• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Geografis

Desa Galuga merupakan salah satu desa yang secara administratif berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Galuga terletak di sebelah barat dari Kota Bogor sekitar 15 km ke arah Tangerang (Banten). Berdasarkan Citra Quickbird tahun 2010, Desa Galuga memiliki luas wilayah sekitar 229,2 ha atau 2.292.000 m2.Secara geografis Desa Galuga terletak pada 106038’15”BT-106039’07”BT sampai 06033’20”LS-06034’20”LS. Namun, secara administratif, batas wilayah Desa Galuga di sebelah utara berbatasan langsung dengan Desa Kerehkel dan Desa Cijujung. Sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Desa Dukuh. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Leuwiliang dan di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cemplang. Sungai utama yang mengalir di daerah tersebut adalah Sungai Cianten yang berada di sebelah barat Desa Galuga.

Penduduk Desa Galuga berjumlah sekitar 5.132 jiwa, dengan penduduk laki-laki sebanyak 2.475 orang dan perempuan sebanyak 2.657 orang. Kondisi pendidikan masyarakat Desa Galuga masih relatif rendah. Rata-rata penduduk hanya tamat SD/sederajat yaitu sekitar 369 orang (Tabel 6). Berdasarkan data yang didapatkan, mata pencaharian penduduk Desa Galuga tidak terlalu bervariasi. Penduduk dominan bekerja sebagai peternak yaitu sekitar 1.680 orang atau 32,73% dari jumlah penduduk. Penduduk yang menjadi petani relatif sedikit yakni sekitar 548 orang atau 10,68% dari total keseluruhan penduduk Desa Galuga. Mata pencaharian penduduk Desa Galuga disajikan pada Tabel 7.

TPA Galuga merupakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah yang berada di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. TPA Galuga berada di RT 08/05, Kampung Lalamping, Desa Galuga. TPA ini berada di wilayah bagian tengah Desa Galuga dengan luas areal sampai pada tahun 2011 mencapai 31,8 ha atau sekitar 13% dari total keseluruhan luas wilayah Desa Galuga.

(2)

Tabel 6. Kondisi Pendidikan Penduduk Desa Galuga

No Pendidikan Jumlah (orang)

1. Tidak Tamat SD/sederajat 125 2. Tamat SD/sederajat 369 3. Tamat SMP/sederajat 89 4. Tamat SMU/sederajat 25 5. Tamat Akademi (D1-D3) /sederajat 7

Sumber : Wiyana et al. (2008)

Tabel 7. Mata Pencaharian/Pekerjaan Masyarakat Desa Galuga

No Pekerjaan Jumlah

(orang)

1. Petani 548

2. Buruh Tani 626

3. Peternak  1680

4. Pemilik Usaha Industri Rumah Tangga 12 5. Pemilik Industri Kecil 1

6. PNS 22 7. Pedagang Warung 50 8. Tukang Ojek 40 9. Supir Angkot 5 10. Tukang Batu 10 11. Tukang Cukur 2

Sumber : Wiyana et al. (2008)

4.2 Kondisi Iklim

Berdasarkan klasifikasi menurut Schmidt-Ferguson, Desa Galuga memiliki curah hujan yang cukup tinggi yaitu sebesar 2000 mm/tahun dengan jumlah basah 4 bulan. Suhu rata-rata Desa Galuga sekitar 230-320 C, dengan kelembaban relatif cukup tinggi sepanjang tahun rata-rata bulanan 70%-90% dan rata-rata tahunan 90%. Kecepatan angin bertiup rata-rata 2,7 km/jam atau 3-4 knot. Penyinaran matahari bulanan berkisar antara 50%-90% dengan rata-rata tahunan sebesar 60% (BMG Kota Bogor, 2010 dalam Desmawati, 2010).

4.3 Formasi Geologi

Menurut Peta Geologi lembar Serang, Leuwidamar, Jakarta, Bogor, Karawang, dan Cianjur (Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Ditjen Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi RI, 1992) skala 1:100.000, Desa Galuga dikelompokkan ke dalam lima formasi

(3)

geologi yaitu: qav, qvl, qvsb, tmb, dan tmn (Gambar 10). Kawasan TPA Galuga secara umum berada pada formasi geologi qvl, qvsb, dan tmn. Luas wilayah Desa Galuga untuk masing-masing formasi geologi disajikan pada Tabel 8.

Berdasarkan formasi geologinya, Desa Galuga secara umum terbagi atas dua periode geologi, yakni tersier dan kuarter. Tersier merupakan pembentukan pada masa cenozoikum atau sekitar 60 juta tahun yang lalu, sedangkan kuarter merupakan pembentukan pada masa cenozoikum dimana bedanya dengan periode tersier yaitu pada masa quarter relatif lebih terbaru, artinya pembentukan dari 0-2 juta tahun yang lalu dan diperkirakan masih akan berlangsung sampai masa sekarang. Beberapa ahli memiliki pendapat berbeda-beda mengenai frekuensi waktu pembentukan pada masing-masing periode (Rachim, 2007) seperti yang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 8. Formasi Geologi dengan Luas Wilayah Desa Galuga

Formasi Geologi Keterangan ** Luas Wilayah (Ha) Luas (%)

Qav Satuan batu pasir tufan dan konglomerat/kipas aluvium; tersusun dari lanau, batu pasir, kerikil, dan kerakal

1,388 0,60 Qvl Lava gunung api; tersusun dari

aliran lava bersusunan basal dengan labradorit, piroksen dan hornblende

34,930 15,24 Qvsb Batuan Gunung Api Gunung

Salak; tersusun dari lahar, breksi tufan dan lapili, bersusunan andesit-basal

77,773 33,93 Tmb Formasi Bojongmanik; tersusun

dari batupasir, tuf batu apung, napal dengan moluscca, batu gamping dan batu lempung

23,142 10,09 Tmn Tersusun dari batupasir, tuf

batu apung, dan batu lempung 91,921 40,11 Keterangan Sumber: ** Effendi et al. dalam Bustamiruddin (2002)

Berdasarkan formasi geologi tersebut, secara umum luas wilayah pada masing-masing periode relatif seimbang. Periode pada masa tersier luasnya mencapai 115,063 ha atau 50,2 %, sedangkan untuk masa quarter sekitar 114,091 ha atau 49,8% dari luas wilayah Desa Galuga.

(4)

Tabel 9. Umur Geologi Pada Periode Kuarter dan Tersier

Era Periode Epoch

Umur (juta tahun ) Kulp (1961) Haugh (1958) Hammon (1970) Cenozoikum

Kuarter Holosen (Recent) Masa Sekarang Pleistosen 1 1 0-2 Tersier Pliosen 13 12 2 Miosen 25 28 11 Oligosen 36 40 25 Eosen 58 60 40 Sumber : Rachim (2007)

Gambar 10. Peta Geologi Desa Galuga

4.4 Topografi/Fisiografi

Berdasarkan peta kontur Bakosurtanal (2006), Desa Galuga memiliki bentuk wilayah yang bervariasi. Ketinggian maksimum mencapai 287 mdpl yang berada di sebelah tengah bagian selatan dan sebelah utara bagian barat Desa Galuga. Wilayah sepanjang bagian timur maupun barat Desa Galuga memiliki bentuk wilayah datar dengan rata-rata ketinggian tidak lebih dari 190 mdpl. Wilayah bagian utara sampai tengah Desa Galuga memiliki bentuk wilayah

(5)

bergelombang dengan rata-rata ketinggian antara 170-240 mdpl. Luas wilayah masing-masing ketinggian disajikan pada Tabel 10.

TPA Galuga yang terletak tepat di tengah-tengah Desa Galuga berada pada ketinggian yang sedang. Sebelah utara TPA Galuga berada pada ketinggian antara 176-190 mdpl, sedangkan sebelah selatan TPA Galuga berada pada ketinggian antara 204-218 mdpl. Variasi ketinggian Desa Galuga dan TPA Galuga disajikan pada Gambar 11.

Tabel 10. Ketinggian dengan Luas Wilayah Desa Galuga

Ketinggian (mdpl) Luas Wilayah (Ha) Luas Wilayah (%)

162,5-176,389 55,426 24,187 176,389-190,278 73,054 31,880 190,278-204,167 23,921 10,439 204,167-218,056 32,652 14,249 218,056-231,944 18,003 7,856 231,944-245,833 13,180 5,752 245,833-259,722 8,042 3,509 259,722-273,611 3,785 1,652 273,611-287,5 1,093 0,477 Wilayah Desa Galuga mempunyai kemiringan lereng yang relatif bervariasi antara 0-40%. Berdasarkan peta kontur Bakosurtanal (2006), kemiringan lereng kawasan Desa Galuga dikelompokkan ke dalam tiga kelas kemiringan, yaitu 8%, 8-15%, dan >15%. Kawasan Desa Galuga didominasi oleh daerah landai dengan tingkat kemiringan <8% dengan luas wilayah mencapai 152,637 ha atau 66,6% dari luas keseluruhan wilayah Desa Galuga. Dari pengamatan lapang terlihat pemanfaatan lahan di kawasan ini sebagian besar dijadikan sebagai persawahan (lahan basah). Untuk wilayah yang terjal atau curam dengan tingkat kemiringan >15% luas arealnya mencapai 50,535 ha atau 22,1%. Wilayah yang bergelombang berada di kawasan Desa Galuga bagian tengah dari utara-selatan dengan luas wilayah mencapai 25.998 ha atau 11,3% yang berada pada tingkat kemiringan 8-15%.

Kawasan TPA Galuga berada pada topografi yang relatif landai. Sebelah utara areal buangan TPA Galuga berada pada tingkat kemiringan <8%. Sedangkan

(6)

untuk kawasan di sebelah selatan berada pada wilayah dengan tingkat kemiringan 8-15% (Gambar 12).

Gambar 11. Peta Kelas Ketinggian Desa Galuga

(7)

4.5 Tanah dan Lahan 4.5.1 Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat di Desa Galuga dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis. Berdasarkan PPT Bogor (1992) skala 1:50.000, jenis tanah yang terdapat di Desa Galuga adalah aluvial dan latosol. Sedangkan kawasan TPA Galuga berada pada jenis tanah latosol (Gambar 13). Jenis tanah latosol dengan nama lengkap latosol cokelat kemerahan merupakan jenis tanah yang paling banyak tersebar. Dominasi tanah ini terlihat dengan luas areal penyebarannya yang mencapai 76,1% atau 174,292 ha. Penyebarannya meliputi seluruh bagian tengah sampai timur Desa Galuga. Untuk jenis tanah aluvial dengan nama lengkap kompleks aluvial cokelat dan aluvial cokelat kekelabuan, penyebarannya relatif lebih sedikit dengan luas areal 54,861 ha atau 23,9% dari total keseluruhan wilayah Desa Galuga dimana wilayah penyebarannya meliputi wilayah sebelah barat dari bagian utara-selatan Desa Galuga.

Pembentukan kedua jenis tanah ini sangat dipengaruhi oleh bahan induk. Tanah latosol cokelat kemerahan berasal dari bahan induk tuf andesit. Tanah ini merupakan tanah yang berasal dari letusan gunung api dan tergolong kedalam tanah tua. Sedangkan untuk jenis tanah aluvial cokelat dan aluvial cokelat kekelabuan berasal dari bahan induk aluvium (volkanik). Tanah ini termasuk kedalam tanah muda, karena perkembangan tanahnya masih akan berlangsung. Tanah ini juga dipengaruhi oleh sedimentasi air sungai yang ada di sebelah barat Desa Galuga sehingga mempengaruhi komponen tanah ini secara keseluruhan.

(8)

Gambar 13. Peta Tanah Desa Galuga

4.5.2 Tekstur Tanah

Tanah terdiri dari butir-butir tanah berbagai ukuran. Bahan-bahan tanah yang lebih halus <2mm disebu fraksi tanah halus (fine earth fraction) dan dapat dibedakan menjadi: pasir (2mm-50µ); debu (50µ-2µ); liat (<2µ) (Hardjowigeno, 2007). Tekstur merupakan perbandingan relatif antara butri-butir primer pasir, debu, dan liat; atau proporsi berat dari pasir, debu, dan liat dalam massa tanah, yang dinyatakan dalam persen (Rachim, 2007). Berdasarkan hal tersebut, tekstur tanah dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelas tekstur yaitu tekstur kasar (pasir, pasir berlempung), agak kasar (lempung berpasir, lempung berpasir halus), sedang (lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu), agak halus (lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, halus (liat berpasir, liat berdebu, liat). Tanah dengan tekstur halus mempunyai porositas yang tinggi sehingga mudah untuk menyerap air, sedangkan tanah dengan tekstur kasar cenderung memiliki porositas yang rendah sehingga sulit menyerap air namun mudah untuk melalukan air.

(9)

Wilayah Desa Galuga dengan dua jenis tanah yang berbeda yaitu latosol cokelat kemerahan dan kompleks aluvial cokelat dan aluvial cokelat kekelabuan memiliki tekstur yang homogen untuk seluruh wilayah yaitu bertekstur halus. Hal ini juga berlaku di kawasan TPA Galuga. Dengan jenis tanah latosol cokelat kemerahan, kawasan TPA Galuga juga berada pada wilayah dengan tekstur tanah halus.

4.5.3 Drainase

Bentuk tekstur tanah akan memperlihatkan bentuk drainase tanah. Drainase tanah merupakan kemampuan permukaan tanah untuk meresapkan air secara alami. Drainase tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu drainase baik (tidak pernah tergenang secara periodik), drainase sedang (tergenang secara periodik), dan drainase buruk (tergenang secara terus menerus) (Hardjowigeno, 2007). Berdasarkan data yang didapatkan, kondisi drainase tanah wilayah Desa Galuga ada 2 (dua) bentuk yang terlihat dari perbedaan jenis tanah. Jenis tanah latosol cokelat kemerahan memiliki drainase sedang, sedangkan untuk jenis tanah aluvial cokelat dan aluvial cokelat kekelabuan memiliki drainase sedang sampai agak terhambat. Kawasan TPA Galuga dengan jenis tanah latosol cokelat kemerahan memiliki drainase sedang.

4.6 Penggunaan Lahan

Pemanfaatan lahan di Desa Galuga relatif homogen. Terlihat pada Citra Quickbird tahun 2010 (UPTD TPA Kota Bogor, 2011), wilayah ini didominasi oleh vegetasi meliputi pepohonan dan rerumputan dengan luas areal mencapai 120.425 ha atau 52,53%. Kegiatan pertanian baik pertanian lahan basah berupa sawah ataupun lahan kering berupa kebun campuran masih menjadi alternatif oleh penduduk sekitar dalam pemanfaatan lahan.

Daerah persawahan memiliki luas sekitar 60.611 ha atau 26,44%. Daerah persawahan berada di bentuk wilayah datar yang berada di sebelah timur dan di sebelaha barat bagian utara Desa Galuga. Sedangkan kebun campuran memiliki luas 6,341 ha atau 2,77%. Sampai pada tahun 2011, dari citra terlihat kawasan

(10)

TPA Galuga menghabiskan sekitar 5 ha atau 2,2% lahan Desa Galuga untuk tempat buangan TPA. Kawasan pemukiman terlihat lebih mengelompok yang berada di sebelah selatan dan sebelah timur yang terletak di sepanjang jalan desa dan sedikit di sebalah tengah bagian timur yang relatif menyebar. Tipe penggunaan lahan dengan luas disajikan pada Tabel 11, sedangkan peta penggunaan lahan Desa Galuga disajikan pada Gambar 14.

Tabel 11. Tipe dan Luas Penggunaan Lahan di Desa Galuga

Penggunaan Lahan Luas (Ha) Luas (%)

Badan Air 8,055 3,51 Industri 7,108 3,10 Kebun Campuran 6,341 2,77 Lahan Terbuka 6,146 2,68 Pemukiman 20,571 8,97 Sawah Irigasi 60,611 26,44 Vegetasi 120,425 52,53

Sumber : Citra Quickbird Tahun 2010 (UPTD TPA Kota Bogor, 2011)

(11)

4.7 Gambaran Umum TPA Galuga

4.7.1 Sejarah Singkat dan Kondisi TPA Galuga

TPA Galuga merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang secara geografis berada di wilayah Kabupaten Bogor. Dalam pengoperasiannya TPA Galuga digunakan oleh Pemerintah Kota Bogor dan Pemerintah Kabupaten Bogor. Pengelolaanya merupakan tangung jawab Pemerintah Kota Bogor dimana lahan tersebut diperoleh melalui pembebasan tanah warga sejak tahun 1986.

TPA Galuga merupakan TPA dengan sistem pembuangan open dumping. Pada cara ini sampah dibuang di atas permukaan tanah. Penimbunan sampah dilakukan di permukaan tanah yang terbuka sehingga menyerupai gunungan sampah. Luas areal TPA milik Kota Bogor sampai akhir tahun 2011 sekitar 27,8 ha sedangkan milik Kabupaten Bogor seluas 4 ha dari total luasan areal sekitar 31,8 ha. (UPTD TPA Kota Bogor, 2011)

Dalam pemanfaatannya tidak semua lahan digunakan sebagai areal pembuangan sampah. Adapun lahan yang digunakan untuk areal buangan/tampungan sekitar 50%, sedangkan sisa lahan lainnya digunakan untuk sarana penunjang TPA diantaranya sebagai kantor, hangar (tempat parkir alat berat), penghijauan, pabrik kompos, saluran lindi dan sebagainya. TPA Galuga setiap harinya menampung buangan sampah Kota Bogor sekitar 97 truk atau sekitar 1.650 m3, sedangkan buangan sampah dari Kabupaten Bogor berkisar 700-800 m3. Jadi total maksimal sampah yang dibuang di TPA Galuga perhari mencapai 2.450 m3 (UPTD TPA Kota Bogor, 2011)

Lebih lanjut UPTD TPA Kota Bogor (2011) mengungkapkan beberapa sarana penunjang operasional TPA seperti alat berat (bulldozer, wheell loader,

track loader dan backhoe) dengan total sebanyak 6 unit merupakan milik Kota

Bogor, sedangkan pihak Kabupaten Bogor menempatkan masing-masing 1 unit

bulldozer dan backhoe. Selain alat berat yang diperlukan masih ada fasilitas

penunjang lainnya yang dapat menunjang kelancaran dan keamanan TPA Galuga, yaitu: jalan akses sepanjang 1 km; kantor TPA; pengolahan kompos; emplasemen (bangunan penurunan sampah dari truk); tembok pembatasan areal TPA; pengolahan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah); fasilitas air bersih untuk

(12)

warga Desa Galuga dan sekitarnya; saluran pembuangan lindi; kolam penampungan lindi (terkubur longsoran sampah tahun 2010). Sebagian dari fasilitas TPA dibangun oleh Pemerintah Kota Bogor dan pemeliharaannya juga merupakan tanggung jawab bersama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.

Awalnya areal TPA Galuga digunakan sebagai tempat pembuangan sampah dan keberadaan rumah penduduk berada cukup jauh dari areal TPA dimana selama aktifitas TPA berjalan tidak menggangu masyarakat sekitar. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, sebagian masyarakat mulai melirik TPA dan melihat peluang bahwa keberadaan TPA dapat memberikan manfaat bagi warga sekitar untuk mencari nafkah dengan memafaatkan limbah sampah yang masih dapat bernilai ekonomis. Dimulai dengan pegumpulan sampah anorganik untuk dipakai dan dijual kembali. Akibatnya seiring berjalannnya waktu, bermunculan warga lainnya yang berprofesi menjadi pemulung, bandar dan sebagainya. Rata-rata penduduk yang berprofesi sebagai bandar memiliki lokasi yang dekat TPA atau pinggir kawasan TPA sebagai tempat tinggal atau pemukiman. Sehingga sampai saat ini banyak pemukiman yang berada di pinggir dekat dengan kawasan TPA. Diperkirakan jumlah pemulung berkisar 300 orang dan bandar 30 orang yang merupakan warga sekitar dan beberapa orang pendatang.

Keberadaan pemulung cukup mengganggu kelancaran petugas TPA (operator alat berat) karena dalam melakukan pekerjaannya para pemulung kurang memperhatikan keselamatan. Namun, selain mengganggu kelancaran operasional TPA, keberadaan pemulung juga dinilai cukup baik diantaranya mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke areal TPA dimana sampah-sampah seperti plastik, kertas, alumunium besi dan lainnya yang bernilai ekonomis dimanfaatkan kembali (daur ulang) oleh pemulung. Menurut UPTD TPA Kota Bogor (2011), diperkirakan dalam sehari dapat mengumpulkan sekitar 5.000 liter/5 m3 dengan rata-rata untuk 200 orang pemulung dapat mengangkut sampah sekitar 25 liter.

Untuk kelancaran dan keamanan TPA Galuga, Pemerintah Kota Bogor secara berkelanjutan melakukan upaya-upaya pendekatan kepada tokoh masyarakat, alim ulama dan aparat terkait. Adapun upaya-upaya yang dilakukan antara lain: melakukan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam

(13)

perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana umum untuk warga sekitar, pengobatan gratis setiap sekali dalam sebulan yang berpusat di kantor TPA.

4.7.2 Kondisi Sampah Kota dan Kabupaten Bogor

Berdasarkan data Dinas Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor sampai pada tahun 2005, timbulan sampah Kabupaten Bogor mencapai 9.075,4 m3/hari. Aktifitas rumah tangga dan pasar atau pertokoan masing-masing menyumbang sebesar 40% dan 30% dari total sampah secara keseluruhan. Armada angkutan sampah untuk Kabupaten Bogor yaitu: truk sebanyak 33 unit; whellloader 2 unit; penyapu jalan 1 unit; mobil tinja 7 unit; mobil taman 1 unit. Sampah yang dikelola oleh Pemda Kabupaten Bogor dan Pemda Kota Bogor dilayani oleh 3 TPA yaitu: TPA Pondok Rajeg di Kecamatan Cibinong yang menampung sebanyak 700 m3/hari, TPA Jonggol di Kecamatan Jonggol sebanyak 269 m3/hari, TPA Galuga di Kecamatan Cibungbulang sebanyak 1.394 m3/hari.

Berdasarkan data pada tahun 2009, total sampah yang ada di Kabupaten Bogor mencapai 3.800 ton per hari. Kapasitas tersebut baru dimanfaatkan menjadi pupuk organik sekitar 1,5-3 ton per hari. Total sampah tersebut merupakan hasil sampah organik dan anorganik dari sampah rumah tangga, industri dan termasuk pasar yang dikumpulkan dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor. Agar tidak menumpuk, sampah tersebut secara bertahap diolah menjadi kompos. Namun dari total sampah tersebut, hanya ada satu pabrik pengolahan di Cisarua dengan kapasitas tampung 2-3 ton per hari. Tapi yang berupa sampah organik dan bisa diolah hanya sekitar 1,5 ton per hari (Dinas Kebersihan dan Ketertiban PD Pasar Tohaga Bogor, 2009).

Volume sampah yang datang setiap harinya di Kota Bogor dihasilkan dari aktifitas rumah tangga, kantor, pasar ataupun perkotaan, industri atau pabrik, sekolah, dan lain-lain (Lampiran 1). Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor dalam hal ini UPTD TPA, pada tahun 2010 jumlah timbulan sampah yang ada sebesar 2.365 m3/hari. Sampah Organik merupakan penyumbang sampah terbesar yaitu sebesar 1.439,10 m3 atau 60,85 % dari total sampah yang ada (Gambar 15). Sampah yang bisa terangkut dari timbulan sampah yang ada ke TPA Galuga pada tahun 2010 adalah 70,01%, sedangkan 29,91%

(14)

sisanya tidak terangkut ke TPA Galugga dikarenakan sebagian sudah diolah di sumber sampah seperti dibakar atau ditimbun, sebagian dibuang ke sungai, dan sebagiannya lagi terbuang di jalan pada saat pengangkutan oleh truk sampah. Persentase dari daya angkut pada tahun 2010 meningkat 2% dari tahun 2009 (Lampiran 2 dan 3).

Gambar 15. Perbandingan Timbulan Sampah dan Sampah Terangkut Kota Bogor Tahun 2010 (UPTD TPA Kota Bogor, 2011)

4.7.3 Pengelolaan Sampah TPA Galuga

Sampah yang dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga merupakan sampah yang berasal dari Kotamadya Bogor dan Kabupaten Bogor. Volume sampah yang berasal dari Kota Bogor lebih banyak daripada yang berasal dari Kabupaten Bogor. Kota Bogor harus menyediakan hingga 91 armada pengangkut sampah, sedangan untuk Kabupaten Bogor menyediakan 64 armada pengangkut sampah.

Secara umum tahapan pengangkutan dan pengelolaan sampah di TPA Galuga adalah sebagai berikut: sampah yang diangkut berasal dari sampah rumah tangga, sampah rumah makan, sampah hotel-hotel, serta sampah perkotaan yang biasanya dikumpulkan melalui Tempat Pembuangan Sementara (TPS) terdekat. Sampah diangkut oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan melalui truk-truk armada pengangkutan sampah yang identik dengan warna kuning. Sebagai penciri, untuk truk sampah milik Kota Bogor plat nomor truk berakhiran huruf A,

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 Organi k

Plastik Kertas Logam Tek

stil Karet Kaca & Mineral Lim bah B3 Lain-lain Resid u Volume (m3) Jenis Sampah Timbulan Terangkut

(15)

sedangkan truk sampah milik Kabupaten Bogor berakhiran huruf F. Sampah diangkut dan dibawa ke TPA Galuga. Namun, sebelumnya sampah-sampah yang ada dipilah oleh kernet-kernet truk. Sampah anorganik berupa plastik, besi, ataupun sejenisnya dipilih dan langsung dijual ke lapak yang ada di sekitar TPA Galuga dengan harga Rp. 1.000-Rp. 2.000 perkilogram.

Sortasi I dilakukan untuk memisahkan sampah organik dan sampah anorganik sisa pilahan kernet truk. Pada dasarnya semua sampah organik padat dapat dikomposkan. Sampah organik padat berasal dari sampah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri. Sampah organik tersebut langsung dipisahkan dan diangkut ke tempat pengomposan untuk selanjutnya dijadikan pupuk kompos. Untuk sampah anorganik yang masih tersisa langsung dibuang ke tempat penumpukan atau penampungan sampah.

Tempat penampungan sampah berupa area yang awalnya berupa lereng bukit kecil yang mampu menampung sampah tanpa membentuk gunungan. Namun, seiring dengan volume sampah yang dibuang semakin banyak, area tersebut semakin padat dan membentuk gunungan yang cukup tinggi. Di areal penampungan sampah, para warga yang banyak berprofesi sebagai pemulung telah siap untuk memulung sampah anorganik yang bernilai ekonomis. Kegiatan warga pemulung ini tidak jarang mengganggu aktivitas petugas alat berat untuk mendorong sampah ke tempat penampungan sampah.

Penumpahan sampah harus memperhatikan pola penyebaran sampah dimana sampah dipadatkan dengan membentuk pola penyebaran memadat dari pinggir area menuju tengah area pengumpulan sampah. Hal tersebut dilakukan untuk efisiensi tempat, kemudahan pengelolaan selanjutnya serta untuk mengatur aliran air sampah yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.

Pemadatan sampah akan bergeser ketika sampah sudah rata dengan permukaan tanah paling tinggi sehingga tidak membentuk gunungan sampah. Waktu yang diperlukan untuk menumpuk sampah pada satu sisi area penumpahan dapat lebih dari 5 tahun. Sehingga untuk sampah yang timbunan sampahnya telah berumur lebih dari 5 tahun diperlukan pipa-pipa asap yang berfungsi untuk menyalurkan gas metan (CH4) yang dihasilkan dari proses fermentasi oleh sampah

(16)

yang telah berumur lebih dari 5 tahun. Gas metan yang tidak disalurkan ke udara bebas dapat menimbulkan ledakan hebat hingga terjadi kebakaran TPA. Secara umum, proses pengelolaan sampah di TPA Galuga secara konvensional disajikan pada Gambar 16.

Penanganan pengomposan di TPA Galuga yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor sebagai pihak pengelola TPA melalui mekanisme berikut ini (UPTD TPA Kota Bogor, 2011):

1. Sampah organik yang baru tiba ditempat pengomposan dilakukan sortasi II untuk menghindari adanya sampah anorganik yang dapat mengganggu proses fermentasi.

2. Sampah hasil sortasi ditempatkan pada blok kayu untuk dilakukan proses fermentasi selama satu minggu.

3. Setelah fermentasi pertama, blok kayu diangkat dan sampah kembali difermentasi. Sampah akan mengalami penyusutan hingga 30%. Jika kondisi sampah mengering, maka dilakukan penyiraman untuk menjaga keberlangsungan proses fermentasi.

4. Sampah yang telah difermentasi sampai 25 hari telah berubah menjadi pupuk kompos.

5. Pupuk kompos yang terbentuk pada fermentasi masih berupa potongan-potongan besar sehingga dilakukan proses grinding sehingga terbentuk pupuk kompos siap pakai

(17)

Gambar 16. Alur Pengangkutan dan Pengelolaan Sampah di TPA Galuga Tumpukan

Sampah 

Sampah Kota Bogor  Sampah Kabupaten Bogor  

Pengumpulan di TPS 

Pengangkutan ke TPA Galuga oleh Truk Sampah 

Sortasi I 

Dijual Ke Lapak  Dibuang Ke TPA  

Sampah Organik  Sampah Anorganik 

Kompos  Pupuk Kompos  Tempat Penumpukan Sampah Sortasi II  Sortasi II  Sortasi III   Pemulung   Digunakan Kembali  

Gambar

Tabel 8. Formasi Geologi dengan Luas Wilayah Desa Galuga
Tabel 9. Umur Geologi Pada Periode Kuarter dan Tersier  Era Periode  Epoch
Gambar 11. Peta Kelas Ketinggian Desa Galuga
Gambar 13. Peta Tanah Desa Galuga
+4

Referensi

Dokumen terkait

• Semakin tinggi tingkat perputarannya  semakin pendek tingkat dana yang tertanam dalam persediaan  semakin kecil dana yang ditanam dalam perusahaan... MANAJEMEN PERSEDIAAN

Saran-saran yang dianggap perlu untuk diperhatikan oleh para orang tua dan pendidik anak usia dini adalah: Pertama, Seluruh orang tua muslim agar

Sedangkan bagi pemerintah atau instansi terkait diharapkan untuk mengkaji kembali ketentuan/peraturan yang dinilai menjadi kendala dalam pengembangan usaha rumput laut dan

Komunikasi pemasaran yang efektif dirancang untuk mengaktifkan ketertarikan konsumen dengan memberikan daya tarik kepada kebutuhan yang paling relevan dari suatu segmen pasar..

Kegiatan Pemeliharaan Saluran Irigasi Pekerjaan Pemeliharaan. Saluran Irigasi Desa

Siswa melakukan verikasi data rekam jejak prestasi akademik (nilai rapor) yang diisikan oleh Kepala Sekolah atau yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah dengan

Rijstaffel merupakan sajian utama yang sangat mewah karena bukan saja menampilkan sajian makanan yang mewakili kekhasan budaya masyarakat Hindia Belanda, namun

Pokja Peker jaan Konstr uksi Unit Layanan Pengadaan Kabupaten M amuju Utar a akan melaksanakan Pemilihan Langsung dengan pascakualifikasi untuk paket peker jaan konstr uksi sebagai