• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.2 Optimasi Produksi dengan Pemrograman Linear

5.2.2 Optimalisasi produksi pada kapal 40 GT

PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali memiliki delapan armada kapal berukuran kotor 40 GT yaitu LL 31, LL 32, LL 33, LL 34, LL 35, LL 36, LL 37, dan LL 38. Selama tahun 2009 kapal-kapal ukuran 40 GT melakukan trip operasi penangkapan ikan sebanyak 24 trip operasi, yaitu kapal LL 31 sebanyak satu trip, kapal LL 32 sebanyak dua trip, kapal LL 33 sebanyak dua trip, kapal LL 34 sebanyak tiga trip, kapal LL 35 sebanyak lima trip, kapal LL 36 sebanyak empat trip, kapal 37 sebanyak lima trip, dan kapal LL 38 sebanyak dua trip. Berikut tabel harga jual, biaya usaha, dan laba per kg pada kapal 40 GT:

Tabel 8 Harga jual, biaya usaha, dan laba per kg tuna pada kapal 40 GT.

No. Jenis ikan

Nama variabel Harga/kg Biaya usaha (Rp/kg) Laba (Rp/kg) US$ Rp 1 Bigeye BE 4,8 49.662,58 16.461,56 33.201,02 2 Yellowfin YF 4,25 43.972,07 16.461,56 27.510,51 3 Bluefin BF 7 72.424,59 16.461,56 55.963,03 4 Meka MK 5 51.731,85 16.461,56 35.270,29 1 10.346,37 Sumber: Hasil olahan data primer

Jenis ikan yang paling menguntungkan berdasarkan Tabel 8 adalah jenis ikan tuna sirip biru sebesar Rp 55.963,03 per kg. Hal ini dapat terjadi karena tuna sirip biru memiliki harga jual ekspor yang tinggi sebesar US$ 7 per kg pada pasar ekspor. Sedangkan jenis ikan yang memiliki harga terendah adalah jenis ikan tuna sirip kuning sebesar Rp 27.510,51 per kg dengan harga ekspor sebesar US$ 4,25 per kg.

Berdasarkan fungsi tujuan dalam penelitian ini yaitu memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan, maka fungsi tujuan dengan memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan tersebut sebagai berikut:

Faktor kendala dalam penelitian ini antara lain biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya operasional, biaya pekerja laut, dan biaya administrasi. Tabel 9 menunjukkan faktor kendala di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT:

Tabel 9 Kendala kapal 40 GT.

No Kendala Nilai 1 Solar Rp 109.058.444,93 2 Umpan Rp 20.970.054,17 3 Operasional Rp 67.749.250,05 4 Pekerja laut Rp 35.450.853,49 5 Administrasi Rp 10.484.805,39 6 Palka 32.000 kg

Sumber: Hasil olahan data primer

PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali dalam melakukan trip operasi penangkapan ikan pada kapal ukuran 40 GT menganggarkan biaya bahan bakar (solar) sebesar Rp 109.058.444,93. Biaya yang digunakan untuk mengadakan umpan sebesar Rp 20.970.054,17. Biaya operasional senilai Rp 67.749.250,05. Alokasi biaya pada bagian pekerja laut sebesar Rp 35.450.853,49. Biaya untuk surat-surat dan perizinan atau administrasi senilai Rp 10.484.805,39. Kapasitas muat palka sebesar 32.000 kg.

Tabel 10 Biaya per kilogram kapal 40 GT.

No Jenis ikan Nama variabel kg Solar (Rp) Umpan (Rp) Operasional (Rp) Pekerja laut (Rp) Administrasi (Rp) 1 Bigeye BE 12.030 9.065,54 1.743,15 5.631,69 2.946,87 871,55 2 Yellowfin YF 1.015 107.446,74 20.660,15 66.748,03 34.926,95 10.329,86 3 Bluefin BF 478 228.155,74 43.870,41 141.734,83 74.164,97 21.934,74 4 Meka MK 282 85.068,99 16.357,30 52.846,53 27.652,77 8.178,48 Sumber: Hasil olahan data primer

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui jenis-jenis biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu jenis ikan per kg-nya. Biaya-biaya tersebut dijadikan

sebagai faktor kendala (constraints) pada kapal ukuran 40 GT. Bentuk matematis faktor-faktor kendala tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kendala biaya bahan bakar (solar):

9.065,54BE + 107.446,74YF + 228.155,74BF + 85.068,99MK ≤ 109.058.444,93

2. Kendala biaya umpan:

1.743,15BE + 20.660,15YF + 43.870,41BF + 16.357,30MK ≤ 20.970.054,17 3. Kendala biaya operasional:

5.631,69BE + 66.748,03YF + 141.734,83BF + 52.846,53MK ≤ 67.749.250,05

4. Kendala biaya pekerja laut:

2.946,87BE + 34.926,95YF + 74.164,97BF + 27.652,77MK ≤ 35.450.853,49 5. Kendala biaya administrasi:

871,55BE + 10.329,86YF + 21.934,74BF + 8.178,48MK ≤ 10.484.805,39 6. Kendala kapasitas muat palka:

BE + YF + BF + MK ≤ 32.000 7. Kendala non-negativitas:

BE, YF, BF, MK ≥ 0

Berdasarkan hasil perhitungan optimasi dengan pemrograman linear maka diketahui produk suatu jenis ikan yang memberikan hasil optimal untuk memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan. Pengoptimalan produksi di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali, diasumsikan setiap jenis ikan yang berhasil ditangkap memiliki kriteria ikan kualitas ekspor karena nilai jual harga ikan ekspor lebih tinggi daripada nilai jual harga ikan lokal.

Perbandingan nilai laba atau keuntungan antara produksi nyata dengan produksi hasil optimasi dapat memberikan informasi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam kegiatan pengoptimalan produksi pada PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali. Tabel 11 menunjukkan perbandingan nilai laba atau keuntungan antara nilai nyata dengan nilai optimal di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT:

Tabel 11 Perbandingan kondisi antara nilai nyata dengan nilai optimal.

No. Jenis ikan

Nama variabel

Produksi (kg) Laba (Rp) Reduced cost

Nyata Optimal Nyata Optimal

1 Bigeye BE 501,25 12.029,98 24.893.366,22 399.407.492,4 0

2 Yellowfin YF 42,291 0 1.859.652,23 0 365.994,37

3 Bluefin BF 19,91 0 1.442.456,42 0 779.617,56

4 Meka MK 53,41 0 2.763.342,98 0 276.280,10

TOTAL 616,875 12.029,97 30.958.817,86 399.407.492,4 Sumber: Hasil olahan data primer

Tabel 11 memberikan informasi tentang produksi jenis ikan yang memberikan laba atau keuntungan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali. Jumlah produksi yang dihasilkan pada kondisi nyata hanya sebesar 616,875 kg dengan kombinasi ikan tuna antara lain ikan tuna mata besar (bigeye tuna) sebesar 501,25 kg, tuna sirip kuning (yellowfin tuna) sebesar 42,291 kg, tuna sirip biru (bluefin tuna) sebesar 19,91 kg, dan meka sebesar 53,41 kg. Pada kondisi optimal hanya satu jenis ikan saja yang memberikan laba atau keuntungan pada perusahaan. Jenis ikan tersebut adalah tuna mata besar (bigeye tuna) sebesar 12.029,97 kg. Perbedaan hasil produksi antara kondisi nyata dengan kondisi optimal ini berakibat pada perbedaan jumlah laba atau keuntungan yang diterima perusahaan. Selisih laba antara kondisi nyata dengan kondisi optimal sebesar Rp 368.448.674,60.

Jumlah laba atau keuntungan per trip operasi penangkapan ikan PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT pada kondisi nyata ini merugikan perusahaan karena tidak dapat menutupi biaya produksi per trip operasi sebesar Rp 243.713.408,03, sehingga perusahaan mengalami defisit sebesar Rp 212.754.590,20. Hal ini tentu saja menjadi perhatian perusahaan mengingat tujuan perusahaan adalah memaksimumkan laba atau keuntungan, terlebih nilai defisit tersebut yang sangat besar.

Mengacu pada hasil perhitungan optimasi dengan pemrograman linear pada Tabel 4 terdapat nilai reduced cost yang berakibat pada berkurangnya pendapatan perusahaan. Jenis ikan yang mempunyai nilai reduced cost dapat memberikan nilai optimal dengan meningkatkan nilai tambahnya (value added.) Peningkatan nilai tambah hasil tangkapan dapat dilakukan dengan melakukan

penanganan dan pengolahan ikan yang baik dan benar sesaat setelah ikan berhasil ditangkap.

Peningkatan efektivitas produksi dilakukan untuk meningkatkan keuntungan. Efektivitas produksi dapat dilakukan dengan melakukan operasi penangkapan ikan menjadi lebih baik antara lain dengan melakukan penurunan tali pancing (setting) menjadi lebih dalam untuk menghindari tertangkapnya ikan-ikan kecil (juvenile).

Faktor-faktor yang mempengaruhi laba atau keuntungan perusahaan memiliki keterbatasan sehingga disebut sebagai faktor kendala dalam pemrograman linear. Faktor-faktor kendala tersebut antara lain adalah biaya bahan bakar (solar), biaya umpan, biaya operasional, biaya pekerja laut, biaya administrasi, dan kapasitas muat palka.

Berdasarkan hasil perhitungan optimasi pemrograman linear maka dapat diketahui seberapa besar penggunaan sumberdaya-sumberdaya tersebut telah dimanfaatkan secara optimal. Tabel 12 menunjukkan besaran nilai sumberdaya yang digunakan dalam sekali trip operasi penangkapan ikan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT:

Tabel 12 Biaya produksi kapal 40 GT.

No Sumberdaya (input) Penggunaan Slack/surplus Dual prices

1 Solar Rp 109.058.444,93 212,42 0 2 Umpan Rp 20.970.054,17 0 19,04 3 Operasional Rp 67.749.250,05 148,14 0 4 Pekerja laut Rp 35.450.853.49 74,37 0 5 Administrasi Rp 10.484.805,39 78,75 0 6 Kapasitas Palka 32.000 kg 19.970,02 0

Sumber: Hasil olahan data primer

Seluruh sumberdaya merupakan faktor kendala yang memiliki keterbatasan sehingga dapat pula disebut sebagai kendala pembatas dengan tanda “kurang dari sama dengan” (≤), maka informasi pada Tabel 12 menunjukkan nilai slack. Penggunaan sumberdaya operasi penangkapan ikan secara keseluruhan belum mencapai titik yang optimum atau dengan kata lain belum dimanfaatkan secara optimal.

Hal ini dapat dilihat dari biaya pengadaan solar sebesar Rp 109.058.444,93 dan memiliki slack atau kelebihan sumberdaya sebesar 212,42. Biaya operasional yang digunakan untuk melakukan sekali trip operasi penangkapan ikan yaitu sebesar Rp 67.749.250,05 dan memiliki slack atau sumberdaya yang berlebih sebesar 148,14. Biaya pekerja laut sebesar Rp 35.450.853.49 memiliki slack atau kelebihan sumberdaya sebesar 74,37. Biaya administrasi yang dibutuhkan dalam sekali trip operasi penangkapan ikan pada ukuran kapal 40 GT yaitu sebesar Rp 10.484.805,39 dan memiliki slack atau berlebih sumberdaya sebesar 78,75. Kapasitas muat palka yang mampu menampung hasil tangkapan sebesar 32.000 kg namun memiliki nilai slack sebesar 19.970,02. Hal ini berarti kapasitas muat palka belum dimanfaatkan secara optimal karena masih mampu menampung hasil tangkapan sebanyak 19.970,02 kg. Sumberdaya yang memiliki nilai slack tersebut dapat dikurangi pengalokasiannya agar kebutuhan sumberdaya perusahaan dapat berjalan secara efisien,

Sumberdaya yang telah dimanfaatkan secara optimal dalam sekali trip operasi penangkapan ikan pada kapal ukuran 40 GT yaitu biaya umpan. Biaya umpan tersebut sebesar Rp 20.970.054,17. Nilai optimal pada biaya umpan ini terjadi karena nilai slack hasil perhitungan optimasi yaitu sebesar 0. Namun biaya umpan ini akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan apabila terdapat perubahan pada biaya administrasi tersebut. Nilai fungsi tujuan tersebut akan mengalami perubahan sebesar 19,04.

Perubahan koefisien fungsi tujuan untuk memaksimumkan laba atau keuntungan di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT dalam batas selang perubahan tertentu tidak akan mengubah nilai fungsi tujuan. Sehingga diperlukan analisis sensitivitas fungsi tujuan untuk mengetahui seberapa besar perubahan produksi dari kombinasi produk jenis ikan tuna ekspor. Tabel 13 sensitivitas fungsi tujuan di PT Perikanan Nusantara (Persero) cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT:

Tabel 13 Sensitivitas fungsi tujuan kapal 40 GT.

No. Jenis ikan Koefisien Batas atas Batas bawah

1 Bigeye 33.201,02 Infinity 29.442,3671

2 Yellowfin 27.510,51 365.994,4062 Infinity

3 Bluefin 55.963,03 779.617,6250 Infinity

4 Tuna Meka 35.270,28 276.280,0937 Infinity

Sumber: Hasil olahan data primer

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui seberapa besar perubahan koefisien fungsi tujuan yang dapat ditoleransi terhadap perubahan nilai fungsi tujuan. Perubahan koefisien ikan tuna mata besar (bigeye tuna) dengan penambahan batas atas koefisien sampai tak hingga (infinity) tidak akan merubah nilai fungsi tujuan

dan pengurangan batas bawah koefisien sampai sebesar 29.442,3671yang masih

dapat ditoleransi oleh nilai fungsi tujuan. Ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) dapat melakukan perubahan koefisien dengan penambahan selang atas koefisien sampai sebesar 365.994,4062 dan pengurangan selang bawah koefisien sampai tak hingga (infinity).

Ikan tuna sirip biru (bluefin tuna) dapat menoleransi perubahan nilai fungsi tujuan pada koefisien 55.963,03 dengan penambahan batas atas koefisien sampai sebesar 779.617,6250 dan pengurangan batas bawah koefisien sampai tak hingga (infinity). Nilai fungsi tujuan ikan meka pada koefisien 35.270,28 tetap dengan penambahan selang atas koefisien sampai sebesar 276.280,0937 dan pengurangan selang bawah sampai tak hingga (infinity).

Tidak hanya perubahan koefisien fungsi tujuan saja yang dapat mempengaruhi hasil optimasi, perubahan faktor-faktor kendala, dalam hal ini sumberdaya dapat pula mempengaruhi hasil optimasi. Sehingga diperlukan analisis sensitivitas fungsi kendala untuk mengetahui perubahan hasil optimasi tersebut terhadap faktor-faktor kendala. Tabel 14 menunjukkan nilai sensitivitas fungsi kendala di PT Perikanan Nusantara Cabang Benoa, Bali pada kapal ukuran 40 GT:

Tabel 14 Sensitivitas fungsi kendala kapal 40 GT.

No. Sumberdaya Koefisien Batas atas Batas bawah

1 Biaya bahan bakar (solar) (Rp) 109.058.448,00 Infinity 212,42

2 Biaya umpan (Rp) 20.970.054,00 40,85 20.970.054

3 Biaya operasional (Rp) 67.749.248,00 Infinity 148,14

4 Biaya pekeja laut (Rp) 35.450.852,00 Infinity 74,37

5 Biaya administrasi (Rp) 10.484.805,00 Infinity 78,74

6 Kapasitas muat palka (kg) 32.000 Infinity 19.970,02

Sumber: Hasil olahan data primer

Tabel 14 menunjukkan penambahan biaya pada biaya bahan bakar (solar), biaya operasional, biaya pekerja laut, dan biaya administrasi tidak akan merubah nilai fungsi tujuan dalam hal ini memaksimumkan laba atau keuntungan perusahaan namun hanya memperbesar pengeluaran perusahaan saja. Namun pengurangan kendala biaya bahan bakar (solar) sampai sebesar 212,42 pada koefisien 109.058.448,00 tidak akan merubah nilai fungsi tujuan. Pengurangan sampai sebesar 148,14 pada kendala biaya operasional dengan koefisien 67.749.248,00 tidak akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan. Kendala biaya pekerja laut dengan koefisien 35.450.852,00 akan merubah nilai fungsi tujuan apabila ada pengurangan sampai sebesar 74,37 pada koefisien tersebut. Kendala biaya administrasi dengan koefisien 10.484.805,00 tidak akan merubah nilai fungsi tujuan apabila ada pengurangan koefisien sampai sebesar 78,74. Pengurangan koefisien sampai sebesar 19.970,02 pada kapasitas muat palka akan merubah nilai fungsi tujuan.

Penambahan biaya umpan dengan koefisien 20.970.054,00 pada selang atas koefisien sampai sebesar 40,85 dan pengurangan selang bawah koefisien sampai sebesar 20.970.054 akan tetap menoleransi nilai fungsi tujuan hasil perhitungan optimasi. Sedangkan penambahan kapasitas muat palka sebesar apapun tidak akan merubah nilai fungsi tujuan.

Dokumen terkait