• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIBLING RIVALRY PADA ANAK SULUNG YANG DIASUH OLEH SINGLE FATHER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIBLING RIVALRY PADA ANAK SULUNG YANG DIASUH OLEH SINGLE FATHER"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

SIBLING RIVALRY PADA ANAK SULUNG YANG DIASUH OLEH SINGLE FATHER

Indah Setiawati

Anita Zulkaida

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Indah_setiawati@yahoo.com, zulkaida03@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai sibling rivalry pada anak sulung yang diasuh oleh single father. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dengan pedoman umum dan observasi non partisipan serta triangulasi subjek dengan significant other. Subjek penelitian ini 2 anak sulung, perempuan, berusia 8 dan 9 tahun, diasuh oleh single father. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kedua subjek mengalami sibling rivalry. Bentuk sibling rivalry terlihat dari perilaku fisik (memukul, mencubit, membanting pintu), verbal (memaki) maupun non verbal (melotot, cemberut) ketika marah Namun demikian, kadar sibling rivalry diantara kedua subjek berbeda, dimana sibling rivalry pada subjek pertama bersifat lebih agresif dibandingkan dengan subjek kedua..

Kata kunci: sibling rivalry, anak sulung, single father.

PENDAHULUAN

Kehadiran adik bagi anak pertama atau anak sulung dapat memunculkan berbagai ma-cam kecemburuan atau persaingan yang berbeda satu sama lainnya. Kecemburuan atau persaingan yang terjadi diantara saudara kandung disebut dengan istilah sibling rivalry. Sibling rivalry terjadi apabila anak merasa bahwa dirinya telah kehilangan kasih sayang dan merasa saudara kandung adalah saingan bagi dirinya dalam mendapatkan kasih sayang dan perhatian orang tua.

Sibling rivalry pada anak sulung umumnya muncul ketika adik bayi lahir karena adik bayi banyak menyita waktu dan perhatian orang tua. Kondisi ini sering menimbulkan sikap jengkel kakak pada adiknya, karena ketidakberanian anak untuk memunculkan sikap jengkel atau kesal yang dirasakan terhadap orang tua. Untuk menghilangkan rasa jengkel dan kesal itu, adik yang sering menjadi sasaran amarahnya. Menurut Getlieb & Mendelson (dalam Kail, 2001), lahirnya adik baru merupakan suatu permasalahan bagi anak sulung, dimana anak sulung harus membagi rata cinta, kasih sayang dan perhatian orangtua kepada adiknya. Berscheid (dalam Sears, Freedman & Peplau, 1999) mengemukakan bahwa rasa cemburu seringkali berasal dari rasa takut yang dikombinasikan dengan rasa marah karena adanya ancaman terhadap harga diri seseorang dan terhadap hubungan itu sendiri.

Sibling rivalry sangat mungkin dipengaruhi oleh peran orang tua, dimana pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak sangat mempengaruhi sikap anak. Hal tersebut

karena keluarga merupakan lingkungan pertama yang temui anak.

Dalam keluarga, umumnya terdapat dua orang tua yaitu ayah dan ibu, namun demikian, tidak setiap keluarga beruntung memiliki keluarga yang utuh. Perubahan dalam struktur keluarga banyak dijumpai akhir-akhir ini. Tidak jarang, dalam keluarga hanya terdapat satu orang tua. Keluarga seperti inilah yang disebut sebagai keluarga orang tua tunggal atau single parent.

Umumnya pengasuhan anak lebih difokuskan pada ibu sebagai pengasuh dibandingkan ayah. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak tampaknya mulai menjadi fenomena dalam kehidupan suami–istri saat ini. Menjadi ayah merupakan proses yang menantang bagi seorang pria, dimana proses ini menyebabkan berbagai gejolak emosional, karena para ayah tidak terbiasa dengan afeksi yang kompleks yang dimunculkan dalam hubungan antara ayah dan anak. Pengasuhan anak yang hanya dilakukan oleh ayah disebut dengan istilah single father, dimana ayah mempunyai peran ganda dalam mencari nafkah, membesarkan, mendidik dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Beda halnya dengan ibu yang secara sosial budaya telah dipersiapkan untuk menjadi ibu dan mengasuh anak, (Partasari, 2004).

Kondisi ini membuat peneliti tertarik untuk meneliti mengenai gambaran sibling rivalry pada anak sulung yang diasuh oleh single father dan faktor – faktor yang menyebabkan sibling rivalry pada anak sulung yang diasuh oleh single father

(2)

TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling rivalry

Sibling rivalry mengarah pada per-musuhan dan kecemburuan terhadap sau-dara kandung laki-laki maupun perempuan. Menurut Millman & Schaefer (1989), perasaan itu muncul ketika anak yang usia lebih besar merasa bahwa kasih sayang dan perhatian orang tuanya tidak lagi diberikan kepadanya karena telah terbagi oleh adiknya. Hal ini seseuai dengan pendapat Cholid (2004) bahwa sibling rivalry adalah perasaan permusuhan dan cemburu antara saudara kandung dimana kakak atau adik bukan sebagai teman berbagi tetapi sebagai saingan bagi dirinya.

Dikalangan anak, sibling rivalry lebih beraneka ragam. Menurut Hurlock (1978), pada sibling rivalry ada dua macam reaksi. Pertama, bersifat langsung, yang dimun-culkan dalam bentuk perilaku agresif mengarah ke fisik, seperti menggigit, memukul, mencakar, melukai dan menen-dang, atau usaha yang dapat diterima se-cara sosial untuk mengalahkan saingannya. Kedua, reaksi tidak langsung bersifat, yang bersifat lebih halus sehingga sukar untuk dikenali, seperti mengompol, pura-pura sakit, menangis dan menjadi nakal.

Menurut Priatna dan Yulia (2006), reaksi sibling rivalry pada anak yang lebih tua dapat diekspresikan dengan berbagai macam, antara lain dengan cara agresi (memukul, melukai adik) dan regresi (suka mengompol dan menjadi kolokan (manja), rewel) ataupun dengan berekspresi meman-dangi adiknya dengan tajam, menggunakan bibir, menangis seta menjadi pendiam. Digambarkan pula oleh Gibbens (1947) bahwa, anak biasanya mengungkapnya de-ngan hal-hal yang tidak diduga-duga seperti merebut makanan atau mainan adiknya dengan paksa, menggigit, mencakar, me-marahinya, membentak bahkan ada kakak yang memaki adiknya dengan kasar.

Faktor penyebab sibling rivalry menurut Mulyadi (2000), antara lain karena orang tua membagi perhatian dengan orang lain, mengidolakan anak tertentu, peng-liharan rasa kesal orang tua serta kurangnya pemahaman diri.

Priatna & Yulia (2006) menyebutkan faktor penyebab sibling rivalry adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yaitu faktor yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri anak itu sendiri, seperti : temperamen, sikap masing-masing anak dalam mencari perhatian orang tua, perbedaan usia atau jenis kelamin, ambisi anak untuk mengalahkan anak

yang lain. Sedangkan faktor eksternal, yaitu faktor yang disebabkan karena sikap orang tua yang salah dalam mendidik anak-anaknya, seperti : sikap membanding-bandingkan, adanya anak emas diantara anak yang lain.

Perasaan sibling rivalry biasanya terjadi antara dua anak atau lebih yang usianya berdekatan. Sibling rivalry biasanya lebih lazim terjadi ketika jarak usia anak antara 1-3 tahun. Sibling rivalry akan lebih terlihat ketika umur mereka 3 – 5 tahun pada anak-anak dan terjadi lagi pada umur 8 – 12 tahun pada usia sekolah, dan pada umumnya, sibling rivalry lebih sering terjadi pada anak yang berjenis kelamin sama dan khususnya perempuan (Millman & Schaefer, 1981).

Menurut Bakwin & Bakwin (1972), sibling rivalry cenderung menjadi lebih sering ketika anak yang lebih tua (kakak) usianya antara 2 - 4 tahun ketika adik dilahirkan, karena pada usia ini anak menjadi sadar akan kasih sayang orang tuanya.

Orang tua adalah kunci yang mung-kin mempengaruhi sibling rivalry, namun orang tua pula yang dapat memperkecil terjadinya sibling rivalry. Menurut Millman & Schaffer (1981) ada beberapa peran orang tua untuk mengindari sibling rivalry di dalam keluarga antara lain : memberikan cinta dan perhatian yang adil kepada anak, memper-siapkan anak yang lebih tua terhadap kelahiran adik baru, memperhatikan protes anak terhadap kesalahan orang tua, mem-berikan hukuman sesuai dengan kesalahan anak, sharing antara anak dengan orang tua

Menurut Shahriza dkk (2004) hal yang dapat orang tua lakukan untuk memperkecil sibling rivalry, antara lain : mempersiapkan anak akan kelahiran adik, introspeksi diri, menanamkan pendidikan pada diri anak, diskusi dengan anak dan memberikan sanksi yang sesuai.

B. Single father

Single father merupakan bagian dari single parent. Menurut Sager dkk (dalam Duval & Miller, 1985) orang tua tunggal (single parent) adalah orang tua yang memelihara dan membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran dan dukungan dari pasangannya. Cashion (dalam Duval & Miller, 1985) menyatakan bahwa single father adalah ayah yang menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga yang menjaga, mendidik, mem-besarkan saerta menjadi wali bagi anak-anaknya.

Secara spesifik Hanson (dalam Bronstein & Cowan, 1988) menyebutkan faktor

(3)

yang menyebabkan single father karena perceraian, kematian pasangan atau karena merupakan lelaki lajang yang mengadopsi anak. C. Anak sulung

Anak sulung baik pria maupun wanita merupakan anak yang istimewa di mata orang tuanya.. Anak sulung adalah anak tunggal hingga tiba saat adiknya hadir dalam keluarga (Hadibroto dkk, 2003). Menurut Gunarsa (1995), anak sulung adalah anak yang paling tua atau anak pertama yang lahir dari suatu keluarga.

Karakteristik anak sulung antara lain: adanya rasa ingin tahu yang besar, bersikap tanggung jawab, mempunyai prestasi yang tinggi, menyimpan perasaan takut, ambisi yang tinggi, sifat mengalah (Hurlock, 1978),

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek adalah 2 anak sulung, perempuan, berusia 8 dan 9 tahun, diasuh oleh single father. Teknik pengumpulan data melalui

wawancara terhadap subjek dan significant other, dan dengan observasi non partisipan. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Gambaran perilaku sibling rivalry subjek Kedua subjek melakukan agresi fisik seperti memukul, mencubit, dan membanting pintu ketika sedang marah terhadap adiknya. Pada subjek 1 juga kadangkala menonjok adiknya ketika sedang marah. Untuk yang bersifat verbal, subjek pertama mengucapkan perkataan yang tidak pantas ketika sedang marah. Subjek kedua tidak melakukan hal tersebut karena tidak diperbolehkan oleh orang tuanya untuk mengucapkan perkataan yang tidak baik. Namun jika sedang marah, subjek hanya memarahi adiknya dengan cara berteriak, menjerit ataupun menggerutu. Untuk aspek non verbal, ekspresi kemarahan yang diungkap kedua subjek berbeda satu sama lainnya. Subjek pertama mengekspresikan kemarahan terhadap adik dengan melotot, menarik dan membuang nafas panjang, sedangkan subjek kedua mengekspresikannya dengan diam, cemberut ataupun mengurung diri di kamar.

Tabel 1

Gambaran Sibling Rivalry Subjek

No Aspek Subjek

pertama Subjek kedua 1 Perilaku sibling rivalry Fisik

Verbal Non verbal - 2 Faktor penyebab sibling

rivalry Temperamen Mencari perhatian Perbedaan usia Ambisi Dibandingkan Anak emas - 3 Peran orang tua Diperkenalkan

Introspeksi diri Pendidikan Diskusi Sanksi - - - - 2. Faktor-Faktor yang menyebabkan sibling

rivalry pada anak sulung yang diasuh oleh single father

1). Faktor internal

Pada kedua subjek, amarah mudah muncul, terutama ketika tidak menemukan barang yang sedang mereka cari dan ketika diminta untuk mengalah. Subjek 1 cende-rung bertipe kolerik, dimana amarah di-ungkap dengan menjadi

agresif atau berkata sarkastis. Adapun subjek 2 cenderung bertipe flelkmatik, dimana amarah diungkap dengann menjadi lebih pendiam, penurut dan tidak menuntut orang lain.

Kedua subjek sama-sama mencari perhatian kepada ayahnya. Pada subjek pertama, mencari perhatian dengan cara berpura-pura sakit agar menapat perhatian dari ayahnya, sedangkan pada subjek kedua mencari

(4)

perhatian dengan cara bersikap baik kepada adik-adiknya ketika ayahnya sedang berada di rumah. Priatna & Yulia (2006) menga-takan bhawa anak pertama merupakan curahan kasih sayang dan pusat perhatian keluarga. Anak merasa kehilangan kasih sayang dan perhatian orang tua ketika adik bayi lahir, dan membuat anak berusaha mempertahankan perhatian orang tua yang pernah didapat baik dengan cara yang menyenangkan ataupun menjengkelkan.

Kedua subjek merasa, perbedaan usia mereka yang lebih besar membuat mereka selalu diminta mengalah untuk adiknya. Subjek pertama berusia sembilan tahun sedangkan adiknya berusia lima tahun sedangkan subjek kedua berusia delapan tahun dan adiknya berusia lima tahun. Millman & Schaefer (1989) mengatakan bahwa perasaan sibling rivalry biasanya terjadi antara dua anak atau lebih yang usianya berdekatan dan biasanya lazim ketika jarak usia anak antara 1-3 tahun. Sibling rivalry akan terlihat pada usia mereka 3-5 tahun pada anak-anak dan terjadi pada usia 8-12 tahun pada usia sekolah.

Kedua subjek juga merasa adanya sikap pilih kasih dari ayah mereka, terutama masalah perhatian dan pembelaan karena mereka selalu diminta mengalah untuk adiknya. Kedua subjek juga merasakan dirinya dibanding-bandingkan oleh ayah mereka karena usia mereka yang lebih besar yang membuat mereka selalu diminta untuk mengalah. Mulyadi (2000) menyatakan bahwa kadangkala favoritisme terjadi tanpa sadar dilontarkan orang tua didepan anak, dan menurut Priatna & Yulia (2006), sikap membandingkan yang dilaku-kan orang tua kepada anaknya dapat memu-puk kebencian atau iri pada anak yang lain.

Mengenai ambisi anak, menurut Priatna & Yulia (2006), seorang anak akan berusaha menjatuhkan adiknya. Subjek per-tama mempunyai ambisi untuk mengalahkan adiknya dalam mendapatkan perhatian ayahnya, namun subjek kedua tidak mem-punyai ambisi terhadap sesuatu. dihadapan orang lain agar dapat mengembalikan perhatian yang pernah didapatnya.

2). Faktor eksternal

Secara umum, orang tua subjek mem-berikan sedikit pengenalan mengenai adik yang akan lahir. Subjek pertama tidak diperkenalkan karena ketidak harmonisan keluarga, sedangkan subjek kedua hanya diperkenalkan ketika adiknya masih di dalam kandungan. Padahal menurut Shahriza dkk (2004), memberikan pengertian pada anak tentang kehadiran adik sangat membantu untuk memperkecil terjadinya sibling rivalry, misalkan

memberi pengertian pada anak yang lebih tua bahwa adik membutuhkan perhatian dan waktu yang cukup bamyak dan menceritakan pada anak bahwa adik akan menjadi teman baginya.

Walaupun kedua subjek tidak pernah diajak berbicara mengenai sikap ayah mereka dalam memberikan perhatian, namun kedua ayah subjek mempunyai cara sendiri untuk intropeksi diri. Menurut Shahriza dkk (2004), introspeksi dapat dilakukan dengan mempertanyakan pada diri sendiri “apakah saya bersikap adil pada anak-anak saya dan apakah saya bersikap pilih kasih pada mereka”. Dengan begitu orang tua mengetahui kesalahan yang dilakukan.

Pada subjek pertama, secara tidak langusung ayah subjek mengajarkan subjek untuk selalu mengalah kepada adiknya. Sedangkan subjek kedua selalu diingatkan dan diajarkan untuk bertanggung jawab kepada adiknya dan mau mengalah kepada adiknya.

Kedua subjek tidak pernah melakukan diskusi khusus untuk membicarakan sikap dan perhatian ayah mereka, tetapi lebih sering membicarakan mengenai apa yang terjadi dengan kedua subjek baik di sekolah maupun di rumah. Padahal seperti yang dikemukakan Shahriza dkk (2004), dengan diskusi akan memberikan kesempatan pada anak untuk mengeluarkan pendapat dan perasaannya.

Pada subjek pertama, dia tidak pernah diberikan sanksi terhadap kesalahan yang dilakukan, karena ayah subjek selalu memberikan toleransi terhadap apa yang dilakukan dan diucapkan subjek. Sedangkan subjek kedua selalu mendapatkan sanksi terhadap kesalahan yang subjek lakukan..

3. Dampak single father

Dampak single father terhadap munculnya sibling rivalry pada anak sulung cukup besar. Sebagai ayah, secara budaya mereka merasa lebih disiapkan untuk bekerja mencari nafkah guna memenuhi semua kebutuhan hidup keluarga, dan bukannya dipersiapkan untuk merawat, mendidik, menjaga dan memberikan perhatian kepada anak-anaknya. Namun sebagai single father, mereka merasa harus menjalankan kedua fungsi tersebut. Hal inilah yang membuat mereka bersalah kepada anak-anaknya, karena keterbatasan waktu yang dimiliki dalam memberikan perhatian dan kasih sayang. Walaupun mereka dibantu oleh nenek dan tante, mereka masih tetap merasa adanya tanggung jawab yang besar serta kesulitan dalam merawat anak-anaknya.

(5)

Bronstein & Cowan, P.A. (1988). Becoming A Father. A Time Of Change, an Opportunity For Development In Bronstein. New York: Harper & Row Publisher

Pada ayah dari subjek 1, untuk menunjukkan rasa sayang dan perhatiannya, dia memberikan semua keinginan anaknya ataupun memberi toleransi terhadap apa yang dibuat dan dilakukan oleh subjek 1 sehingga membuat subjek dan adiknya saling berebut perhatian. Pada subjek 2, untuk meringankan tanggung jawab yang dirasakan, subjek dilatih untuk menjadi leader terhadap adik-adiknya dengan cara memberikan subjek pekerjaan, yang ternyata membuat subjek menjadi tertekan. Subjek menunjukkan sikap baik dihadapan ayahnya untuk mendapatkan perhatian, namun menjadi mudah marah kepada adiknya ketika ayah subjek tidak berada di rumah.

Cholid, Nirmala.S. (2004). Mengenali Stres Anak dan Reaksinya. Jakarta: Nirmala. Duval, Evelyn M. & Miller, Brent.C. (1985).

Marriage And Family Development 6th ed. New York: Harper & Row Publisher.

Gibbens, J. (1947). The Care Of Children From One To Five. London: Portman Square Gunarsa, Singgih.D. (2000). Psikologi

Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT. Tbk Gunung Mulia.

Hadibroto, I; Syamsir, A; Suryaputra, E & Olifia, F. (2003). Misteri Perilaku anak Sulung, Tengah, Bungsu Dalam Mengenal Urutan Kelahiran Untuk Memahami Diri dan Orang Lain. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum

kedua subjek mengalami sibling rivalry, namun kadar sibling rivalry antara kedua subjek berbeda, dimana perilaku sibling rivalry pada subjek pertama bersifat lebih agresif dibandingkan subjek kedua. Hal ini terlihat dari perilaku-perilaku subjek ketika sedang marah terhadap adiknya. Faktor yang mempengaruhi perilaku sibling rivalry subjek bersifat internal maupun eksternal.

Hurlock, Elizabeth. B. (1978). Perkembangan Anak. Alih Bahasa: Tjandrasa & Zarkasih. Jakarta: Erlangga

Kail, Robert.V. (2001). Children And Their Development. 2th ed. London: Prentice Hall

Mulyadi, Seto. (2000). Mengapa Mereka Cemburu. http:// google.com/sibling rivalry/indo-net. Dunia-pemandu internet Indonesia.htm.

Saran

Dari hasi penelitian tentang gambaran sibling rivalry pada anak sulung yang diasuh oleh single father, maka saran yang diajukan peneliti terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut :

Partasari, W. D. (2004). Ayah Sebagai Orang Tua Tunggal : Studi Mengenai Pengalaman Kehilangan Dan Duka Cita Serta Peran Menjadi Orang Tua Tunggal. Tesis (Tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

1. Untuk single father, diharapkan tidak terlalu menuntut anak yang lebih besar untuk selalu mengalah kepada adiknya, memberikan perhatian, kasih sayang dan reward serta mengetahui cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan anak dan mendisiplin anak.

Priatna, Chollite. & Yulia, A. (2006). Mengatasi Persaingan Saudara Kandung Pada Anak-anak. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

2. Untuk penelitian selanjutnya, agar dapat mengembangkan penelitian mengenai sibling rivalry, misalnya menggali lebih dalam faktor yang mempengaruhi sibling rivalry dan apakah sibling rivalry dapat terjadi pada usia dewasa atau hanya tejadi pada anak sulung .

Millman, Howard.L & Schaefer, E. (1989). How To Help Children With Common Problems. New York: Von Nostrandrein Hold.

Sears, D. O. & Jonathan, L.F. & Anne, P. (1999). Psikologi Sosial 5th ed. Alih Bahasa: Adryanto & Soekrisno. Jakarta: Erlangga.

DAFTAR PUSTAKA

Bakwin., Harry & Bakwin, Ruth. M. (1972).Behavior Disorder In Children. New York: W.B Saunder Company.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token Arends berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada materi sistem

makanan yang dijajankan di lingkungan sekolah SD Inpres Bontomanai Makassar, maka ditemukan cara pengolahan yang kurang baik yaitu sebelum dilakukan pengelolahan pada

Data yang diperoleh dengan cara melakukan pengukuran kadar gula darah sampel yang telah ditetapkan, 5-10 menit sebelum Senam Diabetes dan 5-10 menit sesudah

Sedangkan Haywood (1992) dalam (Aqmala, 2007:15) menyatakan bahwa terdapat delapan hal yang mempengaruhi efektivitas pelatihan, yaitu : (1) dukungan organisasi atas perubahan,

Orang tua selalu memberikan saya nasehat untuk lebih maju terutama dalam menunjang prestasi belajar.. Orang tua tidak memberikan saya uang untuk membeli buku

Untuk mengetahui pengaruh investasi dan upah riil terhadap penyerapan tenaga. kerja sektor industri pengolahan menggunakan analisis regresi

Dalam kasus ini, pegawai Bank yang melakukan penyalahgunaan deposito nasabah dan menimbulkan kerugian terhadap nasabahnya merupakan tanggung jawab dari Direksi karena

Jadi, untuk mengetahui apakah penerapan penghitungan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan pasal 21 pegawai, sudah dilakukan sesuai Undang-Undang perpajakan