ibid, hlm 150

(19)
(20)

BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN 3.1. KESIMPULAN

Hukum dengan tegas telah mengatur perbuatan-perbuatan manusia yang bersifat lahiriyah, dan hukum mempunyai sifat untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan para warga masyarakat. suatu negara hukum atau Rule of law

sesungguhnya mempunyai sendi-sendi yang sifatnya universal dan bahkan cukup fundamental, seperti pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi, adanya aturan hukum yang mengatur tindakan negara atau pemerintah dalam arti tindakan aparatur negara tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Negara Republik Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), penghayatan, pengamalan dan pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kewajiban warga negara untuk keadilan tidak boleh diabaikan oleh setiap warga negara,

penyelenggara negara, lembaga negara dan lembaga kemasyarakatan di pusat dan di daerah yang perlu terwujud pula dalam dan dengan hukum acara pidana.

Termasuk korban kejahatan dan tersangka/terdakwa, dimana mereka berdua juga mendapatkan hak asasi manusia yang harus diberikan oleh hukum dalam menyidik. Seperti korban kejahan mendapatkan hak seperti keamanan,

(21)

dan dijabarkan menjadi 14 hak dalam tersangka/terdakwa yang bisa dimiliki dan berhak didapatkan, antara lain :

1. Hak Untuk Segera Mendapatkan Pemeriksaan 2. Hak Memberikan Keterangan Secara Bebas 3. Hak Untuk Mendapatkan Bantuan Juru Bahasa 4. Hak Mendapat Bantuan Penasehat Hukum 5. Hak Menghubungi Penasehat Hukum

6. Hak Mendapatkan Kunjungan Dokter Pribadi 7. Hak Menerima Kunjungan Keluarga

8. Hak Menerima Dan Mengirim Surat

9. Hak Menerima Kunjungan Rohaniwan Dan Diadili Secara Terbuka Untuk Umum

10. Hak Mengajukan Saksi Yang Menguntungkan 11. Hak Meminta Banding

12. Hak Menuntut Ganti Kerugi 13. Hak Memperoleh Rehabilitas 14. Asas Praduga Tidak Bersalah

3.2 SARAN

Hak asasi manusia pada dasarnya ada sejak manusia dilahirkan, karena hak tersebut melekat sejak keberadaan manusia itu sendiri. Akan tetapi, persoalan hak asasi manusia baru mendapat perhatikan ketika mengimplementasikannya dalam kehidupan bersama manusia. Ia mulai menjadi perhatian manakalah ada hubungan dan keterikatan antara individu dan masyarakat.

Hak asasi manusia juga terdapat pada terdakwa/tersangka yang dikenakan hukum yang berlaku, dimana hak tersebut terhadap terdakwa/tersangka

(22)

Dimana sebelum dibuat undang-undang tersebut korban dari kejahatan maupun saksi tidak memiliki perlindungan hukum yang jelas dalam melindungi hidupnya ketika memberi pertanyaan seputar tindak pidana terhadap penyidik dalam menegakkan hukum yang berlaku.

Terhadap terdakwa/tersangka dan saksi/korban kejahatan sangat perlu peran aktif dari pemerintah dalam melindungi dan menjaga hak dari setiap

individu pada dua pelaku tersebut. Hukum yang tegas dan perlindungan hak asasi manusia sangat diperlukan oleh dua objek pelaku dari terdakwa/tersangka maupun saksi/korban kejahatan dalam hal dimata hukum.

Dizaman era demokrasi di Indonesia pada abad ini, perlindungan hak asasi manusia sudah banyak terjadi perubahan kearah yang lebih baik, terhadap hukum yang berlaku untuk setiap rakyatnya. Dimana itu dituangkan langsung melalui KUHAP dan Undang-Undang yang berlaku dalam melidungi dan memberi hak kepada masyarakatnya tanpa ada pandang bulu, sehingga negara yang berdasarkan hukum atau Rule of law merupakan hal yang perlu dimiliki oleh negara hukum agar bisa berjalan sesuai dengan cita-cita bangsa dan hal yang positif dalam menegakkan hukum yang berlaku.

(23)

1. Djoko Prakoso.Upaya Hukum yang di atur dalam KUHAP,Jakarta: Ghalia Indonesia,1984,

2. Mien Rukmini, Perlindungan HAM melalui Asas Praduga tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan dalam Hukum pada Peradilan Pidana

Indonesia. Bandung : ALUMNI. 2003

3. Kusnardi Moh dan Ibrahim Harmaily, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT. Sastra Hudaya, 1983

4. HMA Kuffal. Penyerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang ; KDT, 2011

5. Departemen Kehakiman Republik Indonesia. Pendoman Pelaksanaan KUHAP. Jakarta; DEPKEH, 1982

6. Kutipan dari RUU KUHAP

7. Muhadar, Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana, Surabaya: PMN , 2010

8. Rocky Marbun, Cerdik dan Taktis Menghadapi Kasus Hukum, Jakarta :Visi Media, 2010

9. Tribunnews.com, Rosa Pakai Rompi Anti Peluru di Sidang Nazaruddin, 16 Januari 2012

10. H.R. Abdussalam, Kriminologi, Jakarta: Restu Agung, 2007

Referensi

Dokumen terkait

umur age specific marital fertility rate; banyaknya kelahiran selama satu tahun untuk setiap wanita yang berstatus kawin dalam kelom- p0k umur 5 tahunan tertentu per 1000

[r]

D. Kendaraan yang digunakan untuk pergi dan pulang beraktivitas disebut alat transportasi. Alat transportasi disebut pula sarana pengangkut. Saran pengangkut sangat

[r]

Dengan demikian jika guru melakukan upaya-upaya (menanamkan pentingnya membaca Al-Qur'an, pengembangan belajar kreatif dengan pengoptimalan metode sugestopedia, drill dan

engukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan

Kebijakan khusus yang selalu kita ambil yang pasti kita menyiapkan kader- kader peduli lingkungan baik di tingkatan sekolah, mahasiswa maupun pemuda sehingga dengan

Kesimpulan: Asuhan persalinan yang komprehensif telah dilakukan dengan baik dengan asuhan sayang ibu dan penerapan akupresur dapat mengurangi nyeri persalinan kala I.. Kata Kunci