• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEOLOGI DAN KESALEHAN ABAD PERTENGAHAN. Jefri Wungow

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEOLOGI DAN KESALEHAN ABAD PERTENGAHAN. Jefri Wungow"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

8

TEOLOGI DAN KESALEHAN ABAD PERTENGAHAN

Jefri Wungow

Jefri246wungow@gmail.com

PENDAHULUAN

Para pendahulu kita, khususnya para teolog Kristen dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka (tergantung bagaimana cara kita menilai) harus kita akui telah memberikan sumbangan besar dalam sejarah pemikiran teologi Kristen yang bukan hanya mempengaruhi kekristenan itu sendiri tetapi juga mempengaruhi kebudayaan termasuk di dalamnya pendidikan dan politik di mana agama Kristen itu berkembang (khususnya di Eropa).

Adalah penting bagi kita untuk mempelajari dan mengerti pemikiran-pemikiran tersebut seperti diungkapkan Tony Lane dalam kata pengantar bukunya,

Kita justru harus membaca tentang masa lampau untuk dapat mengerti zaman ini. Orang yang tidak menguasai sejarah adalah bagaikan orang yang lupa ingatan . . . Pengetahuan mengenai sejarah membantu kita untuk lebih mengerti, baik diri kita sendiri maupun mereka yang berlawanan pendapat dengan kita.1

Sejarah gereja mencatat begitu banyak tokoh pemikir-pemikir Kristen baik yang dapat diterima maupun yang ditolak oleh gereja. Sebagai contoh Lane merangkum pemikiran 118 teolog Kristen dimulai dari zaman bapa-bapa rasuli sampai ke zaman modern ini (abad XX) dalam bukunya Runtut Pijar. Tentu saja masih begitu banyak para pemikir Kristen dengan hasil-hasil pemikirannya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Secara umum Lane membagi ke-118 teolog Kristen ini ke dalam lima bagian yang disusun berdasarkan zamannya masing-masing, tetapi khusus dalam makalah ini batasan pembahasannya adalah pemikiran teologi yang muncul pada abad-abad pertengahan dalam sejarah gereja yaitu abad VI sampai abad XV tepatnya tahun 590 sampai tahun 1517. Momentum awal yang menandai gereja memasuki zaman abad-abad pertengahan adalah diangkatnya Gregorius sebagai Paus tahun 590, yang kemudian dikenal sebagai Gregorius I Agung. Dia diakui sebagai Paus pertama dalam sejarah gereja walaupun sebagian orang lebih menerima Leo I Agung yang menjadi uskup Roma dari tahun 440-461 sebagai Paus pertama. Selama sepuluh abad kemudian gereja menguasai Eropa yang dikenal juga dengan zaman kegelapan yang diakhiri dengan satu momentum besar yaitu dipakukannya 95 dalil yang menentang Paus di Roma oleh Martin Luther di pintu gereja Wittenberg Jerman yang membawa gereja memasuki zaman baru yaitu zaman reformasi.

Selama sepuluh abad tersebut, seiring dengan perkembangan zaman, berkembang pula pemikiran-pemikiran teologi Kristen oleh para kaum intelektual Kristen yang bermunculan dari abad ke abad selama sepuluh abad pertengahan itu. Berbicara mengenai teologi Abad-abad Pertengahan itu kita tidak mungkin keluar dari pembahasan teologi scholastik, karena teologi ini muncul dan berkembang pada zaman abad-abad pertengahan. Terutama akan kita pelajari pemikiran Anselmus yang dianggap sebagai pendiri aliran teologi scholastik ini dan Thomas Aquino sebagai puncak kejayaan scholastik.

Selain mempelajari teologi scholastik kita juga akan melihat beberapa pemikiran dari teolog-teolog Kristen lainnya yang muncul pada zaman abad-abad pertengahan ini, khususnya para penganut Mistikisme. Pada pembahasan Mistikisme kita akan melihat bagaimana pandangan

(2)

9

para tokoh-tokoh mistik Kristen yang bermunculan pada Abad-abad Pertengahan ini antara lain Bernard dari Clairvaux dan Bonaventura, si “Pangeran Mistik.”

Totalnya kita akan melihat tujuh belas tokoh beserta hasil-hasil pemikirannya secara singkat dalam pembahasan Pemikiran Teologi yang berkembang pada Abad-abad Pertengahan (590-1492).

TEOLOGI SCHOLASTIK

Latar Belakang

Teologi pada zaman gereja abad-abad permulaan adalah teologi yang tumbuh dari anggota gereja yang mayoritas adalah orang-orang Yunani dan Romawi, yang menggunakan cara berpikir dan filsafat mereka untuk membela iman Kristen dari gempuran ajaran-ajaran sesat dan bidat-bidat yang dirumuskan dan diputuskan dalam konsili-konsili besar. Teologia “Gereja Lama” ini kemudian diwariskan kepada gereja yang mulai memasuki zaman abad pertengahan.2 Tetapi lama-kelamaan kaum intelektual tidak puas dengan teologi gereja lama tersebut karena buku-buku teologi yang ada pada waktu itu hanyalah kumpulan kutipan-kutipan dari karangan-karangan Bapa-bapa Gereja Lama, sementara itu karangan-karangan para filsuf kafir Yunani (terutama Aristoteles) mulai muncul dan diperhatikan kembali di Eropa Barat. Hal ini bagi gereja adalah ancaman yang lebih hebat lagi daripada ancaman bidat-bidat. Filsafat Aristoteles merupakan suatu sistem pemikiran yang berlainan dengan ajaran gereja, namun bagi para intelektual pada zaman itu memandangnya sebagai teladan. Gereja mengalami dilema yang berat, akhirnya gereja memberi jawab: menyelaraskan filsafat dan teologi menjadi satu sistem pemikiran.3

Hal ini terjadi pada tahun 1000 dikalangan kaum terpelajar saja yang tidak berhubungan dengan hidup jemaat awam, oleh sebab itu teologi abad-abad pertengahan ini hanya diusahakan di sekolah-sekolah tinggi saja dan karenanya cara berteologi ini dinamakan “scholastik.”4 Istilah

scholastik sendiri berasal dari istilah Latin “schola”5 yang berarti “sekolah.” Istilah ini mencakup juga pola dan metode mengajar, yang berusaha untuk mengorganisir dan mensistemasir seluruh pengetahuan secara rasional dan logis.

Ilmu scholastik (scholasticism)6 bukanlah untuk menciptakan pasal-pasal kepercayaan yang baru melainkan memberikan suatu cara atau sistem berpikir untuk memikirkan kembali atau berpikir lebih kritis lagi terhadap isi teologi yang diwarisi dari waktu-waktu sebelumnya. Menurut keyakinan para teolog scholastic bahwa segala ajaran gereja itu bukan saja harus dipercaya, tetapi juga dapat dimengerti. Sebab itu mereka berusaha untuk membuktikan bahwa segala sesuatu yang telah dinyatakan oleh Allah dapat diterangkan dan dibenarkan terhadap akal budi manusia.7

Dengan demikian soal terutama yang dipikirkan oleh scholastik, ialah: bagaimana relasi

antara penyataan (wahyu) Tuhan dengan akal budi manusia? Untuk mengerti penyataan Tuhan

dipakainya teologi Augustinus8 dan untuk melatih diri dalam hal berpikir menurut ilmu filsafat digunakan kitab “Logica”, karangan Aristoteles, ahli filsafat Yunani itu, karena pada abad-abad

2 H. Berkhof, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2007), 102 3 Van Den End, Harta Dalam Bejana (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), 135 4 Berkhof, loc.cit.

5 Bandingkan dengan bahasa Inggris “school” Diktat

Sejarah Gereja jilid II [Malang: Institut Injili Indonesia, 1983], 39)

6 ______, Materi sejarah Gereja Umum I (Malang: STT Yestoya, 2008), 62 7 Berkhof, loc.cit.

8

Lih. Penjelasan Tony Lane dalam bukunya mengenai Augustinus yang dijuluki “Blue Print” iman Kristen (Ibid., 39-44)

(3)

10

itu hanyalah kitab Aristoteles ini saja yang dikenal didunia barat.9 Dengan demikian teologi scholastik berusaha untuk menggabungkan dan bahkan mendamaikan rasio dan iman, filsafat dan penyataan Allah/teologi10 .

GARIS BESAR PERKEMBANGAN TEOLOGI SCHOLASTIK

Dasar Teologi Abad-abad Pertengahan (480-550)

Walaupun tidak hidup pada klasifikasi abad pertengahan (yang dimulai ketika Gregorius Agung menjadi Paus tahun 590), pada umumnya Boetius (480-524), Cassiodor (490-583) dan Dionysius Areopagita (sekitar 550) dianggap sebagai teolog-teolog yang menyetel arus perkembangan teologi abad-abad pertengahan11 karena mereka hidup dan menghasilkan pemikiran-pemikiran teologi mereka yang sangat penting itu pada peralihan dari abad-abad permulaan ke zaman abad-abad pertengahan.

1. Boethius (480-524).12 Boethius dan Augustinus adalah “pengikut Neo-Platonisme13 yang menjadi Kristen.” Perbedaannya terletak pada tempat yang diberikan kepada Yesus Kristus, jika iman Kristen Augustinus begitu radikal dan pengungkapan ajaran Kristen menempati pusat pemikirannya, berbeda dengan iman Kristen Boethius yang begitu dangkal karena ia lebih tertarik kepada Neo-Platonisme dan menjadikannya tempat yang sentral dalam pemikirannya dari pada iman Kristen.14 Oleh sebab banyak orang meragukan apakah ia benar-benar seorang teolog dan penganut Kristen?15

Namun demikian tidak dapat disangkal bahwa dialah yang menjadi penghubung antara filsafat klasik dengan dengan abad-abad berikutnya. Boethius sangat tepat disebut sebagai orang Romawi terakhir dan penganut Skolastik pertama.16 Mengapa? Karena dialah yang telah menerjemahkan seluruh karya Aristoteles ditambah dengan penjelasan-penjelasannya sendiri. Dari kekaguman dan usahanya untuk mengharmonisasikan ke-3 filsafat utama Yunani Aristoteles, Platonisme dan Neo-Platonisme, mendekati akhir hidupnya di penjara, ia menuliskan karya terbesarnya De Consolatione Philosophiae (Hiburan dari Filsafat) yang terdiri dari lima jilid. Ia menulis dalam bentuk dialog antara dirinya dengan seorang perempuan bernama Filsafat. Walaupun dianggap sebagai salah satu karya klasik rohani yang besar, di dalamnya tidak menyebut soal Kristen, Yesus Kristus, iman, dosa, dll. Akhirnya disimpulkan bahwa pesan buku ini yaitu sebagai penyelamatan melalui filsafat Neo-Platonisme. Pada akhir hidupnya ia terhibur bukan oleh teologi tapi oleh filsafat.17 Baginya filsafat adalah sesuatu yang sangat indah, estetik

9 Berkhof, loc.cit. 10 Kuhl, loc.cit. 11

Ibid., 40

12 Nama aslinya adalah Anicius Manlius Severinus Boethius, lahir dari keturunan mantan kaisar Romawi

(Lane, op.cit., 78-79). Ia menjadi Perdana Menteri (Kanselir) pada pemerintahan Kaisar Theodorik Agung pada tahun 510 tapi kemudian dihukum mati pada tahun 524 karena tuduhan berkhianat dengan kerajaan Romawi Timur (Kuhl, loc.cit.)

13 Neo-Platonisme adalah perkembangan selanjutnya dari dualisme Platonis oleh Plotinus dari

Likopolis Mesir, pandangannya bahwa kehidupan rohani tidak dapat diraih melalui usaha akal tetapi melalui hubungan kebatinan dengan Yang Mahakuasa. Karena daya pikir manusia tidak akan mampu mencapai Allah, hanya perasaanlah yang dapat menjalin komunikasi dengan-Nya (Merrill C. Tenney, Survey Perjanjian Baru [Malang: Gandum Mas, 2006], 92-93)

14 Lane, op.cit., 80-81 15 Kuhl, loc.cit. 16

Lane, loc.cit.

(4)

11

dan berguna yang mampu menghiburkan dan menenangkan jiwa manusia.18 Semua hasil karyanya ini menjadi buku-buku yang paling banyak dibaca oleh kaum intelektual pada Abad-abad Pertengahan.

2. Cassiodor19 Cassiodor sebagaimana Boethius menganjurkan suatu penggabungan filsafat dengan teologi. Cassiodor yang menjadi Abbot atas biara yang didirikannya sendiri menugaskan para biarawannya untuk menyalin buku-buku teologi dan buku-buku filsafat dengan tangan karena belum ada alat-alat percetakan dan badan-badan penerbitan di Eropa. Tindakannya ini ternyata memainkan peranan yang sangat penting bagi sistem dan perkembangan pendidikan di Eropa pada kemudian hari. Akibatnya karangan-karangan Aristoteles, Plato, Cicero, dan Plotinus mau tidak mau harus dipelajari oleh para biarawan. Biara-biara kemudian menjadi pusat ilmu pengetahuan dan pendidikan di seluruh Eropa dan yang menjadi “penguasanya” adalah para biarawan tersebut sampai abad XII. Baru pada zaman Renaissance dan Humanisme terjadi perubahan besar pada sistem pendidikan di Eropa,20 pada waktu itu karena daya tarik teologi scholastik, semua biara dipenuhi oleh orang-orang muda yang mau belajar. Karena biara sudah tidak mampu lagi menampung maka tenaga-tenaga pengajar dan mahasiswa-mahasiswa itu bergabung menjadi suatu badan yang berdiri sendiri yang disebut “Universitas” (=”keseluruhan”, yaitu keseluruhan para sarjana).21

3. Dionysius dari Areopagus (atau juga disebut Dionysius Pseudo-Areopagita)22

Dionysius dianggap sebagai salah satu dari tiga peletak dasar teologi scholastic didasarkan pada empat hasil karyanya23 di mana pemikiran-pemikirannya ini telah diresapi sepenuhnya oleh Neo-Platonisme24. Johanes Scotus Eriugena menerjemahkan karyanya ke dalam bahasa Latin kira-kira tahun 85025 dan melalui terjemahan ini Dionysius mempengaruhi Hugo dari st. Victor (1096-1141), Albertus Magnus (1193-1280) serta murid kebanggaan Albertus, Thomas Aquino (1224-1274) serta penganut-penganut Mistikisme abad-abad pertengahan dan juga para penganut Humanisme (mis. Jhon Colet).26

Pra-Scholastik (800-1000)

Teolog-teolog yang masuk dalam klasifikasi ini adalah Alkuin (730-804) yang menghasilkan karangan-karangan yang sistematik, yang juga mengadakan revisi terhadap Alkitab berbahasa Latin, Vulgata. Ada juga Rabanus Maurus (780-856), Walafried Strabo dan Johanes Scotus Erigena.

1. Walafried Strabo (808-849) Karya teologisnya yang sangat berpengaruh pada

zamannya adalah sebuah komentar terhadap keseluruhan Alkitab, “Glossa Ordinaria.” Komentar ini cukup menentukan metode penafsiran Alkitab sampai ke zaman Reformasi berlangsung. Komentarnya ini berulang-ulang kali disalin sampai abad XVII, dan menjadi buku eksegese

18 Kuhl, op.cit., 41

19Cassiodor adalah seorang Kanselir di Ravenna Italia dalam pemerintahan Theodorik Agung. Setelah

keruntuhan kerajaan Goth Timur tersebut, ia menjadi biarawan dan mendirikan sebuah biara, yang ia jadikan sebagai pusat pendidikan agama maupun sekular (Kuhl, loc.cit.)

20 Ibid.

21 End, op.cit., 136

22 Hidup di Syria pada abad V atau VI (Kuhl, loc.cit.) 23

De Divinis Nominibus (Nama-nama Ilahi), De Mystica Theologia (Teologi mistik), De Caelesti Hierarchia (Hierarki Surgawi), dan De Ecclesiastica Hierarchia (Hierarki Gerejawi) (Lane, op.cit., 58)

24 Ia sangat dipengaruhi oleh filsuf Neo-Platonisme, Proclus yang meninggal tahun 485 (Ibid.) 25

Ibid.

(5)

12

standar bagi para penafsir. Dengan demikian Strabo menyumbang pola berpikir dan penafsiran bagi para teolog Abad-abad Pertengahan.27

2. Johanes Scotus Eriugena (810-877).28 Karya utama Johanes adalah De Divisione

Naturae (Pembagian Alam) yang menafsirkan kekristenan dalam kerangka Neo-Platonisme yang

radikal. Ia mengajukan pembagian alam dalam empat bagian: (1) Alam kreatif yang tak diciptakan – yaitu Allah sebagai pencipta; (2) Alam yang diciptakan dan kreatif – yaitu gagasan-gagasan surgawi yang menjadi contoh untuk segala ciptaan; (3) Alam yang diciptakan tetapi tidak kreatif – yaitu alam semesta termasuk manusia; (4) Alam yang tak tercipta dan tidak kreatif – Allah sebagai tujuan/sebab akhir.29

Johanes mencoba menyeimbangkan “cara positif” dengan “cara negatif” dalam pendekatan teologis yang dimunculkan oleh Dionysius. Sifat Allah yang transenden mengharuskan kita mendekati Dia melalui “via negativa” (cara negatif atau apofatis berlawanan dengan cara positif atau katafatis). Artinya kita berbicara mengenai Allah dengan tidak menyebutkan sifat-sifat-Nya itu berarti menyebutkan apa yang bukan sifat-sifatnya. Pendapat ini ada benarnya juga30 misalnya, menurut katafatis Allah adalah bijaksana, tetapi menurut apofatis Allah tidak bijaksana – maksudnya bukan mengatakan Ia kurang bijaksana; maksudnya ialah bahwa kebijaksanaan Allah berada di atas segala kebijaksanaan manusia. Pertentangan antara kedua pendekatan teologis ini (Allah bijaksana/Allah tidak bijaksana) diselesaikan dengan menyatakan bahwa Allah adalah adi-kebijaksanaan – yakni Ia melebihi segala kebijaksanaan manusia.31

Permulaan Scholastik (1000-1200)

1. Anselmus (1033-1109).32 Anselmus dianggap sebagai pendiri aliran teologi scholastik. Pendapatnya adalah wahyu atau penyataan Allah-lah bukan filsafat, yang memberikan kepada kita isi iman Kristen. Akan tetapi seorang teolog yang percaya (seorang Biblicist) kemudian dapat berusaha, dengan memakai akal budinya, untuk lebih mengerti apa yang ia percaya. Anselmus mengikuti cara Augustinus, “iman yang berusaha memperoleh pengertian.”33 Anselmus memakai semboyan, “aku percaya supaya aku mengerti.” Umpamanya, bukti tentang adanya Allah. Uraiannya: Allah dapat dipikirkan oleh manusia sebagai zat yang termulia dan terindah. Kalau begitu, tentulah Allah harus ada, sebab apabila Allah hanya dapat dipikirkan saja, tetapi bukan benar-benar ada, maka Ia bukanlah zat yang termulia.

Tetapi uraian Anselmus yang termasyur ialah kitab yang dinamai “Cur Deus Homo” (Apa

sebabnya Allah menjadi manusia?)34 Dalam karya ambisiusnya ini seperti Athanasius (De

Incarnatione Verbi – Firman yang berinkarnasi) adalah sebagai pembelaan terhadap tuduhan

bahwa sangat tidak layak bagi Allah untuk menjadi manusia dan mati di kayu salib yang hina

27 Ibid., 42 28

Scotus (=orang Irlandia). Ia adalah teolog terbesar zaman renaisans Charles Agung dan satu-satunya pemikir tulen abad-abad gelap. Ia menjadi kepala sekolah istana di Paris pada pemerintahan Charles si botak (Lane, op.cit., 86)

29 Ibid., 87 30 Ibid., 58 31

Ibid., 87

32 Lahir di Aosta Itali, ayahnya seorang bangsawan yang korup. Ia meninggalkan keluarganya dan

merantau ke Inggris. Ia menjadi uskup agung Canterbury, Inggris pada tahun 1093-1109 (Kuhl, op.cit., 43)

33

Lane, op.cit., 89

(6)

13

untuk keselamatan manusia. Anselmus menjawab dalam bukunya ini bahwa hal itu menjadi pantas karena memang tidak ada jalan lain kecuali Allah harus menjadi manusia.35 Penjelasannya adalah: Kemuliaan Allah telah digelapkan oleh kejatuhan malaikat-malaikat. Manusia yang diciptakan untuk mengganti malaikat-malaikat itu ternyata jatuh juga dalam dosa, sehingga kemuliaan Tuhan dihinakan pula. Keadilan Allah menuntut hukuman dan penebusan karena kedurhakaan itu. Tetapi jika manusia dihukum, ia harus mati dan binasa sampai kekal. Hal itu tidak disukai oleh Tuhan, karena Ia juga mahamurah. Lagipula biar manusia dihukum mati, dosanya belum ditebus, atau hutangnya belum dilunaskan. Akan tetapi manusia yang lemah dan berdosa itu tidak sanggup membayar hutang itu untuk dapat memulihkan kemuliaan Tuhan. Jadi pertama-tama, Tuhan mengasihi manusia dan tidak mau mereka binasa. Kedua, dosa manusia hanyalah dapat ditebus oleh suatu zat yang lebih suci dari dia. Kesimpulannya: tak ada jalan lain, melainkan Tuhan sendiri turun dari surga dan menjelma dalam anak-Nya, Yesus Kristus, supaya hukuman manusia ditanggung-Nya sendiri, dan supaya Ia dapat membayar hutang dosa ganti manusia. Dengan jalan itu baik keadilan, baik rahmat dan kasih Allah digenapi dan dipenuhi.36

Satu lagi karya besar Anselmus adalah “Proslogion” yang tema utamanya adalah tanpa iman tidak ada penegertian. Iman dan ketaatan adalah prasyarat untuk pengertian dan teologi yang benar. Dalam bukunya ini ia menunjukkan argument mengenai eksistensi Allah, bukan kepada orang yang tidak percaya, tetapi hanya untuk memikirkan eksistensi Allah secara akaliah. Anselmus berusaha untuk membuktikan bahwa dogma-dogma Kristen mempunyai suatu dasar rasional, yang dapat dipertahankan dalam setiap kritikan rasio dan filsafat. Metodik dan tujuan Anselmus dapat dirumuskan dalam dua kalimat bahasa Latin:

Fides Quaerens Intellectum: iman Kristen yang sejati bertanya dan harus bertanya/mencari jawaban kepada akal budi. Iman dan usaha mengerti tidak dapat dipisahkan.

Credo ut Intelligam: saya baru bisa mengerti bilamana saya percaya.

Dengan tujuan dan metodik ini (dialektik), Anselmus menjadi pendiri dan Bapa Scholastik. Ia meratakan jalan untuk perkembangan scholastik.37

2. Petrus Abelardus (1079-1142).38 Dalam bukunya Sic et Non (Ya dan Tidak) yang ditulisnya pada tahun 112239, ia mengumpulkan semua tulisan dan uraian Bapa-bapa Gereja dan mengonfrontirkannya dengan ayat-ayat Alkitab dan sumber-sumber lain yang kelihatannya bertentangan/berbeda.40 Maksud Abelardus bersifat edukatif untuk: Pertama-tama, mendorong

dan bahkan memaksa para mahasiswanya untuk berpikir kritis dan mencari-cari menyelesaikan kesulitan-kesulitan ini dan yang kedua untuk memperlihatkan perkembangan teologi berdasarkan

pola dialektik, yaitu:

 Suatu persoalan teologis diungkapkan oleh si “A” (mis. Seorang Bapa gereja) dinamakan sebagai tesis atau penyataan teologis (“Sic” atau Ya); kemudian

35 Lane, op.cit., 90 36 Berkhof, op.cit., 103 37

Kuhl, op.cit., 44, 49

38 Lahir di Inggris. Pernah tinggal di Paris pada seorang imam di gereja Notre Dame, Fulbertus dan

menjadi guru pembimbing Heloise, gadis manis dan cantik, keponakan Fulbertus. Karena sering berduaan dalam kegiatan belajar mengajar itu, hubungan mereka berakhir intim. Heloise hamil dan melahirkan seorang anak. Karena tidak ingin karirnya berhenti hanya karena pernikahan, ia memaksa Heloise masuk biara. Fulbertus dendam dan bertekad membalas dendamnya. Pada suatu malam Abelardus dibuat cacat seumur hidup sehingga ia tidak akan pernah lagi dapat melakukan perbuatannya seperti yang dilakukannya pada Heloise. Hal ini yang mendorongnya menjadi rahib (Lane, op.cit., 92)

39

Buku ini sempat hilang dan baru ditemukan kembali pada tahun 1836 (Kuhl, op.cit., 38)

(7)

14

 Uraian-uraian teologis si “B”, yang tidak setuju dengan pengalimatan si “A”, dinamakan sebagai anti-tesis (anti = melawan, kontras = “Non” atau Tidak);41 kemudian

 Pengajaran (yang berusaha untuk menjembatani tesis dengan anti-tesis berdasarkan logika) digariskan/diputuskan dan menghasilkan sintesis.42

Abelardus memutarbalikkan semboyan Anselmus dan mirip semboyan Thomas murid Yesus: “sebelum aku mengerti, aku belum percaya”. Ia juga mengenalkan metode keraguan artinya jalan untuk sampai kepada kebenaran adalah dengan meragukan, dengan bertanya-tanya dan dengan demikian mencari jawaban. Keraguan bukanlah dosa, melainkan awal yang perlu dari segala pengetahuan. Metode ini mengarah pada timbulnya metode ilmiah modern beberapa abad kemudian dan juga mendahului metode pendidikan modern.

Abelardus menerapkan metode ini pada doktrin penebusan. Dia mulai dengan: Apa artinya bahwa kita ditebus oleh kematian Kristus? Abelardus mempertanyakan dua pandangan lazim. Abelardus mengejek pendapat yang pada waktu itu sudah mulai berkurang penganutnya, yaitu bahwa iblis mempunyai hak atas manusia. Menurutnya ialah sebaliknya, penggodaan iblis terhadap manusia mambuat kita berhak atas perbaikan atau penebusan. Kematian Kristus bukan ditawarkan kepada setan sebagai tebusan bagi umat manusia. Tebusan itu dibayar kepada Dia yang benar-benar mempunyai hak atas kita – Allah. Tetapi Abelardus mempertanyakan apakah memang perlu tebusan dibayarkan kepada Allah, yang toh bisa saja mengampuni dosa manusia tanpa syarat apa-apa? Abelardus telah menempatkan logika dan rasio sebagai patokan yang tertinggi.43

Tahun 1121, ia dituduh sesat karena ajaran Trinitasnya yang mirip dengan Sabelianisme. Dia menyebutkan Bapa untuk Allah sebagai Kuasa, Anak untuk Allah sebagai Hikmat dan Roh Kudus untuk Allah sebagai Kasih. Sebagai hukuman ia harus membakar hasil karyanya mengenai Trinitas itu dan mengucapkan pengakuan iman Athanasius.44

3. Petrus Lombardus (meninggal: 1160).45 Petrus Abelardus dikutuk atas usaha Bernard dari Clairvaux. Akan tetapi usahanya diteruskan oleh Petrus yang lain – Petrus Lombardus. Lombardus menghasilkan Sententiarum Libri IV (Empat Buku Pemerian46) yang merupakan kumpulan petikan dari Alkitab, karya Bapa-bapa Gereja, dan orang berpengaruh lainnya. Ia menggunakan metode dialektik dan logika Abelardus untuk mendamaikan berbagai pendapat yang berbeda.47 Pandangan-pandangan Lombardus sendiri bersifat konservatif dan sesuai dengan pandangan resmi Gereja Roma Katolik. Ia memberikan penghargaan yang tinggi terhadap Bapa-bapa Gereja yang ia juluki “raksasa-raksasa”, mungkin maksudnya adalah raksasa-raksasa rohani. Oleh sebab itu ia mendapatkan dukungan Bernard. Bukunya merupakan suatu pembimbing ke dalam Dogmatika, yang dianggap paling baik dan lengkap pada zamannya.48

41

Pada langkah kedua inilah Abelardus memberikan penekanan yang paling kuat.

42 Penekanannya pada akaliah menyebabkan ia dikutuk pada dua konsili regional ,1121 dan 1141 (Khul,

loc.cit.)

43 Lane, op.cit., 93 44

F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 1

45 Lahir pada akhir abad XI di Lombardia (Itali Utara). Hanya setahun menjadi Uskup di Paris tahun

1159. Teologi Lombardus langsung dipertanyakan setelah kematiannya tetapi ia dibenarkan pada konsili Lateran ke-4 tahun 1215. Sententiarum malah menjadi buku pegangan teologi sampai zaman sesudah Reformasi. Lombardus terkenal sebagai “Guru Pemerian” (Ibid., 97) atau “Master of Sentences” (Kuhl, op.cit., 52)

46 Pemerian (Ing. Sentences) adalah dalil-dalil atau pendapat-pendapat (Lane, op.cit., 97) atau

rumus-rumus teologis (Kuhl, loc.cit.)

47

Lane, op.cit., 96

(8)

15

Lombardus dihargai oleh orang-orang Gereja Roma Katolik sampai hari ini karena ia adalah orang pertama yang mendaftarkan ketujuh sakramen Gereja Roma karena sampai pada zamannya jumlah sakramen berkisar antara dua sampai dua belas. Namun sekali saja Lombardus menyarankan tujuh sakramen langsung diterima dan kemudian dinyatakan benar oleh Konsili Firenze pada tahun1439.49 Tujuh sakramen tersebut adalah: Baptisan, peneguhan (konfirmasi), misa atau ekaristi (roti pengucapan syukur), pengakuan dosa atau penyesalan, perminyakan terakhir, penahbisan imam dan pernikahan.50

4. Albertus Magnus (Magnus=Agung) dilahirkan tahun 1193 di Bavaria. Ia adalah seorang

teolog Dominikan, filsuf dan naturalis. Sejak kecil ia sangat mencintai alam semesta dan segala isinya. Ia tahu dan hafal hamper semua nama bunga, binatang hutan, batu alam dan bintang-bintang.51 Karenanya ia banyak menulis tentang dunia tanaman, geografi, mineralogy, sosiologi dan astronomi. Dalam Meteoronibus ia membahas komet, asal usul sungai, angin, petir, kilat, pelangi, dan sebagainya.

Karya teologisnya adalah Komentar terhadap Sentences, Studi tentang Penciptaan,

Summa Teologi dan beberapa buku tafsiran terhadap Mazmur, Ratapan, Daniel, 12 kitab Nabi

Kecil, kitab Barukh, ke-4 Injil dan Wahyu. Menurut Albertus, teologi adalah ilmu pengetahuan ilmiah. Dia membuktikan bahwa Allah itu ada dengan memakai bukti apriori dan kosmologis. Baginya, penciptaan manusia oleh Allah adalah agar manusia melayani Allah dengan perbuatan-perbuatannya, memuji Allah dengan mulutnya, dan menyukakan Allah dengan keberadaannya. Manusia dan malaikat adalah ciptaaan Allah sendiri didasarkan pada kebaikan Allah sendiri.52 Albertus menyentuh semua ilmu pengetahuan sehingga ia digelari “Doktor Universalis”. Ia mempermudah jalan scholastik, berusaha untuk memasehikan (mengkristenkan) pandangan-pandangan Aristoteles, supaya dapat dipakai sebagai suatu dasar teologi gereja.53

Pada masa tuanya, Albertus menjadi sangat pikun. Suatu hari Uskup Agung Siegfried mengetuk pintu kamarnya, “Albertus, apakah engkau ada?” Albertus membuka pintu dan menjawab, “Albertus tidak ada di sini. Biasanya ia ada di sini, tetapi sekarang ia tidak ada di sini lagi.” Jawabannya bukan untuk menggoda sang Uskup tapi karena pada waktu itu penyakit pikunnya kambuh.54 Ia meninggal pada usia yang sangat tua. Ialah guru dari teolog scholastik terbesar sepanjang zaman, Thomas dari Aquino.

Kejayaan Scholastik

Pada abad XIII, di mana kekuasaan gereja atas dunia memuncak, pun menjadi zaman kejayaan bagi scholastik. Scholastik mulai melaksanakan tugasnya yaitu bagaimana menghubungkan teologi Augustinus dengan filsafat Aristoteles, supaya dengan jalan demikian dapat dibuat suatu bangunan pikiran yang mulia yang dengannya segala perkara yang di bumi dan yang di surga dapat diterangkan.

Thomas Aquino atau Thomas dari Aquino (1225-1274)55 Thomas banyak menghasilkan karya teologis dan karya-karya teologisnya itu dianggap sebagai puncak usaha untuk

49 Lane, op.cit., 96-97 50 End, op.cit., 139-140

51 A. Heuken SJ, Ensiklopedi Orang Kudus dari A sampai Z (t.t: Yayasan Cipta Loka Caraka), 45 52

Wellem, op. cit., 129-130

53 Berkhof, op.cit., 104 54 Wellem, op. cit., 130 55

Lahir di Roccasecca, dekat Aquino, Ayahnya adalah Pangeran Landulf dari Aquino namun lebih tertarik pada gaya hidup minta-minta ordo Dominikan lalu bergabung dengannya tahun 1244. Ia belajar di Paris

(9)

16

menyesuaikan satu sama lain dan untuk mencari keseimbangan antara unsur-unsur yang oleh kaum scholastik dicoba menghubungkannya, yakni akal budi dengan wahyu (penyataan), Alkitab dengan tradisi, Aristoteles dengan Augustinus.

Sistem teologi Thomas disebut “Thomisme”. Ia digelari “Doktor Communis”, untuk menunjukkan bahwa karya teologisnya milik seluruh kekristenan.56 Dari begitu banyak karyanya ada dua yang paling menonjol yaitu Summa Contra Gentiles (Pegangan Melawan Orang Kafir) pada tahun 1260-an dan Summa Theologiae (Ikhtisar Teologi) ditulis dalam sepuluh tahun akhir hidupnya, dan dimaksudkan sebagai pegangan untuk menggantikan Sententiarum-nya Lombardus. Karya ini sangat padat, terdiri dari dua juta kata dan sekitar 20 kali lebih panjang dari Sententiarum.57 Karya-karyanya, teristimewa pandangan-pandangannya mengenai ekaristi (trans-substansiasi) menjadi pegangan Gereja Roma sampai hari ini. Thomas percaya bahwa sesudah pemberkatan (pengucapan kembali kata-kata yang diucapkan Yesus pada Perjamuan Terakhir atas roti dan anggur) , roti dan anggur bukan lagi roti dan anggur tetapi secara substansi telah berubah menjadi tubuh dan darah Yesus.58

Thomas berhasil menampung azas-azas filsafat dalam suatu sistem teologi secara menyeluruh. Ia berhasil mengawinkan filsafat Aristoteles dengan ajaran Katolik. Ia tidak setuju dengan mereka yang hendak membasmi Aristoteles dari dalam gereja karena ia adalah pengikut setia filsafat Aristoteles ini, baginya Aristoteles dapat dipadukan dengan gereja tanpa konflik.59 Pengaruh filsafat Aristoteles dan Plato atas teologinya pertama-tama dapat dilihat dari pemikirannya mengenai Allah. Allah adalah Yang tertinggi, yang mempunyai ke-ada-an yang paling tinggi; kita berada ditingkat yang lebih rendah, tetapi Allah mau mengangkat kita pada tingkat-Nya sendiri (Plato). Sekaligus Allah adalah Dia yang menggerakkan segala sesuatu, tetapi yang sendiri tidak bergerak (Aristoteles).60 Thomisme adalah seperti rumah dua tingkat: filsafat Aristoteles (karena Aristoteles yang paling sering dikutip oleh Thomas dengan sebutan “sang

filsuf”) merupakan dasar dan tingkat pertama, sementara teologi Katolik (yang diwakili oleh

Augustinus) menyempurnakan dan melengkapinya dengan menambah tingkat kedua dan atapnya (dengan bantuan filsafat).61

Menurut Thomas, dunia ini dan kehidupan manusia terbagi atas dua tingkat. Tingkat yang di bawah dibentuk oleh hidup kodrati (alamiah) yang dapat dipahami dengan akal budi dan dapat mengenal Allah secara kodrati juga. Hidup biasa ini menuju kepada persekutuan dengan Allah, hidup ini belum sempurna jika persekutuan itu belum terjadi. Oleh sebab itu hidup alamiah ini perlu ditambah dan digenapi oleh suatu tingkat atas, yaitu hidup rahmat (dari Tuhan) untuk mencukupi segala kekurangan hidup alamiah dengan menyempurnakannya. Semboyan Thomas:

tabiat kodrati bukan ditiadakan, melainkan disempurnakan oleh rahmat.62 Menurutnya pada mulanya manusia memiliki hidup kodrati yang sempurna dan diberi hidup rahmat oleh Allah. Tapi ketika jatuh dalam dosa, rahmat itu hilang dari manusia dan hidup kodrati manusia menjadi

dan Kholn di bawah asuhan teolog masyur scholastik, Albertus Magnus. Tahun 1323 ia diangkat sebagai orang kudus (santo) oleh Paus Yohanes XXII (Ibid., 13)

56

Kuhl, op.cit., 56

57 Karyanya ini dirampungkan oleh murid-muridnya, karena menjelang akhir hidupnya ia mendapat

penglihatan pada waktu melayani misa yang menyebabkan ia berhenti menulis. Ia mengatakan bahwa dibanding dengan apa yang baru saja dilihatnya, tulisan-tulisannya yang sudah-sudah terasa seperti rumput kering (Lane, op.cit., 104-105) 58 Ibid., 107 59 Ibid., 104 60 End, op.cit., 138 61 Lane, loc.cit. 62 Berkhof, op.cit., 104-105

(10)

17

kurang sempurna. Manusia tidak dapat lagi memenuhi hukum kasih tanpa bantuan rahmat adi-kodrati yang hanya ditawarkan oleh gereja63 melalui sakramen-sakramen. Dengan demikian hidup kodrati manusia beroleh tambahan rahmat (adi-kodrati – ilahi) yang dibutuhkannya untuk mengembangkan hidupnya di dunia dan supaya diselamatkan untuk selama-lamanya.64 Mengapa harus melalui gereja? Karena gereja dipandang sebagai lembaga keselamatan yang tidak dapat berbuat salah dalam ajarannya dan Paus sebagai pemimpin tertinggi dalam gereja juga sebagai pengajar tertinggi dalam gereja65 yang berarti tidak Paus tidak dapat salah (infalibilitas) ketika ia berbicara dari kursi kepausannya (ex cathedra). Hal ini dirumuskan oleh Paus Pius IX tahun 1863 pada konsili Vatikan I.66 Thomas yang berperawakan besar dan gerakannya yang lamban, membuatnya dijuluki “sapi goblok” oleh teman-temannya. Namun gurunya, Albertus pernah meramalkan bahwa “sapi goblok ini akan mengisi dunia ini dengan suaranya.”67

Pada tahun 1879 ajaran Thomas disahkan sebagai teologi resmi dari Gereja Roma oleh Paus Leo XIII.68

Lawan-lawan Utama Scholastik dan kemundurannya

Dalam bagian ini kita akan melihat bagaimana Scholatisisme ini dikritik habis-habisan oleh sebagian tokoh-tokoh Mistik Kristen. Sebagaimana kita ketahui bahwa Scholastik berkembang di antara pengikut-pengikut ordo Dominikan seperti Albertus Magnus dan muridnya Thomas Aquino sementara para penentangnya sebagian besar datang dari ordo Fransiskan seperti Duns Scotus (penentang utama Thomisme) dan Ockham dan seorang dari ordo Biarawan Putih (Cistercian), Bernard dari Clairvaux yang menjadi lawan berat Petrus Abelardus.

1. Bernard dari Clairvaux (1090-1153).69 Bernard (atau Bernardus) adalah tokoh Mistik terkemuka, tapi bukan sembarang Mistik melainkan Mistik Kristen, yang berarti bahwa ia tidak begitu saja mengizinkan persatuan antara manusia dengan Allah, seperti mistik kafir. Ia mengajarkan bahwa jiwa harus mengarahkan seluruh perhatiannya kepada Yesus yang sedang menderita sengsara. Untuk mencapai kesatuan dengan Kristus, jiwa harus melalui tiga tahap: “mencium kaki, tangan, dan mulut Yesus”. Mencium kaki artinya bila melihat Yesus, jiwa akan menyesali dosanya dan bertobat. Mencium tangan Yesus berarti jiwa itu memikirkan dan mencontoh kasih Yesus Kristus yang tampak dalam penderitaan-Nya. Mencium mulut Yesus berarti jiwa itu pada akhirnya dilimpahi dengan kasih Kristus dan dinyalahkan olehnya dalam kegiuran yang tak terkatakan.70

Bernard yang disebut “Bapa gereja yang terakhir”, juga adalah tokoh penting dari tradisi teologi Monastik (kebiaraan awal abad pertengahan) sangat terkenal sebagai penentang Abaelardus. Ia menuduh Abelardus seorang sesat dan menyebabkan teologi scholastik Abelardus dinyatakan sesat dan dikutuk pada Konsili Sens, tahun 1140. Ia menuliskan satu buku khusus untuk menentang dan mengkritik berbagai kesalahan yang dilihatnya dalam teologi Abelardus, yaitu Contra Errores Petri Abaelardi – Melawan Kesalahan-kesalahan Petrus Abelardus. Dia

63

Wellem, op. cit., 14

64 Berkhof, op. cit., 105 65 Wellem, loc. cit. 66 Ibid., 144

67 Lane, op. cit., 108 68

Berkhof, loc. cit.

69 Dilahirkan di Fontaines Perancis, pembaharu system kebiaraan yang dipelopori oleh Benediktus. Di bawa

amanat Paus Eugenius III bekas murid di biaranya, ia berkhotbah keliling untuk mencari dukungan bagi Perang Salib II yang dilancarkan tahun 1148 tetapi gagal total (Lane, op. cit., 94)

(11)

18

menyebut Abelardus dengan sangat kasar, “anak celaka”.71 Bernard bersandar penuh pada Alkitab dan karangan-karangan Bapa Gereja. Ia menganggap lebih penting untuk mengembangkan sekolah-sekolah biara dari pada sekolah-sekolah katedral yang mementingkan logika dan rasio. Perhatiannya terfokus pada pengembangan spiritualitas umat. Oleh sebab itu karya-karyanya sangat bersifat religius. Pada tahun 1830 ia diangkat sebagai “Doktor Gereja”.72

2. Johannes Duns Scotus.73 Sebagai seorang Fransiskan, ia menjadi pengikut Bonaventura (Prince of Mystics) dalam banyak hal terutama Mistik Kristennya. Seperti Bonaventura yang menentang scholastic, Duns lebih lagi, ia sangat menentang Thomisme, malahan teologinya disebut “Ledakan melawan Thomisme.” Thomas mengutamakan akal di atas kehendak. Kehendak hanya mengikuti apa yang dinyatakan sebagai yang terbaik oleh akal. Oleh sebab itu kehendak Allah dapat dijelaskan melalui akal. Sebaliknya, Duns menekankan keunggulan kehendak. Kebebasan kehendak berarti bahwa kehendak tidak begitu saja mengikuti apa yang disuruh akal. Duns menekankan pada kebebasan Allah (tapi tidak semena-mena) bertentangan dengan Anselmus, bagi Anselmus inkarnasi dan salib Yesus mutlakh perlu karena tak ada pilihan lain, tapi bagi Duns, inkarnasi terjadi karena Allah memutuskan agar itu terjadi.74

Duns menyatakan bahwa tak mungkin penyataan dan akal budi disesuaikan satu sama lain. Jangan diharap akal budi itu dapat dipaksa mengaku kebenaran kebenaran-kebenaran pasal-pasal kepercayaan gereja. Apa sebabnya Yesus disengsarakan? Tidak mungkin manusia dapat memahami hal ini dengan otaknya. Cukuplah baginya kalau ia percaya sungguh-sungguh bahwa salib itu satu-satunya jalan keselamatan yang ditentukan berdasarkan kehendak Allah yang sempurna.75 Duns juga terkenal sebagai pembela penting pertama dari doktrin terkandungnya

Maria secara tak bernoda (Maria diperanakkan tanpa dosa, bahwa ia sudah bersih dan tanpa dosa

pada saat pembuahan di dalam kandungan ibunya).76 Pada umumnya Gereja Roma lebih menghormati Thomas, tetapi di samping Thomas mereka perlu Duns juga, sebab dialah yang menekankan kuasa gereja yang tak bergantung pada pengertian akal budi.77

3. William dari Ockham.78 Gedung scholastic yang permai itu, yang diciptakan oleh Thomas, telah mulai goyang karena kecaman keras Duns, sekarang Ockham bertindak lebih lagi, ia membongkar seluruh dasar akal budi Thomisme, akal budi tidak dapat memasuki dunia Allah. Sebab itu manusia hanya dapat menggantungkan kepercayaannya kepada kehendak Tuhan saja. 79 Ockham menekankan bahwa akal tidak mampu untuk sungguh mengerti apa yang ada, melainkan mengerti hanya apa yang nampak bagi dia.80 Dengan kata lain Ockham yakin bahwa semua pengetahuan hanya didapat secara empiris (melalui pancaindera).

Ockham memisahkan antara teologi dan filsafat, yang telah dimulai oleh Duns Scotus. Allah dipahami bukan dengan akal (melawan Thomas), juga bukan karena penerangan (dalam hal penerangan ia tidak menerima pendapat Bonaventura ini) tetapi hanya oleh iman. Ahli teologi hanya dapat bertumpuh pada penyataan Allah. Di sini berakhirlah sintesis antara iman dan akal

71 Lane, op. cit., 95 72 Kuhl, op. cit., 51 73

Dilahirkan di Skotlandia tahun 1265 (Lane, op. cit., 108)

74 Ibid, 109

75 Berkhof, op. cit., 107 76 Lane, op. cit., 109 77 Berkhof, loc. cit. 78

Seorang rahib Fransiskan yang dilahirkan di Surrey Inggris sekitar tahun 1285. Pernah berselisih dengan Paus Yohanes XXII dan meminta perlindungan pada kaisar Ludwig di Bavaria Jerman Selatan (Kuhl, op. cit., 61)

79

Berkhof, loc. cit.

(12)

19

budi; akal membatasi diri pada mempelajari alam sementara iman pada hal-hal yang berhubungan dengan Allah.81

Karena perselisihannya dengan Paus, dengan tulisannya ia menyerang kehidupan Paus yang mewah. Ia menulis bahwa raja mendapat kuasa langsung dari Allah sehingga tak perlu pengukuhan Paus. Gereja adalah sebuah lembaga imamat dan tidak memiliki kekuasaan sipil. Paus dan konsili bisa salah hanya Alkitab yang tak mungkin salah, bahkan menurut dia, kepausan bukanlah suatu lembaga yang dibutuhkan.82

Kemudian dari Ockham scholastik berangsur-angsur berkurang artinya, sebab sudah menjadi suatu permainan pikiran yang kurang berguna dan tidak menghasilkan suatu pandangan baru. Perlahan namun pasti scholastik akhirnya ditolak bahkan dicela oleh ahli-ahli renaissance dan humanisme. Gereja Roma yang selamanya berusaha memperdamaikan hal-hal yang bertentangan menganggap teologi Thomas sebagai puncak kesempurnaan; sebab itu perkembangan scholastik kemudian, teristimewa teologi Ockham, dipandang sebagai penyimpangan dari jalan yang lurus dan baik.83Teologi Ockham mendominasi pemikiran akhir abad pertengahan bahkan Marthin Luther dan beberapa reformator Protestan dibesarkan dengan teologi Ockham.

MISTIKISME

Sebenarnya Mistik (bnd. kebatinan) merupakan gejala yang ditemukan pada segala zaman dan dalam segala agama. Intinya ialah keinginan agar jiwa mengalami dan merasai Allah secara langsung, dan menyelinap di dalam Dia. Pengalaman itu bukanlah soal akal, tetapi terjadi daam kegiuran (tergiur) yang tak terkatakan. Ada kalanya penganut-penganut mistik yakin bahwa dalam kegiuran itu “aku” manusia hilang tenggelam di dalam ke-Allah-an. Jiwa manusia bersifat ilahi dan kembali kepada asalnya, sama seperti tetes air hujan kembali ke dalam samudera. Tetapi tokoh-tokoh mistik Kristen pada umumnya mempertahankan perbedaan antara Khalik dan makhlukNya: ketika kembali kepada Allah sekalipun, jiwa itu tetap tidak menjadi Allah sendiri. Jiwa harus menjauhi segala hal jasmaniah, tidak boleh menyibukkan diri dengan dunia, dengan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan tubuh sendiripun tidak. Sebab zat-benda (materi), tubuh, hal-hal dunia, tidak berharga sama sekali bila dibandingkan dengan jiwa itu sendiri dan hanya akan menghalangi jiwa itu kembali kepada Allah.84

Sejak semula, di bawah pengaruh lingkungan Yunani Romawi, terdapat juga mistik dalam Gereja Kristen. Teologi Origenes dan Augustinus dipengaruhi olehnya. Mistik Kristen di dasarkan tas Alkitab dan teologi Augustinus, tetapi terutama atas pandangan-pandangan filsafat Platonisme (dualistis dan asketis). Mistikisme Kristen berkembang khususnya di biara-biara.85 Pada abad pertengahan terdapat dalam teologi Bernard dari Clairvaux (lih. hal. 13) dialah tokoh mistik paling terkemuka yang menciptakan devosi sengsara (mencium kaki, tangan dan mulut Yesus), Eckhart, Bonaventura, Johanes Tauler, Catharina dari Sienna, dan lain-lain.

Khususnya dalam Gereja Roma mudah sekali mencampurkan ajaran Injil dengan cita-cita mistik. Seperti mistik yang pantheistis itu menghapuskan batas Allah dan manusia, demikian pula gereja mulai meniadakan batas itu oleh ajarannya tentang kuasa Paus, wujud ilahi gereja, sifat

81

Lane, op. cit., 111

82 Wellem, op. cit., 148 83 Berkhof, loc. cit. 84

End, op. cit., 147

(13)

20

misa, pencurahan khasiat anugerah dan sebagainya. Dengan demikian roh mistik memasuki Gereja Roma dengan mudah.86

1. Bonaventura (1221-1274).87 Bonaventura adalah juga seorang penentang scholastik tapi tidak terlalu menonjol seperti penerusnya Duns Scotus yang menggoncang Thomisme. Bonaventura dijuluki “Prince of Mystic” oleh Paus Leo XIII karena ia menekankan teologinya pada “Union with Christ” (Kesatuan dengan Kristus). Dalam bukunya “Perjalanan jiwa ke dalam Allah”, ia menjelaskan

hidup manusia untuk memperoleh iluminasi dari Tuhan dan hidup dalam kesatuan dengan Allah.88 Ada tiga tahapan dalam perjalanan jiwa tersebut: Meditasi mengenai alam, meditasi mengenai jiwa dan meditasi mengenai Allah.

Bonaventura sangat dipengaruhi oleh Neo-Platonisme. Hal ini terlihat contohnya dari teori iluminasi-nya. Bersama Augustinus, ia percaya bahwa konsep-konsep yang tidak berubah (mis. keadilan) tidak dapat diobservasi oleh pancaindera. Konsep-konsep itu hanya bisa dikenal di dalam jiwa melalui gagasan-gagasan abadi mengenai konsep-konsep itu. Kebenaran ini dilihat dalam “terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang (Yoh. 1:9); “Di dalam terang-Mu kami melihat terang” (Mzm. 36:10). 89

Pada tahun 1257 Bonaventura diangkat menjadi pemimpin ordo Fransiskan sebagai Pelayan jenderal. Ia terkenal karena berhasil membenahi ordo tersebut dari perselisihan intern mengenai peraturan-peraturan ordo tersebut. Karenya ia dihargai sebagai “pendiri kedua” ordo tersebut.

Pada tahun 1259 Bonaventura menerima “stigmata” (bilur-bilur Yesus) pada saat ia sedang bermeditasi di tempat Fransiskus pendiri ordo Fransiskan biasa bermeditasi. Peristiwa itu memberi inspirasi dan menulis Perjalanan Jiwa ke dalam Allah, seperti kutipan berikut ini:

Barangsiapa ingin mendaki kepada Allah, pertama-tama ia harus menghindari dosa yang merusak kita, kemudian melatih kekuatan pembawaannya seperti tersebut di atas: dengan berdoa agar mendapat kasih karunia yang memulihkan, dengan kehidupan yang baik agar mendapatkan keadilan yang menyucikan, dengan meditasi agar mendapatkan pengetahuan yang menerangi, dan dengan merenungkan agar mendapat kebijaksanaan yang menyempurnakan. Tidak seorang pun mencapai kebijaksanaan, kecuali anugerah, keadilan dan pengetahuan; demikian juga tidak seorang pun mencapai perenungan kecuali dengan jalan menembus meditasi, hidup suci, dan doa yang saleh (Itinerarium/Perjalanan 1:8)90

2. Meister Eckhart (1260-1327) & Johanes Tauler. Eckhart adalah orang mistik yang

termasyur sesudah Bernard dari Clairvaux bahkan ia lebih berani dari Bernard. Jika Bernard masih ragu-ragu, Eckhart berani berbicara mengenai persatuan jiwa dengan Allah sendiri. Hanya Allah yang sungguh-sungguh ada; makhluk sebenarnya tidak mempunyai keberadaan jika dibandingkan dengan Allah. Tetapi manusia mempunyai suatu cetusan dari hakikat ilahi di dalam dirinya, yaitu”hati nurani” (hal ini disebut juga “bunga api” ilahi). Maka perlulah manusia mengosongkankan dirinya agar dapat menjadi sadar akan kehadiran Allah di dalam dirinya; ia harus kehilangan seluruh perhatian kepada apa yang tidak ada, supaya ia sendiri menjadi satu dengan Dia yang ada.91 Sesudah itu wajiblah ia menempuh jalan penitensia (penebusan dosa) dan

86 Ibid.

87 Nama aslinya adalah Yohanes dari Fidanza, dilahirkan di Toskane Itali Utara. Dari kecil ia

sakit-sakitan dan ketika ia sembuh pada umur 4 tahun, ibunya berseru, “Oh, buon ventura” artinya Oh, bernasib baik (Wellem, op. cit., 40)

88 Kuhl, op. cit., 56 89 Lane, op. cit., 103 90

Ibid.

(14)

21

penyucian; dengan demikian akunya makin dimatikan sementara ia meniru teladan Kristus.92 Pada tingkat kesadaran dan persatuan yang tertinggi, manusia adalah begitu dekat dengan Allah, sehingga tidak dapat dibedakan lagi daripada-Nya.

Mistik Neo-Platonisme selalu menjurus pada Pantheisme, dan pada tahun 1326 Eckhart dituduh telah sesat, tahun 1329 dua puluh delapan pernyataannya dikutuk oleh Paus, tetapi pengaruhnya dilanjutkan melalui murid-muridnya, khususnya Johanes Tauler. 93 Tauler lebih pandai sebagai seorang pengkhotbah daripada penulis. Dari khotbah-khotbahnya di depan para biarawati (kemudian ditulis dalam sebuah buku, Predigten) ia adalah penganut mistik dari gurunya Eckhart, tapi karena takut dikutuk seperti gurunya, ia lebih berhati-hati dalam ajaran mistiknya. Ia lebih menekankan mistiknya pada kepraktisan ajaran mistik itu sendiri (mis. ke arah pastoral). Ajaran-ajarannya tidak ditujukan kepada elite rohani tetapi kepada semua orang Kristen. Oleh sebab itu ia dijuluki sebagi orang mistik yang praktis.94

3. Catharina dari Sienna.95 Pada umur tujuh tahun, ia mendapat penglihatan Yesus bersama Petrus, Paulus dan Yohanes dan ia memutuskan untuk hidup selibat (umur 15 tahun ia memotong rambutnya untuk menghindari pernikahan). Ia adalah anggota biarawati awam dari ordo Dominikan. Tahun 1368 ia mengalami pengalaman “pertunangan mistik” dengan Kristus. Dari tahun 1368-1374 ia memulai pelayanan pastoral melalui tulisan surat. Hampir 400-an surat. Selama periode ini dia juga mendapat pengalaman “kematian mistik”, suatu persatuan selama empat jam dengan Allah. Selama mendapat pengalaman ini, tubuhnya secara total tampak tak bernyawa. Tahun 1375, ia kembali mengklaim telah menerima “stigmata”, lima luka Kristus seperti yang dialami Fransiskus dari Asisi, namun hanya nampak bagi dirinya sendiri. Tahun 1377, ia mendapat pengalaman tentang Allah lebih jauh lagi yang menggerakkannya menulis

Dialogue sebagai karya utamanya. Berikut kutipannya:

[Pesan Allah kepada Catharina:] Dengar baik-baik dengan seluruh pikiranmu. Untuk mengasihi-Ku secara sempurna, tiga hal yang dibutuhkan. Pertama, murnikan dan arahkan kehendak dari cinta sementara [jasmaniah] . . . Hal penting adalah bukannya mencintai diri-Ku demi dirimu sendiri, atau mencintaimu demi dirimu sendiri, atau mencintai sesamamu demi dirimu sendiri, melainkan mencintai-Ku demi diri-Ku sendiri, mencintai dirimu sendiri demi diri-Ku sendiri, mencintai sesamamu demi diri-Ku sendiri. . . .

Kedua: Ketika engkau telah mencapai tahap pertama, engkau akan sanggup berlanjut apda tahap kedua, yang membutuhkan kesempurnaan lebih besar. Ambillah kehormatan dan kemuliaan-Ku sebagai satu-satunya tujuan pikiran-pikiranmu, tindakan-tindakanmu, dan semua yang engkau lakukan.

Ketiga: Jika engkau melakukan apa yang akan aku perintahkan kepadamu sekarang, engkau akan mencapai suatu kesempurnaan dan tak satu pun yang akan diinginkan dalam dirimu. Inilah pencapaian hasrat yang bernafsu dan watak jiwa yang dicari secara tekun, yang di dalamnya engkau begitu dekat bersatu dengan-Ku dan kehendakmu akan begitu sesuai dengan kehendak-Ku yang sempurna, sehingga engkau tidak hanya menjauhi kejahatan, tetapi juga menjauhi kebaikan yang tidak aku inginkan.96

92 Berkhof, op. cit., 110 93

Lahir di Strassburg tahun 1300, anggota ordo dominikan (Lane, op. cit., 114)

94 Ibid.

95 Lahir pada tahun 1347 dalam sebuah keluarga pengecat kain wol di Sienna. Anak ke-24 dari 25

bersaudara (Lane, op. cit., 115)

(15)

22

PENUTUP

Kesimpulan

Setelah zaman Augustinus, taraf ilmu teologi di Gereja Eropa Barat sangat menurun, bersamaan dengan taraf kebudayaan pada umumnya. Buku-buku teologia hanyalah kumpulan kutipan-kutipan dari karangan-karangan Bapa-bapa Gereja Lama. Sementara itu pada awal abad – abad pertengahan kebudayaan di semenanjung Arab sedang berkembang pesat antara lain filsafat-filsafat Yunani khususnya Aristoteles kembali dipelajari. Jika dibandingkan dengan kebudayaan dunia Arab pada waktu itu, Eropa masih dianggap primitif. Akhirnya dengan perantaraan orang-orang Arab97, pada tahun 1000 filsafat Aristoteles di pelajari kembali di Eropa Barat secara luas dan tidak terbatas lagi pada orang-orang tertentu seperti Boethius. Dan terjadilah pertemuan antara Teologi dan Filasafat di Eropa. Pada mulanya dua hal ini dianggap sebagai dua hal yang sangat berbeda dan tak mungkin dipersatukan bahkan saling bertentangan. Filsafat dianggap sebagai ancaman bagi Teologi Kristen yang diwarisi dari Bapa-bapa Gereja.98

Perselisihan Filsafat dan Teologi ini akhirnya dapat diselesaikan oleh suatu sistem/pola berteologi yang baru yaitu scholastisisme, yang berusaha menyelaraskan, menyandingkan bahkan lebih lagi mengawinkan Filsafat dan Teologi, antara iman dan akal, antara wahyu/ penyataan dan hasil pikiran manusia. Ini artinya “mengawinkan” Augustinus (mewakili iman Kristen) dengan Aristoteles (mewakili filasafat). Anselmus adalah orang yang dianggap sebagai pendiri scholastik, Anselmus adalah orang beriman yang berusaha untuk memperoleh pengertian. Anselmus mengangkat kembali teologi pada tingkat perdebatan yang telah hilang sejak zaman Grerorius Agung.99 Langkah selanjutnya diambil oleh Petrus Abelardus yang teologi dan kehidupan asmaranya ia dujuluki “anak bandel”. Abelardus lebih berani lagi mengeksplorasi kekuatan pikiran dan pengetahuan, semboyannya aku harus mengerti dulu baru aku akan percaya.

Puncak scholastisisme ada pada teologi Thomisme yang dicetuskan oleh Thomas Aquino. Dalam Thomisme, Thomas membatasi ruang lingkup Allah pada tingkat atas dan menyediakan ruang lingkup untuk manusia yang otonom.100 Dalam perkembangannya scholastik tidak diterima oleh banyak pihak. Scholastisisme mendapatkan perlawanan dari kebanyakan tokoh-tokoh mistik dan kemudian memudar ditelan oleh gerakan Renaisans dan Humanisme dengan tokoh terkenalnya Desiderius Erasmus dari Belanda.

Pada zaman yang sama dengan berkembangnya scholastisisme, berkembang juga Mistikisme dalam gereja. Mistikisme yang berkembang pesat di biara-biara juga tidak lepas dari pengaruh filsafat. Jika scholastik dipengaruhi oleh Aristoteles maka mistik dipengaruhi oleh Platonisme dan Neo-Platonisme yang melahirkan dualisme dan asketisme. Mistikisme adalah ajaran yang sederhana dan sangat berbeda haluan dengan scholastik. Scholastik yang akhirnya “mendewakan” akal dan pengetehuan ditantang oleh mistik yang tidak tidak perlu menggunakan akal dan pengetahuan untuk mencapai kesatuan antara jiwa manusia dengan khaliknya, Allah semesta alam. Mistikisme sangat menuntut kerendahan dan kelembutan hati untuk mencapai Allah. Bernard dari Clairvaux mencetuskan 12 langkah untuk mencapai kerendahan hati dan dengannya ia mencapai kesatuan ilahi.

Sebenarnya gereja telah diresapi oleh pemikiran mistik sejak abad kedua. Hasil pengaruh mistik dalam gereja yaitu gereja mengajarkan bahwa jiwa lebih berharga dari tubuh, bahwa hal-hal yang menyangkut badan (mis. Perkawinan) dan segala hal-hal bersifat “jasmani” (hidup

97 End, op. cit., 135 98 Lih. Hlm. 3 99

Lane, op. cit., 89

(16)

23

kemasyarakatan dan kenegaraan) adalah kurang berharga dan perlu diangkat kepada tingkat yang lebih tinggi. Jadi kesimpulan akhirnya dapat dikatakan teologi abad pertengahan adalah hasil kompromi:

 Suatu kompromi antara ajaran Alkitab dengan filasafat Yunani Aristoteles menghasilkan Scholastisisme,

 Suatu kompromi antara ajaran (kesalehan) Alkitab dengan filsafat (kesalehan kafir) Yunani Platonisme, Neo-Platonisme (dualisme) menghasilkan Mistikisme

Evaluasi

Maksud dan tujuan scholastik adalah baik. Manusia hendak meneguhkan kebenaran Injil Kristen dengan membuktikan bahwa segala ajaran gereja cocok dengan akal budi. Tetapi akhirnya sholastik mengalami dilemma, karena ternyata scholastik tidak dapat berdiri seimbang di atas dua dasar yang berbeda. Scholastik pada akhirnya mau tidak mau harus memilih satu dari dua pilihan untuk menjadi tolok ukurnya dan pilihan itu menjadi semakin jelas ketika sholastik menemui titik puncaknya dalam sejarah yaitu pada Thomisme.

Thomas memisahkan apa yang tidak boleh dipisahkan. Thomas menempatkan akal budi di dalam bidang dan tingkat imanens, Allah ditempatkannya di tingkat transendens. Akibat sistem Thomas ini, di kemudian hari tingkat bawah (kodrati/alamiah) terasa semakin jauh dan semakin menjauhi tingkat atas, dan kemudian menjadi otonom dan berdiri sendiri semata-mata. Manusia diberikan suatu bagian dan ruang lingkup yang luas, di mana manusia menjadi otonom, merasa diri tidak lagi bergantung kepada Allah dan tidak lagi membutuhkan Allah. Rasio manusia menjadi otonom dan menjadi raja dan hakim di dalam bidangnya sendiri. Iman hanya dibutuhkan untuk memperluas jangkauan dan daya cakup rasio untuk tingkat adi-kodrati. Dengan demikian, abad XIII, abad puncak scholastik merupakan “jam kelahiran” manusia modern.101

Pengaruh scholastik tidak berhenti pada abad itu tapi telah membangkitkan manusia modern sampai abad ini.

Pada akhirnya scholastik terpaksa mengaku, bahwa penyataan Allah hanya dapat diterima oleh mansia, jika ia takluk kepada Allah sendiri. Injil tetap tak lain daripada: “Yang bodoh bagi

dunia.”102

Mistik sebenarnya bertentangan dengan iman Kristen. Mistik kafir yang berlandaskan dualisme dan asketisme sangat bertentangan dengan ajaran Kristen. Tapi perkembangan kekristenan ditengah-tengah budaya pemahaman dualisme, ternyata telah menghasilkan ajaran kompromi, para tokoh-tokoh mistik seperti tidak rela meninggalkan kepercayaan kafir itu, mereka akhirnya mengambil jalan tengah yaitu menyesuaikan cita-cita mistik dengan ajaran Kristen, dan demikian juga sebaliknya. Bahkan sakramen-sakramen gereja sebenarnya telah disusupi dengan cita-cita mistik.103 Menurut gereja, melalui sakramen kekuatan ilahi dicurahkan ke dalam manusia. Firman yang tercantum dalam Alkitab hanya sebagai persiapan saja untuk peningkatan manusia yang terjadi melalui sakramen-sakramen.104 Pada abad XVI Marthin Luther muncul sebagai “pisau tajam” yang menunjukkan perbedaan yang nyata antara mistik dan Iman Kristen, dengan semboyan Sola Gracia, Sola Fide dan Sola Scriptura.

Yang menjadi soal ialah bahwa kaum mistik tidak cukup membedakan Khalik dari makhluk, Alah dari manusia/jiwa. Dosa hanyalah ketidaksadaran akan sifat ilahi yang ada dalam jiwanya. Jika demikian halnya apakah manusia masih memerlukan Kristus sebagai Penebus dosa?

101 Kuhl, op. cit., 58 102 Berkhof, op. cit., 108 103

Lih. hlm. 19, kesimpulan mengenai mistik

(17)

24

Kristus hanya akan menjadi penunjuk jalan kepada kesadaran. Kalau jiwa bersifat ilahi, maka Roh berbicara langsung kepada jiwa itu, dan Alkitab hanya bersifat firman lahiriah saja, yang akan mempersiapkan manusia untuk ilham dari Roh itu.105

Refleksi

Setelah mempelajari pokok bahasan ini, kita perlu berkata seperti Karl Barth berkata bahwa sikap yang tepat terhadap para pendahulu teologi kita, telah disimpulkan dalam Perintah ini: Hormatilah ayahmu dan ibumu. Perintah ini juga bersifat mengikat bagi anak-anak walaupun mereka sudah meninggalkan rumah orang tuanya. Akan tetapi bagi orang dewasa, menghormati orang tuanya tidak selalu harus diartikan tunduk kepada mereka. Kita harus mempelajari dan menghargai para pendahulu kita termasuk pemikiran-pemikiran mereka, lepas dari kelemahan dan kelebihan mereka sebagai manusia biasa. Kita harus mendengar suara masa lampau tetapi tidak berarti terikat kepadanya. Ada saat-saat kita harus mengatakan, “Lebih baik kita taat kepada Tuhan daripada kepada manusia.”106

Lalu apa manfaat bagi kita mempelajari keseluruhan sejarah gereja khususnya pemikiran para teolog Abad-abad Pertengahan ini? Doktor Dieter Khul memberikan rumusan yang indah tentang untuk menjawab pertanyaan ini:

 Pengertian masa lampau dapat menimbulkan kepekaan terhadap masa kini yang menyangkut waktu Tuhan, panggilan khusus dari perspektif Tuhan. Studi sejarah gereja dapat mempertajam kemampuan kita untuk berpikir kreatif dan secara kritis-positif.

 Pengetahuan kita akan kegagalan-kegagalan dapat menolong kita untuk tidak mengulanginya. Bila kita mengetahui kepncangan-kepincangan yang terjadi dalam perkembangan (pemikiran) gereja serta sebabnya, maka kita dapat mengelakannya. Studi ini dapat memberikan contoh-contoh dan teladan-teladan dan koreksi bagi gereja masa kini dan kehidupan pribadi kita.107

Sebagai akhir kata, ajaran-ajaran masa lampau harus diuji, bukan dengan prasangka, bukan pula berdasarkan daya penerapannya dalam situasi kita pada masa kini (karena memang tidak untuk masa kini). Ajaran-ajaran tersebut harus diuji menurut Firman Allah, yaitu Alkitab.

KEPUSTAKAAN

Tony Lane Runtut Pijar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001 H. Berkhof, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2007 Van Den End, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986

Dieter Kuhl, Diktat Sejarah Gereja jilid II, Malang: Institut Injili Indonesia, 1983 Desy Sianipar, Materi sejarah Gereja Umum I, Malang: STT Yestoya, 2008 Merrill C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2006

F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003

A. Heuken SJ, Ensiklopedi Orang Kudus dari A sampai Z, t.t: Yayasan Cipta Loka Caraka

105 Ibid., 149 106

Lane, op. cit., x

Referensi

Dokumen terkait

Penjelasan lain adalah bila antara intruder terjadi gaya tarik (pada sistem multi intruder) [14] dan antar partikel bed juga terjadi gaya tarik [15], maka dapat

Mengidentifik asi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu Menjelaskan daur hidup hewan 1,2,6,7,8,9 ,11 7 Menyimpulkan berdasarkan pengamatan bahwa tidak

Bercak pada kromatogram hasil pengembangan dengan wasbenzen dan kloroform (1:9 v/v) diuji aktivitasnya sebagai antioksidan penangkap radikal dengan disemprot larutan DPPH

[r]

Adapun kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut : 1 Prestasi kerja pada PT Kereta Api (Persero) Daop II Bandung cukup baik karena dalam penilaian dilakukan dengan

• Supply chain adalah jalur yang memfasilitasi arus sumber daya fisik dari pemasok ke perusahaan dan kemudian ke pelanggan.. • Supply chain management mengelola sumber daya

Berdasarkan rata-rata distribusi fraksi sedimen dasar di muara Sungai Upang (Gambar 4), fraksi sedimen dalam bentuk pasir sangat halus dominan padas tasiun yang

Kelam Tengah Kabupaten Kaur, diperoleh permasalahan pembelajaran IPA antara lain: (1) selama proses belajar mengajaryang dilakukan guru kelas, gurulah yang banyak