• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Hubungan Hukum Keuangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Perspektif Hukum Keuangan Negara. Oleh : Fitria 1 ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaturan Hubungan Hukum Keuangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Perspektif Hukum Keuangan Negara. Oleh : Fitria 1 ABSTRAK"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaturan Hubungan Hukum Keuangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Perspektif

Hukum Keuangan Negara Oleh :

Fitria1 ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang Pengaturan Hubungan Hukum Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Perspektif Hukum Keuangan Negara. Pada hakekatnya pengaturan Hubungan Hukum Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terdapat konflik norma dan memberi ruang untuk penafsiran norma-norma tersebut. Adapun permasalahan dari penelitian ini adalah mengkaji bagaimana Pengaturan Hubungan Hukum Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Bagaimana Pengelolaan Hukum Keuangan Daerah di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis Pengaturan Hubungan Hukum Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Untuk mengetahui Pengelolaan Hukum Keuangan Daerah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang mengkaji hal-hal yang bersifat teoritis: prinsip, konsepsi, doktrin hukum serta isi kaedah hukum yang berhubungan dengan Pengaturan Hubungan Hukum Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Perspektif Hukum Keuangan Negara. Penelitian diharapkan mengenai Keuangan Negara terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa gubernur/bupati/walikota bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Oleh karena itu haruslah ada aturan mengenai pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan baik Pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat yang diatur berdasarkan Undang-Undang Otonomi daerah dan Keuangan Negara. Sehingga tidak menimbulkan konflik kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan Keuangan Negara dan Daerah.

1

(2)

Kata Kunci: Hukum Keuangan Negara, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

A. Pendahuluan.

Bentuk Negara Republik Indonesia dalam UUD 1945, pasal khusus tentang hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yaitu pasal 18 ayat (5) “ pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat “. Kemudian ditegaskan kembali dalam UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjelaskan secara terinci tentang kekuasaan/urusan pemerintah pusat yaitu meliputi: a. politik luar negeri, b. pertahanan, c. keamanan, d. yuistisi, e. moneter dan fiskal nasional, f. agama “. Hal tersebut menunjukkan adanya unsur bentuk negara federal dalam Negara Republik Indonesia.

Konsep Negara kesatuan yang dianut Indonesia dengan sistem desentralisasi dalam naunsa otonomi daerah memberikan konsekuensi pada permasalahan pertanggungjawaban keuangan Negara terutama dalam pertanggungjawaban kauangan daerah. Hal tersebut selanjutnya terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Pasal 155 dan 156 UU Nomor 32 tahun 2004, Pasal 155 ayat (1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan, daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah. Ayat (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara. Ayat (3) Administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Selanjutnya dalam Pasal 156 ditegaskan pada ayat (1) Kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. Ayat (2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan

(3)

dan pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Ayat (3) Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima/mengeluarkan uang.

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan;, kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya;, hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip “uang mengikuti fungsi”. Di dalam Undang-Undang mengenai Keuangan Negara, terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa gubernur/bupati/walikota bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah

(4)

melekat dan menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah. Berdasarkan hal tersebut untuk mendapatkan pemahaman tentang hubungan Hukum Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Menyadari pentingnya pengaturan

antara hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah ini lah yang

melatarbelakangi tulisan dengan judul “ Pengaturan Hubungan Hukum

Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Perspektif Hukum Keuangan Negara dengan Permasalahan Pengaturan Hubungan Hukum Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dan Pengelolaan Hukum Keuangan Daerah di Indonesia?

B. Pembahasan.

1. Hubungan Kewenangan

Dianutnya desentralisasi dalam organisasi Negara tidak berarti ditanggalkannya asas sentralisasi, karena kedua asas tersebut tidak bersifat dikotomis, melainkan kontinum. Pada prinsipnya, tidaklah mungkin diselenggarakan desentralisasi tanpa sentralisasi. Sebab desentralisasi tanpa sentralisasi akan menghadirkan disentegrasi, oleh karena itu otonomi daerah pada hakekatnya mengandung kebebasan dan keleuasaan berprakarsa, memerlukan bimbingan dan pengawasan Pemerintah, sehingga tidak menjelma menjadi kedaulatan. Otonomi daerah dan daerah otonom adalah ciptaan pemerintah. Walaupun demikian, hubungan antara daerah otonom dan pemerintah adalah hubungan antarorganisasi dan bersifat resiprokal.2 Hubungan kewenangan, antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara menentuakan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini akan mencerminkan suatu bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas . dapat digolongkan sebagai otonomi terbatas apabila; pertama, urusan-urusan rumah tangga daerah ditentukan secara kategoris dan pengembangannya diatur dengan cara-cara tertentu pula.kedua,

2

Bhenyamin Hoessein, 2005, Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah, dalam Soetandyo wignosubroto dkk., Pasang Surut Otonomi Daerah Sketsa Perjalanan 100 Tahun, Institute for Local Development Yayasan Tifa, hal. 199.

(5)

apabila sistem supervise dan pengawasan dilakukan sedemikan rupa, sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, ketiga, sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuan keuaangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak otonomi daerah. Otonomi luas biasa bertolak dari prinsip: semua urusan pemerintahan pada dasarnya menjadi urusan rumah tangga daerah, kecuali yang ditentukan sebagai urusan pusat. Dalam Negara modern, lebih-lebih apabila dikaitkan dengan paham Negara kesejahteraan, urusan pemerintahan tidak dapat dikenali jumlahnya.3 Selanjutnya terkait dengan pengelolaan keungan di daerah juga tidak terlepas dari sistem yang dianut oleh Negara Indonesia terutama dalam nuansa otonomi daerah yang mengedepankan desentralisasi. Selanjutnya pelaksanaan keuangan Negara di Negara Republik Indonesia setelah tidak berlakunya lagi ICW diatur dalam UU No 17 tahun 2003. dalam pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UU No 17 tahun 2003 mengatur bahwa presiden menyampaikan rancangan Undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keungan yang telah diperiksa oleh BPK yang meliputi laporan realisasi APBN, Neraca, Laporan arus Kas dan catatan laporan keuangan perusahaan Negara dan badan lainnya.

2. Sumber Keuangan Daerah

Adapun yang dimaksud dengan sumber keuangan daerah adalah asal keuangan daerah itu didapat. Hal ini jika dicerna dapat dilihat dari pemecahan kata sumber keuangan daerah yaitu sumber yang berarti asal mula atau berasal dari, sedangkan keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik yang berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pengertian keuangan daerah tersebut

3

Bagirmanan, 2001, Menyosong Fajar Otonomi Daerah, PSH FH UII, Yogyakarta. hal. 37.

(6)

diambil dari pengertian keuangan Negara sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara yang menegaskan “ Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut“. Dengan demikian jika digabungkan pengertian sumber keuangan daerah mempunyai arti asal mula atau berasal darimana semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik yang berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

3. Kewenangan pemerintah daerah

Adapun yang dimaksud dengan kewenangan pemerintah daerah adalah dilihat dari dua sudut pandang yaitu pertama, dilihat dari pengertian kewenangan. terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah menunjukkan pada hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam hal ini Kepala Daerah dan DPRD sebagaimana diberikan oleh undang-undang yaitu UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Dalam UUD 1945 ditegaskan pada pasal 18 ayat (2) “ pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Kemudian ketentuan tentang kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam nuansa otonomi diatur secara jelas dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Ketentuan yang dimaksud diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

(7)

d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan;

f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;

j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Kemudian dalam ayat (2) menguraikan “ Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan”. Selanjutnya dalam Pasal 14 pada ayat (1) menjelaskan Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan;

(8)

g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertanahan;

l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Kemudian ayat (2) menjelaskan bahwa Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Pasal-pasal tersebut diatas menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintahan daerah. Sementara itu hal yang terkait dengan pendanaan bersumber dari pemerintah daerah itu sendiri dan pemerintah pusat melalui APBN. Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah tersebut merupakan perincian kewenangan selain kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat. Dalam hal ini pemerintah pusat hanya memiliki kewenangan terbatas, sebagaimana diuraikan dalam pasal 10 ayat (3) menegaskan “ urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a). Politik luar negeri, b). Pertahanan, c). Keamanan, d). Yustisi, d). Moneter dan Fiscal Nasional serta f). Agama.

4. Kewenangan Pemerintah Daerah dibidang keuangan

Pemerintah daerah juga mememiliki kewenangan dibidang keuangan daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam mengelola sumber-sumber pendapatan daerah sebagaimana ketentuan yang

(9)

diatur dalam undang-undang. Pemerintah daerah juga mempunyai keterkaitan dalam pengelolaan keuangan yang berasal dari pemerintah pusat melalui dana perimbangan. Ketentuan yuridis tentang kewenangan pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah menjadi kewenangan yang dimiliki oleh kepala daerah dengan DPRD melaui format peraturan daerah tentang APBD sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.

5. Pengaturan Hubungan Hukum Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Pada umumnya hubungan antara pemerintah pusat dan daerah terrefleksi dalam intergovernmental fiscal relatiions. Pelimpahan tugas kepada pemerintah daerah dalam otonomi harus disertai dengan pelimpahan keuangan (Money follows functions). Pendelegasian pengeluaran (expenditure

assignment) sebagai konsekuensi diberikannya kewenangan yang luas serta

tanggungjawab pelayanan publiktentunya harus diikuti dengan adanya pendelegasian pendapatan (revenue assignment). Tanpa pelimpahan ini, otonomi daerah menjadi tidak bermakna. Seiring dengan perkembangan waktu, masalah hubungan keuangan dan pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan daerah tersebut pada akhirnya sangat tergantung pada tingkatan atau derajat desentralisasi (degree of decentralization) yang tercermin dalam pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.4 Apabila derajat desentralisasinya rendah (dekonsentrasi dominan), maka pemerintah pusat akan memegang kendali utama dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah. Sebaliknya, apabila tingkatan desentralisasinya tinggi (desentraliasasi dominan), maka pemerintah daerah yang bertanggungjawab penuh dalam perencanaan dan penanggaran

4

Josef Riwu Kaho,1988,Prospek Otonomi daerah di Negara Republik Indonesia,Rajawali Pers,Jakarta,Cet. Pertama,hal. 15-18.

(10)

pembangunan di daerah. Adanya kaitan yang erat antara kegiatan pemerintahan dengan sumber pembiayaan pada hakekatnya memberikan petunjuk bahwa pengaturan hubungan keuangann pusat dan daerah tidak terlepas dari masalh pembagian tugas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Suatu sistem hubungan keuangan pusat dan daerah hendaknya dapat memberikan kejelasan mengenai berapa luas kewenangan yang dipunyai pemerintah daerah dalam kebebasannya untuk mengadakan pungutan-pungutan, menetapkan tarif dan ketentuan-ketentuan penerapan sanksinya; dan seberapa luas kebebasan pemerintah daerah dalam menetukan besar dan arah pengeluarannya. Oleh karena itu, untuk melihat suatu sistem hubungan keuangan pusat dan daerah perlu dilihat dari keseluruhan tujuan hubungan keuangan pusat dan daerah. Dalam hal ini ada empat kriteria yang perlu diperhatikan untuk menjamin adanya sistem hubungan keuangan pusta dan daerah yaitu:

a. sistem tersebut seharusnya memberikan distribusi kekuasaan yang rasional diantaranya berbagai tingkat pemerintah mengenai penggalian sumber-sumber dana pemerintah dan kewenangan penggunaannya, yaitu suatu pembagian yang sesuai pola umum desentralisasi;

b. sistem tersebut seharusnya menyajikan suatu bagian yang memadai dari sumber-sumber dana masyarakat secara keseluruhan untuk membiayai pelalsanaan fungsi-fungsi penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

c. Sistem tersebut seharusnya sejauh mungkin mendistribusikan pengeluaran pemerintah secara adil diantaranya daerah-daerah, atau sekurang-kurangnya memberikan prioritas pada pemerataan pelayanan kebutuhan dasar tertentu;

d. Pajak dan retribusi yang dikenakan oleh pemerintah daerah harus sejalan dengan distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam masyarakat. 5

Masalah hubungan keuangan antara Pusat dengan Daerah dapat dipecahkan dengan sebaik-baiknya hanya apabila masalah pembagian tugas dan kewenangan antara pusat dan daerah juga dipecahkan dengan jelas. Pemerintah daerah sudah tentu harus memiliki kewenangan memberlanjakan

5

Machfud Sidik,2005,Hubungan Keuangan Pusat-Daerah,Makalah ,tanpa tahun,hlm. 2-3. Dikutip oleh Ni’matul Huda dalam Otonomi Daerah,Pustaka Peljar,Yogyakarta,Hal.102-102

(11)

suber-sumber daya keuangannya agar dapat menjalankan fungsi-fungsi yang menjadi tanggungjawabnya. pemerintahan suatu negara pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama. Pertama, fungsi alokasi, yang meliputi sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat.Kedua, fungsi distribusi, yang , meliputi pendapatan dan kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan. Ketiga, fungsi stabiliasasi yang meliputi pertahanan keamanan, ekonomi dan moneter. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, sedangkan fungsi alokasi pada umumnya lebih efektif dilaksakanan oleh pemerintah daerah, karena daerah pada umumnya lebih mengetahui kebutuhan serta estándar pelayanan masyarakat. Dengan demikian, pembangian ketiga fungsi dimaksud sebagai landasan dalam menentukan dasar-dasar perimbangan keuangan antara pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara jelas dan tegas.6 Didalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal 15, diatur hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang meliputi :

a. Pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah;

b. Pengalokasian dana perimbanagn kepada pemerintah daerah; dan c. Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah. Hubungan dalam bidang keuangan antar-pemerintahan daerah meliputi:

a. Bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/Kota;

b. Pendanaan urusan pemerintahan yang meliputi tanggung jawan bersama;

c. Pembiayaan bersama atas kerjasama anardaerah dan d. Pinjaman dan/atau hibah antar pemerintahan daerah.

Di dalam Undang-undang mengenai keuangan negara terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebgai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden

6

(12)

sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/ walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikian kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah yaitu dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.

6. Pengelolaan Keuangan pemerintah Daerah di Indonesia

Pengelolaan keuangan pemerintah daerah di Indonesia terkait dengan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh kepala daerah sebagai pemimpin pemerintahan daerah. Ketentuan yuridis tentang kekuasaan pengelolaan keuangan pada pemerintah daerah dapat dilihat dari beberapa peraturan yang mengatur tentang keuangan Negara yang sekaligus terkait dengan pemerintah daerah. Ketentuan dalam Undang-undang yang dimaksud adalah :

1. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah

Ketentuan tentang kekuasaan atas pengelolaan keuangan daerah diatur dalam pasal 156 ayat (1) Kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. Kemudian dalam ayat (2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Pada ayat (3) Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima/mengeluarkan uang. Ketentuan pasal dalam Undang-undang ini

(13)

menekankan bahwa yang memiliki kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah adalah Kepala Daerah selaku pemimpin pemerintahan daerah. Dalam hal ini Kepala daerah dapat melimpahkan kepada pejabat lain berdasarkan prinsip pemisahan kekuasaan.

2. Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Ketentuan tentang kewenangan atau pihak yang memiliki kekuasaan dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah diatur dalam pasal 66 ayat (1) keuangan daerah dikola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat. Ayat (2). APBD, perubahan APBD dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Ayat (3). APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi dan distribusi. Ayat (4). Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, dapat dilihat bahwa yang memiliki kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah adalah Kepala Daerah sebagai pimpinan eksekutif dan DPRD sebagai Lembaga Legislatif. Kedua lembaga tersebut saling berhubungan sebab terkait dengan pembentukan peraturan daerah sebagai landasan dalam penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah atau ketentuan tentang keuangan pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran.

3. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara.

Ketentuan tentang pihak yang mempunyai kekuasaan dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah pada undang-undang ini diatur dalam pasal Pasal 10 ayat (1) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c :

a. Dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD;

(14)

b. Dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.

Ayat (2) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD; b. Menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD; c. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan

dengan Peraturan Daerah;

d. Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;

e. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Ayat (3) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

b. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

c. Melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

d. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

e. Mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

f. Mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

g. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

Ketentuan dalam undang-undang ini juga memberikan kekuasaan dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah kepada Kepala daerah dan perangkat penyelenggara pemerintahan daerah. Selain itu juga terkait dengan DPRD sebagai lembaga yang berperan dalam pembentukan dan pengesahan APBD serta pelaporan pelaksanaan APBD dalam setiap tahun anggaran.

(15)

C. Penutup. 1. Kesimpulan

Dari keseluruhan penjelasan yang telah diuraikan, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

a. Keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik yang berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dalam hal ini pengelolaan keuangan daerah sangat terkait dengan sumber keuangan daerah yaitu berasal dari pendapatan asli daerah dan dari pemerintah pusat yang berupa Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum.

b. Di dalam Undang-Undang mengenai keuangan negara terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebgai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/ walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikian kekayaan daerah yang dipisahkan.

2. Saran-saran

Berhubungan dengan masalah pengaturan hubungan hukum keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang masih perlu secara jelas pembagian baik segi pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

a. Perlu adanya penjelasan secara rinci mengenai masalah hubungan keuangan antara Pusat dengan Daerah agar dapat dipecahkan dengan sebaik-baiknya hanya apabila masalah pembagian tugas dan kewenangan antara pusat dan daerah juga dipecahkan dengan jelas. Pemerintah daerah sudah tentu harus memiliki kewenangan memberlanjakan suber-sumber daya keuangannya

(16)

agar dapat menjalankan fungsi-fungsi yang menjadi tanggungjawabnya dan mana yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat mengenai keuangan daerah yang dapat dikelolanya.

b. Diharapkan peningkatkan koordinasi antar instansi untuk memonitor dan melaporkan pengelolaan keuangan yang menjadi tanggungjawabnya. Melihat pentingnya pengelolaan keuangan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan daerah, serta untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan yang dilakukan pada suatu Pemerintah daerah.

(17)

Daftar Pustaka Buku:

Ismail Suny, Pergeseran kekuasaan Eksekutif, Rheneka, Jakarta, 1965.

N.E. Algra Et.al., Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae, Belanda Indonesia, terjemahan Saleh Adiwinata, A.Teloeki, Boerhanuddin St. Batoeah, Bina Cipta, Jakarta, 1983.

Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah Kajian Tentang Hubungan

Keuangan antara Pusat dan Daerah, UII Press, Yogyakarta,2006.

Ni’matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah,FH UII Press,Yogyakarta,2007

Sugijanto, Majalah Triwulan BPK-RI, pemeriksa, Nomor 73, Januari 2000.

W.J.S. Purwadarminta, Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2002.

Undang-undang :

---UUD 1945 Hasil Amandemen

---Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah.

---Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

---Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara.

---Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian yang telah peneliti lakukan pada BBDO Indonesia adalah: Untuk mengetahui bagaimana proses perencanaan strategis yang dilakukan oleh Departemen Strategic

model pembe-lajaran langsung, (2) manakah yang menghasilkan pemahaman konsep dan keterampilan komputasi matematika yang lebih baik, siswa dengan kemam-puan

a. Menyusun rencana kegiatan Kelurahan berdasarkan data dan program Kecamatan serta ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Memimpin dan mendistribusikan tugas

Walaupun tidak hidup pada klasifikasi abad pertengahan (yang dimulai ketika Gregorius Agung menjadi Paus tahun 590), pada umumnya Boetius (480-524), Cassiodor (490-583) dan

Sesuai peruntukannya jalan terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum merupakan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, sedangkan jalan khusus merupakan

Dari temuan yang berupa gambaran tentang instrumen gendrang dan pola tabuhannya yang dilihat dari sisi manfaat bahwa instrumen gendrang merupakan hasil dari

Ada sedikit perbedaan nilai MOS yang diperoleh dari hasil percobaan sebelumnya (gambar 4.6) dengan nilai MOS yang diperoleh pada pengujian ini, di mana pada

Yang termasuk tenaga bagian sanitasi adalah Akademi Pendidikan Lingkungan (APL) , D III Kesehatan Lingkungan atau D III lainnya yang memiliki pengalaman kerja