• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PELAKSANAAN SISTEM PEMBERIAN KREDIT SECARA SECARA JOINT FINANCING DENGAN PEMBERIAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PELAKSANAAN SISTEM PEMBERIAN KREDIT SECARA SECARA JOINT FINANCING DENGAN PEMBERIAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PELAKSANAAN SISTEM PEMBERIAN KREDIT SECARA SECARA JOINT FINANCING DENGAN PEMBERIAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN A. Manfaat Joint Financing Kredit

1. Bagi Kreditur

Pemberian Kredit dalam jumlah besar untuk membiayai proyek-proyek tertentu secara joint financing 53 kepada debitur dari dan oleh kreditur secara bersama-sama dengan kreditur lainnya sangat bermanfaat dan memberikan beberapa keuntungan. Beberapa manfaat dan keuntungan tersebut bagi kreditur atau bank antara lain :54

1. Bagi bank yang sebelumnya tidak memiliki hubungan dengan debitur, keikut sertaannya memberikan kesempatan baginya untuk menjalin hubungan dengan debitur yang bersangkutan. Bagi bank hubungan ini sangat menguntungkan terutama apabila debitur merupakan pengusaha besar yang memiliki reputasi sangat bagus dalam dunia bisnis.

2. Untuk mengatasi masalah Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau Legal Lending Limit. Apabila permintaan kredit yang diajukan oleh debitur bank sedemikan besar jumlahnya sehingga tidak mungkin dibiayai seluruhnya oleh bank itu sendiri tanpa melanggar BMPK, sedangkan bank tidak ingin kehilangan (melepas) hubungan dengan debitur tersebut. Bila hal ini terjadi, sudah tentu merupakan kerugian besar bagi bank tersebut dan bahkan tidak mustahil bank lain yang menampung debitur tersebut akan mengambil alih semua kredit yang telah diberikannya.

3. Menambah salah satu pendapatan bank yang berasal fee based income disamping pendapatan atas bunga kredit. Perlu dipahami bahwa pada pemberian kredit biasa, bank pemberi kredit hanya akan memperoleh bunga atas pemberian kredit itu dan tidak dimungkinkan untuk untuk menarik pembayaran fee debitur.

53Pada prinsipnya sifat pemberian kredit secara joint financing hampir sama dengan pemberian

kredit secara sindikasi, karena sama-sama diberikan oleh lebih dari satu kreditur pada seorang debitur untuk pembiayaan proyek-proyek tertentu dalam jumlah besar sehingga secara umum manfaat kedua jenis kredit tersebut adalah hampir sama.

54Sutan Remy, Sjahdeini, Kredit Sindikasi Proses, Teknik Pemberian, dan Aspek Hukumnya,

(2)

4. Memungkinkan bagi suatu bank untuk berbagi resiko dengan bank-bank lainnya. Bentuk kredit ini adalah suatu teknik bagi suati bank untuk dapat menyebarkan risiko dalam pemberian kredit. Karena itu biasanya tidak cocok untuk kredit yang jumlahnya kecil.

5. Menjaga likuiditas dari bank itu sendiri karena kredit dalam jumlah yang sangat besar sangat berpengaruh bagi bank yang terbatas likuiditasnya.

6. Meningkatkan reputasi bank dikalangan perbankan dan dunia usaha pada umumnya.

2. Bagi Debitur

Karena tidak semua debitur bisa mendapat fasilitas kredit joint financing dan tidak semua kreditur bersedia memberikan fasilitas tersebut, maka bagi debitur tentunya dalam hal ini sangat banyak memberikan manfaat. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai berikut :55

1. Merupakan cara cepat untuk memperoleh pembiayaan dibandingkan dengan menerbitkan obligasi (bonds) atau menjual saham dipasar modal.

2. Tidak terlalu menuntut debitur untuk melakukan pengungkapan (disclosure) mengenai hal-hal yang menyangkut perusahaannya, seperti halnya apabila debitur harus menerbitkan obligasi (bonds) atau menerbitkan saham-saham baru (equity issue) melalui pasar modal. Untuk memperoleh kredit, debitur tidak harus memperoleh rating dari suatu lembaga pemeringkat (rating agency) seperti halnya Moody’s atau Standard & Poor’s.

3. Memungkinkan bagi debitur untuk memupuk track record dengan banyak bank. Hal ini sangat menguntungkan bagi debitur karena memberikan kesempatan bagi debitur untuk dikemudian hari berhubungan dalam memperoleh berbagai fasilitas perbankan yang diperlukannya dengan kreditur atau bank lainnya yang sebelumnya belum dikenal oleh debitur dan belum mengenal debitur.

4. Pemberian kredit dipublikasikan, dengan demikian dicatat oleh kalangan perbankan, maka pemberian kredit tersebut kepada debitur sudah tentu menambah reputasi atau kredibilitas dari debitur tersebut dimata dunia perbankan, lebih-lebih lagi bila para krediturnya terdiri dari bank-bank yang ternama. Meningkatnya reputasi debitur tersebut akan sangat sangat menguntungkan dikemudian hari apabila debitur tersebut perlu menggunakan

(3)

fasilitas perbankan tidak hanya dari kreditur atau bank yang ikut dalam joint financing kredit namun juga dari bank-bank lain diluar itu.

Selain itu manfaat lainnya sehingga dipilih sistem joint financing kredit dengan kreditur lainnya bagi debitur adalah :

a. sebagai salah satu jalan keluar bagi debitur yang membutuhkan dana guna kelangsungan atau pengembangan proyek yang telah berjalan namun karena aturan-aturan dan kebijakan pada suatu bank maka tidak memungkinkan untuk dilakukan top up (penambahan hutang);

b. agar tetap terjalin hubungan baik dengan kreditur pertama atau sebelumnya, terlebih lagi bila dikarenakan si debitur dapat tumbuh dan besar karena binaan dari kreditur pertama;

c. untuk menekan jumlah biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh debitur jika dibandingkan harus mengajukan permohonan kredit baru pada kreditur baru lainnya sedangkan proyek usaha debitur masih dalam tahap pembangunan atau belum dapat memperoleh penghasilan maksimal karena baru sedang berjalan;

B. Skema Pemberian Kredit Joint Financing

Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara kreditur dan debitur wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian, yaitu perjanjian kredit. Namun sebelum sampai tahap tersebut, umumnya bank akan melakukan analisa atas kelayakan permohonan kredit. Selanjutnya bank akan menyetujui atau menolak permohonan kredit. Jika bank menyetujuinya, maka kepada calon debitur diserahkan offering letter

(4)

(surat persetujuan prinsip/penawaran kredit). Dalam offering letter (OL) tersebut umumnya berisikan syarat dan ketentuan pemberian kredit yang harus disetujui oleh si calon debitur. Apabila disetujui segala persyaratan yang termuat dalam OL, maka akan dilanjutkan dengan pengikatan kredit dan jaminan sebagaimana akan lebih jelas dalam skema gambar dibawah ini :

Keterangan :

- Pada fase I, Kreditur Pertama dengan Debitur menandatangani Perjanjian Kredit (PK-I) secara bilateral sebagai bukti pelaksanaan persetujuan kredit, kemudian dilanjutkan dengan menandatangani akta pengikatan jaminan, misal: untuk jaminan berbentuk tanah dan bangunan yang bersertipikat dilakukan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atau Akta Pemberian Hak Tanggungan untuk pembebanan Hak Tanggungan (HT peringkat I).

- Kemudian pada fase II, Kreditur Kedua dengan Debitur juga menandatangani Perjanjian Kredit (PK-II) secara bilateral dan terpisah dari perjanjian kredit diatas (dilakukan setelah permohonan kredit debitur disetujui oleh kreditur

(5)

kedua, umumnya disebabkan karena kreditur pertama tidak dapat memberikan tambahan fasilitas kepada debitur dan dilakukan setelah waktu tertentu) lalu diikuti dengan pengikatan jaminan yaitu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atau Akta Pemberian Hak Tanggungan peringkat II (dua) untuk Kreditur Kedua, karena jaminan yang diserahkan adalah sama yaitu tanah dan bangunan yang bersertipikat dan telah dibebani Hak Tanggungan peringkat I untuk kepentingan Kreditur Pertama.

- Pada fase selanjutnya antara Kreditur Pertama, Kreditur Kedua dan Debitur dalam suatu sistem pemberian kredit secara joint financing lalu menandatangani akta perjanjian berbagi jaminan, akta perjanjian pengelolaan rekening guna penunjukan agen, mengatur segala hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam hal administrasi dokumentasi, pembagian jaminan secara paripassu bila debitur wanprestasi dan menatausahakan segala bentuk penerimaan dan pembayaran dari debitur kepada masing-masing kreditur dalam suatu rekening, baik itu rekening operasional maupun rekening penampungan.

C. Perjanjian Kredit antara Bank dengan Debitur 1. Perjanjian Kredit

Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata dimana perjanjian menurut pasal tersebut dirumuskan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Menurut R. Setiawan, rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas, seharusnya perjanjian harus

(6)

diartikan sebagai suatu perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.56

Pemberian kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian yaitu perjanjian kredit. Istilah perjanjian kredit tidak dikenal dalam Undang-Undang Perbankan, tetapi pengertian kredit dalam Undang-Undang Perbankan mencantumkan kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam. Kata-kata tersebut menegaskan bahwa hubungan kredit adalah hubungan yang berdasar pada perjanjian atau kontraktual yang berbentuk pinjam meminjam. Perjanjian kredit itu sendiri mengacu pada perjanjian pinjam meminjam. Dalam Pasal 1754 KUH Perdata disebutkan bahwa perjanjian pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Pendapat lain dikemukakan Sutan Remy Sjahdeini, yaitu bahwa perjanjian kredit bukanlah perjanjian riil seperti halnya perjanjian pinjam meminjam. Perjanjian kredit berakar dari perjanjian pinjam meminjam dan berbeda dengan perjanjian

56 Hasanuddin, Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia,

(7)

pinjam meminjam dalam KUH Perdata. Perjanjian kredit memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Ciri-ciri pembeda itu adalah:57

- Sifat konsensual dari suatu perjanjian kredit merupakan ciri pertama yang membedakan dari perjanjian pinjam meminjam uang yang bersifat riil. Perjanjian kredit adalah perjanjian loan of money menurut hukum Inggris yang dapat bersifat riil maupun konsensual, tetapi bukan perjanjian peminjaman yang menurut hukum Indonesia yang bersifat riil. Bagi perjanjian kredit yang jelas-jelas mencantumkan syarat-syarat tangguh tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu merupakan perjanjian konsensual sifatnya. Setelah perjanjian kredit ditandatangani, nasabah debitur belum berhak menggunakan atau melakukan penarikan kredit. Atau sebaliknya setelah ditandatanganinya kredit, belumlah menimbulkan kewajiban bagi bank untuk menyediakan kredit sebagaimana yang diperjanjikan. Hak nasabah debitur untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit, masih bergantung pada terpenuhinya semua syarat yang ditentukan di dalam perjanjian kredit.

- Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan tertentu oleh nasabah debitur, seperti pada perjanjian peminjaman uang biasa. Pada perjanjian kredit, kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian dan pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu menimbulkan hak kepada bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh baki debet atau outstanding kredit. Hal ini berarti nasabah debitur bukan merupakan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya berdasarkan perjanjian kredit itu, sebagaimana bila seandainya perjanjian kredit itu adalah perjanjian peminjaman uang. Dengan kata lain, perjanjian kredit bank tidak mempunyai ciri yang sama dengan perjanjian pinjam meminjam atau pinjam mengganti. Oleh karena itu, terhadap perjanjian kredit bank tidak berlaku ketentuan-ketentuan Bab XIII Buku Ketiga KUH Perdata.

- Yang membedakan perjanjian kredit bank dari perjanjian peminjaman uang adalah mengenai syarat cara penggunaannya. Kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu, yaitu dengan menggunakan cek atau perintah pemindahbukuan. Pada perjanjian peminjaman uang biasa, uang yang dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditur ke dalam kekuasaan debitur dengan tidak disyaratkan bagaimana cara debitur akan menggunakan uang pinjaman itu. Pada perjanjian kredit bank, kredit tidak pernah diserahkan oleh bank ke dalam kekuasaan mutlak nasabah debitur. Kredit selalu diberikan dalam bentuk rekening koran yang penarikan dan penggunaannya selalu berada dalam pengawasan bank.

57 Johannes, Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Dalam Upaya Penyelesaian Kredit

(8)

Disamping pendapat diatas, pendapat lain juga dikemukakan oleh Djuhaendah Hasan bahwa perjanjian kredit juga memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam, yaitu bahwa :58

- Perjanjian kredit selalu bertujuan dan tujuan tersebut biasanya berkaitan dengan program pembangunan. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam tidak ada ketentuan tersebut dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas. - Dalam perjanjian kredit sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank

atau lembaga pembiayaan (pegadaian, anjak piutang atau factoring, leasing yang memiliki kegiatan hampir sama dengan bank) dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam pemberian pinjaman dapat dilakukan oleh individu.59

- Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Bagi perjanjian pinjam meminjam berlaku ketentuan umum dari buku III dan bab XIII buku III KUH Perdata. Sedangkan bagi perjanjian kredit akan berlaku ketentuan dalam UUD 1945, ketentuan bidang ekonomi, ketentuan umum KUH Perdata khususnya buku III, UU Perbankan, Paket Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Bidang Ekonomi terutama bidang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia (PBI), Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) dan peraturan terkait lainnya.

- Pada perjanjian kredit telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman itu harus disertai dengan bunga, imbalan atau pembagian hasil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam hanya berupa bunga saja dan bunga inipun baru ada apabila diperjanjikan.

- Pada perjanjian kredit bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur untuk melunasi kredit diformulasikan dalam bentuk jaminan baik materiil maupun immateriil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, jaminan merupakan pengamanan bagi kepastian pelunasan hutang dan inipun baru ada bila diperjanjikan.

Selanjutnya Remy Sjahdeini menyimpulkan bahwa perjanjian kredit memiliki pengertian secara khusus, yakni :

58 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang

Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 174.

59 Johannes, Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Dalam Upaya Penyelesaian Kredit

(9)

Perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai nasabah debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

Mengkaji rumusan kredit yang diberikan oleh UU Perbankan, dikatakan bahwa kredit adalah :

“….. berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga..”

“…. berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”

Dari pengertian “kredit” dan “pembiayaan” di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:60

- Kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh bank, baik dengan sistem konvensional ataupun syariah, keduanya berakar pada suatu perjanjian yang merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata.

- Pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan tidak terbatas pada cara konvensional di mana peminjam harus memberikan imbalan berupa bunga melainkan berkembang dengan imbalan bagi hasil.

- Pemberian kredit atau pembiayaan diatur secara khusus dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan, merupakan hal yang lazim mengingat kepentingan manusia senantiasa berkembang dari waktu ke waktu, dan kredit atau pembiayaan tidak dapat diberikan dalam suatu bentuk tertentu saja.

- Subjek pemberi kredit atau kreditur diatur oleh suatu lembaga yaitu bank sebagai lembaga intermediasi atau perantara. Ketentuan pengaturan lembaga intermediasi tidak hanya bank, dikarenakan dalam praktik terdapat pula lembaga lainnya, yaitu pegadaian, anjak piutang atau factoring dan leasing yang memiliki kegiatan hampir sama dengan bank.

- Penyediaan kredit tidak dapat dikatakan hanya bersifat konsensual saja, tetapi juga riil. Penyediaan kredit yang bersifat konsensual diberikan dalam fasilitas

60Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, PT Citra Aditya Bakti,

(10)

rekening koran, demand loan atau fasilitas kredit lainnya. Akan tetapi terdapat pula penyediaan kredit secara riil, misalnya fasilitas kredit secara fixed loan atau fasilitas kredit konsumtif, misalnya untuk pembelian rumah atau kenderaan.

- Syarat penggunaannya tidak selalu menggunakan cara giral melalui cek, giro ataupun pemindahbukuan. Dalam praktik perbankan, tidak mustahil pula dilakukan penarikan secara tunai melalui kasir dengan menggunakan kuitansi atau tanda terima lainnya sebagai bukti pengambilan.

Oleh karenanya, perjanjian kredit masih berakar pada perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam KUH Perdata tetapi mengalami berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan jaman. Adapun perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi yaitu : 61

- Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.

- Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batas hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur.

- Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. Bentuk perjanjian kredit sendiri dapat bermacam-macam. Setiap bank, dengan atau tanpa menggunakan bantuan kantor notaris atau konsultan hukum dapat membuat sendiri perjanjian kredit yang digunakan oleh banknya.62 Namun pada umumnya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar, bentuk yang lazim digunakan adalah akta notariel.

2. Pihak-pihak dalam perjanjian kredit

61 Johannes, Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Dalam Upaya Penyelesaian Kredit

Bermasalah, Op. Cit., hlm. 30.

62 Sutan Remy, Sjahdeini, Kredit Sindikasi Proses, Teknik Pemberian, dan Aspek Hukumnya,

(11)

Pada dasarnya subjek hukum terdiri dari manusia (person) dan badan hukum (rechtpersoon), misal : Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, Koperasi. Namun dalam prakteknya joint financing kredit pada umumnya diberikan kepada subjek hukum berbentuk badan usaha berbadan hukum. Hal ini disebabkan karena jumlah kredit yang diberikan dalam joint financing sangat besar dan biasanya diperuntukkan dalam hal pembiayaan proyek-proyek besar, seperti : pembangunan mall, hotel, pabrik-pabrik, pembelian kapal tanker dan sebagainya.

Adapun pihak-pihak dalam perjanjian kredit antara lain:63 - Pihak pemberi kredit atau kreditur

Pihak pemberi kredit atau kreditur adalah bank sebagai badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas atau lembaga pembiayaan lain selain bank misalnya pegadaian, anjak piutang atau factoring, leasing yang memiliki kegiatan hampir sama dengan bank.

- Pihak penerima kredit atau debitur

Pihak penerima kredit atau debitur adalah pihak yang mana bertindak sebagai subjek hukum. Subjek hukum adalah sesuatu badan yang mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan hukum, baik perbuatan sepihak maupun perbuatan dua pihak.

3. Berakhirnya perjanjian kredit

Mengenai hapusnya atau berakhirnya perjanjian kredit mengacu pada ketentuan dalam Pasal 1381 KUHPER, yaitu mengenai hapusnya perikatan. Namun pada prakteknya hapusnya atau berakhirnya perjanjian kredit lebih banyak disebabkan :

- Pembayaran, merupakan kewajiban debitur secara sukarela untuk memenuhi perjanjian yang telah diadakan;

63 Herlina, Suyati Bachtiar, Serial Contoh Akta Notaris dan Akta Di Bawah Tangan Buku I

Mengenai Akta-Akta Umum Perbankan & Perusahaan Multi Finance, CV. Mandar Maju , Bandung, 2002, hlm. 176.

(12)

- Subrogasi, diatur dalam Pasal 1400 KUHPER dimana disebutkan bahwa subrogasi adalah penggantian hak-hak si berpiutang (kreditur) oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang (kreditur).

- Pembaharuan utang (novasi) yaitu dibuatnya perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Sehingga dengan demikian yang hapus atau berakhir adalah perjanjian kredit yang lama. Dalam Pasal 1413 KUHPER disebutkan ada 3 (tiga) cara untuk terjadinya novasi yaitu :

a. Membuat perjanjian baru yang bertujuan mengganti kreditur lama dengan kreditur baru;

b. Membuat perjanjian baru yang bertujuan mengganti debitur lama dengan debitur baru;

c. Membuat perjanjian baru yang bertujuan untuk memperbaharui atau merubah objek atau isi perjanjian. Pembaharuan objek perjanjian ini terjadi jika kewajiban tertentu dari debitur diganti dengan kewajiban lain.

- Perjumpaan utang atau kompensasi, menurut Pasal 1425 KUHPER adalah suatu keadaan di mana pihak kreditur dan debitur memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang sehingga perjanjian kredit tersebut menjadi hapus.

Disamping itu kreditur atau bank juga berhak secara sepihak mengakhiri perjanjian kredit dan meminta agar debitur melunasi sekaligus outstanding kredit apabila salah satu atau lebih syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian kredit dilanggar.

(13)

Pelanggaran tersebut merupakan even of default 64 yang memungkinkan bank untuk menghentikan penggunaan kredit lebih lanjut oleh debitur sekaligus memberikan hak pada bank untuk menagih kredit.65

Salah satu asas fundamental dari Joint Financing kredit adalah Klausula ingkar janji silang dirumuskan karena seorang debitur terikat dalam 2 (dua) hubungan kontraktual atau 2 (dua) orang debitur yang memiliki kepentingan sama antara satu dan lainnya diikat dalam konsep one obligor system.66Klausula ingkar janji silang dalam perjanjian kredit sendiri bertujuan untuk :67

a.meminimalisir resiko kredit dikarenakan kelalaian debitur dalam melakukan pemenuhan berbagai kewajiban yang dipersyaratkan bank dari berbagai hubungan kontraktual berdasarkan perjanjian-perjanjian kredit yang ditanda-tangani debitur;

b. untuk mengalokasikan risiko kredit dalam penanganan one obligor system sehingga bank dapat melakukan pemantauan secara efektif;

c.menyelesaikan kewajiban debitur secara keseluruhan dan tidak dilakukan secara partial;

d. menumbuhkan saling kepercayaan antara bank dan debitur sebagai mitra dalam berbisnis.

64 Johanes, Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Dalam Upaya Penyelesaian Kredit

Bermasalah, Op. Cit, hlm. 59, menjelaskan pengakhiran perjanjian sebelum berakhirnya masa berlaku perjanjian tersebut pada tanggal semula yang disepakati bersama (pengakhiran yang bersifat mendahului) dapat dikembalikan pada tiga sebab, yaitu : a) kegagalan atau kelalaian (default) yang dilakukan oleh salah satu pihak yang memberi alasan kepada pihak lainnya untuk mengakhiri atau membatalkan berlakunya kontrak; b) keadaan kahar (force majeur) yang dialami oleh salah satu atau semua pihak pada suatu perjanjian dan yang berlangsung secara berkepanjangan sehingga mendorong para pihak untuk sepakat mengakhiri saja perjanjian yang mengikat mereka; c) ketentuan hukum yang mengatasi kehendak dan kesepakatan para pihak, yang dapat terjadi jika misalnya pada suatu ketika lahir undang-undang yang melarang dibuatnya kontrak-kontrak tertentu.

65Sutan Remy, Sjahdeini, Kredit Sindikasi Proses, Teknik Pemberian, dan Aspek Hukumnya,

Op Cit, hlm 249.

66 Johanes, Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Dalam Upaya Penyelesaian Kredit

Bermasalah, Op. Cit, hlm. 64.

(14)

Rumusan klausula ingkar janji silang (cross default) yang dicantumkan dalam perjanjian kredit dapat dituliskan sebagai berikut:68

“Para pihak dengan ini, sepakat dan setuju untuk memberlakukan seluruh ketentuan-ketentuan yang diatur didalam ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat perjanjian kredit atas perjanjian kredit, karenanya ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat perjanjian kredit mengikat debitur kepada bank serta merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan perjanjian kredit.

Debitur dan bank sepakat bahwa debitur akan dinyatakan lalai terhadap fasilitas kredit berdasarkan akta ini; apabila telah terjadi keadaan lalai dari debitur baik berdasarkan akta ini, maupun berdasarkan akta perjanjian kredit nomor ….. tanggal …. Demikian pula sebaliknya”69

D. Perjanjian Berbagi Jaminan antara Bank-Bank sebagai Kreditur dengan Debitur

1. Perjanjian Berbagi Jaminan

Perjanjian berbagi jaminan sering dilakukan dan sudah diterima dalam praktek hukum perkreditan di Indonesia. Karena perkembangan bisnis perbankan dewasa ini memang membutuhkan eksistensi perjanjian berbagi jaminan tersebut. Jika dilihat dari asal muasalnya maka security sharing system (”sistem berbagi jaminan”) sebenarnya berasal dari praktek hukum di luar negeri.

68Ibid, hlm 64.

69Kondisi-kondisi dan persyaratan yang tercantum dalam klausula default dan cross default di

atas, memberikan kewenangan bagi bank tanpa diperlukan somasi atau peringatan lagi untuk mengakhiri perjanjian kredit. Sebagai konsekuensinya, bank akan menuntut pembayaran dengan seketika dan sekaligus lunas dari jumlah-jumlah uang yang terhutang oleh debitur berdasarkan perjanjian kredit ini dan/atau berdasarkan perjanjian-perjanjian lainnya baik yang telah ada dan/atau akan dibuat antara debitur dan bank termasuk perubahannya dan/atau penambahannya dan/atau pembaharuannya dan/atau perpanjangannya, baik yang dibuat secara notariil maupun yang dibuat secara di bawah tangan yang mungkin ada, serta baik karena hutang-hutang pokok, bunga-bunga denda, denda, provisi dan biaya-biaya lain sehubungan dengan hutang dimaksud dan karena itu pemberitahuan dengan surat juru sita atau surat-surat lain yang berkekuatan serupa itu tidak diperlukan lagi.

(15)

Perkembangannya secara internasional pun sebenarnya baru terbilang pesat setelah pesatnya perkembangan loan sindikasi, baik itu dalam bentuk loan murni ataupun dalam bentuk investment via surat berharga.70

Pada prinsipnya, perjanjian berbagi jaminan71merupakan suatu sistem jaminan hutang (security) dengan mana terhadap satu atau lebih hutang dari seseorang debitur kepada beberapa kreditur dijadikan jaminan yang akan digunakan oleh kreditur-kreditur secara bersama-sama. Jadi, yang merupakan karakteristik dari sistem berbagi jaminan adalah sebagai berikut:

- Adanya seorang debitur; - Adanya beberapa kreditur;

- Adanya beberapa hutang atau satu hutang secara sindikasi;

- Adanya jaminan, seperti gadai, hak tanggungan, hipotik dan fidusia;

- Jaminan hutang tersebut diperuntukkan oleh debitur kepada semua kreditur yang melakukan sharing jaminan.

Jadi masing-masing kreditur memiliki perjanjian jaminan yang bersumber dari perjanjian kredit dengan debitur tersebut. Unsur dalam perjanjian berbagi jaminan ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Terdapat lebih dari satu kreditur;

70Bonar Pardamean, Wawancara, Kepala Bagian Kredit Dan Marketing, Bank Mestika-KPO

Medan, di Medan, tanggal 8 Juni 2011.

71Adapun model perjanjian berbagi jaminan yang diteliti peneliti dalam penelitian ini adalah

perjanjian berbagi jaminan yang dapat diartikan sebagai suatu perjanjian dimana jaminan yang menjadi agunan untuk menjamin pelunasan hutang dari debitur kepada seorang kreditur juga diserahkan menjadi jaminan dengan suatu perjanjian jaminan oleh debitur tersebut kepada satu atau lebih kreditur lainnya namun tidak harus pada saat yang bersamaan atau terpisah.

(16)

2. Terdapat lebih dari 1 (satu) perjanjian kredit dikarenakan debitur mengikatkan dirinya secara bilateral dengan masing-masing kreditur;

3. Terdapat lebih dari 1 (satu) perjanjian jaminan untuk objek jaminan yang sama di saat yang berlainan;

Sistem berbagi jaminan dalam praktek pemberian kredit yang diberikan oleh lebih dari 1 (satu) kreditur diperlukan karena:

a. kecuali terhadap Hak Tanggungan, yang mengenal Hak Tanggungan peringkat pertama, kedua dan seterusnya maka bentuk-bentuk jaminan lain tidak mengenal peringkat seperti ini, sehingga tidak dapat dijadikan lebih dari satu jaminan hutang, kecuali dengan Perjanjian Berbagi Jaminan.

b. sistem berbagi jaminan lebih koordinatif berhubung adanya kesempatan diangkatnya, sekaligus diatur kedudukan, hak dan kewajiban dari security agent.

c. sistem pembagian hasil jaminan secara proporsional (pari passu) dalam banyak hal lebih memuaskan para kreditur. Dan ini dapat dilakukan dengan sistem sistem berbagi jaminan.

d. sistem berbagi jaminan dapat menghindari saling rebutan dalam eksekusi jaminan, atau menghindari satu objek jaminan yang terhadapnya diikat jaminan beberapa kali secara ilegal.

Dalam berbagi jaminan tergantung pada pengertian jaminan yang didefinisikan dalam perjanjian berbagi jaminan yang bersangkutan. Tetapi biasanya dalam praktek, yang dimaksud dengan jaminan (security) dalam hal ini adalah setiap bentuk jaminan

(17)

hutang kelembagaan yang bersifat kebendaan, berupa collateral, misalnya hak tanggungan, gadai, fidusia, hipotik.

Terhadap jaminan-jaminan hutang, yang terhadapnya dilakukan sistem berbagi jaminan, eksekusinya dilakukan oleh semua kreditur atau masing-masing memberi kuasa kepada agen sindikasi dari suatu loan syndication atau joint financing, ataupun masing-masing kreditur memberi kuasa kepada seorang pengacara. Dan hasil eksekusi nantinya dibagi-bagikan secara proporsional (pari passu), ataupun seperti yang diatur dalam loan agreement yang bersangkutan.

2. Proses Pengikatan dalam Sistem Berbagi Jaminan

Sistem berbagi jaminan dilakukan dengan sebuah kontrak yang disebut dengan perjanjian berbagi jaminan. Perjanjian seperti ini dibuat pada waktu atau setelah loan agreement ditanda tangani. Bahkan dapat juga dibuat setelah pengikatan jaminan itu sendiri. Perjanjian ini ditandatangani oleh para agen dan kreditur dan kadang-kadang memang sebaiknya diketahui dan ditanda tangani juga oleh pihak debitur. Perjanjian ini termasuk atau tergolong dalam perjanjian ”intern” bagi kreditur (Inter Se Agreement).72

Apabila perjanjian jaminan dibuat sebelum dibuatnya akta jaminan maka penandatanganan akta jaminan dapat saja dilakukan oleh seluruh kreditur yang ada. Tetapi dapat pula akta jaminan tersebut ditandatangani oleh security agent saja,

72Munir, Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Op.

(18)

misalnya jika para krediturnya terlalu banyak , atau berkedudukan jauh di luar negeri. Pada umumnya perjanjian berbagi jaminan berisikan hal-hal antara lain tentang :73 - Terms and conditions dari pengangkatan security agents;

- Enforcement dan application of proceeds

- Pernyataan indemnity, yakni pernyataan dari para kreditur bahwa apapun konsekuensi hukum dari eksistensi security agent, hanya dapat dibebankan kepada agent sesuai dengan perjanjian (umumnya secara pari passu), itupun seandainya agent tersebut adalah berkedudukan juga sebagai kreditur.

- Hal-hal lain seperti biasanya perjanjian sejenis, misalnya tentang definisi dari terminologi yang digunakan dalam perjanjian, pembayaran fee kepada agent, pilihan hukum dan forum, counterparts, cara pembuatan amandemen (perubahan) terhadap perjanjian dan sebagainya.74

Perjanjian berbagi jaminan adalah suatu dokumentasi yang merupakan salah satu ”atribut” dari suatu arrangement untuk mendapatkan pinjaman. Karena akta jaminan itu sendiri secara yuridis merupakan perjanjian accesoir dari loan agreement maka perjanjian berbagi jaminan pun merupakan suatu accesoir terhadap loan

73 Ibid., hlm. 124.

74Perlu ditekankan bahwa kedudukan dan eksistensi perjanjian berbagi jaminan cukup penting,

karena menyangkut dengan hak dan kewajiban dari security agent sebab sebagai seorang agent, dia hanya melakukan suatu prestasi dalam mewakili prinsipalnya sesuai kesepakatan bersama. Jika dengan sesuatu dan lain sebab, sang agent bertindak melebihi dan/atau di luar kewenangannya selaku agent yang terms dan conditions telah disebut dalam agreement maka secara yuridis agent sendirilah yang akan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi hukumnya, bukan para kreditur.

(19)

agreement tersebut. Konsekuensi yuridis dari perjanjian berbagi jaminan sebagai accesoir dari loan agreement antara lain adalah:75

- jika sesuatu dan lain sebab, loan agreement misalnya batal atau tidak berlaku maka perjanjian berbagi jaminan pun menjadi batal atau tidak berlaku;

- perjanjian berbagi jaminan tidak boleh mengatur hal-hal yang melampaui dan/atau bertentangan dengan perjanjian pokok yaitu loan agreement. Jika ada ketentuan dalam perjanjian berbagi jaminan yang melampaui dan/atau bertentangan seperti itu maka ketentuan dalam perjanjian berbagi jaminan seperti itu secara yuridis akan menjadi null and void (batal demi hukum).76

3. Kedudukan Security Agent (”Agen Jaminan”) dalam Perjanjian Berbagi Jaminan

Sama seperti dalam sistem keagenan biasa maka siapa saja yang cakap berbuat secara hukum dapat menjadi agen dalam sistem berbagi jaminan. Hanya saja, dengan alasan-alasan lebih praktis, efektif dan efisien maka yang lebih sering justru salah seorang dari kreditur tersebut yang menjadi agennya. Dengan demikian, agen tersebut akan bertindak untuk dan atas nama semua kreditur, termasuk untuk dirinya sendiri dalam kedudukannya sebagai kreditur.

Prinsip dasar hukum keagenan ini diatur secara sangat sederhana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (”KUHD”) tentang komisioner dalam Pasal 76

75Jhon Langsung, Wawancara, Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah Kota Medan, di Medan,

tanggal 6 Juni 2011.

76Munir, Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, Op.

(20)

sampai dengan 85 huruf a dan dalam KUH Perdata tentang pemberian kuasa dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 KUH Perdata. Di samping itu, hubungan keagenan tunduk pula baik kepada ketentuan-ketentuan umum tentang perikatan seperti yang diatur dalam Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1312 KUH Perdata maupun kepada ketentuan-ketentuan tentang perikatan yang lahir karena perjanjian yang diatur dalam Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351 dan tentang hapusnya perjanjian (Pasal-pasal 1381 sampai dengan Pasal 1456 KUH Perdata).

Selanjutnya terkait dengan sah tidaknya agen dalam bertindak untuk dirinya sendiri, hal ini sebenarnya sudah tidak sesuai dengan prinsip dasar hukum keagenan dimana dalam hal keagenan mesti ada 2 (dua) pihak yaitu pihak agen dan pihak prinsipal. Akan tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah krusial karena kalaupun terjadi kasus paling jelak bahwa oleh hukum, perjanjian keagenan khusus terhadap dirinya sendiri dianggap tidak pernah ada maka akibat yang paling jauh akan terjadi bahwa si agen tersebut dalam hal ini dianggap bertindak untuk dirinya sendiri, bukan lagi dalam kedudukannya sebagai agen, melainkan sebagai para pihak langsunng. Jadi, tidak mempunyai konsekuensi yuridis serius yang berbeda dengan seandainya dia bertindak sebagai agen.

Disamping itu, karena umumnya dalam sistem berbagi jaminan, seorang agen di samping bertindak untuk dirinya sendiri, dia juga bertindak untuk dan atas nama orang lain maka akan terjadi semacam conflict of interest dalam tindakannya itu. Dalam hal demikian, dengan adanya pengaturan yang rinci dalam kontrak sistem berbagi jaminan maka conflict of interest ini dapat dihilangkan atau ditekan

(21)

seminimal mungkin.77 Oleh karena itu pula, pengaturan kedudukan, hak dan kewajiban dari agen dalam kontrak sistem berbagi jaminan menjadi sangat krusial.

Pada pokoknya, kedudukan agen berbagi jaminan sama dengan kedudukan agen pada umumnya, yakni mewakili prinsipalnya untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu. Dalam hal agen dalam sistem berbagi jaminan maka kedudukannya adalah untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. mewakili prinsipal (kreditur-kreditur) dalam hal pengikatan jaminan hutang; b. mewakili prinsipal dalam hal eksekusi jaminan hutang;

c. membagi-bagi hasil eksekusi jaminan hutang kepada para kreditur menurut imbangan seperti yang diperjanjikan, in casu, biasanya secara proporsioanl persentase jumlah piutangnya (pari passu);

d. melakukan hal-hal lain dalam hubungannya dengan jaminan hutang seperti mengawasi barang yang menjadi objek jaminan hutang, menerima/memegang polis asuransi dari jaminan hutang dan bila perlu mengurusi masalah-masalah administrasi lainnya.

4. Prosedur Eksekusi Sistem Berbagi Jaminan Pada Umumnya

Seluruh proses eksekusi terhadap jaminan yang terhadapnya berlaku sistem berbagi jaminan dapat dibagi ke dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap eksekusi jaminan pada umumnya dan selanjutnya diikuti oleh tahap pembagian eksekusi di antara para kreditur.

77Bonar Pardamean, Wawancara, Kepala Bagian Kredit Dan Marketing, Bank Mestika-KPO

(22)

1. Tahap eksekusi jaminan pada umumnya

Pada tahap ini, eksekusi objek jaminan dilaksanakan seperti biasanya eksekusi jaminan hutang. Dan, tata cara eksekusinya berbeda-beda menurut jenis jaminan yang dipilih. Untuk itu, sesuai dengan jenis jaminannya, eksekusi dilakukan misalnya lewat kantor lelang dengan atau tanpa fiat dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, lewat pasar modal atau lewat prosedur pengadilan biasa.

2. Tahap pembagian hasil eksekusi

Setelah eksekusi jaminan hutang seperti jaminan hutang pada umumnya selesai dilaksanakan, barulah security agent mengadakan pembagian hasil eksekusi tersebut kepada seluruh kreditur yang mengikat diri dalam perjanjian berbagi jaminan. Bagaimana besarnya bagian dari masing-masing kreditur tersebut diatur dalam perjanjian itu sendiri, yang biasanya akan dibagi secara pari passu. Artinya masing-masing kreditur mendapat bagian menurut persentase proporsi dari jumlah hutangnya masing-masing.

Adapun hasil eksekusi yang dibagi tersebut adalah hasil netto. Artinya, setelah terlebih dahulu dikeluarkan seluruh biaya-biaya yang diperlukan untuk eksekusi dan sharing berbagi jaminan. Misalnya biaya pengadilan, kantor lelang, pengacara, fee security agent dan beberapa pos biaya administrasi lainnya. Apabila terdapat sistem berbagi jaminan di antara bank-bank swasta dengan bank-bank pemerintah. Dalam hal ini, agen jaminan cukup mengajukan pada satu jenis pengadilan saja untuk seluruh jaminan yang dilakukan sharing.

(23)

Sedangkan pihak yang tidak ikut sebagai para pihak yang diwakili cukup memperoleh haknya secara penuh dengan berlandaskan pada perjanjian berbagi jaminan. Tetapi jika dengan sebab tidak lengkapnya kreditur (penggugat), misalnya pengadilan memerintahkan eksekusi terhadap seluruh barang jaminan, maka untuk sisanya yang tidak dapat dieksekusi tersebut, kreditur yang belum merupakan penggugat, masih dapat mengajukannya ke pengadilan lain yang berwenang. Namun demikian, jalan yang paling baik tentu jika dapat dilakukan penggabungan perkara dari dua pengadilan yang berbeda tersebut untuk cukup dilaksanakan pada satu pengadilan saja untuk seluruh kreditur yang melakukan sistem berbagi jaminan, walaupun disana ada sharing antara bank-bank pemerintah dengan bank-bank swasta.

Dalam sistem pemberian kredit secara joint financing, penjaminan berupa 1 (satu) atau beberapa objek jaminan bagi beberapa kreditur didasarkan pada beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitur yang sama dengan masing-masing kreditur. Penjaminan berupa 1 (satu) atau beberapa objek jaminan oleh debitur kepada beberapa kreditur, hanyalah mungkin dilakukan apabila sebelumnya hal tersebut telah disepakati oleh semua kreditur.

Kesemua kreditur bersama-sama harus sepakat bahwa terhadap kredit yang akan diberikan oleh masing-masing kreditur (bank) kepada satu debitur yang sama itu, dimana jaminannya berupa 1 (satu) atau beberapa objek jaminan oleh debitur kepada beberapa kreditur secara bersama-sama dan serentak. Bila tidak demikian, maka para

(24)

kreditur akan menjadi pemegang Hak Tanggungan pertama, kedua dan seterusnya. Masing-masing kreditur pasti akan saling mendahului untuk memperoleh hak yang diutamakan terhadap kreditur yang lain. Oleh karenanya perlu dibuat suatu kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perjanjian untuk mengatur hal tersebut. Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian berbagi jaminan.

Agunan yang diberikan oleh debitur kepada para kreditur dalam pemberian kredit tersebut adalah satu atau sama dan para kreditur bersama-sama sebagai pemegang jaminan dengan adanya perjanjian berbagi jaminan diantara mereka, dimana pelaksanaan pemberian kredit tersebut diadministrasikan oleh satu agen yang sama. Perjanjian berbagi jaminan inilah yang menjadi penghubung antara para kreditur dengan bank (kreditur) yang lain dalam sistem joint financing ini, tanpa adanya perjanjian berbagi jaminan, maka para kreditur tidak memperoleh kepastian hukum karena harta debitur yang menjadi objek jaminan diikat kepada lebih dari satu kreditur.

Terdapat beberapa hal penting yang dapat dilihat dalam perjanjian berbagi jaminan sebagai suatu bentuk pelaksanaan sistem joint financing, yaitu sebagai berikut:

1. Pemberian jaminan dan pencantuman objek jaminan yang diberikan oleh debitur dalam perjanjian berbagi jaminan untuk lebih menjamin dan menanggung terbayarnya dengan baik segala sesuatu yang terhutang dan harus dibayar oleh debitur kepada masing-masing bank yang memberikan kredit sebagaimana diatur dalam perjanjian kredit masing-masing;

(25)

2. Penunjukan salah satu bank yang memberikan kredit untuk bertindak selaku agen jaminan.

Dalam melaksanakan tugasnya, agen jaminan dibayar oleh debitur, pembayaran biaya agen jaminan akan dilakukan setiap tahun sampai dengan dilunasinya hutang yang mana untuk pertama kalinya dilakukan pada 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal ditanda tanganinya perjanjian berbagi jaminan dan untuk selanjutnya setiap tahun pada tanggal yang sama dengan tanggal perjanjian berbagi jaminan.

Bertindak selaku kuasa untuk dan atas nama bank-bank pemberi kredit untuk membuat, menandatangani, mengadministrasikan, melaksanakan dan secara pari passu membagi diantara mereka jaminan yang diberikan oleh debitur kepada mereka untuk menjamin seluruh kewajiban debitur berdasarkan dokumen transaksi.78Dalam perjanjian berbagi jaminan, agen jaminan dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, akan bertindak semata-mata hanya sebagai agen dari bank-bank dan tidak boleh dianggap atau disimpulkan mempunyai kewajiban terhadap atau mempunyai hubungan sebagai agen dari debitur.

Adapun kewajiban dan wewenang agen jaminan secara khusus dalam sistem joint financing, terutama dalam perjanjian berbagi jaminan antara 1 (satu) bank dengan bank lainnya sebagai kreditur adalah sebagai berikut:

78Dokumen transaksi adalah seluruh perjanjian kredit, perjanjian jaminan, dokumen jaminan

(26)

- Mengadakan rapat dan mengirimkan pemberitahuan berkaitan dengan adanya pemberitahuan dari bank apabila debitur melakukan kelalaian atas kewajibannya guna menentukan/mengambil tindakan yang akan diambil sehubungan dengan debitur dan jaminan. Bank-bank akan mengadakan musyawarah mufakat untuk menentukan tindakan apa yang akan diambil sehubungan dengan debitur, untuk menyelesaikan kewajiban yang dijamin dan pelaksanaan hak-hak bank-bank lainnya berdasarkan perjanjian kredit; - Agen jaminan berdasarkan perjanjian kredit, tidak mempunyai kewajiban

untuk mengambil tindakan apapun berdasarkan perjanjian berbagi jaminan kecuali tindakan yang secara khusus telah ditetapkan didalam perjanjian; - Agen jaminan boleh, tetapi tidak wajib, mengambil semua tindakan yang ia

anggap perlu untuk menjaga jaminan atau nilai jaminan dan melindungi kepentingan bank-bank sesuai sesuai dengan perjanjian berbagi jaminan. Semuanya dengan ketentuan bahwa agen jaminan tidak boleh menjual jaminan kecuali jika dilakukan sesuai dengan keputusan bank-bank dalam Rapat yang diadakan oleh agen jaminan guna menentukan/mengambil tindakan yang diambil sehubungan dengan adanya kelalaian debitur dan jaminan;

- Agen jaminan boleh setiap saat dan untuk keperluan apapun, sejauh itu berhubungan dengan perjanjian berbagi jaminan, meminta instruksi kepada salah satu bank, sepanjang instruksi tersebut tidak bertentangan dengan

(27)

perjanjian. Dengan catatan bahwa agen jaminan harus memberitahu bank lainnya tentang instruksi salah satu bank itu sebelum agen jaminan melaksanakan instruksi tersebut.

Pembatasan tanggung jawab agen jaminan dalam perjanjian berbagi jaminan dapat dijabarkan sebagai berikut :

- Agen jaminan tidak bertanggung jawab atas setiap ungkapan, kesepakatan, pernyataan atau jaminan dalam dokumen transaksi, atau atas pelaksanaan, keberlakuan, keaslian, keabsahan atau dapat dilaksanakannya dokumen transaksi. Agen jaminan tidak membuat pernyataan apapun tentang nilai atau kondisi jaminan, hak dan kepemilikan debitur atas jaminan, tentang jaminan yang diperoleh dalam perjanjian ini atau berdasarkan dokumen jaminan, keberlakukan, kelengkapan, keabsahan atau dapat dilaksanakannya dokumen jaminan dan agen jaminan sama sekali tidak bertanggung jawab tentang hal tersebut.;

- Agen jaminan tidak mempunyai tanggung jawab untuk memastikan apakah debitur sudah membayar pajak, premium, pungutan, biaya dan pengeluaran lainnya untuk mengambil tindakan lain untuk menjaga atau memperpanjang hak atas jaminan sebagaimana harus dilakukan oleh debitur sehubungan dengan jaminan yang berada dalam penguasaan agen jaminan atau wakilnya. Agen jaminan wajib menyimpan semua jaminan yang diserahkan

(28)

kepadanya dengan hati-hati dan mempertanggungjawabkan semua uang yang diterimanya dalam kedudukannya sebagai agen jaminan;

- Agen jaminan dalam rangka memberi kuasa kepada pihak ketiga wajib mendapat persetujuan dahulu dari para kreditur yang tergabung dalam perjanjian berbagi jaminan;

- Agen jaminan berhak untuk percaya kepada setiap korespondensi atau komunikasi atau dokumen yang ia percayai sebagai asli dan benar serta ditanda tangani, diberikan atau dibuat oleh orang-orang yang berwenang dan berhak bertindak berdasarkan pendapat dari penasihat hukum dan ahli lain yang dipilihnya sendiri atau meminta keputusan atau penetapan suatu badan peradilan yang berwenang berkenaan dengan semua pengaturan perjanjian berbagi jaminan ini, kewajiban dan hal lain yang berhubungan dengan dokumen jaminan dan tidak berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan akibat dari tindakannya tersebut kepada setiap pihak dalam perjanjian berbagi jaminan ini.

Bank-bank yang terikat dalam perjanjian berbagi jaminan wajib memberitahukan agen jaminan dalam hal terjadi suatu kejadian kelalaian oleh atau terhadap debitur. Agen jaminan akan memulai proses untuk menjual jaminan dan melaksanakan dokumen jika agen jaminan sudah menerima pemberitahuan tentang adanya kejadian kelalaian dan menyerahkan salinan tentang pemberitahuan tersebut kepada debitur dan

(29)

bank-bank dan dalam kurun waktu tertentu sejak agen jaminan mengirimkan pemberitahuan tersebut kepada setiap bank, agen jaminan tidak menerima suatu perintah yang diberikan oleh semua bank untuk mengambil tindakan lain.

3. Pengaturan mengenai “tindakan bersama” antara bank-bank sebagai kreditur 4. Pernyataan masing-masing bank dan jaminan kepada agen jaminan

a. Bank, secara masing-masing menjamin agen jaminan bahwa dokumen transaksi adalah yang menjadi dasar kewajiban terhutang, kesanggupan atau pernyataan debitur serta ketentuan tentang kejadian dan kelalaian.

b. Masing-masing bank tidak mempunyai hak jaminan apapun atas harta kekayaan debitur kecuali sebagaimana diberikan dalam dokumen jaminan. c. Masing-masing bank menyatakan dan menjamin agen jaminan bahwa

mereka telah melakukan penelitian yang independen mengenai debitur dan jaminan atas dasar dokumen dan informasi sebagaimana yang bank anggap layak dan mengikatkan dirinya ke dalam dokumen transaksi atas dasar penelitian tersebut.

5. Penggunaan hasil jaminan

6. Pembagian dana yang diterima oleh agen jaminan untuk pembayaran hutang kepada bank-bank (kreditur)

(30)

a. Pemberitahuan kepada agen jaminan bahwa bank-bank, sepakat bahwa setelah tanggal perjanjian berbagi jaminan, mereka tidak akan merubah dokumen transaksi tanpa pemberitahuan kepada agen jaminan.

b. Pelepasan jaminan

Jaminan yang diberikan sesuai dengan dokumen jaminan hanya boleh dilepaskan atau dibebaskan dengan persetujuan tertulis dari semua bank. Persetujuan tertulis tidak diperlukan apabila tindakan yang diambil oleh agen jaminan untuk melaksanakan atau menjual jaminan sesuai dengan perjanjian. Tindakan tersebut tidak memerlukan persetujuan bank-bank sebagaimana ditentukan dalam perjanjian ini. Sehubungan dengan itu, bank-bank pemberi kredit dengan ini memberi kuasa kepada agen jaminan untuk melaksanakan pelepasan dan pembebasan jaminan sebagaimana dianggap perlu oleh agen jaminan.

8. Ketentuan lain-lain

a. Larangan pengalihan oleh debitur, dimana debitur tidak berhak untuk mengalihkan atau memindahkan kewajibannya di dalam perjanjian berbagi jaminan dan setiap usaha mencoba mengalihkan atau memindahkan tidak mempunyai kekuatan hukum atau batal.

b. Hak bank untuk mengalihkan, dimana setiap bank berhak untuk mengalihkan atau memindahkan hak dan kewajibannya di dalam perjanjian berbagi jaminan dan dokumen jaminan, baik sebagian maupun keseluruhan,

(31)

kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari pihak lain di dalam perjanjian berbagi jaminan dengan ketentuan bahwa bank tersebut akan tepat pada waktunya memberitahu agen jaminan atas terjadinya pengalihan atau pemindahan tersebut.

c. Akibat pengalihan, dimana setelah dilakukannya pengalihan atau pemindahan hak dan kewajiban oleh suatu bank, penerima pengalihan atau pemindahan berhak, sepanjang kepentingan yang dialihkan kepadanya, untuk manfaat dari ketentuan didalam perjanjian ini, termasuk manfaat menerima ganti rugi dan penggantian ongkos dan pajak, hak atas pembayaran sebagaimana layaknya ia merupakan pihak semula dalam perjanjian ini. Tindakan dari setiap bank atau kegagalan setiap bank untuk bertindak berdasarkan perjanjian ini, dalam segala hal, akan menyatu dan mengikat terhadap penerima pengalihan kepentingan bank tersebut.

d. Pemberitahuan kepada suatu pihak yang disebut dalam perjanjian harus diberikan secara tertulis dengan cara disampaikan secara langsung kepada penerima dan dikirim melalui surat pos tercatat atau dikirim melalui faksimili kepada bank-bank sebagai penerima kredit dan agen jaminan yang merupakan pihak dalam perjanjian kredit.

e. Keterbukaan, dimana debitur setuju bahwa agen jaminan dan setiap bank berhak untuk memberikan informasi mengenai perjanjian ini setiap saat apabila diminta oleh pihak yang berwenang atau sebagaimana yang

(32)

diperlukan sehubungnan dengan dilakukannya pengalihan oleh suatu bank sesuai dengan perjanjian ini.

f. Perubahan perjanjian, dimana perjanjian ini tidak bisa diubah terkecuali dengan persetujuan semua bank dengan catatan bahwa perubahan tersebut tidak boleh mempengaruhi hak dan jaminan yang telah diberikan agen jaminan atau memperluas tugas dan kewajiban agen jaminan berdasarkan perjanjian berbagi jaminan dan dokumen jaminan.

E. Pemberian Kredit dengan Jaminan Kredit 1. Jaminan Kredit

Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian atas pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur. Keberadaan jaminan merupakan persyaratan untuk memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit. Walaupun demikian secara prinsip jaminan bukan persyaratan utama, bank memprioritaskan dari kelayakan usaha yang dibiayainya sebagai jaminan utama bagi pengembalian kredit sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama.79

Jaminan merupakan alternatif terakhir, jika kelayakan usaha atas prospek bisnis debitur tidak mendukung lagi untuk pengembalian kredit dalam langkah menarik kembali dana yang telah disalurkan. Sebagai langkah antisipatif dalam menarik

79Indrawati, Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 2002,

(33)

kembali dana yang telah disalurkan kepada debitur, jaminan hendaknya dipertimbangkan 2 (dua) faktor, yaitu :

- Secured, artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika di kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur maka bank memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi ;

- Marketable, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi dapat segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.

Dengan mempertimbangkan kedua faktor di atas, jaminan yang diterima oleh pihak bank dapat meminimalisasi risiko dalam penyaluran kredit sesuai dengan prinsip kehati-hatian (prudential banking). Secara normatif saran perlindungan bagi kreditur tercantum dalam berbagai ketentuan perundang-undangan. KUH Perdata merumuskan hal tersebut dalam:

1. Pasal 1131 KUH Perdata

Pasal ini menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Dengan demikian secara umum jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan, atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang. Jadi pada dasarnya seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan dan diperuntukkan bagi pemenuhan kewajiban, kepada semua kreditur secara bersama-sama. Di sini Undang-undang memberikan

(34)

perlindungan bagi semua kreditur dalam kedudukan yang sama atau berlaku asas paritas creditorium, di mana pembayaran atau pelunasan hutang kepada kreditur dilakukan secara berimbang (ponds-ponds gewijs). Dengan demikian para kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren yang bersaing dalam pemenuhan piutangnya, kecuali apabila ada yang memberikan kedudukan preferen (droit de preference) kepada para kreditur tersebut.

2. Pasal 1132 KUH Perdata

Pasal ini menyatakan bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua benda yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecil piutang masing-masing, kecuali di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Dengan demikian, dapat ditafsirkan bahwa di dalam pasal ini diletakkan prinsip persamaan kedudukan dari para kreditur (paritas creditorium). Pada asasnya para kreditur sama tinggi, baik tagihannya yang sudah lama maupun yang masih baru. Perwujudan persamaan itu dirumuskan dalam bentuk pembagian hasil penjualan harta kekayaan debitur secara pond’s-pond’s, yaitu menurut perimbangan besar kecil masing-masing tagihan, yang akan tampak nyata dalam hal hasil penjualan seluruh harta kekayaan debitur tidak mencukupi untuk membayar lunas semua hutang-hutang debitur. 80 Perkecualian atas prinsip persamaan kedudukan dari semua kreditur hanya bisa,

80J, Satrio, Hukum Jaminan Hak-hak Jaminan Kebendaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

(35)

kalau terdapat ”alasan yang sah” untuk mendahulukan kreditur tertentu. Mendahulukan di sini maksudnya adalah mendahulukan kreditur yang bersangkutan dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi harta kekayaan debitur. Hak untuk didahulukan bagi seorang kreditur terhadap kreditur-kreditur lainnya timbul dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotik, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1133 KUH Perdata 81. Hak istimewa ini juga diatur secara khusus dalam Pasal 1150 KUH Perdata tentang Gadai, Pasal 27 Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Pasal 20 ayat 1 huruf b UUHT.

2. Jenis-jenis Perjanjian Jaminan

Keberadaan jaminan (collateral) merupakan kebutuhan bagi kreditur atau bank. Dalam hal ini terdapat suatu transaksi jaminan yang dapat diartikan sebagai suatu ketetapan di mana suatu pihak baik sebagai individual/pribadi atau sebagai organisasi bisnis, memberikan pinjaman atau memberikan kredit kepada pihak lain dengan harapan bahwa pinjaman tersebut akan dibayar kembali dengan bunga yang sesuai dan jika syarat-syarat dalam transaksi pemberian hutang tersebut tidak terpenuhi maka pihak terjamin (pihak yang kepada siapa kewajiban harus dipenuhi) akan menuntut haknnya atas jaminan.

81Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh Undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang

sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan Hipotik adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh Undang-undang ditentukan sebaliknya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1134 KUH Perdata.

(36)

Dalam transaksi jaminan disyaratkan adanya suatu hutang, seorang debitur, seorang kreditur yang menjadi pihak terjamin, harta kekayaan yang menjadi jaminan (barang jaminan) dan suatu perjanjian yang menjamin bahwa kreditur akan memiliki kepentingan atas jaminan pada barang jaminan yang disebut perjanjian jaminan.

Perjanjian jaminan timbul karena adanya perjanjian pokok. Perjanjian pokoknya berupa perjanjian pinjam-meminjam atau perjanjian kredit dan tidak mungkin ada perjanjian jaminan tanpa ada perjanjian pokoknya. Perjanjian jaminan merupakan perjanjian khusus yang dibuat oleh kreditur atau bank dengan debitur atau pihak ketiga yang membuat suatu janji dengan mengikatkan benda tertentu atau kesanggupan pihak ketiga dengan tujuan memberikan keamanan dan kepastian hukum pengembalian kredit atau pelaksanaan perjanjian pokok. Perjanjian jaminan ini dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut:

- Perjanjian Jaminan Perorangan

Perjanjian jaminan perorangan merupakan hak relatif yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu yang terikat oleh perjanjian. Perjanjian jaminan perorangan adalah perjanjian jaminan antara kreditur dengan pihak ketiga, di mana perjanjian ini diadakan untuk kepentingan debitur. Perjanjian jaminan perorangan dinamakan sebagai penanggungan utang (borgtocht). Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1820 KUH Perdata. Dalam perjanjian jaminan perorangan (personal guarantee) yang diikat adalah kesanggupan dari pihak ketiga untuk melunasi hutang debitur. Dalam perjanjian jaminan perorangan tidak jelas benda apa atau yang mana milik pihak ketiga

(37)

yang akan menjadi jaminan, sehingga di sini akan berlaku ketentuan seperti dalam jaminan umum yang lahir karena undang-undang dan hanya memberikan kedudukan yang sama di antara para kreditur yaitu sebagia kreditur konkuren saja.

- Perjanjian Jaminan Kebendaan

Perjanjian jaminan kebendaan selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan dan menyediakannya guna pemenuhan (kewajiban) hutang seseorang debitur.

Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan debitur sendiri atau kekayaan pihak ketiga yang mengikatkan diri dalam perjanjian antara debitur dengan kreditur atau bank. Penyendirian atau penyediaan secara khusus itu diperuntukkan bagi keuntungan seorang kreditur tertentu yang telah memintanya, karena bila tidak ada penyendirian atau penyediaan secara khusus itu, bagian dari kekayaan tadi, seperti halnya seluruh kekayaan si debitur dijadikan jaminan untuk pembayaran semua hutang si debitur. Dengan demikian maka pemberian jaminan kebendaan kepada seorang kreditur tertentu memberikan kepada kreditur tersebut suatu privilege atau kedudukan istimewa terhadap para kreditur lainnya.

F. Tahap Pembebanan Objek Jaminan Kebendaan dengan Hak Tanggungan

Walaupun terdapat perjanjian berbagi jaminan di antara para kreditur, tetapi pembebanan Hak Tanggungan dilakukan oleh masing-masing bank secara bilateral dengan kreditur. Hal inilah yang menyebabkan sesuai dengan ketentuan UUHT,

(38)

kedudukan para kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam pemberian kredit secara joint financing diklasifikasikan dengan peringkat sesuai dengan waktu pendaftaran Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan. Pembebanan Hak Tanggungan tersebut dilaksanakan dengan tahapan proses sebagai berikut:

1. Tahap pemberian Hak Tanggungan

a. Untuk keperluan pembebanan Hak Tanggungan, pertama-tama debitur harus menyerahkan kepada bank sertipikat hak atas tanah (Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas Tanah Negara) yang akan dibebani dengan Hak Tanggungan. Sertifikat hak atas tanah tersebut dapat atas nama debitur sendiri atau atas nama pihak ketiga.

b. Disamping harus menyerahkan sertipikat hak atas tanah, debitur atau pemilik tanah juga harus mengusahakan dan menyerahkan kepada bank Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (”SKPT”) dari Kantor Pertanahan setempat. SKPT tersebut dapat pula langsung dimintakan oleh bank kepada Kantor Pertanahan.

Adapun yang dimaksud dengan SKPT itu adalah surat keterangan yang memuat keterangan mengenai:82

- keabsahan dari sertipikat hak atas tanah;

- status tanah tersebut dalam sengketa atau diletakkan sita oleh pengadilan atau tidak;

82 Adrian, Sutedi, Implikasi Hak Tanggungan Terhadap Pemberian Kredit Oleh Bank dan

(39)

- tanah sudah atau belum dibebani dengan Hak Tanggungan; - lain-lain yang berkaitan dengan pendaftaran tanah.

c. Demi menjamin keamanan, selain informasi yang diperoleh dari SKPT, bank juga mencari informasi lainnya, antara lain dengan cara:

- melihat rencana tata kota, untuk melihat peruntukkan tanah tersebut di masa yang akan datang;

- memeriksa ke lokasi tanah untuk mencocokkan letak dan batas tanah berikut bangunan (bila ada) antara rincian yang ada dalam sertipikat dengan keadaan sebenarnya;

- memperkirakan laku tidaknya apabila kelak tanah tersebut dilelang; - menaksir harga untuk menentukan nilai obyek Hak Tanggungan. d. Setelah penelitian bank dianggap cukup, kemudian pihak bank dan

pemilik tanah datang ke PPAT yang wewenangnya meliputi daerah dimana tanah tersebut terletak, untuk membuat APHT.

APHT mengatur persyaratan dan ketentuan mengenai pemberian Hak Tanggungan dari debitur kepada kreditur sehubungan dengan hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Pemberian hak ini dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur yang bersangkutan (sebagai kreditur preference) daripada kreditur-kreditur yanng lain. Jadi, pemberian Hak Tanggungan adalah sebagai jaminan pelunasan hutang debitur kepada kreditur sehubungan dengan perjanjian pinjaman/kredit yang bersangkutan.

(40)

Tanah sebagai obyek Hak Tanggungan dapat meliputi benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Hal itu dimungkinkan karena sifatnya secara fisik menjadi satu kesatuan dengan tanahnya, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, yang berupa bangunan permanen, tanaman keras dan hasil karya, dengan ketentuan bahwa benda-benda tersebut milik pemegang hak maupun milik pihal lain (bila benda-benda itu milik pihak lain, yang bersangkutan/pemilik harus ikut menandatangani APHT).

2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan

a. APHT didaftarkan pada Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah tempat dimana tanah yang dibebani Hak Tanggungnan itu terletak. Disamping APHT itu, untuk keperluan pendaftaran harus pula disertakan sertpikat hak atas tanah yang bersangkutan. Pasal 13 ayat 2 UUHT telah memberikan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) kerja setelah penandatangan APHT.

b. Kantor Pertanahan tersebut kemudian akan melakukan hal-hal sebagai berikut :

- membuat buku tanah Hak Tanggungan;

- mencatat di buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan;

(41)

- mencatat pembebanan Hak Tanggungan tersebut dalam sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan;

- mendaftar dalam daftar buku tanah Hak Tanggungan.

Menurut Pasal 13 ayat 4 UUHT, tanggal buku tanah Hak Tanggungan itu adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya, yang merupakan saat lahirnya sertifikat Hak Tanggungan.

c. Sertifikat Hak Tanggungan yang terdiri dari salinan buku tanah Hak Tanggungan dan salinan APHT serta sertipikat hak atas tanah kemudian diserahkan kepada bank selaku kreditur dan pemegang Hak Tanggungan untuk disimpan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tata cara pembebanan Hak Tanggungan dimulai dengan tahap pemberian Hak Tanggungan di hadapan PPAT yang berwenang dan dibuktikan dengan APHT dan diakhiri dengan tahap pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan setempat.

Referensi

Dokumen terkait

tegangan geser yang semakin besar disebabkan oleh semakin besarnya nilai kohesi (c) dan sudut gesek dalam (φ) seiring dengan persentase penambahan kapur dan abu

dengan melakukan pengukuran tingkat kecemasan khususnya pasangan infertil yang sedang menjalani pengobatan infertilitas, dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi

Selain itu, jika diperhatikan pada Tabel 1, kurkumin dan analognya memiliki kemiripan struktur dengan bikalutamida karena terdapat gugus fenil (aromatik) pada kedua ligan

Data Pengukuran Imago Jantan E... Data Pengukuran Imago Betina

Jumlah laba atau keuntungan per sekali trip operasi penangkapan ikan PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 60 GT pada kondisi nyata ini tentu merugikan

3.000.000,- dan memiliki sepeda motor dan mobil dalam melakukan perjalanan sehari-hari menggunakan mobil dengan nilai korelasi r = 0,500 yang berarti jumlah

yang digunakan lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia selama ini dalam membangun sebuah website portal dilakukan dengan membandingkan pada pendekatan berbasis

[r]