• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN MENYUSUN & MERUNDINGKAN KONTRAK KONSTRUKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN MENYUSUN & MERUNDINGKAN KONTRAK KONSTRUKSI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN MENYUSUN & MERUNDINGKAN

KONTRAK KONSTRUKSI

OLEH :

Ir. I Nyoman Swastika, MT.

2018

Si

(2)

DAFTAR ISI

Isi Halaman

HALAMAN JUDUL ...

KATA PENGANTAR ...

PENGERTIAN / BATASAN ...

 Kontrak ...

 Isi Kontrak Konstruksi...

 Cara Menyusun Kontrak ...

 Isi Kontrak Kerja Kontruksi ...

PEDOMAN POKOK MENYUSUN KONTRAK ...

 Acuan Landasan Hukum ...

 Isi Perjanjian / Kontrak ...

 Isi Syarat – Syarat Umum ...

 Isi Syarat – Syarat Khusus Kontrak ...

BEBERAPA PETUNJUK MENYUSUN KONTRAK ...

TEKNIK & STRATEGI MERUNDINGKAN KONTRAK ...

PENGERTIAN NEGOSIASI ...

PENGUASAAN MATERI KONTRAK ...

PENGGUNAAN REFRENSI ...

KONSISTENSI ANTAR PASAL – PASAL ...

i

1

1

1

1

3

3

4

4

4

6

15

15

17

17

27

28

28

(3)

KEMAHIRAN BERAGUMENTASI ...

HAL – HAL YANG PERLU DIHINDARI DALAM KONTRAK ...

TEMPAT BERUNDING ...

DAFTAR PUSTAKA ...

28

29

30

30

(4)

PEDOMAN MENYUSUN & MERUNDINGKAN KONTRAK KON STRUKSI

PENGANTAR

❖ Sampai terbitnya UU No.18/1999, PP. 28/29 30/2000 kontrak

konstruksi di Indonesia beraneka ragam (bebas berkontrak)

❖ Acuan yang dipakai : kebebasan berkontrak berdasarkan KUHPer

Pasal 1320

❖ Dalam satu Departemen bisa terdapat 3 standar kontrak yang

berbeda

❖ Sektor Swasta pun punya standar beraneka ragam

PENGERTIAN / BATASAN Kontrak:

Perikatan hukum secara tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa.

❖ Isi Kontrak Konstruksi;

Kontrak keija konstruksi minimum memuat dokumen sebagaimana tercantum dalam PP. 29/2000 Pasal 22 :

> Surat Peijanjian

• LebihtepatdisebutPeijanjian/Kontrak

(5)

Di dalam Jurisdictie Votentario atau disebut peraduan sukarela, tidak ada sengketa; yang ada hanya satu pihak saja dan hal tersebut dikarenakan adanya kepentingan yang Jiciptakan oleh hukum perdata misalnya pengangkatan anak, penetapan ahli waris, lemecatan atau pembebasan seorang wali dan sebagainya.

Dalam kaitan ini urusan kepengadilan negeri menggunakan istilah "Permohonan" Di dalam Jurisidictie contentiousa atau peradilan sanggah atau peradilan biasa, terdapat sengketa hukum antara dua pihak mengenai suatu hak yang oleh satu pihak penggugat) hak tersebut didalilkan ada padanya, sedangkan menumt pihak lain (tergugat), dalil tersebut di sangkal. Dalam kaitan ini urusan ke Pengadilan Negeri menggunakan istilah "Gugatan".

Dalam kaitan dengan Pelatihan ini, "arbitrase" termasuk didalam perkara perdata. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum, yang didasarkan pada suatu peijanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersangkutan.

Namun didalam arbitrase, pihak yang mengajukan permohonan Penyelesaian Sengketa melalui arbitrase (Pasal 1, ayat 5, UU No. 30 tahun 1999) disebut Pemohon tidak dinamakan Penggugat seperti dalam gugatan.

I elaksanaan tindakan mengajukan permohonan arbitrase, tunduk pada ketentuan- .etentuan dalam Undang-Undang No. 30 tahun 1999, tentang Arbitrase dan Altematif Penyelesaian Sengketa.

UU No. 30/1999 Pasal 2 menyatakan sebagai berikut:

"Undang-Undang ini mengatur penyelesaian sengketa atcu beda pendapat antara para pihak dalam satu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan Perjanjian Arbitrase yang secara .egos menyatakan bahwa semua sengekta atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin limbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa".

(6)

2. ARBITRASii

Dalam PENGANTAR telah disinggung oanwa arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum, yang didasarkan pada suatu perjanjian abitrase secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa, atau per njian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (UU RI. No. 30/1999 Pasal

1 ayat 3).

Dengan adanya suatu kesepakatan dalam suatu perjanjian yang menyatakan bahwa "Semua sengketa atau perbedaan pendapat yang timbul akan diselesaikan melalui arbitrase" sudah cukup untuk menyatakan bahwa penyelesaian sengketa akan diselesaikan melalui "arbitrase" dan bukan diselesaikan melalui "Pengadilan". Pemyataan tersebut sekaligus menutup kemungkinan penyelesaian melalui Pengadilan karena UU RI No. 30/1999 Pasal 3 menyatakan : "Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase".

Pengertian perjanjian arbitrase sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 30 /1999 Pasal 1 ayat 3 mengandung dua macam makna yaitu : pertama didalam perjanjian sudah ada klausula Arbitrase, dan kedua di dalam perjanjian belum ada klausula arbitrase.

Bila temyata yang terjadi sesuai keadaan kedua, maka perjanjian arbitrase dapat dibuat oleh para pihak yang bersengketa bila mereka menghendakinya.

Didalam Perjanjian terdapat Klausula Arbitrase.

Dengan dicantumkannya klausula arbitrase dalam suatu perjanjian, berarti sudah tidak ada keraguan lagi bagaimana cara menyelesaikan sengketa antara para pihak dalam perjanjian tersebut, yaitu jelas menggunakan arbitrase.

(7)

Seperti halnya dalam suatu pelaksanaan peijanjian, misalnya saja peqanjiati nengenai pembangunan suatu bangunan, maka apabila teijadi sengketa, misalnya menyangkut masalah pembayaran yang tidak benar atau adanya suatu perubahan dari suatu metode keija yang menimbulkan perubahan-perubahan biaya yang berakhir menjadi sengketa, maka langkah pertama yang dilakukan oleh para pihak yang dirugikan adalah memberikan suatu tegoran atau peringatan secara tertulis.

Tata cara pengajuan peringatan biasanya diatur dalam peijanjian atau syarat- syarat umum kontrak, namun umumnya peringatan dibuat hingga tiga kali dan berselang satu minggu atau dua minggu.

Dalam hal sampai dengan peringatan ketiga atau peringatan terakhir, pihak yang lianggap merugikan tidak memberikan tanggapan atau tanggapannya kurang menyakinkan, maka pihak yang dirugikan dapat kembali mengacu pada pasal-

pasal dalam peijanjian.

Apabila dalam peijanjian secara jelas disebutkan bahwa sengketa diselesaikan oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) atau diselesaikan dan diputus oleh BANI, maka jelas pihak yang dirugikan bisa langsung membuat Termohonan ke BANI. Untuk itu wajib sebelumnya memberikan surat pemberitahuan kepada pihak lawan bahwa Syarat Arbitrase sesuai Pasal 8 dari UU RI No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Altematif Penyelesaian Sengketa, telah dipenuhi. Isi Pasal 8 ayat 1 menyatakan: Pemohon memberitahukan cepada Termohon dengan surat tercatat, telegram, teleks, faximile, e-mail atau dengan buku ekspedisi bahwa syarat Arbitrase yang diadakan oleh Pemohon itau Termohon berlaku, sedangkan Pasal 8 ayat 2 menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang dimaksud pada Pasal 8 ayat 1 diatas memuat dengan jelas : a. Nama dan alamat para pihak;

b. Penunjukan pada klausula atau Peijanjian Arbitrase yang berlaku; c. Masalah yang menjadi sengketa-

(8)

d. Dasar tuntutan dan jumlah yang cntuntut; e. Cara penyelesaian yang dikehendaki; f. Jumlah Arbiter yang dikehendaki.

Namun apabila klausula Arbitrase temyata samar dalam menunjuk institusi BANI sebagai institusi yang menyelesaikan dan memutus perkara, misalnya.

dausulanya berbunyi sebagai berikut;

'Dalam hal terjadi sengketa akan diselesaikan menurut peraturan dan prosedur BANF'.

rClausula tersebut hanya menyebut "diselesaikan menurut peraturan dan jrosedur BANI", jadi hanya peraturan dan prosedur BANI yang digunakan, lamun tidak dengan sendirinya institusi BANI yang hams menyelesaikan perkara tersebut.

Cara penyelesaian seperti itu dinamakan Arbitrase Ad Hoc dengan renggunakan peraturan dan prosedur BANI.

Namun apabila klausula tersebut berbunyi sebagai berikut:

"Dalam hal terjadi sengketa akan diselesaikan dengan Arbitrase", maka dalam hal tersebut berarti para pihak tunduk pada UU No. 30/1999 diraana untuk keperluan arbitrase para pihak masing-masing menunjuk seorang Arbiter. Selanjutnya kedua Arbiter tersebut menunjuk seorang Arbiter ketiga yang akan menjadi Ketua Majelis Arbitrase. Dalam hal ini teijadilah apa yang disebut proses Arbitrase Ad Hoc.

Dalam hal para pihak tidak berhasil menunjuk Arbiter, maka Ketua Pengadilan Negeri akan rrtenunjuk Arbiter-Arbiter tersebut.

Selanjutnya. proses Arbitrase mengikuti ketentuan-ketentuan tercantum dalam UU RI. No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase & Altematif Penyelesaian

(9)

Di aamm Perjanjian tidak terdapat klausula Arbitrase

Bila didalam Peijanjian tidak menyebut bahwa penyeiesaian sengKeta diselesaikan melalui Axbitrase, maka kedua pihak dapat berundin" dan bersepakat bahwa sengketa mereka diselesaikan melalui Arbitrase dimana

■:esepakatan tersebut harus dibuat dalam bentuk tertulis.

Selanjutnya apabila para pihak setuju menggunakan peraturan dan prosedur BANI teijadilah suatu proses Arbitrase Ad Hoc dengan menggunakan peraturan dan prosedur BANI. Dengan demikian kondisinya kembali seperti yang diuraikan dalam butir 2.1 diatas yaitu Arbitrase Ad Hoc dengan pelaksanaannya arnduk pada UU No. 30 tahun 1999.

Menunjuk Arbiter dan Majelis Arbitrase

Tata cara penunjukan Arbiter sangat tergantung pada klausulanya. Bila penyeiesaian sengketa dilakukan oleh BANI, maka para Arbiter biasanya 3 (tiga) orang dimana masing-masing pihak memilih seorang Arbiter. Kemudian kedua Arbiter tersebut memilih Arbiter ketiga yang akan menjadi Ketua Majelis Arbitrase. Majelis Arbitrase ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua

BANI.

Namun apabila tidak demikian, penunjukan Arbiter menggunakan cara sebagai berikut:

Vpabila para pihak menyetujui sengketa mereka diselesaikan melalui Arbitrase, kemudian di tuangkan dalam suatu kesepakatan bersama, maka selanjutnya adalah: ,

2.3.1 Pihak I menunjuk Arbiter A yang menurut pendapatnya Arbiter tersebut mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan sebaik-baiknya.

(10)

2.3.2 Arbiter A memberitahukan persetujuannya kepaaa Pihak f aan Pihak II dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak Arbiter tersebut ditunjuk.

2.3.3 Pihak I memberitahukan Pihak II mengenai penunjukan Arbiter A tersebut.

2.3.4 Kemudian Pihak II setelah raenerima pemberitahuan tersebut mempunyai waktu 30 hari untuk menunjuk Arbiter pilihannya, misalnya Arbiter B

2.3.5 Apabila dalam suatu waktu yang ditetapkan (30 hari) tersebut temyata Pihak II tidak menggunakan haknya untuk menunjuk Arbiter pilihannya, maka hak tersebut gugur, dan Arbiter A menjadi Arbiter Tunggal. 2.3.6 Disamping itu Pihak II dapat juga menerima penunjukan Arbiter A,

namun apabila temyata menurut pendapatnya Arbiter A tersebut mempunyai masalah (maksudnya melanggar UU No. 30/1999 Pasal 12), maka Pihak II dapat menyampaikan Hak Ingkamya.

Pasal 12 tersebut berbunyi sebagai berikut; Ayat (1) :

Yang aapat ditunjuk atau diangkat sebagai Arbiter harus memenuhi syarat-syarat:

a. Cakap melakukan tindakan hukum. b. Berumur paling rendah 35 lahun

c. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa d. Tidak mempunyai kepentingan financial atau kepentingan lain atas

(11)

e. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif dibidangnyu paling sedikit 15 tahun

Ayat (2)

Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau diangkat sebagai Arbiter.

2.3.7 Apabila Pihak I dan Pihak II sepakat atas penunjukan Arbiter-Abitemya, limgkah selanjutnya menjadi wewenang Arbiter A dan Arbiter B, untuk menunjuk 1 (satu) orang Arbiter C yang akan menjadi Ketua Majelis

\rbitrase.

Apabila dalam waktu 14 hari Arbiter A dan B gagal menunjuk Arbiter lain sebagai Ketua Majelis Arbitrase, maka Arbiter tersebut akan

diangkat dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri.

Setelah Majelis Arbitrase terbentuk, maka segera dikirimKan undangan oleh Sekretaris Arbitrase untuk dilakukan sidang pertama.

Dalam sidang ini hadir Majelis Arbitrase, Pihak I dan Pihak II serta Panitera Sidang. Biasanya pada pertemuan awal ini dibicarakan tata cara dan biaya-biaya yang timbul untuk sidang yang akan dilaksanakan, serta bagaimana penyelesaiannya.

Kemudian ditentukan kapan Pihak I hams memasukkan Permohonan kepada Majelis Arbitrase (biasanya setelah para pihak menyelesaikan pembayaran biaya sidang Arbitrase) dan sidang Arbitrase-pun dimulai.

Majelis Arbitrase terdiri dari seorang Ketua Majelis dan dua orang V

knggota Majelis. Pada hakekatnya Majelis Arbitrase dapat tnelaksanakan tugasnya dengan tenang, sebab sesungguhnya keberadaannya serta apa yang dilakukannya dilindungi oleh Undang- Undanp.

(12)

Hal tersebut dmyatakan secara jelas daiam UU RI No. 30/1999 Pasal 21 yang berbunyi:

"Arbiter atau Majelis Arbilrase tidak dapat dikenakan tanggung jawab hukum apapun atas segala tindakan yang diambil selama proses persidangan berlangsung untuk menjalankan fungsinya sebagai Arbiter atau Majelis Arbilrase, kecuali dapat dibuktikan adanya itikad tidak baikdari tindakan tersebut".

Cara Penyusunan Permohonan.

Penyusunan atau pembuatan Permohonan dalam penyelesaian sengketa melalui Arbitrase dilakukan dengan cara mengajukan Permohonan tersebut dari pihak yang merasa dirugikan, ditujukan kepada Ketua Majelis Arbitrase untuk perkara yang bersangkutan. Selanjutnya rekaman surat tersebut dikirimkan kepada Termohon untuk ditanggapi.

Bentuk Permohonan berupa suatu himpunan dokumen yang disusun secara tertib dan mempunyai nilai kebenaran. Untuk itu Permohonan harus disertai bukti-bukti untuk mendukung kebenaran dari tuntutan yang disampaikan. Isi dari Permohonan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu :

2.4.1 Bagian Pertama, dinamaka,. . Persona Standi in Judicio; yang berarti instansi mana yang berwenang untuk memeriksa.

Dalamvhal ini yang dimaksud adalah Majelis Arbitrase, atau jika

institusinya jelas, umpamanya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) maka langsung ditujukan kepada institusi tersebut atau BANI. Sesuai contoh adalah:

(13)

ivepada Yth.

Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia Gedung Wahana Graha, Lantai II Jl lampang Prapatan No. 2 Jakarta Selatan

Jisamping itu termasuk dalam pengertian Persona Standi in Judicio adalah : identitas para pihak.

Didalam contoh disebutkan:

- PT. Harkat, Jalan Pakubuwono No. 27 Jakarta; dan PT. Elang, jalan Daan Mogot No. 90, Jakarta. Semuanya harus ditulis secara jelas dan terang. 2.4.2 Bagian Kedua: fundamentum petendi atau posita

Didalam posita, Pemohon wajib menguraikan dasar-dasar permohonannya.

Semua kejadian di ceritakan mulai dari awal kegiatan (misalnya ditanda tangani kontrak atau dimulainya suatu kegiatan pekeijaan), selanjutnya semua kejadian-kejadian diuraikan secara jelas, teratur

jerurutan, terutama kejadian yang mendukung tuntutan Pemohon. Kejadian-kejadian tersebut akan lebih baik jika diceritakan secara

erperinci dan jelas. Ingat, penjelasan yang setengah-setengah akan memperlemah tuntutan.

Didalam dunia hukum dimana tuntutannya samar dan tidak jelas atau tidak menggambarkan kejadian perkara secara jelas dikenal dengan istilah "obschuur liber.

Kejadian tersebut diuraikan secara bemrutan, disertai bukti-bukti yang lendukung kejadian tersebut, hingga Termohon maupun Majelis

(14)

Arbitrase dengan muoah dapat mengem. Apa yang ditulis tersebut di- stilahkan Pemohon men"dalir'kan sesuatu.

Lampiran bukti biasanya diberi nomor, misalnya PI (artinya bukti dari Permohonan nomor 1).

Begitu juga keinginan Pemohon hams disampaikan dengan jelas, misalnya kejadian tersebut telah mengakibatkan Pemohon menderita kemgian, oleh karena itu Termohon hams segera membayar hak Permohon dan mengganti kemgian yang timbul dengan segera.

Pemohon hams menguraikan pula kehendak-kehendak yang lain, apabila ada, namun hams dengan pembuktian yang cukup.

Uraian-uraian yang jelas, terperinci serta mudah dimengerti inilah yang disebut mendalilkan. Agar dalil tersebut mempunyai kekuatan maka perlu disertai suatu bukti.

Didalam pasal 163 HIR terdapat azas:

"siapayang mendalilkan sesuatu, dia harus memhuktikannya".

2.4.3 Bagian Ketiga; Petitum atau Tuntulan

Dilihat dari namanya saja adalah "Tuntutan", tentu saja yang disajikan adalah hal-hal yang diinginkan atau dituntut oleh Pemohon.

Dalam contoh, tuntutan tersebut adalah sebagai berikut a. Menyatakan termohon wanprestasi

b. Menyatakan penghentian pekeijaan oleh Pemohon pada tanggal 10 September 1997 adalah sah menumt hukum.

c. Menghukum dan memerintahkan Termohon untuk membayar kepada Pemohon kemgian sebesar Rp. 2.200.000.000,-

d. Menghukum Termohon untuk membayar denda / bunga sebesar 20 % per bulan sejak tanggal Permohonan ini sampai dengan semua

(15)

ganti kerugian DeroasarKan Putusan Majelis dibayar lunas oleh Termohon.

e. Menghukum Termohon untuk membayar biaya Arbitrase.

Semua yang tertulis diatas disebut sebagai "tuntutan primair" atau tuntutan pokok".

Di samping tuntutan primair ada juga permohonan lain yang d sebut "tuntutan subsidair" atau tuntutan tambahan, dalam hal ini ir salnya tuntutan mohon keadilan.

Di dalam contoh ditulis :

"Apabila Majelis Arbiter berpendapat lain, demi keadilan, mohon putusan se-adil-adilnya (ex aequo et bond)

Contoh Permohonan :

Jakarta, Mei 2002 No.:.../ V / N /... / 2002 KepadaYth.:

Ketua Badan Arbitrase Nasioanal Indonesia Gedung Wahana Graha, Lantai II

Jl. Mampang Prapatan No. 2 Jakarta Sela'an

v Hal: Permohonan Arbitrase Dengan hormat,

PT. Harkat, beralamat di Jalan Pakubuwono No. 27, Jakarta; dalam hal ini memilih domisili hukum dikantor kuasanya, Kantor Advokat & Pengacara Nurhasyim & Partners, berkedudukan di Jalan Dr. Sahaijo

(16)

No. 6 Jakarta tselanjutnya aisebut Pemohon), oeroasarKan burat Kuasa No. 101/H/IV/2002, tanggal 16 April 2002 (terlampir).

Dengan ini mengajukan Permohonan Arbitrase terhadap

PT. Eiang, beralamat di Jalan Daan Mogot No. 90, Jakarta (selanjutnya disebut Termohon), untuk menyelesaikan sengketa dalam pelaksanaan Perjanjian (Bukti P.l) untuk membangun Gedung Perkantoran Melati, dengan menggunakan prosedur dan tata cara pemeriksaan Arbitrase yang dilaksanakan berdasarkan aturan dan tata cara Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)

Permohonan ini disampaikan sesuai Syarat Arbitrase, dalam Pasal 35 dari Peijanjian, yang antara lain berbunyi sebagai berikut;

"setiap masalah atau perbedaan pendapat yang timbul dalam Perjanjian ini diselesaikan secara musyawarah. Dalam hal cara musyawarah belum dapat diatasi akan diselesaikan dan diputus oleh BANI menurul per aturan dan prosedur Arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua pihak yang bersengketa sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir

Bahwa Kuasa Pemohon telah mengirim surat No. 27/N/VII/2002, iggal 18 April 2002 (Bukti P.2) kepada Termohon memberitahukan bahwa syarat Arbitrase sesuai UU NO. 30 tahun 1999 Pasal 8, berlaku. Adapun alasan-alasan yang menjadi dasar permohonan arbitrase ini adalah sebagi berikut:

Pada tanggal 20 Desember 1996 Pemohon mulai melaksanakan uekerjaan pembangunan Gedung Perkantoran Melati berlantai 3 (Bukti

(17)

P.3) berlokasi di Jaian Perintis Kemerdekaan No. 11 Jakarta, dengan nilai kontrak Rp. 10.000.000.000,- (belum termasuk PPN) dengan cara pembayaran berdasarkan prestasi Pemohon setiap bulan. Masa membangun selama 12 bulan.

Pada bulan Agustus 1997 prestasi telah mencapai 60 % (Bukti P4). Namtin prestasi bulan Juni dan Juli 1997 belum dibayar oleh Termohon kepada Pemohon masing-masing senilai Rp. 1.150.000.000,- dan Rp. 1.050.000.000,- (Bukti P.5 dan P.6).

Sesuai perjanjian Pasal 25, Pemohon mulai tanggal 10 September 1997 menghentikan peketjaan (Bukti P.7).

Pemohon telah memberikan peringatan I, tanggal 17 September 1997 peringatan II, tanggal 1 Oktober 1997, dan peringatan III, tanggal 18 Oktober 19997 (Bukti P.8, P.9, P.10). namun Termohon tetap tidak melakukan pembayaran kepada Pemohon.

Dengan demikian terbukti Termohon telah melakukan tindakan Cidera Janji (Wanprestasi).

Akibat tindakan Termohon, Pemohon mengalami kerugian sangat besar.

Untuk itr berdasarkan dalil-dalil yang dikemukakan Pemohon, mohon Majelis Arbitrase raenerima dan memeriksa Permohonan Arbitrase Pemohon dan memutuskan sebagai berikut:

(1) Menyatakan Termohon wanprestasi;

(2) Me..yatakan penghentian peketjaan oleh Pemohon pada tanggal 10 September 1997 adalah sah menurut hukum,

(3) Menghukum dan memerintahkan Termohon untuk membayar kepada Pemohon kerugian yang diderita sebesar Rp. 2.200.000.000,-;

(18)

(4) Mengnmcum 1 ermohon untuk membayar aenaa ounga sebesar zO % per tahun terhitung sejak tanggal Permohonan ini sampai dengan semua ganti kerugian berdasarkan Putusan Majelis dioayar lunas oleh Termohon.

(5) Menghukum Termohon untuk membayar biaya Arbitrase Atau apabila Majelis Arbiter berpendapat lain, demi keadilan, mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Hormat kami, Kuasa Pemohon

Nurhasyim, SH

3. PROSES PERSIDANGAN ARBITRASE

Apabila segala sesuatu yang di syaratkan untuk memulai suatu persidangan arbitrase sudah cukup lengkap, maka proses Arbitrase diawali dengan masuknya "Permohonan" dari Pemohon ke Sekretariat Arbitrase BANI.

iekretariat tersebut beralamat tetap, yaitu di kantor BANI.

Untuk Arbitrase lain, maksudnya bukan melalui institusi Arbitrase seperti BANI atau 3AMUI; awal darBproses Arbitrase dimulai pada saat para pihak mulai menunjuk Arbiter pilihanny?.

Untuk proses arbitrase BANI, prosesnya berlangsung sebagai berikut:

3.1 Sekretariat menerima Permohonan dan melakukan pemeriksaan secara teliti apakah BANI merupakan badan yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut atau tidak.

(19)

Pemeriksaan dilaKuKan dengan memenKsa apakah didalam Peijanjian antara para pihak yang bersengketa terdapat klausula yang menyatakan bahwa BANI adalah institusi yang ditunjuk atau dipilih untuk menyelesaikan perkara atau tjdak.

Bila didalamnya terdapat klausula tersebut, maka permohonan diterima, namun bila klausula tersebut tidak ada maka permohonan akan ditolak.

Dengan diterimanya Permohonan tersebut, BANI membuatkan bukt tanggal penerimaan pendaftaran.

Biasanya dibuat tanda penerimaan dokumen Permohonan, atau tanggal lenerimaan ditulis pada "arsip Permohonan" milik Pemohon, disertai pemberian nomor perkara.

Selanjutnya membayar biaya pendaftaran dan untuk itu diberikan kwitansi oleh Sekretariat.

3.2 Setelah menerima Permohonan tersebut, Ketua BANI akan membentuk Majelis Arbitrase dengan ketentuan pihak Pemohon sudah menunjuk seorang Arbiter dan Termohon telah menunjuk arbiter pilihannya, serta kedua Arbiter ini telah pula menunjuk Arbiter ketiga yang akan bertindak sebagai Ketua Maielis. Untuk itu Ketua BANI menerbitkan Surat Keputusan atas terbentuknya Majelis Arbitrase tersebut.

Kemudian ditetapKan besamya biaya arbitrase dengan suatu Surat keputusan pula dari BANI yang disampaikan baik kepada Pemohon maupun Termohon.

v-

3.3 Apabila para pihak telah melakukan pembayaran biaya arbitrase yang besamya masing-masing separuh biaya arbitrase maka dibuatlah undangan sidang yang pertaraa.

(20)

Apabila hal itu teijadi, BANI menyaranKan agar biaya tersebut dibayarKan dulu seluruhnya oleh pihak Pemohon agar sidang dapat dimulai. Biaya tersebut akan dibebankan Kepada Termohon dan dimasukkan dalam putusan arLitrase. Didalam undangan Sidang Pertama, dicantumkan hari, tanggal, waktu serta tempat sidang tersebut.

Dalam Sidang Pertama, Termohon wajib memasukkan Jawaban atas Permohonan dari Pemohon.

Setelah Sidang Pertama dinyatakan dibuka oleh Ketua Majelis Arbitrase dimana Pemohon dan Termohon hadir, maka selanjutnya Majelis Arbitrase menawarkan dulu kepada para pihak (Pemohon dan Termohon) untuk berdamai. Apabila para pihak menyatakan bersedia berdamai maka proses perdamaian dapat berjalan terns (dilaksanakan kedua belah pihak diluar jadual persidangan), disamping proses persidangan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Dalam Sidang Pertama ini Termohon selain menyampaikan jawabannya dapat pula mengajukan tuntutan balik (yang dinamakan Permohonan Rekonpensi) .cepada Pemohon.

Apabila dalam Sidang Pertama, Pemohon tidak hadir, sedangkan Termohon hadir, maka Permohonan dinyatakan gugur, sehingga tugas Majelis selesai. Apabila dalam Sidang Pertama tersebut Termohon tidak hadir tanpa alasan sah,

naka Majelis dapat memanggil Termohon sekali lagi.

Paling lama 10 hari setelah pemanggilan kedua diterima Termohon, tanpa dasan Termohon tidak juga datang di persidangan, pemeriksaan tetap di eruskan, dan tuntutan Pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan atau tidak berdasar hukum.

Namun bila paoa sidang ini Termohon datang menghadap dan menyampaikan . awaban maka sidang dilanjutkan.

Dalam jawabannya Termohon dapat menyampaikan pula tuntutan balasan cepada Pemohon (Permohonan Rekonpensi).

(21)

Selain itu aaiam jawaban tersebut, lermonon dapat menyampaikan "Hak Ingkar", jika sekiranya Termohon mempunyai keyakinan bahwa Arbiter pilihan Pemohon tidak memenuhi syarat-syarat sebagai Arbiter sesuai UU No. 30 tahun 1999 Pasal 12.

Apabila Termohon dapat membuktikan tuntutan Hak Ingkar tersebut, maka Arbiter yang bersangkutan harus diganti.

3.5 Apabila pada Sidang Pertama Termohon memasukkan Jawaban serta melakukan tuntutan Rekonpensi, maka Ketua Majelis menentukan jadual waktu sidang berikutnya, dimana pada saat itu Pemohon diminta untuk memasukkan anggapan atas Jawaban (yang dinamakan Replik) dan memberikan Jawaban atas Permohonan Rekonpensi.

3.6 Pada sidang selanjutnya Termohon memasukkan tanggapan atas Replik (dinamakan Duplik) dan menyampaikan Replik atas Rekonpensi.

Selanjutnya sidang digunakan oleh Majelis untuk mengajukan pertanyaan- pertanyaan pada bagian-bagian yang tidak jelas baik kepada Pemohon maupun Termohon. Pada saat Pemohon menyampaikan argumentasinya pihak lain diberi hak untuk menyanggah, tentu saja sanggahan tersebut harus dibuktikan. Disini Pemohon ataupun Termohon diuji keterampilannya menyampaikan argumentasi.

3.7 Pada saat Tanya Jawab tersebut, Majelis juga melakukan pemeriksaan atas bukti-bukti yahg disampaikan baik dari Pemohon maupun dari Termohon. Sukti-bukti .tersebut diuji kebenarannya serta keabsahannya.

Saat pengujian aias bukti Pemohon, Termohon wajib menyaksikan dan dapat memberikan komentar atas bukti tersebut, demikian pula sebaliknya.

(22)

3.8 Setelah Majelis merasa Tanya Jawab telah cukup maka pada sidang nerikutnya Pemohon dan Termohon diminta untuk menyampaikan Kesimpulan secara tertulis.

Jangka waktu antara persidangan yang satu dan persidangan berikutnya berkisar antara 7 hari sampai 14 hari.

Apabila Majelis Arbitrase berpendapat bahwa persidangan sudah cukup, maka persidangan dinyatakan ditutup.

Majelis mempunyai waktu paling lama 30 hari setelah persidangan ditutup untuk membacakan Putusannya.

4. ACARA YANG BERLAKUDALAM SIDANG ARBITRASE 4.1 Pemeriksaan perkara secara tertutup.

4.2 Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia kecuali atas persetujuan Majelis Arbitrase dapat digunakan bahasa lain atas permintaan para pihak. 4.3 Para pihak mempunyai kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat. 4.4 Para pihak dapat diwakili oleh Kuasanya.

4.5 Pihak ketiga dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses arbitrase, bila terdapat kepentingan yang terkait dan disetujui para pihak dan Majelis Arbitrase. ,

4.6 Dalam suatu Peijanjian, para pihak bebas menentukan ketentuan acara arbitrase sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang No. 30/1999.

(23)

4.7 iJalam hal tidak aitenmkan dalam I'eijanjian, Acara Arbitrase dilakukan sesuai UU. No. 30/1999.

4.8 Dalam hal Arbitrase dilaksanakan sesuai butir 4.6,1 harus ada kesepakatan mengenai jangka waktu dan tempat diselenggarakannya arbitrase, bila tidak, Majelis akan menentukan.

4.9 Majelis dapat mengambil putusan provisional atau putusan sela. 4.10 Majelis dapat memperpanjang waktu tugasnya bila:

4.10.1 Diminta oleh salah satu pihak. 4.10.2 Akibat putusan sela.

4.10.3 Dianggap perlu oleh Majelis untuk kepentingan pemeriksaan.

4.11 Penyelesaian sengketa arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan Lembaga Arbitrase Nasional atau Intemasional berdasarkan kesepakatan para pihak dalam Peijanjian kecuali ditetapkan lain.

4.12 Majelis dapat memerintahkan agar dokumen/bukti, disertai dengan terjemahan dalam bahasa yang ditetapkan.

4.13 Permohonan harus diajukan secara tertulis, Permohonan secara lisan dapat iilakukan bila disetujui para pihak atau dianggap perlu oleh Majelis Arbitrase. 4.14 - Tempat Atbitrase ditentukan oleh Majelis Arbitrase , kecuali ditentukan

sendiri oleh para pihak.

- Majelis dapat mendengar keterangan saksi/raengadakan pertemuan diluar tempat Arbitrase bila dianggap perlu.

4.15 Pemeriksaan atas Saksi/Saksi Ahli dilakukan raenurut Hukum Acara Perdata (KUHPer).

(24)

Majelis dapat mengadakan pemeriksaan ketempat kejadian/objek dimana sengketa timbul

4.16 a. Dalam jangka waktu yang ditentukan Majelis, Pemohon menyampaikan permohonan kepada Majelis.

b. Surat Permohonan sekurang-kurangnya memuat:

■ Nama lengkap dan tempat tinggal/kedudukan para pihak. ■ Uraian singkat sengketa disertai bukti-bukti

■ Isi Permohonan.

4.17 Termohon dalam waktu 14 hari sejak menerima salinan Pemohonan harus menanggapi dan memberi Jawaban tertulis.

4.18 Salinan Jawaban diserahkan ke Pemohon atas perintah Majelis, dan bersamaau dengan itu Pemonon dan Termohon di perintahkan menghadap di muka sidang/Arbitrase paling lama 14 hari.

4.19 Bila lewat waktu 14 hari Termohon tidak menyampaikan Jawaban, diberi waktu sesuai butir 4.18.

4.20 Dalam Jawaba,. atau selambat-lambatnya pada Sidang Pertama Termohon dapat mengajukan tuntutan balas, dan Pemohon diberi kesempatan menanggapi. Tuntutan balashn diperiksa dan diputus bersama pokok sengketa.

4.21 Bila dipanggil secara patut sesuai butir 4.18 pada Sidang Pertama Pemohon tidak hadir, surat tuntutannya dinyatakan gugur. Tugas Majelis selesai.

(25)

4.22 a. Bila hari Sidang Pertama sesuai butir 4.18,1 ermohon tanpa suatu alasan sah tidak menghadap, Majelis dapat memanggil sekali lagi.

b. Paling lama 10 hari setelah pemanggilan kedua diterima Termohon, dan tanpa alasan tidak datang di persidangan, pemeriksaan diteruskan, dan tuntutan Pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan/tidak berdasar hukum.

4.23 a. Bila paiapihak datang, terlebihdahulu Majelis menawarkanperdamaian. b. Bila perdamaian berhasil, Majelis membuatkan Akta Perdamaian yang final

& mengikat para pihak

4.24 a. Bila perdamaian gagal, pemeriksaan dilanjutkan.

b. Para pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan secara tertulis pendirian masing-masing serta mengajukan bukti.

c. Majelis berhak minta tambahan penjelasan secara tertulis, dokumen atau bukti lain.

4.25 a, Sebelum ada Jawaban dari Termohon, Pemohon dapat mencabut surat permohonannya.

b. Setelah ada Jawaban dari Termohon, perubahan atau penambahan surat tuntutan hanya diperbolehkan dengan persetujuan Termohon, sepanjang perubahan tersebut menyangkut hal yang bersifat fakta saja, dan tidak menyangkut dasar hukum dari Permohonan.

4.26 a. Pemeriksaan harus diselesaikan dalam waktu 180 hari sejak Majelis terbeiuok.

b. Dengan perseiujuan para pihak dan bila diperlukan, jangka waktu dapat diperpanjang.

(26)

jt'ELAKSANAAN PUTUSAN

Pada hari yang ditetapkan, yaitu 30 hari setelah pemeriksaan perkara dinyatakan cukup dan pemeriksaan ditutup, maka Majelis Arbitrase membacakan putusan arbitrase tersebut dihadapan persidangan.

Sesuai ketentuan Pasal 54, UU. No. 30, tahun 1999 Putusan Arbitrase hams memuat:

5.1 Kepala putusan hams berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa"

5.2 Nama lengkap dan alamat para pihak. 5.3 Uraian singkat sengketa

5.4 Pendirian para pihak

5.5 Nama lengkap dan alamat arbiter

5.6 Pertimbangan dan Kesimpulan arbiter atau Majelis Arbitrase mengenai keseluruhan sengketa.

5.7 Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam Majelis Arbitrase.

5.8 Amar putusan

5.9 Tempat dan tanggal putusan; dan

5.10 Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase.

Contoh isi dari amar putusan adalah misalnya sebagai berikut:

v Memutuskan.

Dalam konpensi.

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

2. Menyatakan Termohon dalam Konpensi telah melakukan ingkar janji (wanprestasi)

(27)

3. Menyauucan penghentian pelaKsanaan peKeqaan oleh Pemonon dalam Kompensasi pada tanggal 10 September 1997 sah menurut hukum;

4. vlenghukum Termohon dalam Konpensi untuk membayar tagihan Pemohon cepada Termohon sejumlah Rp. 2.200.000.000,-

5. Menghukum Termohon dalam Konpensi unuk membayar bunga akibat keterlambatan Termohon selama 25 (dua puluh Lima) bulan. Yaitu sebesar 25/12/6%x Rp. 2.200.000.000,- = Rp

6. Menolak permohonan Pemohon selain dan selebihnya. Dalam Rekonpensi

Menolak permohonan Pemohon dalam Rekonpensi secara keseluruhan. Dalam Konpensi dan Rekonpensi:

1. Menghukum para pihak untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini mesing-masing seperdua bagian.

2. Menyatakan Putusan Arbitrase ini dalam tingkat pertama dan terakhir serta mengikat kedua belah pihak.

3. Memerintahkan panitera sidang untuk mendaftarkan putusan arbitrase ini di Kepaniteraan Pengadilan Negeri atas biaya Pemohon.

Setelah mendapat kuasa dari Majelis Arbitrase putusan Arbitrase tersebut diatas didaftarkan oleh Sekretaris Arbitrase, ke Panitera Pengadilan Negeri domisili Termohon dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan.(UU RI. No. 30/1999 Pasal 59 ayat 1)

v

Dalam hal Termohon merasa airugikan atau kurang mendapat keadilan, dapat inelakukan permohonan pembatalan putusan arbitrase tersebut dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri (UU RI. No. 30/1999 Pasal 71).

(28)

Selanjutnya K.etua Pengadilan negen dalam waKtu paling lama 30 han sejak permohonan pembatalan harus sudah memberikan putusan. (UU RI. No. 30/1 c,99

Pasal 72 ayat 3)

Terhadap Putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan permohonan banding ke vlahkamah Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan akhir sesuai UU. RI No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Altematif Penyelesaian Sengketa. (UU RI No. 30/1999 Pasal 72 ayat 4)

Namun apabila semuanya beijalan baik, setelah pendaftaran ke Pengadilan Negeri oleh Kuasa Majelis Arbitrase, sedangkan Termohon tidak mau melaksanakan Putusan Arbitrase Pemohon dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri (UU RI No. 30/1999 Pasal 61).

Daftar Pustaka:

1. Undang-Undang RI No. 14/1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman

2. Undang-Undang RI No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Altematif Penyelesaian Sengketa

3. Peraturan Prosedur BANI edisi 2003

4. Buku Mengenal Klaim Konstruksi & Penyelesaian Sengketa Konstruksi oleh H. Nazarkhan Yasin, Ir.

Referensi

Dokumen terkait

Namun yang menjadi persoalan, pada aktivitas penulisan skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Pekalongan ternyata masih ditemukan banyak kesalahan

ITIBARLI VE NIMETE MAZHAR BIRI OLMAK IÇIN...223. GÖNLÜN HUZURA ERMESI VE VAKAR SAHIBI

PEKERJAAN PEMINDAHAN TIANG LISTRIK KM 2 - KM 7 PENAJAM LOKASI KECAMATAN PENAJAM. NO URAIAN PEKERJAAN

Short Course evaluasi kurikulum berlangsung selama dua hari yaitu pada tanggal 17-18 Oktober 2012 yang bertempat di ruang pertemuan FKIK Universitas

Perangkat lunak bebas (free software) adalah istilah yang diciptakan oleh Richard Stallman dan Free Software Foundation yang mengacu kepada perangkat lunak yang bebas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil nilai korelasi hasil ρ : 0,652, dengan tingkat signifikasi 0,000 berarti terdapat hubungan antara minat masuk jurusan

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!.. 1) Pendidikan kewarganegaraan merupakan wahana/kendaraan yang akan

Latar belakang penelitian ada sebagian siswa SMA 1 Jekulo Kudus tahun pelajaran 2012/2013 yang mengalami tekanan psikologi seperti tumbuh rasa tidak aman dan kemurungan