• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPAN sejak tahun delapan puluhan telah banyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPAN sejak tahun delapan puluhan telah banyak"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

L

APAN sejak tahun delapan puluhan telah banyak menyampaikan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan pemanfaatan atau pengembangan model pemanfaatan data satelit penginderaan jauh kepada pengguna dan masyarakat luas untuk keperluan berbagai sektor pembangunan nasional. Sepuluh tahun kemudian pemanfaatan data penginderaan jauh satelit mulai banyak dipergunakan untuk berbagai kepentingan antara lain inventarisasi dan pemantauan perubahan penutup lahan, inventarisasi sumber daya lahan hutan, perkebunan, pertanian dan pesisir, tata ruang, dan pemantauan lingkungan untuk mendukung mitigasi bencana serta pemetaan.

Pada program REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) pemerintah menetapkan target angka penurunan emisi karbon pada 2020 sebesar 26%, dimana dinyatakan alih fungsi hutan LAND USE, LAND-USE CHANGE AND FORESTRY (LULUCF) yang menyumbang 54% total tingkat emisi karbon, akan dapat menurunkan tingkat emisi karbon sebanyak 75%. Dikarenakan hutan adalah faktor utama untuk penurunan emisi karbon, maka pemerintah merasa perlu melakukan pemantauan dan inventarisasi hutan di Indonesia. Teknologi satelit penginderaan jauh dimungkinkan untuk dipergunakan memproduksi informasi spasial kondisi hutan.

Sementara itu hingga saat ini pemanfaatan data penginderaan jauh di Indonesia lebih dari 90% masih

mempergunakan data satelit optik seperti Landsat, Spot, Ikonos dan satelit lingkungan seperti NOAA atau MODIS. Data satelit radar atau SAR (Sinthetyc Aperture Radar) walaupun dalam pemantauan bumi memiliki kelebihan dapat menembus awan yang merupakan problem utama di Indonesia, pemanfaatan datanya masih sangat minim, hal ini disebabkan karena pada awalnya bidang penginderaan jauh teknologi sensor radar kurang berkembang dibanding optik sehingga dalam interpretasi citra radar dirasa lebih sulit dan kurang populer. Pada tahun sembilan puluhan Stasiun Bumi LAPAN pernah menerima data SAR polarisasi tunggal dari JERS-1 dan ERS-1, 2, akan tetapi pemanfaatan datanya hampir tidak ada sehubungan dengan sulitnya interpretasi, minimnya fasilitas dan metode pengolahan datanya serta akurasi informasinya lebih rendah dibanding data optik seperti Landsat TM.

Pada era tahun dua ribuan teknologi penginderaan jauh SAR mulai berkembang pesat dengan telah diorbitkannya Satelit radar multi polarisasi ENVISAT-1 C band SAR pada tahun 2002, disusul L band ALOS PALSAR pada tahun 2006 dan 2007 radar X band TerraSAR-X dan Cosmo-SkyMed serta Radarsat-2. Dengan data satelit radar multi polarisasi yaitu HH, HV, VV dan VH dimungkinkan membuat kombinasi RGB mirip komposit warna pada citra satelit optik sehingga lebih memudahkan dalam melakukan interpretasi. Selain itu dengan makin berkembangnya teknologi sensor radar yang mampu

KAJIAN AWAL KEBUTUHAN TEKNOLOGI SATELIT

PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDUKUNG PROGRAM

REDD DI INDONESIA

Oleh :

Dony Kushardono dan Ayom Widipaminto

(2)

menghasilkan resolusi spasial menjadi 1 m, diharapkan identifikasi objek menjadi lebih detail dan akurat.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh radar satelit ini diharapkan dapat mengatasi kebutuhan informasi spasial terkait Program Nasional perhitungan karbon sebagaimana saran dari beberapa literatur terkait daerah tropis yang memiliki tingkat liputan awan hingga 80%. Selain itu juga diharapkan dapat dipergunakan untuk pemetaan hingga skala rinci serta pemantauan objek bergerak dan pemantaun lingkungan untuk mendukung mitigasi bencana di Indonesia. Akan tetapi sehubungan dengan masih minimnya

pengalaman Indonesia dalam pemanfaatan data radar serta kurangnya fasilitas pengolahan data untuk tujuan operasional, maka diperlukan pengkajian lebih mendalam khususnya metodologi pemanfaatan dan akurasi informasinya. Selain itu terkait dengan alasan agar mendapatkan jumlah lintasan yang lebih banyak, pengoperasian pada orbit near equatorial adalah pengalaman pertama di dunia bagi satelit penginderaan jauh radar, sehingga perlu dilakukan kajian khususnya terkait koreksi dan pemanfaatan datanya.

Untuk mendukung program satelit penginderaan jauh nasional, kajian yang komprehensif perlu dilakukan untuk

Gambar 1. Perbandingan citra Landsat TM dan JERS SAR.

(3)

membahas kebutuhan misi satelit, permasalahan teknis dan solusinya, kebutuhan sistem ruas bumi serta sistem satelitnya. KEBUTUHAN Misi Satelit Penginderaan Jauh RADAR

Menyimpulkan sementara dari beberapa hasil rapat antar instansi serta pengalaman LAPAN, misi satelit radar yang dibutuhkan di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Pemantauan berkala kondisi hutan untuk perhitungan karbon/ mendukung REDD,

b. Pemantauan untuk keamanan dan pertahanan,

c. Pemantauan lingkungan skala rinci untuk mendukung mitigasi bencana alam,

d. Pemantauan pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian,

e. Pemetaan penggunaan lahan skala 1:5.000 dan pembuatan DEM.

Pemantauan berkala kondisi hutan untuk perhitungan karbon/ mendukung REDD, ditujukan untuk inventarisasi jenis tanaman hutan dan pemantauan perkembangan tajuk, sedangkan pemantauan untuk keamanan dan pertahanan ditujukan untuk monitoring pulau-pulau terluar, lalu lintas kapal laut, aktifitas pembalakan hutan. Adapun pemantauan lingkungan skala rinci untuk mendukung mitigasi bencana alam ditujukan untuk mendeteksi deformasi lahan, banjir, longsor, kebakaran hutan. Pemantauan pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian adalah misi pemantauan untuk memperkirakan produksi pertanian dan aktifitas pertanian, sedang pemetaan penggunaan lahan skala 1:5.000 dan pembuatan DEM ditujukan untuk penyediaan informasi spasial mendukung JDSN dan tataruang daerah.

Permasalah DAN TINDAKAN PENYELESAIAN

Sebagaimana yang sudah dikemukakan di pendahuluan, minimnya pengalaman Indonesia dalam pemanfaatan data satelit radar untuk pemantauan sumberdaya alam dan lingkungan dibutuhkan pelatihan khusus dalam pengoperasian peralatan sistem stasiun bumi pengendali dan penerima serta metodologi pemanfaatan datanya untuk mencapai misi seperti diuraikan di atas.

Pemantauan dan inventarisasi kondisi lahan mempergunakan data satelit optik seperti Landsat TM atau Ikonos sudah banyak dilakukan di Indonesia dan metodologi pemanfaataanya sudah mulai dibangun, akan tetapi

ketersediaan data yang bebas awan untuk daerah tropis adalah suatu kendala. Dari berbagai referensi pemantauan dan inventarisasi, mempergunakan data satelit optik lebih akurat dibanding data satelit radar. Salah satu solusi masalah liputan awan dalam pemantauan dan iventarisasi adalah penggunaan data satelit optik yang dikombinasi dengan penggunaan data radar. Sementara itu sebagaimana ditunjukan pada program DMC (Disaster Monitoring Constellation), satelit seperti Beijing-1 yang memiliki karakeristik spektral mirip Landsat TM kanal hijau, merah dan inframerah dekat dengan resolusi spasial 30 meteran memiliki lebar cakupan data 600 Km serta berkonstalasi dengan 4 satelit serupa yaitu BilSat-1, AlSat-1, NigeriaSat-1 dan UK-DMC, merupakan solusi untuk mengeliminasi pengaruh liputan awan dalam pemantauan bumi mempergunakan satelit optik.

Seperti yang dikemukakan sebelumnya, permasalahan interpretasi data satelit penginderaan jauh radar yang terdahulu adalah data polarisasi tunggal yang citranya hitam putih satu kanal dengan informasi berupa tekstur. Hal ini dirasakan lebih sulit pemanfaatannya dibanding dengan data satelit optik seperti Landsat TM, untuk memudahkan interprestasi dan meninggikan akurasi informasinya diperlukan teknologi sensor radar multi polarisasi.

Untuk misi pemantauan diperlukan objek yang bergerak, membutuhkan satelit penginderaan jauh dengan resolusi temporal yang tinggi. Untuk itu satelit dengan orbit satelit near equatorial secara teoritis lebih tepat, akan tetapi sehubungan dengan masih jarangnya satelit penginderaan jauh pada orbit tersebut maka masih perlu kajian lebih lanjut.

Kendala utama pemantauan bumi di Indonesia adalah masalah cuaca yaitu liputan awan dan hujan, pemilihan penggunaan teknologi sensor radar pada satelit penginderaan jauh memang memungkinkan, akan tetapi untuk mendapatkan data penginderaan jauh yang benar-benar bebas gangguan cuaca khususnya hujan, maka perlu dilakukan pemilihan frekuensi yang tepat untuk sensor radarnya.

SPESIFIKASI TEKNIS SISTEM SATELIT DAN STASIUN BUMI Mendasarkan kebutuhan dan permasalahan sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka diharapkan Satelit Penginderaan Jauh Radar yang diinginkan memiliki spesifikasi seperti berikut di bawah.

(4)

Spesifikasi teknis satelit rada A. Muatan SAR

Muatan SAR yang terdiri dari antena dan sensor elektronik terkait yang diperlukan untuk pencitraan, secara umum diharapkan memiliki fitur-fitur seperti resolusi spasial yang beragam dan pilihan polarisasi untuk fleksibilitas penuh sehingga dapat menjalankan misi sebagaimana tersebut diatas.

- Kanal Polarisasi HH, VV, HV, VH (fully polarimetric), berdasarkan referensi penggunaan gabungan data multi polarisasi tersebut memudahkan interpretasi visual maupun klasifikasi digital penutup penggunaan lahan. - Band Frekuensi adalah C-band atau L-band sebagaimana

disarankan untuk perhitungan biomas dari Kyoto Protokol, akan tetapi dari berbagai referensi C-band

Gambar 3. Contoh citra satelit radar sebelum dan sesudah dikoreksi AGC.

(5)

adalah yang paling baik bebas dari pengaruh cuaca atau hujan dibanding L-band atau X-band.

- Memiliki Automatic Gain Control (AGC) untuk mendapatkan data citra yang memiliki radiometrik yang lebih baik (lihat Gambar 3 di bawah untuk citra sebelum dan setelah dikoreksi AGC).

- Resolusi 2m, 6m dan 16m dengan lebar cakupan data berturut-turut sekitar 10Km, 30Km dan 100Km, dimana dengan teknologi satelit radar yang ada sekarang seperti pada Radarsat-2, Alos PALSAR maupun TerraSAR-X adalah memungkinkan dan ini diperlukan untuk menjalankan misi pemanfaatan mulai pemetaan, pemantauan hingga identifikasi objek sebagaimana ditulis pada misi di atas. B. Bus Satelit

Modul Bus berisi semua sistem dan antarmuka yang diperlukan untuk mengoperasikan dan memelihara satelit serta mendukung Muatan SAR, untuk itu diperlukan adanya : - Payload Data Handling and Transmisi Data, fungsinya

untuk mengirimkan citra SAR bersama dengan data tambahan (misalnya, GPS), disimpan onboard dan dikirim ke stasiun bumi penerima melalui komunikasi X-Band down-link. Diharapkan data akan dienkripsi dengan menggunakan Data Encryption Standard (DES).

- Sub-sistem pengatur sikap satelit, fungsinya untuk mengatur agar telapak sensor SAR dapat selalu mengadap ke sudut tertentu kearah permukaan bumi, dimana umumnya dilakukan dengan mempergunakan propulsi pendorong dan roda momentum untuk mengaturnya serta sensor gyroscope dan sensor bintang yang data posisi dan kedudukannya direkam dan diolah oleh OBDH (on-board data handling and storage) untuk mengendalikan sikap tersebut. Penentuan sikap dan Pengendalian ini dibutuhkan untuk mempertahankan orientasi satelit dan memastikan bahwa satelit memenuhi persyaratan untuk kinerjanya antena SAR.

- Pembangkitan Listrik dan Penyimpanannya yang mengatur tenaga listrik untuk satelit dengan power dihasilkan dari sayap array tenaga surya perlu dirancang untuk memenuhi tenaga selama beroperasi, mengingat pada orbit equatorial terdapat sisi gelap yang tidak memungkinkan sayap array tenaga surya mendapat sinar matahari.

- Penerima onboard Global Positioning System (GPS) dan perangkat lunak Precision Penentuan Orbit untuk penentuan orbit dan kontrol.

- TT&C subsistem yang merupakan komunikasi antarmuka antara satelit dan stasiun bumi, diperlukan untuk memberikan perintah, seperti melakukan operasi pencitraan, memperoleh data telemetri - informasi mengenai status atau kesehatan berbagai sub-sistem pada satelit yang dicatat sepanjang lintasan masing-masing. Untuk itu umumnya dua omni-directional antena S-Band, ditempatkan pada sudut yang berlawanan dari satelit untuk komunikasi dengan stasiun bumi untuk berbagai orientasi satelit, dan data perintah Up-link akan dienkripsi.

- Propulsion Sub-sistem untuk menjaga orbit satelit dan menjaga trek dalam batas toleransinya kemungkinan diperlukan semacam yang juga diperlukan untuk mengoreksi dispersi peluncuran.

- Subsistem Thermal diperlukan sebagai pengendali panas untuk memantulkan atau menghilangkan panas matahari di tubuh satelit dan antena SAR, serta untuk mengusir panas yang dihasilkan secara internal oleh elektronik satelit.

C. Spesifikasi teknis orbit near equatorial

- Orbit Low Earth Orbit (LEO) near equatorial bagi satelit penginderaan jauh radar adalah paling potensial untuk mendapatkan jumlah lintasan satelit di Indonesia yang banyak, dengan jangka waktu satu orbit satelit sekitar 100 menit, satelit dapat melintasi wilayah Indonesia 12 kali lebih yang cocok untuk keperluan pemantauan objek yang dinamis bergerak seperti kapal dll.

- Sudut inklinasi orbit satelit near ekuatorial, agar mencakup seluruh wilayah zona ekonomi ekskulsif Indonesia yang berada disekitar 8LU hingga 13LS, maka seperti pada Gambar 6, sudut inklinasi sekitar 9 derajat adalah sudah cukup memadai. Akan tetapi jika diinginkan lebih banyak lagi negara lain yang akan memanfaatkan datanya, maka sudut inklinasi perlu sedikit dinaikan misal 16 derajat, maka negara tropis yang bisa dipantau akan lebih luas lagi diantara sekitar 20LU hingga 20LS, tetapi jumlah lintasan di Indonesia akan merurun sekitar 7 kali sehari.

(6)

D. Spesifikasi teknis sistem stasiun bumi - Sistem stasiun bumi penerima data satelit

Dari pengalaman Stasiun Bumi Satelit Penginderan Jauh di Parepare yang tidak mampu mencakup seluruh wilayah Indonesia (hanya 93%), maka diperlukan 2 (dua) stasiun bumi penerima data satelit. Disarankan kalau salah satu stasiun buminya diletakan di Parepare, maka perlu di buat satu stasiun bumi penerima lagi disekitar Jawa Barat atau Banten.

- Sistem stasiun bumi TT&C

Stasiun bumi TT&C diperlukan selain untuk komunikasi dengan satelit dalam memberikan perintah, seperti melakukan operasi pencitraan, juga untuk memperoleh data telemetri dan informasi mengenai status atau kesehatan berbagai sub-sistem pada satelit yang dicatat sepanjang lintasan masing-masing. Stasiun bumi ini berkomunikasi dengan satelit melalui antena S-Band untuk Up-link data perintah dan down-link data-data telemetri.

E. Spesifikasi Teknis Satelit Optik

Jika satelit penginderaan jauh optik dijadikan pilihan yang lain, maka jenis satelit optik untuk sumberdaya alam mirip Landsat-7 dengan lebar sapuan yang lebar seperti Satelit Beijing-1 yang mencapai 600 Km adalah merupakan alternatif yang lain. Karena dengan lebar sapuan seperti itu mampu mengeliminir masalah liputan awan dan akan lebih efektif lagi jika dilakukan kontalasi dengan negara lain untuk jenis satelit yang sama seperti pada Program DMC. Sebagai contoh dengan lebar cakupan data 600km x 600km tersebut memungkinkan menggantikan 12 cakupan data Landsat TM seperti Gambar 8 di bawah.

Gambar 6. hubungan jumlah lintasan dengan sudut inklinasi satelit

orbit polar dan ekuatorial.

Gambar 5. Lintasan satelit orbit near ekuatorial yang akan melewati negara tropis selain Indonesia yaitu di

(7)

Kanal spektral yang dimungkinkan untuk menjalankan misi tersebut diatas adalah pada spektrum cahaya tampak dan inframerah dekat dilengkapi kanal pankromatik dengan resolusi spasial 2 meteran.

Untuk pemantauan bumi dengan mempergunakan satelit penginderaan jauh optik, orbit LEO polar Sun-Synchronous sekitar pukul 8.30 pagi adalah lebih tepat karena masih belum banyak pembentukan awan dan sinar matahari sudah cukup. Sementara itu jika orbit satelit LEO ekuatorial akan terkaji perbedaan iluminasi radiasi matahari yang cukup beragam sehingga menyulitkan koreksi radiometrik dan pemanfaatan datanya.

PENUTUP

Kajian ini secara umum menggambarkan kebutuhan misi satelit penginderaan jauh untuk pemantauan sumberdaya alam dan lingkungan di Indonesia khususnya untuk mendukung program REDD dalam program pemerintah untuk penurunan emisi karbon melalui pemantauan dan inventarisasi hutan.

Pada kajian spesifikasi teknis telah dijabarkan secara umum perihal satelit penginderaan jauh radar near ekuatorial dan sedikit tentang satelit penginderaan jauh optik.

Gambar 7. Cakupan Antena Stasiun Bumi Penerima LAPAN

di Parepare.

Hasil kajian ini bersifat awal dan sementara untuk mendukung pembuatan rencana tindak lanjut dalam penyediaan sistem satelit penginderaan jauh radar untuk perhitungan karbon. Kajian lebih lanjut yang mendalam diperlukan untuk mendapatkan spesifikasi teknis dari satelit hingga sistem stasiun buminya yang lebih optimal.

Untuk melaksanakan misi yang diinginkan yakni Pemantauan berkala kondisi hutan untuk perhitungan karbon Nasional, keperluan Hankam, pemetaan skala rinci untuk mendukung mitigasi bencana alam, pertanian dan pembuatan DEM, teknologi satelit penginderaan jauh radar yang disarankan adalah multipolarisasi dan multiresolusi dengan orbit satelit yang banyak melintas di Indonesia. Tetapi jika satelit penginderaan jauh optik yang dipergunakan, disarankan selain multispektral dengan resolusi spasial yang mampu mendeteksi objek yang menjadi target misi, juga perlu memiliki cakupan yang luas dan berkonstalasi untuk mengeliminasi masalah liputan awan.

Gambar 8. Contoh perbandingan lebar cakupan data

Beijing-1 dengan Landsat TM.

Gambar

Gambar 2. Citra komposit warna dari data radar multipolarisasi serta resolusi spasial tinggi yang memungkinkan mengidentifikasi objek lebih detail.
Gambar 4. Contoh teknik akuisisi sensor radar pada satelit  untuk mendapatkan lebar cakupan dan resolusi spasial yang diinginkan.
Gambar 6. hubungan jumlah lintasan dengan sudut inklinasi  satelit  orbit polar dan ekuatorial.
Gambar 8. Contoh perbandingan lebar cakupan data  Beijing-1 dengan Landsat TM.

Referensi

Dokumen terkait

Planetarium juga sebagai sarana untuk memperkenalkan bidang pendidikan ini kepada masyarakat awam, menumbuh kembangkan minat serta ilmu pengetahuan dan tekhnologi antariksa

Buku Pelabuhan ini sudah disempurnakan menjadi buku Perencanaan Pelabuhan (2010) dan saat ini tidak dicetak ulang lagi... Hidraulika dapat dibedakan menjadi dua  bidang

Perbedaan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya ini menjadi alasan peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh Audit tenure, Independensi

Dalam upaya mengenalkan Turnitin kepada mahasiswa UMS, perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta mengadakan pelatihan rutin software anti plagiat Turnitin setiap hari

Dengan menggunakan UML dapat dibuat model untuk semua jenis aplikasi piranti lunak, dimana aplikasi tersebut dapat berjalan pada piranti keras, sistem operasi dan

Tes obyektif merupakan jenis tes yang terdiri dari butir-butir soal yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah

INDIKATOR SASARAN PROGRAM INDIKATOR SASARAN PROG B E C D A JUMLAH INSTANSI PEMERINTAH YANG MELAKS P4GN JUMLAH INSTANSI SWASTA YANG MELAKSANAKAN P4GN PROSENTASE KEL/DESA YG

Fakultas  Ekonomi  selalu  berkomitmen  untuk  menjaga  suasana  akademik  yang  ada  dilingkungan  Umsida  secara  keseluruhan.  Suasana  akademik  ini