Volume [10] , Nomor [3] , Tahun 2021, (ISSN : 2337-845X) 1
ANALISIS TINGKAT PERMUKIMAN KUMUH MENGGUNAKAN
GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION SEMIPARAMETRIC
(GWRS) (Studi Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat)
Andyan Putra Prajamandana
*), Abdi Sukmono, Hana Sugiastu Firdaus
Departemen Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang Telp.(024)76480785, 76480788
Email: [email protected]
ABSTRAK
Kota Bogor merupakan salah satu kota perifer di kawasan metropolitan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) yang dijadikan tujuan migrasi oleh pendatang. Salah satu akibat dari adanya migrasi adalah meningkatnya kepadatan penduduk dan permukiman padat di Kota Bogor. Wawancara dengan Tim KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) menyatakan bahwa munculnya permukiman tidak layak huni dan padatnya permukiman di pinggiran sungai menjadi penyebab munculnya permukiman kumuh di Kota Bogor. Terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor No. 4 Tahun 2017 Tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh menunjukkan bahwa permukiman kumuh telah menjadi masalah yang serius untuk diatasi oleh pemerintah Kota Bogor. Penelitian yang dilakukan menggunakan 20 parameter permukiman kumuh sesuai Perda sebagai variabel bebas terhadap variabel terikatnya, yaitu skor permukiman kumuh. Klasifikasi permukiman kumuh menggunakan metode skoring terhadap 19 parameter permukiman kumuh sesuai Perda dan satu parameter lainnya digunakan hanya untuk metode GWR (Geographically Weighted Regression) dan GWRS (Geographically Weighted
Regression Semiparametric). Metode GWR dan GWRS keduanya digunakan untuk menganalisis heterogenitas spasial
menggunakan seluruh parameter permukiman kumuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model GWRS memiliki dua klasifikasi tingkat permukiman kumuh, yaitu Tidak Kumuh dan Kumuh Ringan. Model GWRS menunjukkan bahwa terdapat tiga kelurahan yang masuk klasifikasi Tidak Kumuh, yaitu Kelurahan Kedunghalang, Kelurahan Tanah Sareal, dan Kelurahan Kebonpedes. Kelurahan dengan skor permukiman kumuh tertinggi adalah Kelurahan Bubulak dengan skor 42,21449 dan termasuk dalam klasifikasi Kumuh Ringan. Model GWRS memiliki enam parameter yang berpengaruh Signifikan, yaitu Cakupan pelayanan jalan lingkungan (X4), Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis (X15), Sistem pengelolaan persampahan yang tidak sesuai standar teknis (X16), Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan (X17), Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran (X19), dan Kependudukan (X20). Parameter Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis (X15) dan Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran (X19) bahkan berpengaruh Signifikan di seluruh kelurahan Kota Bogor. Hasil validasi pada model menunjukkan persentase kebenaran klasifikasi permukiman kumuh adalah 92,857%.
Kata Kunci : GWRS, Kota Bogor, Perda Kota Bogor No. 4 Tahun 2017, Permukiman Kumuh
ABSTRACT
Bogor City is one of the peripheral cities in the Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) metropolitan area which is a destination for migration by migrants. One of the consequences of migration is the increase in population density and dense settlement in Bogor City. Interview with KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) Team stated that the emergence of uninhabitable settlements and dense settlements on the riverbanks were the cause of the emergence of slums in Bogor City. The issuance of the Perda (Peraturan Daerah) Kota Bogor No. 4 Tahun 2017 Tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh shows that slum settlements have become a serious problem to be overcome by the Bogor City Government. The research was conducted using 20 slum settlement parameters according to the Perda as the independent variable on the dependent variable, namely slum settlement score. The classification of slum settlements uses the scoring method against 19 slum settlement parameters according to the Perda and one other parameter is only used for the GWR (Geographically Weighted Regression) and GWRS (Geographically Weighted Regression Semiparametric) methods. Both GWR and GWRS methods were used to analyze spatial heterogeneity using all slum settlement parameters. The results showed that the GWRS model has two classifications of slum level, namely Tidak Kumuh and Kumuh Ringan. The GWRS model shows that there are three sub-districts that are classified as Tidak Kumuh, namely Kedunghalang Village, Tanah Sareal Village, and Kebonpedes Village. The sub-district with the highest slum settlement score was Bubulak Village with a score of 42,21449 and included in the classification of Kumuh Ringan. The GWRS model has six parameters that have a Significant effect, namely Coverage of environmental road services (X4), Waste infrastructure and facilities do not comply with technical requirements (X15), Waste management system which does
Volume [10] , Nomor [3] , Tahun 2021, (ISSN : 2337-845X) 2
not comply with technical standards (X16), Unmaintained waste management facilities and infrastructure (X17), Unavailability of fire protection facilities (X19) and Population (X20). The parameters Waste infrastructure and facilities do not comply with technical requirements (X15) and Unavailability of fire protection facilities (X19) even have a Significant effect in all villages in Bogor City. The results of the validation on the model show that the percentage of truth in the classification of slum settlements is 92,857%.
Keywords : Bogor City, GWRS, Perda Kota Bogor No. 4 Tahun 2017, Slums
I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang
Kota Bogor merupakan salah satu kota besar yang termasuk dalam kawasan metropolitan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta memiliki bermacam perusahaan yang beberapa pegawainya tinggal di kota perifer dalam kawasan Jabodetabek, termasuk Kota Bogor. Dampak yang terjadi adalah meningkatnya kepadatan penduduk dan permukiman padat di Kota Bogor. Wawancara yang dilakukan dengan Tim KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) menyatakan bahwa permukiman tidak layak huni di Kota Bogor kebanyakan berada di pinggiran sungai. Munculnya permukiman tidak layak huni dan padatnya permukiman di pinggiran sungai tersebut menjadi alasan munculnya permukiman kumuh di Kota Bogor.
Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh diterbitkan sebagai tindak lanjut untuk mengatasi masalah permukiman kumuh di Kota Bogor. Kota Bogor sendiri memiliki luas wilayah sekitar 11.850 Ha (Kotabogor, 2016). Surat Keputusan Wali Kota Bogor No. 653.45-282 Tahun 2019 Tentang Penetapan Lokasi Penanganan Permukiman Kumuh menyebutkan bahwa terdapat 61 kelurahan di Kota Bogor yang termasuk kategori kumuh dengan luas permukiman kumuh sebesar 511,84 Ha. Hasil klasifikasi pada SK Wali Kota Bogor No. 653.45-282 Tahun 2019 memiliki kelemahan. Kelemahan yang dimiliki dalam SK Wali Kota Bogor adalah dalam penelitian yang dilakukan hanya menggunakan 16 parameter dalam menentukan kekumuhan di tiap kelurahan. Terdapat tiga parameter yang tidak digunakan, yaitu ketidakterhubungan dengan sistem drainase perkotaan, tidak terpeliharanya drainase, dan tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan. Hal ini dikarenakan kondisi yang harus menyegerakan untuk mendapat klasifikasi tingkat permukiman kumuh di Kota Bogor sementara data yang dimiliki belum lengkap sepenuhnya. Wawancara yang dilakukan dengan Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Bogor menyatakan bahwa metode dalam
mengkategorikan permukiman kumuh perlu
dikembangkan seiring dengan perkembangan teknologi.
Penelitian yang dilakukan menitikberatkan pada analisis heterogenitas spasial. Keperluan akan pengujian heterogenitas spasial menjadi penting karena penunjukkan besar pengaruh tiap variabel bebas di tiap kelurahan dapat membantu pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh di Kota Bogor. Analisis regresi yang dilakukan dalam penelitian adalah dengan menggunakan metode GWR (Geographically Weighted Regression) dan GWRS (Geographically Weighted Regression Semiparametric). Metode GWR dan GWRS yang
dilakukan mampu menunjukkan besar pengaruh tiap variabel bebas terhadap permukiman kumuh dan menunjukkan pengaruh variabel bebas (parameter) apa yang paling berpengaruh di tiap kelurahan Kota Bogor. Harapan dari hasil penelitian adalah agar dapat membantu Pemerintah Kota Bogor untuk mengatasi masalah permukiman kumuh di Kota Bogor sesuai dengan parameter yang paling mempengaruhi munculnya permukiman kumuh tersebut pada tiap kelurahan yang diteliti.
I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dimunculkan berdasarkan latar belakang adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil klasifikasi tingkat permukiman kumuh di Kota Bogor berdasarkan 19 parameter Perda Kota Bogor No. 4 Tahun 2017?
2. Bagaimana hasil model permukiman kumuh beserta signifikansinya di Kota Bogor dengan menggunakan metode GWR dan metode GWRS?
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui hasil klasifikasi tingkat
permukiman kumuh di Kota Bogor
berdasarkan 19 parameter Perda Kota Bogor No. 4 Tahun 2017.
b. Mengetahui hasil model permukiman kumuh beserta signifikansinya di Kota Bogor dengan menggunakan metode GWR/GWRS.
Volume [10] , Nomor [3] , Tahun 2021, (ISSN : 2337-845X) 3 2. Manfaat
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Menunjukkan hasil klasifikasi tingkat
permukiman kumuh di Kota Bogor
berdasarkan 19 parameter Perda Kota Bogor No. 4 Tahun 2017.
b. Menunjukkan hasil model permukiman kumuh di Kota Bogor dengan menggunakan metode GWR/GWRS.
c. Membantu Pemkot Bogor dalam mengatasi masalah permukiman kumuh di Kota Bogor sesuai dengan variabel bebas yang paling berpengaruh di tiap kelurahan.
I.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan dibataskan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Wilayah penelitian adalah Kota Bogor, mencakup enam kecamatan dan 68 Kelurahan.
2. Penelitian yang dilakukan adalah klasifikasi tingkat permukiman kumuh Kota Bogor sesuai 19 parameter Perda Kota Bogor No. 4 Tahun 2017 menggunakan metode skoring dan mencari besar signifikansi hubungan tiap variabel bebas terhadap variabel terikat serta menunjukkan seluruh (20) variabel bebas yang paling berpengaruh menggunakan metode GWR dan GWRS yang merupakan metode pengembangan dari regresi global.
3. Acuan untuk penelitian yang dilakukan adalah Perda Kota Bogor No. 4 Tahun 2017 Tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, Surat Keputusan Wali Kota Bogor No. 653.45-282 Tahun 2019 Tentang Penetapan Lokasi Penanganan Permukiman Kumuh, dan ISO 19157:2013 Geographic Information – Data
Quality.
4. Variabel terikat (Y) yang dimaksud adalah Skor permukiman kumuh.
5. Variabel bebas (X) adalah kriteria permukiman kumuh, yaitu Ketidakteraturan bangunan (X1),
Tingkat kepadatan bangunan (X2),
Ketidaksesuaian dengan persyaratan teknis bangunan (X3), Cakupan pelayanan jalan lingkungan (X4), Kualitas permukaan jalan lingkungan (X5), Ketidaktersediaan akses aman air minum (X6), Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum (X7), Ketidakmampuan mengalirkan limpasan air (X8), Ketidaktersediaan drainase (X9), Ketidakterhubungan dengan sistem drainase perkotaan (X10), Tidak terpeliharanya drainase (X11), Kualitas konstruksi drainase (X12), Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai standar teknis (X13), Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan persyaratan teknis (X14), Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis (X15), Sistem pengelolaan persampahan yang tidak sesuai standar teknis (X16), Tidak terpeliharanya sarana
dan prasarana pengelolaan persampahan (X17), Ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran (X18), Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran (X19), dan Kependudukan (X20).
II. Tinjauan Pustaka
II.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Letak geografis Kota Bogor berada di antara 106o43’30” Bujur Timur - 106o51’00” Bujur Timur dan 6o30’30” Lintang Selatan - 6o41’00” Lintang Selatan. Lokasi wilayah ini memiliki potensi strategis karena berada di tengah Kabupaten Bogor dan sangat dekat dengan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Kota Bogor memiliki luas 11.850 Ha sehingga menjadi salah satu kota besar di Indonesia (Kotabogor, 2016).
Gambar 1 Wilayah penelitian II.2 Permukiman Kumuh
Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyebutkan bahwa permukiman kumuh adalah permukiman tidak layak huni karena bangunan yang tidak teratur, kepadatan bangunan tinggi, dan kualitas bangunan serta prasarana dan sarana tidak memenuhi syarat. Budiharjo (1997) menjelaskan bahwa kawasan permukiman kumuh adalah kualitas lingkungan hunian yang tidak layak huni dengan bermacam ciri yang buruk dan membahayakan keberlangsungan hidup penghuninya, seperti dikutip oleh Silvia (2017). Pendapat Khomarudin (1997) juga dijelaskan dalam jurnal tersebut bahwa penyebab tumbuhnya lingkungan yang kumuh adalah karena adanya migrasi dan urbanisasi yang tinggi.
Tingkat permukiman kumuh dibagi menjadi empat kategori, yaitu Tidak Kumuh, Kumuh Ringan, Kumuh Sedang, dan Kumuh Berat. Hal ini dijelaskan dalam lampiran Perda No.4 Tahun 2017. Suatu permukiman dikatakan kumuh atau tidak ditentukan berdasarkan bermacam aspek permukiman kumuh. Aspek permukiman kumuh yang dimaksud adalah
Volume [10] , Nomor [3] , Tahun 2021, (ISSN : 2337-845X) 4 bangunan gedung, jalan lingkungan, penyediaan air
minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan, proteksi kebakaran, pertimbangan lain, dan legalitas lahan.
II.3 Regresi Linier
Regresi global memiliki persamaan yang didefinisikan menggunakan metode Ordinary Least
Square (OLS). Metode OLS dapat menjelaskan
hubungan antara satu variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas. Metode ini menciptakan suatu kondisi yang disebut homogenitas spasial. Homogenitas spasial terjadi apabila respon tiap variabel bebas terhadap variabel terikat adalah sama di lokasi penelitian yang berbeda (Sugiarto, 2015). Persamaan yang dimiliki oleh regresi global dituliskan pada rumus (1) (Fotheringham dkk, 2002).
𝑦̂ = 𝛽𝑖 0+ ∑𝑝𝑘=1𝛽𝑘𝑥𝑖𝑘+ 𝜀𝑖 , 𝑖 = 1, 2, … , 𝑛 ... (1) 𝑦̂ 𝑖 : nilai observasi variabel terikat ke-i
𝑥𝑖𝑘 : nilai observasi variabel bebas ke-k pada lokasi
pengamatan ke-i
𝛽0 : konstanta/intercept
𝛽𝑘 : nilai fungsi variabel bebas 𝑥𝑘 pada pengamatan
ke-i
𝜀𝑖 : random error yang diasumsikan berdistribusi
N(0,σ2)
p : jumlah variabel bebas
II.4 Geographically Weighted Regression (GWR)
Geographically Weighted Regression (GWR)
merupakan pengembangan regresi global dimana pada lokasi penelitian yang berbeda nilai parameter regresinya berbeda pula. Perbedaan nilai parameter regresi di tiap lokasi penelitian memungkinkan untuk menganalisis heterogenitas spasial. Heterogenitas spasial terjadi apabila tiap variabel bebas memberikan respon yang berbeda terhadap variabel terikat di lokasi penelitian yang berbeda (Caraka dan Yasin, 2017). II.4.1 Pemodelan GWR
Model GWR menghasilkan penaksir parameter model yang bersifat lokal di tiap lokasi pengamatan. Model GWR dapat ditulis sesuai rumus (2) (Caraka dan Yasin, 2017).
𝑦̂ = 𝛽𝑖 0(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) + ∑𝑝𝑘=1𝛽𝑘(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖)𝑥𝑖𝑘+ 𝜀𝑖 , 𝑖 = 1, 2, … , 𝑛 ... (2)
𝑦̂𝑖 : nilai observasi variabel terikat ke-i
𝑥𝑖𝑘 : nilai observasi variabel bebas ke-k pada lokasi pengamatan ke-i
𝛽0(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) : konstanta/intercept pada pengamatan ke-i (𝑢𝑖𝑣𝑖) : menyatakan koordinat letak geografis (longitude, latitude) dari lokasi pengamatan ke-i 𝛽𝑘(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) : koefisien regresi variabel bebas ke-k pada
lokasi pengamatan ke-i
𝜀𝑖 : error pengamatan ke-i yang diasumsikan
identik, independen, dan berdistribusi normal dengan mean nol dan varian konstan σ2
p : jumlah variabel bebas II.4.2 Pemodelan GWRS
Fotheringham, dkk (2002) mengatakan bahwa model GWRS merupakan model yang terbentuk pada
model GWR jika terdapat beberapa koefisien pada model GWR yang bersifat konstan. Hal ini mengartikan model matematis GWRS seperti rumus (2) namun terdapat variabel yang konstan selain variabel intercept. Model GWRS dinyatakan juga sebagai model Mixed
Geographically Weighted Regression (MGWR). Perbedaan yang menonjol dari model GWR dengan GWRS adalah bahwa model GWRS menganalisis variabel bebas lokal yang pengaruhnya berbeda di tiap lokasi beserta variabel bebas global yang pengaruhnya konstan di tiap lokasi penelitian.
II.4.3 Pembobotan Model GWR/GWRS
Pembobot memiliki peran yang sangat penting dalam model GWR/GWRS karena nilainya mewakili
lokasi pengamatan. Pembobotan nilai model
GWR/GWRS dapat menggunakan banyak metode, salah satunya fungsi kernel. Pengestimasi parameter yang dapat digunakan melalui fungsi kernel yang dimaksud adalah fungsi jarak Gaussian (Gaussian
Distance Function), fungsi Exponential, fungsi Bisquare, dan fungsi kernel Tricube. Tiap Fungsi
pembobot dapat ditulis sesuai rumus (3) sampai rumus (6) (Yasin, 2011). 1. Gaussian: 𝑤𝑖𝑗(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) = 𝑒𝑥𝑝 (−12( 𝑑𝑖𝑗 ℎ) 2 ) ... (3) 2. Exponential: 𝑤𝑗(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) = √exp (− (𝑑𝑖𝑗 ℎ) 2 ) ... (4) 3. Bisquare: 𝑤𝑗(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) = {(1 − ( 𝑑𝑖𝑗 ℎ) 2 ) 2 , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑑𝑖𝑗≤ ℎ 0, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑑𝑖𝑗> ℎ ... (5) 4. Tricube: 𝑤𝑗(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) = {(1 − ( 𝑑𝑖𝑗 ℎ) 3 ) 3 , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑑𝑖𝑗≤ ℎ 0, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑑𝑖𝑗> ℎ ... (6) 𝑑𝑖𝑗= √(𝑢𝑖− 𝑢𝑗)2+ (𝑣𝑖− 𝑣𝑗)2 yang
merupakan jarak eucliden antara lokasi (𝑢𝑖− 𝑣𝑖) ke lokasi (𝑢𝑗− 𝑣𝑗) dan h adalah parameter non negatif
yang diketahui dan disebut parameter penghalus (bandwidth). Pemilihan bandwidth menjadi sangat penting karena pada fungsi kernel bandwidth merupakan pengontrol keseimbangan antara kesesuaian kurva terhadap data. Metode Akaike Information
Criterion Corrected (AICc) merupakan salah satu
metode yang digunakan untuk memilih bandwidth yang optimum.
Fathurahman (2009) menyebutkan bahwa AIC adalah metode yang digunakan untuk memilih model regresi terbaik. AIC memiliki kelebihan dibandingkan dengan R2 dalam tujuan peramalan (forecasting). Kelebihan ini membuat AIC mampu menjelaskan kecocokan model dengan data yang digunakan sebagai sampel dengan data di masa depan. AICc adalah AIC yang telah terkoreksi. Rumus dari AIC dan AICc sendiri dapat dilihat pada rumus (7) dan (8).
𝐴𝐼𝐶 = 2𝑘 − 2 ln(𝐿̂) ... (7) 𝐴𝐼𝐶𝑐 = 𝐴𝐼𝐶 +2𝑘(𝑘+1)
Volume [10] , Nomor [3] , Tahun 2021, (ISSN : 2337-845X) 5 𝑘 : jumlah parameter dalam model
𝐿̂ : nilai maksimum dari fungsi likelihood model 𝑛 : jumlah sampel
II.4.4 Uji Hipotesis Model GWR/GWRS
Uji hipotesis model GWR/GWRS dilakukan untuk menilai apakah terdapat perbedaan signifikan antara model regresi global dengan model GWR/GWRS. Uji ini juga dapat menilai kualitas model mana yang lebih baik antara penggunaan model regresi global dengan model GWR/GWRS. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut (Caraka dan Yasin, 2017):
H0: 𝛽𝑘(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) = 1, 2, ..., 𝑝 (tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara model
regresi global dengan model
GWR/GWRS).
H1: paling sedikit terdapat satu 𝛽𝑘(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) yang
berhubungan dengan lokasi (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) (terdapat perbedaan yang signifikan antara model regresi global dengan model GWR/GWRS)
𝐹∗=𝑆𝑆𝐸(𝐻0)/𝑑𝑓1
𝑆𝑆𝐸(𝐻1)/𝑑𝑓2 ... (9) Statistik uji yang digunakan adalah sesuai pada rumus (9) di atas. Caraka dan Yasin (2017) menyebutkan untuk mengambil keputusan tolak H0 jika 𝐹∗ lebih besar dibandingkan dengan F
tabel atau dapat dikatakan bahwa model GWR/GWRS memiliki
goodness of fit yang lebih baik daripada model regresi
global. 𝐹∗ akan mengikuti distribusi F dengan derajat
bebas 𝑑𝑓1 dan 𝑑𝑓2. Pemberian tingkat signifikansi sebesar α akan mengambil keputusan dengan menolak H0 jika nilai 𝐹∗> 𝐹𝛼;𝑑𝑓1;𝑑𝑓2. Pembandingan nilai F dilakukan dengan melalui tabel Analysis of Variance (ANOVA). Tabel ANOVA merupakan salah satu teknik analisis yang berfungsi untuk membedakan rerata lebih dari dua kelompok data dengan membandingkan variansinya.
Pengujian parameter dilakukan dengan menguji parameter secara parsial. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui parameter apa sajakah yang mempengaruhi variabel terikat secara signifikan. Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut.
H0: 𝛽𝑘(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) = 0 (pengaruh variabel bebas
tidak signifikan)
H1: 𝛽𝑘(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖) ≠ 0 ; 𝑘 = 1, 2, … , 𝑝 (pengaruh
variabel bebas signifikan) 𝑡 =𝜷̂𝑘(𝑢𝑖 ,𝑣𝑖)
𝜎
̂ √𝑔𝑘𝑘 ... (10) Statistik uji yang digunakan adalah sesuai pada rumus (10) di atas. t akan mengikuti distribusi t dengan derajat bebas 𝑑𝑓2. Pemberian tingkat signifikansi sebesar α akan mengambil keputusan dengan menolak H0 atau dapat dikatakan bahwa parameter 𝜷𝑘(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖)
signifikan terhadap model jika nilai dari |𝑡ℎ𝑖𝑡| >
𝑡𝛼/2;𝑑𝑓2. Variabel bebas memiliki respon atau pengaruh signifikan jika nilai |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔| > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙.
III. Metodologi Penelitian
III.1 Peralatan dan Data Penelitian
Peralatan dan data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
1. Peralatan Penelitian a. Perangkat keras
1) Laptop Acer Aspire E5-476G (Intel® CoreTM i5-8250U), Ram 8 GB, Sistem Operasi Windows 10 64 bit).
2) Kalkulator.
3) Alat tulis dan peralatan lainnya. b. Perangkat Lunak
1) Microsoft Office 2016 yang digunakan sebagai media penyusunan draft serta untuk penyusunan data variabel sebelum diolah oleh GWR4.
2) Google Earth Pro sebagai software untuk mengambil koordinat titik RW yang diduga kumuh berdasarkan dokumen
Rencana Penataan Lingkungan
Permukiman (RPLP) Tim KOTAKU. 3) Quantum GIS 3.4.14 yang berfungsi
sebagai alat pemetaan dan visualisasi model GWR dan model GWRS.
4) GWR4 yang digunakan sebagai alat untuk memodelkan GWR dan GWRS dengan menggunakan data variabel yang sudah disusun sebelumnya pada Microsoft Office, tepatnya Microsoft Excel dalam bentuk .csv.
2. Data Penelitian
a. Peta batas administrasi dan peta tutupan lahan (permukiman) dengan skala 1:5000 dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor (BAPPEDA).
b. Logbook yang berisi data kondisi bangunan gedung, kondisi jalan lingkungan, kondisi penyediaan air minum, kondisi drainase lingkungan, kondisi pengelolaan air limbah, kondisi pengelolaan persampahan, kondisi proteksi kebakaran, dan kependudukan dari Tim KOTAKU.
c. RPLP tiap kelurahan di Kota Bogor yang didapatkan dari Tim KOTAKU.
d. Surat Keputusan Wali Kota Bogor No. 653.45-282 Tahun 2019 Tentang Penetapan Lokasi Penanganan Permukiman Kumuh.
III.2 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Tujuh aspek yang dimaksud adalah bangunan, jalan lingkungan, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan, dan proteksi kebakaran.
Volume [10] , Nomor [3] , Tahun 2021, (ISSN : 2337-845X) 6
Gambar 2 Diagram alir penelitian III.3 Tahap Persiapan
Tahap persiapan terdiri dari studi literatur dan pengumpulan data yang merupakan tahapan yang krusial karena tahap ini menunjukkan data yang digunakan untuk penelitian. Peningkatan wawasan terkait permukiman kumuh dan metode penelitian data dibutuhkan untuk kelancaran penelitian yang akan dilakukan. BAPPEDA memberikan shapefile batas administrasi dan shapefile tutupan lahan yang mana hanya digunakan adalah pada objek permukiman. Tim KOTAKU kemudian memberikan logbook, SK Wali Kota Bogor No. 653.45-282 Tahun 2019 Tentang Penetapan Lokasi Penanganan Permukiman Kumuh, form baseline, dan RPLP tiap kelurahan di Kota Bogor.
III.4 Tahap Pra-pengolahan Data
III.4.1 Inventarisasi Data
Data utama yang diperoleh oleh Tim KOTAKU dan digunakan pada penelitian didapatkan dari hasil survei langsung dan wawancara. Satuan atau unit terkecil yang digunakan pada penelitian adalah tingkat kelurahan dengan koordinat pada tingkat RW. Hasil dari survey langsung dan wawancara tersebut dirangkum pada suatu logbook data permukiman kumuh. Logbook yang dimiliki oleh Tim KOTAKU digunakan sebagai data utama karena memiliki informasi lengkap terkait permukiman kumuh.
III.4.2 Verifikasi Data
Verifikasi data dilakukan hanya pada parameter X15 dan X17 serta hanya pada lima kelurahan, yaitu Bojongkerta, Sindangsari, Tajur, Tanahbaru, dan Tegallega. Hal ini dikarenakan bermacam keterbatasan yang dihadapi, seperti keterbatasan waktu serta situasi dan kondisi pandemik yang terjadi. Perbedaan data dikarenakan beda waktu survei dan faktor keterbatasan. III.4.3 Perhitungan Persentase Parameter Permukiman
Kumuh
Perhitungan persentase parameter dilakukan pada 19 parameter tingkat permukiman kumuh atau variabel X1 sampai variabel X19 dengan menggunakan rumus-rumus tertentu. Variabel tersebut dilakukan perhitungan persentase merujuk pada Perda Kota Bogor No. 4 Tahun 2017. Persentasi yang sudah dihitung selanjutnya digunakan untuk menentukan skor tiap variabel bebas sesuai ketentuan pada Perda Kota Bogor No. 4 Tahun 2017.
III.4.4 Perhitungan Nilai Numerik Parameter Permukiman Kumuh
Nilai numerik tiap variabel bebas diperlukan untuk melakukan analisis GWR dan GWRS. Nilai numerik dibutuhkan sebagai data masukan dalam melakukan analisis di software GWR4. Inventarisasi data yang dilakukan sebelumnya telah memberikan beberapa nilai numerik variable bebas. Nilai numerik variabel bebas yang belum didapatkan adalah variabel
Tahap Persiapan Tahap Pra-Pengolahan Tahap Pengolahan Tahap Analisis
Volume [10] , Nomor [3] , Tahun 2021, (ISSN : 2337-845X) 7 X2, X4, X9, dan X20 sehingga perlu dilakukan
perhitungan lebih lanjut untuk mendapatkan nilai numerik yang dibutuhkan pada variabel bebas tersebut. III.4.5 Penentuan Koordinat
Penentuan titik koordinat yang dilakukan merupakan koordinat UTM dari titik RW yang diduga kumuh. Dasar penentuan titik terduga kumuh adalah berdasarkan RPLP tiap kelurahan di Kota Bogor. RPLP menunjukkan titik yang diduga kumuh dalam bentuk laporan. Pemilihan titik dilakukan menggunakan Google Earth Pro sesuai petunjuk RW yang ada di RPLP dan hasil pemilihan dapat dilihat di Gambar 3.
Gambar 3 Sebaran titik terduga kumuh tiap kelurahan III.5 Tahap Pengolahan Data
III.5.1 Pengolahan Skoring Klasifikasi Tingkat Permukiman Kumuh
Data persentase parameter digunakan untuk penilaian skor permukiman kumuh tiap kelurahan di Kota Bogor sesuai dengan Perda No.4 Tahun 2017. Cara penentuan skor disesuaikan dengan nilai persentase dari parameter di tiap kriteria indikator permukiman kumuh yang ada atau pada 19 variabel bebas yang diteliti. Satu variabel bebas lain yang tidak termasuk adalah variabel X20, yaitu kependudukan. Skor yang didapat menjadikan suatu klasifikasi tingkat permukiman kumuh sesuai dengan Perda No. 4 Tahun 2017 yang dapat dilihat melalui Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi tingkat permukiman kumuh
No. Rentang Total Skor Kondisi Kekumuhan
1. 71 – 95 Kumuh Berat
2. 45 – 70 Kumuh Sedang
3. 19 – 44 Kumuh Ringan
4. < 19 Tidak Kumuh
III.5.2 Penyusunan Data Variabel
Keseluruhan data yang sudah didapatkan sebelumnya disusun secara rapi dan teratur agar dapat dilanjutkan untuk pengolahan data pada software GWR4. Penyusunan data variabel memiliki dua jenis. Salah satu jenis susunan berisi penyusunan data untuk digunakan pada metode penentuan skor klasifikasi kumuh sesuai Perda Kota Bogor No. 4 Tahun 2017 dan jenis lainnya berisi susunan data numerik untuk digunakan dalam pengolahan GWR dan GWRS.
III.5.3 Pengolahan GWR
Pengolahan GWR dilakukan untuk setiap kelurahan di Kota Bogor dengan memasukkan skor kelurahan sebagai variabel terikat yang digabungkan dengan tiap nilai numerik dari variabel bebas di tiap kelurahan masing-masing dan letak koordinat tiap kelurahan. Pengolahan GWR dilakukan dengan menggunakan software GWR4. Pemanggilan data masukan dilakukan dalam step pertama terhadap data yang telah disusun dengan comma delimited dalam format .csv. Pendefinisian model, variabel terikat, varibel bebas, lokasi serta pendefinisian koordinat dan pemilihan opsi lain dilakukan pada step kedua secara manual. Pemilihan tipe fungsi kernel menggunakan
Adaptive bi-square dengan pemilihan bandwidth
optimum menggunakan teknik Golden Section Search dengan nilai minimal 1 dan maksimal 68 yang menandakan terdapat 68 kelurahan yang diteliti. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan model yang terbaik adalah melalui nilai AICc terkecil. Pemilihan fungsi kernel sampai kepada kriteria nilai yang digunakan (AICc) dapat dilakukan di step ketiga. Pemilihan lokasi hasil keluaran pengolahan dilakukan di step keempat. Proses pengolahan dilakukan dengan memilih Execute this session yang berada pada step terakhir.
III.5.4 Pengolahan GWRS
Pengolahan data dilakukan juga dengan
menggunakan metode GWRS. Metode ini
mencampurkan pengaruh variabel bebas yang bersifat lokal dengan variabel bebas yang bersifat global (konstan) untuk setiap lokasi. Pendefinisian variabel bebas yang bersifat global dilakukan secara otomatis oleh software GWR4 dengan mengaktifkan fitur L->G
variable selection. Fitur ini mengartikan untuk menguji
variabel lokal dengan menjadikan sebagai variabel global, jika hasil keluaran menunjukkan nilai yang lebih baik maka variabel lokal tersebut dijadikan variabel global (fixed). Pengolahan metode GWRS dengan menggunakan GWR4 dilakukan seperti saat mengolah metode GWR, tetapi terdapat satu perbedaan dimana saat berada di step 2: Model melakukan pengaktifan pada fitur L->G variable selection. Variabel bebas lokal yang lebih baik jika dijadikan variabel global akan otomatis diubah oleh GWR4.
III.6 Tahap Analisis Data
Analisis yang dilakukan adalah dengan membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel untuk menilai
goodness of fit dari model yang digunakan. Hasil dari
pengujian tersebut akan menunjukan kualitas model mana yang lebih baik antara model regresi global dengan model yang diteliti. Pengujian signifikansi dilakukan untuk mengecek signifikansi dari pengaruh tiap variabel bebas pada model. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel.
Hasil pemetaan permukiman kumuh juga dilakukan terhadap model GWR dan model GWRS. Nilai skor permukiman kumuh dapat diperoleh dengan menggunakan model matematis yang didapat dari hasil pemodelan menggunakan GWR4. Hasil seluruh
Volume [10] , Nomor [3] , Tahun 2021, (ISSN : 2337-845X) 8 pemetaan permukiman kumuh di Kota Bogor dilakukan
validasi sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Pedoman validasi yang digunakan adalah ISO 19157:2013 Geographic Information – Data Quality dimana untuk populasi sebesar 68 membutuhkan minimal 13 titik sampel untuk validasi di lapangan. Titik sampel yang diambil adalah 14 titik sampel dan berada di seluruh kecamatan di Kota Bogor yang berjumlah enam kecamatan.
Validasi yang dilakukan memiliki keterbatasan dengan adanya situasi pandemik yang terjadi sehingga menghindarkan dari adanya kontak langsung dengan warga sekitar. Kondisi ini menyebabkan keterbatasan berupa berkurangnya informasi secara langsung oleh warga sekitar. Hasil validasi dilakukan persentase untuk melihat berapa persen ketepatan pemetaan permukiman kumuh terhadap seluruh metode yang digunakan untuk memetakan permukiman kumuh di Kota Bogor.
IV. Hasil dan Analisis
IV.1 Skoring Klasifikasi Tingkat Permukiman Kumuh
Tabel 2 Beberapa klasifikasi tingkat permukiman
kumuh
Kelurahan Total Skor Kriteria Kumuh
Babakan 35 KUMUH RINGAN
Babakanpasar 37 KUMUH RINGAN
Tanah Sareal 8 TIDAK KUMUH
Tegalgundil 38 KUMUH RINGAN
Tegallega 32 KUMUH RINGAN
Hasil seluruh pengolahan skoring yang dilakukan seperti contoh pada Tabel 2 menunjukkan terdapat empat kelurahan yang masuk dalam kriteria Tidak Kumuh dan 64 kelurahan masuk dalam kriteria Kumuh Ringan. Visualisasi permukiman kumuh menggunakan metode skoring dapat dilihat di Gambar 4.
Gambar 4 Permukiman kumuh metode skoring
Empat kelurahan yang masuk dalam kriteria Tidak Kumuh adalah Ciwaringin, Kedunghalang, Menteng, dan Tanah Sareal. Kelurahan dalam kriteria Kumuh Ringan yang berjumlah 64 adalah Babakan, Babakanpasar, Balumbang Jaya, Bantarjati, Baranangsiang, Batutulis, Bojongkerta, Bondongan, Bubulak, Cibadak, Cibogor, Cibuluh, Cikaret, Cilendek Barat, Cilendek Timur, Ciluar, Cimahpar, Cipaku, Ciparigi, Curug, Curugmekar, Empang, Genteng, Gudang, Gunungbatu, Harjasari, Katulampa, Kayumanis, Kebonkelapa, Kebonpedes, Kedungbadak, Kedungjaya, Kedungwaringin, Kencana, Kertamaya,
Lawanggintung, Loji, Margajaya, Mekarwangi, Muarasari, Mulyaharja, Pabaton, Pakuan, Paledang, Pamoyanan, Panaragan, Pasirjaya, Pasirkuda, Pasirmulya, Rancamaya, Ranggamekar, Semplak, Sempur, Sindangbarang, Sindangrasa, Sindangsari, Situgede, Sukadamai, Sukaresmi, Sukasari, Tajur, Tanahbaru, Tegalgundil, dan Tegallega.
Surat Keputusan Wali Kota Bogor No. 653.45-282 Tahun 2019 Tentang Penetapan Lokasi Penanganan Permukiman Kumuh menyatakan 61 kelurahan di Kota Bogor yang termasuk dalam kategori kumuh. Tujuh kelurahan yang tidak masuk dalam SK Wali Kota Bogor atau berarti bahwa kelurahan tersebut Tidak Kumuh adalah Bojongkerta, Curug, Rancamaya, Sindangsari, Tajur, Tanahbaru, dan Tegallega. Hal ini menunjukkan perbedaan dengan hasil penelitian yang dilakukan dimana terdapat empat kelurahan yang masuk dalam kategori Tidak Kumuh. Keempat kelurahan yang dimaksud juga dinyatakan sebagai kelurahan kumuh di SK Wali Kota Bogor.
IV.2 Pengolahan Regresi Global
IV.2.1 Analisis Model Regresi Global
Model matematis yang dihasilkan pada regresi global hanya satu karena tiap pengaruh parameter adalah sama di tiap lokasi atau kelurahan yang diteliti. Hasil model matematis regresi global adalah 𝑦̂ = 29,513584 + 0,001402𝑋1+ 0,000000𝑋2+ 0,003394𝑋3+ 0,000645𝑋4+ 0,000005𝑋5+ 0,000334𝑋6+ 0,002779𝑋7+ 0,000001𝑋8+ 0,000282𝑋9+ 0,000832𝑋10+ 0,000086𝑋11− 0,000205𝑋12− 0,002847𝑋13− 0,002528𝑋14+ 0,005214𝑋15+ 0,002787𝑋16− 0,003285𝑋17− 0,000317𝑋18− 0,003064𝑋19− 0,000001𝑋20.
IV.2.2 Analisis Signifikansi Variabel Bebas Model Regresi Global
Parameter penilaian dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Pengaruh Signifikan ditunjukkan dengan |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔| >
𝑡(0,025;10)= 2,228139. Hasil uji signifikansi pada model regresi global menunjukkan bahwa secara umum di Kota Bogor variabel yang berpengaruh secara Signifikan adalah variabel Cakupan pelayanan jalan lingkungan (X4), Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis (X15), Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran (X19), dan Kependudukan (X20).
IV.3 Pengolahan GWR
IV.3.1 Analisis Model GWR
Model matematis GWR yang dihasilkan terdapat 68 model karena masing-masing kelurahan memiliki model matematis GWR yang berbeda. Visualisasi permukiman kumuh model GWR dapat dilihat pada Gambar 5. Model matematis GWR secara umum atau dari rerata 68 model yang dihasilkan dari pengolahan menggunakan GWR4 adalah 𝑦̂ = 30,15405696 + 0,001534971X1+ 0,000000X2+ 0,002055794X3+ 0,000569912X4+
0,00000257353X5+ 0,000486X6+ 0,003372426X7− 0,000000852941X8+
Volume [10] , Nomor [3] , Tahun 2021, (ISSN : 2337-845X) 9 0,000284382X9+ 0,000854618X10+ 0,0000909706X11− 0,000212515X12− 0,004070074X13− 0,001910971X14+ 0,004669485X15+ 0,002844687X16− 0,002577338X17− 0,000503103X18− 0,003495162X19− 0,000000970588X20.
Gambar 5 Permukiman kumuh model GWR
Keputusan menolak H0 dilakukan dengan tabel ANOVA menggunakan kriteria 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >
𝐹(0,05;10;38)= 2,090856. Tabel ANOVA yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel ANOVA tersebut menunjukkan bahwa Fhitung < Ftabel. Hasil F ini menunjukkan untuk menerima H0 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara model regresi global dengan model GWR.
Tabel 3 Tabel ANOVA GWR Sumber
Keragaman SSE df SSE/df Fhitung Ftabel
Global Residuals 1598,704 47,000 GWR Improvement 510,604 9,162 55,730 GWR Residuals 1088,101 37,838 28,757 1,937952 2,090856
IV.3.2 Analisis Signifikansi Variabel Bebas Model GWR
Analisis signifikansi hubungan variabel dilakukan untuk setiap kelurahan yang berbeda karena tiap kelurahan memiki nilai t yang berbeda untuk tiap variabel bebas yang diteliti. Kriteria uji signifikansi hubungan untuk menolak H0 adalah |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔| >
𝑡(0,025;38)= 2,024394. Hasil uji signifikansi pada
model GWR menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh secara Signifikan di Kota Bogor adalah variabel Cakupan pelayanan jalan lingkungan (X4), Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis (X15), Sistem pengelolaan persampahan yang tidak sesuai standar teknis (X16), Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan (X17), Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran (X19), dan Kependudukan (X20). Variabel Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis (X15) berpengaruh Signifikan di seluruh kelurahan Kota Bogor.
IV.4 Pengolahan GWRS
IV.4.1 Analisis Model GWRS
Model matematis GWRS yang dihasilkan berjumlah 68. Nilai skor permukiman kumuh model
GWRS berbeda dengan GWR, tetapi untuk
visualisasinya sama seperti model GWR sehingga dapat dilihat melalui Gambar 5. Model matematis GWRS secara umum yang dihitung melalui rerata tiap kelurahan adalah 𝑦̂ = 30,09097479 + 0,001632X1+ 0,000000X2+ 0,002071176X3+ 0,000571809X4+ 0,00000226471X5+ 0,000506721X6+ 0,003274456X7− −0,00000117647X8+ 0,000279426X9+ 0,000866868X10+ 0,0000899706X11− 0,000210088X12− 0,004065338X13− 0,001911588X14+ 0,004682809X15+ 0,002819368X16− 0,002607706X17− 0,000498279X18− 0,003503838X19− 0,000000970588X20.
Tabel ANOVA GWRS digunakan untuk menguji hipotesis model. Tabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Kriteria nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔> 𝐹(0,05;9;39) =
2,130597 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara model regresi global dengan model GWRS. Kriteria ini menyatakan untuk menolak H0.
Tabel 4 Tabel ANOVA GWRS Sumber
Keragaman SSE df SSE/df Fhitung Ftabel
Global Residuals 1598,704 47,000 GWR Improvement 504,506 8,346 60,451 GWR Residuals 1094,198 38,654 28,307 2,135512 2,130597
IV.4.2 Analisis Signifikansi Variabel Bebas Model GWRS
Kriteria uji signifikansi hubungan yang digunakan adalah |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔| > 𝑡(0,025;39)= 2,022691
untuk menolak H0 yang berarti variabel bebas berpengaruh Signifikan. Tiap variabel bebas memiliki pengaruh yang berbeda di tiap kelurahan yang berbeda. Hasil uji signifikansi pada model GWRS menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh secara Signifikan di Kota Bogor adalah variabel Cakupan pelayanan jalan lingkungan (X4), Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis (X15), Sistem pengelolaan persampahan yang tidak sesuai standar teknis (X16), Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan (X17), Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran (X19), dan Kependudukan (X20). Variabel Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis (X15) dan Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran (X19) berpengaruh Signifikan di seluruh kelurahan Kota Bogor.
IV.5 Perbandingan Model
IV.5.1 Perbandingan Signifikansi Parameter GWR/GWRS
Perbandingan dilakukan untuk menjelaskan perbedaan signifikansi antara model GWR dengan GWRS. Perbandingan akan menunjukkan kelurahan apa yang memiliki pengaruh beda antara kedua model yang diolah. Keseluruhan perbedaan pengaruh ini adalah pengaruh Signifikan pada model GWRS namun Tidak Signifikan pada model GWR. Penjelasan secara rinci adalah sebagai berikut:
Volume [10] , Nomor [3] , Tahun 2021, (ISSN : 2337-845X) 10 1. Parameter X16 memiliki perbedaan signifikansi
pengaruh parameter pada Kelurahan Loji di Kecamatan Bogor Barat serta Kelurahan Kebon Kelapa dan Kelurahan Cibogor di Kecamatan Bogor Tengah.
2. Parameter X17 memiliki perbedaan pengaruh di Kelurahan Sempur, Kecamatan Bogor Tengah. 3. Parameter X19 memiliki pengaruh berbeda di
Kelurahan Kayumanis, Kelurahan Mekarwangi, dan Kelurahan Kencana pada Kecamatan Tanah Sereal serta Kelurahan Ciparigi, Kelurahan Tanahbaru, dan Kelurahan Ciluar pada Kecamatan Bogor Timur.
4. Parameter lain memiliki besar signifikansi beda namun pengaruh dan pola persebarannya sama. 5. Model GWRS lebih sensitif untuk memberikan
hasil pengaruh Signifikan dibandingkan model GWR dalam penelitian yang dilakukan.
IV.5.2 Perbandingan Kriteria Model
Perbandingan dilakukan untuk menunjukkan model mana yang dapat memodelkan permukiman kumuh di Kota Bogor dengan lebih baik. Nilai yang diambil untuk membandingkan model adalah nilai
Fhitung, AIC, SSE atau RSS, dan R2. Tabel perbandingan
model dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Perbandingan ketiga model
Model Fhitung AIC SSE R2
Regresi
Global - 451,681641 1598,704490 0,514679
GWR Fhitung < Ftabel 436,859197 1088,100599 0,669684
GWRS Fhitung > Ftabel 436,300307 1094,198052 0,667833
Hasil analisis uji F dari suatu model dapat menunjukkan goodness of fit dari model regresi global lebih baik dari model yang dihitung atau tidak. Nilai uji F dibandingkan untuk melihat goodness of fit model terbaik. Nilai Fhitung dari model GWRS lebih tinggi jika dibandingkan dengan model GWR, yaitu 2,135512 > 1,937952. Nilai AIC menunjukkan model mana yang lebih baik untuk memodelkan permukiman kumuh di Kota Bogor. Model terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC minimum, yaitu GWRS dengan nilai 436,300307 sehingga menunjukkan bahwa model GWRS adalah model yang terbaik untuk memodelkan permukiman kumuh di Kota Bogor.
Nilai SSE atau RSS menunjukkan nilai galat kesalahan dalam mengestimasi nilai 𝑦̂. Hal ini mengartikan bahwa model GWR memiliki nilai galat kesalahan terkecil dalam mengestimasi nilai 𝑦̂, yaitu sebesar 1088,100599. Nilai R2 menunjukkan besar kemampuan variabel bebas dalam mendeskripsikan variabel terikatnya. Model GWR memiliki besar
kemampuan variabel bebas terbaik untuk
mendeskripsikan variabel terikatnya, yaitu sebesar 66,9684%. Model terbaik yang dipilih untuk memodelkan permukiman kumuh di Kota Bogor adalah GWRS. Hal ini dikarenakan model GWRS memiliki nilai AIC terkecil, walaupun nilai SSE dan R2 model tidak sebaik model GWR. Nilai AIC dijadikan patokan karena merupakan nilai pemilihan model terbaik, terutama dalam tujuan peramalan (forecasting).
IV.6 Validasi Lapangan
Persentase dari hasil validasi lapangan terhadap ketiga metode diuraikan sesuai dengan nomor. Ketiga metode yang dimaksud adalah metode skoring, metode GWR dan metode GWRS. Persentase dihitung berdasarkan kategori tingkat kekumuhan. Uraian yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Metode Skoring
Hasil validasi tingkat permukiman kumuh berdasarkan klasifikasi permukiman kumuh
dengan menggunakan metode skoring
menunjukkan bahwa terdapat empat kelurahan yang klasifikasinya salah. Adapun persentase kebenaran klasifikasi berdasarkan hasil validasi yang dilakukan adalah sebesar 71,429% yang didapatkan dari 10
14𝑥100% = 71,429%.
2. Metode GWR
Metode GWR memiliki satu kesalahan klasifikasi berdasarkan hasil validasi yang dilakukan. Persentase kebenaran klasifikasi tingkat permukiman kumuh pun menunjukkan nilai 92,857%. Nilai persentase tersebut didapatkan dari 1314𝑥100% = 92,857%.
3. Metode GWRS
Metode GWRS memiliki kesalahan klasifikasi yang sama dengan metode GWR berdasarkan hasil validasi. Persentase kebenaran klasifikasi permukiman kumuh adalah 92,857% dengan nilai persentase yang didapatkan dari 13
14𝑥100% =
92,857%.
V. Kesimpulan dan Saran V.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua kelas permukiman kumuh yang ada di Kota Bogor, yaitu Tidak Kumuh dan Kumuh Ringan. Kelurahan yang masuk dalam kelas Tidak Kumuh berjumlah empat, yaitu Ciwaringin, Kedunghalang, Menteng, dan Tanah Sareal. Kelurahan yang masuk dalam kelas Kumuh Ringan adalah 64 kelurahan lain di Kota Bogor. Skor klasifikasi kumuh terendah adalah Kedunghalang dengan skor 7, sedangkan skor klasifikasi kumuh terbesar adalah Balumbang Jaya dengan skor 41. Pola permukiman kumuh di Kota Bogor menunjukkan pola yang mengelompok dan tidak teratur. 2. Penjelasan dibagi sesuai bahasan agar lebih
mudah dibaca dan dipahami. a. Model GWR
Hasil model permukiman kumuh model GWR menunjukkan terdapat tiga permukiman yang termasuk klasifikasi Tidak Kumuh dan 65 permukiman lain Kumuh Ringan. Tiga kelurahan yang dimaksud adalah Kelurahan Kedunghalang, Kelurahan Tanah Sareal, dan Kelurahan Kebonpedes. Skor permukiman kumuh tertinggi dimiliki oleh Kelurahan Bubulak dengan skor 42,25261. Hasil uji F menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
Volume [10] , Nomor [3] , Tahun 2021, (ISSN : 2337-845X) 11 yang signifikan antara model regresi global
dengan model GWR. Nilai AIC menunjukkan bahwa GWR lebih baik dalam memodelkan permukiman kumuh dibandingkan model regresi global. Nilai SSE menunjukkan GWR merupakan model terbaik yang memiliki galat kesalahan terkecil. Nilai R2 menunjukkan pula bahwa GWR merupakan model terbaik dalam
kemampuan variabel bebas untuk
mendeskripsikan variabel terikatnya. Pengaruh Signifikan yang diberikan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam model GWR terdapat enam variabel bebas. Keenam variabel bebas yang dimaksud adalah X4, X15, X16, X17, X19, dan X20. Variabel X15 berpengaruh Signifikan di setiap kelurahan Kota Bogor.
b. Model GWRS
Hasil klasifikasi model permukiman kumuh GWRS sama seperti model GWR. Skor permukiman kumuh tertinggi dimiliki oleh Kelurahan Bubulak dengan skor 42,21449. Uji F menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara model GWRS dengan model regresi global. Nilai AIC menunjukkan GWRS merupakan model terbaik dalam memodelkan permukiman kumuh di Kota Bogor. Nilai SSE menunjukkan model GWRS memiliki galat kesalahan lebih kecil daripada model regresi global. Kemampuan variabel bebas untuk mendeskripsikan variabel terikat pada model GWRS lebih baik dibanding model regresi global. Banyak dan jenis variabel bebas yang berpengaruh Signifikan pada model GWRS sama seperti model GWR, tetapi pengaruh yang dihasilkan berbeda. Enam variabel bebas sama seperti model GWR, yaitu X4, X15, X16, X17, X19, dan X20. Variabel X15 dan X19 berpengaruh Signifikan di seluruh kelurahan Kota Bogor.
V.2 Saran
Saran dalam penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian menunjukkan agar Pemerintah Kota Bogor berfokus kepada penanganan permukiman kumuh sesuai dengan kriteria yang disebut dalam penelitian ini sebagai variabel bebas X4, X15, X16, X17, X19, dan X20. Fokus penanganan kriteria lebih diutamakan lagi bagi variabel X15 dan X19.
2. Melakukan analisis penelitian yang lebih detail, misalnya dalam tingkat kelurahan berbasis data RW jika memiliki skala data seperti penelitian ini yang skalanya besar.
3. Melakukan verifikasi data untuk tiap parameter. 4. Validasi lapangan sebaiknya dilakukan pada
validasi ketepatan signifikansi parameter karena untuk validasi tingkat kekumuhan memerlukan kompetensi khusus terkait bidang tersebut. 5. Lakukan survei lapangan terlebih dahulu kepada
Dinas Perumahan dan Permukiman, terutama Tim KOTAKU.
6. Menambahkan pengaruh variabel bebas dari faktor pertimbangan lain selain kependudukan. 7. Menggunakan model lain yang menguji
heterogenitas spasial untuk memodelkan permukiman kumuh.
8. Memodelkan permukiman kumuh di kota-kota yang lebih besar lagi dibandingkan dengan Kota Bogor.
DAFTAR PUSTAKA
Budiharjo. 1997. Lingkungan Binaaan dan Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Andi Offset, ISBN: 979-533-458-1.
Caraka, R. E., dan Yasin, H. 2017. Geographically
Weighted Regreession (GWR) Sebuah
Pendekatan Regresi Geogragis. Yogyakarta: MOBIUS Graha Ilmu, ISBN: 978-602-19479-8-2.
https://zenodo.org/record/1168741
Fathurahman, M. 2009. Pemilihan Model Regresi Terbaik Menggunakan Metode Akaike’s
Information Criterion dan Schwarz Information Criterion. Jurnal Informatika Mulawarman, 4(3), 37-41.
Fotheringham, A. S., Brunsdon, C., dan Charlton, M. 2002. Geographically Weighted Regression. Chichester: John Wiley & Sons LTD, ISBN: 0-471-49616-2.
ISO. 2013. ISO 19157 Geographic Information – Data
Quality.
Khomarudin. 1997. Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Pemukiman. Jakarta: Yayasan REI – PT. Rakasindo.
Kotabogor. 2016. Letak Geografis Kota Bogor.
https://kotabogor.go.id/index.php/page/detai l/9/letak-geografis. Diakses pada 8 April 2020.
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
Silvia, C. S., 2017. Identifikasi Karakteristik dan Pemetaan Tingkat Kekumuhan Kawasan Permukiman Kumuh Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan. Jurnal Universitas Teuku Umar, 3(4), 1-12.
Sugiarto dan Arsyadana, H. H. 2015. Perbandingan Regresi Global dan Geographical Weighted
Regression (GWR) pada Model Kasus
Prevalensi Penyakit Hepatitis. Statistika, 3(2), 31-40.
Surat Keputusan Wali Kota Bogor No. 653.45-282 Tahun 2019 Tentang Penetapan Lokasi Penanganan Permukiman Kumuh.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Yasin H. 2011. Pemilihan Variabel pada Model
Geographically Weighted Regression. Media Statistika, 4(2), 63-72.