• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS OPTIMASI SISTEM PRODUKSI PADA INDUSTRI PERIKANAN TUNA (STUDI KASUS DI PT PERIKANAN NUSANTARA CABANG BENOA, BALI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS OPTIMASI SISTEM PRODUKSI PADA INDUSTRI PERIKANAN TUNA (STUDI KASUS DI PT PERIKANAN NUSANTARA CABANG BENOA, BALI)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)ANALISIS OPTIMASI SISTEM PRODUKSI PADA INDUSTRI PERIKANAN TUNA (STUDI KASUS DI PT PERIKANAN NUSANTARA CABANG BENOA, BALI). FIRMAN FAJAR PANCA PUTERA HALUAN. MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010.

(2) PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Optimasi Sistem Produksi pada Industri Perikanan Tuna (Studi Kasus di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali) adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan kepada perguruan tinggi manapun dalam bentuk apapun. Semua sumber informasi yang ada atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.. Bogor, Desember 2010. Firman Fajar Panca Putera Haluan.

(3) ABSTRAK. FIRMAN FAJAR PANCA PUTERA HALUAN, C44062331. Analisis Optimasi Sistem Produksi pada Industri Perikanan Tuna (Studi Kasus di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali). Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM. Industri perikanan, khususnya perikanan tuna, di Indonesia berusaha meningkatkan produktivitas hasil tangkapan dalam memenuhi permintaan konsumen dengan cara yang efektif dan biaya seefisien mungkin. PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali merupakan usaha perikanan tuna longline pertama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan memberikan informasi tentang kegiatan optimalisasi sistem produksi pada perusahaan tersebut. Metode pengolahan data menggunakan riset operasi dengan teknik linear programming dibantu software LINDO. Kelompok data dianalisis berdasarkan ukuran kapal 15 GT, 40 GT, dan 60 GT. Variabel keputusan penelitian ini adalah pengoptimalisasian jenis ikan kualitas ekspor. Fungsi tujuan yaitu memaksimumkan keuntungan. Fungsi kendala meliputi biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya usaha (operasional), biaya pekerja laut, biaya administrasi, dan kapasitas muat palka. Kegiatan manajemen produksi yaitu operasi penangkapan ikan di fishing ground dan pengolahan ikan hasil tangkapan di darat. Hasil perhitungan optimalisasi kapal 15 GT pada kondisi optimal ikan tuna mata besar (thunnus obesus) sebesar 1.722,86 kg dan ikan tuna sirip biru (thunnus macoyii) sebesar 288,14 kg yang memberikan keuntungan perusahaan. Sumberdaya kapal 15 GT yang dimanfaatkan secara optimal adalah sumberdaya biaya administrasi dan kapasitas muat palka. Hasil perhitungan optimalisasi kapal 40 GT dan 60 GT pada kondisi optimal ikan tuna mata besar (thunnus obesus) sebesar 12.029,97 kg pada kapal 40 GT dan 16.837,34 kg pada kapal 60 GT yang memberikan keuntungan perusahaan. Sumberdaya kapal 40 GT dan 60 GT yang dimanfaatkan secara optimal adalah sumberdaya biaya umpan. Rekomendasi bagi perusahaan yaitu (1) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia; (2) menjaga kehigienisan alat produksi; (3) memperluas fishing ground.. Kata kunci: ikan tuna, linear programming, longline, optimalisasi..

(4) © Hak cipta IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB..

(5) ANALISIS OPTIMASI SISTEM PRODUKSI PADA INDUSTRI PERIKANAN TUNA (STUDI KASUS DI PT PERIKANAN NUSANTARA CABANG BENOA, BALI). FIRMAN FAJAR PANCA PUTERA HALUAN. Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010.

(6) Judul Skripsi. : Analisis Optimasi Sistem Produksi pada Industri Perikanan Tuna (Studi Kasus di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali) : Firman Fajar Panca Putera Haluan : C44062331 : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap. Nama NRP Mayor. Disetujui: Pembimbing I,. Pembimbing II,. Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si NIP : 19660920 199103 1 001. Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si NIP : 19780613 200801 2 011. Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP : 19621223 198703 1 001. Tanggal Lulus: 28 Desember 2010.

(7) KATA PENGANTAR Skripsi berjudul “Analisis Optimasi Sistem Produksi pada Industri Perikanan Tuna (Studi Kasus di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali)” ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi disusun berdasarkan pada hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan April 2010 di PT Perikanan Nusatara Cabang Benoa, Bali. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si dan Ibu Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan perhatian yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan.. Bogor, Desember 2010. Firman Fajar Panca Putera Haluan.

(8) UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1) Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si dan Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan perhatian secara penuh; 2) Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku dosen penguji tamu; 3) Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku Ketua Departemen PSP dan Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen PSP; 4) Kedua orang tua penulis, Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc dan Unmiati beserta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungannya; 5) Bapak H. Nasrun M. Patadjai selaku Direktur Utama PT Perikanan Nusantara yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di PT Perikanan Nusantara; 6) Dr. Abdul Rachman selaku Direktur Produksi PT Perikanan Nusantara yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian di PT Perikanan Nusantara; 7) Drs. Ajang Rukhyana selaku Kepala Cabang PT Perikanan Nusantara Bali, Bapak I Putu Sukayasa, S.IP selaku Kepala Bagian Keuangan dan Administrasi PT Perikanan Nusantara Bali, Bapak Sukad selaku Kepala Bagian Operasional PT Perikanan Nusantara Bali, dan staf serta pegawai di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali; 8) Maria Catherine Iryani atas dukungan, perhatian, dan kasih sayang pada penulis; 9) Rekan-rekan PSP 43 atas jalinan persahabatan dan kekerabatan selama menempuh pendidikan di Departemen PSP; 10) Keluarga besar civitas academica PSP; 11) Dr. Ir. Sri Pujiati, M.Si atas dukungannya selama ini dan rekan-rekan dari Persekutuan Oikumene Kristen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB; 12) Rekan-rekan dari International Association of Student in Agricultural and Related Science (IAAS-LC IPB);.

(9) 13) Rekan-rekan B11 selama penulis menempuh pendidikan di Tahap Persiapan Bersama (TPB); 14) Rekan-rekan dari Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta dan Politani Negeri Pangkep atas kebersamaannya selama melakukan penelitian di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali; 15) Semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu..

(10) RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor pada tanggal 17 November 1986 dari pasangan Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc dan Unmiati. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Pendidikan formal pertama penulis dimulai dari TK Mexindo Bogor. Tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikannya di SD Swasta Katolik Mardi Yuana I Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Swasta Katolik Mardi Yuana I Bogor pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 4 Bogor. Tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiwa Baru (SPMB), kemudian terseleksi masuk sebagai mahasiswa. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dengan Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi anggota Departemen Penelitian dan Pengembangan Profesi HIMAFARIN (Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) periode 2009-2010.. Penulis pernah. menjabat sebagai Ketua Persekutuan Mahasiswa Oikumene Kristen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB periode 2008-2009. Penulis pernah menjadi anggota International Association of Student in Agricultural and Related Science (IAAS-LC IPB) pada Exchange Program Department periode 2007-2008 dan 2008-2009. Tahun 2010 penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Optimasi Sistem Produksi pada Industri Perikanan Tuna (Studi Kasus di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali) untuk. memperoleh gelar Sarjana. Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan..

(11) ABSTRACT. FIRMAN FAJAR PANCA PUTERA HALUAN, C44062331. Analysis of Production System Optimization on Tuna Fishing Industry (Case Study at PT Perikanan Nusantara, Benoa Branch, Bali). Supervised by SUGENG HARI WISUDO and PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM. Fishing industry, particularly the tuna fishery, in Indonesia try to increase the productivity of the catch in meeting domestic market’s demand in the most effective way as well as the most efficient for cost. PT Perikanan Nusantara, Branch Benoa, Bali is one of pioneering business with the first longline tuna fisheries in Indonesia. This research aims to provide information about the activities of the optimization of production systems at the company. Data processing method uses operations research techniques with linear programming aided by software LINDO. Groups of data analyzed were based on vessel size namely 15 GT, 40 GT and 60 GT. Decision variable of this study is the optimization of export quality fish. The objective function is to maximize the profit. Constraint function are the cost of fuel (diesel), the cost of feed (bait), operational cost, the cost of human resources, administrative costs and the capacity of loading hatch. The activities of production management are fishing operations in the fishing ground and processing the fish on land. The result of optimization calculation on 15 GT vessels show that in optimum condition bigeyed tuna (Thunnus obesus) weighing 1,722.86 kg and blue-finned tuna (Thunnus macoyii) weighing 288,14 kg that give profit to the company. Resources used optimally on 15 GT vessels are the resource of administrative cost and the capacity of loading hatch. The result of optimization calculation on 40 GT and 60 GT vessels show that in optimum condition big-eyed tuna (Thunnus obesus) weighing 12,029.97 kg on 40 GT vessels and 16,837.34 kg on 60 GT vessels that give profit to the company. Resource used optimally on 40 GT and 60 GT vessels are the resource of feeding cost. The recommendations for the company are (1) improve the quality of human resources, (2) maintain hygienic tools of production, (3) expand the fishing ground that has been operated.. Key words: linear programming, longline tuna, optimization, tuna fish..

(12) DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................xi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah.............................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tuna .............................................................................................. 5 2.1.1 Klasifikasi ikan tuna ..................................................................... 5 2.1.2 Daerah penangkapan (fishing ground) ikan tuna .......................... 6 2.2 Alat Tangkap Perikanan Tuna Longline ................................................. 7 2.2.1 Bagian-bagian pada alat tangkap tuna longline.............................. 8 2.2.2 Pengoperasian alat tangkap tuna longline ...................................... 9 2.3 Kapal Perikanan Tuna Longline............................................................. 11 2.4 Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Operasi Penangkapan Ikan Tuna Longline ................................................................................................ 11 2.5 Manajemen Operasi Produksi ................................................................ 14 2.6 Linear Programming ............................................................................. 16 2.6.1 Pengertian..................................................................................... 16 2.6.2 Model pemrograman linear ........................................................... 17 2.6.3 Perumusan persoalan pemrograman linear .................................... 19 2.7 Analisis Pasca-Optimalitas .................................................................... 19 2.7.1 Dualitas ........................................................................................ 20 2.7.2 Analisis sensitivitas ...................................................................... 21. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 22 3.2 Metode Penelitian.................................................................................. 22 3.3 Metode Pengumpulan Data.................................................................... 22 3.4 Metode Analisis Data ............................................................................ 23 3.4.1 Analisis deskriptif......................................................................... 23 3.4.2 Analisis optimasi .......................................................................... 23 3.4.3 Analisis primal ............................................................................. 26 3.4.4 Analisis dual................................................................................. 26 3.4.5 Analisis sensitivitas ...................................................................... 27. xi.

(13) 4. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah Perusahaan................................................................................ 28 4.2 Dasar Hukum Pendirian PT Perikanan Nusantara (Persero) ................... 30 4.3 Visi dan Misi Perusahaan ...................................................................... 31 4.4 Struktur Organisasi................................................................................ 32 4.5 Sumberdaya Manusia ............................................................................ 34 4.6 Fasilitas Perusahaan .............................................................................. 36 4.6.1 Fasilitas pengolahan (processing) ................................................. 36 4.6.2 Fasilitas pendukung ...................................................................... 38. 5. PEMBAHASAN 5.1 Produksi ................................................................................................ 41 5.1.1 Proses produksi ikan tuna ............................................................. 41 5.1.2 Proses penanganan hasil tangkapan di atas kapal .......................... 42 5.1.3 Proses penanganan ikan di darat ................................................... 44 5.2 Optimasi Produksi dengan Pemrograman Linear ................................... 46 5.2.1 Optimalisasi produksi pada kapal 15 GT ....................................... 48 5.2.2 Optimalisasi produksi pada kapal 40 GT ....................................... 56 5.2.3 Optimalisasi produksi pada kapal 60 GT ....................................... 64 5.3 Rekomendasi bagi Perusahaan............................................................... 72. 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 73 6.2 Saran ..................................................................................................... 74. DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................75 LAMPIRAN .........................................................................................................77. xii.

(14) DAFTAR TABEL Halaman 1. Harga jual, biaya usaha, dan laba per kg tuna pada kapal 15 GT .................. 48. 2. Kendala kapal 15 GT .................................................................................. 49. 3. Biaya per kg kapal 15 GT............................................................................ 50. 4. Perbandingan kondisi antara nilai nyata dengan nilai optimal ...................... 51. 5. Biaya produksi kapal 15 GT ........................................................................ 52. 6. Sensitivitas fungsi tujuan kapal 15 GT ........................................................ 54. 7. Sensitivitas fungsi kendala kapal 15 GT ...................................................... 55. 8. Harga jual, biaya usaha, dan laba per kg tuna pada kapal 40 GT .................. 56. 9. Kendala kapal 40 GT .................................................................................. 57. 10 Biaya per kg kapal 40 GT............................................................................ 57 11 Perbandingan kondisi antara nilai nyata dengan nilai optimal ...................... 59 12 Biaya produksi kapal 40 GT ........................................................................ 60 13 Sensitivitas fungsi tujuan kapal 40 GT ........................................................ 62 14 Sensitivitas fungsi kendala kapal 40 G ........................................................ 63 15 Harga jual, biaya usaha, dan laba per kg tuna pada kapal 60 GT .................. 64 16 Kendala kapal 60 GT .................................................................................. 65 17 Biaya per kg kapal 60 GT............................................................................ 65 18 Perbandingan kondisi antara nilai nyata dengan nilai optimal ...................... 67 19 Biaya produksi kapal 60 GT ........................................................................ 68 20 Sensitivitas fungsi tujuan kapal 60 GT ........................................................ 70 21 Sensitivitas fungsi kendala kapal 60 GT ...................................................... 71. xiii.

(15) DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan tuna sirip biru (Thunnus maccoyii) ...................................................... 6. 2. Alat tangkap tuna longline........................................................................... 8. 3. Fish box ...................................................................................................... 36. 4. Bak penampungan ikan ............................................................................... 37. 5. Forklift........................................................................................................ 38. 6. Cold storage ............................................................................................... 38. 7. Kapal Longliner PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali .................... 39. 8. Dermaga PT Perikanan Nusatara Cabang Benoa, Bali ................................. 39. xiv.

(16) DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Gambar rancang bangun alat penangkap ikan tuna longline ......................... 78. 2. Peta lokasi kantor dan fishing ground PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali..................................................................................... 79. 3. Realisasi operasi/produksi pada Kapal Longliner 15 GT.............................. 80. 4. Realisasi operasi/produksi pada Kapal Longliner 40 GT.............................. 81. 5. Realisasi operasi/produksi pada Kapal Longliner 60 GT.............................. 82. 6. Biaya usaha Kapal Longliner 15 GT............................................................ 83. 7. Biaya usaha Kapal Longliner 40 GT............................................................ 84. 8. Biaya usaha Kapal Longliner 60 GT............................................................ 85. 9. Hasil olahan LINDO Kapal Longliner 15 GT .............................................. 86. 10 Hasil olahan LINDO Kapal Longliner 40 GT .............................................. 87 11 Hasil olahan LINDO Kapal Longliner 60 GT .............................................. 88 12 Gambar kegiatan manajemen produksi di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali..................................................................................... 89 13 Gambar fasilitas produksi di PT Perikanan Nusatara Cabang Benoa, Bali..................................................................................... 90. xv.

(17) 1 PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Konsumsi sumberdaya ikan yang masih cukup rendah di Indonesia. mempengaruhi permintaan pasar ikan nasional. Hal yang berbeda terjadi di pasar luar negeri yang memiliki kesadaran akan pentingnya ikan sebagai sumber makanan (protein) yang cukup besar. Akibatnya banyak sumberdaya hayati laut Indonesia dengan kualitas terbaik yang diekspor ke luar negeri. Padahal ikan sangat penting dalam rangka meningkatkan gizi, kesehatan dan kecerdasan bangsa. Hasil estimasi potensi sumberdaya perikanan yang dilakukan Pusat Riset Perikanan Tangkap pada tahun 2001 menunjukkan potensi sumberdaya ikan pelagis besar di beberapa perairan di Indonesia masih cukup besar dengan tingkat pemanfaatan yang masih rendah. Tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berlebihan (overfishing) baru terjadi di beberapa perairan saja, diantaranya perairan Selat Malaka dan Laut Jawa (Nurani dan Wisudo, 2007). Industri perikanan, khususnya perikanan tuna, di Indonesia berusaha meningkatkan produktivitas hasil tangkapan dalam memenuhi permintaan pasar nasional maupun internasional dengan cara-cara yang efektif dan biaya seefisien mungkin dengan tetap mengutamakan keberlanjutan sumberdaya perikanan (sustainable. fisheries).. Kegiatan. pemanfaatan. sumberdaya. ikan. perlu. memperhatikan bahwa ikan merupakan sumberdaya yang terbatas namun dapat diperbaharui (renewable). Kegiatan unit usaha perikanan dalam proses produksinya perlu memperhatikan sifat ikan yang highly perishable atau mengalami proses kemunduran mutu ikan yang cepat. Kemunduran mutu ikan disebabkan oleh faktor biologis ikan itu sendiri atau faktor lingkungan luar. Perlu diperhatikan secara ekonomis bahwa harga pasar sangat dipengaruhi oleh mutu kesegarannya. Berdasarkan hal tersebut industri perikanan memerlukan cara penanganan yang tepat dalam waktu yang singkat..

(18) 2. Kegiatan unit usaha (perusahaan) mengintegrasikan seluruh sumberdaya (input) yang ada agar dapat menghasilkan produk (output) yang sesuai dengan tujuan perusahaan. Pengintegrasian sumberdaya yang ada merupakan suatu sistem manajemen yang memiliki fungsi dan peran masing-masing. Pengintegrasian sumberdaya ini dilakukan mulai dari praproduksi, produksi, pascaproduksi, hingga distribusi produk. Pengaturan ini harus tetap memperhatikan biaya produksi atau dengan kata lain penggunaan biaya secara bijak atau efisien. Penerapan manajemen operasi dengan teknik optimasi perlu digunakan pada perusahaan agar hasil produksi yang dicapai optimal. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak terlepas dari media berupa kapal dan alat penangkap ikan untuk proses operasi penangkapan ikan dan alat transportasi dari fishing base menuju ke fishing ground lalu kembali ke fishing base. Fishing ground yang ada merupakan lautan yang sangat luas dan wilayah milik bersama (common property), sehingga terjadi persaingan dalam hal kemampuan serta kecanggihan sarana dan teknologi penangkapan ikan untuk mendapatkan hasil produksi yang optimal. Berdasarkan hal tersebut unit operasi penangkapan ikan harus mempersiapkan diri sebelum melaut dengan fasilitas yang baik dan lengkap seperti perbekalan logistik, bahan bakar minyak, alat penangkap ikan, umpan, es, dan lain sebagainya. PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali merupakan salah satu rintisan usaha perikanan tuna longline pertama di Indonesia yang masih bertahan hingga saat ini. Letak geografis PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia membuat perusahaan tersebut strategis dalam hal operasi penangkapan ikan, khususnya tuna. PT Perikanan Nusantara (Persero) juga merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang perikanan di Indonesia sejak penggabungan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya pada tahun 2006. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kegiatan produksi usaha perikanan tuna di PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali serta memberikan informasi tentang kegiatan pengoptimalisasi sumberdaya produksi yang ada di perusahaan tersebut dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

(19) 3. sehingga dapat memberikan masukan atau rekomendasi dalam kegiatan usaha penangkapan ikan di PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali. Rekomendasi atau masukan tersebut dapat digunakan oleh perusahaan agar menggunakan sumberdaya yang ada secara bijak atau efisien dan dapat berlangsung secara efektif sehingga pendapatan perusahaan dapat mencapai titik optimum.. 1.2. Perumusan Masalah Tingkat produktivitas hasil tangkapan seringkali tidak dapat menutupi. pengeluaran kebutuhan melaut perusahaan. Tingkat produktivitas yang diharapkan berada pada titik optimum bisa saja tidak terjadi. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam kendala, misalnya keterbatasan sumberdaya ikan pada wilayah fishing ground, sumberdaya manusia yang kurang bekerja optimal dan efektif, atau sumberdaya faktor produksi yang terbatas. Keterbatasan sumberdaya perusahaan tersebut memerlukan pengaturan atau alokasi sumberdaya yang tepat dan cepat agar sebagian atau bahkan semua tujuan yang diinginkan perusahaan dapat tercapai. Perlu diperhatikan pula masalah lingkungan sekitar dan hukum atau peraturan yang membatasinya.. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:. 1) Mengidentifikasi kegiatan manajemen operasi produksi perusahaan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2) Menentukan tingkat optimal akan kebutuhan sumberdaya produksi operasi penangkapan ikan. 3) Memberikan. masukan atau. rekomendasi. yang. tepat. dalam. rangka. mengoptimalkan tingkat produktivitas hasil tangkapan di perusahaan tersebut..

(20) 4. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan membuka. wawasan bagi mahasiswa maupun umum mengenai kegiatan manajemen operasi produksi dan kegiatan optimalisasi input produksi pada suatu perusahaan perikanan, khususnya perusahaan perikanan tuna. Penelitian ini juga diharapkan menjadi. masukan. atau. rekomendasi. bagi. perusahaan. dalam. rangka. mengoptimalkan tingkat produktivitas, sehingga proses produksi dapat dilakukan secara efektif dan efisien yang berakibat pada meningkatnya laba perusahaan..

(21) 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Ikan Tuna Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu,. mempunyai dua sirip, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Ikan tuna jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran gelap (Departemen Kelautan dan Perikanan 2005 vide Widiastuti 2008).. 2.1.1 Klasifikasi ikan tuna Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut: Filum. : Chordata. Subfilum. : Vertebrata Thunnus. Kelas. : Teleostei. Subkelas. : Actinopterygii. Ordo. : Perciformes. Subordo. : Scombroidae. Genus. : Thunnus. Spesies. : Thunnus alalunga (Albacore) Thunnus albacores (Yellow Fin Tuna) Thunnus macoyii (Southern Blue Fin Tuna) Thunnus obesus (Big Eye Tuna) Thunnus tongkol (Longtail Tuna). Sumberdaya tuna merupakan satu dari beberapa sumberdaya potensial yang sudah terbukti besar sumbangannya bagi perekonomian perikanan nasional. Potensi ikan tuna di perairan Indonesia adalah 780.040 ton per tahun, pada tahun 2003 menurun mencapai 740.000 ton per tahun (Dahuri 2001)..

(22) 6. Gambar 1 Ikan tuna sirip biru (Thunnus macoyii). 2.1.2 Daerah penangkapan (fishing ground) ikan tuna Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan tujuan untuk menangkap ikan. Tujuan tangkap usaha perikanan longline adalah sumberdaya tuna. Keberadaan tuna di laut sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, salinitas, massa air, front, upwelling, termoklin, dan kondisi arus perairan. Tuna juga terbiasa untuk melakukan migrasi jarak jauh. Menurut Nakamura (1969) dalam Nurani dan Wisudo (2007), ikan tuna biasa dalam schooling saat mencari makan, jumlah schooling biasa terdiri dari beberapa ekor maupun dalam jumlah banyak. Daerah penyebaran ikan tuna merupakan perairan yang subur di lautan bebas, yaitu tempat terjadinya upwelling. Hidup secara pelagis dan mengadakan ruaya di laut bebas, berenang di lapisan ai yang dalamnya 150 m di bawah permukaan laut (dpl). Karena habitatnyadi perairan dalam, maka penangkapan tuna juga disebut sebagai perikanan laut dalam (high sea fisheries) (Soemarto 1985 vide Nurani dan Wisudo 2007). Penyebaran ikan tuna di wilayah perairan Indonesia dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: 1) perairan yang tergolong ke dalam Samudera Pasifik dan 2) Samudera Hindia. Ikan tuna sirip biru atau blue fin (Thunnus maccoyii) ditemui di selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Laut Banda, Laut Flores, Selat Makassar, Laut Maluku, dan Teluk Tomini (LIPI, 1997). Ikan tuna sirip kuning/madidihang atau yellowfin (Thunnus albacores) termasuk tuna berukuran besar, umumnya bisa mencapai ukuran lebih dari 2 m. Para ahli perikanan menduga bahwa stok dari Samudera Hindia dan stok dari Samudera Pasifik bertemu di Indonesia, mungkin di sekitar Laut Flores dan Laut Banda, tetapi bagaimana cara dan berapa lamanya ikan-ikan itu berbaur belum diketahui dengan pasti (Nontji, 2005)..

(23) 7. Ikan tuna mata besar atau bigeye (Thunuss obesus) umumnya bisa mencapai panjang 2,3 m dan berat 150 kg. Sebaran ikan ini berkesinambungan dari Samudera Pasifik melalui perairan di antara pulau-pulau Indonesia ke Samudera Hindia. Di Indonesia ikan ini banyak tertangkap di perairan selatan Jawa, barat daya Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara, dan di Laut Banda serta laut Maluku (Nontji, 2005).. 2.2. Alat Tangkap Perikanan Tuna Longline Perikanan longline sering diartikan sebagai perikanan tuna longline karena. tujuan utama penangkapan dengan alat ini adalah ikan dari jenis tuna walaupun dalam kenyataannya tertangkap juga ikan-ikan yang lain. Hasil tangkapan selain jenis tuna adalah setuhuk (Makaira sp.), pedang (Xiphias gladius), layaran (Istiophorus sp.), cucut (Carcarinidae), dan ikan-ikan lainnya (Ayodhyoa, 1981). Menurut Sainsbury (1986), longline merupakan alat tangkap yang dapat digunakan untuk menangkap ikan demersal maupun pelagis Menurut Sainsbury (1986), ada variasi alat tangkap longline dalam dimensi, penalian, dan pengoperasioan berdasarkan wilayah penangkapan, spesies tangkapan, dan tradisi lokal. Ada dua jenis alat tangkap longline, yaitu: 1) Longline tetap permukaan Tali digantungkan dalam jarak tertentu di bawah pelampung biasa yang telah diberi jarak. 2) Longline dasar Tali dasar dipasang sepanjang dasar perairan dan posisinya diatur dengan jangkar-jangkar yang diberi pelampung dan ditandai untuk menujukkan lokasi dan luasnya set (Sainsbury, 1986)..

(24) 8. Gambar 2 Alat tangkap tuna longline.. 2.2.1 Bagian-bagian pada alat tangkap tuna longline Alat tangkap perikanan tuna longline umumnya terdiri atas beberapa bagian, diantaranya sebagai berikut: 1) Pelampung (float) Pelampung yang digunakan pada alat tangkap tuna longline ini terdiri dari beberapa jenis yaitu pelampung bola, pelampung bendera, pelampung radio, dan pelampung lampu. Warna pelampung harus berbeda atau kontras dengan warna air laut. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mengenalnya dari jarak jauh setelah setting. 2) Tali pelampung Tali pelampung berfungsi untuk mengatur kedalaman dari alat tangkap sesuai dengan yang dikehendaki. Tali pelampung ini umumnya terbuat dari bahan kuralon. 3) Tali utama (main line) Tali utama atau main line adalah bagian dari potongan-potongan tali yang disambung-sambung antara satu dengan yang lain sehingga memebentuk rangkaian tali yang sangat panjang. Tali utama ini harus cukup kuat karena menanggung beban dari tali cabang dan tarikan yang terikat pada mata pancing. Kedua ujung dari tiap main line dibuat simpul mata..

(25) 9. Main line biasanya terbuat dari bahan kuralon yang diameternya 0,25 inch atau lebih. Panjang main line tergantung dari panjang dan jumlah branch line karena setiap pertemuan kedua ujung main line merupakan tempat pemasangan branch line. 4) Tali cabang (branch line) Satu set tali cabang ini tediri dari tali pangkal, tali cabang utama, wire leader yang berfungsi agar dapat menahan gesekan pada saat ikan terkait pancing dan pancing yang terbuat dari bahan baja, biasanya menggunakan tali no. 7. Bahan dari tali cabang biasanya sama dengan tali utama, perbedaannya hanya pada ukurannya saja, dimana ukuran tali cabang lebih kecil dari tali utama. 5) Alat bantu Alat bantu yang dimaksud adalah alat-alat yang dipergunakan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan operasi penangkapan di kapal seperti radar, RDF, line hauler, marlin spike, catut potong, ganco, sikat baja, jarum pembunuh, pisau, dan lain-lain (Mallawa dan Sudirman, 2004). (Gambar rancang bangun alat penangkap ikan tuna longline dapat dilihat pada Lampiran 1).. 2.2.2 Pengoperasian alat tangkap tuna longline Kapal akan berlayar menuju fishing ground setelah semua persiapan operasi penangkapan selesai dilakukan. Selama perjalanan menuju fishing ground, para ABK bekerja mempersiapkan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Kegiatan operasi penangkapan ikan dengan longline meliputi tiga tahap kegiatan, yaitu: 1) Setting Setting adalah kegiatan penurunan longline. Sebelum setting dilakukan, terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan yang meliputi penyiapan umpan, branch line, radio bouy, pelampung dan light bouy serta penyambungan main line pada line thrower. Setting umumnya dilakukan pada pagi hari sampai siang hari. Setting dilakukan pada bagian buritan kapal..

(26) 10. Pembagian kerja dan sinkronisasi kerja perlu dilakukan diantara para ABK yang bertugas. Setting dimulai setelah fishing master memberi perintah agar setting segera dilaksanakan. Radio bouy dibuang disusul dengan dua pelampung, line thrower dihidupkan, pancing dilempar dan snap branch line dipasang pada main line setiap bel berbunyi. Setelah bel ke-14 atau bel ke-7 (sesuai dengan konstruksi longline), dipasang snap tali pelampung dan pelampungnya. Begitu seterusnya sampai pembuangan radio bouy terakhir. Bola ke-15 diberi lempengan seng ber-scotlight dan setiap 30 pelampung dipasang satu light bouy (atau disesuaikan dengan konstruksi longline yang digunakan). Scotlight dan light bouy digunakan agar longline dapat terlihat pada malam hari. 2) Drifting Drifting adalah penghanyutan longline di dalam air selama beberapa jam. Drifting berlangsung sekitar lima jam, saat drifting longline dibiarkan hanyut dan kemungkinan terbawa arus sampau jauh dari kapal. Pada saat drifting, mesin kapal dimatikan untuk menghemat BBM dan ABK dapat beristirahat. Sekitar siang atau sore hari, kapal mulai mendeteksi radio bouy yang ada pada longline. Lokasi radio bouy dapat dideteksi dari kapal dengan radio detection finder (RDF). Setelah ditemukan, kapal menuju tempat radio bouy terdeteksi. Persiapan hauling dilakukan, para ABK mulai mempersiapkan diri dan peralatan yang diperlukan untuk melakukan hauling. 3) Hauling Hauling merupakan penarikan longline dari dalam air dan hasil tangkapan. Hauling umumnya dilakukan pada sore hari. Lama hauling begantung pada jumlah hasil tangkapan yang ada dan banyaknya pancing. Penarikan longline saat hauling dibantu dengan line hauler. Pada saat hauling sebagian besar ABK bekerja. Saat hauling mulai dilakukan, kapal bergerak mendekati radio bouy dan selanjutnya menaikkan radio bouy ke kapal. Main line dilewatkan line hauler melalui side roller, diteruskan ke belt conveyer, ditarik line arranger dan diatur ke dalam boks. Snap branch line dilepas, digulung dengan bran leel sampai kanayama, disusun 12 atau 13 branch line (atau sesuai konstruksi.

(27) 11. longlne dan satu tali pelampung diikat dibawa ke gudang buritan. Juka ada ikan yang tertangkap, snap segera dilepaskan, ikan ditaraik dan dibawa ke pintu pagad lalu diganco ke geladak untuk segera dilakukan penanganan (Nurani dan Wisudo, 2007).. 2.3. Kapal Perikanan Tuna Longline Kapal longline memiliki beberapa karakteristik tertentu. Biasanya mereka. memasang alat tangkap di bagian buritan dan menarik hasil tangkapan pada bagian haluan atau sisi bagian depan. Dek harus terbuka lebar untuk menyimpan alat tangkap dengan tepat, bagian sisi dek memiliki bentuk yang datar dari buritan sampai haluan sehingga alat tangkap dapat melewati sisi setelah proses penarikan. Bagian kanan depan terdapat line hauler dan jembatan bertangga untuk memudahkan pengangkatan ikan ke atas. Setelah penarikan, gulungan tali ditempatkan pada dek bagian muka bersama pelampung, Meja ikan hasil tangkapan diletakkan pada bagian buritan dimana tali dipasang. Tuna yang tertangkap dipotong dan dibersihkan, kemudian dimasukkan pada tangki pendingin bergaram sebelum disimpan dalam ruang penyimpanan ikan berefrigeasi (Fyson, 1985). Kapal longline menurut Ayodhyoa (1981) umumnya berbentuk panjang dan ramping dengan tujuan agar kapal dapat lincah atau mudah bergerak. Umumnya bentuk dasar kapal berbentuk “V” bottom, dengan demikian kapal akan mempunyai kemampuan yang besar untuk membelah gelombang dan daya perlawanan air terhadap kapal lebih kecil. Kelincahan kapal longline sangat ditentukan oleh ukuran-ukuran utamanya, yaitu panjang (L), lebar (B), dalam (D) dan nilai perbandingan L/B, L/D, dan B/D.. 2.4. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Operasi Penangkapan Ikan Tuna Longline Menurut Nurani dan Wisudo (2007), keberhasilan suatu operasi. penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor teknis. Hal ini sangat penting karena dapat mempengaruhi produksi hasil tangkapan. Perusahaan-perusahaan perikanan, khususnya perikanan tuna perlu untuk memperhatikan faktor-faktor teknis tersebut agar tujuan optimalisasi hasil.

(28) 12. tangkapan dapat terpenuhi. Faktor-faktor teknis tersebut antara lain sebagai berikut: 1) Ukuran kapal dan mesin kapal Ukuran kapal merupakan fungsi dari volume suatu kapal yang meliputi panjang (L), lebar (B), dalam (D). Hal ini sangat mempengaruhi cara kerja ABK, posisi dan tata letak perbekalan serta peralatan penangkapan ikan, keleluasan operasi penangkapan ikan, pelayaran, dan kapasitas muat hasil tangkapan. Ukuran mesin berkaitan dengan kemampuan daya jelajah kapal, jarak dan luas fishing ground yang dapat dijangkau serta lama operasi penangkapan ikan. Ukuran yang terlalu kecil kemungkinan tidak dapat menggerakkan kapal, begitu juga jika terlalu besar kemungkinan dapat menyebabkan pemborosan. Ukuran mesin juga berkaitan dengan konsumsi bahan bakar, semakin besar ukuran mesin kapal semakin banyak konsumsi bahan bakar. 2) Palka dan fasilitas penanganan ikan di atas kapal Ukuran palka berkaitan dengan kapasitas hasil tangkapan yang dapat dimuat. Jumlah produksi dari suatu kapal dibatasi oleh kapasitas muat palkanya. Semakin besar kapasitas muat suatu palka, akan semakin besar pula kapasitas muat hasil tangkapan. Fasilitas penanganan di atas kapal berkaitan dengan kualitas hasil tangkapan. Penanganan hasil tangkapan tuna sangat diperhatikan agar kualitas mutu tuna hasil tangkapan tetap terjaga agar dapat memenuhi kriteria ekspor. 3) Jumlah mata pancing dan ketersediaan umpan Jumlah mata pancing yang digunakan pada saat setting operasi penangkapan ikan dilakukan sangat berkaitan dengan peluang tertangkapnya ikan. Diharapkan dengan semakin banyak mata pancing yang digunakan, akan semakin besar pula peluang tertangkapnya ikan. Umpan merupakan faktor penting dalam perikanan longline. Umpan sebagai pemikat ikan untuk dapat tertangkap pada mata pancing. Keterbatasan umpan dapat dijadikan faktor pembatas terhadap operasi penangkapan ikan yang dilakukan. Jumlah umpan yang digunakan berkaitan dengan jumlah setting yang dilakukan dan jumlah mata pancing yang digunakan..

(29) 13. 4) Jumlah trip penangkapan ikan Lama waktu (trip) suatu operasi penangkapan ikan dihitung dari sejak kapal meninggalkan fishing base menuju ke fishing ground sampai kapal kembali lagi ke fishing base. Jumlah trip operasi penangkapan ikan diharapkan dapat dilakukan secara optimal sepanjang tahun. Jika kapal tidak dapat melakukan trip operasi penangkapan ikan yang optimal sepanjang tahun, maka akan berdampak pada kerugian usaha. Trip operasi penangkapan ikan berkaitan dengan ketersediaan biaya. Mengingat bahwa biaya operasi pada perikanan tuna longline cukup tinggi, banyak usaha perikanan tuna longline yang tidak dapat mengoptimalkan jumlah trip yang seharusnya dapat dilakukan. Kurangnya trip operasi akan berdampak pada kurangnya pendapatan atau keuntungan usaha, sedangkan biaya tetap (fixed cost) harus tetap dikeluarkan. 5) Bahan bakar Jumlah bahan bakar yang dibawa sebagai perbekalan operasi disesuaikan dengan kapasitas tangki bahan bakar yang dimiliki kapal. Persediaan bahan bakar akan mempengaruhi terhadap luasan fishing ground yang dapat dijelajah oleh kapal dan lama trip operasi penangkapan ikan yang dapat dilakukan. Hal ini akan memperbesar peluang produksi hasil tangkapan. Biaya bahan bakar saat ini hampir menyerap 50% dari keseluruhan biaya operasi penangkapan ikan. Sehingga saat ini banyak kapal longline yang tidak dapat melakukan operasi penangkapan ikan dengan baik karen permasalahan tingginya harga bahan bakar. 6) Tenaga kerja (ABK) Tenaga kerja (ABK) memiliki peran yang sangat penting bagi keberhasilan operasi penangkapan tuna longline. ABK menangani secara penuh kegiatan produksi di laut. Selain faktor-faktor teknis di atas, faktor lingkungan merupakan faktor penting terhadap keberhasilan produksi operasi penangkapan tuna longline. Keadaan oseanografis seperti arus, gelombang, pasang, suhu, salinitas, produktivitas primer, dan keadaan meteorologist seperti angin, hujan, cuaca suatu perairan dapat berubah setiap saat. Faktor-faktor tersebut dapat merubah rencana.

(30) 14. operasi penangkapan ikan yang telah dilakukan sebelumnya. Faktor alam yang berkaitan dengan keberhasilan operasi penangkapan ikan antara lain daerah penangkapan ikan (fishing ground) dan musim ikan (Nurani dan Wisudo, 2007).. 2.5. Manajemen Operasi Produksi Pengertian manajemen operasi tidak terlepas dari pengertian manajemen. pada umumnya, yaitu mengandung unsur adanya kegiatan yang dilakukan dengan mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan bertolak pada pengertian tersebut, Fogerty (1989) dalam Herjanto (2008) mendefinisikan manajemen operasi sebagai suatu proses yang secara berkesinambungan dan efektif menggunakan fungsi-fungsi manajemen untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam rangka mencapai tujuan. Unsur-unsur pokok definisi ini dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: 1) Kontinyu Manajemen operasi bukan suatu kegiatan yang berdiri sendiri. Keputusan manajemen tidak merupakan suatu tindakan sesaat melainkan tindakan yang berkelanjutan atau suatu proses yang kontinyu. 2) Efektif Segala pekerjaan harus dapat dilakukan secara tepat dan sebaik-baiknya serta mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan manajemen operasi memerlukan pengetahuan yang luas karena mencakup berbagai fungsi manajemen, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian. Dalam pelaksaannya, berbagai sumber daya seperti manusia, material, modal, mesin, manajemen atau metode, energi, dan informasi diintegrasiakan untuk menghasilkan barang atau jasa. Integrasi merupakan penggabungan dua atau lebih sumber daya dalam berbagai kombinasi yang terbaik. Manajer operasi dituntut untuk mempunyai kemampuan bekerja secara efisien agar dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan memperkecil limbah..

(31) 15. 3) Tujuan Manajemen operasi harus mempunyai tujuan, yaitu menghasilkan suatu produk sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan operasi terdapat di berbagai organisasi. Bagi suatu perusahaan manufaktur, kegiatan operasi yang menghasilkan produk dapat jelas terlihat. Kegiatan seperti ini sering kali digunakan istilah manajemen produksi. Berkembangnya. teknik. dan. metode. manajemen. produksi,. maka. penerapannya tidak hanya berlaku bagi kegiatan pembuatan barang-barang yang berwujud saja, melainkan juga bisa digunakan untuk mengoperasikan fungsi manajemen perusahaan dalam menghasilkan barang-barang tak berwujud atau jasa. Pada awalnya, manajemen produksi di lingkungan jasa disebut dengan istilah manajemen operasi. Istilah operasi sesungguhnya juga dipakai dalam perusahaan manufaktur, yaitu dalam pengertian kegiatan mengoperasikan sumber daya produksi untuk menghasilkan barang. Istilah manajemen operasi mengandung pengertian yang lebih luas. Oleh karena itu, dalam perkembangannya kemudian digunakan istilah manajemen operasi saja yang mencakup kedua jenis kegiatan baik untuk menghasilkan barang maupun jasa. Kegiatan operasi merupakan bagian dari kegiatan organisasi yang melakukan proses transformasi dari masukan (input) menjadi keluaran (output). Masukan berupa semua sumber daya yang diperlukan (misalnya material, modal, peralatan), sedangkan keluaran berupa barang jadi, barang setengah jadi atau jasa. Proses ini biasanya dilengkapi dengan kegiatan umpan balik untuk memastikan bahwa keluaran yang diperoleh sesuai dengan yang dikehendaki. Kegiatan umpan balik dilakukan dengan melakukan pengecekan pada beberapa titik kunci dan membandingaknnya dengan standar atau acuan yang telah ditetapkan. Apabila terjadi perbedaan antara hasil atau keluaran (output) dengan standar, maka dilakukan tindakan koresi yang dapat berupa perbaikan dalam komponen masukan atau penyempurnaan dalam proses produksi sehingga keluarannya dapat sesuai dengan yang diharapkan (Herjanto, 2008). Pengambilan keputusan manajerial hakikatnya adalah pemilihan dan penentuan suatu alternatif tindakan untuk memecahkan masalah manajemen yang dihadapi. Berbagai masalah bidang fungsional dalam organisasi merupakan.

(32) 16. masalah manajemen. Generalisasi masalah dan pengambilan keputusannya dapat dilakukan dengan pendekatan sistem. Jika pengambilan keputusan dapat dipandang sebagai suatu sistem maka komponen pengambilan keputusan dari suatu masalah meliputi input, proses, dan output. Pengambilan keputusan dengan mempergunakan metode kuantitatif, informasi merupakan salah satu komponen input yang penting. Jika informasi yang diperlukan cukup tersedia, proses pengambilan keputusan dapat segera dimulai. Akan tetapi, dalam prakteknya tampak tidak mungkin untuk mengumpulkan seluruh informasi karena terbatasnya sumber daya dan waktu. Bahkan, jika waktu yang tersedia cukup, dalam beberapa masalah tertentu informasi yang relevan sukar untuk ditentukan. Masalah ketidakpastian muncul dalam proses pengambilan keputusan. Komponen kedua dalam sistem pengambilan keputusan adalah prosesnya sendiri. Proses pengambilan keputusan dipandang sebagai ”black box” karena banyak pengambilan keputusan yang prosesnya tidak diketahui. Proses ini dapat terjadi di dalam pemikiran manajer atau pengambil keputusan. Sering kali proses ini digantikan dengan suatu peralatan tertentu atau suatu model keputusan. Komponen ketiga dalam sistem pengambilan keputusan masalah adalah output-nya. Output disini adalah keputusannya sendiri. Keputusan itu tidak lain adalah hasil proses atau analisi suatu masalah maka pengetahuan dan kecakapan analitis mutlak diperlukan. Dengan pengetahuan dan kecapakan analitis ini, masalah-masalah bisni dapat dipecahkan dan dianalisis (Muslich, 2009).. 2.6. Pemrograman Linear (Linear Programming). 2.6.1 Pengertian Pemrograman linear (linear programming) adalah teknik pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah pengalokasian sumberdaya yang terbatas diantara berbagai kepentingan seoptimal mungkin. Teknik ini dikembangkan oleh LV Kantorovich, seorang ahli matematika dari Rusia pada tahun 1939. Pemrograman linear ini merupakan salah satu metode dalam riset operasi yang memungkinkan para pengambil keputusan mengambil keputusan dengan menggunakan pendekatan analisis kuantitatif (Herjanto, 2008)..

(33) 17. Menurut Aminudin (2002), pemrograman linear merupakan model matematika untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber organisasi. Kata sifat linear digunakan untuk menunjukan fungsi-fungsi matematika yang digunakan dalam bentuk linear dalam arti hubungan langsung dan persis proporsional. Program menyatakan penggunaan teknik matematik tertentu. Pengertian pemrograman linear adalah suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis yang analisisnya menggunakan model matematis, dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan optimum terhadap persoalan.. 2.6.2 Model pemrograman linear Model adalah suatu tiruan terhadap realitas. Langkah untuk membuat peralihan dari realita ke model kuantitatif dinamakan perumusan model yang juga merupakan langkah penting pertama pada penerapan teknik riset operasi dalam manajemen. Langkah pertama ini sering kali juga menjadi batu sandungan pertama di dalam perumusan model matematis secara benar. Pemahaman terhadap unsur-unsur model akan sangat membantu untuk mengatasi kesulitan. Model pemrograman linear mempunya tiga unsur utama, yaitu: 1) Variabel keputusan Variabel keputusan adalah variabel persoalan yang akan mempengaruhi nilai tujuan yang hendak dicapai. Di dalam proses pemodelan, penemuan variabel keputusan tersebut harus dilakukan terlebih dahulu sebelum merumuskan fungsi tujuan dan kendala-kendalanya. 2) Fungsi tujuan Tujuan yang hendak dicapai harus diwujudkan ke dalam sebuah fungsi matematika. linear.. Selanjutnya. fungsi. itu. dimaksimumkan. atau. diminimumkan terhadap kendala-kendala yang ada. 3) Fungsi kendala Manajemen menghadapi berbagai kendala untuk mewujudkan tujuantujuanya. Fungsi kendala menggambarkan batasan yang dihadapi dalam mencapai tujuan. Fungsi kendala biasanya terdiri dari berbagai persamaan yang masing-masing berkorelasi dengan sumberdaya yang berkaitan..

(34) 18. Kendala dengan demikian dapt diumpamakan sebagai suatu pembatas terhadap kumpulan keputusan yang mungkin dibuat dan harus dituangkan ke dalam fungsi matematika linear. Terdapat tiga macam kendala, yaitu : (1) kendala berupa pembatas (2) kendala berupa syarat (3) kendala berupa keharusan. Pemrograman. linear. adalah. sebuah. metode. matematis. yang. berkarakteristik linear untuk menemukan suatu penyelesaian optimal dengan cara memaksimumkan atau meminimumkan fungsi tujuan terhadap satu susunan kendala (Siswanto, 2007). Dalam model matematika, persamaan dalam pemrograman linear dapat digambarkan dalam bentuk umum sebagai berikut (Herjanto, 2008): Fungsi Tujuan (FT). : Maks/min Z = ∑1 j Xj. dengan pembatas(DP).  : ∑ 1 ∑1 ijXj >=< bi. dan xj 0 (j = 1,2,...,n) bi 0 (i = 1,2,..,m) Keterangan: Z = nilai optimal dari fungsi tujuan; Xj = jenis kegiatan (variabel keputusan); Cj = kenaikan nilai Z jika ada pertambahan satu unit kegiatan j; aij = kebutuhan sumberdaya i untuk menghasilkan setiap kegiatan j; bi = banyaknya sumberdaya i yang tersedia; a,b,c disebut juga parameter model; m = jumlah sumberdaya yang tersedia; n = jumlah kegiatan. Terminologi umum untuk model pemrograman linear dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Fungsi yang akan dicari nilai optimalnya (Z) disebut fungsi tujuan (objective function); 2) Fungsi-fungsi batasan dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: (a) Fungsi batasan fungsional, yaitu fungsi-fungsi batasan sebanyak m. (b) Fungsi batasan non-negatif (non-negative constrains) aitu variabel xj 0 3) Variabel-variabel xj disebut sebagai variabel keputusan (decision variable) 4) Parameter model yaitu masukan konstan aij, bi, dan cj..

(35) 19. 2.6.3 Perumusan persoalan pemrograman linear Menurut Supranto (2005) agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik pemrograman linear, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Harus dapat dirumuskan secara matematis 2) Harus jelas fungsi objektif yang linear yang harus dibuat optimal 3) Pembatasan-pembatasan harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang linear. Secara singkat di atas telah disebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik pemrograman linear. Penjelasan syarat-syarat tersebut akan dibahas secara lengkap, yaitu sebagai berikut: 1) Fungsi objektif harus didefinisikan secara jelas dan dinyatakan sebgai fungsi objektif yang linear. Misalnya jumlah hasi penjualan harus maksimum dan jumlah biaya transportasi harus minimum. 2) Harus ada alternatif pemecahan untuk dipilih salah satu yang terbaik. 3) Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai sifat dapat ditambahkan tanpa saling mempengaruhi antara sumber atau aktivitas yang lain (additivity). 4) Fungsi objektif dan ketidaksamaan untuk menunjukkan adanya pembatasan harus linear. 5) Variabel keputusan harus positif, tidak boleh negatif (xj 0, untuk semua j). 6) Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai sifat dapat dibagi (divisibility). 7) Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai jumlah yang terbatas (finiteness). 8) Aktivitas harus proporsional terhadap sumber-sumber. Hal ini berarti adanya hubungan yang linear antara aktivitas dengan sumber-sumber (constant returns to scale). 9) Model pemrograman deterministik, artinya sumber dan aktivitas diketahui secara pasti (single valued expectations).. 2.7. Analisis Pascaoptimalitas Penyelesaian optimal dari model awal memberikan informasi hasil bagi. yang dicapai dengan kondisi yang diberikan atau tersedia. Penyesuaian kadang diperlukan untuk memperoleh hasil yang lebih optimal lagi melalui beberapa perubahan bentuk model yang menggambarkan perubahan aktivitas dan kapasitas.

(36) 20. sumberdaya. Sejauh mana perubahan itu berperan terhadap penyelesaian optimal adalah informasi yang sangat berharga guna menurunkan alternatif-alternatif keputusan selain keputusan optimal. Menurut Siswanto (2007), secara matematis penyelesaian optimal sebuah kasus pemrograman linear selalu berhubungan dengan penyelesaian optimal sebuah kasus pemrograman linear yang lain. Bentuk hubungan ini dikenal sebagai dualitas di dalam pemrograman linear dan bisa menjelaskan hubungan antara dual price dengan kendala-kendala aktif.. 2.7.1 Dualitas Konsep dualitas menjelaskan secara matematis bahwa sebuah kasus pemrograman linear berhubungan dengan sebuah kasus pemrograman linea yang lain. Bila kasus pemograman linear yang pertama disebut primal, maka kasus pemrograman linear yang kedua disebut dual. Model matematis hubungan antara pemrograman linear primal dengan program linear dual memiliki hubungan sebagai berikut: 1) Bila koefisien tujuan primal dimaksimumkan, maka fungsi tujuan dual diminimumkan. 2) Koefisien-koefisien fungsi tujuan primal menjadi nilai ruas kanan kendalakendala dual. 3) Nilai ruas kanan kendala primal menjadi koefisien-koefisien fungsi tujuan dual. 4) Tanda kendala pertidaksamaan pada primal menjadi tanda ketidaknegatifan. variabel dual. 5) Tanda ketidaknegatifan variabel primal menjadi tanda kendala kendalakendala dual. 6) Tanda kendala pertidaksamaan pada primal menjadi tanda ketidaknegatifan. variabel dual. 7) Tanda. ketidaknegatifan. variabel. primal. menjadi. tanda. kendala. pertidaksamaan kendala-kendala dual. 8) Tanda kendala persamaan “=” pada model primal menjadi unconstrained in sign atau tanpa tanda kendala pada variabel keputusan model dual..

(37) 21. 9) Tanda variabel keputusan ”=” pada model primal menjadi unconstrained in sign atau tanpa tanda kendala pada kendala model dual.. 2.7.2 Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas menjelaskan sampai sejauh mana parameterparameter model pemrograman linear, yaitu koefisien fungsi tujuan dan nilai ruas kanan kendala, boleh berubah tanpa harus mempengaruhi jawaban optimal atau penyelesaian optimal (Siswanto, 2007). Menurut Herjanto (2008), analisis sensitivitas adalah penyelidikan perubahan nilai parameter (aij, bi, dan cj) terhadap efek pada penyelesaian yang optimal. Karena perubahan nilai parameter dalam masalah primal juga akan mengakibatkan perubahan nilai pada masalah dual. Analisis sensitivitas akan menjelaskan interval perubahan parameter fungsi tujuan dan nilai ruas kanan kendala yang akan membuat informasi dari penyelesaian optimal tidak berubah. Informasi dari penyelesaian optimal tersebut antara lain: 1) nilai variabel keputusan optimal 2) nilai fungsi tujuan ekstrem 3) nilai slack/surplus variable 4) nilai dual price/shadow price (Siswanto, 2007)..

(38) 3 METODE PENELITIAN. 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2010. Lokasi penelitian. berada di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali (Peta lokasi kantor PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali dapat dilihat pada Lampiran 2).. 3.2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus.. Metode studi kasus sendiri menurut Nazir (1988) adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan metode penelitian studi kasus ialah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat serta karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu yang kemudian dari sifat khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.. 3.3. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer. adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data yang terkait langsung dengan penelitian. Sumber dari data primer berasal dari wawancara langsung dengan karyawan PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali baik di darat maupun di laut serta observasi langsung penulis terhadap kondisi lapang tempat penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen atau arsip-arsip PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali serta studi pustaka dari penelitian terdahulu dan studi literatur yang menunjang dalam penelitian ini. Data sekunder tersebut antara lain sebagai berikut: 1) Keadaan umum PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali 2) Biaya usaha (operasional) 3) Volume dan harga jual hasil produksi 4) Jenis produk.

(39) 23. 5) Data operasional kapal 6) Biaya total produksi. 3.4. Metode Analisis Data Pengolahan data terbagi atas dua sifat, yaitu pengolahan data secara. kualitatif dan pengolahan data secara kuantitatif. Pengolahan data secara kualitatif dilakukan secara deskritif, sedangkan pengolahan data secara kuantitatif dilakukan untuk menganalisis optimasi produksi.. 3.4.1 Analisis deskriptif Pengolahan data secara kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data dan informasi yang diperoleh selama penelitian. Data dan informasi yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis berdasarkan manajemen operasi produksi perusahaan. Analisis desktriptif bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang manajemen produksi operasi di suatu perusahaan perikanan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Manajemen produksi operasi yang dimaksud meliputi proses produksi di laut maupun di darat.. 3.4.2 Analisis optimasi Analisis optimasi merupakan metode pengolahan data secara kuantitatif. Pengolahan data secara kuantitatif tersebut dilakukan setelah data mentah yang diperoleh ditabulasikan atau dikelompokkan menurut variabel yang diamati. Data kemudian diolah secara manual untuk dibentuk ke dalam pertidaksamaan linear. Bentuk pertidaksamaan linear tersebut kemudian diolah dalam pemrograman linear dengan bantuan komputer menggunakan software atau program LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer). Penggunaaan. linear. programming. dalam. suatu. kegiatan. pengoptimalisasian membantu dalam pengalokasian sumberdaya yang terbatas. Pada contoh kasus di PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali, kelompok data yang dianalisis adalah berdasarkan ukuran kapal yaitu kapal 15 GT, kapal 40 GT, dan kapal 60 GT..

(40) 24. Model linear programming memiliki tiga unsur utama, yaitu variabel keputusan, fungsi tujuan, dan fungsi kendala. Variabel keputusan dalam penelitian ini adalah pengoptimalisasian jenis ikan kualitas ekspor. Fungsi tujuan yang dirumuskan dalam model optimasi ini adalah memaksimumkankan keuntungan. Koefisien penyusun fungsi tujuan adalah laba per kilogram dari masing-masing variabel keputusan jenis-jenis ikan kualitas ekspor. Fungsi kendala yang dirumuskan dalam model optimasi ini antara lain biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya usaha (operasional), biaya pekerja laut (ABK dan kapten kapal), biaya administrasi, dan kapasitas muat palka. Koefisien nilai fungsi kendala adalah biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi atau menangkap satu kilogram ikan variabel keputusan yang diperoleh melalui biaya suatu sumberdaya produksi per trip operasi penangkapan ikan dibagi dengan produksi hasil tangkapan suatu jenis ikan per trip operasi penangkapan ikan. Perumusan fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Model matematis dari fungsi tujuan memaksimumkan keuntungan: Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 Keterangan: Z = keuntungan yang ingin dimaksimumkan (Rp); Ci = keuntungan setiap kilogram ikan jenis ke-i (Rp); Xi = jumlah produksi ikan hasil tangkapan jenis ke-i (kg). i = 1  jenis ikan tuna mata besar (bigeye tuna); 2  jenis ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna; 3  jenis ikan tuna sirip biru (bluefin tuna); 4  jenis ikan meka. 2) Model matematis dari fungsi kendala antara lain: (1) Kendala biaya bahan bakar (solar): n.      i=1. Keterangan: = koefisien biaya bahan bakar (solar) yang dibutuhkan ai untuk memproduksi 1 kg ikan jenis ke-i (Rp); S = biaya bahan bakar (solar) yang dianggarkan (Rp); xi = jumlah produksi ikan hasil tangkapan jenis ke-i (kg)..

(41) 25. (2) Kendala biaya umpan:.     U 

(42) 1. Keterangan: bi U xi. = koefisien biaya umpan yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg ikan jenis ke-i (Rp); = biaya umpan yang dianggarkan (Rp); = jumlah produksi ikan hasil tangkapan jenis ke-i (kg).. (3) Kendala biaya usaha (operasional):.     M 

(43) 1. Keterangan: ci = koefisien biaya usaha (operasional) yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg ikan jenis ke-i (Rp); M = biaya usaha (operasional) yang dianggarkan (Rp); xi = jumlah produksi ikan hasil tangkapan jenis ke-i (kg). (4) Kendala biaya pekerja laut (ABK dan kapten kapal):.      

(44) 1. Keterangan: di = koefisien biaya pekerja laut (ABK dan kapten kapal) yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg ikan jenis ke-i (Rp); L = biaya pekerja laut (ABK dan kapten kapal) yang dianggarkan (Rp); xi = jumlah produksi ikan hasil tangkapan jenis ke-i (kg). (5) Kendala biaya administrasi:.      

(45) 1. Keterangan: ei = koefisien biaya administrasi yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg ikan jenis ke-1 (Rp); A = biaya administrasi yang dianggarkan (Rp); xi = jumlah produksi ikan hasil tangkapan jenis ke-i (kg)..

(46) 26. (6) Kendala kapasitas muat palka: BE + YF + BF + MK  P Keterangan: BE = ikan tuna mata besar (bigeye tuna); YF = ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna); BF = ikan tuna sirip biru (bluefin tuna); MK = ikan meka; P = jumlah kapasitas maksimum suatu palka kapal (kg). (7) Kendala Nonnegativity Kendala nonnegativity menyatakan bahwa jumlah produksi hasil tangkapan tersebut tidak boleh bernilai negatif atau sama dengan nol. Xi  0 3.4.3 Analisis primal Analisis primal bertujuan untuk mengetahui kombinasi produk (Xi) mana yang terbaik yang dapat memaksimumkan keuntungan dengan sumberdaya yang terbatas. Analisis primal mengetahui kombinasi yang masuk dalam skema optimal dan kombinasi yang tidak termasuk dalam skema optimal. Melalui perbandingan antara kombinasi optimal dengan kombinasi aktual dapat dianalisis apakah usaha operasi panangkapan ikan tersebut telah optimal atau belum.. 3.4.4 Analisis dual Analisis dual dilakukan untuk mengetahui nilai slack atau surplus serta nilai dual price suatu permasalahan dengan menggunakan linear programming. Nilai slack atau surplus menunjukkan tingkat pemanfaatan sumberdaya oleh perusahaan, sedangkan nilai dual price menunjukkan perbaikan nilai fungsi tujuan karena naiknya ketersediaan kendala sumberdaya yang dimiliki sebesar satu satuan. Kriteria nilai slack atau surplus serta dual price adalah sebagai berikut : 1) Slack/surplus > 0 serta nilai dual price = 0 maka sumberdaya dikatakan berlebih, demikian sebaliknya. 2) Slack/surplus = 0 dan nilai dual price > 0 maka dikatakan bahwa sumberdaya yang dimiliki kurang (langka) dan merupakan kendala yang membatasi nilai dari fungsi tujuan..

(47) 27. 3.4.5 Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana jawaban optimal dapat diterapkan apabila terjadi perubahan parameter yang membangun model. Perubahan tersebut dapat terjadi karena perubahan koefisien fungsi tujuan, perubahan koefisien fungsi kendala, perubahan nilai sebelah kanan model, serta adanya tambahan variabel keputusan. Analisis sensitivitas menunjukkan selang kepekaan nilai-nilai koefisien fungsi tujuan yang dapat mempertahankan kondisi optimal. Selang kepekaan ditunjukkan oleh batas maksimum yang menggambarkan batas kenaikan nilai aktivitas atau kendala yang tidak mengubah fungsi tujuan dan ditunjukkan oleh batas minimum nilai koefisien tujuan yang menggambarkan batas penurunan nilai aktivitas atau kendala yang tidak mengubah fungsi tujuan. Selain itu selang kepekaan juga ditunjukkan oleh nilai ruas kanan yang menggambarkan seberapa besar perubahan ketersediaan sumberdaya yang dapat ditolerir sehingga nilai dual tidak berubah..

(48) 4 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN. 4.1. Sejarah Perusahaan Perikanan tuna longine telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1945.. Pada tahun 1962 dimana saat itu pemerintah Republik Indonesia telah mengklaim daerah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 mil, kegiatan secara komersial untuk perikanan tuna longline pertama kali dimulai oleh Badan Pimpinan Umum Perikanan dengan mengoperasikan dua armada kapal longline. Kegiatan ini berhenti pada tahun 1965 karena pengelolaan yang belum baik. Tahun 1968 atas dasar pertimbangan fungsi pengelolaan laut, pemerintah Republik Indonesia melaksanakan kerja sama dengan pemerintah Jepang yang dikenal dengan nama Banda Sea Agreement dengan menerbitkan lisensi untuk penangkapan ikan tuna kepada 310 buah kapal tuna longline Jepang di perairan laut Banda. Lalu setahun kemudian, pemerintah Jepang mengirim sebuah tim untuk mengadakan survey pada beberapa tempat, seperti Kendari (Sulewesi Tengah), Benoa (Bali), Kupang (NTT), dan Sabang ( NAD). Tujuan survey adalah mencari tempat-tempat yang layak dan sesuai untuk dapat dijadikan basis pangkalan (fishing base) armada tuna longline. Hasil survey diumumkan pada tahun 1971 dengan menyatakan bahwa Benoa (Bali) dan Sabang (NAD) adalah tempat-tempat yang layak dan sesuai untuk dijadikan sebagai basis (fishing base) operasi kapal-kapal tuna longline. Pelabuhan Benoa (Bali) memiliki luas 58 km2 dengan orientasi kegunaannya sebagai sarana pelabuhan bagi kapal-kapal wisata, penumpang, kargo, migas, dan perikanan. Pelabuhan Benoa kemudian berkembang menjadi pusat perikanan tuna yang disebabkan oleh letak geografis pelabuhan tersebut yang dekat dengan daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang berada di Samudera Hindia, dekat dengan Bandar Udara Ngurah Rai, serta sarana komunikasi yang mudah dijangkau. Bulan Maret tahun 1972, Departemen Pertanian Republik Indonesia menunjuk sebuah perusahaan Jepang, Nochiro Gyo Gyo Kaisha sebagai konsultan serta Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) sebagai penyandang dana.

(49) 29. untuk mendirikan suatu perusahaan tuna bernama PT Perikanan Samodra Besar (Persero) pada tanggal 12 Mei 1972. PT Perikanan Samodra Besar (Persero) mulai beroperasi pada tahun 1973 dengan hanya menggunakan tiga kapal dengan daerah penangkapan ikan (fishing ground) mulai dari Samudera Hindia barat Sumatera sampai ke perairan selatan Jawa Barat. Selanjutnya pada tahun 1974, armada yang beroperasi bertambah menjadi 12 kapal dengan fishing ground meluas sampai ke arah selatan Bali, Lombok, dan Sumbawa. Tahun 1975 armadanya bertambah lagi menjadi 18 kapal dengan fishing ground berkembang ke Laut Timor, seluruh Laut Banda dan sampai ke Laut Arafura. Awal tahun 1982, fishing ground meluas sampai ke Laut Pasifik di utara Papua, Laut Sulawesi, dan Selat Makassar. Produk utama PT Perikanan Samodra Besar (Persero) adalah ikan tuna dimana untuk pertama kalinya ikan tuna tersebut diproduksi dalam bentuk akhir beku (frozen). Tahun 1986, PT Perikanan Samodra Besar (Persero) melakukan diversifikasi produk dengan memproduksi tuna segar karena harga tuna beku cenderung turun pada kurun waktu tersebut. Di sisi lain permintaan tuna segar terus meningkat dan harga jualnya lebih baik dari harga tuna beku, sehingga usaha penangkapan lebih diutamakan untuk memproduksi tuna segar sebagai produk utamanya, walaupun produk tuna beku masih tetap diproduksi. Bulan Oktober tahun 1993, PT Perikanan Samodra Besar (Persero) kembali melakukan diversifikasi produk dengan melakukan ekspor tuna loin segar, kemudian tuna loin beku mulai diproduksi dan diekspor pada Juni 1995. Namun sejak akhir tahun 2002 kedua produk loin tuna tersebut dihentikan karena kondisi harga dan pasar kurang mendukung. Tahun 1991, PT Perikanan Samodra Besar (Persero) melakukan pembenahan dan memodifikasi kapal-kapal armada penangkapan ikan karena kapal-kapal yang selama ini digunakan sudah tua. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi tuna Perikanan Samodra Besar (Persero) karena armada yang digunakan hanya enam kapal saja, Tetapi pada tahun 1992 produksi mulai meningkat dengan penambahan armada menjadi 13 kapal, ditambah dua tahun kemudian pada tahun 1994 menjadi 19 kapal. Namun kini jumlah kapal yang.

(50) 30. masih beroperasi hanya 17 kapal saja yang berbasis di Benoa, Bali karena dua kapal lain mengalami kerusakan dan ditambatkan di Ambon, Maluku. Tahun 1998 ketika kondisi perekonomian Indonesia yang mengalami krisis sehingga menyebabkan biaya operasional dan pengadaan bahan baku produksi mengalami kenaikan. Akibatnya kerugian demi kerugian dialami oleh perusahaan-perusahaan perikanan, baik swasta maupun nasional. Oleh sebab itu pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan PP No. 21 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan Pembubaran Perusahaan Umum (Perum) Perikani Maluku, Penggabungan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perikani, PT Tirta Raya Mina (Persero), PT Perikanan Samodra Besar (Persero) ke dalam PT Usaha Mina Hasil Penggabungan (Persero). Berdasarkan PP No. 21 Tahun 1998 dari hasil penggabungan empat (4) BUMN perikanan yaitu: PT Usaha Mina (Persero), PT Tirta Raya Mina (Persero), PT Perikanan Samodra Besar (Persero), dan PT Perikani (Persero), maka dibentuk PT Perikanan Nusantara (Persero) yang ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSL) pada tanggal 27 Oktober 2005. Penggabungan BUMN perikanan termasuk perubahan nama dari PT Usaha Mina Hasil Penggabungan (Persero) menjadi PT Perikanan Nusantara (Persero) disetujui dan dinyatakan kembali dalam akta penggabungan No. 8 & 9 Tanggal 8 Mei 2006 yang dibuat dihadapan notaries Muhammad Hanafi, S.H. di Jakarta. Penggabungan berlaku efektif sejak tanggal 9 Juni 2006 yaitu sejak disetujui Anggaran Dasar PT Perikanan Nusantara (Persero) sesuai Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. C-16842.HT.01.04 Tahun 2006 pada tanggal 9 Juni 2006. Kantor pusat PT Perikanan Nusantara (Persero) berkedudukan di Jakarta dan memiliki 12 kantor cabang di berbagai daerah di Indonesia.. 4.2. Dasar Hukum Pendirian PT Perikanan Nusantara (Persero):. 1) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan Pembubaran Perusahaan Umum (Perum) Perikani Maluku, Penggabungan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perikani, PT Tirta Raya Mina (Persero),.

(51) 31. PT Perikanan Samodra Besar (Persero) ke dalam PT Usaha Mina (Persero), yang selanjutnya bernama PT Usaha Mina Hasil Penggabungan (Persero). 2) Akte Notaris Muhammad Hanafi, SH Nomor: 8 tanggal 8 Mei 2006 tentang Akte Penggabungan PT Perikani (Persero), PT Tirta Raya Mina (Persero), dan PT Perikanan Samodra Besar (Persero) ke dalam PT Usaha Mina Hasil Penggabungan (Persero). 3) Akte Notaris Muhammad Hanafi, SH Nomor: 9 tanggal 8 Mei 2006 tentang Perubahan Nama PT Usaha Mina Hasil Penggabungan (Persero) menjadi PT Perikanan Nusantara (Persero). 4) Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia Nomor: C-16842.HT.01.04 Tahun 2006 tanggal 9 Juni 2006 tentang Persetujuan Akte Perubahaan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.. 4.3. Visi dan Misi Perusahaan Visi. Usaha. Milik. PT Perikanan Samodra Besar (Persero) adalah menjadi Badan Negara. (BUMN). yang. tangguh,. berdaya. saing. global,. menguntungkan, dan berkelanjutan. Misi 1). PT Perikanan Samodra Besar (Persero) adalah antara lain:. Pengembangan agen pembangunan pemerintah berbasis usaha perikanan dengan melibatkan masyarakat dan perusahaan.. 2). Revitalisasi sarana perusahaan dengan organisasi dan sumberdaya manusia (SDM) yang professional.. 3). Meningkatkan keuntungan perusahaan untuk kontribusi penerimaan negara dan kesejahteraan karyawan.. 4). Memperkokoh komitmen dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta lembaga keuangan.. 5). Penerepan tata kelola perusahaan yang bersih dan transparan. Moto PT Perikanan Samodra Besar (Persero) adalah “Speed to make. money.” (cepat menciptakan uang atau keuntungan)..

(52) 32. 4.4. Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan gambaran yang menunjukkan tata. hubungan berbagai posisi dalam suatu organisasi mengenai tanggung jawab, tugas, dan wewenang Suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya selayaknya memilki struktur organisasi yang jelas, sehingga hubungan antara departemen satu dengan departemen yang lainnya tampak jelas dan pembagian tugas pada seluruh sumber daya yang terlibat di dalamnya dapat dilaksanakan dengan baik yang tentunya akan menunjang kelancaran aktivitas perusahaan. Susunan Dewan Komisaris PT Perikanan Nusantara (Persero) sesuai dengan Kutipan Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP. 154/MBU/2007 tanggal 19 Juli 2007 adalah sebagai berikut: 1) Komisaris Utama 2) Komisaris 3) Komsaris Susunan Dewan Direksi PT Perikanan Nusantara (Persero) sesuai dengan Kutipan Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP121/MBU/2007 tanggap 4 Juli 2007 adalah sebagai berikut: 1) Direktur Utama 2) Direktur Produksi 3) Direktur Keuangan Dewan Direksi dibantu oleh staf direksi di kantor pusat dan staf operasional di kantor yang cabang yang bertugas sebagai pelaksana operasional perusahaan. Khusus armada kapal penangkap ikan dan armada kapal pengumpul ikan milik perusahaan dipimpin oleh ahkoda yang pada dasarnya berada langsung dibawah komando direksi, namun dalam pengelolaan sehari-hari diserahkan kepada kepala cabang perusahaan. PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali telah menerapkan suatu struktur organisasi fungsional yaitu suatu bentuk organisasi dimana kekuasaan akan mengalir dari pimpinan tertinggi kepada bawahan berdasarkan bidang tugas masing-masing. Struktur organisasi PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali dapat dilihat pada lampiran.

Referensi

Dokumen terkait