• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Kualitas Jadwal Awal Pada Penjadwalan Job Shop Dinamis Non Deterministik Berbasis Algoritma Genetik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengukuran Kualitas Jadwal Awal Pada Penjadwalan Job Shop Dinamis Non Deterministik Berbasis Algoritma Genetik"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pengukuran Kualitas Jadwal Awal Pada Penjadwalan Job Shop Dinamis Non

Deterministik Berbasis Algoritma Genetik

Nico Saputro

Jurusan Ilmu Komputer, FMIPAUniversitas Katolik Parahyangan

J1. Ciumbuleuit No.94, Bandung 40141

E-mail : nico@home.unpar.ac.id Abstrak

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penjadwalan job shop dinamis non deterministik berbasis algoritma genetik (Saputro et al., 2004) yang dikembangkan memakai metode jadwal hybrid (Bierwirth,1999) mampu melakukan penjadwalan ulang dengan menambahkan beberapa pekerjaan baru pada jadwal yang sudah ada. Makalah ini membahas tentang kualitas jadwal awal yang dihasilkan dari penjadwalan Job Shop Dinamis Non Deterministik Berbasis Algoritma Genetik. Jadwal awal dihasilkan saat pembuatan jadwal pertama kali terhadap pekerjaan-pekerjaan yang telah diterima dan dapat dipandang sebagai persoalan job shop statik. Kualitas jadwal awal diukur dengan kriteria completion time atau makespan, dan memakai benchmark problem FT06 dan FT10 yang dibuat oleh Fisher dan Thompson. Hasil eksperimen menunjukkan pada FT06 makespan terbaik yang didapat 3,64% di atas makespan optimal dan dapat konvergen dengan cepat. Pada FT10 makespan terbaik yang didapat 7,52% di atas makespan optimal. Selain itu, semakin besar nilai parameter delta, rata-rata makespan juga semakin besar.

Kata kunci: kualitas jadwal awal, metode hybrid, job shop dinamis, makespan

1. Pendahuluan

Pada umumnya, penjadwalan termasuk masalah optimasi kombinatorial NP-hard. Konsekuensinya, tidak ada algoritma yang dapat menjamin diperolehnya solusi optimal. Waktu komputasi untuk mencari solusi optimal meningkat secara polinomial seiring dengan semakin banyaknya pekerjaan yang perlu dijadwalkan. Beragam teknik telah disumbangkan oleh bidang Artificial Intelligence dan Operation Research, baik yang memberikan approximate solution maupun exact solution pada persoalan dengan lingkup terbatas. Approximate solution lebih umum dijumpai dan cenderung bergantung pada penggunaan heuristic, teknik-teknik optimasi stokastik, atau kombinasi keduanya. (Husbands,1994). Pembahasan ringkas tentang beragam teknik tersebut antara lain dilakukan oleh Morton et al. (1993), Husbands (1994), Jain et al. (1998a), Jain et al. (1998b), dan Goncalves et al. (2002).

Algoritma genetik, sebagai algoritma pencarian telah banyak dikembangkan pada persoalan penjadwalan produksi. Perbedaan antar aplikasi berbasis algoritma genetik terletak pada teknik encoding dan operator genetik yang dipakai, kendala-kendala, dan tujuan yang ingin dicapai (Bierwirth et al., 1999). Hal ini dapat dilihat antara lain pada Husbands (1994), Fang (1994), Lin et al. (1997), Jain et al. (1998a), Jain et al. (1998b), Bierwirth et al. (1999), dan Goncalves et al. (2002). Saputro et al. (2004) telah membangun perangkat lunak penjadwalan Job Shop Dinamis Non Deterministik Berbasis Algoritma Genetik yang mampu menyusun jadwal dan dapat menambahkan beberapa pekerjaan baru pada jadwal yang sudah ada. Perangkat lunak tersebut memakai metode jadwal hybrid yang dikembangkan oleh Bierwirth et al. (1994). Pertanyaannya adalah bagaimana kualitas jadwal yang dihasilkan mengingat algoritma genetik sebagai algoritma pencarian tidak menghasilkan exact solution. Oleh karena itu, tujuan penelitian adalah mengukur kualitas jadwal yang dihasilkan oleh perangkat lunak penjadwalan Job Shop dinamis non deterministik. Pengukuran dilakukan terhadap jadwal awal yaitu jadwal yang dihasilkan saat pembuatan jadwal pertama kali terhadap pekerjaan-pekerjaan yang telah diterima. Jadwal awal dapat dipandang sebagai persoalan job shop statik. Kualitas jadwal awal diukur berdasarkan kriteria completion time atau makespan pada benchmark problem FT06 (6 job dan 6 mesin) dan FT10 (10 job dan 10 mesin). Benchmark problem banyak dipakai untuk menguji dan membandingkan beragam algoritma. Benchmark problem dengan dimensi (jumlah job dan mesin) dan tingkat kesulitan berbeda berguna untuk melihat kemampuan dan keterbatasan suatu metode. Selain itu, hasil pengujian dengan benchmark problem dapat memberikan gambaran tentang perbaikan yang diperlukan dan di bagian mana sebaiknya perbaikan tersebut dilakukan. (Jain et al., 1998a).

(2)

2. Implementasi Algoritma Genetik pada Job Shop

Penjadwalan job shop dinamis non deterministik berbasis algoritma genetik dibatasi sebagai berikut: tiap job diproses oleh sebuah mesin maksimal satu kali, tidak memiliki tenggat waktu penyelesaian, waktu perpindahan antar mesin dan waktu setup dapat diabaikan, dan penjadwalan bersifat non-preemptive.

2.1 Pemodelan ke bentuk Algoritma Genetik

Representasi ke bentuk kromosom yang digunakan adalah permutation encoding. Posisi gen (locus) pada kromosom mewakili suatu operasi, sedangkan nilai gen (allele) mewakili nomor job dan nomor urut operasi pada job tersebut. Allele akan dipetakan oleh fungsi yang memasangkan nomor job dan nomor urut operasi menjadi nomor mesin dan lama proses (Saputro et al., 2004).

Tabel I. Contoh job shop Job ke- Nomor mesin, lama proses

1 2,1 1,6 3,7 2 1,8 2,5 3,4 3 2,5 3,4 1,1

3-1 1-1 2-2 3-2 2-1 2-3 1-3 1-2 3-3 Gambar 1. Salah satu contoh kromosom dari tabel I.

Gambar 1 merupakan contoh kromosom untuk 9 buah operasi yang terdapat pada tabel I. Allele 3-1 berarti job ke 3 operasi ke 1 pada mesin 2 selama 5 satuan waktu. Allele 1-1 berarti job ke 1 operasi ke 1 pada mesin 2 selama 1 satuan waktu, Allele 2-2 berarti job 2 operasi ke 2 pada mesin 2 selama 5 satuan waktu, dan seterusnya.

Operator genetik yang digunakan adalah operator reproduksi gabungan dari elitism dan roulette wheel selection, operator crossover Precedence Preservative Crossover (PPX) yang dikembangkan oleh Bierwirth et al. (1999) untuk persoalan penjadwalan, dan operator mutasi remove and insert (Manderick, 1991). Fungsi fitness yang digunakan adalah 1/average flow time (Saputro et al., 2004).

2.2 Pembuatan jadwal

Permutasi operasi-operasi yang direpresentasikan oleh kromosom perlu di-decode untuk menghasilkan jadwal. Ada tiga macam jadwal yaitu semi-active, active, dan non delay (Bierwirth, 1999). Gambar 2 memperlihatkan keterkaitan antar ketiga jadwal. Jadwal non-delay merupakan himpunan bagian dari jadwal active, dan jadwal active himpunan bagian dari jadwal semi-active. Terkait dengan minimisasi makespan dan average flow time, telah diketahui bahwa ada jadwal optimal yang termasuk jadwal active. (Bierwirth, 1999)

feasible Semi-active active Non-delay optimal

Gambar 2 hubungan jadwal semi-active, active, dan non-delay

Jadwal yang dipakai adalah jadwal hybrid, yaitu gabungan antara jadwal active dan non-delay. Jadwal hybrid menggunakan parameter  [0,1],. =0 akan menghasilkan jadwal non-delay, =1 menghasilkan jadwal active.Langkah-langkah prosedur hybrid (Bierwirth, 1999) :

1. Buat himpunan operasi yang mengawali pekerjaan : A = {oij | 1  i  n}

2. i. Pilih o1, operasi dengan waktu selesai tercepat, t1 + p1 tik + pik untuk semua oik A. Jika lebih

dari satu operasi yang selesai paling cepat, pilih operasi yang terletak paling kiri dari kromosom. ii. Jika M1 adalah mesin yang dipakai o1, buat himpunan B yang berisi semua operasi dari A yang

diproses oleh M1 : B:= {oik A | i(k) = M1}

iii. Pilih o11 , operasi dengan waktu mulai paling awal di B, t11 < tik untuk semua oik B. Jika lebih dari

(3)

iv. Hapus operasi di B menurut parameter , sehingga himpunan B sekarang : B:= { oik B | ti(k)  t11

+ ((t1+p1)-t11)}

v. Pilih operasi di B yang terletak paling kiri dari kromosom dan hapus dari A. Operasi yang dipilih tersebut adalah o*ik.

3. Masukkan operasi o*ik pada jadwal, dan hitung waktu mulai : t*ik = max(t*i,k-1+p*i,k-1, thl + phl), t*ik waktu

mulai operasi o*ik , t*i,k-1+p*i,k-1 waktu selesai operasi ke-(k-l), yaitu operasi sebelumnya dari job ke-i dan

ohl = operasi ke-l dari job ke-h yang mendahului o *

ik pada mesin yang sama.

4. Jika terdapat suksesor dari o*i,k, yaitu o*i,k+1, masukkan ke A.

5. Ulangi langkah 2 sampai isi A habis.

2.3 Perangkat Lunak Penjadwalan Job Shop Dinamis Non Deterministik Berbasis Algoritma Genetik

(a) (b)

Gambar 3. Antar muka : a). Input parameter genetik dan spesifikasi jadwal, b). Keluaran berupa jadwal Antar muka perangkat lunak untuk input dan keluaran berupa jadwal dapat dilihat pada gambar 3. Perangkat lunak menggunakan langkah-langkah algoritma genetik berikut: (Saputro et al., 2004)

a. Tentukan peluang crossover, peluang mutasi, , nElit (jumlah elitism) dan MaxGen (jumlah generasi maksimal)

b. Bentuk populasi awal secara acak sebanyak ukuran populasi, susun jadwal tiap kromosom dengan prosedur hybrid dan hitung nilai fitness tiap kromosom.

c. Bentuk populasi berikutnya :

c.1 Masukkan nElit buah kromosom terbaik ke populasi berikut (elitism)

c.2 Sisa (Nmax-nElit) kromosom didapat dari proses genetika (crossover dan mutasi) c.3 Susun jadwal tiap kromosom baru dengan prosedur hybrid dan hitung nilai fitness-nya d. Ulangi langkah c sampai MaxGen tercapai.

e. Tampilkan jadwal awal dari kromosom terbaik.

f. Bila ada tambahan job baru pada saat t1 (Bierwirthet al., 1999)

f.1 Simpan jadwal dari operasi oik yang dimulai sebelum t1. Jadwal ini tidak perlu di ubah lagi saat

penjadwalan ulang.

f.2 Hapus semua operasi oik yang dimulai sebelum t1 (tik < t1) dari kumpulan job lama. Suatu job telah

selesai dikerjakan seluruhnya bila mi = 0. Bila ada job ke-i yang belum selesai, hitung waktu tiba

yang baru :

1

1

max

t

t

p

t

m

k

r

ik ik ik i i

(1)

f.3 Jika ada operasi oik yang masih diproses pada t1 dan belum selesai (tik < t1 < tik + pik), mesin tidak

dapat dipakai sampai operasi tersebut selesai. Perlu dihitung initial setup time sj, yaitu waktu

dimana mesin ke-j baru dapat mulai digunakan lagi.





1

,

1

1

max

max

t

p

t

t

t

n

i

s

j ik ik ik (2)

(4)

Waktu setup ini akan dipergunakan saat penjadwalan ulang dan dipakai saat menghitung waktu mulai (starting time) dari operasi yang memakai mesin tersebut pertama kali. Waktu mulai untuk mesin ke-j saat dipergunakan pertama kali oleh operasi oik dapat dihitung :

ik i k j

ik

t

p

s

t

max

, 1

, 1

,

(3)

g. Bentuk kromosom baru dari sisa operasi yang belum dikerjakan pada jadwal lama, dan dari operasi-operasi dari job-job yang tiba pada saat t1.

h. Bentuk populasi awal yang baru secara acak sebanyak ukuran populasi, susun jadwal tiap kromosom dengan prosedur hybrid dan hitung nilai fitness tiap kromosom.

i. Ulangi langkah c sampai d.

j. Tampilkan jadwal akhir dari kromosom terbaik.

Saat pekerjaan-pekerjaan pertama kali datang, proses penyusunan jadwal terhadap pekerjaan-pekerjaan tersebut dapat dipandang sebagai penjadwalan job shop statik. Perangkat lunak akan menjalankan langkah a s/d e. Jadwal yang dihasilkan disebut sebagai jadwal awal. Bila tiba pekerjaan-pekerjaan baru, dengan mempertahankan sebagian jadwal yang telah dibuat sebelumnya dapat disusun jadwal baru. Perangkat lunak akan menjalankan langkah f s/d j. Pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perangkat lunak dapat menyusun ulang jadwal dengan mempertahankan sebagian jadwal lama. (Saputro et al.,2004)

3. Rancangan Eksperimen

Pengukuran kualitas jadwal awal memakai 2 benchmark problem yaitu FT06 dan FT10 yang dibuat oleh Fisher dan Thompson (1963). Makespan optimal FT06 telah ditemukan tahun 1975 sebesar 55. Makespan optimal FT10 perlu 26 tahun sebelum ditemukan oleh Carlier dan Pinson (1989) sebesar 930 (Jain, 1998a). Hasil eksperimen yang dicatat adalah makespan terbaik, generasi ditemukannya makespan terbaik tersebut, dan waktu eksekusi dari perangkat lunak yang diukur sampai maksimal generasi tercapai. Pengujian dilakukan memakai prosesor AMD Sempron 1,41 GHz.

Parameter-parameter genetik yang dibuat tetap diseluruh eksperimen adalah probabilitas crossover (Pc) = 0,8, probabilitas mutasi (Pm) = 0,2, nElit (jumlah elitism) = 2. Eksperimen pertama dilakukan dengan membuat ukuran populasi bervariasi dan jumlah generasi = 400. Ukuran populasi yang dipakai adalah 10, 30, 50, 70 (untuk FT10) atau 72 (untuk FT06, yaitu dua kali jumlah operasi FT06), 90, 100, dan 200 (khusus untuk FT10, yaitu dua kali jumlah operasi FT10). Untuk setiap ukuran populasi tertentu eksperimen diulang sebanyak 30 kali, sehingga didapatkan 6 x 30 = 180 makespan untuk tiap benchmark problem. Tujuan eksperimen pertama adalah untuk melihat pengaruh ukuran populasi terhadap keberhasilan ditemukannya makespan terbaik.

Eksperimen kedua dilakukan dengan membuat ukuran populasi tetap sebesar 100 dan parameter  bervariasi. Parameter  yang dipakai adalah 0.0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 0.7, 0.8, 0.9, dan 1.0. Untuk setiap parameter  tertentu eksperimen diulang sebanyak 30 kali, sehingga didapatkan 11 x 30 = 330 makespan untuk tiap benchmark problem. Tujuan eksperimen kedua adalah untuk melihat pengaruh parameter  terhadap keberhasilan ditemukannya makespan terbaik.

4. Hasil Eksperimen dan Pembahasan

Tabel II meringkas hasil eksperimen pertama untuk benchmark problem FT06. Tabel II menyajikan makespan terbesar, makespan terkecil, berapa kali makespan terkecil tersebut diperoleh (dalam %), dan rata-rata makespan yang diperoleh dari 30 kali eksperimen yang dilakukan. Disajikan juga generasi terbesar, generasi terkecil ditemukannya suatu makespan terbaik di setiap eksperimen, berapa kali generasi terkecil tersebut dicapai (dalam %), rata-rata generasi, dan rata-rata waktu eksekusi.

Tabel II. Hasil Eksperimen pada benchmark problem FT06 Ukuran

populasi

Makespan Generasi

Rata-rata waktu eksekusi (detik) terbesar terkecil

Rata-rata terbesar Terkecil Rata-rata % % 10 83 58 36,7 69,6 360 1 13,3 120,0 1,33 30 76 57 3,3 58,6 383 1 36,7 65,3 5,80 50 76 58 96,7 58,6 304 1 30,0 45,1 10,32 72 *) 83 58 96,7 58,8 367 1 53,3 33,1 15,30 90 58 58 100,0 58,0 225 1 53,3 14,8 19,36 100 58 58 100,0 58,0 5 1 93,3 1,2 21,38

(5)

Berdasarkan hasil eksperimen, agoritma genetik mampu mendapatkan makespan terbaik 57 di ukuran populasi 30. Makespan terbaik ini 3,64% lebih tinggi dibandingkan makespan optimal. Dari total 180 makespan yang dihasilkan, 87,22% (157 makespan) bernilai 58. Algoritma genetik mampu konvergen dengan cepat seiring dengan kenaikan ukuran populasi. Hal ini dapat dilihat baik dari persentase generasi terkecil untuk menemukan makespan terbaik atau dari rata-rata generasi. Persentase generasi terkecil ditemukannya makespan terbaik semakin besar seiring dengan kenaikan ukuran populasi. Pada ukuran populasi 100, 93,3% dari eksperimen sudah mampu menemukan makespan 58 di generasi pertama. Rata-rata generasi ditemukannya makespan terbaik juga menunjukkan hal yang sama, rata-rata generasi semakin kecil seiring dengan kenaikan ukuran populasi. Dua makespan terbaik pada benchmark problem FT06 yaitu 57 dan 58 dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4b. merupakan salah satu contoh jadwal dari beberapa macam jadwal berbeda yang dapat menghasilkan makespan 58.

(a) Makespan 57

(b) Makespan 58

Gambar 4. dua makespan terbaik pada benchmark problem FT06 Tabel III. Hasil Eksperimen pada benchmark problem FT10 Ukuran

populasi

Makespan Generasi

Rata-rata waktu eksekusi (detik) terbesar terkecil

Rata-rata terbesar terkecil

Rata-rata 10 1268 1056 1157,4 370 5 120,0 11,93 30 1251 1006 1132,1 398 1 210,6 51,39 50 1271 1053 1154,0 398 2 190,8 88,83 70 1228 1018 1127,6 396 4 183,4 127,37 100 1217 1007 1129,9 382 1 197,6 186,00 200 *) 1213 1009 1123,5 400 3 240,1 376,07

*) ukuran populasi = 2 kali dari jumlah operasi

Tabel III meringkas hasil eksperimen pertama untuk benchmark problem FT10. Hasil eksperimen belum dapat menunjukkan kecenderungan konvergen ke suatu nilai makespan tertentu maupun digenerasi ke berapa ditemukan makespan tersebut seperti halnya FT06. Makespan terbaik yang dapat ditemukan adalah 1006 di ukuran populasi 30. Makespan ini 8,17% lebih tinggi dibandingkan makespan optimal. Waktu komputasi selama 400 generasi untuk 10 pekerjaan dan 10 mesin (FT10) meningkat 8 – 9 kali waktu komputasi untuk 6 pekerjaan dan 6 mesin (FT06).

Gambar 5 menyajikan hasil eksperimen kedua baik pada FT06 maupun FT10. Eksperimen dengan beragam variasi  juga belum dapat menemukan makespan optimal. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa semakin tinggi , makespan yang didapatkan cenderung semakin besar. Hasil eksperimen pada FT06 menunjukkan bahwa  diantara 0.0 – 0.1 masih dapat konvergen ke makespan 58.Hasil eksperimen pada FT10

(6)

dibandingkan makespan optimal, lebih baik daripada makespan terbaik yang didapatkan dari eksperimen pertama.

Tabel IV dan tabel V menyajikan makespan yang diperoleh dari pendekatan model matematika dan pendekatan algoritma genetik dengan metode lainnya. Kedua tabel tersebut di kutip dari Jain et al. (1998b). Tabel IV menyajikan makespan yang diperoleh memakai model matematika Lagrange Relaxation yang dilakukan oleh Della Croce et al. (1993) dan pendekatan dekomposisi yang dilakukan oleh Krüger et al (1995). Tabel V menyajikan hasil yang dicapai oleh beragam metode algoritma genetik. Selain dari Jain et al. (1998b), tabel V juga menyajikan hasil yang diperoleh Goncalves et al. (2002).

78 86 82 68 75 82 68 67 64 76 64 60 60 58 58 60 60 60 60 60 55 60 65 70 75 80 85 90 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 delta m a k e s p a n

rata-rata maks min

1462 1463 1349 1327 1332 1337 1253 1251 1269 1233 1238 1145 1119 1080 1000 1017 1062 1063 1017 1038 1055 1052 950 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 delta m a k e s p a n

rata-rata maks min

(a) benchmark problem FT06 (b) benchmark problem FT10 Gambar 5. pengaruh parameter delta terhadap makespan

Tabel IV. Hasil pendekatan matematika terhadap FT 06 dan FT 10 Peneliti

Makespan Waktu CPU FT 06 FT 10 FT 06 FT 10 Della Croce et al. (1993) 58 980 7 1585 Krüger et al (1995) 55 1054 na na Tabel V. Hasil beragam teknik algoritma genetik terhadap FT 06 dan FT 10

Peneliti

Makespan CPU (detik) Komputer yang dipakai FT 06 FT 10 FT 06 FT 10

Namada & Yakano (91) 55 965 na na na

Yamada & Nakano (92) 55 930 na 600 SUN Sparcstation 2 Davidor et al. (93) 55 930 na 300 SUN Sparcstation 2

Fang et al. (93) 55 949 na 1500 SUN 4

Storet et al. (93) 55 954 na 55 CDC 4340 – R3000 Pesch (93) - 2J-GA 55 937 8.1 100

VAX 9650 Pesch (93) – 2JCP-GA 55 937 11.4 146.9

Pesch (93) – IMCP-GA 55 930 8.5 104.4

Matfeld et al. (94) 55 930 na 138 SUN Sparcstation 10 Della Croce et al. (95) 55 940 223 628 PC 486 (25 MHz) Bierwirth (95) 55 936 na 135 SUN Sparcstation 10 Dorndorf & Pesch (95) 55 938 19.7 106.7 DEC Station 3100 Yamada & Nakano (95b) 55 930 na 699 SUN Spacstation 10

Mattfeld (96) 55 930 6 40 SUN 10/41

Yamada & Nakano (96b,c) 55 930 na 88 Dec Alpha 600 5/266 Norman & Bean (97) 55 937 na 300 SUN Workstation

Shi (97) 55 930 na na SONY NWS – 3460

Goncalves et al. (2002) 55 930 13 292 CPU AMD Thunderbird 1,333 GHz

Sebagian besar pendekatan algoritma genetik memberikan hasil yang kurang memuaskan karena kesulitan merancang operator crossover dan schedule encoding (Jain et al., 1998b). Pengamatan empiris terhadap hasil eksperimen menunjukkan bahwa operator crossover dan mutasi yang dipakai dapat menghasilkan solusi yang tidak feasible. Hal ini terjadi karena kedua operator bekerja tanpa memperhatikan urutan operasi dari

(7)

hybrid. Metode jadwal hybrid yang dipakai menjamin selalu diperolehnya jadwal feasible. Hasil eksperimen, khususnya pada benchmark problem FT 06 menunjukkan bahwa metode jadwal hybrid yang dipakai terjebak ke local optimal, tidak dapat menemukan global optimal.

5. Kesimpulan

Walaupun penjadwalan job shop dinamis non deterministik berbasis algoritma genetik yang dikembangkan mampu untuk melakukan penjadwalan ulang, jadwal awal yang dihasilkan bukan makespan optimal. Makespan terbaik yang diperoleh selama eksperimen adalah 57 untuk benchmark problem FT 06 dan 1000 untuk benchmark problem FT 10. Makespan ini masing-masing sebesar 3,64% dan 7,52% di atas makespan optimal. Hasil eksperimen memperlihatkan bahwa semakin besar nilai parameter , rata-rata nilai makespan yang diperoleh juga semakin besar. Pengembangan penelitian selanjutnya dari penjadwalan job shop dinamis non deterministik difokuskan pada pemilihan metode encoding dan operator genetik yang memperhatikan urutan operasi tiap pekerjaan; proses pembuatan jadwal dari kromosom (decoding), dan pengujian dengan benchmark problem lainnya.

6. Notasi

m Jumlah mesin n Jumlah job

mi Jumlah operasi dari job ke-i, 1 i  n, mi m

i(k) Urutan mesin yang harus dilalui oleh job ke-i operasi ke-k.

oik Operasi ke-k dari job ke-i, 1 k  mi.

oi1 Operasi ke-1 dari job ke-i

pik lama proses operasi ke-k dari job ke-i

tik waktu mulai (starting time) operasi ke-k dari job ke-i

ri waktu tiba job ke i

 parameter yang menunjukkan batas lamanya suatu mesin dapat mengganggur,

 [0,1],  =0 untuk jadwal non-delay, =1 untuk jadwal active

7. Ucapan Terima Kasih

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Yento atas pembuatan perangkat lunak yang telah dikerjakan dengan sangat baik sehingga memudahkan modifikasi untuk kelancaran penelitian ini.

8. Daftar Pustaka

Bierwirth, C., Mattfield, D.C., 1999, Production Scheduling and Rescheduling with Genetic Algorithm, Evolutionary Computation, 7 (1), 1-17.

Fang, Hsiao-Lan, 1994, Genetic Algorithms in Timetabling and Scheduling, Ph.D. Dissertation, Department of Artificial Intelligence, University of Edinburgh.

Goncalves, J.F.,et al., 2002, A Hybrid Genetic Algorithm for the Job Shop Scheduling Problem, AT&T Labs Research Technical Reports TD-5EAL6J.

Husbands, P.,1994,Genetic Algorithms for Scheduling, AISB Quarterly, No. 89. Jain, A.S, et al., 1998a, Deterministic Job-Shop Scheduling : Past, Present And Future Jain, A.S, et al., 1998b, A State-Of-The-Art Review Of Job-Shop Scheduling Techniques Koza, J., 2001, Genetic Algorithm, http://cs.felk.cvut.cz/~xobitko/ga/intro.html.

Lin, S.C., et al., 1997, A Genetic Algorithm Approach to dynamic job shop scheduling problems, Proceedings of the Seventh International Conference on Genetic Algorithms, 491 – 489, Morgan Kaufmann.

Manderick,B.,1991, Selectionism as a Basis of Categorization and Adaptive Behavior, PhD Dissertation, Faculty of Sciences, Vrije Universiteit Brussel.

Morton, T.E, et al., 1993, Heuristic Scheduling Systems : with Applications to Production Systems and Project Management, John Wiley & Sons, New York.

Saputro, N., Yento, 2004, Pemakaian Algoritma Genetik untuk Penjadwalan Job Shop Dinamis Non Deterministik, Jurnal Teknik Industri, Vol. 6, no. 1, hlm. 61-70

Gambar

Tabel I. Contoh job shop  Job ke-  Nomor mesin, lama proses
Gambar 3. Antar muka :  a). Input parameter genetik dan spesifikasi jadwal, b). Keluaran berupa jadwal  Antar  muka  perangkat  lunak  untuk  input  dan  keluaran  berupa  jadwal  dapat  dilihat  pada  gambar  3
Tabel  II  meringkas  hasil  eksperimen  pertama  untuk  benchmark  problem  FT06.  Tabel  II  menyajikan  makespan terbesar, makespan terkecil, berapa kali makespan terkecil tersebut diperoleh (dalam %), dan rata-rata  makespan  yang  diperoleh  dari  30
Gambar 4. dua makespan terbaik pada benchmark problem FT06  Tabel III. Hasil Eksperimen pada benchmark problem FT10  Ukuran
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ka’bah (jihah al-Ka’bah).. Hadis itu menunjukkan bahwa semua arah yang berada di antara utara dan selatan termasuk kiblat. Jika diwajibkan menghadap fisik Ka’bah,

Analisis ini digunakan untuk menguji hubungan motivasi berprestasi dan kepercayaan diri dengan kemandirian belajar siswa (Hipotesis 3). Dengan analisis ini dapat diketahui

Vaiko globos šeimoje ir įvaikinimo patirtis rodo, kaip šeima gali būti geriausia augimo ir ugdymo vieta ne tik savo šeimos vaikams, bet ir kitiems (Sanicola 2002).. Priėmimo vertė

Berat kering tanaman yang ditimbang 5 hari setelah berada diruang gelap memiliki pe- nurunan dibandingkan dengan tanaman yang mendapatkan cahaya penuh, yaitu 46,6% untuk tanaman

Menurut Bugbee (2003), kunci penting untuk mengendalikan hama penyakit di rumah kaca adalah memilih varietas yang tahan hama penyakit, mengawasi lingkungan untuk

Sementara itu untuk uji kemaknaan hubungan antara Rasio Lingkar Pinggang Pinggul dengan kadar HDL nilai -value adalah 0.734 ( &gt; α) yang berarti bahwa tidak

Saya adalah mahasiswa Universitas Mercu Buana Jakarta yang sedang melakukan penelitian untuk menyusun skripsi dengan judul, “Pengaruh Citra Merek, Harga dan Kualitas

Berkaitan dengan pembelajaran pada masa pandemi ini, Mendikbud Nadim Anwar Makarim menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam