• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISSN Volume 04, No. 1, Edisi April PolhaSains

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISSN Volume 04, No. 1, Edisi April PolhaSains"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PolhaSain

s

METODE TUNING MAXIMUM PEAK – GAIN MARGIN (Mp – GM) UNTUK PENGENDALI 2DoF FEEDBACK

Nur Hidayah, Juwari, dan Renanto Handogo

ANALISA STRUKTUR BATUAN DARI SUNGAI ARANIO KABUPATEN BANJAR MENGGUNAKAN X-RAY DIFRACTION

Dewi Amelia Widiyastuti

EVALUASI PERHITUNGAN PERKUATAN TEBING SUNGAI ANDAI BANJARMASIN Adi Susetyo Dermawan dan Rustam Heryadi

EFEKTIVITAS METODE PENGERINGAN PADA PEMBUATAN SIMPLISIA AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Radix)

Cica Riyani

UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN KECOMBRANG

(Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) TERHADAP BAKTERI Bacillus cereus dan Escherichia coli MENGGUNAKAN METODE DIFUSI SUMUR

Eko Kusumawati

IDENTIFIKASI KERUSAKAN JALAN DAN PENANGANAN PERBAIKAN PADA JALAN TAMBANG

(2)

METODE TUNING MAXIMUM PEAK – GAIN MARGIN (Mp – GM) UNTUK PENGENDALI 2DoF FEEDBACK

Nur Hidayah1), Juwari2), Renanto Handogo3) 1)

Staf Pengajar Prodi Teknik Otomotif Politeknik Hasnur 2,3)

Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Adhyaksa No. 7 - 8 Lantai 2 Kayu Tangi Permai Banjarmasin 70125

e-mail : [email protected] ABSTRAK

Secara umum industri kimia terdiri dari unit proses yang harus dioperasikan secara spesifik untuk memberikan keuntungan maksimal dengan tetap memperhatikan keselamatan proses dan lingkungan. Berbagai struktur pengendalian one degree of

freedom dikembangkan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan semakin kompleknya

masalah pengendalian kemudian dikembangkanlah struktur two degree of freedom.

Sayangnya tuning untuk struktur ini masih belum banyak. Juwari, Badhrulhisham

Abdul Aziz, Chin Sim Yee, and Rosbi Mamat(2012) telah mengembangkan metode

tuning yang mengimplementasikan prinsip analisa kriteria kestabilan Maximum Peak

dan Gain Margin untuk mendapatkan parameter pada 2DOF-IMC standart. Metode tersebut diujikan untuk beberapa proses parametric uncertainty pada FOPDT, SOPDT serta orde tinggi dan memberikan hasil pengendalian yang sangat baik.Penelitian ini bertujuan mengimplementasikan metode tuning Mp-GM untuk struktur pengendali 2DOF PID feedback pada transfer fungsi FOPDT dengan parameter uncertainty. Pada kasus transfer fungsi FOPDT dengan variasi perbandingan dead time terhadap time

constant secara keseluruhan penggunaan metode tuning Mp-GM dengan struktur 2DOF

PID feedbackmenunjukkan respon yang stabil dengan IAE yang lebih kecil jika dibandingkan dengananalitycal robust tuning pada struktu pengendali PID.

Kata Kunci: Two Degree of Freedom, IMC, PID, Maximum Peak, Gain Margin

PENDAHULUAN

Desain struktur pengendali two

degree of freedom memiliki kelebihan

dibandingkan dengan system pengendali one degree of freedom. Pada desain struktur pengendali 2DOFdapat dilakukan pegendalian perubahan set

point dan disturbance rejection secara

terpisah sehingga proses berjalan dengan lebih maksimal. Ada beberapa struktur pengendali yang dikembangkan berdasarkan prinsif pengendalian 2DOFseperti two degree of freedom

PID (Araki dan Taguchi, 2003; Vilanova,Alvaro, danArrieta, 2011), pengendali two degree of freedom IMC

dan pengendali two degree of freedom

fuzzy(Moraridan Zafiriou, 1989; Juwari,

Badhrulhisham, Yee, dan Rosbi, 2013; Kaya, 2004).

Kendala yang cukup besar dari penggunaan sistem pengendali two

degree of freedom terletak pada metode tuningnya. Belum terlalu banyak research metode tuning yang dikembangkan untuk sistem pengendalianini. Salah satu metode

tuning terbaru yang dikembangkan

untuk sistem pengendali two degree of

freedom adalah dengan menggunakan

spesifikasi kestabilan Maximum peak

and Gain Margin untuk mendapatkan

(3)

pengendali 2DOF. Metode tuning yang dikembangkan oleh Juwari, Badhrulhisham Abdul Aziz, Chin Sim Yee, and Rosbi Mamat (2012) ini diberi nama “Maximum peak and gain margin

(Mp-GM) tuning

method”[4].Sayangnya implementasi metode tuning ini masih terbatas pada struktur pengendali two degree of

freedom IMC. Sehingga diperlukan

kajian lebih lanjut untuk mengimplementasikan Mp-GM tuning

method pada struktur pengendali two degree of freedom lainnya baik itu pada

pengendali 2DOF IMC ataupun pengendali 2DOF PID

METODE PENELITIAN Pada penelitian ini metode tuning Mp-GM pada struktur pengendali two

degree of freedom akan dievaluasi

dengan menggunakan transfer fungsi

first order plus dead time (FOPDT)

dengan θ/τ< 1; θ/τ> 1 dengan θ dan τ kurang dari 1 ; θ/τ> 1 dengan θ dan τ lebih dari 1.

1. First Order Plus Dead Time denganθ/τ<1

Untuksimulasidenganfungsi

transfer FOPDT denganθ/τ< 1 akandigunakanstudikasusdarisistem yang ditelitiolehVilanovadenganθ/τ< 1, dimana [2]: 1    s ke Gp s   dan 1 3 5 . 1    s e Gp s m

Dengan parameter ketidaktepatan (uncertainty) gain proses (k), konstanta waktu (τ) dan time delay (θ) ±20% dari model;

0,8 ≤ k ≤ 1, 2 2,4 ≤ τ≤ 3,6 1,2 ≤ θ ≤ 1,8

2. First Order Plus Dead Time padaθ/τ> 1 denganθdanτ< 1

Untuk simulasi dengan fungsi transfer FOPDT pada θ/τ> 1

dengan θ dan τ kurang dari 1akan digunakan studi kasus dari sistem pencampuran dengan θ/τ> 1, dimana [8]: 1 2 . 0    s ke Gp s  dan 1 2 . 0 7 . 18 0.5    s e Gp s m

Dengan parameter ketidaktepatan (uncertainty) gain proses (k) dan

time delay (θ) ±20% dari model;

14,96 ≤ k ≤ 22,44 0,4 ≤ θ ≤ 0,6

3. First Order Plus Dead Time padaθ/τ> 1 dengan θdanτ> 1

Untuksimulasidenganfungsi transfer FOPDT denganθ/τ>1akandigunakanstudikas usdarisistempencampurandenganθ/τ > 1, dimana [9]: 1    s ke Gp s   dan 1 84 . 3 0407 . 0 6.84     s e Gp s m

Dengan parameter ketidaktepatan (uncertainty) gain proses (k) dan

time delay (θ) ±20% dari model;

-0.0488 ≤ k ≤ -0.0326 3.072 ≤ τ≤ 4.608 5.472 ≤θ ≤ 8.208

Setelah penentuan kasus, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisa nilai parameter gain margin dan

maximum peak seperti langkah metode

Mp-GM yang dikembangkan oleh Juwari [4]. Penentuan nilai parameter dilakukan dengan software Matlab. Selanjutnya untuk melihat respon pengendalian, dilakukan simulasi menggunakan software simulink.

HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu variasi yang dikembangkan Araki untuk struktur

(4)

pengendali 2DOF PID dapat dilihat pada Gambar 1. Pada struktur pengendali ini Araki menambahkan lintasan feedback dari y (keluaran) langsung menuju u (masukan) yang akan dibandingkan dengan pengendali PID conventional (C’(s)) untuk pengendali perubahan set point dan Cb(s) yang disebut sebagai “feedback

compensator” untuk pengendali penolakan gangguan. Dimana alagoritma C’(s) dan Cb(s) dituliskan seperti pada persamaan (1) dan (2). Untuk variabel α dan β diasumsikan sebagai parameter pengendali 2DOF dengan kisaran nilai dari 0-1 (Vilanova,Alvaro, danArrieta, 2011).

(1) (2)

Gambar 1. Diagram block tipe sistem pengendali feedback 2DOF-PID

Gambar 2. Struktur pengendali 2DOF IMC Kaya

Pada tahun 2004 ibrahim Kaya mengembangkan struktur 2DOF-IMC yang dinamakan Kaya 2DOF-IMC. Struktur Kaya 2DOF IMC didesain untuk pengendalian proses terintegrasi dengan time delay yang kecil. Selain itu struktur ini juga dikembangkan untuk mendesign metode tuning pada pengendali PD (Proportional derivative) dengan menggunakan prinsif kestabilan

gain dan phase margin. Pada struktur

2DOF IMC Kaya, pengendali set point dan penolakan gangguan diletakkan pada struktur lintasan yang tertutup(Kaya, 2004).

Tujuan dilakukannya tuning

pengendalian adalah untuk menentukan parameter pengendali sehingga didapatkan parameter pengendalian yang tepat pada sistem close loop agar performa pengendalian yang stabil dan

robust dapat tercapai. Performa pengendalian dikatakan pada kondisi stabil dan robust jika variable pengendalian selalu padaset point yang diinginkan dan gangguan yang terjadi dapat segera dihilangkan (Marlin, 2000).Ada berbagai macam metode

tuning yang telah dikembangkan untuk

meningkatkan performa dan kestabilan sistem pengendalian. Perkembangan metode tuning untuk pengendali 2DoF sudah dimulai sejak struktur ini mulai dikembangkan pada tahun 1984. Salah satunya adalah pengembangan metode

analytical robust tuning. Pada metode analitycal robust tuning, pengendali PI

dengan faktor weighting digunakan untuk mengendalikan perubahan set

point dengan transfer fungsi seperti

pada persamaan (3). Pengendali jenis PID parallel dengan transfer fungsi pada persamaan (2) digunakan untuk mengendalikan gangguan.

(3)

(5)

Dengan menggunakan fungsi transfer

close loop dari struktur 2DOF PID

Vilanova Vilanova,Alvaro, danArrieta, 2011).

Sayangnya kebanyakan metode

tuning masih dikembangkan untuk

proses perfect model. Juwari, dkk.,(2012) mencoba mengembangkan metode tuning untuk struktur two

degree of freedom IMC dengan parameter uncertainty menggunakan prinsip kestabilan maximum peak dan

gain margin. Metode tuning yang

dinamakan metode tuning maximum

peak gain margin (Mp-GM) ini hanya

dapat digunakan pada struktur 2DOF yang memiliki dua alat pengendali. Metode tuning ini terdiri atas tiga langkah utama, yaitu:

1. Menentukanworst case dari model

uncertainty.

2. Menentukan parameter pengenda-lianset point (Gc1) menggunakankriteriakestabilanmaxi

mum peak (Mp).

3. Menentukan parameter pengen-dalianpenghilangangangguan (Gc2) menggunakankriteriakestabilangain

margin (GM).

Pada struktur pengendali 2DOF PIDfeedbackakan dikorelasikan dengan struktur pengendali Kaya2DOF IMC. Diagram block untuk feedback 2DOF PID yang dibandingkan dengan diagram block struktur pengendali Kaya 2DOF IMC akan memperlihatkan kemiripan jika block transfer fungsi model (Gpm)dihubungkan dengan block pengendali Gc1.

Dari Gambar 1, 2 dan 3 dapat diperoleh persamaan (6) dengan pendekatan matematis berdasarkan fungsi transfer tertutup struktur 2DOF PID feedback.

(5) Dengan menggunakan langkah-langkah tuning 1DOF IMC based on IMC seperti pada tuning IMC Rivera ataupun Skogestad [10]didapatkan persamaan fungsi transfer Cr(s) sebagai pengendali set point tracking.

(6)

Gambar 3. Analogi 2DOF IMC Kaya ke dalam feedback2DOF PID

[5].

Transfer fungsi FOPDT dan pengendali set point tracking pada struktur pengendali 2DOF IMC diberikan pada persamaan (7) dan (8).

(7) (8) Untuk fungsi eksponensial dari

time delay akan didekati dengan

menggunakan persamaan Pade seperti pada persamaan (9).

(9) Dengan mensubstitusi persamaan (7), (8) dan (9) maka akan didapatkan bentuk pengendali Cr(s) dengan persamaan (10) yang akan didekati ke dalam bentuk pengendali jenisproportional integral (PI) dengan bentuk fungsi transfer seperti pada persamaan (11)

(6)

(11) Dengan parameter kc dan τI

Untuk pengendali Cy(s) sebagai pengendali penolakan gangguanakan digunakan bentuk pengendali PID

series plus derivative filter seperti pada

persamaan (12)

(12) Dengan pendekatan untuk tiap parameter pengendali adalah sebagai berikut:

Sebagai pembanding untuk melihat performa tuning Mp-GM maka digunakan analytical robust tuning. Berdasarkan pendekatan matematis dari persamaan pendekatan, didapatkan nilai parameter pengendali untuk Mp-GM dan ART yang disajikan pada Tabel 1.

Pada metode ART, parameter pengendali untuk perubahan set point dan penolakan gangguan memiliki nilai yang sama. Berdasarkan Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan penggunaan tuning Mp-GM memberikan hasil yang yang lebih stabil dengan IAE lebih kecil dibandingkan dengan metode ART. Hal ini membuktikan bahwa metode Mp-GM dapat digunakan untuk proses yang mengalami penyimpangan dari permodelan prosesnya.

Tabel 1. Nilai parameter pengendali perubahan set point dan penolakan gangguan

Variasi Proses FOPDT

Mp-GM

ART

Set point Penolakan Gangguan

kc τI kc τI τD AτD kc τI β FOPDT dengan 1 0,7 3 0,8 2,4 3,4 2,5 0,5 2,7 1 FOPDT dengan dan 0,00 09 0,2 0,05 0,2 0,7 0,7 0,0007 0,13 1 FOPDT dengan dan -5,7 3,8 -20,5 4,6 10,9 9,83 -5,2 3,3 1

Gambar 4. Perbandingan output res-ponse metode tuning Mp-GM dan analitycal robust

tuning pada kasus FOPDT

dengan pada struktur

pengendali 2DOF PID

feedback

Gambar 5. Perbandingan output res-ponse metode tuning Mp-GM dan analitycal robust

tuning pada kasus FOPDT

(7)

pada struktur 2DOF PID

feedback

Gambar 6. Perbandingan output res-ponse metode tuning Mp-GM dan analitycal robust

tuning pada kasus FOPDT

dengan pada 2DOF PID feedback

KESIMPULAN

Penggunaan metode tuning maximum peak gain margin (Mp-GM)

pada struktur pengendali 2DOF-PID

feedback menunjukkan hasil yang

cukup bagus. Hasil simulasi menggunakan software Matlab SIMULINK memperlihatkan bahwa metode tuning ini dapat memberikan respon yang cepat, stabil serta robust pada pengendalian set point tracking dan penolakan gangguan. Adapun lan 1. Men-strukturpengendali 2DOF

IMC Kaya

denganmenggunakanlangkah

tuning Mp-GM

untukmendapatkanworst case yang akandikendalikandannilai

parameter τm (time constant model) , θm(dead time model, λ1, λ2dan α. 2. Mensubstitusi parameter τm, θmdan

λ1 yang diperolehpadalangkahpertamakedal ampersamaan parameter kcdanτIsehinggadiperolehbentukpen gendali PI sepertipadapersamaan (11) sebagaipengendali Cr(s) (11) Dengan parameter kc dan τI

dan 3. Mensubstitusi parameter τm, θm, λ1, λ2dan α. yang diperolehpadalangkahpertamakedal ampersamaan parameter kc, τI, τDdanAτDsehinggadiperolehbentuk pengendali PID series denganderivarive

filtersepertipadapersamaan (12) sebagaipengendali Cy(s)

(12) Dengan pendekatan untuk tiap parameter pengendali adalah

sebagai berikut:

, , dan

DAFTARPUSTAKA

Araki, M. dan H. Taguchi. 2003. Two Degree of Freedom PID Controller.International Journal

of Control, Automation and Systems1 (4).

Juwari, A. A. Badhrulhisham, C. S.Yee, dan M. Rosbi. 2013. A New Tuning Method for Two-Degree-of-Freedom Internal Model Control under Parametric Uncertainty. Process Systems

Engineering And Process Safety. Chinese Journal of Chemical Engineering 21 (9).

Kaya, I. 2004. Two-degree-of-freedom IMC structure and controller design for integrating processes based on gain and phase-margin specifications. IEE Proc.-Control

(8)

Marlin, T.E. 2000. Process Control:Designing Processes and Control Systems for Dynamic Performance.Chemical

Engineering Series. 2nd ed. McGrawHill. Boston.

Morari, M.dan E. Zafiriou. 1989.Robust Process Control.

Englewood Cliffs. Prentice –Hall. NJ.

Vilanova, R., V. M. Alvaro, dan O. Arrieta. 2011. Analitycal Robust Tuning Approach for two degree of freedom.Engineering letter, 19:3.

(9)

ANALISA STRUKTUR BATUAN DARI SUNGAI ARANIO KABUPATEN BANJAR MENGGUNAKAN X-RAY DIFRACTION

Dewi Amelia Widiyastuti

Staf Pengajar Prodi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur e-mail :[email protected]

ABSTRAK

Pengetahuan tentang batuan merupakan dasar untuk mempelajari geologi, geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi dan merupakan kelompok ilmu yang terdiri dari mineralogi, petrologi, stratigrafi, geofisika, geologi struktur, geomorfologi, dan geokimia. Batuan mempunyai manfaat yang sangat penting bagi kehidupan manusia diantaranya sebagai bahan dasar bangunan dan pengeras jalan. Dilihat dari sifat fisiknya batuan sangat beragam, baik warna, kekerasan, kekompakan, maupun komposisi mineral pembentuknya. Batuan yang ada di bumi ini ada yang tersusun dari satu macam mineral dan ada yang tersusun oleh beberapa macam mineral. Mineral-mineral ini menjadikan batuan bentukan akan dimanfaatkan sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. Sungai Aranio yang termasuk dalam administrasi Kabupaten Banjar memiliki banyak potensi batuan, tetapi hanya sedikit penelitian tentang batuan di daerah tersebut Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi mineral pada batuan dari Sungai Aranio, Kabupaten Banjar menggunakan X-Ray Difraction.

Kata Kunci : Batuan, Mineral, X-Ray Difraction

PENDAHULUAN

Menurut Sikumbang dan Heryanto (1994) keadaan geologi Desa Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan termasuk dalam komplek akresi Bobaris-Meratus, Kalimantan Selatan. Komplek akresi tersebut disusun batuan dasar berupa batuan malihan, batuan mafik-ultramafik (peridotit, gabro, basalt) yang secara tektonik ditutupi oleh produk vulkanik, magmatik kapur (Formasi Pitap), dan endapan

volkanistik kapur

(FormasiHaruyan/Manunggul).

Secara tidak selaras diatasnya ditutupi endapan sedimen tersier dan kuarter. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Gaol dkk (2005), di daerah Karang Intan - Aranio - Riam Kanan-Pa’u yang merupakan sisi utara pegunungan Meratus terdapat batuan sedimen dan batuan metamorf yang

diperkirakan sebagai alas dari batuan beku yang tersingkap akibat erosi tektonik. Anak Sungai Riam Kanan di Desa Aranio juga terdapat batuan amfibolit yang dihasilkan dari proses metamorfisme batuan beku.

Batuan yang ada di bumi ini dapat dikelompokkan berdasarkan kejadian atau cara terbentuknya, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Batuan beku terbentuk dari magma yang mendingin dan membeku. Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari sedimen yang diendapkan (di darat atau dalam air) dan setelah mengalami proses geologi menjadi batuan sedimen. Sedangkan batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan karena tekanan atau suhu yang tinggi. Proses perubahan batuan – batuan ini biasa disebut daur batuan.

(10)

Daur batuan berawal dari magma yang mendingin dan membeku yang kemudian menjadi batuan beku, proses ini dapat terjadi di bawah maupun di atas permukaan bumi. Batuan beku di permukaan bumi bersentuhan langsung dengan atmosfir setiap saat, maka perlahan-lahan akan terdisintegrasi dan terdekomposisi. Batuan ini kemudian mengalami penyesuaian untuk mencapai kesetimbangan dengan lingkungan baru dan mengalami pelapukan. Material hasil rombakan ini, yang terlepas dari batuan induknya ditransportasi oleh berbagai media seperti gravitasi, aliran air, gletser, angin, atau gelombang dan diendapkan sebagai sedimen atau endapan ditempat yang lebih rendah sebagai lapisan-lapisan mendatar. Sedimen yang terbentuk tidak hanya sebagai hasil pelapukan saja. Ada proses erosi yang juga menghasilkan sedimen, melalui proses litifikasi sedimen ini berubah menjadi batuan sedimen. Jika batuan sedimen suatu saat berada jauh di bawah permukaan bumi dan dipengaruhi oleh tekanan yang besar dan suhu yang tinggi maka batuan sedimen akan berubah menjadi batuan metamorf (Sapiie dkk, 2006).

Kulit bumi bagian terluar atau kerak bumi disusun oleh zat padat yang sehari-hari kita sebut batuan. Sedangkan batuan meliputi segala macam materi yang menyusun kerak bumi, baik padat maupun lepas seperti pasir dan debu. Umumnya batuan merupakan ramuan beberapa jenis mineral. Mineral adalah suatu zat (fasa) padat dari unsur (kimia) atau persenyawaan (kimia) yang dibentuk oleh proses-proses anorganik, dan mempunyai susunan kimiawi tertentu dan suatu penempatan atom-atom secara beraturan di dalamnya atau dikenal sebagai struktur kristal.

Kulit bumi bagian terluar atau kerak bumi disusun oleh zat padat yang

sehari-hari kita sebut batuan. Sedangkan batuan meliputi segala macam materi yang menyusun kerak bumi, baik padat maupun lepas seperti pasir dan debu. Umumnya batuan merupakan ramuan beberapa jenis mineral. Mineral adalah suatu zat (fasa) padat dari unsur (kimia) atau persenyawaan (kimia) yang dibentuk oleh proses-proses anorganik, dan mempunyai susunan kimiawi tertentu dan suatu penempatan atom-atom secara beraturan di dalamnya atau dikenal sebagai struktur kristal.

Sudah banyak sekali jenis batuan yang telah dikenal dan batuan tersebut disusun oleh mineral-mineral dari mineral utama, mineral penggiring sampai mineral sekunder.Mineral-mineral tersebut dapat digolongkan dalam dua golongan besar yaitu :Golongan mineral utama dan mineral sekunder.

Mineral-mineral utama penyusun kerak bumi disebut mineral pembentuk batuan terutama mineral golongan silikat. Golongan mineral yang berwarna tua disebut mineral mafik karena kaya magnesium atau besi. Sedangkan mineral yang berwarna muda disebut mineral felsik yang miskin akan unsur besi atau magnesium.Mineral felsik seperti kelompok mineral plagioklas dan K-Feldspar yang merupakan penyusun terbanyak dan tersebar luas dalam batuan. Kedua kelompok mineral tersebut bila terubah akan menjadi karbonat, serisit, mineral lempung dan lain-lain (Graha, 1987).

Beberapa mineral hitam yang sering dijumpai, ialah olivin, augit, hornblende dan biotit. Sedangkan mineral putih yang sering dijumpai adalah plagioklas, ortoklas, muskovit, kuarsa dan leusit.

Mineral sekunder adalah mineral-mineral yang dibentuk kemudian dari mineral-mineral utama oleh proses

(11)

pelapukan, sirkulasi air atau larutan dan metamorfosa. Suatu contoh yang baik adalah mineral klorrit yang biasanya terbentuk dari mineral biotit oleh proses pelapukan. Mineral ini terdapat pada batuan-batuan yang telah lapuk dan batuan sedimen juga batuan metamorf.

Daur batuan berawal dari magma yang mendingin dan membeku yang kemudian menjadi batuan beku, proses ini dapat terjadi di bawah maupun di atas permukaan bumi. Batuan beku di permukaan bumi bersentuhan langsung dengan atmosfir setiap saat, maka perlahan-lahan akan terdisintegrasi dan terdekomposisi. Batuan ini kemudian mengalami penyesuaian untuk mencapai kesetimbangan dengan lingkungan baru dan mengalami pelapukan. Material hasil rombakan ini, yang terlepas dari batuan induknya ditransportasi oleh berbagai media seperti gravitasi, aliran air, gletser, angin, atau gelombang dan diendapkan sebagai sedimen atau endapan ditempat yang lebih rendah sebagai lapisan-lapisan mendatar. Sedimen yang terbentuk tidak hanya sebagai hasil pelapukan saja. Ada proses erosi yang juga menghasilkan sedimen, melalui proses litifikasi sedimen ini berubah menjadi batuan sedimen. Jika batuan sedimen suatu saat berada jauh di bawah permukaan bumi dan dipengaruhi oleh tekanan yang besar dan suhu yang tinggi maka batuan sedimen akan berubah menjadi batuan metamorf (Sapiie dkk, 2006).

Penggunaan XRD biasanya untuk membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf, mengukur macam-macam keacakan dan penyimpangan kristal, meng-karakterisasi material kristal, dan mengidentifikasi mineral-mineral suatu bahan.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakanselama 3 bulan, bertempat di Laboratorium Geofisika FMIPA Unlam Banjarbaru, dan Laboratorium Pusat Survei Geologi Bandung. Tempat pengambilan sampel di Sungai Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (030 30,867’ LS dan 1140 59,899’ BT, 03030,973’ LS dan 114059,939’ BT).

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah palu geologi,

Global Positioning System (GPS),

Plastik sampel, Kaca Preparat berfungsi, Sample, dan X-Ray Difractometer.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batuan yang berasal dari Sungai Aranio Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Batuan yang dimabil sebanyak 4 sampel yang berasal dari 2 titk dengan perbedaan ketinggian.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan untuk dan menganalisa komposisi mineralpada batuandari Sungai AranioKabupaten Banjar, Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut:

(1) Pengambilan sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa batuan yang berasal dari Sungai Aranio Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Sebelum sampel diambil, terlebih dahulu ditentukan titik-titiknya menggunakan Global Positioning

System (GPS), kemudian didapatkan dua titik yang ditentukan berdasarkan ciri fisik batuan yang tidak bersentuhan

(12)

langsung dengan air sungai. Sampel diambil dalam bentuk bongkahan dengan menggunakan palu geologi. Pada penelitian ini diambil 4 sampel dengan masing-masing titik sebanyak 2 sampel, titik 1 sampel 1A dan 1B, titik 2 sampel 2A dan 2B yang kemudian akan dilakukan pemotongan sehingga membentuk ukuran standar.

(2) Preparasi Sampel XRD

Tahap preparasi yaitu sampel batuan dilakukan penggerusan potongan batuan terlebih dahulu untuk membuat sampel bubuk. Penggerusan dilakukan dengan menggunakan lumpang. Tingkat kehalusan butir yang disyaratkan adalah berkisar antara 5 – 10 um atau sekitar 200 mesh. Kemudian sampel yang berupa bubuk tadi diambil, diratakan dan diletakkan pada sample holder untuk kemudian siap diuji.

(3). Pengolahan Data XRD

Pada pengolahan data sampel yang diuji berada pada kondisi diam

(statis). Sample holder diletakkan di dalam alat X-Ray Difraction

(XRD) dan komputer dijalankan.Peralatan utama XRD akan melakukan perekaman data spektrum XRD yang sesuai dengan parameter yang telah ditentukan. Jika perekaman data telah selesai, maka akan dilanjutkan dengan sampel selanjutnya. Proses interpretasi data dilakukan dengan komputer yang ada, yaitu menganalisis spektrum yang timbul dan muncul di layar komputer dan membandingkannya dengan data pada filepowder difraction.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisa X-Ray

Difraction yang telah dilakukan terhadap 4 sampel (Sampel 1A, 1B, 2A, dan 2B) batuan yang berasal dari Sungai Aranio Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, maka diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Mineral Pada Sampel Batuan Dari Sungai Aranio, Kabupaten Banjar.

Sampel Jenis Mineral Komponen Kimia Persentasi

Jenis Mineral (%)

* 1A Magnesiohornblende

Albite, calcian, ordered Quartz

Phillipsite-K Muscovite (mika)

(Ca,Na)2.26(Mg,Fe,Al)5.15(Si,Al)

8O22(OH)2

(Na,Ca)Al(Si,Al)3O8 SiO2

Ca1.64K2Si10.67Al5.33O32(H2O)12

KAl2(Si3Al)O10 (OH,F)2

27 30 17 14 12 1B Magnesiohornblende

Albite, calcian, ordered Quartz

Muscovite (mika) Phillipsite-K Chlorite-serpentine

(Ca,Na)2.26(Mg,Fe,Al)5.15(Si,Al)

8O22(OH)2

(Na,Ca)Al(Si,Al)3O8 SiO2

KAl2(Si3Al)O10(OH,F)2

Ca1.64K2Si10.67Al5.33O32(H2O)12

(Mg,Al)6(Si,Al)4O10(OH)8

14 29 21 8 15 13

(13)

Keterangan * Berdasarkan perbandingan bahan yang berbentuk kristal

Tabel 1. Lanjutan [

Sampel Jenis Mineral Komponen Kimia Persentasi

Jenis Mineral (%)

* 2A Magnesiohornblende

Albite, calcian, ordered Quartz

Chlorite-serpentine Muscovite (mika)

(Ca,Na)2.26(Mg,Fe,Al)5.15(Si,Al)

8O22(OH)2

(Na,Ca)Al(Si,Al)3O8 SiO2

(Mg,Al)6(Si,Al)4O10(OH)8 KAl2(Si3Al)O10(OH,F)2

20 13 28 31 8 2B Magnesiohornblende Quartz Chlorite-serpentine Muscovite (mika) Amfibol

(Ca,Na)2.26(Mg,Fe,Al)5.15(Si,Al)

8O22(OH)2

SiO2

(Mg,Al)6(Si,Al)4O10(OH)8 KAl2(Si3Al)O10(OH,F)2 Ca2Al3(SiO4)(SiO7)O(OH)

28 42 21 4 5

Keterangan * Berdasarkan perbandingan bahan yang berbentuk kristal

Dari hasil uji mineralogi dengan alat X-Ray Difractometer didapatkan bahwa sampel batuan 1A memiliki komposisi mineral yaitu magnesiohornblende 27 %, albite, calcian 30 %, kuarsa 17 %, phillipsit-K 14 % dan muscovit (mika) 12 % serta memiliki permukaan yang masih alami dan belum banyak mengalami perubahan karena pengaruh dari luar. Sampel 1B memiliki komposisi mineral magnesiohornblende 14 %, albite, calcian 29 %, kuarsa 21 %, phillipsit-K 15 % dan muscovit (mika) 8 % dan ditambah adanya mineral chlorit-serpentin sebanyak 13 %. Komposisi mineral untuk sampel 2A adalah magnesiohornblende 20%, albite, calcian 13 %, kuarsa 28 %, chlorit-serpentin 31 % dan muscovit (mika) 8 % tetapi keterdapatan clay atau tanah pada sampel batuan ini tidak sebanyak pada sampel 1B, sedangkan untuk sampel 2B memiliki komposisi mineral yaitu magnesiohornblende 28 %, kuarsa 42 %, chlorite-serpentin 21 %, muscovit

(mika) 4 %, dan ditemukan adanya mineral amfibol 5 % serta permukaan batuan yang tidak dipengaruhi oleh clay atau tanah.

Hasil uji mineralogi ini menunjukkan bahwa komposisi mineral yang terdapat pada ke empat sampel batuan tidak jauh berbeda, dimana mineral magnesiohorblende, quartz, dan muscovit (mika) terdapat dalam jumlah yang cukup banyak dibandingkan mineral lainnya. Mineral magne-siohornblende merupakan mineral tambahan yang biasa terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf, sedangkan quartz atau kuarsa dan muscovit (mika) merupakan mineral yang telah berasal dari mineral awal seperti olivin dan anortit yang terbentuk pada temperatur tinggi, karena adanya perubahan lingkungan seperti pengaruh suhu maka mineral ini kemudian menjadi mineral kuarsa dan muscovite yang terbentuk pada temperatur rendah. Pada beberapa sampel ditemukan adanya kandungan chlorite-serpentine

(14)

dan amfibol yang merupakan mineral yang biasa terdapat pada batuan malihan (metamorf) dan berasal dari batuan beku, dimana batuan beku tersebut mengalami serpentinisasi dan pelapukan karena pengaruh suhu dan tekanan sehingga mineralnya berubah.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah

1. Batuan yang diambil dari Sungai Aranio, Kabupaten Banjar memiliki komposisi mineral diantaranya yaitu magnesiohornblende, albite, calcian, kuarsa, phillipsit-K dan muscovit (mika).

2. Mineral pada batuan tersebut menunjukkan bahwa batuan tersebut merupakan batuan beku yang sudah mengalami perubahan menjadi batuan malihan atau batuan metamorf akibat adanya pengaruh suhu dan tekanan yang tinggi sehingga mineralnya berubah.

DAFTAR PUSTAKA

Gaol, K.L., H. Permana, A. Kadurasman, N.D. Hananto, D.D. Wardana, dan Y. Sudrajat. 2005.

Model Gaya Berat Bobaris-Meratus, Kalimantan Selatan, dan Implikasi Tektoniknya.

www.hagi.or.id/download/JGeofis ika/2005_2/2005_2_1.pdf

Graha. 1987. Batuan Dan Mineral. Nova. Bandung.

Sapiie, B., N.A. Magetsari, A.H. Harsolumakso, dan C.I. Abdullah. 2006. Geologi Fisik. ITB. Bandung.

Sikumbang, N.,danR. Heryanto. 1994.

Peta Geologi Lembar Banjarmasin, Kalimantan 1: 250.000. P3G. Bandung.

Wiryolukito, A. 2008. Pelatihan Teknik

Difraksi Sinar X dan Pengukuran Tekstur. Laboratorium Teknik Metalurgi ITB. Bandung.

(15)

EVALUASI PERHITUNGAN PERKUATAN TEBING SUNGAIANDAI BANJARMASIN

Adi Susetyo Dermawan1)dan Rustam Heryadi2) 1,2

) Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Ahmad Yani

Salah salah satu upaya dari pemerintah dalam upaya menormalisasi sungai adalah dengan pembuatan tanggul/siring pembatas sungai, sebagai dukungan atas Peraturan Daerah No 31 Tahun 2012 tentang Penetapan, Pengaturan Pemanfaatan Sempadan Sungai Dan Bekas Sungai. Tujuan penelitian untuk mengetahui model perkuatan siring yang efektif digunakan, menghitung dimensi dan stabilitas siring yang diperlukan untuk perkuatan dan pengamanan tebing sungai.Lokasi berada di daerah aliran sungai Andai, dengan pembuatan tanggul/siring (leeve revetment) tipe pondasi rendah dengan perkuatan pancangan galam, untuk mendukung perkuatan dari tanggul/siring tersebut digunakan metode yang digunakan Mayerhoff untuk menghitung stabilitas daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir pada tanah.Hasil penelitian menghasilkan perkuatan tebing sungai adalah jenis perkuatan siring berbentuk trapesium dengan dimensi tinggi 1,75m, lebar 0,3m dan 0,8m serta panjang siring 2 km dengan pondasi pancangan galam 5 bh. Perhitungan stabilitas tanggultelah memenuhi syarat yaitu stabilitas geser (sliding) adalah Ff = 73,620 N > Fh = 64,921 N, yang berarti mampu melawan geser (Aman), stabilitas guling (overturning)adalah 73,620 N

> 27.0504 N, yang berarti mampu melawan guling terhadap titik A (Aman), dan

stabilitas penurunan (downing) pada kedalaman pancangan galam 5m adalah 2301,1 kg

>2018,55 kg, yang berarti tidak dapat menahan tekanan terhadap tanggul (tidak

aman).Dengan mengetahui model dan perhitungan stabilitas siring tersebut diharapkan dapat berguna untuk studi kelayakan dari siring yang telah dibuat tersebut.

Keyword: geser, guling, penurunan, tebing

PENDAHULUAN

Kota Banjarmasin dikenal dengan sebutan kota seribu sungai dikarenakan banyaknya sungai besar dan sungai-sungai kecil yang tersebar di seluruh Wilayah Kalimantan Selatan khususnya Kota Banjarmasin. Menurut data letak geografis Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22' Lintang Selatan dan 114°32' Bujur Timur, ketinggian tanah asli berada pada 0,16 m dibawah permukaan laut dan hampir seluruh wilayah digenangi air pada saat pasang. Kondisi Kota Banjarmasin dipengaruhi oleh pasang surut air laut Jawa, sehingga berpengaruh pada drainase kota dan memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan

masyarakat, terutama pemanfaatan sungai sebagai salah satu prasarana transportasi air, parawisata, perikanan dan perdagangan. Pesatnya pem-bangunan cukup menimbulkan dampak negatif bagi keberadaan sungai yang ada di Kota Banjarmasin. Banyak sungai semakin sempit, dangkal, bahkan mati dan tidak berfungsi lagi akibat banyaknya bangunan yang menutupi badan sungai. Tidak banyak lagi sungai yang bisa menjadi jalur transportasi karena jangankan dilalui oleh klotok dan kapal barang, jukung pun tidak lagi dapat mengambang di permukaan sungai akibat pendangkalan.Oleh karena itu, pentingnya menorma-lisasikan lagi sungai-sungai alam baik itu sungai besar maupun sungai-sungai kecil yang

(16)

tersebar di seluruh kota Banjarmasin yang sebagian sudah mulai tertutup, dangkal dan bahkan hilang akan membuat hidup lagi aktifitas masyarakat yang dulunya menjadikan sungai sebagai alat transportasi utama dan merupakan jalur sentral dalam pergerakan roda perekonomian kota pada masa lalu. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis perkuatan yang yang digunakan untuk perkuatan tebing dan menganalisis perhitungan stabilitas tanggul/dinding penahan sungai agar aman dari tergeser

(sliding),terguling (overturning) dan

penurunan (downing).

METODE PENELITIAN Lokasi yang digunakan adalah Sungai Andai yang berada antara Sungai Awang dengan Sungai Gampa dan tembus ke arah Sungai Lokbuntar dan di teruskan ke arah sungai Alalak sebagai anak sungai dari sungai Martapura.

Pengumpulan Data Lapangan

Sungai Andai dengan kategori sungai kecil, dengantanah rawa, arus sungai disana dipengaruhi oleh arus pasang surut yang berasal dari Sungai Martapura dan Sungai Barito dengan arus sedang yang mengikuti alur pasang surut sungai.

Data Teknis Sungai

 Total panjang sungai adalah 5Km  Panjang sungai yang bisa dilalui

adalah 2.5 Km

 Lebar sungai = 18-25m  Kedalaman Rata-Rata = 6m

 Kecepatan Minimal Arus Sungai Andai = 0.068 m/s

 Kecepatan Maksimal Arus Sungai Andai = 0.098 m/s

 Kecepatan Rata-Rata Arus Sungai Andai = 0.0831 m/s

Skema kedalaman sungai disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema kedalaman sungai Analisa Data

Daridata-data yang di kumpulkandapat ditarik kesimpulan jenis perkuatan dinding bantaran sungai yang cocok pada kondisi lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkuatan dinding bantaran sungai yang cocok pada kondisi lapangan.adalah jenis dinding dengan profil trapesium siku-siku dengan bahan batu gunung, yang dipasangkan dengan pancangan.

(17)

Data Lapangan

Skema data lapangan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema data lapangan Detail Perencanaan Siring Penahan

Detail perencanaan siring penahan disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Detail Siring Analisa Perhitungan Stabilitas

Dinding Penahan Sungai

Struktur dinding penahan dan batu gunung (gravitywall) dengan pembebanan berat sendiri dengan profiltrapesiumsiku seperti pada Gambar 3 rencana detail dindingpenahan sungai sebagai salah satu solusi untukkeadaan sebenarnya di lapanganDengan data sebagaiberikut: Volume dinding penahan:

L = P x

ι

= 1,75 x 0,3 = 0,525 m2 L = ½

a

x

t

= ½ 0,5 x 1,75 = 0,4375 m2 ~ 0,525 m2 + 0,4375 m2 =0,9625 x 1 Vprisma = 0,9625m3

Berat jenis dari pasangan batu gunung adalah :

ρ=

2200 kg/m3

Jadi 0,9625m3 x2200 m3, Berat

volume dinding=2117,5 kg

Skema volume dinding penahan secara sederhana disajikan pada Gambar 4.

(18)

Gambar 4. Skema volume dinding penahan Volume precast: a. V = p

.l.t

= 1 x 0,1 x0,25 = 0,025m3 b. V = p

.l.t

= 1 x 0,1 x0,8 = 0,08m3 c. V = p

.l.t

= 1 x 0,1 x0,5 = 0,05m3 Volume precast : V = p

.l.t

V = 0,025+0,08+0,05 =0,155m3

luas lubang pada precast :

l

= ¼.

π

.D2

= 0,25 x 3,14 x 0,102 = 0,00785 m2 V =

l.t

= 0,00785 x 0,10 = 0,0785 m3 Jadi Volume precast adalah

0,155-0,0785 =0,0765m3

Skema volume precast disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Skema volume precast Berat jenis dari beton bertulang adalah

ρ

= 2400 kg/m3

Jadi berat Volume Precast

0,0765m3 x 2400kg/m3=1,836 kg

Total berat volume bahan antara precast dan dinding penahan adalah:

2117,5 kg+1,836 kg= 2301,1 kg

atauTvwall= 2,3011 ton

Muatan/beban tebing sungai disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Muatan/beban tebing sungai

NO KETERANGAN MUATAN/BEBAN

1 Volume precast Vprecast =0,0765m3

2 Volume dinding penahan Vprisma = 0,9625m3

3 Total berat volume bahan dinding siring Tvwallμ = 0,4 2,3011 ton

4 Massa Jenis air, ρair = 1000 kg/m3

5 Kecepatan rata-rata arus sungai andai Ʃsungai = 0,0831 m/s 6 Ketinggian air max pada rencana dinding penahan h = 1.25m

7 Lebar bawah tanggul b = 0.80m

8 Berat jenis dari beton bertulang

ρ

= 2400 kg/m3 9 Berat jenis dari pasangan batu gunung

ρ=

2200kg/m3

10 Gravitasi g = 10 m/s2

(19)

Analisa perhitungan stabilitas konstruksi sebagai berikut:

1. Stabilitas dinding tanggul terhadap gaya geser(Sliding).

Besar gaya hidrostatis yang diberikan oleh air sungai adalah:

Fh = ½ .ρair .Ʃsungai . h2

Fh = ½ .1000 kg/m3.0,0831 m/s2. (1,25m)2

Fh = 64,921 N

Dengan ukuran tanggul Vprisma=

0,9625m3 maka dihasilkan gaya berat pada tanggul yang berupa gaya gravitasi dengan perumusan sebagai berikut:

W = mwall .g

W = Tvwall .Vprisma .Ʃsungai

Jika Tvwall= 2,3011 ton, maka besar

gaya gravitasinya: Gravitasi: g = 10 m/s2

W = 2,3011 . 103 kg/m3 . 0,9625 m3. 0,0831 m/s2

W = 184,050 N

Maka tanggul yang diberi gaya hidrostatis oleh air akan memberikan gaya reaksi berupa gaya friksi yang besarnya:

Ff = µ . W

Untuk Tvwall= 2,3011 ton, maka

besar gaya friksinya:

Ff = µ . W

= 0,4 . 184,050 N Ff = 73,620 N

Sehingga stabilitas dinding tanggul terhadap geser (sliding) :

Seharusnya Ff ≥ Fh melawan

geser

Ff = 73,620 N ≥ Fh = 64,921 N  melawan geser (Aman)

2. Stabilitas dinding tanggul terhadap gaya guling(Overturning).

W .½ . b > Fh .1/3 .h melawan

guling terhadap titik A

UntukTvwall= 2,3011 ton , stabilitas

dinding tanggul terhadap guling :

~W .½ . b=184,050 N. ½ .0,8m=73,620 N ~Fh .1/3. h =64,921 N .1/3 . 1,25= 27.0504 N W .½ . b >Fh .1/3 .h 73,620 N > 27.0504 N  melawan guling terhadap titik A (Aman)

Dapat disimpulkan tanggul akan

tahan terhadap gaya

guling(overturning)dan gaya geser

(sliding)karena besar gaya friksinya

lebih besar dari gaya hirostatis yang diterimanya.

3. Stabilitas dinding tanggul terhadap gaya penurunan/ambles(Downing). Jika kita gunakan berat tanggul

Tvwall =2301,1 kgmaka berat siring haruslah lebih kecil atau sama dengan berat daya dukung tanah. Dengan kata lain Tvwall≤

ρ

tanah(daya

dukung tanah)

 Perhitungan daya dukung tanah dengan kedalaman pancangan galam5m: Qult=

+

+

+

=

+

=

=26,16+376,8 =402,96+0,75 =403,71x5 =2018,55kg

Tvwall≤

ρ

tanah(daya dukung tanah)

2301,1 kg >2018,55 kgtidak dapat menahantekanan terhadap tanggul(tidak aman)

(20)

 Perhitungan daya dukung tanah dengan kedalaman pancangan galam 6m: Qult=

+

+

+

=

+

=26,16+439,6 =465,76+0,75 =466,51x5 =2332,55kg/m3

Tvwall≤

ρ

tanah(daya dukung tanah)

2301,1 kg <2332,55 kgdapat menahantekanan terhadap tanggul(Aman)

KESIMPULAN

Perkuatan yang dipakai untuk tebing sungai adalah jenis perkuatan siring berbentuk trapesium dengan dimensi tinggi 1.75m, lebar atas 0.3m dan lebar bawah 0.8m serta panjang sirng 2km dengan pondasi pancangan galam 5bh panjang 6m.Perhitungan mengenai stabilitas tanggul/siring penahan sungai telah memenuhi syarat yaitu

a. Stabilitas geser (sliding)adalah Ff =

73,620 N > Fh = 64,921 N, yang

berarti mampu melawan geser (Aman).

b. Stabilitas guling (overturning)

adalah 73,620 N > 27.0504 N, yang

berarti mampu melawan guling terhadap titik A (Aman)

c. Stabilitas penurunan(downing) pada kedalaman pancangan galam 5m adalah 2301,1 kg >2018,55 kg, yang

berartitidak dapat menahantekanan terhadap tanggul (tidak aman)

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. 1978. Ilmu Bangunan

Air 1. A.K. A. Jakarta.

Hidayat, S.T., dan Chusnul. 2015.Analisis Stabilitas Tabat

Beton. Banjarmasin http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/file s/ld/2010/KotaBanjarmasin-2010-1,20-11-2015, 18.15PM. http://ejurnal.poliban.ac.id/index.php/po rosteknik/article/view/196,20-11-2015, 19.00PM.

Sunggono, K.H. 1995.Buku Teknik

Sipil.Penerbit Nova.Bandung.

Oktaviani, D.S. 2014.Laporan

Pengantar Rekayasa Dan Desain Pembuatan Tanggul. Bandung.

Pemerintah Kota Banjarmasin.2012. Dinas Sumber Daya Air Dan Drainase, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin No 31 Tahun 2012, Banjarmasin.

SOMIF Borneo Perkasa.2015.Laporan

Hasil Penyelidikan Tanah,

(21)

EFEKTIFITAS METODE PENGERINGAN PADA PEMBUATAN SIMPLISIA AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Radix)

Cica Riyani

Staf Pengajar Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Politeknik Muara Teweh

e-mail :[email protected] ABSTRAK

Pasak bumi(Eurycoma longifoliaJack) merupakan salah satu jenis tanaman obat. Bagian tanaman ini yang dimanfaatkan adalah akarnya. Akar pasak bumi dapat dibuat menjadi sediaan herbal berupa simplisia. Dalam membuat simplisia akar pasak bumi diperlukan proses pengeringan yang sangat berpengaruh terhadap simplisia tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pengeringan dengan metode pengeringan panas buatan (oven) dan panas matahari. Selain itu juga untuk mengetahui pengeruh pengeringan dengan panas matahari pada simplisia komersial produksi Sari akar Muara Teweh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan (eksperimen) dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Terdapat 4 (empat) perlakukan : Pengeringan oven pada suhu 40oC, 50oC, 60oC dan panas matahari (M). Hasil penelitian menunjukan metode pengeringan tidak berpengaruh pada kadar abu total simplisia namun berpengaruh nyata pada susut bobot, kadar air dan warna simplisia. Warna simplisia pada perlakuan panas buatan lebih cerah dari pada panas dengan matahari. Susut bobot simplisia lebih tinggi pada perlakuan pengeringan panas buatan (T6 42,7) dan terendah pada panas matahari (M 35,1 %). Kadar air dari perlakuan pengeringan panas buatan termasuk kedalam persyaratan simplisia (≤ 10%) yaitu T40 7,34%, T50 6% dan T60 6,34%. Sedangkan perlakuan dengan panas matahari (M) 14%. Kadar abu pada masing-masing perlakuan berturut-turut T40 2%, T50 1,6 %, T60 1,8 % dan M 1,6%. Semua perlakuan termasuk dalam persyaratan MMI untuk kadar abu simplisia akar pasak bumi (≤ 3%). Untuk penelitian pada simplisia komersial produksi Sari Akar Muara Teweh, kadar ai 11 % dan kadar abu 1,6%.

Kata Kunci : Pasak bumi, Simplisia, Pengeringan

PENDAHULUAN

Tanaman obat adalah tanaman yang mempunyai khasiat dan dapat digunakan sebagai obat. Penggunaan tanaman obat merupakan alternatif pengobatan secara alami. Cara ini diketahui aman dan tidak berbahaya karena menggunakan bahan alami. Pemanfaatan tanaman obat terus berkembang seiring dengan pemahaman masyarakat untuk menggunakan

bahanalami (back to nature) untuk pengobatan.

Tanaman obat yang berkembang di Indonesia sangat melimpah tetapi pemanfaatannya masih terbatas dikonsumsi secara segar, sehingga dibutuhkan teknologi pengolahan untuk dapat memaksimalkan pemanfaatannya. Pemanfaatan yang maksimal dari berbagai tanaman obat ini masih dirasa kurang beredar di masyarakat. Teknologi pengolahan dan penanganan untuk berbagai macam obat dengan

(22)

pemanfaatan tanaman obat merupakan peningkatan nilai tambah dari tanaman yang dimaksud (Rudi, 2001).

Salah satu tanaman obat potensial yang terdapat di Kalimantan Tengah khusunya di Kabupaten Barito Utara adalah tanaman pasak bumi (Eurycoma

longifolia Jack). Tanaman ini yang

dimanfaatkan adalah bagian akarnya. Tanaman ini mempunyai komponen kimia :Fenol, tanin, polisakarida, glokoprotein, dan mukopolisakarida. Dengan kandungan tersebut, akar pasak bumi dapat berkhasiat untuk afrodisiak, demam, tonikum, anti piretik, disentri, sakit kepala, sakit perut.

Pengolahan akar pasak bumi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman obat dapat dilakukan dengan cara yang sederhana. Bentuk sediaan yang dapat diolah adalah simplisianya. Menurut

Azizah (2008), simplisiaialahbahanalamiyangdigunaka nuntukobatdanbelum mengalamiperubahanprosesapapun,dan kecualidinyatakanlainumumnya berupabahanyangtelahdikeringkan. Tahapan dalam pengolahan simplisia meliputi pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucuian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering dan pengemasan. Dan simplisia yang dihasilkan harus diuji mutunya dan disesuaikan dengan persyaratan tanaman obat berdasarkan Meteria Medika Indonesia (MMI).

Dalam membuat simplisia akar pasak bumi (Eurycoma longifolia

Radix) memerlukan proses pengeringan yang tepat sehingga memenuhi standar persyaratan untuk simplisia. Tujuanutamaprosespengeringansimplisi aialah: menurunkankadarairsehinggabahanterse buttidakmudahditumbuhikapangdanbakt eri, menghilangkanaktivitasenzimyangbisa menguraikanlebihlanjutkandunganzat aktif, memudahkandalamhalpengelolaanprose sselanjutnya(ringkas,mudahdisimpan,ta han lama). Menurut herawati dkk (2012), bahwa simplisia yang baik memiliki kadar air ≤ 10% begitu pula menurut BPOM (2014) untuk obat herbal rajangan yang diseduh dengan air panas sebelum digunakan kadar airnya adalah ≤ 10%. Untuk memperoleh kadar air yang memenuhi standar maka perlu dilakukan penelitian metode pengeringan yang tepat untuk menghasilkan simplisia.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas metode pengeringan dengan perlakuan pengeringan panas buatan dengan menggunakan oven dan pengeringan dengan panas matahari. Selain itu penelitian ini juga menguji simplisia komersial produksi Sari Akar Muara Teweh. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menentukan metode yang tepat dalam menghasilkan simplisia akar pasak bumi.

METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan akar pasak bumi berasal dari Muara Teweh, air, dan siplisia akar pasak bumi produksi Sari Akar Muara Teweh. Peralatan yang digunakan adalah muffle furnace, oven, cawan porselin, timbangan digital, nampan, pisau, pengukur dan desikator. Rancangan Percobaan

Menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Terdapat 4 (empat) perlakukan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 12 satuan percobaan.

Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah :

T40 = Panas buatan suhu 40oC T50 = Panas buatan suhu 50oC T60 = Panas buatan suhu 60oC

(23)

M = Panas matahari Prosedur Kerja

Tahapan pembuatan simplisia

Akar pasak bumi yang diperoleh dari tanaman koleksi Muara Teweh dibersihkan sampai tidak terdapat kotoran yang menempel, selanjutnya dikering anginkan dan dilakukan pengecilan ukuran dengan memotong akar dengan ukuran tebal 2 mm. Potongan akar tersebut di timbang sebanyak 20 gram untuk masing-masing perlakuan. Untuk panas buatan menggunakan oven waktu pengeringan selama 8 jam sedangkan untuk panas matahari selama 3 hari selama 7 jam. Pengujian Simplisia

Susut bobot

Akar pasak bumi ditimbang sebanyak 20 gram, kemudian dikeringkan pada masing-masing perlakuan. Hasil pengeringan kemudian ditimbang kembali dan diperoleh susut bobot simplisia

Warna simplisia

Simplisia hasil perlakuan dari panas buatan dan panas matahari dibandingkan tingkat kecerahan warnanya.

Kadar air

1 gram simplisia ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam krus porselen yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Simplisia diratakan dalam krus porselen dengan menggoyangkan krus hingga merata. Masukkan ke dalam oven, panaskan pada temperatur 105oC selama 3 jam, setelah waktu pengeringan selesai masukan cawan dlam desikator dan kemudian ditimbang.

Kadar abu total

Sebanyak 2 gram simplisia ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian dipijarkan perlahan-lahan menggunakan muffle furnace hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang. Kadar abu total dihitung terhadap berat ekstrak, dan dinyatakan dalam % b/b.

Data hasil pengujian selanjutnya dianalisa dengan analisa ragam (anova).

HASIL DAN PEMBAHASAN Pasak Bumi

Tanaman herbal yang diolah menjadi simplisia pada penelitian ini adalah pasak bumi. Pasak bumi ini diperoleh dari tanaman koleksi yang dikelola oleh masyarakat di Muara Teweh. Pasak bumi yang diolah disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Akar pasak bumi Pengolahan simplisia diawali dari pengumpulan bahan baku yang selanjutnya diolah melalui tahapan pencucian, pengubahan bentuk dan pengeringan. Untuk proses pencucian dilakukan sampai akar bersih dan tidak terdapat kotoran yang melekat pada akar. Tahap selanjutnya adalah pengubahan bentuk. Pengubahan bentuk akan berpengaruh terhadap proses pengeringan. Menurut Azizah (2008), bahwa Pada dasarnya tujuan

(24)

pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka proses pengeringan baku akan semakin cepat. Untuk akar pengubahan bentuk dengan pemotongan. Pada penelitian ini, akar pasak bumi dipotong dengan ukuran ketebalan 2-3 mm seperti pada Gambar 2.

Gambar 3. Ukuran simplisa akar pasak bumi

Warna Simplisia

Warna simplisia terlihat berbeda antara perlakuan pengeringan panas buatan (oven) dan panas matahari. Perbedaan warna terlihat dari tingkat kecerahan simplisia. Warna pada perlakuan panas buatan lebih cerah dibandingkan dengan panas matahari (Gambar 4). Dari perbedaan warna dapat diketahui bahwa pengeringan dengan panas matahari memerikan efek gelap jika dibandingkan dengan panas buatan. Hal tersebut disebabkan terdapatnya sinar UV pada panas matahari membuat warna simplisia menjadi lebih gelap.

Gambar 4. Warna simplisia berdasar-kan metode pengeringan

Susut Bobot Simplisia

Dari hasil penelitian, diperoleh data susut bobot simplisia (gambar 5). Data menunjukan bahwa metode pengeringan berpengaruh nyata terhadap susut bobot simplisia. Nilai susut bobot tertinggi pada perlakuan T60 (42,7%) dan terendah pada perlakuan panas matahari (M) (35,1%). Hal tersebut memberikan gambaran bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka akan semakin banyak air yang menguap dan semakin besar kehilangan bobot, hal tersebut sesuai dengan pendapat Winangsih (2013), bahwa suhu pengeringan yang digunakan mempengaruhi lama pengeringan, semakin tinggi suhu pengeringan semakin cepat proses transpirasi di dalamnya .

Gambar 5. Grafik susut bobot simplisia Kadar Air

Proses pengeringan yang dilakukan pada pembuatan simplisia bertujuan untuk mengurangi kadar air dari bahan simplisia. Kadar air dapat mempengaruhi kualitas simplisia seperti mudah terkontaminasi mikroba dan fisik simplisia menjadi rusak. Menurut Ma’mun dkk (2006) bahwa kandungan air yang tinggi dalam suatu bahan dapat mendorong terjadinya reaksi enzimatik yang mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan kimia. Perubahan

(25)

komposisi kimia terutama pada senyawa-senyawa berkasiat dapat menurunkan mutu simplisia yang dihasilkan. Disamping itu kandungan air yang tinggi merupakan media bagi tumbuhnya mikroorganisme atau jamur yang dapat mencemari bahan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar air masing-masing simplisia. Kadar Air tertinggi pada perlakuan panas matahari (M) dan terendah pada perlakuan T60 (Gambar 6). Adanya perbedaan nilai dari masing-masing perlakuan dapat disebabkan karena panas matahari tidak konstan dan panas buatan stabil dan merata. Dalam membuat simplisia, kadar air yang ditetapkan untuk menjaga mutu simplisia adalah ≤ 10 % . Menurut Katno (2008) bahwa persyaratan kadar air untuk mencegah terjadinya reaksi enzimatis dan pertumbuhan jamur dan bakteri , terutama untuk simplisia nabati adalah kurang dari 10 %. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan denan panas buatan menghasilkan nilai kadar air yang sesuai dengan persyaratan simplisia.

Gambar 6. Kadar air simplisia Sedangkan untuk kadar air simplisia komersial produksi sari akar Muara Teweh adalah 11 %. Berdasarkan informasi dari pihak

produksi bahwa metode pengeringan yang digunakan adalah dengan panas matahari yang dijemur sekitar 1 minggu dan menyesuaikan dengan kondisi suhu disetiap harinya. Untuk bahan yang diuji pada penelitian ini adalah simplisia dengan umur simpan sekitar 30hari setelah pengeringan. Tampilan dari simplisia disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Simplisia akar pasak bumi produksi Sari akar muara teweh

Kadar Abu Total

Penetapan kadar abu total merupakan persyaratan yang harus dilakukan dalam membuat simplisia. Penetapan kadar abu akan memberikan informasi kepada konsumen apakah simplisia ini layak atau untuk dikonsumsi. Menurut Feri (2006) bahwa kadar abu menggambarkan jumlah kandungan logam dalam tanaman. Jika simplisia yang dihasilkan kadar abunya di atas ketentuan maka simplisia dikategorikan tidak aman (tercemar). Hal tersebut telah disampaikan oleh Ma’mun dkk (2006) bahwa kadar abu menjadi indikator terhadap cemaran bahan anorganik.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu. Perlakuan pengeringan dan panas buatan dan panas matahari menunjukan kadar abu berkisar antara 1,6 % - 2 % (Gambar 8) dan penelitian terhadap simplisia komersial produksi Sari Akar Muara

(26)

Teweh, diketahui kadar abu 1,6%. Menurut standar mutu Materia Medika Indonesia (MMI) bahwa kadar abu untuk simplisia akar pasak bumi adalah 3%. Hasil yang diperoleh dari semua perlakuan menunjukkan bahwa cemaran bahan anorganik yang ada relatif kecil, ini menunjukkan bahwa proses pengeringan yang dilakukan sudah cukup baik.

Gambar 8. Kadar abu simplisia KESIMPULAN

Metodepengeringan memiliki pengaruh terhadap pembuatan simplisia akar pasak bumi.Perlakuan pengeringan dengan menggunakan panas buatan dan panas matahari berpengaruh nyata pada warna, susut bobot dan kadar airsimplisia. Warna simplisia pada perlakuan panas buatan lebih cerah dari pada panas dengan matahari. Susut bobot simplisia lebih tinggi pada perlakuan pengeringan panas buatan (T6 42,7) dan terendah pada panas matahari (M 35,1 %). Kadar air dari perlakuan pengeringan panas buatan termasuk kedalam persyaratan simplisia (≤ 10%) yaitu T40 7,34%, T50 6% dan T60 6,34%. Sedangkan perlakuan dengan panas matahari (M) 14%. Untuk kadar abu total simplisia, nilainya tidak dipengaruhi oleh metode pengeringan. Kadar abu pada masing-masing perlakuan berturut-turut T40 2%, T50

1,6 %, T60 1,8 % dan M 1,6%. Semua perlakuan termasuk dalam persyaratan MMI untuk kadar abu simplisia akar pasak bumi (≤ 3%). Untuk penelitian pada simplisia komersial produksi Sari Akar Muara Teweh, kadar ai 11 % dan kadar abu 1,6%.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, N. 2008. Produksi Tanaman

Obat dan Aromatik. Fakultas

Pertanian. Universitas Brawijaya Malang.

BPOM. 2014. Persyaratan Mutu Obat

Tradisional.Badan Pengawas Obat Dan Makanan. Republik Indonesia. Jakarta.

Feri M. 2006. Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Mutu Simplisia Sambiloto. Bul. Littro. 17 (1) : 1 – 5.

Herawati, D., L. Nuraida, dan Sumarto. 2012. Cara Produksi Simplisia

Yang Baik. Seafast Center.

Institut Pertanian Bogor.

Katno. 2008. Pengelolaan Pascapanen

Tanaman Obat. Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan tanaman obat dan obat tradisional. Depkes.

Ma’mun, S., dkk. 2006. Teknik

Pembuatan Simplisia Dan Ekstrak Purwoceng. Penelitian Tanaman

Obat dan Aromatik .Hal : 1-11. Rudi, T. 2001. Teknologi Pascapanen

Tanaman Obat. Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Winangsih, E. Prihastanti, dan S. Parman. 2013. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kualitas Simplisia Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum L.).

Buletin Anatomi dan Fisiologi21

(27)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN KECOMBRANG (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) TERHADAP BAKTERI Bacillus cereus

DAN Escherichia coli MENGGUNAKAN METODE DIFUSI SUMUR

Eko Kusumawati

Staf Pengajar Jurusan Biologi FMIPA UNMUL Samarinda ABSTRAK

Penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kecombrang terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli dengan menggunakan metode difusi sumur. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak daun kecombrang yang dibuat dengan cara remaserasi menggunakan pelarut etanol 95%, DMSO sebagai kontrol negatif dan kloramfenikol sebagai kontrol positif. Uji aktivitas antibakteri dilakukan pada sepuluh konsentrasi ekstrak yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan 100%. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun kecombrang menghasilkan diameter zona hambat pada bakteri Bacillus cereus yaitu 15 mm; 16,3 mm; 17 mm; 17,7 mm; 18,7 mm; 19,3 mm; 19,7 mm;20 mm; 20,3 mm dan 21,3 mm, untuk kontrol negatif 6 mm dan kontrol positif 31 mm. Untuk diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli berturut-turut adalah 15,7 mm; 16,7 mm; 17 mm; 17,3 mm; 17,7 mm; 18,3 mm; 18,7 mm; 19,3 mm; 19,7 mm dan 20,3 mm, untuk kontrol negatif 6 mm dan kontrol positif 30,7 mm. Peningkatan konsentrasi ekstrak etanol daun kecombrang menghasilkan diameter daya hambat yang semakin besar.

Kata kunci : ekstrak etanol, daun kecombrang, aktivitas antibakteri, metode difusi sumur, Bacillus cereus dan Escheria coli

PENDAHULUAN

Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) merupakan tumbuhan jenis rempah-rempah yang dikenal oleh masyarakat Indonesia secara turun-temurun digunakan sebagai bumbu masak dan sebagai obat tradisional. Kecombarang menyukai tempat-tempat yang lembab dan sedikit naungan. Dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian antara 0-1000 meter dpl. Perbanyakan tanaman menggunakan anakan. Pemeliharaan tanaman ini sangat mudah, yakni cukup dengan menjaga kelembaban tanah dan sedikit suplai unsur hara berupa pupuk organik. (Winarto, 2003). Tanaman

tropis tahunan ini tumbuh merumpun dalam susunan tanaman yang tidak terlalu rapat. Bunga berwarna merah, tumbuh diantara rumpun, tegak di atas batang yang panjangnya 0,8-2,2 m, meyerupai gada. Buah kecombrang mirip nanas, berwarna merah muda-tua, dan tidak bermahkota. Kecombrang akan berbunga dan berbuah setelah berumur dua tahun (Lestari, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Sukandar (2010) tentang karakterisasi senyawa antibakteri ekstrak air daun kecombrang (Etlingera elatior), dari hasil analisa GCMS, sedikitnya ada 5 golongan senyawa utama yang terkandung dalam ekstrak air daun kecombrang, yaitu alkana, alkohol,

(28)

keton, amida dan fenol. Rosadi (2014) menambahkan bahwa kandungan kimia daun kecombrang adalah tanin, flavonoid dan saponin. Penelitian yang dilakukan McKeen et al., (1997) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun tanaman kecombrang ini memiliki kemampuan membunuh mikroba secara kualitatif dengan metode kertas cakram dan secara kuantitatif dengan metode dilusi cair terhadap bakteri Gram positif (Bacillus cereus dan Bacillus megatrium) dan Gram negatif (Escherichia coli dan Pseudomonas

aeruginosa).

Menurut Madigan dkk (2009), berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, senyawa antimikrobia mempunyai tiga macam efek terhadap pertumbuhan mikrobia yaitu 1) bakteriostatik memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh, ditunjukkan dengan penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup adalah tetap; 2) bakteriosidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak terjadi lisis sel atau pecah sel, ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total tetap sedangkan jumlah sel hidup menurun; dan 3) bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah sel sehingga jumlah sel berkurang atau terjadi kekeruhan setelah penambahan antimikrobia, ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup menurun.

Uji antibakteri adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien dengan melibatkan hasil metabolisme sekunder. Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi, dilakukan dengan

mengukur diameter zona bening (clear

zone) yang merupakan petunjuk adanya

respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan dkk., 2007). Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode difusi dapat dilakukan dengan cara metode lubang/sumur. Metode lubang/sumur yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang (Kusmayati dan Agustini, 2007). Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka pengembangan senyawa yang berasal dari tanaman tradisional yang memiliki aktivitas antibakteri, maka perlu dilakukan penelitian tentang uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) terhadap bakteri yang berpotensi membahayakan bagi kesehatan dan bersifat patogen seperti

Bacillus cereus dan Escherichia coli

dengan menggunakan etanol 95% sebagai larutan penyari dan menggunakan metode yang berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu metode difusi sumur.

METODE PENELITIAN Objek Penelitian

Objek penelitian adalah daun kecombrang yang akan dibuat dalam bentuk ekstrak dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan 100% selanjutnya diujikan terhadap bakteri Bacillus cereus dan

Gambar

Diagram  block  untuk  feedback  2DOF  PID yang dibandingkan dengan diagram  block  struktur  pengendali  Kaya  2DOF  IMC  akan  memperlihatkan  kemiripan  jika  block  transfer  fungsi  model  (G pm )dihubungkan  dengan  block  pengendali G c1
Tabel 1.  Nilai parameter pengendali perubahan set point dan penolakan gangguan  Variasi Proses FOPDT
Gambar 6.  Perbandingan output res- res-ponse metode tuning  Mp-GM dan analitycal robust  tuning pada kasus FOPDT  dengan   pada 2DOF  PID feedback
Gambar 1. Skema kedalaman sungai  Analisa Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang dilakukan oleh Altman pada tahun 1968 tersebut, terdapat 5 jenis rasio keuangan yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan,

Untuk memberikan informasi tentang kelimpahan maupun komposisi larva dan juvenil ikan dan padang lamun yang ada di Pulau Panjang dilakukan penelitian tentang

Karena terjadi di estuaria, proses pasang surut air laut dan besarnya aliran sungai yang masuk memiliki peranan besar dalam proses percampuran yang pada akhirnya

Hasil UJGD menunjukkan bahwa sampel biji kolowe dengan pelarut yang berbeda pada konsentrasi 1.000 ppm memberikan pengaruh yang sarm terhadap persentase kematian larva

Karena F hitung &gt; F tabel, maka terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara Total Aset dan Simpanan Khusus Anggota terhadap Sisa Hasil Usaha pada Koperasi Kredit

Daljono (2011: 298) mengungkapkan masalah yang timbul dari persediaan adalah terdapat (i)sisa bahan (scrap materials) yaitu didalam proses produksi tidak semua bahan baku

terdapat hubungan antara pengetahuan ibu menyusui terhadap pemberian ASI dengan nilai p value = 0,0002 dan ia menyimpulkan bahwa sebagian responden yang

Terdapat perbedaan yang bermakna kemampuan mengontrol diri dari perilaku kekerasan antara kemampuan mengontrol diri pasien kelompok intervensi terapi token eknomi dengan yang tidak