1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekeringan adalah sebuah kejadian dengan periode kering terjadi melebihi kondisi normal dan mengakibatkan masalah yang berkaitan dengan air (Drought Assessment, 2009). Kekeringan merupakan bencana yang disebabkan oleh alam karena kondisi klimatologis suatu daerah sehingga menyebabkan kekurangan sumber daya air. Hal tersebut terjadi setiap tahun sepanjang musim kemarau di Gunung Kidul, karena merupakan kawasan karst Gunungsewu yang memiliki tingkat kelarutan tinggi serta porositas sekunder yang menyebabkan air akan langsung masuk ke sistem aliran bawah tanah (Gambar 1.1). Beberapa indikasi kekeringan diantaranya curah hujan kurang dari normal dalam hitungan minggu, bulan, dan tahun. Aliran sungai menurun, jumlah air yang tersimpan di telaga semakin sedikit serta kedalaman sumur meningkat (Nagarajan, 2009). Kekeringan akan banyak menimbulkan masalah lain karena air merupakan kebutuhan vital yang harus dipenuhi untuk bertahan hidup. Selain itu, kekeringan akan memberikan berbagai dampak terhadap sektor kehidupan yang lain. Irianto menyebutkan bahwa bencana kekeringan lebih berbahaya dari banjir yang mampu menimbulkan kerugian sangat besar (Harian Kompas, 2011).
(Gambar 1.1 : Struktur Pegunungan Karst Gunungsewu) (Sumber : Kompas, 12 September 2011/ humasristek)
2 Berbagai masalah yang telah disebutkan di atas juga dialami masyarakat Tanjungsari salah satu kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, meskipun dengan intensitas yang berbeda dengan daerah yang lain (Harian Jogja,1 September 2013). Menurunnya curah hujan akan diikuti dengan menurunnya debit mata air serta jumlah air yang tertampung di telaga. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat semakin kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Disisi lain, diketahui Kecamatan Tanjungsari memiliki sumber daya air payau yang melimpah di Pantai Baron (Gambar 1.2). Namun keberadaan air payau tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Sehingga masyarakat hanya bergantung pada ketersediaan air hujan.
(Gambar 1.2: Sumber Daya Air Payau di Pantai Baron Tanjungsari) (Sumber : Dokumentasi Penulis, 2014)
Menurunnya ketersediaan air hujan juga berpengaruh terhadap mata pencaharian masyarakat sebagai petani dan pekerjaan sampingan sebagai peternak, dan nelayan. Hal ini disebabkan sebagian besar penduduk yang tinggal di Kecamatan Tanjungsari masih banyak bergantung pada sektor pertanian tadah hujan yang sangat tergantung pada curah hujan (www.gunungkidulkab.go.id, 2013). Diketahui bahwa jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan air dan keperluan sehari-hari di rumah tangga oleh masyarakat di kawasan karst Kecamatan Tanjungsari sangat banyak. Namun demikian, hal itu tidak diimbangi dengan meningkatnya jumlah pendapatan yang diperoleh. Selain itu, menurunnya produksi pertanian dan harga ternak menjadikan pemasukan yang diterima juga menurun. Kondisi tersebut memaksa masyarakat akhirnya menjual sebagian ternaknya untuk membeli air di pihak swasta (Gambar 1.3, Headline News Metro TV, 12 September 2013).
3
(Gambar 1.3 : Dampak kekeringan terhadap peternakan) (Sumber : Metro TV, Headline News, 12 September 2013)
Untuk mengatasi krisis air bersih dilakukan berbagai upaya mulai dari bantuan sosial serta adaptasi ekologis masyarakat Gunung Kidul terhadap air. Pemerintah memasang jaringan pipa PDAM di Tanjungsari yang ditunjang oleh sistem pegeboran sungai bawah tanah yang terletak di Pantai Baron. Biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran air PDAM sebesar Rp. 37.500,00. untuk setiap pemakaian kurang dari atau sama dengan 10 m3 per bulan, sehingga hanya kelas sosial masyarakat menengah kebawah merasa keberatan dengan biaya PDAM. Selain itu swasta mengirim tangki-tangki penyedia air juga menjadi alternatif pemasok air bersih. Tangki-tangki tersebut biasanya mengambil air dari lokasi lain dan menjual pada kisaran harga Rp. 80.000,00. – Rp. 120.000,00. untuk setiap unit tangki dengan kapasitas 5000-6000 liter. Dengan mahalnya biaya air, membuat masyarakat untuk rela berjalan menempuh puluhan kilometer mencari telaga sebagai PAH (Penampungan Air Hujan). Apabila PAH sudah mengering, maka masyarakat terpaksa meminum air kotor yang tidak layak dikonsumsi (Gambar 1.4).
(Gambar 1.4 : Bentuk Adaptasi Ekologis Krisis Air Bersih di Tanjungsari) (Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Gunung Kidul, 2014)
4 Bencana alam di suatu wilayah memiliki implikasi secara langsung terhadap masyarakat di wilayah tersebut. Partisipasi masyarakat untuk mengurangi dan menghindari resiko bencana penting dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat (Suryanti dkk, 2010). Zein (2010) menjelaskan bahwa masyarakat merupakan pihak yang memiliki pengalaman langsung dalam kejadian bencana sehingga pemahaman yang dimiliki menjadi modal bagi pengurangan resiko bencana. Dalam konteks manajemen bencana alam, respon masyarakat terhadap bencana sangat penting untuk dipahami (Marfai, dkk., 2008). Respon merupakan awal dari sebuah strategi adaptasi ekologis oleh masyarakat yang dihasilkan melalui pemahaman terhadap bencana alam yang terjadi.
Pemahaman masyarakat berupa pengetahuan persepsi yang teraktualisasi dalam sikap atau tindakan dalam menghadapi bencana kekeringan untuk bertahan hidup. Hasil dari sikap dan atau tindakan masyarakat dalam menghadapi bencana adalah strategi adaptasi ekologis yang berarti penyesuaian yang dilakukan akibat dari ancaman lingkungan. Adaptasi dalam pemenuhan kebutuhan air ini berkembang dari waktu ke waktu. Pola adaptasi ini perlu dipahami dalam rangka untuk merencanakan pengurangan risiko bencana kekeringan di kawasan karst secara permanen dan berkesinambungan dengan suatu perancangan sarana penanggulangan krisis air bersih yang mungkin dapat diterapkan untuk wilayah lain dengan karakteristik yang sama atau hampir sama. Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian dengan fokus kajian strategi adaptasi ekologis di rumah tangga yang dilakukan oleh masyarakat, baik pada tingkat individu maupun kelompok, dalam menghadapi bencana kekeringan.
1.2 Masalah Perancangan
1.2.1 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas didapatkan identifikasi masalah adalah: 1. Penyebab kekeringan di Gunung Kidul adalah kondisi klimatologis daerah
kawasan karst Gunungsewu yang memiliki tingkat kelarutan tinggi serta porositas sekunder yang menyebabkan air akan langsung masuk ke sistem aliran bawah tanah (tanah kapur).
5 2. Masyarakat masih bergantung pada ketersediaan air hujan. Menurunnya curah hujan akan diikuti dengan menurunnya debit mata air serta jumlah air yang tertampung di telaga dan PAH.
3. Disisi lain ketidak tersedianya air di permukaan, maka satu-satunya sumber daya air yang terdapat di Kecamatan Tanjungsari adalah air payau di Pantai Baron. Namun belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat, karena sifat kesadahan air payau yang tinggi.
4. Menurunnya ketersediaan air berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku dan cara adaptasi pada aktivitas sehari-hari masyarakat Tanjungsari. 5. Dengan mahalnya biaya air, masyarakat membuat strategi adaptasi
ekologis dengan membuat PAH (Penampungan Air Hujan). Apabila PAH sudah mengering, maka masyarakat terpaksa meminum air kotor yang tidak layak dikonsumsi dan rela berjalan menempuh puluhan kilometer untuk mencari telaga.
1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana masyarakat Tanjungsari berpikir dan bertindak sebagai cara adaptasi ekologis untuk menimalisir dari dampak yang ditimbulkan krisis air akibat bencana kekeringan di Tanjungsari (dilihat dari aspek-aspek desain terkait)?
2. Mengapa upaya penanggulangan krisis air bersih yang bersifat sementara dan darurat yang dilakukan baik oleh masyarakat dan pemerintah Tanjungsari belum mampu memenuhi kebutuhan ideal masyarakat akan air bersih di rumah tangga?
3. Bagaimana merancang sebuah produk rumah tangga yang dapat menyelesaikan krisis air bersih pada kondisi daerah Tanjungsari dengan memanfaatkan energi alam dan sumber daya air payau di Pantai Baron, sebagai bentuk solusi adaptasi berkelanjutan masyarakat lokal dengan lingkungannya saat musim kemarau?
6 1.3 Ruang Lingkup
1.3.1 Batasan
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Daerah penelitian hanya dilakukan di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, yang memiliki intensitas berbeda dengan daerah yang lain di Gunung Kidul.
2. Hanya melakukan penelitian tentang krisis air bersih dari akibat yang ditimbulkan dari bencana kekeringan.
3. Hanya melakukan penelitian pada fenomena sarana adaptasi ekologis masyarakat Tanjungsari untuk mengatasi krisis air.
4. Hanya melakukan pendekatan penelitian pada aspek desain pengguna, aktivitas dan kebiasaan masyarakat Tanjungsari.
5. Air bersih dibutuhkan semua kalangan baik masyarakat, pemerintahan, instansi, industri dan masih banyak lagi. Namun penelitian ini dikhususkan pada sasaran masyarakat yaitu keluarga (rumah tangga).
1.4 Tujuan Perancangan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan perancangan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan pemberdayaan masyarakat Tanjungsari dengan produk yang mengaplikasikan teknologi sederhana untuk pemenuhan kebutuhan air layak konsumsi di rumah tangga.
2. Untuk membantu masyarakat Tanjungsari dalam memenuhi kebutuhan air bersih dan layak konsumsi dalam rumah tangga.
3. Untuk memanfaatkan potensi sumber daya air payau di Pantai Baron sebagai upaya dan strategi yang berkelanjutan bagi masyarakat untuk menimalisir dampak yang ditimbulkan dari krisis air bersih akibat bencana kekeringan di Tanjungsari.
1.5 Manfaat
Penelitian dan perancangan produk dari permasalahan tersebut memiliki manfaat yaitu antara lain:
7 Bagi Penulis
1. Mendapatkan pengetahuan dan keterampilan secara keilmuan desain produk. 2. Diharapkan hasil akhir penelitian ini bermanfaat dari permasalahan yang terjadi di
masyarakat Gunung Kidul dan berusaha untuk menjadi lebih baik lagi serta mampu bertindak sebagai motivator, fasilitator, sekaligus problem solver dalam menaggulangi masalah krisis air bersih akibat bencana kekeringan.
Bagi Keilmuan
1. Menambah sumbangan pemikiran yang kreatif dengan merencanakan kegiatan desain produk dalam pemecahan masalah krisis air bersih akibat bencana kekeringan di Kecamatan Tanjungsari, Gunung Kidul.
2. Memberikan inovasi terbaru dengan perancangan sarana dalam menanggulangi krisis air bersih akibat bencana kekeringan dengan pendekatan berbeda dalam kegiatan desain produk.
3. Menyediakan referensi bagi akademisi dan institusi yang berkepentingan mengenai krisis air bersih dari akibat bencana kekeringan.
Bagi Masyarakat
1. Masyarakat mendapat air bersih yang layak dikonsumsi dari pemanfaatan potensi sumber daya air payau.
2. Menimalisir dampak yang ditimbulkan dari krisis air bersih akibat bencana kekeringan di Kecamatan Tanjungsari, Gunung Kidul.
3. Masyarakat mendapatkan sebuah sarana penunjang adaptasi ekologis yang berkelanjutan sebagai bentuk upaya mengatasi krisis air bersih pada bencana kekeringan. Artinya, masyarakat mampu membuat sendiri sarana tersebut dan memperbaikinya apabila ada kerusakan.
1.6 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan studi deduktif yaitu pendekatan yang berdasarkan persoalan (problem-based), diarahkan oleh kebutuhan dan permasalahan yang muncul setempat (needs-led, issue-oriented) kemudian pengambilan kesimpulan dari umum menjadi khusus.
8 Dalam penelitian ini metode penelitian yang dilakukan adalah participant
observation (indepth interview) dimana metode interaktif yang relatif tidak terstruktur
untuk mempelajari orang-orang di suatu daerah ketika mereka pergi tentang rutinitas sehari-hari dan aktivitasnya. Metode ini digunakan untuk pemetaan sumber daya menggunakan pengetahuan masyarakat lokal. Artinya dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang bagaimana orang menjalani hidup mereka, bagaimana mereka berpikir dan bertindak, dan bagaimana mereka menggambarkan dan menjelaskan diri dan motivasi mereka dalam suatu kondisi (Conducting Research
in Conservation, 2011).
Dalam metode itu digunakan dua bentuk teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observational design (case study) yaitu penelitian yang dilakukan pada satu kasus tunggal tanpa memberikan pengaruh pada objek. Alat penelitian yang digunakan saat observational design adalah observasi, wawancara, dan teknik catatan lapangan. Dan experimental design yaitu metode sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat pada kelompok kontrol
(causal-effect relationship). Alat penelitian yang digunakan dalam experimental design saat
melakukan tahap penelitian perancangan (brief design) berupa teknik observasi, studi model, dokumentasi, dan teknik catatan lapangan.
1.7 Metode Analisis
Data yang dihasilkan dari metode penelitian yang digunakan berupa data kualitatif dan kuantitatif. Oleh karena itu penggunaan analisis data dalam mixed
method research dilakukan berdasarkan metode penelitian yang digabungkan, yaitu
metode penelitian kuantitatif dan kualitatif (Mixed Method Research, 2007). Penggunaan metode mixed method research (Explanatory design) ini dibutuhkan karena dapat menggabungkan penelitian desain dengan behavioral. Dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran bagaimana penggunaan metode penelitian perilaku (behavioral) dapat melengkapi sebuah proyek penelitian desain (Handbook of Mixed Methods in Social and Behavioral Research, 2003). Berikut ini hubungan penelitian desain dengan behavioral pada mixed method
9 Kemudian hasil analisa mixed method research dilakukan analisa problem tree dimana untuk pemetaan identifikasi sebab dan akibat yang terjadi.
Tabel 1.1
Mixed Methods Research Designs With Emphasis On Design Research Process
Research Design Pacing And Theoretical
Drive Point Of Interface
Concurrent exploratory research design
Design + Behavioral Problem identification phase of the design research component Concurrent creative
research design
Design + Behavioral Solution design phase of the design research component
Concurrent evaluative research design
Design + Behavioral Evaluation design phase of the design research component Sequential exploratory
research design
Behavioral → Design Interpretation phase of the behavioral research component Sequential explanatory
research design
Design → Behavorioral Communication phase of the design research component
(Sumber : Handbook of Mixed Methods in Social and Behavioral Research, 2003)
Tabel 1.2 Kebutuhan Data Analisis
No Data Bentuk Data Sumber
1 Kegiatan Penanganan dan
Penanggulangan Kekeringan Tahun 2013 Kecamatan Tanjungsari
Kuantitatif Kantor Kecamatan
Tanjungsari, Kab Gunung Kidul
2 Adaptasi Masyarakat Tanjungsari Terhadap Kekeringan
Kualitatif Masyarakat Tanjungsari
3 Kesehatan dan sanitasi masyarakat Tanjungsari 2013
Kuantitatif Puskesmas Tanjungsari
4 Pelayanan PDAM Tanjungsari Kuantitatif PDAM Tirta Handayani
Gunung Kidul 5 Partisipasi masyarakat Tanjungsari
dalam pengelolaan air
Kualitatif Masyarakat Tanjungsari
6 Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
Kuantitatif Kapedal Gunung Kidul
7 Curah hujan Tanjungsari Kuantitatif Dinas Tanaman Pangan
dan Hortikultura (Sumber : Penulis, 2014)
Metode analisa yang digunakan lainnya adalah metode SCAMPER dan
problem tree. Metode SCAMPER digunakan untuk mengetahui dan pemilihan
keunggulan aspek apa saja yang akan diterapkan pada produk yang akan dirancang dari sarana yang sudah ada. Metode SCAMPER terdiri dari Substitute, Combine,
10
Problem tree adalah diagram sederhana berupa pohon. Diagram problem tree menganalisa dengan membedakan identifikasi langsung dengan brainstorming
pada tabel, sehingga didapatkan akar permasalahan, penyebab langsung, masalah, akibat langsung, dan akibat yang menyusul. Tujuan menggunakan analisa ini dalam perancangan produk adalah untuk mengetahui masalah yang lebih spesifik guna sebagai pertimbangan dan batasan dalam perancangan.
1.8 Kerangka Perancangan
Kerangka perancangan produk yang akan dilakukan adalah dimulai dalam 3 tahap persiapan (Gambar 1.5) yaitu:
(Gambar 1.5: Kerangka Perancangan) (Sumber : Penulis, 2014)
Keterangan :
1. Input, dilakukan dengan pencarian permasalahan dengan melakukan
brainstorming, studi literatur serta pengumpulan permasalahan melalui media
cetak, dan media elektronik.
Term of Reference - Masalah Desain - Landasan Desain - Peluang Desain - Gagasan Desain - Keputusan Desain - Batasan Desain - Pertimbangan Desain - Kebutuhan Desain - Sasaran Desain Preliminary Design - Konsep Desain - Diagram Alur Kegiatan - Komponen Produk - Rekayasa System - Desain Terhubung - Desain Dasar - Desain Awal - Desain Akhir Uji Kelayakan Produk
11 2. Proses, hasil yang didapat dari pra penelitian dikomparasikan dengan hasil studi empiris yang dilakukan langsung mencari fakta aktual untuk mendapatkan ruang lingkup masalah, fokus masalah hingga ditemukannya inti permasalahan. Hal ini dapat dilengkapi dengan pengumpulan data lapangan.
3. Output, dilakukan untuk mendapatkan peluang dan solusi pada penelitian tersebut dan berakhir dengan prototype yang prosesnya dilakukan pada brief design.
4. Outcome, merupakan hasil pengamatan terhadap uji coba produk terhadap sasaran pengguna disesuaikan dengan tujuan dan manfaat perancangan.
1.9 Sistematika Penulisan
Adapun pembabakan dalam Penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. BAB I PENDAHULUAN, bab pertama merupakan gambaran umum yang membahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan perancangan, manfaat, metode pengumpulan data, metode analisis, kerangka perancangan, dan pembabakan.
2. BAB II STUDI PUSTAKA, bab ini berisi tentang studi literature yang diambil dari buku, jurnal, artikel, dan berita yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat, dan perancangan produk yang akan dilakukan.
3. BAB III STUDI EMPIRIS, bab ini berisi tentang hasil studi empiris dengan metode pengumpulan data yang dilakukan terhadap permasalahan.
4. BAB IV KONSEP PERANCANGAN, bab ini berisi tentang tahapan perancangan desain produk dari solusi permasalahan.
5. BAB V HASIL PERANCANGAN, bab ini berisi tentang hasil pencapaian dari perancangan produk dari permasalahan yang diangkat.