• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1Latar Belakang

Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental age. Menurut Santrock (2012), individu yang tergolong dewasa awal ialah mereka yang berusia 20-40 tahun, dimana pada masa ini terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, lalu masa dimana individu tidak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orangtuanya, serta masa untuk bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat, dan menjalin hubungan dengan lawan jenis. Menurut Erickson ( dalam Papalia, Olds & Feldman, 2008), dewasa awal masuk dalam tahap keenam perkembangan psikososial, yaitu intimacy vs isolation dimana pada tahapan ini, seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain. Jika dewasa awal tidak dapat membuat komitmen yang dalam dengan orang lain, maka ia akan terisolasi dan menjadi egois. Resolusi dari tahap ini menghasilkan perasaan cinta, dan pada saat itu, dewasa awal kan menjalin hubungan serius dengan pasangannya, lalu menikah, memiliki anak dan membantu anak mencapai perkembangan kesehatan mereka sendiri.

Dewasa awal juga merupakan masa transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition), intelektual (cognitive trantition),dan transisi peran sosial (social role trantition). Terdapat beberapa perkembangan dalam diri dewasa awal yaitu perkembangan fisik, kognitif dan psikososial (Papalia, Olds & Feldman, 2011). Sachie (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2008) menyatakan bahwa pada perkembangan kognitif dewasa awal memperhatikan perkembangan intelektual dalam konteks sosial sedangkan pada perkembangan kognitif terjadi peralihan dari pendalaman informasi dan keterampilan (apa yang perlu saya tahu) ke integrasi praktis pengetahuan dan keterampilan (bagaimana menerapkan apa yang saya tahu), hingga pencarian makna dan tujuan (mengapa saya harus tahu).

(2)

Salah satu karakteristik yang terlihat pada individu dewasa awal yang sesuai dengan perkembangan kognitif menurut Hurlock (1992) yaitu memiliki kreativitas tergantung pada minat dan kemampuan individual dimana untuk mengeksplorasi minat hidupnya ada yang menyalurkan kreativitas melalui hobi, salah satunya musik. Menurut survey, rata-rata dewasa awal mendengarkan musik selama 10 jam setiap minggunya. Selain melalui radio, sekarang sudah banyak teknologi baru yang menjadi sarana untuk mendengarkan musik, salah satunya adalah melalui internet, dimana dapat membuka website yang memungkinkan seseorang pada dewasa awal mendengarkan ataupun men-download lagu-lagu yang disukai. Dewasa awal yang menyukai musik biasanya cenderung menghabiskan waktu luang dan mengekspresikan minatnya dengan mengikuti konser idola/grup musik kesukaannya. (Majalah Cosmo Girl, 2006).

Seperti yang dilansir detik.com, industri musik Indonesia yang pada awalnya disemarakkan oleh grup band dan penyanyi solo, sekarang mulai diramaikan dengan hadirnya boyband dan girlband yang terinspirasi dari genre musik K-Pop dari Korea Selatan. Puncaknya adalah saat kemunculan idol group JKT48. JKT48 adalah sebuah idol group pertama di Indonesia yang merupakan sister-group/franchise Idol-group pertama di luar Jepang dari AKB48. 48 group ini dibentuk oleh buah ide seorang produser dan pencipta lagu kenamaan di Jepang, yaitu Akimoto Yasushi. Konsep JKT48 yang diusung adalah “tumbuh dan berkembang bersama penggemar”, dimana JKT48 menjadi grup idola yang dekat dengan penggemar serta dapat menjalin hubungan yang erat dengan penggemar JKT48 yang rentang umurnya sangat beragam mulai dari remaja sampai dewasa (Satvika, Interactive Communication Consultant & CEO of Stratego Indonesia). Menggunakan konsep “idol you can meet” atau idol yang bisa kamu temui setiap hari, JKT48 menjadi sangat meledak di Indonesia. Sama seperti AKB48, pasar JKT48 di Indonesia menyasar para fans direntang umur 17-40 tahun, bahkan lebih dari 40 tahun, jika di Jepang. Dewasa awal yang dekat dengan musik mempunyai sosok selebriti yang dipujanya.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Pitra Satvika dari PT. Stratego Optima pada tahun 2013 kepada 600 responden fans JKT48, terdapat 63% dari 600 responden tersebut berusia 20 – 40 tahun yang mana sesuai dengan

(3)

karakteristik pada subjek penelitian ini. Dari fenomena dan fakta yang ada, ternyata dewasa awal yang dekat dengan musik mempunyai sosok selebriti yang dipujanya. Ketika individu tersebut mempunyai sosok yang diidolakannya, maka ia menjadi seorang fans, dimana menurut Hills (2002; dalam Evita 2013), fans merupakan seseorang yang terobsesi dengan selebritis, artis, film, program televisi, grup band, dan lain-lain. Fans sering mendapatkan kekuatan dan semangat dari kemampuan mereka untuk mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari kelompok penggemar lain yang berbagi kesenangan yang sama dan menghadapi permasalahan yang sama (Jenkins,1992; dalam Tartila, 2014). Sedangkan menurut Lewis (1992; dalam Karl, 2007), fans adalah seseorang yang memakai atribut atau merchandise yang berkaitan dengan artis atau selebriti kesayangannya. Individu yang mempunyai idola dan memuja idolanya, juga merasa mempunyai hubungan dengan orang lain atau teman yang kurang baik sebelum ia menjadi seorang fans dari sosok selebriti, dengan kata lain, saat ia menjadi fans dan berada di dalam kelompok sosial sesama penggemar idola yang sama, individu akan merasa lebih intim dengan individu lainnya (Szymanski, 1977; dalam Chou dkk, 2005).

Perilaku tersebut yang kemudian diidentifikasikan sebagai pemujaan terhadap idolanya, dimana pemujaan menurut Raviv (1996; in Houran, Navik & Zerrousen, 2006), adalah salah satu dimensi pengidolaan yang merupakan bentuk kekaguman dengan intensitas yang tidak biasa dan penghormatan terhadap idola. Semakin seseorang memuja, merasa kagum atau terlibat dengan sosok selebriti tertentu, maka semakin besar pula keintiman (intimacy) yang diimajinasikan terhadap sosok selebriti yang diidolakan (Maltby dkk., 2005; McCutcheon dkk.,; 2002). Proses kognitif dan emosional yang membentuk dasar interaksi manusia juga terlibat dalam pengembangan hubungan imajinatif dengan selebriti (Planap & Fitness; 1999, dalam Roberts 2007). Melalui eksposur media dengan frekuensi yang sering, individu mulai merasa bahwa mereka merasa telah mengenal seorang selebriti dari penampilan mereka, gerakan, percakapan, dan perilaku, meskipun tidak ada komunikasi langsung dengan selebriti tersebut (McCutcheon, et al., 2002; Rubin & McHugh, 1987; Giles & Maltby, 2003).

(4)

Dengan demikian, ikatan yang dikembangkan oleh individu pada tokoh-tokoh selebriti ini dirujuk sebagai hubungan parasosial, yang pada dasarnya individu membayangkan hubungan yang cenderung dialami atau dirasa sebagai sesuatu yang nyata. Perilaku selebriti dan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan selebriti tersebut, seringkali memprovokasi perasaan dan emosi para individu yang mengalami hubungan parasosial dengan selebriti yang dianggap nyata (Rubin & McHugh, 1997; dalam Roberts 2007). Dari bentuk kekaguman tersebut, terbentuk perilaku memuja selebriti tertentu yang disebut celebrity worship, yaitu hubungan parasosial dimana hubungan yang diimajinasikan antara seorang fans dengan sosok yang diidolkan bersifat satu arah, dari fans kepada idola berdasarkan dimensi dari Maltby (2006), yaitu Entertainment-Social, Intense-Personal, dan Borderline-Pathological. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa setidaknya satu dari tiga orang terlibat dalam celebrity worship (Maltby, Houran dan McCutcheon, 2003; dalam Caldwell, 2005). Boon dan Lomore menemukan bahwa lebih dari tujuh puluh lima persen orang dewasa awal mempunyai ketertarikan yang sangat kuat terhadap selebriti (biasanya musisi, penyanyi atau bintang film).

Entertainment-social, pada dimensi ini individu dikaitkan dengan penggunaan media sebagai sarana untuk mencari informasi mengenai idolanya, senang membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan idola bersama teman yang mengidolakan selebriti yang sama, serta membicarakan perkembangan idola. Kedua, intense-personal , dimensi ini merefleksikan perasaan intensif yang tinggi terhadap idola, cenderung obsesif. Hal ini menyebabkan individu menjadi memiliki kebutuhan untuk mengetahui hal apapun tentang idola tersebut, mulai dari berita terbaru hingga informasi mengenai pribadi idola, bahkan individu ini merasa memiliki ikatan khusus dengan idolanya. Yang terakhir adalah borderline – pathological, sikap individu di dimensi ini dimanifestasikan dalam sikap seperti: bersedia melakukan apapun demi idola tersebut meskipun hal tersebut melanggar hukum. Fans yang seperti ini tampak memiliki pikiran yang tidak terkontrol dan menjadi irasional. Pada umumnya, alasan individu celebrity worship menggemari idola adalah untuk menyesuaikan diri terhadap norma sosial dan lari dari realita (fantasy-escape from reality)

(5)

(Maltby, 2005). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh McCutcheon dan Maltby (2002, dalam Sansone, 2014) para individu dengan celebrity worship cenderung bodoh, tidak bertanggung jawab dan kurang jujur, kemudian ditemukan juga karakteristik individu dengan celebrity worship yang mempunyai kekakuan kognitif, difusi identitas, dan batas-batas antar pribadi yang buruk (Houran dkk, 2005). Maltby dkk (2001) menemukan hasil dari penelitan yang ia lakukan, bahwa celebrity worship juga mempunyai hubungan yang signifikan dengan depresi, kecemasan dan gejala somatik.

Pada latar belakang penelitian ini, salah satu bentuk dukungan yang diberikan oleh fans JKT48 terhadap personil favoritnya adalah dengen membeli merchandise JKT48. Menurut survey yang dilakukan oleh Pitra Satvika dari PT. Stratego Optima, dari 600 responden fans JKT48 terdapat 62.5% responden yang selalu membeli merchandise JKT48 dan penting bagi mereka menunjukkan dukungan untuk idola mereka di JKT48 dengan cara membeli merchandise JKT48. Selain itu, peneliti juga melakukan observasi dan wawancara kepada staff booth merchandise di teater JKT48 ,diakui oleh para staff dan kepala merchandise, tingkat pembelian fans JKT48 terhadap merchandise JKT48 sangat tinggi yang mana menurut mereka, salah satu faktor pembelian yang tinggi ini, merchandise yang diproduksi terbatas. Bentuk merchandise yang dibeli beragam, mulai dari photopack, kipas, handuk, t-shirt , photobook, lightstick,mug, file holder, CD/DVD, jaket hingga topi.

Peneliti melakukan wawancara dengan 27 narasumber (fans JKT48 ) dewasa awal berusia 20 – 40 tahun di suatu mall bilangan Jakarta Pusat tempat berkumpulnya para fans JKT48. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, ternyata para fans tersebut suka meluangkan waktunya setelah jam pulang kerja atau pulang kuliah untuk menyempatkan menonton teater JKT48, menunggu idolanya pulang setelah selesai tampil pertunjukan, membeli merchandise resmi dalam jumlah yang banyak dan berkala, selalu membeli merchandise terbaru yang berupa photo, lightstick, sticker, kaus bahkan gelas. OA, 25 tahun seorang fans JKT48/AKB48 selalu menyempatkan mengantri dari pukul 8 pagi setiap 2 minggu sekali untuk membeli photo set personil JKT48 yang dijual di booth merchandise teater JKT48. Photo set yang dibeli adalah

(6)

photo beberapa personil JKT48 yang berbeda-beda. Selain itu, OA juga selalu membeli t-shirt JKT48 keluaran terbaru, CD/DVD terbaru, lightstick, pin, gantungan kunci hingga topi dan jaket JKT48 produksi resmi. OA mengakui, ia melakukan pembelian merchandise seperti ini atas dasar pengalihan dari masalah yang sedang ia hadapi di kehidupan nyata, salah satunya karena OA merasa stuck dengan kehidupannya sebagai mahasiswa yang tak kunjung lulus, ia merasa dengan menyukai JKT48, bertemu teman-teman sesama penggemar, dan membeli merchandise JKT48 membuatnya melupakan masalah tersebut, atau setidaknya sedikit meringankan masalahnya.

Seperti yang dilansirkan oleh Maltby (2005), individu dengan perilaku celebrity worship cenderung memuja seorang idola karena ingin kabur dari realita, sehingga apapun yang individu lakukan untuk pemuasan keinginan yang berhubungan dengan idolanya, akan membuat individu tersebut merasa senang, bahagia, dan hal tersebut menjadi ‘obat’ atas masalah yang sedang dialaminya. Pada saat seseorang mengidolakan selebriti, seseorang akan merasa terikat akan segala sesuatu terhadap idolanya, salah satu caranya adalah membeli merchandise idola (Chapman, 2003). Fans yang membeli merchandise yang berhubungan dengan idolanya dapat diartikan bahwa yang demikian adalah salah satu cara untuk menunjukkan dukungan kepada sang idola. Pada saat individu merasakan sedih atas masalah yang dialaminya, ketika melihat merchandise idola yang ia miliki akan membuatnya lebih baik (Fung, 2004).

Jika pembelian merchandise idola terjadi secara terus menerus, hal tersebut melibatkan suatu perilaku konsumtif (Fung, 2004). Anggasari (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Sehingga jika perilaku konsumtif ini dilakukan dalam frekuensi yang sangat sering dan berulang-ulang seperti yang OA lakukan dalam pembelian merchandise JKT48, pembelian tersebut menjadi pembelian kompulsif

(compulsive buying). Compulsive buying merupakan proses pengulangan yang sering berlebihan dalam membeli barang yang disebabkan oleh rasa ketagihan atau tertekan. Lebih lanjut, compulsive buying merupakan sisi negatif dari sebuah perilaku konsumsi (Mowen & Minor, 2002). Konsumen yang kompulsif

(7)

adalah konsumen yang merasa ketagihan, dalam beberapa kondisi mereka berlaku diluar kontrol dan sikap mereka dapat berdampak buruk bagi diri sendiri maupun orang lain. (Schiffman & Kanuk, 2007). Dittmar (2005) mengkonseptualisasikan bahwa compulsive buying adalah sebagai suatu manifestasi ekstrim dari individu yang mencari perbaikan suasana hati dan peningkatan rasa percaya diri dengan membeli produk atau barang yang dapat meningkatkan identitas diri individu tersebut.

Edwards (1992, dalam Moore, 2009) mendefinisikan compulsive buying sebagai suatu kondisi kronis saat seseorang melakukan pembelian berulang dan bentuk abnormal belanja sebagai cara untuk mengurangi perasaan negatif, dimana perilaku compulsive buying diukur dengan lima indikator yaitu yang pertama adalah tendency to spend keadaan dimana seseorang membeli barang secara berlebihan, menghabiskan uang dengan sering. Yang kedua adalah drive to spend yaitu saat individu merasa tergoda untuk berbelanja, dilakukan secara berulang-ulang dan adanya perilaku impulsif dalam berbelanja atau membeli barang. Yang ketiga adalah feelings about shopping yaitu keadaan seberapa besar seseorang menikmati aktivitas berbelanja dan menghabiskan waktunya untuk berbelanja.Yang keempat yaitu dysfunctional spending yang menjelaskan bahwa pengaruh lingkungan dapat menyebabkan atau menggiring seseorang untuk melakukan aktivitas berbelanja dan menghabiskan waktunya untuk berbelanja. Yang terakhir adalah post-purchase guilt yaitu keadaan dimana seseorang merasa menyesal setelah melakukan aktivitas berbelanja. Dampak yang kemungkinan besar dapat terjadi dari perilaku compulsive buying meliputi berbagai aspek, misalnya dari sisi finansial adalah tingginya hutang kartu kredit, penyesalan setelah membeli, pemborosan dan rendahnya dana yang bisa ditabung, sedangkan dampak positif dari compulsive buying dalam jangka pendek adalah kepuasan dan kesenangan yang langsung dapat dirasakan dari aktivitas pembelian tersebut (Roberts, 1998; dalam Titin, 2009).

Berdasarkan latar belakang dan ulasan teori yang ada, didukung dengan fenomena, adanya, fakta-fakta serta wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada subjek penelitian, ternyata perilaku celebrity worship masih terjadi pada dewasa awal fans JKT48, dan salah satu perilaku yang muncul pada

(8)

celebrity worship di dewasa awal fans JKT48 adalah membeli merchandise yang berhubungan dengan idolanya, sehingga menimbulkan perilaku konsumtif. Dari perilaku konsumtif dalam pembelian merchandise JKT48 yang berulang-ulang menimbulkan perilaku compulsive buying. Peneliti melakukan penelitian ini untuk melihat hubungan yang terjadi di antara perilaku celebrity worship yang terfokus pada fans JKT48 di usia dewasa awal dengan perilaku compulsive buying yang terfokus dalam pembelian merchandise JKT48. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, khususnya bagi para individu penggemar JKT48 maupun non-penggemar JKT48 di usia dewasa awal yang memiliki celebrity worship dan melakukan pembelian barang-barang atau merchandise yang berhubungan dengan idolanya dalam frekuensi dan jumlah yang banyak.

1.2Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, masalah penelitian ini terletak pada apakah terdapat hubungan antara perilaku celebrity worship pada dimensi entertainment-social dan perilaku compulsive buying dalam pembelian merchandise idola pada fans JKT48 dewasa awal, hubungan antara perilaku celebrity worship pada dimensi intense-personal dalam pembelian merchandise idola pada fans JKT48 dewasa awal dan hubungan antara perilak ucelebrity worship pada dimensi borderline-pathological pembelian merchandise idola pada fans JKT48 dewasa awal.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran yang signifikan antara celebrity worship dimensi entertainment-social, intense-personal dan borderline-pathological pada fans JKT48 dewasa awal, dan untuk mengetahui hubungan perilaku celebrity worship pada masing-masing dimensi entertainment-social, intense-personal dan borderline-pathological fans JKT48 dewasa awal terhadap perilaku compulsive buying dalam pembelian merchandise JKT48 yang terjadi pada diri fans JKT48 dewasa awal.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk