• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ASEAN DALAM MENANGANI ISU TERORISME DI KAWASAN ASIA TENGGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN ASEAN DALAM MENANGANI ISU TERORISME DI KAWASAN ASIA TENGGARA"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

i PERAN ASEAN DALAM MENANGANI ISU TERORISME DI KAWASAN

ASIA TENGGARA Skripsi

Disusun dan diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP)

Strata-I

Ilmu Hubungan Internasional

Oleh :

Indela Maymori NIM. 201010360311111

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’ alamin, segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta izin – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran ASEAN dalam Menangani Isu Terorisme di Kawasan Asia Tenggara.” Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan

membimbing penulis, baik tenaga, ide – ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Ruli Inayah Ramadhoan,M.Si dan Bapak M. Syaprin Zahidi,

MA sebagai Pembimbing yang memberikan arahan, ilmu pengetahuan,

pengalaman, dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

2. Kedua Orang tua penulis, Bapak Yufendri dan Ibu Desmayarti yang tak hentinya berdo’a, memberikan dukungan dan semangat nya pada penulis. Maaf telah membuat mama sama bapak dirumah khawatir

dan menunggu hingga selesei. Terima kasih atas kasih sayangnya.

3. Uda tersayang satu – satunya di dunia ini Ray Farandi, terima kasih atas dukungan dan menjadi Uda yang baik. Cepat seleseikan skripsinya

Uda Randi.

4. Para narasumber yang banyak memberikan data, dimulai dari Mbah

Google hingga menyebar dan memberikan banyak data untuk

menyeleseikan penelitian ini, yap... dimulai dari google.

5. Bapak – bapak dan Ibu – ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional yang telah membimbing selama ini terima kasih banyak.

(7)

vii yasudahlah... dan kak Fani, serta teman – teman HI angkatan 2010 kelas A,B,C sama – sama berjuang juga. Terima kasih.

7. Kepada keluarga penulis ibuk Fatmawati, Uni Ija, Poppy, Uda Tomi

serta semua keluarga yang di Sumbawa, juga Bunda di padang, Mak

Uniang, Uni Nenen, Tiwi dan seluruh keluarga besar dipadang terima

kasih atas perhatian dan kepeduliannya, juga semua orang yang

penulis pernah kenal. Terima kasih

8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyeleseikan skripsi ini

terima kasih banyak.

Semoga dengan segala bantuan yang diberikan mendapat imbalan di dari

Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Penulis menyadari penulisan skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun

dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan – perbaikan kedepan.

Malang, 09 Desember 2014

(8)

viii DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan Penelitian ... 7

1.4Manfaat Penelitian ... 7

1.5Penelitian Terdahulu ... 8

1.6Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori ... 19

1.7Metodologi Penulisan ... 29

1.8Hipotesis ... 33

1.9Sismatika Penulisan ... 33

BAB II Isu Terorisme dan Peran ASEAN dalam Menangai Isu Terorisme 2.1Isu Terorisme di kawasan Asia Tenggara 2.1.1 Bentuk Terorisme di Asia Tenggara ... ..35

2.1.2 Kelompok Terorisme di Asia Tenggara ... 43

(9)

ix BAB III Alasan ASEAN dalam Perang Melawan Terorisme

3.1Peran ASEAN dalam menangani Isu Terorisme di kawasan Asia

Tenggara ... 67

3.2Alasan ASEAN fokus berperan terhadap Isu Terorisme di Asia

Tenggara melalui Rezim Internasional ...79

(10)

x DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Posisi Penulisan ... 17

Tabel 1.2 Kelompok Terorisme di Asia Tenggara ... 45

Tabel 1.3 Pemimpin – pemimpin kelompok Abu Sayyaf ... 52 Tebel 1.4 Badan yang dibentuk untuk membantas terorisme oleh Negara – negara Anggota ASEAN ... 64

(11)

xi DAFTAR BAGAN

Gambar A. Struktur Organisasi Jemaah Islamiyah ... 48

Gambar B. Hubungan Antara Kelompok Terorisme di Asia Tenggara ... 55

Gambar C. Terorisme Pada Perang Dingin, Setelah Perang Dingin dan Pasca 9/11

(12)

xii DAFTAR SINGKATAN

ASEAN Association South East Asian Nation

ARF ASEAN Regional Forum

ACCT ASEAN Convention on Counter Terrorism

KTT Konferensi Tingkat Tinggi

KSAD Kepala Staf Angkatan Darat

ACAMM ASEAN Chief of Army Multilateral Meeting

AS Amerika Serikat

PBB Persatuan Bangsa – Bangsa

AMMTC ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime

CFT Convention on Financing Terrorism

JI Jemaah Islamiyah

ASG Abu Sayyaf Group

NPA New People's Army

MILF Moro Islamic Liberation Front

WTC World Trade Center

PULO Pattani United Liberation Organization

KMM Kumpulan Mujahidin Malaysia

PNP Phlippine National Police

ATTF Anti-Terrorism Task Force

AFP Armed Forces of Philippines

AMMTC+3 ASEAN Plus Three Ministerial Meeting on Transnational Crime

SOMTC+3 Senior Officials Meeting on Transnational Crime

JCLEC Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation

ACPoA on CT ASEAN Comprehensive Plan of Action on Counter Terrorism

(13)

xiii

ASM Asia-Europe Meeting

TTCTF Terrorisme and Transnational Crime Tassk Force

NSC The National Security Council

THAI – MECC Thailand Maritime Enforcement Coordination Center ISA Internal Security Act

AML/CFT Strategic anti – money Loundering and Countering the Financing of Terrorism

ARMM Autonomous Region of Muslim Mindanao

RCAF Royal Cambodian Army Forces

NCTC Cambodian National Counter Terrorism Committee

SEANWFZ South-East Asia Nuclear Weapon Free Zone

CTC Counter Terrorism Committee

ASEANPOL ASEAN Chiefs Of Police

VAP Viantiane Action Programme

WG on CT Working Group on Counter Terrorism

(14)

xiv DAFTAR PUSTAKA

Buku

Cipto, Bambang, 2007, Hubungan Internasional Di Asia Tenggara, Yogyakarta : Pustaka Pelajar (Hal 237)

Lasina, Aspek Hukum Pemberantasan Terrorisme di Indonesia , Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman

Soetriadi, Ewit, 2008, Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dengan Hukum Pidana, Universitas Diponogoro Semarang

Krasner, S. 1983. International Regime. Cornell University Press, Ithaca

Metodologi Penelitian, Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia

Wibisono, Nuansa, 2014, Kelompok Abu Sayyaf dan Radikalisme di Filipina Selatan : Analisis Organisasi Terorisme – Asia Tenggara

Sulistyo,Adi, 2014, Crime - Terror Nexus di Asia Tenggara, Jakarta

Sudarto, 2009, Manajemen Krisis dalam Penanggulangan Terorisme

Amora,Media, 2010, Arti Strategis Metodologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Ahmad S.,Reza, 2010, Pembentukan Badan Metodologi, FISIP, UI.

Jurnal

Mardenis, Perkembangan Konstelasi Politik Internasional dan Implikasinya Terhadap Politik Hukum Nasional Indonesia dalam Pemberantasan Terorisme,

Jurnal Dinamika Hukum, Vol 11 No.1 Januari 2011, Hal 161 - 174

Muh. Arsyad Maf’ul, Peran Komunitas Keamanan ASEAN dalam Menghadapi Masalah Terorisme, Humanis, Volume XII Nomor 2, Juli 2011, Universitas Negeri Makasar (hal. 145)

(15)

xv Mohamad Faisol Keling, Md. Shukri Shuib, Mohd Na’eim Ajis, and Achmad Dzariean Mohd Nadzr, The Problems of Terrorism in Southeast Asia, Journal of Asia Pacific Studies Vol 1, No 1,2009, Universitass Utara Malaysia, Hal. 27-48

Skripsi dan Tesis

Maya Damayanti, 2012 Kerja Sama ASEAN dalam Menghentikan Aliran Dana Operassional Terorisme Internasional di Asia Tenggara, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dewi Kueniawati (1006743506) , 2012, Peran Strategis Kerjasama Intelejen ASEAN dalam Upaya Pencenggahan Serangan Teroris di Indonesia (Studi Kasus : Kegagalan Intelejen Pada Bom Bali Pertamana 12 Oktober 2002, Tesis Departemen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia Jakarta

Evely Adisa (1006743872), 2012, Rezim Non – Proliferasi Nuklir Internasional dan Program Nuklir Iran, Tesis Pascasarjana Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Jakarta

Danang Suko Wiyono, (05260116), 2010, Pengaruh 11 September 2001 terhadap Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat ke Indonesia dalam War On Terrorism,

Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang.

Adhe Nuansa Wibisono (1206299023), Radilakisasi Mantiqi I : Kompetisi Internal dalam tubuh Jamaah Islamiyah, Universitas Indonesia.

Media Internet

Fakta Tentang Tragedi 11 September, dalam http://forum.viva.co.id/index2.php

(diakses pada 15 April 2014, 09.12 WIB)

Tentara ASEAN Bentuk Unit Kecil Atasi Terorisme, dalam

http://www.tempo.co/nasional/ (diakses pada 18 April 2014, Pukul 16.49 WIB)

Zuhairi Misrawi , Terorisme dan "Politik Kambing Hitam" dalam http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=521&coid=3&caid=22&gid=1 (diakses pada Tanggal 28 April 2014, Pukul 12. 41 WIB)

Lembar Pengertian Terorisme Sesuai UU.No.2 Tahun 2002, dalam

(16)

xvi

Pengertian Terorisme dan Menurut Para Ahli dan Organisasi Terorisme, dalam

http://www.lintas.me/go/sarjanaku.com/pengertian-terorisme-menurut-para-ahli (diakses pada tanggal 05 April 2014, Pukul 12.28 WIB)

Dian Kurnia, 2012, Apa Itu Terorisme?, dalam http://www.tnol.co.id/blog-anda/15707-apa-itu-terorisme.html (diakses pada tanggal 05 April 2014, Pukul 12.45 WIB)

Adeyaka Wuri Aksani Rezim dan Organisasi Internasional, dalam http://adeyaka-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-74596-Rezim Rezim Internasional-Rezim dan Organisasi Internasional.html (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 11.05 WIB)

Euodia Rinthania Kristi, Rezim Internasional dalam http://rinthania-kristi-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-76772-Rezim%20Internasional (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 09.33 WIB)

Krasner, Stephen D. 1982. “Structural Causes and Regime Consequences: Regimes as Intervening Variables.” International Organization 36/2 (Spring). Reprinted in Stephen D. Krasner, ed., International Regimes, Ithaca, NY: Cornell University Press, 1983 Created by Euodia Rinthania Kristi dalam http://rinthania-kristi-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-76772-Rezim%20Internasional (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 10.21 WIB)

Haggard, Stephan & Simmons, Beth A. 1987. “Theories of International Regimes”,International Organization, Vol. 41, No.3 (Summer, 1987). pp. 491-517, dalam http://mandayuanita-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-75033-Rezim%20Internasional-Teori%20Rezim%20Internasional.html (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 16.42 WIB)

Fenomena Terorisme di Asia Tenggara, 2014, dalam

http://www.damailahindonesiaku.com/tinjauan/271-fenomena-terorisme-di-asia-tenggara.html (diakses pada tanggal, 02/09/2014, pukul 10.42 WIB)

Isu Terorisme di Asia Tenggara, 2014, dalam http://jurnalsrigunting.com/ (diakses pada tanggal 25/08/2004, Pukul 09.01 WIB)

Terorisme Di Indonesia: Jaringan Noordin Top ,2006, Crisis Group Asia Report (diakses pada Tanggal 25 Agustus 2014, Pukul 09.26 WIB)

(17)

xvii Baiq Wardhani, 2012, Iredentismes Islamis di Asia Tenggara, dalam http://baiq-

wardhani-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-64327-Umum-Iredentisme%20Islamis%20di%20Asia%20Tenggra.html (diakses pada tanggal 25/08/2014, Pukul 10.57 WIB)

Diane K. Mauzy and Brian L. Job, The U.S. War on Terror: Southeast Asia as a Second Front, U.S. Policy In Southeast Asia, Asian Survey, Vol. XLVII, No. 4,

July/August 2007 (hal 365 – 366) dalam

http://www.hks.harvard.edu/fs/pnorris/Acrobat/Burma_Mauzy_Job.pdf (diakses pada tanggal 16/08/2014, pukul 09.57 WIB)

Engel, Mathew. “US may turn attention to far east terror groups”, The Guardian, dikutip dari Dewitri, Arah Politik Keamanan Amerika Pasca 9/11 untuk Asia Tenggara, 2010, dalam http://dewitri.wordpress.com/about-international-studies/ (diakses pada tanggal 16/08/2014, pukul 10.05 WIB)

Meylysania, 2012, Jaringan Terorisme di Asia Tenggara, dalam

http://meylysania-o-d-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-49131-Umum-JARINGAN%20TERORISME%20DI%20ASIA%20TENGGARA.html (diakses

pada tanggal 01/09/2014, pukul 09.29 WIB)

Mengintip Struktur Jaringan Teroris Jamaah islamiyah, 2010, dalam

http://www.tribunnews.com/nasional/2010/09/24/mengintip-struktur-jaringan-teroris-jamaah-islamiah (diakses pada tanggal 01/09/2014, pukul 09.43 WIB)

Rommel C. Banlaoi, “Al (arakatul Al )slamiyah : Essays On the Abu Sayyaf Group”, Philippine Institute for Political Violence and Terrorisme Research, 2008, dikutip dari Adhe Nuansa Wibisono, S.IP, 2014, Kelompok Abu Sayyaf dan Radikalisme di Filipina Selatan : Analisis Organisasi Terorisme – Asia Tenggara

(diakses pada tanggal 02/09/2014, Pukul 10.56 WIB)

Asia Program Special Report, 2003, Fighting Terrorism On The Southeast Asian

Front, dalam

http://wilsoncenter.org/sites/default/files/Asia%20Report%20112.pdf (diakses pada tanggal 16/08/2014, pukul 12.05 WIB)

Ketahanan Human Security di ASEAN, dalam

(18)

xviii

Igor Dirgantara, Asean Charter, Asean Political Security Community & Isu

keamanan Non-tradisional, dalam

file:///C:/Users/S210/Downloads/Asean%20Charter,%20Asean%20Political%20S

ecurity%20Community%20&%20Isu%20keamanan%20Non-tradisional%20_%20One%20Southeast%20Asia.htm (diakses pada tanggal

10/10/2014, pukul 11.20 WIB)

Faustinus Andrea, 2003, Pasca Tragedi Marriott, dalam http://csis.or.id/ (diakses pada tanggal 10/10/2014, pukul 11.35 WIB)

Reza Ahmad Syaifulah, 2010, Pembentukan Badan Metodologi, FISIP, UI.

Yanyan M. Yani, Keharmonisan Kerjasama Kontra Terorisme Negara – Negara Anggota ASEAN dalam Kerangka ASEAN Security Community, Volume 1 No. 2 Agustus 2012, dalam http://jurnal.unpad.ac.id/jsp/article/view/4103/2452 (diakses pada tanggal 11/10/2014, pukul 11.13 WIB)

Kerjasama ASEAN dan Mitra Wicara, dalam

http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20ASEAN%20dan%20Mitra%2

0Wicara/Kerjasama%20ASEAN%20dan%20Mitra%20Wicara.PDF (diakses pada

tanggal 10/10/2014, pukul 12.28 WIB)

Kerjasama Politik Keamanan ASEAN, dalam

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rj a&uact=8&ved=0CDQQFjAD&url=http%3A%2F%2Fkemlu.go.id%2FDocument s%2FKerjasama%2520Politik%2520Keamanan%2520ASEAN.doc&ei=ihMqVO oizfLxBd_cgsgM&usg=AFQjCNFxkA2aJJDpDEFC4gTlh6MluZmEqQ&sig2=b0 SlJcJSNze140eRqiJf5A (diakses pada tanggal 10/10/2014, pukul 16.23 WIB)

ASEAN Regional Forum, dalam

http://ditpolkom.bappenas.go.id/basedir/Politik%20Luar%20Negeri/3%29%20Ke anggotaan%20Indonesia%20dalam%20Organisasi%20Internasional/1%29%20AS

EAN/Peranan%20Indonesia%20di%20ASEAN/ARF%20Indonesia.pdf (diakses

pada tanggal 20/10/2014, pukul 09.58 WIB)

ASEAN Charter/ Piagam ASEAN, dalam

http://www.kemlu.go.id/Documents/ASEAN%20CHARTER/PiagamASEAN.pdf

(diakses tanggal 20/10/2014, pukul 10.18 WIB)

KTT ASEAN Membahas Penanganan Terorisme, 2011, dalam

http://www.jpnn.com/ (diakses pada tanggal 29/08/2014, Pukul 09.32 WIB)

(19)

xix

Piagam ASEAN, dalam

http://www.kemlu.go.id/Documents/ASEAN%20CHARTER/PiagamASEAN.pdf

(diakses pada tanggal 10/09/2014, pukul 10.41 WIB)

Konvensi ASEAN soal Terorisme Perlu Diratifikasi,2012, dalam

http://www.tempo.co/politik/ (diakses pada tanggal, 29/08/2014, pukul 09.21 WIB)

Terorisme masih menjadi Isu Utama dalam Pertemuan ARF, 2004, dalam

http://tempo.co.id/hg/luarnegeri/ (diakses pada tanggal 10/10/2014, pukul 17.08 WIB)

Peran ASEAN dalam Memerangi Terorisme, dikutip dalam

http://www.aseansec.org/15060.htm (diakses pada tanggal 11/10/2014, pukul 08.41 WIB)

Direktorat Jendral Kerja sama ASEAN, 2010, ASEAN Selayang Pandang, Jakarta : Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Dikutip http://www.policylaundering.org/keyplayers/ASEAN-aseanapol.html

dalam Yanyan M. Yani, Keharmonisan Kerjasama Kontra Terorisme Negara – Negara Anggota ASEAN dalam Kerangka ASEAN Security Community, Volume 1 No. 2 Agustus 2012, dalam http://jurnal.unpad.ac.id/jsp/article/view/4103/2452

(diakses pada tanggal 21/10/2014, pukul 12.13 WIB)

A Kardiyat Wiharyanto, Proses Berdirinya ASEAN, dalam

https://www.usd.ac.id/lembaga/lppm/f1l3/Jurnal%20Historia%20Vitae/vol24no2o

ktober2010/PROSES%20BERDIRINYA%20ASEAN%20kardiyat.pdf (diakses

pada tanggal 22/09/2014, pukul 11.23 WIB)

Keohane, Robert O. (1982). “The Demand for International Regimes”. Dalam Stephen D. Krasner (ed.), International Regimes, Hal. 325-355.. Cambridge University Press dikutip dalam http://muhammad-ahalla-

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isu Terorisme mencuat kembali Pasca peristiwa 9/11 atau dengan

runtuhnya gedung World Trade Center di Amerika Serikat, peristiwa tersebut

menjadi hari buruk bagi pemerintah Amerika dan warganya. Saat itu Bush

Presiden AS kecewa atas kejadian tersebut dan menilai bahwa kejadian itu

merupakan tindakan pengecut untuk menyerang AS dan menyebutnya sebagai

tindakan “Terroris”. AS meyakini peristiwa tersebut dilatarbelakangi oleh Al – Qaeda1 yang dipimpin oleh Osama bin Laden2 yang kerap kali menjadi otak

diberbagai penyerangan seperti pembajakan pesawat ataupun peledakan bom yang

memakan korban tentara AS. Peristiwa 9/11 kerap menjadi pertanyaan bagi

banyak masyarakat di Amerika, mengapa gedung tersebut menjadi sasaran teroris

serta peledakan yang menggunakan pesawat hingga bom untuk menghancurkan

gedung tersebut. Dilansir pada media elektronik bahwa peristiwa tersebut di latar

belakangi oleh sekelompok teroris yang awalnya membajak 4 pesawat jet

penumpang milik AS, dua pesawat dijatuhkan di menara kembar WTC dan runtuh

dalam kurun waktu 2 jam dan pesawat ketiga ditabrakan ke Pentagon di

Arlington, Virginia. Pesawat keempat yang berusaha diambil oleh penumpang

dan berakhir jatuh di Shanksville, Pennsylvania yang semula ditujukan ke

1 Al Qaeda adalah organisasi yang beratasnamakan Islam dengan tujuan melindungi hak hak kaum Islam

yang tertindas di Dunia, menjadikan Jihad sebagai jalan terakhir untuk memerangi pihak – pihak yang menekan kaum islam.

2

(21)

2 Washington D.C. Menurut laporan dari tim investigasi 911 sekitar 3000 jiwa

tewas dalam serangan tersebut.

Fakta lain tentang peristiwa 9/11 adalah selain runtuhnya gedung kembar

WTC terdapat satu gedung lagi yang ikut runtuh yaitu menara WTC 7 yang

memiliki 47 lantai, namun rubuhnya gedung tersebut tidak terlalu terespos dan

dipicu oleh rembetan runtuhnya gedung kembar WTC. Total korban tewas dalam

tragedi 9/11 ini nyaris mencapai 3.000 orang. Korban tewas tersebut tidak hanya

berasal dari Amerika Serikat saja, namun juga negara lain. Korban tewas berasal

dari lebih 80 negara, antara lain Jepang, Irlandia, Inggris, Australia, Selandia

Baru, Swiss, India, Meksiko, Brasil, Afrika Selatan, Kanada, termasuk Indonesia.

Namun warga asing yang paling banyak menjadi korban berasal dari Inggris, di

mana dari total 372 warga asing yang tewas, sekitar 67 orang di antaranya

berkewarganegaraan Inggris.3

Terorisme menjadi penting sejak terjadinya peristiwa 9/11 kampanye anti

– terorisme yang dilancarkan presiden Bush telah menjadikan Asia Tenggara sebagai “Front Kedua” setelah Afghanistan. Asia Tenggara menjadi target kampanye terorisme karena dua hal pertama, mayoritas penduduk dikawasan ini

beragama Islam. Kedua, dikawasan Asia Tenggara terdapat beberapa kelompok

minoritas Islam yang cendrung keras dalam menyampaikan aspirasi mereka.

Selain di Indonesia aksi terorisme pun terjadi di Philipina dan Malaysia.4 Di

Indonesia isu terorisme berawal dari kasus pemboman yang terjadi di Bali 1 dan

3

Fakta Tentang Tragedi 11 September, dalam http://forum.viva.co.id/index2.php (diakses pada 15 April 2014, 09.12 WIB)

4

(22)

3 2, peledakan Hotel JW Marriot, peledakan beberapa gedung kedutaan, dan

peledakan beberapa tempat ibadah. Kemudian Malaysia yang warga negara

bermayoritas Islam serta Philiphina dan Thailand dengan kelompok kecil Islam

yang membentuk komunitas. Salah satu latar belakang tersebut tidak dipungkiri

adanya jaringan teroris yang terbentuk dan saling berkaitan.

Beberapa hal yang telah dilakukan ASEAN untuk menindak lanjuti isu

terorisme yang berkembang adalah dengan saling bertukar informasi antar setiap

negara tentang ancaman teroris, membentuk ruang diskusi yang disebut sebagai

ARF (ASEAN Regional Forum) yang bermanfaat menjalin komunikasi dan

bertukar informasi. ASEAN sepakat membentuk suatu kelompok kerja yang

disebut Inter- Sessional Meeting on Counter Terrorisme and Transnational Crime

untuk mengembangkan kerjasama ARF dalam memerangi Terorisme. Untuk

memperkuat kerjasama, ASEAN juga menyusun dan mentandatangani ASEAN

Convention on Counter Terrorisme (ACCT, Saat KTT ASEAN ke – 12 di Cebu – Filiphina pada tanggal 13 Januari 2007.5 Konvensi tersebut merupakan instrument

penting yang memberikan dasar hukum yang kuat guna meningkatkan kerjasama

untuk pencegahan penanggulangan dan pemberantasan Terrorisme.

Selain itu tahun 2004 tentara ASEAN sepakat membentuk unit kecil

untuk memberantas aksi Terroris. terutama untuk negara-negara yang berbatasan,

baik dalam bentuk bilateral maupun multilateral, guna mengantisipasi ancaman

terorisme. dari sembilan negara ASEAN lainnya, yaitu Malaysia, Singapura,

5 Maya Damayanti, 2012 Kerja Sama ASEAN dalam Menghentikan Aliran Dana Operassional Terorisme

(23)

4 Thailand, Filipina, Laos, Myanmar, Vietnam, Kamboja dan Brunei Darussalam

mengatakan, pembentukan unit-unit itu sebagai realisasi kerja sama tentara darat

ASEAN dalam menghadapi terorisme. Pertemuan KSAD (Kepala Staff Angkatan

Darat) ASEAN ini merupakan pertemuan rutin tahunan yang disebut ASEAN

Chief of Army Multilateral Meeting (ACAMM). Selain sepakat menghadapi

acaman terorisme, KSAD ASEAN juga sepakat meningkatkan kerja sama di

bidang militer, seperti tukar-menukar siswa (prajurit), informasi, lomba tembak,

diskusi militer dan kegiatan lainnya untuk meningkatkan profesionalisme dan

interaksi sesama prajurit ASEAN.6

Mengingat Konvensi ASEAN mengenai pemberantasan Terorisme bahwa

Isu terorisme tersebut tidak dapat di kaitkan oleh agama, kewarganegaraan,

ataupun kelompok etnis. Isu terorismepun menjadi isu yang serius yng dapat

mengancam hidup manusia apabila tidak di tindaklanjuti. Melihat dari Konvensi

yang dilakukan ASEAN sederet rangkaian telah di upayakan oleh ASEAN untuk

mengatisipasi pemberantasan aksi teroris, namun aksi tersebut tetap saja mampu

terjadi diluar kemampuan dan pengawasan pemerintah sehingga banyak pihak

yang menjadi terancam. Dalam konvensi ASEAN juga di jelaskan bahwa aksi

terorisme tidak boleh disangkut pautkan oleh agama tetapi yang terjadi justru

sebaliknya. Islam kerap disangka sebagai pelaku utama dalam aksi teroris. Belum

lagi beberpa pelaku yang berlatarkan muslim sehingga Amerika melihat bahwa

Asia Tenggara dalam sarang terorisme setelah peristiwa 9/11.

6

(24)

5 Melihat dari rentetan peristiwa atau aksi teroris di Indonesia yang terjadi

seperti maraknya pemboman dan aksi bom bunuh diri, lalu beberapa pelaku

teroris yang telah diketahui identitasnya dan berada dalam kawasan Asia

Tenggara. Penangkapan Agus Budiman di Amerika Serikat dan Fathurrahman

Al-Ghazi di Manila, Filipina. Penangkapan Oskar Makawata di Manila dan

pemberitaan majalah Time tentang Umar Farouq yang diduga sebagai agen

jaringan Al Qaeda di Asia Tenggara.7

Dugaan yang dilakukan AS terhadap Asia Tenggara berdampak bagi

negara – negara lain, tentu saja negara lain menganggap negara yang terlibat aksi teroris menjadi ancaman bagi negara kelak. AS bisa saja meluncurkan peperangan

melawan teroris ke beberapa negara yang menjadi tuduhannya namun hal tersebut

tidak menjadi kuat karena AS bisa dikatakan hanya mencari kesalahan pada

negara – negara lain atau menjadikannya sasaran jika sudah dipandang dapat mengancam keamanan negaranya. Walaupun AS dipandang sebagai negara yang

kuat yang mampu berpengaruh dalam bidang apapun dan negara manapun atau

mampu mempengaruhi suatu kebijakan negara lain. Namun, tidak menjadikan AS

sebagai negara yang selalu didukung oleh negara lain.

AS dengan kekuatan yang dimilikinya mampu saja menjadikan negara – negara lain untuk mendukungnya tetapi tidak semua negara menganggap bahwa

AS adalah negara yang “baik” maksudnya adalah ketika nantinya lebih banyak negara yang kontra dengan AS dan membuat mereka bersatu maka hal tersebut

7

Zuhairi Misrawi , Terorisme dan "Politik Kambing Hitam" dalam

(25)

6 menjadi ancaman besar bagi AS. Bisa saja dalam “tuduhan” AS yang mengatakan bahwa negara di Asia Tenggara menjadi sarang Terorisme bagi Al – qaeda yang bisa menjadi ancaman bagi negara lain. Dengan dugaan seperti itu jelas

menjadikan citra negara Asia Tenggara jelek dimata negara lainnya dan

menjadikan Asia Tenggara sebagai ancaman bagi negara lainnya.

Negara – negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN tentu saja tidak hanya tinggal diam. ASEAN yang berperan besar dalam keamanan setiap

negaranya memiliki peran penting, maka disini peneliti ingin meneliti peranan

ASEAN dalam menangani Isu terorisme dalam kawasannya untuk meningkatkan

keamanan nasionalnya. ASEAN sebagai organisasi Internasional yang telah

dikenal di hubungan antar negara di kawasannya menjadikannya “Ibu” dari anggota – anggotanya. ASEAN juga menjadi jembatan bagi hubungan antar setiap negara dalam Asia Tenggara sendiri ataupun dengan negara lain.

Terbentuknya ASEAN ini menjadi pertimbangan banyak negara

anggotanya. ASEAN yang dibentuk dengan latarbelakang negaranya dan tujuan

yang sama. ASEAN yang selama ini terbentuk dengan 3 prinsip dasar yaitu tidak

ada intervensi terhadap negara anggota lainnya, ASEAN Way, dan Soft

Regionalism yang menjadi hambatan bagi ASEAN untuk segera menangani setiap

masalah yang ada di kawasan Asia Tenggara. Hal inilah yang menjadi menarik

bagi peneliti untuk meneliti peran ASEAN, dilihat dari AS yang menyebutkan

Asia Tenggara sebagai sarang terorisme, keterbatasan ASEAN untuk ikut dalam

menangani kasus terorisme dalam anggotanya. Maka disinilah peran ASEAN

(26)

7 sebagai Organisasi Regional yang mampu mengatasi Isu terorisme dalam

kawasannya.

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah

Mengapa ASEAN fokus berperan terhadap penanganan Isu Terorisme di

kawasan Asia Tenggara?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisa fokus peran

ASEAN dalam menangani Isu Terorisme dalam kawasannya.

1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pikirian

melalui penelitian ini kepada peneliti – peneliti lainnya yang fokus pada isu terorisme. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu peneliti – peneliti untuk memahami sudut pandang yang berbeda tentang berbagai kasus yang menyeret

keamanan negara dengan isu terorisme.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi pandangan baru tentang

peran ASEAN dalam menangani isu terorisme yang berada di kawasan Asia

Tenggara. Juga dapat mengubah anggapan ataupun cara pandang dalam

menangani kasus terorisme yang berada di Asia Tenggara. Serta mampu

memberikan kontribusi kepada masyarakat luas untuk memerangi terorisme untuk

(27)

8 1.5 Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian telah dilakukan dengan fenomena atau isu yang

relevan sama, namun sebuah peneltian akan berbeda dilihat dari setiap sudut

pandang penelitian tersebut, maka dari itu untuk membedakan penelitian ini

peneliti mengambil bebrapa penelitian terdahulu sebagai bahan pertimbangan dan

berpedaan terkait ASEAN dan Isu terorisme.

Dalam penelitian pertama yang diteliti oleh Dewi Kurniawati8 meneliti

tentang Peran Strategis Kerjasama Intelejen ASEAN dalam Upaya Pencenggahan

Serangan Teroris di Indonesia (Studi Kasus : Kegagalan Intelejen Pada Bom Bali

Pertamana 12 Oktober 2002. Berangkat dari latar belakang yang melihat tragedi

9/11 sebagai pencuat kembali isu terorisme dan disusul dengan aksiteroris

berikutnya di Indonesia yaitu pada peristiwa Bom Bali menjadikan isu terorisme

menghampiri Asia Tenggara dan menjadikannya sebagai “Terroris Haven” bagi

jaringan terorisme sekaligus front kedua dalam perang global melawan teror.

Permasalahan tidak berhenti sampai disana, serngan bom bali pertama 12 oktober

2002 bukanlah serangan teroro bom yang pertama dan terakhir. Hampir setiap

setiap tahun setelah serangan di Bali tahun 2002, Indonesia secara beruntun

diguncang oleh berbagai teror bom bunuh diri. Disamping hal tersebut latar

belakang dalam penelitian Dewi melihat dari sudut pandang intelejen Indonesia

yang dianggap gagal mengantisipasi terjadinya bom bali, maka perumusan

masalah dari penelitian ini adalah “mengapa Intelijen Indonesia gagal

8

(28)

9 mengantisipasi terjadinya bom bali pertama tahun 2002, serta kemungkinan apa

yangmuncul jika kerja sama intelejen di kawasan ASEAN sudah hadir sebelum

kejadian tersebut?”. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut Dewi menggunakan penjabaran tipologi kegagalan intelejen dari Thomas Copeland,

yaitu Problem With Warning Information, Organizational and Bureaucratic

issues, dan Leadership and Policy Failures.

Kemudian dari tipologi tersebut maka Dewi Menarik kesimpulan

kegagalan muncul diakibatkan karena para pengambil keputusan yang gagal untuk

mengenali potensi permasalahan tersebut. Kegagalan ini terjadi diakibatkan

karena pemimpin yang sedang berkuasa menyangkal terhadap keberadaan

kelompok radikal, yang sudah di indikasi beroperasi aktif di Indonesia dengan

afiliansi terhadap jaringan kelompok radikal global. Dilihat dari tahap kegagalan

yang bersifat Organisasional dan Birokratis, kesulitan ini muncul ketika ada

keengganan untuk berbagi informasi baik secara internal maupun eksternal. Dewi

menemukan dua fakta yang bertolak belakang namun cukup menarik. Terlihat

secara konsisten bahwa nara sumber yang berasal dari BIN pada dasarnya

menyatakan mereka memiliki indikasi – indikasi, walaupun demikian tidak dapat mendapatkan soal kepastian kapan dan dimana bom akan meledak. Dan analisa

terakhir keterkaitan dengan permasalahan berasal dari Analisa Intelejen ketegori

pada bagian inibersifat sangat taktis, karena bergantung pada sumber daya

manusia, yaitu agen intelejen di lapangan serta yang melakukan analisa pada

bom Bali 2002. Untuk mengakhiri analisa dari penelitian ini peneliti

(29)

10 ini yaitu, bahwa Indonesia seharusnya bisa lebih memanfaatkan keanggotaannya

di ASEAN untuk membantu meningkatkan keamanan nasionalnya.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian pertama milik Dewi adalah

penelitian ini lebih melihat peran ASEAN secara menyeluruh terhadap

penanganan isu terorisme di Asia Tenggara, sedangkan Dewi lebih fokus pada isu

terorisme di Indonesia dan peran dari Interlegen ASEAN dalam kasus Bom Bali.

Masih dalam satu isu yaitu isu terorisme namun berbeda dalam kawasan dan

penelitian ini lebih kepada kawasan Asia Tenggara.

Penelitian kedua menganalisis “Kerjasama ASEAN dalam Menghentikan

Aliran Dana Operasional Terorisme Internasional di Asia Tenggara” oleh Maya

Damayanti9. Memandang Visi ASEAN 2020, yaitu menciptakan ASEAN sebagai komunitas negara – negara Asia Tenggara, yaitu mencita - citakan ASEAN sebagai komunitas negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil, dan

sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis Tahun

2020. ASEAN menyatakan komitmen untuk memerangi terorisme sesuai dengan

Piagam PBB, hokum Internasional lainnya, dan Ressolusi PBB yang relevan.

ASEAN menetapkan delapan jenis kejahatan lintas negara yang ditangani dalam

kerjasama ASEAN, yaitu terorisme, perompakan, penyelundupan manusia,

perdagangan gelap, narkoba penyelundupan senjata, kejahatan ekonomi

Internasional, pencucian uang, kejahatan internet/ dunia maya. Pemberantasan

terorisme merupakan salah satu bentuk kerjasama di bawah mekanisme AMMTC.

9

(30)

11 Untuk memperkuat kerjasama, ASEAN juga telah menyusun dan mendatangi

ASEAN Convention on Counter Terrorisme (ACCT), kerjasama ini memberikan

dasar hukum yang kuat guna meningkatkan kerjasama untuk pencegahan,

penanggulangan dan pemberantasan terorisme. Kerjasama dan saling berbagi data

intelijen diantara negara – negara ASEAN yang mengaruh pada penangkapan terorisme juga merupakan factor pendorong peningkat rasa percaya diri di

kawasan. Kerjasama ASEAN di bidang pertukaran informasi intelejen selama ini

telah berjalan sangat baik terutama setelah terbentuknya ASEAN Regional Forum

(ARF) tahun 1994. Karena serangkaian serangan terorisme, teroris memerlukan

dana unutk melakukan aksinya. Menurut Maya para teroris memerlukan banyak

uang untuk menjalankan berbagai aksinya. Dengan Resolusi pada pertemuan ke

empat tanggal 9 September 1999, Majelis Umum PBB mengadopsi International

Convention for the Suppression of the Financing of Terrorsm yang selanjutnya

disingkat sebagai Konvensi Pendanaan terorisme (Convention on Financing

Terrorism/CFT, melarang segala tindakan untuk mendanai terorisme. Maka dari

hal tersebut Maya mengajukan pertanyaan “bagaimanakan kerjasama ASEAN dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia

Tenggara?”

Untuk menjawab pertanyaannya Maya menggunakan konsep kerjasama

Internasional adalah sisi lain dari konflik Internasional yang juga merupakan salah

satu aspek dalam hubungan Internasional. Isu keamanan regional dan global

memerlukan keterlibatan aktif semua negara untuk mewujudkan perdamaian dan

(31)

12 Internasional menjadikan hidup lebih mudah, nyaman, dan efisien. Berikutnya

konsep keamanan dari Buzan dperkenalkan dimana substansi studi keamanan

diperluas tanpa meninggalkan fokus utamanya pada aspek kekuatan militer.

Dengan demikian Maya menyimpulkan beberapa poin yaitu dalam

pemberantasan terorisme, ASEAN memberikan secara khusus mengenai

bagaimana cara untuk memberantas organisasi terorisme, memberantas dukungan

infrasturtur yang menunjang terorisme seperti pendanaan terorisme, dan diajukan

ke pengadilan bagi pelaku kegiatan terorisme. Para pemimpin ASEAN juga

sepakat untuk mengembangkan program dalam rangka peningkatan kemampuan

negara anggota ASEAN untuk melakukan investigasi, deteksi, monitoring, dan

pelaporan kegiatan terorisme, membahas dan menggali ide – ide dan inisiatif yang praktis untuk meningkatkan peran ASEAN. Selanjutnya, kerjasama

pemberantasan terorisme dilakukan dengan membentuk ASEAN Convention on

Counter Terrorism (ACCT). Kerjasama berikutnya dilakukan untuk tukar

menukar informasi intelejen, koordinasi penegek hukum , pertukaran informasi

penggerakan kelompok teroris, modus operasi di teroris, penyidikan rekening

teroris di negara yang diduga teroris tersebut menyembunyikan uangnya mampu

melakukan pencucian uang, membekukan asset teroris, training/ pelatihan

menangani bagaimana mengontrol persebaran bahan – bahan peledak.

Menurut Maya kerjasama – kerjasama ASEAN tersebut belum efektif karena ASEAN belum efektif dalam pengambilan keputusan sehingga belum

mampu mengatasi perbedaan pendapat yang cukup mendasar dalam merumuskan

(32)

13 akan dihadapi ASEAN adalah mengatasi nilai – nilai historis yang selama ini telah tertanam, yaitu ketetapan mereka untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri

masing – masing negara.

Pada penelitian kedua Maya mengambil fokus penelitian tentang dana

operasional pelaku terorisme, dimana aksi terorisme lebih didukung dengan

peralatan yang lengkap dan canggih, ini pula yang membedakan penelitian milik

Maya dengan penelitian ini. Walaupun pada dasarnya ada Peran ASEAN dalam

penelitian Maya tersebut namun berbeda dengan penelitian ini yang mencari

alasan dari Peran ASEAN terhadap isu terorisme

Penelitian ketiga oleh Evely Adisa10 dengan penelitian yang berjudul

Rezim Non – Proliferasi Nuklir Internasional dan Program Nuklir Iran. Dalam

penelitian ini membahas fenomena lemahnya rezim non proliferasi nuklir

internasional dalam mengahadapi perilaku nuklir Iran. Negara tersebut dapat tetap

membangun program nuklirnya meskipun telah menandatangani Traktat Non – Proliferasi Nuklir (NPT). Teori signifikansi rezim Stephen D. Krasner

menyatakan adanya faktor factor yang mempengaruhi perkembangan rezim

internasional. Faktor – faktor tersebut yaitu egoistic self – interest, political power, dan norms and principles digunakan untuk membantu menjelaskan

fenomena ini. Maka hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah faktor – faktor seperti egoistic self – interest, political power, dan norms and principles

mempengaruhi rezim internasional . Rezim non – proliferasi nuklir internasional

10 Evely Adisa (1006743872), 2012, Rezim Non Proliferasi Nuklir Internasional dan Program Nuklir Iran,

(33)

14 mengalami hambatan dalam mengatasi isu nuklir Iran karena (1) perilaku egoistic

self – interest Iran dalam mendahulukan kepentingannya yang diwujudkan dalam

program nuklirnya; (2) Iran memiliki kekuatan politik (politic power) yang

diwujudkan dalam kemampuan diplomasinya; dan (3) Iran tidak mentaati norma

dan prinsip (norms and principles) yang terdapat dslam rezim non – ploriferasi nuklir internasional. Kepemilikan material nuklir oleh negara yang kurang dapat

memfasilitasi keamanan dari material tersebut dapat menimbulkan ancaman bagi

negara itu sendiri, negara tetangga dan juga dunia. Keamanan dari material nuklir

merupakan hal yang utama mengingat partikel – partikel radioaktif yang terkandung di dalam material tersebut sangat berbahaya bagi manusia.

Pada penelitian ketiga milik Evely ada perbedaan kasus atau isu yang

dibahas dengan penelitian ini namun menggunakan teori yang sama untuk

menjawab fenomena atau isu yang diangkat yaitu menggunakan Rezim

Internasional.

Kemudian penelitian keempat, Mardenis11 dengan jurnalnya yang berjudul Perkembangan Konstelasi Politik Internasional dan Implikasinya

Terhadap Politik Hukum Nasional Indonesia dalam Pemberantasan Terorisme.

Sedikit banyaknya jurnal ini membahas politik luar negeri AS dengan menjadikan

Isu Terorisme sebagai agenda utama. Tahun 2001 AS yang menjadi korban dari

aksi besar – bearan teroris dengan meledakan gedung kembar yaitu WTC atau lebih di kenal dengan peristiwa 9/11 membuat AS siap siaga dengan keamanan

11

(34)

15 negaranya. Pasca peristiwa tersebut AS sangat memerangi aksi terorisme yang

membuat banyak korbannya. Berdasarkan cara berpikir demikian, AS kemudian

secara sistematis membangun opini internasional bahwa kampanye anti terorisme

yang dipeloporinya merupakan upaya membela kemanusian. Berdasarkan ini

pulahlah AS melegitimasi aksinya keseluruhan dunia, seperti menyerang ke

Afganistan dan invansi ke Irak, mengelompokan group atau orang tertentu

sebagai teroris, menangkap, membekukan aset dan tindakan lain yang dianggap

penting oleh AS, termasuk menekan negara – negara lain (khususnya negara – negara berkembang, termasuk Indonesia). Dengan menanggapi respon AS yang

menjadi korban aksi terorisme maka, banyak negara yang ikut memerangi

terorisme mengubah kebijakan negaranya terhadap isu terorisme. K.J Holsty

menyatakan bahwa kebanyakan studi politik internasional (World Politics)

merupakan studi mengenai kebijakan politik luar negeri, di mana kebijakn ini

didefinisikan sebagai keputusan – keputusan yang merumuskan tujuan menentukan presiden, atau melakukan tindakan – tindakan tertentu, dan tindakan – tindakan yang diambil untuk mengimplementasikan keputusan – keputusan it. Studi – studi ini memusatkan perhatian pada usaha – usaha menggambarkan tindakan dan elemen – elemen kekuasaan negara – negara besar.

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah (1) politik hukum nasional

(35)

16 menghormati nilai – nilai demokrasi dan kurang memenuhi rasa keadilan rakyat dan bangsa Indonesia. (2) Perkembangan konstelasi politik Internasional dalam

kaitannya dengan pemberantasan terorisme, dalam hal ini sangat didominasi oleh

kepentingan politik, ekonomi dan ideology AS, baik dalam regulasinya dalam

berbagai konvensi internasional. (3) Perkembangan konstelasi politik

internasional berimplikasi cukup signifikan terhadap politik hukum nasional

Indonesia pemberantasan terorisme, baik dalam proses penerapan dan penegakan

hukumnya.

Penelitian keempat milik Mardenis membahas tentang isu terorisme

menjadi poliki internassional oleh AS, serta berpengaruhnya terhadap politik

internasional dan implikasinya terhadap hukum di Indonesia untuk memberantas

terorisme. Dalam isu penelitian milik Mardenis dan penelitian ini sama yaitu Isu

terorisme, namu berbeda fokus yang diambil. Mardenis memilih pemberantasan

terorisme dapat mempengaruhi politik internasional dan hukum pada suatu negara

yaitu AS dan Indonesia inilah yang membedakannya dengan penelitian ini.

Peneliti memberikan empat penelitian terdahulu sebagai bahan

perbandingan pada penelitian ini. Pada penelitian pertama, kedua, dan keempat

masih dalam fenomena yang sama yaitu isu terorisme di Asia Tenggara. Di

penelitian ketiga fenomena yang dibahas berbeda dengan peneliti, tetapi landasan

teori yang digunakan sama dengan peneliti gunakan. Maka dari itu yang

membedakan penelitian ini dengan penelitian – penelitian sebelumnya adalah penelitian ini mengambil sudut pandang Peran ASEAN yang concern terhadap isu

(36)
[image:36.595.117.513.147.750.2]

17 Tabel 1.1 Posisi Penelitian

No. Judul dan Nama Peneliti

Jenis Penelitian

dan Alat Analisa Hasil

1. Peran Strategis Kerjasama Intelejen ASEAN dalam Upaya

Pencenggahan Serangan Teroris di Indonesia (Studi Kasus : Kegagalan Intelejen Pada Bom Bali Pertama 12 Oktober 2002

Oleh : Dewi Kurniawati Eksplanatif Pendekatan : tipologi kegagalan intelejen dari Thomas Copeland dan Counterfactual Reasoning

Metode Counterfactual Reasoning hal yang dibahas dalam konteks ini yaitu, bahwa Indonesia seharusnya bisa lebih memanfaatkan keanggotaannya di ASEAN

untuk membantu

meningkatkan keamanan nasionalnya. Kegagalan Intelejen yang ditujukan melalui tipilogi Thomas Copeland sebelumnya jelas memperlihatkan bahwa pada saat Indonesia mengalalami situasi transisional pasca pergantian rezim.Hal – hal

yang diakibatkan

olehpergantian rezim itu memperlihatkan bahwa kegagalan dapat terjadi secara berlapis – lapis dan tahapan yang bersifat politis, kepemimpinan, maupun isu birokratiss dinas intelejen haruslah dapat dipecahkan secara domestic melalui jalur demokratis yang sudah dipilih sebagai jalan bersama, sebelum Indonesia bisa bergerak keluar dan memberikan pengaruh secara regional di Asia Tenggara.

2. Kerjasama ASEAN

dalam Menghentikan

Aliran Dana

Operasional Terorisme

Internasional di Asia Tenggara

Deskriptif

Pendekatan: Kerjasama Internasional oleh

K.J Holsti dan Konsep Keamanan Barry

(37)

18 Oleh : Maya

Damayanti

Buzan sepakat untuk

mengembangkan program dalam rangka peningkatan kemampuan negara anggota ASEAN untuk melakukan investigasi, deteksi, monitoring, dan pelaporan kegiatan terorisme, membahas dan menggali ide – ide dan inisiatif yang praktis untuk meningkatkan peran ASEAN dan keikutsertaan ASEAN bersama masyarakat. Selanjutnya, kerjasama pemberantasan terorisme dilakukan dengan membentuk

ASEAN Convention on

Counter Terrorism,

mencangkup berbagai program program kerjasama termasuk bagaimana menghentikan pembiayaan terorisme.

3 Rezim Non

Proliferasi Nuklir Internasional dan Program Nuklir Iran

Oleh : Evelyn Adisa

Eksplanatif Pendekatan : Rezim Internasional Stephen D. Krasner

Faktor – factor seperti egoistic self – interest, political power,

dan norms and principles

mempengaruhi rezim internasional .Rezim non – proliferasi nuklir internasional mengalami hambatan dalam mengatasi isu nuklir Iran karena (1) perilaku egoistic self – interest Iran dalam mendahulukan

kepentingannya yang diwujudkan dalam program nuklirnya; (2) Iran memiliki kekuatan politik (politic power) yang diwujudkan

dalam kemampuan

(38)

19 internasional.

4. Perkembangan

Konstelasi Politik Internasional dan Implikasinya Terhadap Politik Hukum Nasional Indonesia dalam Pemberantasan Terorisme, Jurnal Dinamika Hukum, Vol 11 No.1 Januari 2011, Hal 161 - 174

Oleh : Mardenis

Diskriptif Pendekatan : Kebijakan Luar Negeri K.J Holsti

(1) politik hukum nasional

Indonesia dalam

pemberantasan terorisme belum sesuai dengan prinsip – prinsip negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD – 1945, karena kurang menghormati dan melindungi hak – hak asasi manusia, berpotensi mengancam hak – hak asasi manusia, berpotensi mengancam integrasi bangsa, kurang menghormati nilai – nilai demokrasi dan kurang memenuhi rasa keadilan rakyat dan bangsa Indonesia. (2) Perkembangan konstelasi politik Internasional dalam

kaitannya dengan

pemberantasan terorisme, dalam hal ini sangat didominasi oleh kepentingan politik, ekonomi dan ideology AS, baik dalam regulasinya dalam berbagai konvensi internasional. (3) Perkembangan konstelasi politik internasional berimplikasi cukup signifikan terhadap politik hukum nasional Indonesia pemberantasan terorisme, baik dalam proses penerapan dan penegakan hukumnya.

1.6 Landasan Konsep dan Teori

Dalam melakukan suatu penelitian yang bersifat ilmiah, diperlukan

(39)

20 saja teori dan konsep di sini harus relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Peneliti memulai dengan tinjauan pustaka tentang Terorisme.

a. Terorisme

Persoalan keamanan lainnya yang seharusnya juga mandapat perhatian

yang sama pentingnya adalah keamanan masyarakat atau manusia dalam sebuah

negara. Persoalan keamanan demikian ini berkaitan dengan senjata ringan dan

kaliber kecil, proliferasi dan penggunaanya dapat memberi pengaruh terhadap hak

asasi manusia (keamanan dan kekerasan negara); proteksi minoritas dari konflik

komunal dan represi, dan terorisme. Keamanan seperti ini sangat berbeda dari

keamanan negara, misalnya keamanan dari gangguan-gangguan eksternal

(intervensi). Banyak pendapat yang mendifinisikan Terorisme, satu diantaranya

adalah pengertian yang tercantum dalam Pasal 14 ayat 1 The Prevention Of

Terorrism (Temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut : “terrorism means

the use of violence for political ends includes any use of violence for the purpose

putting the public or any section of the public in fear”. Kegiatan Terorisme

mempunyai tujuan untuk membuat orang merasa ketakutan sehingga dengan

demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok, atau suatu bangsa. Perbuatan

terror yang dilakukan apabila tidak ada jalan lain untuk ditempuh untuk

melalsanakan kehendaknya. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis

untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan

ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan memaksa masyarakat atau

kelompok tertentu untuk menaati kehendak pelaku teror.12

12 Lasina, Aspek Hukum Pemberantasan Terrorisme di Indonesia , Fakultas Hukum, Universitas

(40)

21 Dalam mendefinisikan terorisme, kesulitan yang dihadapi adalah

berubahnya wajah terorisme dari waktu ke waktu. Pada saat tertentu terorisme

merupakan tindakan yang dilakukan negara, pada waktu yang lain terorisme

dilakukan oleh kelompok non negara, atau oleh kedua-duanya. Walter Laquer menyatakan bahwa tidak akan mungkin ada sebuah definisi yang bisa

meng-Cover ragam terorisme yang pernah muncul dalam sejarah.

Menurut T. P. Thornton dalam Terror as a Weapon of Political Agitation

terorisme didefinisikan sebagai penggunaan teror sebagai tindakan simbolis yang

dirancang untuk mempengaruhi kebijaksanaan dan tingkah laku politik dengan

cara-cara ekstra normal, khususnya dengan penggunaan kekerasan dan ancaman

kekerasan. Terorisme adalah faham yang berpendapat bahwa penggunaan

cara-cara kekerasan dan menimbulkan ketakutan adalah cara-cara yang sah untuk mencapai

tujuan.13

Penegertian Terorisme sesuai UU. No.2 Tahun 2002 adalah terorisme

merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah

satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara, karena terorisme sudah

merupakan kejahatan yang bersifat Internasional yang menimbulkan bahaya

terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat

sehingga perlu dilakukan pemberantasan secara berencana dan berkesinambungan

sehingga hak asasi orang banyak dapat dilindungi dan dijunjung tinggi.14

13

Ewit Soetriadi, SH, 2008, Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dengan Hukum Pidana, Universitas Diponogoro Semarang

14

Lembar Pengertian Terorisme Sesuai UU.No.2 Tahun 2002, dalam

(41)

22 Seorang ahli bernama Jack Gibbs menyatakan, suatu tindakan dapat

didefinisikan sebagai terorisme apabila merupakan suatu kejahatan atau suatu

ancaman secara langsung terhadap kemanusiaan atau terhadap objek tertentu.

Namun, hal tersebut menurut Gibbs masih merupakan definisi yang umum,

artinya cakupan dari definisi tersebut masih terlalu luas dan masih mencakup juga

definisi dari kejahatan biasa. (Dengan pengertian tersebut, definisi itu mencakup

kejahatan biasa seperti pembunuhan atau perusakan gedung, sehingga tidak

terlihat perbedaan antara kejahatan biasa (ordinary crime) dengan terorisme.15

Secara umum istilah terorisme diartikan sebagai bentuk serangan (faham/ideologi) terkoordinasi yang dilancarkan oleh kelompok tertentu dengan

maksud untuk membangkitkan perasaan takut di kalangan masyarakat. Badan

Intelijen Pertahanan Amerika Serikat memberikan definisi terorisme sebagai

berikut, “Bentuk tindak kekerasan apa pun atau tindak paksaan oleh seseorang untuk tujuan apa pun selain apa yang diperbolehkan dalam hukum perang yang

meliputi penculikan, pembunuhan, peledakan pesawat, pembajakan pesawat,

pelemparan bom ke pasar, toko, dan tempat-tempat hiburan atau yang sejenisnya,

tanpa menghiraukan apa motivasi mereka.”

Menurut Oxfords Advanced Learners Dictionary terorisme adalah “Segala bentuk tindakan kekerasan untuk tujuan politis atau untuk memaksa sebuah

pemerintah untuk melakukan sesuatu, khususnya untuk menciptakan ketakutan

dalam sebuah komunitas masyarakat.” Selanjutnya, dengan mengutip dari Juliet

15

Pengertian Terorisme dan Menurut Para Ahli dan Organisasi Terorisme, dalam

(42)

23 Lodge dalam The Threat of Terrorism “teror” itu sendiri sesungguhnya

merupakan pengalaman subjektif, karena setiap individu memiliki ambang

ketakutannya masing-masing. Ada orang yang bertahan meski lama dianiaya. Ada

orang yang cepat panik meski hanya karena ketidaktahuan. Di dalam dimensi

subjektif inilah terdapat peluang untuk kesewenangan atigmatisasi atas pelaku

terorisme (teroris).16

Dari beberapa definisi terorisme diatas dapat disimpulkan bahwa tindak

terorisme adalah hal yang berbahaya yang mampu mengancam pihak lain demi

tujuan tidak menentu, pelaku terorismepun biasanya adalah orang – orang yang memilih untuk tidak takut mati atas perbuatannya. Terorismepun didasari oleh

organisasi – organisasi yang menjalankan suatu misi tertentu dan mengatasnamakan jalan kebenaran.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori yaitu Rezim

Internasional, membahas tentang rezim internasional tidak lepas dari pembahasan

organisasi atau lembaga internasional. Istilah Lembaga Internasional telah

digunakan dalam beberapa dekade untuk menunjukan pada beberepa

fenomena.’Lembaga Internasional’ selalu menunjuk pada orgaisasi internasional formal.

16 Dian Kurnia, 2012, Apa Itu Terorisme?, dalam

(43)

24

International Regime Theory

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori rezim internasional

sebagai dasar untuk menganalisa ASEAN yang berperan dalam menangani isu

terorisme di kawasan Asia Tenggara.

“…An international regime is viewed as a set of implicit and explicit principles, norms, rules, and procedures around which

actors’ expectation converge in a particulas issue –area..”.17

Menurut Barkin pendekatan institusional memandang rezim dari apa yang

dilakukan para aktor dalam suatu organisasi internasional, sebaliknya, pendekatan

rezim melihat organisasi internasional dari pengaruh perlakuan aktor terhadap

norma, aturan, prosedur, dan prinsip pembuatan kebijakan serta keputusan.

Pendekatan rezim melihat darimana organisasi internasional itu muncul dan

bagaimana keefektifannya.18

Rezim internasional (International Regime) itu sendiri dapat ditentukan

sebagai prinsip-prinsip, norma-norma, aturan, dan diantara pembuat keputusan

yang dibuat aktor-aktor internasional dalam sebuah isu atau kasus. Pertanyaan

mendasar dalam pembahasan rezim internasional ini adalah apa hubungan antara

kekuatan, kepentingan, nilai serta rezim dalam pembelajaran ilmu hubungan

internasional itu sendiri. Perkembangan dari rezim internasional dapat dikaji dari

beberapa hal yaitu egoist self interest, political power, norms, and principles,

habits and custom, and knowledge. Stein menegaskan bahwa egoist self interest

ini suatu keadaan dimana aktor memaksakan kehendak atau kepentingan

17 Krasner, S. 1983. International Regime. Cornell University Press, Ithaca 18

Adeyaka Wuri Aksani Rezim dan Organisasi Internasional, dalam

(44)

25 pribadinya dalam suatu sistem anarki, hal ini yang membentuk suatu rezim

internasional.19

Variabel yang terdapat dalam rezim internasional adalah kekuatan politik

atau political power ,dimana variable ini memiliki andil dalam penjelasan

mengenai perkembangan rezim. Ada dua orientasi dapat mebuat power menjadi

berbeda, yaitu cosmopolitan dan instrumental. Kekuatan ini digunakan aktor

untuk meningkatkan nilai yang terdapat dalam sistem Negara tersebut. Dengan

kekuatan, sebuah Negara dapat mengelola negaranya sesuai dengan kehendaknya

demi mencapai kebaikan bersama. Variabel selanjutnya ialah norma dan prinsip.

Prinsip menjadi kepercayaan yang menjadi dasar dari pembuatan aturan tersebut

diiringi oleh norma yang menjadi standard tingkah laku yang diharapkan

diaplikasikan dalam tindakan yang disatukan dalam sebuah aturan yang kemudian

dipraktikan dalam mengimplementasikannya.20

Pemikir lainnya Robert Jervis berpendapat bahwa konsep rezim bukanlah

hanya sebagai norma – norma dan harapan yang timbul untuk memfasilitasi sebuah kerjasama, namun dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kerjasama yang

lebih dari sekedar kepentingan nasional dalam jangka pendek. Rezim dapat

mengatur koordinasi dari perilaku negara sehingga dapat diraih hasil yang

diinginkan pada area isu tertentu yang nantinya akan menguntungkan bagi dunia

internasional. Rezim dapat dinyatakan lemah apabila dalam prakteknya didunia

19

Euodia Rinthania Kristi, Rezim Internasional dalam

http://rinthania-kristi-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-76772-Rezim%20Internasional (diakses pada Tanggal 10 Juni 2014, Pukul 09.33 WIB)

20

Euodia Rinthania Kristi, Rezim Internasional dalam

(45)

26 nyata tidak konsisten dengan prinsip, norma, aturan, dan prosedur yang berlaku

dalam suatu rezim.21

Dari berbagai macam definisi yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa

rezim dapat diartikan sebagai sebuah media yang digunakan untuk mengatur

aktor-aktor dalam bertindak dalam sistem internasional. Atau dalam pengertian

lain, rezim merupakan aturan main yang digunakan oleh para aktor hubungan

internasional dalam mengelola negara dalam sebuah sistem yang anarki serta

Rezim internasional menjadi instrument vital dalam sistem internasional yang

dapat digunakan untuk menjalankan fungsi hubungan internasional dalam

mengakomodasi kerjasama antar negara.22

Menurut Stephen D. Krasner, rezim internasional adalah seperangkat

prinsip, norma aturan, dan prosedur pengambilan keputusan dimana harapan dari

aktor – aktor yang terlibat didalamnya difokuskan pada satu area tertentu dalam hubungan internasional. Dalam konteks ini, prinsip adalah kepercayaan akan

fakta, hubungan sebab – akibat, dan juga nilai – nilai kejujuran yang dianggap benar. Berikutnya norma adalah standar perilaku mengenai hak dan kewajiban.

Sedangkan aturan adalah kewajiban dan larangan yang diberlakukan secara

spesifik. Kemudian prosedur pengambilan keputusan adalah ketentuan yang

21

Ibid., hlm 12

22 Krasner, Stephen D. 1982. “Structural Causes and Regime Consequences: Regimes as Intervening

(46)

27 berlaku dalam pembuatan dan pengimplementasian pilihan ataupun keputusan

kolektif.23

Rezim timbul karena adanya kerjasama dari negara – negara anggota dan menjadi kuat apabila dilatarbelakangi oleh komitmen masing – masing negara untuk menaati prinsip, norma dan aturan dalam suatu rezim yang telah disepakati

bersama dengan harapan negara – negara anggota lainnya akan melakukan hal yang sama sehingga kepentingan bersama dapat tercapai.

Teori rezim internasional oleh Stephen D. Krasner menunjukan bahwa

terdapat variable – variable kausal dasar yang dapat digunakan untuk melihat hubungan kausal (sebab – akibat) antara faktor – faktor tertentu dengan keberadaan suatu rezim internasional. Maka dari itu, rezim merupakan sesuatu

yang bersifat dependent karena dipengaruhi oleh variable – variable kausal dasar.24

Sebuah rezim keamanan hanya terbentuk dan bertahan apabila memenuhi

empat persyaratan, yaitu : (1) Pendirian rezim harus minimal didukung oleh

persetujuan dari negara – negara kuat, dan bahwa seluruh negara calon anggota cukup puas dengan “status quo” (2) aktor – aktor yang bereda didalamnya bersama – sama menjunjung nilai yang berdasarkan pada kerjasama dan keamanan timbal – balik, (3) rezim keamanan tidak akan dapat terbentuk apabila ada aktor di dalamnya yang menganggap bahwa keamanan hanya dapt dicapai

23 Evely Adisa (1006743872), 2012, Rezim Non – Proliferasi Nuklir Internasional dan Program Nuklir Iran,

Tesis Pascasarjana Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Jakarta. Hlm 12

24

(47)

28 dengan melakukan ekspansi, (4) perang dan penyediaan keamanan secara individu

harus dianggap memiliki resiko tinggi.25

Terdapat empat pendekatan dalam rezim yaitu :

1. Pendekatan Struktural menjelaskan khususnya teori stabilitas hegemoni

mencoba menunjukkan bagaimana kondisi internasional dalam melakukan

kerjasama.

2. Pendekatan game-theoretic merupakan teori yang menjelaskan kondisi di

mana rezim mungkin timbul sebagai turunan dari perilaku kooperatif dan

juga dapat menunjukkan kondisi yang kondusif untuk menstabilkan

kepatuhan, tetapi memiliki kesulitan menjelaskan bentuk organisasi, ruang

lingkup, atau perubahan

3. Pendekatan functional Teori fungsional menjelaskan kekuatan rezim,

terutama teka-teki mengapa kepatuhan terhadap rezim cenderung bertahan

bahkan ketika struktural kondisi yang awalnya memunculkan perubahan.

4. Pendekatan cognitif merupakan pendekatan yang ada karena adanya

pembelajaran dari pendekatan-pendekatan sebelumnya, yaitu structural,

game-theoretic dan functional, kerjasama yang tidak dapat sepenuhnya

dijelaskan tanpa mengacu pada ideologi, nilai-nilai aktor, keyakinan yang

mereka pegang tentang saling ketergantungan isu, dan tersedia bagi

mereka pengetahuan tentang bagaimana mereka dapat mewujudkan tujuan

25

(48)

29 tertentu. Kerjasama dipengaruhi oleh persepsi dan mispersepsi, kapasitas

dalam proses informasi, dan pembelajaran.26

Seperti yang dijelaskan diatas rezim internasional memiliki empat

pendekatan, dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yang pertama yaitu

pendekatan struktural khususnya teori stabilitas hegemoni mencoba menunjukan

bagaimana kondisi internasional dalam melakukan kerjasama. Negara – negara kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN menjalin kerjasama dalam

berbagai bidang demi mencapai tujuan dan stabilitas negara masing – masing. Tentu saja ASEAN berperan dalam menangani berbagai isu global salah satunya

adalah isu terorisme. Dianalisa melalui pendekatan tersebut ASEAN yang

berperan dalam menangi isu terorisme selain mengajak negara anggotanya

bekerjasama menanangi teroris juga menunjukan bahwa ASEAN adalah

organisasi yang mampu menunjukan kekuatannya dalam regional Asia Tenggara.

Indikator dalam peran ASEAN menangani isu terorisme adalah dengan

membentuknya suatu kelompok kerja yang disebut Inter- Sessional Meeting on

Counter Terrorisme and Transnational Crime untuk mengembangkan kerjasama

dalam ASEAN Regional Forum (ARF) yang membahas dan menghasilkan

Konvensi tentang terorisme dan berlaku untuk negara anggotanya. Dengan adanya

Konvensi tersbut memberikan pengaruh baru bagi negara – negara kawasan Asia Tenggara dalam memerangi aksi terorisme, seperti pertukaran informasi satu sama

26Haggard, Stephan & Simmons, Beth A. 1987. “Theories of International Regimes”,

International Organization, Vol. 41, No.3 (Summer, 1987). pp. 491-517, dalam

(49)

30 lain terhadap informasi aksi teroris dan menempatkan pelaku teroris dalam hukum

yang ditetapkan.

1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Variabel Penelitian Dan Level Analisa

Terdapat dua variable penelitian yaitu variable dependen dan variable

independen :

a. Variable dependennya adalah Peran ASEAN sebagai

Organansasi Regional di Asia Tenggara.

b. Variable independennya adalah Peran ASEAN menangani

Isu Terorisme di Asia Tenggara.

Pada penelitian ini level analisa yang peneliti ambil adalah korelasionis,

yaitu tingkat unit eksplanasinya dan unit analisanya adalah sama. Dalam

penelitian ini unit eksplanasinya adalah Isu Terorisme dan unit analisanya adalah

ASEAN yang menjadi sistem sehingga kedudukannya sama.

1.7.2 Metode/ Tipe Penelitian

Jenis penelitian skripsi ini adalah adalah jenis eksplanatif, yaitu metode

yang digunakan untuk menjelaskan hubungan kaussal antara variable – variable melalui penguji hipotesis. Menurut Kriyanto (2006) periset perlu melakukan

kegiatan berteori untuk menghasilkan dugaan awal (hipotesis) antar variable yang

satu dengan yang lainnya. Sama halnya dengan penjelasan Bungin (2001) bahwa

kuantitatif eksplanatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan

(50)

31 Penelitian eksplanatif dilakukan terhaddap sample dan hasil penelitian tersebut

dapat digeneralisasikan terhadap populassinya.27

1.7.3 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisa data yang

disebut dengan yaitu data men

Gambar

Tabel 1.1 Posisi Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pengertian pergaulan bebas adalah bentuk perilaku yang tidak wajar atau menyimpang dimana makna bebas tersebut adalah menyelisihi dari batas norma agama maupun

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang dapat mengambil pelajaran atas apapun yang diberikan Allah pada mereka yaitu berupa ilmu

Hasil penelitian yang disusun oleh peneliti menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua tidak berpengaruh terhadap kemandirian anak dalam keluarga, karena orang

Hasil uji potensi antioksidan dari bebera- pa ekstrak Rubiaceae yang diteliti , diketahui mempunyai aktivitas antioksidan yang bervariasi dan berdasarkan data nilai peroksidanya

Hak mewarisi anak yang dilahirkan melalui hasil proses bayi tabung dibedakan menjadi 3, yaitu: (1) hak mewarisi anak hasil proses bayi tabung yang menggunakan

Laba bersih yang meningkat sebesar Rp 252.108.345.892 disebabkan karena penjualan bersih yang meningkat sebagai akibat dari perluasan pasar yang dilakukan

Untuk mengatasi permasalahan yang ada maka dibuatlah suatu aplikasi yang berguna untuk proses identifikasi citra kurma Ajwa, kurma Sukari, dan kurma Deglet Nour

Model baru pengesahan ini dapat diterapkan secara online sehingga dalam pelaksanaanya pihak dosen yang mengajukan proposal Hibah Dikti tidak perlu bertemu pihak